pbl skenario6.blok24
DESCRIPTION
anemia megaloblastikTRANSCRIPT
Anemia Megaloblastik
Alista Gunawan
102012198
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta 11510
Pendahuluan
Anemia megaloblasttik yang disebabkan oleh anemia pernisiosa banyak
dijumpai pada orang-orang Skandinavia, Inggris dan Irlandia dengan angka kejadian
90 kasus tiap 100.000 penduduk per tahun. Pernah dilaporkan adanya anemia
pernisiosa pada penduduk afrika selatan, daratan cina dan arab. Belum pernah
dilaporkan tentang kejadian anemia pernisiosa di indonesia. Biasanya berbentuk
makrositik atau pernisiosa. Penyebabnya anemia megaloblastik adalah defisiensi
vitamin B12, defisiensi asam folat, gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat
dan Gangguan sintesis DNA.
Pada skenario ini ada seorang wanita usia 40 tahun berobat dengan keluhan
lemas sejak 1 bulan SMRS. Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengatakan sering lemas
dan sulit berkonsentrasi. Selain itu pasien cepat lelah terutama jika naik tangga dan
berjalan jauh. 2 minggu yang lalu gejala pasien menetap dan menurut keluarga pasien
terlihat pucat. 2 bulan yang lalu pasien habis dioperasi lambung.
Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditanyakan keluha utama dari pasien. Keluhan-keluhan
meliputi merasa lemah, letih, lesu, lunglai, serta pucat. Terkadang pasien juga
asimtomatik sehingga dapat dideteksi anemia pada pemeriksaan penyaring. Perlu
ditanyakan pula apakah ada nyeri perut yang dapat mengindikasikan adanya batu
empedu (kolelithiasis) akibat pemecahan eritrosit berlebihan. Adanya air seni
berwarna hitam dapat menyebabkan pasien datang ke dokter. Manifestasi jantung
mengindikasikan anemia berat karena kurangnya suplai oksigen ke berbagai organ.1
Perlu juga ditanyakan beberapa pertanyaan seperti apakah merasakan
berdebar-debar, sering pusing, merasa gelap saat bangun dari tidur atau dari posisi
duduk, adakah faktor yang memicu, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat
penyakit yang sama, transfusi darah dan mengalami perdarahan/ kecelakaan.1
1
Pemeriksaan Fisik
Gejala klinik timbul perlahan-lahan berupa pucat, mudah lelah, dan anoreksia.
Gejala pada bayi yang menderita defisiensi asam folat adalah iritabel, gagal mencapai
berat yang cukup, dan diare kronis. Perdarahan karena trombositopenia terjadi pada
kasus yang berat. Pada anak yang lebih besar gejala dan tanda yang muncul
berhubungan dengan anemianya dan proses patologis penyebab defisiensi asam folat
tersebut. Defisiensi asam folat sering menyertai kwashiorkor, marasmus atau sprue.
Pada anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disamping gejala yang
tidak spesifik seperti lemah, lelah, gagal tumbuh atau iritabel juga ditemukan gejala
pucat, glositis, muntah, diare dan ikterus. Kadang-kadang tibul gejala neurologis
seperti parestesia, deficit sensori, hipotonia, kejang, keterlambatan perkembangan,
regresi perkembangan dan perubahan neuropsikiatrik. Masalah neurologis karena
defisiensi vitamin B12 dapat terjadi pada keadaan yang tidak disertai kelainan
hematologis.
Anemia pernisiosa merupakan anemia yang disebabkan kerusakan factor
intrinsic yang dihasilkan sel parietal gaster oleh karena aktifitas lymphocyte mediated
immune. Kekurangan FI menyebabkan terjadinya malabsorbsi vitamin B12.
Pada skenario ini pemeriksaan fisik pasien konjungtiva anemis , papil lidah
atrofi, dan suhu afebris
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Tepi :
Pada pemeriksaan darah tepi akan dijumpai hasil sebagai berikut :
1) hemoglobin menurun, dari ringan sampai berat (3-4 g/dl).
2) Dijumpai makrositik berbentuk oval dengan poikilositosis berat, MCV
menint 110-125 fl, sedangkan retikulosit normal.
3) Biasanya dijumpai leukopenia ringan dengan hipersegmentasi
neutrofil.
4) Kadang-kadang dijumpai trombositopenia ringan.
5) Kadar bilirubin indirek serum dan LDH meningkat
2. Sumsum Tulang:
2
Pada pemeriksaan sumsum tulang dapat dijumpai adanya gejala sebagai
berikut
1) Hiperplasia eritroid dengan sel megaloblast
2) Giant metamyelocyte
3) Sel megakariosit besar
4) Cadangan besi sumsum tulang meningkat
Working Diagnosis
Anemia megaloblastik adalah kumpulan penyakit heterogen yang memiliki
karakteristik yang sama yaitu adanya sel megaloblast. Anemia megaloblastik paling
banyak disebabkan oleh defiensi folat dan vitamin B12. Defek yang disebabkan karena
defisiensi folat dan dan vitamin B12 adalah penurunan sintesis DNA. Vitamin B12
diperlukan untuk melepaskan folat dari bentuk methyl sehingga bisa kembali menuju
tetrahydrofolate pool untuk dikonversi menjadi 5, 10-methylene tetrahydrofolate.
Gangguan sintesis DNA disebabkan karena adanya konversi deoksiridilat menjadi
thimidilat yang tidak adekuat karena kekurangan 5, 10-methylene tetrahydrofolate.
Representasi dari penurunan sintesis DNA ini adalah terdapatnya sel megaloblast
yang menjadi karakteristik anemia megaloblastik. Sel megaloblast adalah sel prekursor
eritrosit dengan ukuran sel yang besar, lacy chromatin, pola parakromatin menonjol, dan
adanya kesenjangan pematangan inti dan sitoplasma. Terdapat peningkatan rasio inti-
sitoplasma dimana maturasi inti terhambat dengan ukuran besar dan susunan
kromosomnya longgar sedangkan maturasi sitoplasma lebih cepat mendekati normal.
Pada anemia megaloblastik , sel darah merah bersifat makrositer dengan MCV
meningkat dengan rentang dari 105-160 fl.
Megaloblastik bercirikan adanya makro-ovalosit dan hypersegmented neutrofil
yang tidak ditemukan dalam anemia makrositer non-megaloblastik yang memiliki
makrosit bulat atau makroretikulosit.
Anemia defisiensi B12 dan asam folat memberikan gambaran yang sama. Anemia
timbul perlahan dan progresif sehingga tingkat anemia biasanya sudah berat (<7 atau 8
g/dl) saat dideteksi. Kadang-kadang disertai ikterus ringan, dan khas terdapat glositis
dengan lidah berwarna merah seperti daging (buffy tongue). Berbeda dengan defisiensi
folat, defisiensi vitamin B12 dijumpai gejala neuropati subacute combined degeneration.
Gejala pada neuritis perifer yaitu mati rasa, rasa terbakar pada jari; pada kerusakan
columna posterior terdapat gangguan posisi, vibrasi, dan tes Romberg positif; dan
3
kerusakan pada columna lateralis terdapat spastisitas dengan deep reflex hiperaktif dan
gangguan serebrasi.
Diagnosis Banding Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terbagi atas dua tipe yaitu, anemia hemolitik imun dan
anemia hemolitik non imun. Anemia hemolitik imun merupakan suatu kelainan di
mana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga ertrosit mudah lisis dan
umur eritrosit memendek. Meskiupn umur eritrosit pada orang dewasa berkisar 120
hari namun, umur eritrosit memendek yang telah disepakati ialah di bawah 100 hari.
Untuk timbulnya Anemia Hemolitik Imun diperlukan adanya antibodi dan proses
destruksi eritrosit.
Gejala dan tanda yang sering dikeluhkan pada penyakit ini adalah lemas,
mudah capek, sesak napas. Tanda klinis lainnya adalah konjungtiva pucat, sklera
berwarna kekuningan, splenomegali, urin berwarna merah gelap. Tanda laboratorium
dijumpai adalah anemia normositik, retikulositosis, peningkatan lacasae
dehydrogenase, peningkatan serum haptoglobulin, dan Direct Antiglobulin Test
menunjukkan hasil positif. Pasien biasa datang dengan rasa lelah, mudah mengantuk,
sesak napas, cepatnya berlangsung gejala.
Anemia hemolitik adalah kadar hemoglobin kurang dari normal akibat
kerusakan sel eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk
menggantikannya. Gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan anemia hemolitik
non imum. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit dan mukosa kuning.
Splenomegali juga didapati pada beberapa anemia hemolitik. Pada anemia berat dapat
ditemukan takikardia dan aliran murmur pada katup jantung.
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang dapat timbul dapat disebabkan oleh anemianya maupun
oleh kondisi penyebab anemia tersebut. Gejala yang timbul antara lain:
A. Gejala umum anemia
Gejala peningkatan tonus adrenergik atau dopaminergik akibat penurunan
kapasitas angkut oksigen :
- Lesu, lemah / cepat capek
- Pucat, terutama pada konjungtiva(end artery)
4
- Takikardia, murmur ejeksi sistolik, gallop keempat
(presistolik)
- Excertional, dispneu, takipneu
- Konsentrasi menurun, pingsan
- Telinga berdenging
- Skotoma(edema papil)
B. Gejala khusus berkaitan dengan penyebab:
a. Akibat perdarahan
-Menorhagia, polymenorhagia
-Melena, hematokezia
- Epistaksis
- Gusi berdarah
b. Akibat defisiensi asam folat dan B12
- Hipertrofi papila ,ginggiva
c. Akibat defisiensi B12
-neuropati perifer (fenomena sarung tangan atau kaos kaki) ,gangguan
kognitif,gangguan memori, gangguan tidur, depresi, mania, psikosis.
C. Akibat Hemolisis intravaskular
-Hemoglobulinuria, hemosiderinuria
D. Akibat hemolisis ekstravaskular
- Urobilinogen uria, urobiliuria
E. Akibat hemolisis ekstra dan atau intravaskular
- Splenomegali dengan / tanpa hepatomegali
Klasifikasi
Menurut penyebabnya anemia megaloblastik di bagi beberapa Jenis :
1. Anemia megaloblastik karena defisiensi Vitamin B12
a. Penderita yang tidak makan daging hewan atau ikan, telur serta susu yang
mengandung vitamin B12.
b. Adanya malabsorpsi akibat kelaianan pada organ berikut ini,
5
Kelainan lambung (anemia pernisiosa, kelainan congenital, factor intrinsic,
serta gastrektomi total atau parsial)
Kelainan usus (intestinal loop syndrome, tropical sprue dan post reseksi
ileum)
2. Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat
a. disebabkan oleh makanan yang kurang gizi asam folat, terutama pada
orang tua, fakir miskin, gastrektomi parsial dan anemia akibat hanya minum susu
kambing.
b. Malabsorpsi asam folat karena penyakit usus
c. Kebutuhan yang meningkat akibat keadaan fisiologis (hamil, laktasi
prematuritas) dan keadaan fatologis (anemia hemolitik, keganasan serta penyakit
kolagen).
d. Ekskresi asam folat yang berlebihan lewat usus biasanya terjadi pada
penyakit hati yang aktif atau kegagalan faal jantung.
e. Obat-obatan antikonvulsan dan sitostatik tertentu.
3. Anemia megaloblastik karena kombinasi defisiensi vitamin B12 dan asam folat
Merupakan anemia megaloblastik akibat defisiensi enzim congenital atau
pada eritroleukemia.
4. cacing pita
DIAGNOSISGuna menegakkan diagnosis anemia megaloblastik, perlu menelusuri
baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium darah juga sumsum
tulang. Pemeriksaan laboratorium darah meliputi hemoglobin, hematokrit,
retikulosit, leukosit, trombosit, hitung jenis, laju endap darah, serum vitamin
B12, serum folat, folat eritrosit, MCV, dan lain-lain tes khusus yang sesuai.
Didapatkan secara nyata makrositosis yaitu MCV lebih dari 100 fl maka perlu
dipikirkan adanya anemia megaloblastik. Penyebab lain makrosistosis
termasuk hemolisis, penyakit hati, alkoholisme, hipotiroidisme, dan anemia
aplastik. Bila makrositosis nyata yaitu MCV lebih dari 110 fl, maka pasien
tersebut lebih condong pengidap anemia megaloblastik. Makrositosis jarang
tampak bersamaan dengan defisiensi besi atau thalasemia. Indeks retikulosit
rendah, dan jumlah leukosit maupun trombosit mungkin pula menurun. Dari
gambaran darah perifer tampak dengan nyata adanya anisositosis dan
6
poikilositosis, bersamaan dengan makroovalositosis, yaitu sel darah merah
dengan hemoglobinisasi penuh merupakan cirri dari anemia megaloblastik.
Pada seri leukosit, yaitu adanya neutrofil yang tampak adanya inti dengan
segmen lebih dari 5 atau 6 dan dikenal dengan istilah hipersegmen. Dari
pemeriksaan sumsum tulang ditemukan adanya hiperseluler dengan
penurunan rasio myeloid/eritroid dan berlimpah besi yang tercat.7
Nilai kobalamin normal dalam serum adalah antara 300-900 pg/ml;
nilai kurang dari 200 mg/ml menunjukkan adanya defisiensi yang nyata
secara klinis. Kadar serum normal dari asam folat berkisar antara 6-20 ng/ml;
nilai sama atau dibawah 4 ng/ml secara umum dipertimbangkan untuk
diagnostic dari defisiensi folat.7
Saat defisiensi kobalamin telah dipikirkan, maka patogenesisnya dapat
dilacak dengan menggunakan tes Schilling. Pasien diberi kobalamin radioaktif
oral, dan segera diikuti setelah itu dengan penyuntikan intramuscular
kobalamin tanpa label. Karena defisiensi kobalamin hampi selalu karena
malbasorbsi, tingkat pertama tes schilling harus abnormal (jumlah kecil
radioaktif dalam urin). Kemudian pasien diberi kobalamin terikat pada faktor
intrinsic yang dilabel. Absorbs dari vitamin akan mecapai normal pada pasien
yang menderita anemia pernisiosa atau beberapa lain dari defisiensi faktor
intrinsic. Bila absorbs kobalamin masih tetap rendah, maka pasien mungkin
terdapat pertumbuhan berlebihan dari bakteri atau penyakit ileum (termasuk
defek ileum sekunder karena defisiensi kobalamin itu sendiri). Malabsorbsi
kobalamin karena kelebihan pertumbuhan bakteri sering dikoreksi dengan
pemberian antibiotic.7
Etiologi
Penyebab anemia megaloblas adalah sebagai berikut :
1. Defisiensi Vitamin B12..6
a. Asupan kurang : pada vegetarian
b. Malabsopsi
Dewasa : anemia pernisiosa, gastrektomi total/parsial, penyakit Chorn’s,
parasit, limfoma usus halus, obat-obatan (naomisin, etanol, KCL)
7
Anak-anak : anemia pernisiosa, gangguan sekresi, factor intrinsik lambung
dan gangguan reseptor kobalamin di ileum
c. Gangguan metabolisme seluler
Defisiensi enzim, abnormallitas protein pembawa kobalamin (defisiensi
transkobalamin), dan paparan nitrit oksida yang berlangsung lama.
2. Defisiensi Asam Folat.6
a. asupan kurang
Gangguan nutrisi
Alkoholoisme, bayi premature, orang tua, hemodialisis dan anoreksia
nervosa.
Malabsopsi
Gastrektomi parsial, reseksi usus halus, penyakit Crohn’s, scleroderma
dan obat antikonvulsan.
b. Peningkatan kebutuhan
Kehamilan, anemka hemolitik, keganasan, hipertiroidisme, serta eritropoesis
yang tidak efektif (anemia pernisiosa, anemia sideroblastik, leukemia dan
anemia hemolitik).
c. Gangguan metabolisme folat
Alkoholisme, defisiensi enzim
d. Penurunan cadangan folat di hati
Alkoholisme, sirosis non alkoholik dan hepatoma.
3. Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat.6
4. Gangguan sintesis DNA yang merupakan akibat dari proses berikut ini :6
a. defisiensi enzim kongenital
b. didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.
Patofisiologi
Anemia megaloblastik (SDM besar) diklasifikasikan secara morfologis
sebagai anemia makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering disebabkan
oleh defisiensi vitamin B12 asam folat dan faktor intriksik. Kehilangan dari salah satu
faktor tersebut yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan
maturasi dan pembelahan inti.2
Atrofi mukosa lambung, seperti yang terjadi pada anemia perinisiosa, atau
hilangnya lambung akibat gastrektomi dapat menyebabkan terjadinya anemia
8
megaloblastik. Pasien dengan sariawan usus, dengan ditandainya sedikitnya absorbsi
asam folat dan B12 sering kali mengalami anemia megaloblastik.2
Folat dalam makanan terdapat dalam poliglutamat yang terlebih dahulu harus
dihidrolisis menjadi bentuk monoglutamat di dalam mukosa usus halus, sebelum
ditransportaasi secara aktif ke dalam sel usus halus, pencernaan ini dilakukan oleh
enzim hidrolase dan dibanttu oleh seng. Folat di dalam sel kemudian diubah menjadi
5-metil tetrahidrofolat dan dibawa ke hati melalui system porta untuk disimpan. Di
dalam hati meti tetrahidrofolat diubah menjadi asam tetrahidrofolat (THFA).4
Dalam lambung kobalamin dibebaskan dari ikatannya dengan protein oleh
cairan lambung dan pepsin, kemudian segera diikat oleh protein-protein khusus
(faktor R) dalam lambung. Vitamin B12 dilepas dari faktor R di dalam duodenum
yang bernuansa alkali, oleh enzim-enzim protease pancreas terutama tripsin untuk
segera diikat oleh faktor intrinsik (IF). Kompleks vitamin B12-IF ini kemudian diikat
oleh reseptor khusus pada membrane mikrovili ileum usus halus dan diabsorbsi. Di
dalam sel mukosa usus halus vitamin B12 dilepas dan dipindahkan ken protein lain
TC-2 untuk dibawa ke hati.4
Anemia pernisiosa disebabkan oleh serangan autoimun pada mukosa lambung
yang menyebabkan terjadinya atrofi lambung. Sembilan puluh persen
memperlihatkan adanya antibody sel parietal yang ditujukan terhadap H+/K+-ATPase
lambung dalam serum, dan 50 % tipe I atau antibody penyekat terhadap IF yang
menghambat pengikatan IF pada B12. 35% persen pasien memperlihatkan adanya
antibody tipe II terhadap IF yang menghambat lokasi pengikatannya di ileum.
Malabsorbsi B12 spesifik disebabkan oleh mutasi reseptor IF-B12.5
Anemia megaloblastik merupakan anemia dengan eritrosit di sumsum tulang
memperlihatkan adanya suatu kelainan yang khas, pematangan inti lebih lambat
dibandingkan dengan sitoplasma.5
Vitamin B12 merupakan suatu koenzim untuk dua reaksi bikomia di dalam
tubuh: yang pertama, sebagai metal B12, suatu kofaktor untuk metionin sintase, yaitu
enzim yang bertanggung jawab untuk metilasi homosistein menjadi metionin dengan
menggunakan metal tetrahidofolat (THF) sebagai donor metil; dan kedua sebagai
deoksiadenosil B12 yang membantu konversi metil malonil koenzim A (KoA)
menjadi suksinilKoA.5
9
Metilmalonil KoA mengalami penyusunan kembali yang dependen vitamin
B12 menjadi suksinil KoA yang dikatalis oleh metil malonil Koa mutase.
Metilmalonil KoA mutase dan metinonin sintase adalah enzim yang dependen pada
vitamin B12.3
Tetrahidrofolat dapat membawa fragmen-fragmen satu karbon yang melekat
pada N-5 (gugus formil, formimino, atau metil), N-10 (formil), atau jembatan N-5-N-
10 (gugus metilen). Titik masuk utama untuk fragmen satu karbon ke dalam folat
adalah metilen tetrahidrofolat. Yang dibentuk oleh reaksi glisin, serin, dan kolin
dengan tetrahidrofolat.3
Metilasi deoksiuridin monofosfat (dUMP) menjadi timidin monofosfat
(TMP), yang dikatalis oleh timidilat sintase, esensial untuk membentuk DNA.
Fragmen satu karbon metilen-tetrahidrofolat direduksi menjadi gugus metil disertai
dengan pembebasan dihidrofolat yang kemudian direduksi kembali menjadi
tetrahidrofolat oleh dihidrofolat reduktase.3
Defisiensi folat dianggap menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik
dengan menghambat sintesis timidilat, yaitu suatu tahap membatasi kecepatan
sintesis DNA yang pada tahap ini disintesis timidin monofosfat, karena reaksi ini
memerlukan 5,10 metilen THF poliglutamat sebagai enzim. Gangguan metionin
sintase pada defisiensi vitamin B12 menyebabkan penimbunan metil tetrahidrofolat .
Oleh karena itu, terdapat defisiensi fungsional folat sebagai efek sekunder dari
defisiensi B12. Defisiensi asam folat itu sendiri atau defisiensi vitamin B12 yang
menyebabkan defisiensi fungsinal asam folat, mempengaruhi sel yang cepat
10
membelah karena sel ini sangat membutuhkan timidin untuk membentuk DNA.
Secara klinis defisiensi ini mempengaruhi sumsum tulang dan menyebabkan anemia
megaloblastik.5, 3
Timbulnya megaloblas adalah akibat gangguan maturasi sel karena terjadi
gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin
B12, dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel
dan secara khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan mielin. Akibat
gangguan sintesis DNA pada inti eritoblas ini, maka maturasi ini lebih lambat
sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar Karena pembelahan sel
yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin
yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast. 5
Penatalaksanaan Farmakologi
Sediaan pilihan obat untuk kondisi defisensi vitamin B12 adalah
sianokobalamin, dan harus diberikan melalui ineksi intramuscular atau subkutan
dalam. Sianokobalamin aman untuk diberikan melalui injeksi intramuscular dan
subkutan dalam, tapi tidak boleh diberikan secara intravena.4
Sianokobalamin diberikan pada dosis I hingga 1000 ug. Ambilan jaringan,
penyimpanan, dan penggunaan bergantung pada ketersediaan transkobalamin II (TC
II). Kelebihan dosis 100 ug segera dibersihkan dari plasma kedalam urin dan,
pemberian vitamin B12 dalam jumlah yang lebih besar tidak akan menyebabkan
retensi vitamin yang lebih besar. Pemberian 1000 ug bermanfaat ketika melakukan
uji schilling.4
Kebanyakan sediaan multivitamin dilengkapi dengan faktor intrinsik yang
mengandung 0,5 unit oral per tablet. Meskipun kombinasi B12 dan faktor intrinsik
oral tampaknya ideal untuk pasien defisiensi faktor intrinsic, sediaan tersebut tidak
dapat diandalkan. Antibody yang bekerja terhadap faktor intrinsik manusia dapat
menghalangi absorbsi vitamin B12 secara efektif.4
Hidroksobolamin yang diberikan pada dosis 100 ug secara intramuscular telah
dilaporkan memiliki efek yang lebih lama daripada sianokobalamin, karena satu dosis
tunggal mampu mempertahankan konsentrasi vitamin B12 dalam plasma sampai 3
bulan. Lebih lanjut lagi pemberiaan hidroksobalamin menghasilkan pembentukan
antibody terhadap kompleks transkobalamin II-vitamin B12.4
Pengobatan pasien yang sakit akut akibat anemia megaloblastik harus dimulai
dengan injeksi intarmuskular vitamin B12 maupun asam folat. Jika pasien mengalami
kedua defisiensi tersebut, terapi dengan hanya satu vitamin tidak akan memberikan
respon yang optimal. Sesudah eritropoesis megaloblastik dinyatakan positif dan telah
11
berkumpul darah yang cukup untuk pengukuran konsentrasi vitamin B12 dan asam
folat lebih lanjut, pasien harus menerima injeksi intramuscular 100 ug
sianokobalamin dan 1-5 mg asam folat. Untuk 1-2 minggu berikutnya pasien harus
menerima injeksi intramuscular 100 ug sianokobalamin setiap hari bersama dengan
suplemen 1-2 mg asam folat setiap hari. Jika terjadi gagal jantung kongestf, dapat
dilakukan flebotomi untuk memindahkan sejumlah volume darah lengkap yang setara
atau dapat diberikan diuretik untuk mencegah volume berlebihan.4
Terapi jangka panjang untuk vitamin B12 dengan injeksi intramuscular 100
ug sianokobalamin setiap 4 minggu sudah cukup untuk menjaga konsentrasi vitamin
B12 normal dalam plasma dan suplai yang cukup untuk jaringan. Pasien dengan
symptom dan tanda-tanda neurologis parah dapat diobati dengan dosis vitamin B12
100 ug perhari atau beberapa kali per minggu selama beberapa bulan. Terapi jangka
panjang harus dievaluasi pada interval 6-12 bulan pada pasien yang kondisinya baik.4
Penggunaan vitamin yang efektif bergantung pada akurasi diagnosis dan
pemahaman mengenai prinsip umum terapi. Vitamin harus diberikaan jika ada
kemungkinan yang beralasan adanya defisiensi. Terapi harus dilakukan sespesifik
mungkin. Peringanan relative pengobatan dengan vitamin tidak mencegah
dilakukannya penyelidikan lengkap terhadap etiologi defisiensinya.4
Pencegahan
Epidemiologi
,Prognosis
Baik, kecuali bila ada komplikasi kardiovaskuler atau infeksi yang berat.
Sebelum adanya terapi yang efektif, anemia pernisiosa biasanya fatal dengan
mortalitas 53% dalam bulan pertama. Setelah terapi, relaps dapat terjadi bervariasi
antara 21 – 213 bulan. Remisi didapatkan pada 86% penderita, beberapa penderita
bertahan hidup selama 14 – 20 tahun. Komplikasi jangka panjang anemia pernisiosa
adalah karsinoma lambung. Peningkatan resiko terjadinya karsinoma kolorektal juga
didapatkan pada penderita anemia pernisiosa. Progresi kelainan neurologis dapat
dihambat dengan terapi vitamin B12. Semakin singkat gejala neurologis berlangsung,
semakin besar kemungkinan untuk mengalami perbaikan. Gejala neurologis yang
berlangsung kurang dari 3 bulan biasanya revesibel. Perbaikan gejala neurologis
berlangsung lambat, dan perlu wakktu 6 bulan atau lebih untuk mendapatkan respon
maksimal.
12
Hipotesis
Wanita berusia 25 tahun tersebut menderita anemia megaloblastik
Kesimpulan
Anemia megaloblastik adalah kumpulan penyakit heterogen yang memiliki
karakteristik yang sama yaitu adanya sel megaloblast. Anemia megaloblastik paling
banyak disebabkan oleh defiensi folat dan vitamin B12. Akibat dari defisiensi B12
dan asam folat menimbulkan berbagai gejala seperti lemas, lesuh,pucat. Dari
pemeriksaan fisik juga diketahui konjungtiva anemis dan subfebris ( menunjukkan
adanya anemia), dan hipertrofi papil lidah. Pemeriksaan lab dan sumsum tulang juga
bisa membantu penegakkan diagnosis dari kasus ini. Dari lab secara nyata
makrositosis yaitu MCV lebih dari 100 fl. Dari pemeriksaan sumsum tulang juga
ditemukan adanya hiperseluler dengan penurunan rasio myeloid/eritroid dan
berlimpah besi yang tercat
Daftar Pustaka
2. Guyton, A C, & Hall, J.E. Buku ajar fisiologi kedokteran. 11th edition. Jakarta: EGC; 2007
3. Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell, V.W. Biokimia harper. Edisi 27. Jakarta: EGC; 2006
4. Goodman & Gillman. Dasar Farmakologi & Terapi edisi 10. Jakarta: EGC; 2007
5. Hoffbrand, A V, Pettit, J.E., Moss P.A.H. Kapita selekta hematologi. Edisi Keempat. Jakarta: EGC
6. .Permono, B (ed.). Buku ajar hematologi-onkologi anak. 2nd edition. Jakarta:
IKAI; 2007
7. Sudoyo, A.W (ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid dua. Edisi Kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI; 2006
13
14