pautan pada kromosom x

Upload: musa-muhammad-sangquite

Post on 01-Mar-2016

130 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

laporan praktikum pautan pada kromosom x

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangLike parents, like children. Begitulah pepatah yang menyatakan bahwa seorang anak umumnya memiliki kemiripan dengan orang tuanya. Secara biologis, pepatah tersebut ilmiah karena seorang anak selalu mewarisi gen dari kedua orang tuanya. Gen tersebutlah yang membawa sifat-sifat tertentu, baik yang tampak secara fisik maupun yang tidak tampak secara fisik. Prinsip tentang gen dan pewarisan sifat modern pertama kali dikemukakan oleh Gregor Johnn Mendel. Mendel mempelajari sifat yang diturunkan pada tanaman buncis dan menemukan teori persilangan untuk gen-gen yang independen. Teori tersebut menyatakan bahwa gen dari anak merupakan perpaduan (persilangan) dari gen-gen dari kedua orang tuanya (Suryo, 1996).Pewarisan sifat dan kombinasi antargen, tak jarang menghasilkan gen yang kurang diinginkan, seperti gen hemofilia dan albinisme. Gen yang kurang diinginkan tersebut dapat dihindari dengan mempelajari pohon keluarga yang merepresentasikan pewarisan sifat antar generasi. Penurunan sifat dapat terjadi melalui perkawinan antara dua individu sejenis. Perkawinan antara dua individu sejenis yang mempunyai sifat beda disebut persilangan. Sifat beda ditentukan oleh gen di dalam kromosom yang di turunkan dari generasi ke generasi berikutnya (Suryo, 1996).Diferensiasi seks sering disertai dengan dimorfisme kromosom yang konsisten, yang mengarah bahwa perbedaan kromosom terkait dengan perbedaan jenis kelamin. Kromosom yang tidak sama pada kedua jenis kelamin diberi nama kromosom seks. Beberapa orang menggunakan istilah heterosomes untuk membedakan dari autosom, yang merupakan kromosom yang secara morfologis identik pada kedua jenis kelamin. Setiap organisme yang melakukan perkembang biakan secara generatif memiliki jenis kelamin yang berbeda sebagai alat reproduksinya. Jenis kelamin ada dua macam, yaitu jantan dan betina. Penentuan jenis kelamin ditentukan oleh kromosom kelamin yang diturunkan dari kedua parentalnya atau induknya (Tamarin, 2002).Maka dari itu untuk mengetahui bagaimana pewarisan sifat itu terjadi akan dilakukan pengamatan, dimana pengamatan untuk mengathui pewarisan sifat yang dipengaruhi oleh kromosom x, yang mana kromosom x ini pada lalat betina.

1.2 TujuanAdapun tujuan praktikum pautan pada kromosom X yaitu untuk mengetahui pewarisan sifat yang ditentukan oleh gen terangkai X.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pewarisan SifatPewarisan sifat atau yang lebih dikenal denganHereditasmerupakan suatu pewarisan sifat dari induk kepada keturunannya. Ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat disebut denganGenetika.Genetikaadalah ilmu keturunan yang mempelajari bagaimana sifat-sifat pada organisme diturunkan kepada keturunannya. Pewarisan sifat itu dapat ditentukan olehKromosom danGen (Campbell, 2008)Hereditas juga dapat dipahami sebagai penurunan sifat dari induk kepada keturunannya. Dimana keturunan yang dihasilkan dari perkawinan antar individu mempunyai perbandingan fenotip maupun genotip yang mengikuti aturan tertentu. Aturan-aturan dalam pewarisan sifat ini disebut pola-pola hereditas (Suryo, 1996).

2.2 Teori Pewarisan Sifat2.2.1 Teori EmbrioTeori ini dikemukakan oleh Willam Harvey, 1578-1657 yang menyatakan bahwa semua hewan berasal dari telur. Pernyataan ini diperkuat oleh Raider de Graff (1641-1673) peneliti pertama yang mengenal bersatunya sel sperma dengan sel telur. Sel sperma dan Sel telur yang akan membentuk embrio. Rainer de Graff menyatakan bahwa Ovarium pada burung sama dengan Ovarium pada kelinci (Suryo, 1996).2.2.2 Teori PreformasiTeori ini dikemukakan oleh Jan Swammerdan, 1637-1689 yang menyatakan bahwa telur mengandung semua generasi yang akan dating sebagai miniatur yang telah terbentuk sebelumnya (Suryo, 1996).2.2.3 Teori Epigenesis EmbriologiTeori ini dikemukakan oleh CF.Wolf , 1738-1794, yang menyatakan bahwa ada kekuatan vital dalam tubuh organisme dan kekuatan ini menyebabkan pertumbuhan embrio menurut pola perkembangan sebelumnya (Suryo, 1996).2.2.4 Teori Plasma NutfahTeori ini dikemukakan oleh J.B. Lamarck, 1744-1829 yang menyatakan sifat yang terjadi karena rangsangan yang terjadi dari luar (Lingkungan) terhadap struktur dan fungsi organ yang diturunkan pada generasi berikutnya (Suryo, 1996).2.2.5 Teori PengenesisTeori ini dikemukakan oleh C.R Darwin 1882-1980 yang menyatakan bahwa setiap bagian tubuh dewasa menghasilkan benih-benih kecil yang disebut gemuaia (Suryo, 1996).

2.3 Hukum Pewarisan Sifat.Dari teori-teori yang menjelaskan tentang Pewarisan sifat di atas masih belum ada yang menjelaskan adanya hukum yang mengatur penurunan sifat. Kemudian seorang Biarawan dari Austria yang bernama Gregor Mandel (1822-1844) melakukan berbagai percobaan tentang penyilangan dengan berbagai jenis tanaman (Dwidjoseputro, 1977). Menurut Tamarin (2002), Mendel melakukan penyilangan terhadap Kacang Ercis (Pisum Sativum) yang mempunyai sifat sebagai berikut:1. Memiliki pasangan-pasangan sifat yang kontras2. Dapat melakukan Autogami atau perkawinan sendiri3. Mudah disilangkan4. Mempunyai keturunan yang banyak5. Mempunyai daur hidup yang pendekDalam percobaannya Mendel melakukan perkawinan silang dengan menyerbukkan sendiri antara dua variates Ercis berbunga ungu dengan Ercis berbunga putih sebagai induk-induknya. Turunan hasil persilangan ini disebutHibrid. Sedangkan proses perkawinan silang sendiri disebutHibridisasi.Dalam percobaan awalnya, Mendel menyilangkan galur murni Kacang Ercis untuk satu sifat beda yang berlawanan. Galur murni dari tanaman induk disebut sebagai generasi P (Parental), sedangkan turunan pertama dari hasil penyilangan disebut generasi F1 (filial), dan generasi kedua dari hasil penyerbukan sendiri disebut generasi F2. Hasil penyilangan satu sifat beda tersebut pada generasi pertamanya tidak menunjukkan campuran dari sifat induknya, tetapi menunjukkan sifat dari salah satu induknya. Sementara pada generasi berikutnya sifat yang muncul pada generasi pertama akan muncul bagian, sedangkan sifat induknya yang tidak muncul pada generasi pertamanya akan muncul pada generasi kedua sebesar bagian sehingga rasionya 3:1 (Tamarin, 2002).Menurut Suryo (1996), dari hasil percobaan yang diperolehnya, Mendel menyusun beberapa HIpotesis, yaitu:a. Setiap sifat pada organisme dikendalikan oleh satu pasang faktor keturunan, satu dari induk jantan dan satu dari induk betina.b. Setiap pasang faktor keturunan menunjukkan bentuk alternatif sesamanya. Misalnya tinggi atau rendah, bulat atau keriput, kuning atau hijau. Kedua bentuk alternatif ini disebutalel.c. Bila pasangan faktor itu terdapat bersama-sama dalam satu tanaman, faktor dominasi akan menutup faktor resesif.d. Pada waktu pembentukan gamet, pasangan faktor atau masing-masing alel akan memisah secara bebas.e. Individu murni memiliki alel sama, yaitu dominin saja atau resesif saja.

Dari hasil Hipotesis diatas. Mendel membuat hukum yang terkenal denganHukum Mendel I (Hukum Segregasi), yaitu:Bahwa alel-alel akan berpisah secara bebas daridiploid menjadihaploidpada saat pembentukan gamet.Dan Hukum Mandel II (Hukum kebebasan untuk memilih atau pengelompokan secara bebas), yaitu:Bahwa dalam suatu perkawinan/persilangan yang menyangkut dua atau lebih pasangan sifat berbeda maka pewarisan dari masing-masing pasangan faktor sifat-sifat tersebut adalahbebas sendiri (Tamarin, 2002).Alel dominan disimbolkan dengan huruf kapital, sedangkan alel resesif disimbolkan dengan huruf kecil. Organisme yang memiliki pasangan alel identik disebuthomozigot, sedangkan jika organisme mempunyai alel yang berbeda disebutheterozigot. Alel homozigot dapat berupa homozigot dominan ataupun resesif. Susunan genetik dari suatu sifat yang dikandung oleh suatu organisme disebutgenotip, sedangkan suatu sifat yang di ekspresikan oleh suatu oragnisme (bentuk luar suatu organisme) disebutfenotip (Tamarin, 2002).

2.4 Faktor-Faktor Penentu Jenis KelaminSemua hal yang mempengaruhi suatu keadaan dari individu yang berkaitan dengan jenis kelamin baik itu hanya bersifat sementara atau permanen disebut dengan faktor penentu jenis kelamin. Faktor-faktor penentu jenis kelamin ini ada yang berasal dari luar yang disebut dengan faktor lingkungan. Dan ada yang berasal dari dalam yag disebut dengan faktor genetik (Dwidjoseputro, 1977)a) Faktor lingkunganPenentu jenis kelamin bukan hanya karena faktor genetik melainkan karena adanya faktor luar yang mempengaruhinya yang dikenal dengan faktor lingkungan, biasanya yang mengambil peranan dalam faktor lingkungan ini adalah keadaan fisiologis. Jika kadar hormon kelamin dalam tubuh tidak seimbang peredarannya, maka pernyataan fenotip pada makhluk mengenai jenis kelaminnya dapat berubah, akibatnya watak kelaminnya pun mengalami perubahan. Misalnya pada kasus hewan aligator (buaya) yang jenis kelaminnya ditentukan oleh suhu telur yang di eramnya, pada siput yang mengalami pergantian jenis kelamin dan pada hewan tingkat rendah dalam hal ini adalah cacing laut Bonellia viridis yang mana cacing muda hidup pada rahim dari cacing betina sehingga menjadi cacing jantan. Penelitian cacing laut ini diteliti oleh F. Baltzer, ia mengatakan bahwa setiap telur yang baru menetas (cacing muda) yang dilepaskan di dalam air yang banyak terdapat cacing betina dewasa, maka ada beberapa cacing muda itu tertarik kedalam rahim cacing betina dan hidup di dalamnya, karena adanya pengaruh dari ekstrak uterus cacing betina maka cacing tersebut berkembang menjadi cacing jantan (Suryo, 1996).b) Faktor GenetikUmumnya dapat dikatakan bahwa faktor genetiklah yang menentukan jenis kelamin suatu makhluk, tepatnya adalah komposisi dari suatu kromosom (karena bahan genetik terdapat didalam kromosom) Pada beberapa mahkluk hidup dipengaruhi oleh kegiatan yang berlainan dari gen-gen tunggal. Contohnya pada kasus tanaman jagung, tanaman jagung yang merupakan tanaman berumah satu. Jika gen (ba) homozigotik, maka bongkol yang biasa merupakan bunga betina, akan berubah membentuk benangsari. Sebaliknya jika gen (ts) homozigotik, maka malai yang merupakan bunga jantan, berubah membentuk putik dan tidak menghasilkan serbuk sari (Suryo, 1996).

2.5 Penentuan Jenis Kelamin Tipe XX Dan XY Pada Lalat buah Drosophila sp.Lalat buah ini sering dijadikan sebagai bahan percobaan maka harus ditinjau cara penentuan jenis kelamin pada lalat ini. Inti sel tubuh lalat buah Drosophila hanya memiliki 8 buah kromosom saja (Dwidjoseputro, 1977).Menurut Dwidjoseputro (1977), delapan buah kromosom itu dibedakan atas :a. 6 buah kromosom (atau 3 pasang) yang pada lalat betina dan jantan bentuknya sama sehingga disebut autosom (kromosom tubuh), disingkat dengan hurup A.b. 2 buah kromosom (1 pasang) disebut kromosom kelamin (seks kromosom) sebab bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan jantan.Kromosom kelamin dibedakan atas: Kromosom-X, berbentuk batang lurus. Lalat betina memiliki 2 kromosom-X. Kromosom-Y, berbentuk sedikit bengkok pada salah satu ujungnya. Lalat jantan memiliki per satu kromosom-X dan Y. Formula kromosom untuk lalat buah: Lalat betina 3AAXX (= 3 pasang autosom + 1 pasang kromosom-X) Lalat jantan 3AAXY (=3 pasang autosom + 1 kromosom-X + 1 kromosom-Y)Kromosom kelamin pada lalat betina itu sejenis (artinya kedua-duanya berupa kromosom-X) maka lalat betina dikatakan bersifat homogametik. Lalat jantan bersifat heterogametik, karena kromosom kelamin satu sama lain berbeda. Lalat betina membentuk satu macam sel telur saja yang bersifat haploid (3AX). Lalat jantan membentuk 2 macam spermatozoa yang haploid. Ada spermatozoa yang membawa kromosom-X (3AX) dan ada yang membawa kromosom-Y (3AY). Apabila sel telur di buahi oleh spermatozoon yang membawa kromosom-X, maka hasilnya lalat betina (3AAXX). Bila sel telur dibuahi oleh spermatozoon membawa kromosom-Y, maka menghasilkan lalat jantan yang diploid (3AAXY) (Dwidjoseputro, 1977)Adapun peranan kromosom X dan Y pada Drosophila sp. Sebelumnya telah diketahui bahwa kromosom X pada Drosophila memiliki gen-gen yang menentukan sifat betina. Kecuali kromosom X membawa kehidupan, karena itu lalat yang tidak memiliki kromosom X (lalat YO) tidak ada (letal). Kromosom Y tidak mempunyai pengaruh dalam penentuan jenis kelamin. Sifat kejantanan ditentukan oleh autosom, tetapi komosom Y menentukan kesuburan (fertilitas). Untuk itu, lalat yang tidak memiliki kromosom Y (lalat XO) mandul (steril) (Dwidjoseputro, 1977)

2.6 Kelainan yang Terjadi pada Penentuan Jenis Kelamin Drosophila sp. Menurut (Dwidjoseputro (1977), selain adanya kelainankelainan yang dijelaskan di atas, seperti lalat betina super (XXX), lalat betina (XXY) dan lalat jantan XO. Menurut (Dwidjoseputro (1977) Ada beberapa kelainan yang lainnya, yaitu: 1. Lalat ginandromorf, yaitu lalat yang separuh tubuhnya terdiri dari jaringan lalat betina sedangkan separuh lainnya terdiri dari jaringan lalat jantan. Batas antara bagian betina dan jantan nyata. Lalat ini tidak memiliki formula kromosom. 2. Lalat interseks, ialah alat yang jaringan tubuhnya merupakan mosaik (campuran yang takteratur) dari jaringan lalatbetina dan jantan. Lalat ini seharusnya akan menjadi lalat betina, akan tetapi lalat ini triploid (3n) untuk autosomnya, maka lalat ini menjadi interseks (3AAAXX). Lalat ini steril. 3. Lalat jantan super, lalatinisebenarnyaakanmenjadijantan, akan tetapi lalat ini triploid (3n) untuk autosomnya (3AAAXY) dan steril. Seperti halnya dengan lalat betina super, maka lalati ni tidak lama hidupnya. 4. Lalat dengan kromosom X yang melekat. Lalat ini betina, tetapi kedua kromosom-X saling melekat pada salah satu ujungnya. Disamping itu lalat ini memiliki sebuah kromosom-Y, sehingga lalat dengan kromosom-X yang melekat mempunyai formula kromosom 3AAXXY. Adapun teori perimbangan tentang penentuan jenis kelamin pada Drosophila sp menurut Suryo (1996), yaitu walaupun pada umumnya dianggap bahwa lalat XX adalah betina dan XY adalah jantan, akan tetapi kenyataan dengan adanya nondisjunction, menunjukkan bahwa kromosom Y pada lalat Drosophila tidak mempunyai pengaruh pada penentuan jeniskelamin. Kenyataan-kenyataan ini didasarkan pada : a) Lalat 3 AAXXY memiliki kromosom Y, tetapi lalat ini betina. b) Lalat 3 AAXO tidakm emiliki kromosom Y, tetapi lalat ini jantan. Penyelidikan C.B Bridges pada lalat buah Drosophila menyatakan bahwa faktor penentu betina terdapat dalam kromosomX, sedangkan faktor penentu jantan terdapat dalam autosom.Bridges membuktian bahwa lebih dari sebuah gen dalam kromosom X mempengaruhi sifat betina, sedangkan gen-gen yang mempengaruhi sifat jantan tersebar luas dalam autosom dan tidak diketemukan dalam kromosom Y. Berhubung denga nitu Bridges berpendapat bahwa mekanisme penentuan jenis kelamin pada lalat buah Drosophila lebih tepat didasarkan atas teori perimbangan tentang penentuan jenis kelamin. Teori ini menyatakan bahwa untuk menentukan jenis kelamin pada lalat Drosophila digunakan indeks kelamin, yaitu atau disingkat dengan X/A Contohnya sebagai berikut :a. Lalat betina (3AAXX) mempunyai indeks kelamin (X/A) = 2/2 = 1,0 b. Lalat jantan (3AAXY) mempunyai indeks kelamin (X/A) = 1/2 = 0,50. Tabel indeks kelamin (X/A) pada Drosohila sp. Untuk menentukan jenis kelamin.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa lalat Drosophila berjenis kelamin jantan bila I.K.=0,50; berjenis kelamin betina bila I.K.=1,00; interseks bila I.K antara 0,50 dan 1,00; betina super bila I.K. > 1,00; jantan super bila I.K. < 0,50 (Suryo, 1996).1. Peranan kromosom X dan Y pada Drosophila sp. Sebelumnya telah diketahui bahwa kromosom X pada Drosophila memiliki gen-gen yang menentukan sifat betina. Kecuali kromosom X membawa kehidupan, karena itu lalat yang tidak memiliki kromosom X (lalat YO) tidak ada (letal). Kromosom Y tidak mempunyai pengaruh dalam penentuan jenis kelamin. Sifat kejantanan ditentukan oleh autosom, tetapi komosom Y menentukan kesuburan (fertilitas). Untuk itu, lalat yang tidak memiliki kromosom Y (lalat XO) mandul (steril) (Suryo, 1996). 2. Terpaut Seks pada Drosophila melanogaster Adanya peristiwa terpaut seks mula-mula ditemukan oleh T.H. Morgan. Pada suatu hari, ia menemukan lalat Drosophila jantan berwarna putih, sedangkan yang normal bermata merah. Oleh karena yang bermata putih itu menyimpang dari yang normal maka lalat itu dinamakan mutan.Warna mata pada Drosophila melanogaster, A. Betina bermata merah (normal); B. Jantan berwarna putih (mutan).Morgan segera mengawinkan lalat jantan bermata putih itu dengan lalat betina normal (bermata merah) dan mendapatkan lalat-lalat keturunan F1 yang semuanya normal (bermata merah), baik yang betina maupun yang jantan. Ketika lalat-lalat F1 dikawinkan didapatkan keturunan F2 yang memperlihatkan perbandingan bermata merah, bermata putih. Kecuali itu, lalat F2 betina semuanya bermata merah, tetapi separuh dari jumlah lalat jantan bermata merah sedang separuh yang lainnya bermata putih.Perkawinan resiproknya memberi keturunan yang berlainan, yaitu semua lalat betina dalam F1 bermata merah sedangkan semua lalat jantan bermata putih. Dalam keturunan F2 baik yang betina maupun yang jantan memisah 50% bermata merah dan 50% bermata putih. Berdasarkan hasil beberapa percobaan perkawinan yang dilakukannya itu, Morgan mengambil kesimpulan bahwa gen penyebab mata berwarna putih itu adalah resesif dan terdapat pada kromosom-X.3. Alel ganda pada Drosophila sp. Banyak variasi tentang warna mata pada lalat ini dan warna mata itu berderajat, mulai dari merah tua dan merah terang sampai pada warna putih. Berbagai macam warna itu merupakan mutan yang ditentukan oleh suatu seri alel ganda. Alel yang dominan adalah w+ , sedang yang resesif adalah w. Tabel Warna Mata pada Drosophila (disusun mulai dari yang paling dominan ke yang paling resesif).

BAB IIIMETODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan TempatPraktikum pautan pada kromosom-X dilaksanakan pada tanggal 5 juni 2015, pukul 08.00 WIB, bertempat di Laboratorium Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang

3.2. Alat dan Bahan3.2.1 AlatAlat yang digunakan yaitu mikroskop stereo, Petridish, Oven, almari es, dan blender, 3.2.2 BahanBahan yang digunakan yaitu media pemeliharaan, eter, kapas, dan stok Drosophila

3.3 Cara Kerja1. Ambil lima pasang (5 jantan Drosophila normal dan 5betina mutan mata putih) dan disilingakan,2. Silangkan 5 lalat betina tipe liar (normal) mata merah dengan lalat jantan mutan mata merah3. Dua minggu setelah mengawinkan lalat, maka diperolah keturunan FI. Perhatikan Fenotipnya, pisahkan seksnya dan hitunglah. Tettapkanlah fenotip dan genotip dari lalat tersebut.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HasilSeksJumlahFenotipGenotip

Parental3--

Jantan1Mata MerahMM

Betina2Mata Putihmm

Keturunan F10--

Jantan---

Betina---

Kemungkinan Persilangan 1. P1 : MM (Merah) >< mm (putih)

Mm (Merah ) 100 % P2: Mm >< MmG: M, m M,m Mm

MMM(Mata MerahMm(Mata Merah

mMm(Mata Merah)mm(Mata Putih)

Ratio Genotip: MM : Mm : mm 1 : 2 : 1 Ratio Fenotip: Mata Merah : Mata Putih Persentase RatioMM : x 100 = 25 %Mm : 2/4 x 100 = 50 %Mm : x 100 = 25%Kemungkina persilnagan kedua 1. P1 : MM (Merah) >< mm (putih)

Mm (Merah ) 100 % P2: Mm >< MmG: M, m M,m Mm

MMM(Mata MerahMm(Mata Merah

mMm(Mata Merah)mm(Mata Putih)

Ratio Genotip: MM : Mm : mm 1 : 2 : 1 Ratio Fenotip: Mata Merah : Mata Putih Persentase RatioMM : x 100 = 25 %Mm : 2/4 x 100 = 50 %Mm : x 100 = 25%

4.2 PembahasanBerdasarkan hasil praktikum maka diperoleh yaitu persilangan antara jantan mata merah dengan betin mata putih, yaitu dengan cara pemeliharaan pada media yang dibiakkan selama dua minggu, dan ternyata tidak diperoleh keturunan. Hal ini disebabkan lalat yang dibiakkan mati. Kematian pada lalat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karena pembiusan lalat yang terlalu lama, suhu pada media tidak sesuai untuk pertumbuhan lalat tersebut. Intensitas cahaya yang terlalu terang sehingga lalat tidak mampu bertahan dan akhirnya mati. Namun bisa juga dikarenakan pada media yang terdapat kesalahan, sehingga lalat tidak mendapatkan asupan makanan dan akhirnya mati karena tidak bisa bertahan.Menurut Widarto (1996), Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lalat buah yaitu sebagai berikut :1. Suhu LingkunganDrosophila melanogastermengalami siklus selama 8-11 hari dalam kondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah suhu sekitar 25-28C. Pada suhu ini lalat akan mengalami satu putaran siklus secara optimal. Sedangkan pada suhu rendah atau sekitar 180C, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya relatif lebih lama dan lambat yaitu sekitar 18-20 hari. Pada suhu 30C, lalat dewasa yang tumbuh akan steril.Waktu perkembangan yang paling pendek (telur-dewasa), adalah 7 hari, dan dicapai pada suhu 28 C. Perkembangan meningkat pada suhu yang lebih tinggi, yaitu sekitar 30 C, selama 11 hari, hal tersebut berkaitan dengan pemanasan tekanan. Pada suhu 25 C tersebut, lama harinya umumnya adalah sekitar 8.5 hari, sedangkan pada suhu 18 C lama harinya sekitar 19 hari dan pada suhu 12 C lama hari perkembangannya adalah 50 hari. betina meletakkan sekitar 400 telur, sekitar lima tiap waktunya, dimasukkan ke dalam sebuag kantung atau material organik lain. panjnag telur sekitar 0.5 millimetres akan mengeram setelah 12-15 jam pada suhu 25 C. Akan menghasilkan larva instar I setelah 4 hari pada suhu 25 C, kemudian molting sebanyak dua kali sehingga masuk ke fase larva instar II & III, hal tersebut terjadi sekitar 24 dan 48 jam setelah eclosion. Selama masa ini, mereka akan mikroorganime yang menguraikan buah. Kemudian larva dibungkus oleh kapsul yang disebut puparium, puparium ini berfungsi melindungi pupa lalat buah dari gangguan lingkungan sekitarnya. pupa tersebut akanmengalami metamorfosis selama 5 hari dan tumbuh menjadi dewasa.Perkawinan pertama lalat buah betina terjadi 12 jam setelah emergence. Betina menyimpan sperma dari jantan yang telah mengawininya. Drosophila melanogaster mulai bertelur setelah berumur lebih kurang 8 jam. Drosophila melanogaster betina sanggup menghasilkan 50-75 butir telur per hari atau dapat menghasilkan 400-500 butir telur. Telur Drosophila melanogaster berwarna putih susu berbentuk bulat panjang dengan ukuran 0,5 mm. Pada ujung anterior terdapat lubang yang disebut mikropil dan terdapat tonjolan memanjang seperti sendok.Telur yang dikeluarkan pada umumnya sudah tahap blastula berkembang dalam 24 jam dan akan menetas menjadi larva. Larva akan mengalami pergantian kulit 4 kali dan berubah menjadi pupa. Pupa akan menetas setelah 8-11 hari (tergantung dari spesies dan suhu lingkungan).2. Ketersediaan Media MakananJumlah telurDrosophila melanogasteryang dikeluarkan akan menurun apabila kekurangan makanan. Lalat buah dewasa yang kekurangan makanan akan menghasilkan larva berukuran kecil. Larva ini mampu membentuk pupa berukuran kecil, namun sering kali gagal berkembang menjadi individu dewasa. Beberapa dapat menjadi dewasa yang hanya dapat menghasilkan sedikit telur. Viabilitas dari telur-telur ini juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh larva betina (Shorrocks, 1972).3. Intensitas CahayaDrosophila melanogasterlebih menyukai cahaya remang-remang dan akan mengalami pertumbuhan yang lambat selama berada di tempat yang gelap.Tetapi untuk mengetahui kemungkinan keturuna lalat tersebut yaitu dapat dilakukan persilangan dan papan catur. Maka diperoleh seluruh ratio keturunan pertama bermata Merah karena Mata merah lebih dominan, untuk ratio F2 diperolah 25 % mata putih atau lalat mutasi, dan 75 % mata merah, hal ini diketahui bahwa dipengaruhi oleh pautan kromosom x.Perkawinan resiprok pada lalat buah memberi keturunan yang berlainan, yaitu semua lalat betina dalam F1 bermata merah sedangkan semua lalat jantan bermata putih. Dalam keturunan F2 baik yang betina maupun yang jantan memisah 50% bermata merah dan 50% bermata putih. Berdasarkan hasil beberapa percobaan perkawinan yang dilakukannya itu, Morgan mengambil kesimpulan bahwa gen penyebab mata berwarna putih itu adalah resesif dan terdapat pada kromosom-X (Surya, 1996).

BAB VPENUTUP

5.1 KesimpulanPewarisan sifat atau yang lebih dikenal denganhereditas merupakan suatu pewarisan sifat atau watak dari induk kepada keturunannya baik secara biologis melaluigen(DNA) atau secara sosial melalui pewarisangelar, ataustatus sosial. Pewarisan sifat dapat ditentuka oleh kromosom dan gen. salah satunya yaitu kromosom X, yang mempengaruhi sifat keturunan yang dibawa oleh kromosom x tersebut.

5.2 SaranUntuk memahami pewarisan sifat maka harus diperlukan ketekunan dan ketelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A dan J.B. Reece. 2008. Biologi Edisi kedelapan Jilid Satu. Jakarta: Erlangga

Dwidjoseputro, D. 1977. Pengantar Genetika. Jakarta : Bhatara

Rondonuwu, S. 1989. Dasar-Dasar Genetika. Jakarta : UM

Suryo. 1996. Genetika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Tamarin, R.H. 2002. Prinsiples of Genetics. North America: Mc Graw Hill Companies

Widarto. H.T, 1996.Daur Hidup Lalat Buah Bactrocera carambolae (Drew and Hancock) Pada Kondisi Laboratorium.Tugas Akhir. Institut Tekhnologi Bandung.