patofisiologi ht
DESCRIPTION
uhurthuiTRANSCRIPT
Patofisiologi
Patofisiologi atau mekanisme dari hipertensi merupakan suatu proses yang
kompleks . Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi
essensial/primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial/primer adalah jenis
hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita
hipertensi menderita jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan
terus diarahkan untuk mengatasi hipertensi ini.
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor ± faktor yang mendorong
timbulnya kenaikan darah tersebut adalah :
Faktor risiko, seperti : diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas,
merokok, genetis
Sistem saraf simpatis
Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi
endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari
endotel, otot polos dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir.
Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem RAA.
Hipertensi Sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain karena kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar
tiroid, penyakit kelenjar adrenal atau pemakaian obat seperti pil KB, kortikosteroid,
simpatometik amin (efedrin, fenilefrin, amfetamin), siklosporin, dan eritropoetin.
Di dalam tubuh terdapat sistem yang mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan
kecepatan reaksinya, sistem kontrol tersebut dibedakan dalam sistem yang bereaksi
segera, yang bereaksi kurang cepat dan yang bereaksi dalam jangka panjang.
Refleks kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang
bereaksi segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus karotis
dan arkus aorta yang berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain
sistem kontrol saraf terhadap tekanan darah yang bereaksi segera adalah reflex
kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan reflex yang berasal dari
atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos.
Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang
dikontrol oleh hormone angiotensin dan vasopressin termasuk sistem kontrol yang
bereaksi kurang cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan
oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ
terutama ginjal. Jadi terlihat bahwa sistem pengendalian tekanan darah sangat
kompleks. Pengendalian dimulai oleh sistem yang bereaksi cepat diikuti oleh sistem
yang bereaksi kurang cepat dan dilanjutkan oleh sistem yang poten yang berlangsung
dalam jangka panjang.
Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan
perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap
selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat
disebabkan oleh reflex autoregulasi. Yang dimaksud reflex autoregulasi ialah
mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh
karena curah jantung yang meningkat terjadi kontriksi sfingter prekapiler yang
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer.
Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap
dalam waktu lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat.
Oleh karena itu, diduga terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang berperan
pada hipertensi primer. Secara pasti belum diketahui faktor hormonal atau perubahan
anatomi yang terjadi pada pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut.
Kelainan hemodinamik tersebut diikuti pula dengan kelainan structural pembuluh
darah dan jantung, pada pembuluh darah terjadi hipertrofi dinding, sedangkan pada
jantung terjadi penebalan dinding ventrikel.
Sistem rennin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya
hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angitensin I-converting anzyme (ACE). ACE berperan
secara fisiologis dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angitensinogen
yang dibentuk di hati.
Selanjutnya oleh hormon rennin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II, yang memegang peranan penting dalam menaikkan tekanan darah
melalui dua jalur utama.
Pertama adalah dengan meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi oleh kelenjar hipofisis dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit
urin yang dikeluarkan dari tubuh sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian interseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormone steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
N aCl dengan cara mereabsorbsi dari tubulus ginjal. N aiknya konsentrasi N aCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar Tekanan Darah = Curah Jantung x
Tahanan Perifer.
Seperti yang telah dikemukakan diawal bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kenaikan tekanan darah bukan hanya berasal dari dalam, namun
terdapat pula faktor-faktor demografi yang mempengaruhi, antara lain: usia, jenis
kelamin, ras, status perkawinan, status pendidikan, riwayat penyakit keluarga, riwayat
pekerjaan, kebiasaan, diet, dan obesitas.
U sia - Berbagai perubahan fisiologik berlaku seiring dengan peningkatan usia.
Pada pasien yang berusia kurang dari 50 tahun yang menderita hipertensi,
secara tipikal mengalami hipertensi kombinasi sistolik dan diastolik. Pada
hipertensi ini kelainan hemodinamik yang utama adalah vasokonstriksi pada
arteriole. Tetapi, pada penderita hipertensi lebih dari 50 tahun biasanya
mengalami hipertensi sistolik saja, yaitu tekanan sistolik >140 mmHg dan
tekanan diastolik <90 mmHg. Kelainan hemodinamik yang berlaku pada
kondisi ini adalah penurunan disentibilitas arteri-arteri besar.
Jenis Kelamin ± prevalensi hipertensi dibawah umur 50 tahun pada
perempuan disbanding dengan laki-laki menunjukkan possibilitas terdapatnya
kaitan dengan efek protektif estrogen. Setelah menopause, prevalensi
hipertensi meningkat dengan cepat pada perempuan.
Ras ± Di Amerika Serikat didapati hipertensi pada orang kulit hitam Amerika
pada usia lebih muda dan menyebabkan kerusakan organ yang lebih
bermakna.
Status Perkawinan ± dari penelitian ditunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara angka kesakitan maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin,
cerai dan janda. Kecenderungan bagi orang-orang yang tidak kawin lebih
sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya perbedaan-perbedaan
dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab
penyakit-penyakit tertentu.
Status Pendidikan ± status pendidikan bisa menggambarkan kelas sosial,
dimana tingkat pendidikan yang lebih tinggi menggambarkan tingkat
pengetahuan dan ini mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk
pemeliharaan kesehatan.
Riwayat Penyakit Keluarga ± Kejadian hipertensi didapati lebih tinggi pada
individu yang mempunyai hubungan kekeluargaan dibanding dengan
individu tanpa hubungan kekeluargaan dan lebih tinggi di antara kembar
monozigot dibanding dengan heterozigot. Kurang lebih 70% dari kejadian
hipertensi dalam suatu keluarga dihubungkan dengan faktor genetik
dibanding dengan faktor lingkungan.
Kebiasaan ± Yang dimaksud dengan kebiasaan di sini adalah kebiasaan fisik,
kebiasaan mengkonsumsi kafein, dan juga kebiasaan merokok. Kebiasaan
aktivitas fisik secara umum bisa dibagi kepada kegiatan rumah tangga dan
kegiatan olahraga. Inaktivasi fisik secara kuat dan positif diasosiasi dengan
hipertensi. Pada suatu penelitian American Journal of Public Health, April
2007, didapati bahwa orang dewasa muda yang berolahraga rata-rata 5 kali
seminggu dan membakar kira-kira 300 kalori per sesi olahraga mengalami
penurunan risiko hipertensi sebanyak 17%.
Dari penelitian yang dilakukan, didapati bahwa individu yang mengkonsumsi
kafein mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi. Hal ini karena kafein yang
terkandung dalam kopi maupun teh. Dari studi kontrol placebo menunjukkan
bahwa kafein dapat menurunkan denyut jantung, meningkatkan tekanan darah
dan meningkatkan katekolamin dan asam lemak bebas dalam plasma.
Kebiasaan yang selanjutnya yang juga berperan dalam kenaikan tekanan darah
adalah kebiasaan merokok. Konsumsi nikotin, suatu bahan kimia yang
terdapat didalam rokok dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dengan
menurunkan oksigen ke jantung, meningkatkan tekanan darah dan denyut
jantung, meningkatkan pembekuan darah dan merusak sel-sel pada pembuluh
darah.
obesitas ± hipertensi karena obesitas sering dianggap sebagai salah satu
bentuk khusus hipertensi, tetapi berdasarkan kebanyakan bukti
mengindikasikan bahwa kelebihan berat badan merupakan penyebab terbesar
terjadinya hipertensi esensial pada manusia. Obesitas menyebabkan
perubahan hemodinamika dan sistem kardiovaskular pada tubuh manusia.
Penambahan berat badan yang cepat meningkatkan aliran darah regional,
kadar curah jantung, dan denyut jantung berdasarkan studi eksperimental pada
hewan dan manusia. Individu yang mengalami obesitas secara umum
mengalami hipertensi karena resistensi insulin dan hiperlipidemia hasil dari
peningkatan massa lemak.