patofisiologi dan patogenesis baru

20
Patofisiologi dan patogenesis PATOFISIOLOGIS Bell’s plasy dipertimbangkan dengan beberapa tipe paralis tekanan. Saraf yang radang dan edema saraf pada titik kerusakan, atau pembuluh nutriennya tersumbat pada titik yang menghasilkan nekrosis iskemik dalam kanal panjangnya saluran yang paling baik sangat sempit. Ada penyimpangan wajah berupa palisis otot wajah; peningkatan lakrimalis (air mata); sensasi nyeri pada wajah, belakang telinga, dan pada klien yang mengalami kerusakan bicara, dan kelamahan otot wajah atau otot wajah pada sisi yang terkena. MANIFESTASI KLINIS Pada observasi sudah dapat disaksikan juga, bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan kelopak mata yang sehat. Fenomena tersebut di kenal sebagai lagoftalmus. Lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan, mendarat. Pada saat mengembungkan pipi tersebut bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembang. Pada saat di cibirkan bibir, gerakan bibir tersebut menyimpang ke sisi yang tidak sehat. Bila klien disuruh memperlihatkan gigi geliginya atau di suruh meringis, sudut sisi mulut yang lumpuh tidak terangkat sehingga tampaknya mencong ke arah yang sehat.

Upload: gayakiri-kazuto

Post on 05-Dec-2014

73 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

Patofisiologi dan patogenesis

PATOFISIOLOGIS

Bell’s plasy dipertimbangkan dengan beberapa tipe paralis tekanan. Saraf yang radang dan

edema saraf pada titik kerusakan, atau pembuluh nutriennya tersumbat pada titik yang

menghasilkan nekrosis iskemik dalam kanal panjangnya saluran yang paling baik sangat sempit.

Ada penyimpangan wajah berupa palisis otot wajah; peningkatan lakrimalis (air mata); sensasi

nyeri pada wajah, belakang telinga, dan pada klien yang mengalami kerusakan bicara, dan

kelamahan otot wajah atau otot wajah pada sisi yang terkena.

MANIFESTASI KLINIS

Pada observasi sudah dapat disaksikan juga, bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat

lebih lambat jika dibandingkan dengan kelopak mata yang sehat. Fenomena tersebut di kenal

sebagai lagoftalmus. Lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan, mendarat. Pada saat

mengembungkan pipi tersebut bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembang. Pada saat di

cibirkan bibir, gerakan bibir tersebut menyimpang ke sisi yang tidak sehat. Bila klien disuruh

memperlihatkan gigi geliginya atau di suruh meringis, sudut sisi mulut yang lumpuh tidak

terangkat sehingga tampaknya mencong ke arah yang sehat.

Selain kumpulan seluruh otot wajah sesisi tidak di dapati gangguan lain yang mengiringinya,

bila pariesisnya benar-benar bersifat bell’s palsy. Tetapi dua hal tersebut berhubungan dengan

dua hal ini. Pertama, air mata yang keluar secara berlebihan di sisi pengumpulan dan

pengecapan pada 2/3 di sisi pengumpulan kurang tajam. Gejala tersebut pertama timbul karena

konjungtiva bulbi tidak dapat penuh ditutupi kelopak mata yang lumpuh, sehingga mudah

dapat iritasi angin, debu, dan sebagainya.

Berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin sekali edema nervus fasialis di tingkat foramen

stilomastoideus meluas sampai nervus fasialis, dimana khorda timpani menggabungkan diri

padanya. Setelah paralisis fasialis perifer sembuh, masih sering terdaat gejala sisa. Pada

Page 2: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

umunya gejala ini merupakan proses generasi yang salah, sehingga timbul gerakan fasial yang

berasosiasi dengan gerakan otot kelopak mata. Gerakan yang mengikuti gerakan otot kelopak

lain dinamakan sinkinesis.

Gerakan sinkinesis tersebut ialah ikut terangkatnya sudut mulut pd waktu mata ditutup dan

fisura palprebale sisi yang pernah limpuh menjadi sempit, pada waktu rahang bawah ditarik ke

atas dan kebawah, seperti sewaktu berbicara atau mengunyah. Lebih-lebih pula otot fasial

yang pernah lumpuh perifer dapat terlampau giat bekontraksi tanpa tujuan, sebagaimana

dijumpai spasmus fasialis. Dalam hal ini, di liar serangan spasmus fasialis, sudut mulut sisi ysng

pernah lumpuh tampaknya lebih tinggi kedudukannya dari pada sisi yang sehat. Karna itu

banyak khilapan di buat mengenai sisi mana yang memperlihatkan paresis fasialis, terutama

pada klien yang pernah mengidap bell’s plasy kemudian mengalami stroke.

MANIFESTASI KLINIS

Pada observasi sudah dapat disaksikan juga, bahwa gerakan kelopak mata yang

tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan kelopak mata yang sehat. Fenomena

tersebut di kenal sebagai lagoftalmus. Lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan,

mendarat. Pada saat mengembungkan pipi tersebut bahwa pada sisi yang lumpuh tidak

mengembang. Pada saat di cibirkan bibir, gerakan bibir tersebut menyimpang ke sisi yang

tidak sehat. Bila klien disuruh memperlihatkan gigi geliginya atau di suruh meringis, sudut

sisi mulut yang lumpuh tidak terangkat sehingga tampaknya mencong ke arah yang

sehat.

Selain kumpulan seluruh otot wajah sesisi tidak di dapati gangguan lain yang

mengiringinya, bila pariesisnya benar-benar bersifat bell’s palsy. Tetapi dua hal tersebut

berhubungan dengan dua hal ini. Pertama, air mata yang keluar secara berlebihan di sisi

pengumpulan dan pengecapan pada 2/3 di sisi pengumpulan kurang tajam. Gejala

tersebut pertama timbul karena konjungtiva bulbi tidak dapat penuh ditutupi kelopak

mata yang lumpuh, sehingga mudah dapat iritasi angin, debu, dan sebagainya.

Berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin sekali edema nervus fasialis di

tingkat foramen stilomastoideus meluas sampai nervus fasialis, dimana khorda timpani

Page 3: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

menggabungkan diri padanya. Setelah paralisis fasialis perifer sembuh, masih sering

terdaat gejala sisa. Pada umunya gejala ini merupakan proses generasi yang salah,

sehingga timbul gerakan fasial yang berasosiasi dengan gerakan otot kelopak mata.

Gerakan yang mengikuti gerakan otot kelopak lain dinamakan sinkinesis.

Gerakan sinkinesis tersebut ialah ikut terangkatnya sudut mulut pd waktu mata

ditutup dan fisura palprebale sisi yang pernah limpuh menjadi sempit, pada waktu

rahang bawah ditarik ke atas dan kebawah, seperti sewaktu berbicara atau mengunyah.

Lebih-lebih pula otot fasial yang pernah lumpuh perifer dapat terlampau giat bekontraksi

tanpa tujuan, sebagaimana dijumpai spasmus fasialis. Dalam hal ini, di luar serangan

spasmus fasialis, sudut mulut sisi ysng pernah lumpuh tampaknya lebih tinggi

kedudukannya dari pada sisi yang sehat. Karna itu banyak khilapan di buat mengenai sisi

mana yang memperlihatkan paresis fasialis, terutama pada klien yang pernah mengidap

bell’s plasy kemudian mengalami stroke. (Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien

Dengan Gangguan Sistem Persyarafan Hal. 209-211)

Pengkajian

Pengkajian keperawatan klien dengan bell’s palsy meliputi anamnesis riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik ,dan pengkajian psikososial.

Anamnesis

Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien meminta pertolongan kesehatan adalah

berhubungan dengan kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi.

Riwayat penyakit saat ini

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk menunjang keluhan utama klien.

Disini harus di tanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai

serangan,sembuh,atau tambah buruk.pada pengkajian klien bell’s palsy biasanya didapatkan

keluhan kelumpuhan otot wajah pada satu sisi.

Page 4: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

Kelumpuhan fasialis ini melibatkan semua otot wajah seisi. Bila dahi dikerutkan,lipatan kulit

dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bila klien disuruh memejamkan kedua

matanya,maka pada sisi yang tidak sehat,kelopak mata tidak dapat menutup bola mata dan

berputarnya bola mata keatas dapat disaksikan. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda bell.

Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau

menjadi presdisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkan klien mengalami penyakit iskemia

vaskuler, otitis media,tumor intrakranal,trauma kapitis,penyakit virus (herpes simpleks,herves

zoster ),penyakit autoimun,atau kombinasi semua factor ini. Pengkajian pemakaian obat-

obatan yang sering di gunakan klien,pengkajian kemana klien sudah meminta pertolongan

dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data besar untuk

mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

Pengkajian psiko-sosio –spiritual

Pengkajian spikologis klien bell’s palsy meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan

perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,koknitif,dan prilaku

klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon

emosi tehadap kelumpuhan otot wajah seisi dan perubahan peran klien dalam keluarga dan

masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga

atau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yang timbul ketwkutan atau

kecacatan, rasa cemas,ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal,dan

pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh ).pengkajian mengenai

mekanisme koping yang secara sadar digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan

klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan selama ini yang sudah di ketahui dan perubahan

perilaku akibat stres.

Page 5: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

Karena klien harus menjalani perawatan rawat inap maka apakah keadaan ini member dampak

pada status ekonomi klien , karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukann dana yang

tidak sedikit. Perawat juga memasukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak

ganguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perseektif keperawatan dalam

mengkaji terdiri dari dua masalah,yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defesit neurologi

dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung

adaptasi pada gangguan neurologis didalam sistem dukungan individu.

Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik

sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik

sebaiknya dilakukan per sistem (b1-b6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan b3

(brain ) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pada klien ball’s

palsy biasanya di dapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal.

B1(breathing )

Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan inspeksi didapatkan klien tidak batuk,

tidak sesak napas ,tidak ada penggunaan otot bantu napas,dan frekuensi pernapasan dalam

baras normal. Palpasi biasanya traktil premitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi didapatkan

resonan pada seluruh lapangan paru. Askultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan.

B2(blood)

Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi dengan frekuensi dan irama

yang normal. Td dalam batas normal dan tidak terdengar bunyi jantung tambahan.

B3(brain)

Page 6: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

Pengkajian b3 (brain ) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan

pengkaian pada sistem lainnya.

Tingkat kesadaran

Pada bell’s palsy biasanya kesadaran klien compos mentis.

Fungsi serebri

Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien,

observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik yang pada klien bell’s palsy biasanya status

mental klien mengenai perubahan.

Pemeriksaan saraf kranial

Saraf i. Biasanya pada klien bell’s palsy tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada

kelainan.

Saraf ii. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.

Saraf iii,iv, dan vi. Penurunan gerakan kelopak mata pada sisi yang sakit (lagoftalmos ).

Saraf v. Kelumpuhan seluruh otot wajah seisi,lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan

mendatar,adanya gerakan sinkinetik.

Saraf vii. Berkurangnya ketajaman pengecapan,mungkin sekali adema nervus fasialis di tingkat

faranem stilomastedeus meluas sampai bagian nervus fasialis , di mana khorda timpani

menggabungkan diri padanya.

Saraf viii. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf ix dan x. Paralisis otot orofaing,kesukaran berbicara,mengunya,dan menelan.

Kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.

Page 7: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

Saraf xi. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Kemampuan mobilisasi

leher baik.

Saraf xii. Lidah simestris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.indra

pengecapan mengalami kelumpuhan dan pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang

tajam.

Sistem motorik

Bila tidak melibatkan disfungsi neurologis lain,kekuatan otot normal, control keseimbangan

dan koordinasi pada bell’s palsy tidak ada kelainan.

Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat

reflex pada respons normal.

Gerakan involunter

Tidak di temukan adanya tremor,kejang,dan distonia. Pada beberapa keadaan sering di

temukan tic fasialis.

Sistem sensorik

Kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri ,dan suhu tidak ada kalainan.

B4 (bladder)

Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran

urine,hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

B5 (bowel)

Page 8: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.pemenuhan

nutrisi pada klien bell’s palsy menurun karena anoreksia dan kelemahan otot –otot

mengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi

berkurang.

B6 (bone )

Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien

secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang

lain.

Penatalaksanan medis

Tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan tonus otot wajah dan untuk mencegah

atau meminimalkan denervasi. Klien harus di yakinkan bahwa keadaan yang terjadi bukan

stroke dan pulih dengan spontan dalam 3-5 minggu pada kebanyakan klien.

Terapi kontikosteroid (prednison ) dapat diberikan untuk menurunkan radang dan edema,

yang pada gilirannya mengurangi kompresi vaskuler dan memungkinkan perbaikan sirkulasi

darah ke saraf tersebut. Pemberian awal terapi kortikosteroid ditujukan untuk mengurangi

penyakit semakin berat, mengurangi nyeri, dan membatu mencegah atau meminimalkan

denervasi.

Nyeri wajah di kontrl dengan analgesik. Kompres panas pada sisi wajah yang sakit dapat

diberikan untuk meningkatkan kenyamanan dan aliran darah sampai ke otot tersebut.

Stimulasi listrik dapat diberikan untuk mencegah otot wajah menjadi atropi. Walaupun banyak

klien pulih dengan pengobatan konservatif,namun eksplorasi pembedahan pada saraf wajah

dapat dilakukan pada klien yang cenderung mempunyai tumor atau untuk dekompresi saraf

wajah melalui pembedahan dan pembedahan untuk merehabilitas keadaan paralisis wajah.

Pendidikan klien. Mata harus dilindungi karena paralisis lamjut dapat menyerang mata. Sering

kali, mata klien tidak dapat menutup dengan sempurna, dan refleks berkedip terbatas

sehingga mata mudah diserang binatang kecil dan benda-benda asing. Iritasi kornea dan luka

Page 9: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

adalah komplikasi potensial pada klien ini. Kadang-kadang keadaan ini mengakibatkan

keluarnya air mata yang berlebihan (epifora) karena keratitis yang disebabkan oleh kornea

kering dan tidak adanya refleks berkedip. Penutup mata bagian bawah menjadi lemah akibat

pengeluaran air mata.untuk menangani masalah ini, maka harus ditutup dengan melindungi

dari cahaya silau pada malam hari.potongan mata dapat merusak kornea, meskipun hal ini juga

disebabkan beberapa kesukaran dalam mempertahankan mata tertutup akibat paralisis parsial.

Benda-benda yang dapat digunakan pada mata pada saat tidur dapat diletakan pada atas

mata agar kelopak mata menempel satu dengan yang lainnya dan tetap tertutup selama tidur.

Klien dianjurkan untuk menutup kelopak mata yang mengalami paralisis secara manual

sebelum tidur.gunakan tutup mata dengan kaca mata hitam untuk menurunkan penguapan

normal dari mata. Jika saraf tidak terlalu sensitif, wajah dapat dimasase beberapa kali sehari

untuk mempertahankan tonus otot. Teknik untuk memasase wajah adalah dengan gerakan

lembut keatas. Latihan wajah seperti mengerutkan dahi, mengembungkan pipi ke luar ,dan

bersiul dapat dilakukan dengan menggunakan cermin dan dilakukan teratur untuk mencegah

atropi otot. Hindari wajah terkena udara dingin.

Diagnosis keperawatan

1. Gangguan konsep diri (citra diri ) yang berhubungan dengan perubahan bentuk wajah

karena kelumpuhan satu sisi pada wajah.

2. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit dan perubahan kesehatan.

3. Kurangnya pengetahuan kesehatan diri sendiri yang berhubungan dengan informanasi

yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

Page 10: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

Rencana intervensi

Gangguan konsep diri (citra diri) berhubungan dengan perubahan bentuk wajah

karena kelumpuhan satu sisi pada wajah.

Data penunjang :

Tanda subjektif : merasa malu karena adanya kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu

sisi.

Tanda objektif : dahi dikerutkan,lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat

saja.

Tujuan :konsep diri klien meningkat

Kriteria hasil : klien mampu menggunakan koping yang positif.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji dan jelaskan kepada klien tentang

keadaan paralisis wajahnya.

Intervensi awal bias mencegah distress

psiklogis pada klien.

Bantu klien menggunakan mekanisme

koping ysng positif.

Mekanisme koping yng positif dapat

membantu klien lebih percaya diri, lebih

kooperatif terhadap tindakan yang akan

dilakukan dan mencegah terjadinya

kecemasan tambahan.

Page 11: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

Orientasikan klien terhadap prosedur

rutin dan aktifitas yang diharapkan.

Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

Libatkan sistem pendukung dalam

perawatan klien.

Kehadiran sistem pendukung

meningkatkan citra diri klien.

Cemas yang berhubungan dengan proknosis penyakit dan perubahan kesehatan

Tujuan : kecemasan hilang atau berkurang.

Kriteria hasil : mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasai penyebab atau faktor yang

mempengaruhi, dan menyatakan ansietas berkurang / hilang.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji tanda verbal dan nonverbal

kecemasan,damping klien dan, lakukan

tindakan bila menunjukan prilaku merusak.

Reaksi verbal /nonverbal dapat menunjukan

rasa agitasi, marah,dan gelisah.

Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi

kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan

suasana penuh istirahat.

Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak

perlu.

Tingkat control sensasi klie. Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan

ketakutan ) dengan cara memberikan

informasi tentang keadaan klien, menekankan

pada penghargaan terhadap sumber-sumber

koping (pertahanan diri ), yang positif

membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik

pengalihan dan memberikan respon balik yang

positif.

Page 12: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

Beri kesempatan kepada klien untuk

mengungkapkan kecemasannya.

Dapat mengalihkan ketegangan terhadap

kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekspresikan

perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku

adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman

yang di pilih klien melayani aktivitas dan

pengalihan (misalnya membaca akan

menurunkan perasaan terisolasi.

Kurangnya pengetahuan perawatan diri sendiri yang berhubungan dengan informasi yang

tidak ade kuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

Tujuan : dalam jangka waktu 1x30 menit klien akan memperlihat kan kemampuan

pemahaman yang ade kuat tentang penyakit dan pengobatan.

Kriteria hasil : klien mampu secara subjektif menjelaskan ulang secara sederhana terhadap apa

yang telah didiskusikan.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji kemampuan belajar, tingkat kecemasan,

partisipasi, media yang sesuai untuk belajar.

Indikasi progresif atau reaktivasi penyakit

atau efek samping pengobatan, serta untuk

evaluasi lebih lanjut.

Identifikasi tanda dan gejala yang perlu

dilaporkan keperawat.

meningkatkan kesadaran kebutuhan tentang

perawatan diri untuk meminimalkan

kelemahan.

Jelaskan instruksi dan informasi misalnya

penjadwalan pengobatan.

Meningkatkan kerja sama/ partisipasi

terapeutik dan mencegah putus obat.

Kaji ulang resiko efek samping pengobatan. Dapat mengurangi rasa kurang nyaman dari

pengobatan untuk perbaikan kondisi klien.

Dorong klien mengekspresikan ketidaktahuan/

kecemasan dan beri informasi yang

Member kesempatan untuk mengoreksi

persepsi yang salah dam mengurangi

Page 13: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

dibutuhkan. kecemasan.

Page 14: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

Kumpulan nervus fasialis perifer

Kelumpuhan nervus vasialis (n.vll) adalah kelumpuhan otot wajah, sehingga wajah pasien

tampak tidak simetris pada waktu berbicara dan berekspresi. Hanya merupakan gejala

sehingga harus dicari penyebab dan derajat kelumpuhannya untuk mementukan terapi dan

prognosis.

Etiologi

Kongenital, infeksi (infeksi telinga tengah,infeksi intrakarnial ),tumor (tumor intrakarnial atau

ekstrakarnial ),trauma kepala, gangguan pembuluh darah (trombosit arteri korotis,arteri

maksilaris,dan arteri serebri media ),dan ediopatik (bell’s palsy ).

Diagnosis banding

Penyakit konenital (sindrom mobius ), infeksi (sindrom ramsay –hunt,herpes zoster

oticus ),trauma tulang temporal,lesi vascular (aneurisma,thrombosis ),neoplasma (neuroma

akustik,menibgioma), dan ideopatik.

Manifestasi klinis

Berdasarkan topografi letak lesi :

Gejala kelumpuhan intratemporal tergantung dari letak lesi,dapat ditemukan

kelumpuhan otot-otot wajah /muka, lagoftalmus,ada atau tidaknya air mata pada sisa

lesi gangguan pengecap,hiperakusis,gejala neurologis pada lesi nuclear.

Gejala kelumpuhan ekstratempiral biasanya karena gangguan pada kelenjar parotis,

seperti trauma,radang,dan tumor.

Pemeriksaan penunjang

Tujuan nya menentukan letak lesi dan menentukan derajat kelumpuhannya,apakah

harus dirujuk kerumah sakit. Dilakukan pemeriksaan fungsi motor, pemeriksaan

gustometer,tes schirmer (meletakan kertas lakmus paa bagian konjugtiva dan dihitung

Page 15: Patofisiologi Dan Patogenesis Baru

banyaknya sekresi kelenjar lakrimalis ), pemeriksaan eksitabilitas saraf kiri dan kanan,

pemeriksaan refleks stapedius, audivestibular, radiologi,dan elektromiografi.

Penatalaksanaan

Bila gangguan hantaran ringan dan fungsi motor masih baik, terapi ditunjukan untuk

menghilangkan edema saraf dengan memakai obat-obatan anti edema /kortikosteroid,

vasodilator,dan neurotonik serta fisioterapi.

Bila gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi total, harus segera

dilakukan tindakan operatif dengan teknik dokompresi n.vll transmastoid. (sumber;

kapita selekta kedokteran, oktober 2000, jakarta, indonesia ).