patient and family educations rs
DESCRIPTION
Patient EducationTRANSCRIPT
JCI (Patient and family educations/Edukasi
kepada pasien dan keluarga pasien)
Standar 1 : Rumah sakit menyediakan penyuluhan yang mendukung
partisipasi pasien dan keluarganya dalam keputusan perawatan dan
proses perawatan.
1. Di setiap SMF/Instalasi ditunjuk koordinator (penanggung jawab
promosi kesehatan) dengan SK Direktur Utama
2. Program kerja masing-masing SMF/Instalasi
3. Rencana penyuluhan kelompok masing-masing SMF/Instalasi
4. Pedoman Promosi Kesehatan di buat di Instalasi Promosi Kesehatan
5. SOP edukasi di buat di Instalasi Promosi Kesehatan
Standar 2 : Kebutuhan penyuluhan setiap pasien diakses dan
dimasukkan ke dalam rekam medisnya
Agar edukasi dapat dipahami dengan baik dilakukan dahulu
assesment/penilaian terhadap pasien dan keluarga meliputi :
1. Kepercayaan dan nilai-nilai agama yang dianut pasien dan
keluarganya
2. Kecakapan baca tulis, tingkat pendidikan dan bahasa mereka
3. Hambatan emosional dan motivasi
4. Keterbatasan fisik dan kognitif
5. Kemauan pasien untuk menerima informasi
Sehingga pemberi edukasi mengetahui apakah pasien dan keluarga
bersedia dan maupun untuk belajar hasil penilaian
didokumentasikan dalam rekam medis.
Standar 3: Penyuluhan dan pelatihan membantu memenuhi kebutuhan
kesehatan pasien yang berkesinambungan:
1. Rujukan balik pasien ke Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM)/RS
daerah disertai dengan rujukan edukasi
2. Pembinaan ke PKM/RS daerah yang dilakukan dengan SMF
3. Perjanjian kerjasama (PKS) dengan Institusi yang relevan dengan
kondisi pasien seperti : Yayasan Tuna Rungu, Wiyata Guna dan SLB
Standar 4: Penyuluhan pasien dan keluarganya mencakup topik-topik
berikut, yang berkaitan dengan perawatan pasien : penggunaan obat-
obatan yang aman, potensi interaksi antara obat-obatan dan makanan,
panduan gizi, manajemen nyeri, serta teknik-teknik rehabilitasi.
1. Edukasi kepada pasien dan keluarga mencakup topik-topik/materi
yang berkaitan dengan perawatan pasien, dengan menggunakan
materi dan proses yang sudah standar/seragam untuk seluruh unit
dilingkungan RSHS
2. Topik/materi tersebut adalah diantaranya: Penggunaan obat secara
aman dan efektif untuk semua obat yang dikosumsi pasien;
Penggunaan peralatan medis secara aman dan efektif; Interaksi
yang mungkin terjadi antara obat-obatan resep dengan obat-obatan
lain; Diet dan gizi; Manajemen nyeri; Teknik-teknik rehabilitasi, dll.
Standar 5: Metode Penyuluhan mempertimbangkan nilai dan preferensi
pasien dan keluarganya serta memungkinkan interaksi yang memadai
antara pasien, keluarga pasien dan staf untuk terjadinya pembelajaran
1. Pasien dan keluarga dianjurkan untuk berpartisipasi dalam proses
perawatan dengan berani bicara dan mengajukan pertanyaan
kepada pemberi pelayanan (dokter/perawat/petugas gizi dll) terjadi
interkasi antara pemberi pelayanan dengan pasien dan keluarga.
2. Sebaiknya Informasi/edukasi lisan ditunjang dengan materi tertulis
yang berkaitan dengan kebutuhan pasien
3. Terdapat suatu proses verifikasi terhadap pasien dan keluarga
bahwa mereka telah memahami penyuluhan yang diberikan
Standar 6: Profesional kesehatan yang merawat pasien bekerja sama
untuk menyediakan penyuluhan.
Profesional kesehatan yang merawat pasien bekerja sama untuk
menyediakan penyuluhan/edukasi
Agar penyuluhan/edukasi berlangsung efektif maka:
1. Pemberi edukasi harus memiliki pengetahuan tentang materi yang
diberikan
2. Pemberi dan penerima edukasi harus memiliki waktu yang cukup
3. Pemberi edukasi harus memiliki keterampilan dan kemampuan
berkomunikasi efektif
Informed ConsentApa yang ada di benak kita bila mendengar kata informed
consent ? Tentunya tidak semua kalangan dan tidak pula semua profesi
mengenal kata ini bukan ? Istilah informed consent sebenarnya biasa
digunakan di dunia hukum dan bagi kita yang bekerja di lingkungan medis
atau pelayanan kesehatan , pada umumnya sudah tidak asing lagi
dengan informed consent dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.
Namun ternyata masih banyak kalangan yang belum mengetahuinya,
bahkan yang bekerja di lingkungan pelayanan kesehatan sekalipun. Hal
ini menjadi sesuatu yang perlu disosialisasikan dengan benar dan intensif,
bahkan masyarakat yang bekerja di luar lingkungan pelayanan kesehatan
perlu untuk mengetahuinya, karena setiap manusia hampir dapat
dipastikan pernah dan akan berhubungan dengan pelayanan kesehatan.
Informed consent inipun dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah
satu primadona dalam kaitannya dengan proses penilaian akreditasi
rumah sakit di Indonesia. Lebih-lebih bila kita cermati materi penilaian
akreditasi dari Joint Commision Internasional (JCI) yang menitikberatkan
kepada kepentingan pasien (patient oriented) dan bertujuan untuk
keselamatan pasien (patient safety).
PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN
Begitu pentingnya informed consent ini hingga Pemerintah,
dalam hal ini Kementerian Kesehatan, menerbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI no. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
Dalam PERMENKES ini, istilah yang digunakan untuk informed
consent adalah Persetujuan Tindakan Kedokteran yang didefinisikan
sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat
setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
Berkenaan dengan definisi tadi, ada beberapa hal yang perlu dicermati
dan dipahami benar oleh kita semua agar tidak terjadi salah persepsi,
yaitu mengenai unsur-unsur yang melekat pada informed consent, antara
lain :
- Yang dimaksud dengan pasien adalah pasien yang kompeten
(pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan
atau telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu
berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran
perkembangan/retardasi mental dan tidak mengalami penyakit mental
sehingga mampu membuat keputusan secara bebas
- Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung,
anak-anak kandung, saudara kandung atau pengampunya
- Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu tindakan
medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang
dilakukan oleh dokter/dokter gigi terhadap pasien.
Jadi, semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien,
harus mendapat persetujuan dari pasien atau keluarga pasien.
Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan, namun tindakan
kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
Dan yang perlu diingat pula adalah persetujuan diberikan setelah
pasien/keluarga pasien mendapat penjelasan yang disampaikan dengan
bahasa yang mudah dimengerti tentang perlunya tindakan kedokteran
dilakukan, yang mencakup diagnosis, tata cara tindakan, tujuan tindakan,
alternatif tindakan lain dan risikonya, serta risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi.
Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien
dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan
kedokteran. Walaupun demikian, dokter/dokter gigi wajib memberikan
penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau
kepada keluarga terdekat.
Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan sebelum
dimulainya tindakan dan harus dilakukan secara tertulis. Segala akibat
yang timbul dari pembatalan itu tentunya menjadi tanggung jawab yang
membatalkan persetujuan.
Nah, agar terhindar dari masalah hukum, marilah kita sama-sama saling
mengingatkan untuk membiasakan berlaku tertib dalam hal
pelaksanaan informed consent ini.