paternitas

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ilmu Kedokteran Forensik 2.1.1 Definisi Ilmu Kedokteran Forensik Ilmu Kedokteran Forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari Ilmu Kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan Ilmu Kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. 8 2.1.2 Fungsi Ilmu Kedokteran Forensik 9 a. Membantu proses penyidikan korban hidup atau mati untuk kepentingan peradilan. b. Mengidentifikasi korban yang tidak dikenal. c. Menentukan sebab kematian dan memperkirakan saat kematian. d. Untuk mengambil sampel untuk pemeriksaan toksikologi dan kepentingan identifikasi. e. Membantu dalam pencarian barang bukti yang berhubungan dengan perkiraan penyebab. f. Rekonstruksi jenazah atau potongan jenazah dengan lebih bermartabat. 2.2 Identifikasi forensik 2.2.1 Definisi identifikasi forensik 4

Upload: wilda-septi-pratiwi

Post on 10-Sep-2015

11 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

paternitas

TRANSCRIPT

13

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ilmu Kedokteran Forensik2.1.1Definisi Ilmu Kedokteran ForensikIlmu Kedokteran Forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari Ilmu Kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan Ilmu Kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.82.1.2Fungsi Ilmu Kedokteran Forensik9a. Membantu proses penyidikan korban hidup atau mati untuk kepentingan peradilan. b. Mengidentifikasi korban yang tidak dikenal.c. Menentukan sebab kematian dan memperkirakan saat kematian.d. Untuk mengambil sampel untuk pemeriksaan toksikologi dan kepentingan identifikasi.e. Membantu dalam pencarian barang bukti yang berhubungan dengan perkiraan penyebab.f. Rekonstruksi jenazah atau potongan jenazah dengan lebih bermartabat.2.2Identifikasi forensik2.2.1Definisi identifikasi forensikIdentifikasi forensik adalah suatu cara yang dilakukan untuk menentukan identitas seseorang dengan tujuan membantu penyidik. Peranan identifikasi forensik dalam ilmu kedokteran forensik terutama untuk menentukan jenazah yang tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan kecelakaan massal seperti bencana alam atau huru hara yang banyak mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh manusia atau kerangka.82.2.2Metode identifikasi forensikPada identifikasi forensik ada dua metode yang dapat kita gunakan, yaitu:7,10a. Identifikasi primerIdentifikasi primer merupakan identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu didukung oleh kriteria identifikasi lain.Korban dinyatakan positif teridentifikasi apabila satu atau lebih data primer telah terbukti dengan atau tanpa data sekunder. Identifikasi primer terdiri atas:1. Pemeriksaan sidik jari2. Pemeriksaan gigi geligi3. Pemeriksaan DNAb. Identifikasi sekunderIdentifikasi sekunder merupakan identifikasi yang tidak dapat berdiri sendiri dan perlu didukung oleh kriteria identifikasi yang lain.Korban dinyatakan positif teridentifikasi apabila minimal dua data sekunder dapat ditemukan jika data primer tidak ada. Identifikasi sekunder terdiri atas:1. Pemeriksaan medik2. Properti3. Fotografi2.2.3 Cara pemeriksaan identifikasi forensik8a. Pemeriksaan sidik jariMetode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante mortem. Pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya karena di dunia ini tidak ada satu orang manusia pun yang memiliki sidik jari yang sama.

b. Metode visualMetode ini hanya efektif digunakan pada jenazah yang belum membusuk dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Namun, hal ini perlu diperhatikan karena megingat adanya faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.c. Pemeriksaan dokumenDokumen seperti kartu identitas seperti kartu tanda penduduk, surat izin pengemudi, paspor dan lain-lain yang ditemukan dalam dompet atau tas korban dapat menunjukkan jati diri korban. Namun, perlu diingat bahwa pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.d. Pemeriksaan pakaian dan perhiasanDari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemiik, yang semuanya dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.e. Pemeriksaan medikPemeriksaan fisik secara keseluruhan yang meliputi bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, warna tirai mata, warna rambut, adanya kecacatan tubuh serta kelainan bawaan, jaringan parut bekas operasi, adanya tato dapat memastikan jati diri korban.Pada pemeriksaan radiologi khusus, tidak jarang harus dilakukan pemeriksaan radiologis, yaitu untuk mengetahui keadaan sutura, bekas patah tulang atau pen serta pasak yang dipakai pada perawatan penderita patah tulang.f. Pemeriksaan gigiPemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambahan, protesa gigi dan lain-lain. Seperti halnya dengan sidik jari maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data pembanding ante mortem. Adapun keunggulan dari pemeriksaan gigi karena gigi merupakan material biologis yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung.g. Pemeriksaan serologikPemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang.h. Metode eksklusiMetode ini digunakan pada kecelakaan massal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut dan sebagainya. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode-metode identifikasi lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metode-metode tersebut di atas, maka sisa korban diidentifikasi menurut daftar penumpang.i. Identifikasi potongan tubuh manusiaPemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari manusia atau binatang. Bila berasal dari manusia ditentukan apakah potongan tersebut berasal dari satu tubuh. Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan dan keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita dan sebagainya.. Untuk memastikan apakah potongan tubuh berasal dari manusia dilakukan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopis, mikroskopis dan pemeriksaan serologi berupa reaksi antigen-antibodi.j. Identifikasi kerangkaIdentifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkannya dengan data ante mortem. Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto rontgen tulang tengkorak di atas foto wajah yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan.k. Forensik molekulerPemeriksaan ini memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan molekul atau DNA. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi dan menyempurnakan berbagai pemeriksaan identifikasi personal pada kasus mayat tak dikenal, kasus pembunuhan, perkosaan serta berbagai kasus ragu ayah (paternitas).2.3Disaster Victim Identification (DVI)2.3.1 Definisi Disaster Victim Identification (DVI)9Disaster victim identification adalah suatu proses yang digunakan untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan ilmiah. Prosedur tersebut mengacu pada standar baku International Police (Interpol).2.3.2Fase Disaster Victim Identification7a. Fase TKPFase TKP dilaksanakan oleh Tim DVI Unit TKP. Dalam pelaksanaanya, terdapat beberapa aturan umum, seperti:1) Pencarian korban meninggal dimulai jika seluruh korban hidup sudah dievakuasi dan pemindahan korban meninggal dilakukan setelah olah TKP selesai.2) Pada kesempatan pertama label anti air dan anti robek harus diikat pada setiap tubuh korban atau korban yang tidak dikenal untuk mencegah kemungkinan tercampur atau hilang.3) Semua perlengkapan pribadi yang melekat di tubuh korban tidak boleh dipisahkan.4) Untuk barang-barang kepemilikan lainnya yang tidak melekat pada tubuh korban yang ditemukan di TKP, dikumpulkan dan dicatat.5) Identitas tidak dilakukan di TKP, namun ada proses kelanjutan yakni masuk dalam fase kedua dan seterusnya.

b. Fase Post MortemPada fase post mortem ini, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:1) Menerima jenazah atau potongan jenazah dan barang bukti dari unit TKP.2) Mengelompokkan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh, potongan jenazah dan barang-barang.3) Membuat foto jenazah.4) Mengambil sidik jari korban dan golongan darah.5) Melakukan pemeriksaan korban sesuai formulir Interpol DVI post mortem yang tersedia.6) Melakukan pemeriksaan terhadap properti yang melekat pada mayat.7) Melakukan pemeriksaan gigi-geligi korban sesuai dengan standar Pedoman pemeriksaan kedokteran gigi forensik guna kepetingan identifikasi terbitan Pusdokkes Polri tahun 2006.8) Membuat rontgen foto jika perlu.9) Mengambil sampel DNA.10) Menyimpan jenazah yang sudah diperiksa.11) Melakukan pemeriksaan barang-barang kepemilikan yang tidak melekat di mayat yang ditemukan di TKP.12) Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data.Data-data post mortem didapatkan dari tubuh jenazah berdasarkan pemeriksaan dari berbagai keahlian antara lain dokter ahli, dokter umum, dokter gigi forensik, sidik jari, fotografi, DNA dan ahli antropologi forensik.

c. Fase Ante MortemKegiatan yang dilaksanakan pada fase ini adalah:1) Menerima keluarga korban.2) Mengumpulkan data-data korban semasa hidup seperti foto dan lain-lainnya yang dikumpulkan dari keluarga terdekat yang kehilangan anggota keluarganya dalam bencana tersebut.3) Mengumpulkan data-data korban dari instansi tempat korban bekerja, Rumah Sakit/ Puskesmas/ Klinik, dokter pribadi, dokter yang merawat, dokter-dokter gigi pribadi, polisi (sidik jari), catatan sipil dan lain-lain.4) Data-data ante mortem gigi-geligi.i. Data-data ante mortem gigi-geligi adalah keterangan tertulis atau gambaran dalam kartu perawatan gigi atau keterangan dari keluarga atau orang yang terdekat.ii. Sumber data-data ante mortem tentang kesehatan gigi diperoleh dari:a) Klinik gigi Rumah Sakit Pemerintah, TNI/Polri dan Swasta.b) Lembaga-lembaga pendidikan Pemerintah/TNI/Polri/Swasta.c) Praktek pribadi dokter gigi.5) Mengambil sampel DNA pembanding.6) Apabila diantara korban ada warga Negara asing maka data-data ante mortem dapat diperoleh melalui peranan National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia dan perwakilan Negara asing (kedutaan/konsulat).7) Memasukkan data-data yang ada dalam formulir Interpol DVI ante mortem.8) Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke Unit Pembanding Data.

d. Fase RekonsiliasiKegiatan yang dilakukan dalam fase rekonsiliasi ini adalah:1) Mengkoordinasikan rapat-rapat penentuan identitas korban mati antara Unit TKP, Unit Post Mortem dan Unit Ante Mortem.2) Mengumpulkan data-data korban yang dikenal untuk dikirimkan ke Rapat Rekonsiliasi.3) Mengumpulkan data-data tambahan dari Unit TKP, Unit Post Mortem dan Unite Ante Mortem untuk korban yang belum dikenali.4) Membandingkan data Ante Mortem dan Post Mortem.5) Check and Re-check hasil Unit Pembanding Data.6) Mengumpulkan hasil identifikasi korban.7) Membuat sertifikat identifikasi, surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan surat-surat lainnya yang diperlukan.8) Publikasi yang benar dan terarah oleh Unit Rekonsiliasi sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi yang terbaru dan akurat.

e. Fase DebriefingKegiatan yang dilakukan dalam fase debriefing adalah:1) Melakukan analisa dan evaluasi terhadap keseluruhan proses identifikasi dari awal hingga akhir.2) Mencari hal-hal kurang yang menjadi kendala dalam operasi DVI selanjutnya dapat menjadi lebih baik.3) Mencari hal positif selama dalam proses identifikasi untuk tetap dipertahankan dan ditingkatkan pada operasi DVI mendatang.

2.3.3Setelah korban teridentifikasiApabila korban telah berhasil diidentifikasi, sedapat mungkin dilakukan perawatan jenazah antar lain:7a. Perbaikan atau rekonstruksi tubuh jenazah.b. Pengawetan jenazah (bila memungkinkan).c. Perawatan sesuai agama korban.d. Memasukkan dalam peti jenazah.Selanjutnya jenazah diserahkan kembali kepada keluarganya oleh petugas khusus dari Tim Unit Rekonsiliasi berikut surat-surat yang diperlukan beserta pencatatan penting pada proses serah terima jenazah antara lain:a. Tanggal dan jam.b. Nomor registrasi jenazah.c. Penerima jenazah, alamat lengkap penerima dan hubungan keluarga dengan korban.d. Akan dibawa kemana dan dimana dimakamkan.2.3.4Jika korban tidak teridentifikasiSalah satu keterbatasan yang akan timbul di lapangan adalah adanya kemungkinan korban yang tidak teridentifikasi. Hal ini mungkin saja disebabkan seringkali begitu banyaknya laproan korban atau orang hilang sedangkan yang diperiksa tidak sama jumlahnya seperti yang dilaporkan. Kesulitan-kesulitan yang menghambat proses identifikasi korban antara lain:7a. Keadaan jenazah yang ditemukan dalam kondisi:1) Mayat membusuk lanjut, tergantung derajat pembusukannya dan kerusakan jaringannya, atau mayat termutilasi berat dan kerusakan jaringan lunak yang banyak, maka metode identifikasi yang digunakan misalnya sidik jari bila masih memungkinkan atau dengan ciri anatomis dan medis tertentu, serologi, DNA ataupun odontologi.2) Mayat yang telah menjadi kerangka, proses identifikasi menjadi terbatas untuk sedikit metode saja seperti antropologi, serologi, ciri anatomis tertentu dan odontologi.b. Tidak adanya data ante mortem, tidak adanya data orang hilang ataupun sistem pendataan yang lemah.c. Jumlah korban yang banyak, baik pada populasi yang terbatas atau pada populasi yang tak terbatas.

Akan timbul suatu masalah jika surat kematian untuk kepentingan administrasi seperti akta kematian, pengurusan warisan, asuransi dan sebagainya diminta oleh ahli waris keluarga korban, namun tim DVI tidak mempunyai data post mortem nya karena memang tidak dilakukan pemeriksaan atau tidak ditemukan jasad atau bagian tubuhnya.Akan dilakukan kesepakatan bersama antara beberapa ahli hukum dengan tim DVI untuk berdiskusi dari situasi dan kondisi bencana, alasan tidak ditemukannya dan sebagainya yang merupakan salah satu bentuk solusi dari permasalahan tersebut. Kemudian hasil keputusan tersebut diajukan ke pengadilan dan menghasilkan suatu ketetapan, yang berdasarkan keputusan pengadilan inilah kemudian dipakai sebagai acuan untuk menentukan orang tadi dinyatakan sudah meninggal serta dikeluarkannya surat kematian.Tim DVI melakukan penguburan massal apabila dalam proses tersebut ada yang tidak teridentifikasi dengan beberapa ketentuan antara lain mayat harus diambil sampel DNA nya terlebih dahulu dan dikuburkan dengan dituliskan nomor label mayat pada bagian nisannya.2.4Autopsi dalam kasus Disaster Victim Identification (DVI)Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.11Jenis autopsi berdasarkan tujuannya ada dua yaitu:111. Autopsi KlinikDilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, dirawat di Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal yang mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat bersangkutan. Tujuannya adalah:a. Menentukan sebab kematian yang pastib. Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnosis post mortemc. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinik dan gejala-gejala klinikd. Menentukan efektifitas pengobatan.e. Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit.f. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter.2. Autopsi ForensikDilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan undang-undang yang diperlukan suatu Surat Permintaan Visum et Repertum dari yang berwenang dalam hal ini adalah penyidik.

Tujuannya adalah :a. Membantu dalam hal penentuan identitas mayatb. Menentukan sebab mati kematian, memperkirakan cara kematian serta memperkirakan saat kematian.c. Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untu penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatand. Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk Visum et Repertume. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penentuan terhadap orang yang bersalah.Peran autopsi dalam proses Disaster Victim Identification (DVI) adalah untuk membantu proses identifikasi sekaligus menentukan sebab mati pada korban-korban tertentu yang ada keterkaitannya dengan suatu perkara pidana. Misalnya kecelakaan yang diakibatkan oleh kesalahan manusia. Dalam hal ini seperti kecelakaan pesawat yang perlu dilakukan autopsi adalah pilot dan co-pilot, tabrakan bus yang perlu diautopsi adalah supir dan kernet, dan pada kecelakaan kapal yang mengakibatkan tenggelam yang perlu dilakukan autopsi adalah nahkoda dan anak buah kapal.11,12Dalam kasus tertentu pada proses DVI perlu dilakukan autopsi parsial. Autopsi parsial adalah autopsi yang dilakukan terhadap sebagian dari organ atau jaringan tubuh tertentu untuk mengetahui data medis korban dan atau untuk kepentingan pemeriksaan DNA guna membantu proses identifikasi. Khususnya pada mayat yang sudah hancur seperti korban yang hangus akibat luka bakar. Autopsi parsial dalam hal ini dibutuhkan dalam rangka menentukan identitas korban tersebut dengan cara pengambilan sampel DNA pada tulang korban.11,12

4