pbak bab 1

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi kini merupakan permasalahan yang menjadi perbincangan pada semua kalangan masyarakat. Permasalahan korupsi sesungguhnya telah ada sejak lama, terutama sejak manusia kali pertama mengenal tata kelola administrasi. Korupsi dianggap merusak sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara karena sifatnya yang merugikan. Di indonesia, korupsi telah dianggap sebagai kejahatan luar biasa, begitu pula dibelahan lain didunia . Pada kebanyak kasus korupsi yang dipublikasikan media, kerap kali perbuatan korupsi tidak terlepas dari kekuasaan,birokrasi,ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya dengan politik. Selain mengaitkan dengan politik korupsi juga dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional, kesejahteraan sosial dan pembangunan nasional. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi dikategorikan sebagai tindakan setiap orang dengan tujun menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena 1

Upload: jamie-marshall

Post on 18-Jan-2016

68 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PBAK

TRANSCRIPT

Page 1: PBAK BAB 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi kini merupakan permasalahan yang menjadi perbincangan pada semua

kalangan masyarakat. Permasalahan korupsi sesungguhnya telah ada sejak lama, terutama

sejak manusia kali pertama mengenal tata kelola administrasi. Korupsi dianggap merusak

sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara karena sifatnya yang merugikan.

Di indonesia, korupsi telah dianggap sebagai kejahatan luar biasa, begitu pula

dibelahan lain didunia . Pada kebanyak kasus korupsi yang dipublikasikan media, kerap kali

perbuatan korupsi tidak terlepas dari kekuasaan,birokrasi,ataupun pemerintahan. Korupsi

juga sering dikaitkan pemaknaannya dengan politik. Selain mengaitkan dengan politik

korupsi juga dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional,

kesejahteraan sosial dan pembangunan nasional.

Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, korupsi dikategorikan sebagai tindakan setiap orang dengan tujun

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan menguntungkan

diri sendiri dan orang lain yang bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena merugikan

negara dan masyarakat luas. Pelaku korupsi dianggap telah melakukan penyelewengan dalam

hal keuangan atau kekuasaan, pengkhianatan amanat terkait pada tanggung jawab dan

wewenang yang diberikan kepadanya, serta pelanggaran hukum.

Meluasnya praktik korupsi di suatu negara akan memperburuk kondisi ekonomi

bangsa, misalnya harga barang menjadi mahal dengan kualitas yang buruk, akses rakyat

terhadap pendidikan dan kesehatan mnjadi sulit, keamanan suatu negara terancam, kerusakan

lingkungan hidup, dan citra pemerintahan yang buruk di mata internasional sehingga

menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal asing, krisis ekonomi yang

1

Page 2: PBAK BAB 1

berkepanjangan, dan negara pun menjadi semakin terperosok dalam kemiskinan. Dari 542

pelaku korupsi yang dilakukan 2001-2009; berdasarkan perhitungan JPU, telah menyebabkan

kerugian sebesar Rp 73,1 triliun. Sayangnya, meski telah ditindak pengembalian atas

kerugian tersebut hanya Rp 5,32 triliun (Ariati, 2013). Dari pernyataan diatas, begitu banyaj

dampak negatif dari tindakan korupsi yaitu dampak ekonomi, terhadap pelayanan kesehatan,

sosial dan kemiskinan masyarakat, brirokrasi pemerintahan, politik dan demokrasi,

penegakan hukum,pertahanan dan keamasnan, dan pelestarian lingkungan.

Oleh karena itu, penyusun akan membahas mengenai dampak korupsi terhadap

kesehatan masyarakat, birokrasinpemerintahan, politik dan demokrasi.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana dampak korupsi terhadap kesehatan masyarakat, birokrasi pemerintahan,

politik dan demokrasi?

C. Tujuan

Memahami mengenai dampak korupsi terhadap kesehatan masyarakat, birokrasi

pemerintahan, politik dan demokrasi.

2

Page 3: PBAK BAB 1

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat

Ilmu kesehatan masyarakat  pada hakikatnya merupakan ilmu yang terdiri dari berbagai

macam disiplin ilmu seperti biologi, fisika, kimia, kedokteran, lingkungan, sosiologi,

psikologi, antropologi, ekonomi, administrasi, pendidikan dan lain – lain. Namun secara garis

besar, disiplin ilmu yang menopang berdirinya kesehatan masyarakat sebagai ilmu atau yang

lebih dikenal sebagai  8 pilar kesehatan masyarakat antara lain :

Administrasi Kesehatan Masyarakat.

Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

Biostatistika/Statistik Kesehatan.

Kesehatan Lingkungan.

Gizi Masyarakat.

Kesehatan Kerja.

Epidemiologi.

Kesehatan reproduksi.

Mengapa ilmu kesehatan masyarakat merupakan ilmu yang multi disipliner, karena

memang pada dasarnya Masalah Kesehatan Masyarakat bersifat multikausal, maka

pemecahanya harus secara multidisiplin. Oleh karena itu, kesehatan masyarakat sebagai seni

atau prakteknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan baik langsung maupun

tidak untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi (terapi

fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif) kesehatan (fisik,

mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003 dalam wikipedia).

Hal ini membuat Kesehatan Masyarakat merupakan sektor korupsi yang cukup mumpuni

karena banyak peluang bagi para petugas masyarakat di berbagai lapisan untuk melakukan

korupsi yang akan merugikan kesehatan masyarakat baik itu secara langsung maupun tidak

langsung.

Dampak korupsi di kesehatan masyarakat yang dapat terjadi :

3

Page 4: PBAK BAB 1

1. Korupsi di bidang kesehatan

2. Korupsi Skala Besar dalam bidang kesehatan

3. Dampak Korupsi di bidang Kesehatan

B. Dampak Terhadap Birokrasi Pemerintahan

Dampak birokrasi pemerintahan

Upaya pemerintah merencanakan clean government dalam upaya memberantas korupsi di

kalangan birokrasi pemerintahan, belum dapat menjamin menanggulangi korupsi, berbagai

jenis kebocoran keuangan negara masih saja terjadi, berdampak pelayanan publik dapat

terganggu.

Kebocoran keuangan negara yang paling besar dilingkungan lembaga Negara adalah

melalui Pengadaan Barang dan Jasa, lemahnya pengawasan dan kurangnya penerapan

disiplin serta sanksi terhadap penyelenggaraan negara dalam melaksanakan tugas-tugas

Negara berdampak birokrasi pemerintahan yang buruk.

Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintah, sebagai

pengampu kebijakan negara, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi.

2. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset;

3. Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stablitas ekonomi dan

politik.

Dengan demikian, suatu pemerintahan yang terlanda wabah korupsi akan mengabaikan

tuntutan pemerintahan yang layak. Kehancuran birokrasi pemerintahan merupakan garda

depan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Korupsi

menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh didalam birokrasi.

Survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC)

menunjukkan bahwa Indonesia menempat posisi kedua setelah India sebagai negara dengan

performa birokrasi yang paling buruk di Asia (Republika, 3 Juni 2010, dalam Kemendikbud,

2011). PERC menilai, buruknya perlakuan tidak hanya terhadap warganya sendiri tetapi juga

terhadap warga negara asing. Tidak efisiennya birokrasi ini, menghambat masuknya investor

asing ke negara tersebut.

4

Page 5: PBAK BAB 1

RUNTUHNYA OTORITAS PEMERINTAH

1. Matinya Etika Sosial Politik

Korupsi bukan suatu bentuk tindak pidana biasa karena ia merusak sendi-sendi

kehidupan yang paling dasar yaitu etika sosial bahkan kemanusiaan. Kejujuran sudah tidak

ditegakkan lagi dan yang paradoksal adalah siapapun yang meneriakkan kejujuran

justru akan diberikan sanksi sosial dan politik oleh otoritas menteri, aparat penguasa

bahkan oleh masyarakat sendiri.

Kejujuran yang dihadapi dengan kekuatan politik adalah sesuatu yang tidak mendidik

dan justru bertentangan dengan etika dan moralitas. Pada saat ini kekuatan politik sangat

dominan, sehingga suatu kelompok politik akan rela melindungi anggotanya dengan segala

cara, meskipun anggotanya tersebut jelas-jelas bersalah atau melakukan korupsi. Hal ini

sangat melukai nurani masyarakat, padahal mereka adakah wakil rakyat yang seharusnya

melindungi kepentingan rakyat. Melindungi seorang koruptor dengan kekuatan politik

adalah salah satu indikasi besar runtuhnya etika sosial dan politik.

Gejala ini semakin lama semakin menguat, masyarakat dengan jelas dapat menilai dari

berbagai pemberitaan media masa siapa yang bersalah siapa yang benar, namun semua itu

dikaburkan dengan politik yang sangat licik, dengan berbagai alasan seperti demi

keamanan negara atau keselamatan petinggi negara. Ketika nilai-nilai kejujuran dan nurani

dicampakkan, maka tak pelak lagi kebangkrutan etika akan berimbas kepada seluruh sendi

kehidupan masyarakat secara umum.

Banyak pejabat negara, wakil rakyat atau petinggi partai politik yang tertangkap

karena korupsi namun tidak menunjukkan perasaan bersalah, malu ataupun jera di depan

umum. Hal ini terjadi karena anggapan bahwa mereka akan bebas dari tuduhan atau akan

dengan mudah bebas dengan memberikan upeti kepada penegak hukum yang

mengadilinya.

2. Tidak Efektifnya Peraturan dan Perundang-undangan

Secara umum peraturan dan perundang-undangan berfungsi untuk mengatur sesuatu

yang substansial dan merupakan instrumen kebijakan (beleids instrument) yang berguna

untuk memecahkan suatu masalah yang ada di dalam masyarakat. Dengan adanya peraturan

dan perundang-undangan diharapkan berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat

dapat dipecahkan dengan baik, jelas dan berkeadilan, yang pada akhirnya akan

5

Page 6: PBAK BAB 1

memuaskan semua pihak.

Di lain sisi dalam masyarakat muncul berbagai kemungkinan apabila dihadapkan dalam

suatu permasalahan. Secara alamiah seseorang selalu ingin dimenangkan dalam suatu

perkara atau masalah atau diposisikan dalam keadaan benar. Oleh sebab itu banyak upaya

yang dilakukan oleh seseorang dalam memenangkan perkara dan masalahnya di depan

hukum, dari upaya yang positif dengan mengumpulkan berbagai barang bukti dan saksi

yang menguatkan sampai kepada hal-hal lain yang negatif dan berlawanan dengan hukum,

seperti menyuap, memberikan iming-iming, gratifikasi bahkan sampai kepada ancaman

nyawa.

Di sisi sebaliknya, aparat hukum yang semestinya menyelesaikan masalah dengan fair

dan tanpa adanya unsur pemihakan, seringkali harus mengalahkan integritasnya dengan

menerima suap, iming-iming, gratifikasi atau apapun untuk memberikan kemenangan.

Kondisi ini sudah semakin merata melanda aparat hukum yang ada di negeri ini, sehingga

memunculkan anekdot di masyarakat bahwa hukum itu hanya adil bagi yang memiliki

uang untuk menyuap, sedangkan bagi masyarakat miskin keadilan hanyalah angan-angan

saja.

3. Birokrasi Tidak Efisien

Survei terbaru yang dilakukan oleh PERC menunjukkan, bahwa tiga negara Indonesia,

India, dan Filipina adalah negara dengan performa birokrasi yang paling buruk di Asia.

Sedang Singapura dan Hong Kong adalah yang paling efisien. PERC menilai buruknya

kinerja birokrasi di ketiga negara ini tidak hanya perlakuan terhadap warga negaranya

sendiri, tetapi juga asing. Tidak efisiennya birokrasi ini dianggap sebagai faktor yang

masuk menghalangi investasi asing masuk ke negara tersebut.

Dalam peringkat PERC ini, Indonesia menempati posisi nomor dua terburuk di Asia

setelah India. Dalam standar angka 1 terbaik sampai 10 terburuk, India teratas dengan

skor 9,41, diikuti oleh Indonesia (8,59), Filipina (8,37), Vietnam (8,13), dan Cina (7,93).

Malaysia di tempat keenam dari bawah dengan skor 6,97, diikuti oleh Taiwan (6,60),

Jepang (6,57), Korea Selatan (6,13), dan Thailand (5,53). Singapura menduduki peringkat

telah memiliki birokrasi yang paling efisien, dengan skor 2,53, diikuti oleh Hong Kong

dengan 3,49 (Republika, 3 Juni 2010).

6

Page 7: PBAK BAB 1

C. Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi

1. Munculnya Kepemimpinan Korup

Kondisi politik yang carut marut dan cenderung sangat koruptif menghasilkan

masyarakat yang tidak demokratis. Perilaku koruptif dan tindak korupsi dilakukan dari

tingkat yang paling bawah. Konstituen di dapatkan dan berjalan karena adanya suap yang

diberikan oleh calon-calon pemimpin partai, bukan karena simpati atau percaya terhadap

kemampuan dan kepemimpinannya. Hubungan transaksional sudah berjalan dari hulu yang

pada akhirnya pun memunculkan pemimpin yang korup juga karena proses yang dilakukan

juga transaksional. Masyarakat juga seolah-olah digiring untuk memilih pemimpin yang

korup dan diberikan mimpi-mimpi dan janji akan kesejahteraan yang menjadi dambaan

rakyat sekaligus menerima suap dari calon pemimpin tersebut.

2. Hilangnya Kepercayaan Publik pada Demokrasi

Demokrasi yang diterapkan di Indonesia sedang menghadapi cobaan berat yakni

berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya

tindak korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh petinggi pemerintah, legislatif atau petinggi

partai politik. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya kepercayaan publik

terhadap pemerintahan yang sedang berjalan. Masyarakat akan semakin apatis dengan apa

yang dilakukan dan diputuskan oleh pemerintah. Apatisme yang terjadi ini seakan

memisahkan antara masyarakat dan pemerintah yang akan terkesan berjalan sendiri-sendiri.

Hal ini benar-benar harus diatasi dengan kepemimpinan yang baik, jujur, bersih dan adil.

Sistem demokrasi yang dijalankan Indonesia masih sangat muda, walaupun kelihatannya

stabil namun menyimpan berbagai kerentanan. Tersebarnya kekuasaan ditangan banyak

orang ternyata telah dijadikan peluang bagi merajalelanya penyuapan. Reformasi yang

dilakukan tanpa landasan hukum yang kuat justru melibatkan pembukaan sejumlah lokus

ekonomi bagi penyuapan, yang dalam praktiknya melibatkan para broker bahkan

menumbuhkan mafia.

3. Menguatnya Plutokrasi

7

Page 8: PBAK BAB 1

Korupsi yang sudah menyandera pemerintahan pada akhirnya akan menghasilkan

konsekuensi menguatnya plutokrasi (sitem politik yang dikuasai oleh pemilik

modal/kapitalis) karena sebagian orang atau perusahaan besar melakukan ‘transaksi’ dengan

pemerintah, sehingga pada suatu saat merekalah yang mengendalikan dan menjadi penguasa

di negeri ini. Perusahaan-perusahaan besar ternyata juga ada hubungannya dengan partai-

partai yang ada di kancah perpolitikan negeri ini, bahkan beberapa pengusaha besar menjadi

ketua sebuah partai politik. Tak urung antara kepentingan partai dengan kepentingan

perusahaan menjadi sangat ambigu. Perusahaan-perusahaan tersebut mengu-asai berbagai

hajat hidup orang banyak, seperti; bahan bakar dan energi, bahan makanan dasar dan olahan,

transportasi, perumahan, keuangan dan perbankan, bahkan media masa dimana pada saat ini

setiap stasiun televisi dikuasai oleh oligarki tersebut. Kondisi ini membuat informasi yang

disebar luaskan selalu mempunyai tendensi politik tertentu dan ini bisa memecah belah rakyat

karena begitu biasnya informasi.

4. Hancurnya Kedaulatan Rakyat

Dengan semakin jelasnya plutokrasi yang terjadi, kekayaan negara ini hanya

dinikmati oleh sekelompok tertentu bukan oleh rakyat yang seharusnya. Perusahaan besar

mengendalikan politik dan sebaliknya juga politik digunakan untuk keuntungan perusahaan

besar. Bila kita melihat sisi lain politik, seharusnya kedaulatan ada di tangan rakyat. Namun

yang terjadi sekarang ini adalah kedaulatan ada di tangan partai politik, karena anggapan

bahwa partailah bentuk representasi rakyat. Partai adalah dari rakyat dan mewakili rakyat,

sehingga banyak orang yang menganggap bahwa wajar apabila sesuatu yang didapat dari

negara dinikmati oleh partai (rakyat). Kita melihat pertarungan keras partai-partai politik

untuk memenangkan pemilu, karena yang menanglah yang akan menguasai semuanya (the

winner takes all). Tapi bukannya sudah jelas bahwa partai politik dengan kendaraan

perusahaan besar sajalah yang diatas kertas akan memenangkan pertarungan tersebut. Artinya

sekali lagi, hanya akan ada sekelompok orang saja yang menang dan menikmati kekayaan

yang ada. Hal ini terus berulang dari masa ke masa. Rakyat terus terombang-ambing dalam

kemiskinan dan ketidak jelasan masa depan.

8

Page 9: PBAK BAB 1

BAB III

PEMBAHASAN

A. Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat

1. Korupsi di bidang kesehatan

Sektor kesehatan merupakan urusan publik yang tidak lepas dari praktek korupsi.Korupsi

pada sektor kesehatan melibatkan aparat dan pejabat tingkat rendah hingga tingkat tinggi.

Pada tingkat rendah menyentuh pada kepala dinas kesehatan (Dinkes) pada tingkat

kabupaten/kota dan provinsi, sedangkan pada tingkat tinggi melibatkan pejabat pada kantor

kementerian kesehatan dan lembaga lainnya pada tingkat nasional seperti BPOM maupun

anggota DPR yang membidangi kesehatan.

Hasil investigasi Indonesia Corruption Warch (ICW) sampai tahun 2008, kasus korupsi

pada sektor kesehatan telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 128 miliar. Kasus-

kasus tersebut melibatkan para pejabat tingkat lokal seperti level kepala dinkes dan DPRD

serta direktur rumah sakit, sedangkan korupsi pada tingkat tinggi belum terungkap ketika itu.

Modus korupsi yang dominan masih berputar dalam pengadaan barang dan jasa dengan

modus mark up yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 103 miliar, sisanya adalah

modus penyuapan.

Pada tingkat pejabat dinas kesehatan lokal, salah satu kasus korupsi dilakukan oleh dr

Laode Budiono MPH, Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Brebes atas dugaan korupsi dana

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tahun 2009/ 2010 senilai Rp 150 juta. Dana

Jamkesmas senilai Rp 150 juta itu digunakan untuk kepentingan pribadi.Laode yang juga

mantan Direktur RSUD Brebes itu ditahan di Lembaga Pemasyarakat (LP) Brebes sejak Rabu

(19/10).Penahanan dilakukan atas beberapa pertimbangan dan sesuai asal 21 KUHP, di

antaranya, dikhawatirkan melarikan diri, dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan

tersangka menggulangi perbuatannya. Sementara dr Laode Budiono membantah tindakannya

masuk korupsi karena hanya meminjam uang Rp 150 juta dari dana Jamkesmas di Puskesmas

Jatibarang (Cybernews).

9

Page 10: PBAK BAB 1

Kasus lainnya pada tingkat lokal terjadi di Nias Selatan (Nisel) yang melibatkan Mantan

Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan setempat, Rahmat Al Yakin Dachi. Pengadaan obat-obatan

generik pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Nisel tahun 2007 dengan nilai kontrak Rp 3,7 miliar

seharusnya melalui proses lelang, namun terdakwa bersama Pejabat Pembuat Komitmen

(PPK) dan Ketua Panitia Lelang menetapkan PT Septa Sarianda sebagai rekanan melalui

Penunjukan Langsung (PL), seolah-olah sebagai pemenang lelang. Pihak panitia lelang tidak

menetapkan daftar harga sesuai SK Menkes No.521/Menkes/SK/IV/2007 tentang Harga Obat

Generik sehingga dalam pengadaan 203 jenis obat generik tersebut, PT Septa Sarianda

melakukannya di atas harga resmi sebagaimana ditetapkan dalam SK Menkes tersebut. Pihak

Pemkab Nisel membayar pengadaan obat-obatan generik tersebut kepada P Damanik sebesar

Rp 3,2 miliar. Namun hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

Sumut ditemukan kerugian negara (Pemkab Nisel) sebesar 2,07 miliar.

Dalam perkara ini, penyidik menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar yang tersimpan di

rekening Pemkab Nisel untuk negara. Terdakwa divonis satu tahun enam bulan (18 bulan)

penjara karena melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20

tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Terdakwa

juga divonis untuk membayar denda senilai Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan

(Analisa, 28/10/2011).

2. Korupsi Skala Besar dalam bidang kesehatan

Salah satu kasus korupsi skala besar pada tingkat pemerintah pusat adalah kasus

korupsi alat kesehatan pada Kemenko Kesra pada 2009 yang melibatkan terdakwa Sutedjo

Yuwono.Soetedjo Yuwono adalah Sekretaris ketika Aburizal Bakrie menjadi Menko

Kesra.Kasus ini ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sarat dengan

korupsi yakni penunjukan langsung proyek alkes itu.PT Bersaudara adalah perusahaan yang

menjadi rekanan pada proyek tersebut.Soetedjo Yuwono didakwa melakukan korupsi dalam

proyek pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan wabah flu burung tahun 2006.

Terdakwa melaksanakan pengadaan peralatan rumah sakit untuk penanggulangan flu burung

tahun anggaran 2006 pada Kemenko Kesra bertentangan dengan Keppres tentang pedoman

pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.

10

Page 11: PBAK BAB 1

Soetedjo telah memenangkan PT Bersaudara sebagai pelaksana proyek pengadaan

dengan metode penunjukan langsung. Proyek pengadaan alat kesehatan senilai Rp 98,6 miliar

itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 36,2 miliar. Kerugian berasal

dari penggelembungan harga alat-alat kesehatan yang dibeli Kemenko Kesra. Pembayaran

bersih yang diterima PT Bersaudara untuk 2006 sebesar Rp 88,3 miliar. Dari pembayaran

tersebut yang dipergunakan oleh PT Bersaudara untuk realisasi pengadaan hanya sebesar Rp

48,054 miliar.

Pada kasus pengadaan alat kesehatan tahun 2007, KPK menetapkan seorang mantan

pejabat di Kementerian Kesehatan bernama Rustam Syarifuddin Pakaya sebagai tersangka

kasus dugaan korupsi.Penetapan Rustam sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan

pengembangan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung

pada 2006.Akibat perbuatannya, Rustam dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang

Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kasus korupsi tingkat pemerintah pusat lainnya yang ditangani Kejaksaan Agung

adalah kasus dugaan korupsi di Kementerian Kesehatan dalam pengadaan alat bantu belajar

mengajar pendidikan dokter/dokter spesialis di rumah sakit dengan nilai proyek Rp 417

miliar. Kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan pengadaan alat bantu belajar mengajar

pendidikan dokter/dokter spesialis di rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan pada

Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia di Kemkes terjadi pada

2010. Ada tiga orang yang menjadi tersangka pada kasus tersebut berdasarkan surat

penetapan tersangka ditandatangani sejak 20 Oktober 2011 yakni Widianto Aim (Ketua

Panitia Pengadaan), Syamsul Bahri (Pejabat Pembuat Komitmen) dan Bantu Marpaung

(Direktur PT Buana Ramosari Gemilang). Syamsul berperan sebagai pejabat pembuat

komitmen (PPK) dan Widianto sebagai ketua panitia pengadaan melakukan korupsi dengan

pemenang tender, Bantu Marpaung.

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih yang saat ini masih menjabat tak

lepas dari isu korupsi. Adalah Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia

(KP3I) yang melaporkan Endang dan Nazaruddin ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

pada Kamis (16/6/2011) atas dugaan korupsi Pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar

(ABBM) Pendidikan dokter/dokter Spesialis di Rumah Sakit (RS) Pendidikan dan RS

Rujukan Tahun 2010 pada Kementerian Kesehatan. Proyek ini berasal dari APBN Perubahan

11

Page 12: PBAK BAB 1

2010 lalu yang diduga melibatkan para mafia anggaran di DPR yang diatur oleh Muh

Nazaruddin (anggota Fraksi Partai Demokrat) dan kawan-kawan.KP3I menganggap

pengadaan ABBM tersebut sarat rekayasa dan korupsi dengan potensi kerugian negara yang

sangat besar.

3. Dampak Korupsi di bidang Kesehatan

Para pejabat korup pada sektor kesehatan telah mencederai upaya pembangunan

kesehatan yang oleh Notoatmodjo bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara

sosial dan ekonomis (Notoadmodjo, 2010:53). Mengapa?Karena anggaran untuk membangun

sector kesehatan justru digunakan untuk memperkaya diri dan kelompoknya dan

mengabaikan hak masyarakat untuk mendapatkan alat kesehatan dan pelayanan kesehatan.

Dampak korupsi pada sektor kesehatan dapat mengakibatkan menurunnya derajat

kesehatan masyarakat yang berimbas pada IPM (Indeks Pembangunan Manusia).Indikator

IPM seperti angka kematian bayi dan angka harapan hidup sangat terkait dengan pendanaan

sektor kesehatan. Dampak korupsi lebih jauh adalah naik dan tingginya harga obat-obatan

dan rendahnya kualitas alat kesehatan pada rumah sakit dan puskesmas serta sarana kesehatan

masyarakat lainnya.

Terjadinya kasus-kasus korupsi pada sektor kesehatan yang melibatkan pejabat pada

kementerian kesehatan dan dinas kesehatan lokal menunjukkan rendahnya transparansi dan

akuntabilitas serta kepatuhan pada hukum. Besarnya diskresi atau kewenangan pejabat dan

rendahnya etika pejabat sektor kesehatan menyebabkan menguatnya dan meningkatnya

kesempatan melakukan praktek korupsi disektor kesehatan.

12

Page 13: PBAK BAB 1

B. Dampak Terhadap Birokrasi Pemerintahan

1. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi;

Anggaran pendapatan Negara akan dialokasikan ke berbagai sector. Jika dana tersebut

ada yang di korupsi, maka semakin berkurang anggaran pendapatan Negara. Ketika sector

yang memerlukan dana jumlahnya cukup banyak, tetapi anggaran pendapatan Negara

semakin sedikit karena dikorupsi. Maka pemerintah akan mengalami kesulitan dalam

mengatur alokasi dana tersebut.

2. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset;

Pemerintah memberikan bantuan dana untuk setiap daerah demi terwujudnya

pembangunan nasional yang merata. Jika terjadi permainan atau korupsi di daerah tertentu,

maka imbasnya adalah dana untuk pembangunan daerah tersebut semakin menipis. Sehingga

perbaikan akses maupun aset di daerah tersebut tidak akan terlaksana dengan baik. Akibatnya

menghambat Negara dalam pemerataan akses dan aset.

3. Korupsi memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stablitas ekonomi dan politik.

Korupsi adalah tindakan yang buruk sehingga tingkatan korupsi di suatu Negara akan

memengaruhi pandangan negara lain terhadap negara tersebut. Negara yang tingkat

korupsinya tinggi akan memiliki citra negative dari negara lain, sehingga kehormatan negara

tersebut akan berkurang. Sebaliknya, negara yang tingkat korupsinya rendah akan mendapat

pandangan positif dari negara lain dan memiliki citra yang baik di dunia Internasional

sehingga kedaulatan dan kehormatan negara itu akan dilihat baik oleh negara lain. Bahkan,

apabila negara memiliki tingkat korupsi yang sangat rendah biasanya akan menjadi tempat

studi banding dari negara lain untuk memperoleh pembelajaran.

Ketika suatu Negara dipandang negative oleh Negara lain, otomatis akan

mempengaruhi stabilitas ekonomi dan politik Negara tersebut. Karena citra negative suatu

Negara akan mempengaruhi keyakinan investor luar negeri untuk melakukan kerjasama

internasional baik dibidang ekonomi maupun politik. Jika tidak ada kerjasama atau

penanaman modal dari pihak asing, maka stabilitas ekonomi Negara akan terganggu.

13

Page 14: PBAK BAB 1

C. Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi

1. Munculnya Kepemimpinan Korup

Alasan mengapa korupsi berdampak pada munculnya kepemimpinan yang korup

adalah karena bawa hannya atau masyarakatnya sendiri pun banyak yang melakukan

tindak dan perilaku korupsi. Pemimpin lahir dari masyarakat, karena itu pemimpin

adalah cermin masyarakat itu sendiri.

Allah SWT berfirman:

�ون� ب �س� �ك �واي �ان �م�اك �ع�ض�اب �ب �م�ين �ع�ض�الظ�ال �يب �و�ل �ن �ك �ذ�ل و�ك

“Demikianlah kami jadikan sebagian orang zalim sebagai pemimpin bagi orang zalim

yang lain, disebabkan perbuatan maksiat yang telah mereka lakukan.” (QS. Al-An’am:

129)

Berdasarkan firman Allah diatas telah jelas, bahwa orang yang dzalim dapat

pemimpin yang dzalim dalam kata lain masyarakat yang korup pasti akan

mendapatkan pemimpin yang korup .pada akhirnya mental para pemimpinlah yang

menjadi penyebab masih terjadinya korupsi di Indonesia, mental korup yang sudah

mengakar menjadikan mereka menganggap korupsi adalah hal biasa karena memang

sudah terjadi pada generasi sebelum mereka.

“Belum menerima” tindakan korupsi sebagai sesuatu yang “lumrah”, tidak berarti

“tidak pernah” melakukan tindakan korup.Para pejabat yang terjerat kasus korupsi itu,

bias dipastikan, juga tidak menerima perbuatan korupsi sebagai suatu yang lumrah,

yang bias dimaafkan.Artinya slogan anti korupsi yang didengungkan baru sebatas

sikap dalam hati, belum terwujud dalam perilaku sehari-hari.

2. Hilangnya Kepercayaan Publik pada Demokrasi

Politik dan demokrasi saat ini bukan bertujuan untuk membangun indonesia

menjadi lebih baik melainkan membuat indonesia menjadi negara yang menganut

sistem demokrasi yang tidak baik. Hal ini terjadi karena budaya korupsi dijadikan hal

yang biasa terjadi di kalangan politik demokrasi sehingga hal ini menyebabkan

hilangnya kepercayaan publik terhadap demokrasi.

14

Page 15: PBAK BAB 1

Sebagai contoh, pada masa kampanye anggota dewan menjanjikan kesejahteraan

kepada masyarakat akan tetapi pada kenyataannya masyarakat di bohongi oleh janji

yang diberikan oleh anggota dewan. Kebohongan ini membuat masyarakat hilang

kepercayaan terhadap pemerintahan dan para calon pemimpin yang memberikan janji-

janjinya saat kampanye. Hal ini di tunjukan saat pemilihan umum yang mana tingkat

pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin. Selain itu,

pemimpin yang dipilih oleh masyarakat yang menjabat di pemerintahan seringkali

melakukan tindak korupsi yang mana hal tersebut bertolak belakang dengan janji

janjinya saat kampanye yang pada akhirnya membuat masyarakat marah dan bosan

dengan hal-hal seperti itu.pejabat Kejadian seperti itu menujukan menurunnya sistem

demokrasi di negara ini.

3. Menguatnya Plutokrasi

Dengan dikuasainya pemerintah oleh system plutokrasi, maka pemerintahan ini

akan menjadi pemerintahan “transaksi”, dimana pembangunan akan didasari oleh

keuntungan untuk perusahaan atau untuk penanam modal terbesar. Hal ini bisa

menimbulkan korupsi yang cukup besar karena semua pengusaha atau pejabat

berlomba lomba memperkaya diri agar bisa menjabat sesuatu yang tinggi

dipemerintahan. Tentu saja dengan pandangan seperti ini, politik dan demokrasi di

Indonesia akan semakin terpuruk karena pemerintahan dikuasai oleh “kaum papa” atau

kaum yang memiliki banyak kekayaan. Masyarakat pun akan terperdaya dengan

seringnya para pejabat atau pengusaha yang melakukan promosi di stasiun televisi

maupun media lain. Dengan promosi yang gencar dilakukan, maka masyarakat akan

mengingat pejabat tersebut tanpa mengetahui visi dan misi yang sebenarnya, dan

masyarakat hanya melihat kharisma yang ditunjukan oleh para pejabat di media saja.

4. Hancurnya Kedaulatan Rakyat

Dengan semakin kuatnya system plutokrasi di pemerintahan, maka semakin

kuat pula tujuan para anggota partai politik di dalam mengatur pemerintahan. Dampak

dari hal ini adalah tanpa disadari rakyat akan semakin menderita sedikit demi sedikit

karena partai politik merampas harta rakyat secara halus, yaitu dengan berkoar koar

atas nama rakyat padahal kenyataannya para anggota partai politik menjadikan

masyarakat sebagai tameng untuk tetap bertahan dalam memperkaya diri di dunia

15

Page 16: PBAK BAB 1

politik. Jelas sekali dengan system yang terus berjalan seperti ini, kedaulatan akan

hancur dan rakyat yang tidak memiliki kedudukan maupun harta berlimpah akan

semakin terpuruk dari waktu ke waktu.

16

Page 17: PBAK BAB 1

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Korupsi disemua sektor hingga saat ini sangat sulit untuk diberantas, karena

sudah menjadi kebiasaan atau budaya. Selain itu pada masa kini korupsi bukan hanya

secara individu maupun suatu kelompok tertentu, namun korupsi pun dilakukan

secara berjamaah yaitu mulai dari atasan samapai bawahan. Korupsi dalam setiap

lapisan masyarakat dapat terjadi, mulai dari kalangan atas maupun kalangan bawah,

dalam skala kecil maupun skala besar. Korupsi dalam skala kecil menyebabkan

dampak yang kecil, korupsi dalam skala besar maka dampak kerugianpun akan besar

pula. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai macam sektor diantaranya dapat

terjadi dalam sektor Kesehatan, Birokrasi Pemerintahan dan Politik Pemerintahan.

Dampak disini dapat disadari maupun tidak, dalam jangka waktu singkat maupun

dalam jangka waktu yang lama. Korupsi sangat berdampak buruk yang megakibatkan

kerugian secara moril maupun materil, bagi sekelompok masyarakat bahkan hingga

seluruh masyarakat hal tersebut tergantung dari tingkatan korupsi itu sendiri.

B. SARAN

Pendidikan tentang anti tindakan korupsi perlu ditanamkan sejak dini, mulai

dari hal kecil seperti dalam kehidupan sehari-hari. Korupsi dapat terjadi bukan secara

spontan, namun dapat terjadi karena sudah terpupuk sejak dini. Selain itu pendidikan

anti korupsi dapat juga ditanamkan dalam berbagai lapisan masyarakat mulai dari

organisasi kecil hingga sektor-sektor besar.

17

Page 18: PBAK BAB 1

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (2011), Berita Resmi Statistik; Profil Kemiskinan di

Indonesia Maret 2011. No. 45/07/Th. XIV, 1 Juli 2011

Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi, 2011. Pendidikan Anti Korusi

untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI,

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Tim Penulis Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi, 2014.

Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK). Jakarta: Pusat Pendidikan dan

Pelatihan Tenaga Kesehatan

18