partisipasi politik masyarakat dalam pelaksanaan pemilu kada(1)

16
1 PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMILU KADA PUTARAN KEDUA DI KECAMATAN HARAU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA TAHUN 2010 (FAIZIL AZIZ-0921202060) PENDAHULUAN Pemilihan Kepala Daerah atau yang sekarang lebih dikenal dengan Pemilu Kada secara langsung merupakan sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan menjadi momentum politik besar yang sangat diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai pilihan tepat untuk menuju demokratisasi. Ini seiring juga dengan salah satu tujuan reformasi, yaitu untuk mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis yang hanya bisa dicapai dengan mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Apabila kembali melihat sejarah, format Pemilu Kada pada masa berlakunya UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No.22 Tahun 1999 malah dianggap sebagai hambatan dalam proses demokratisasi Pemerintah Daerah. Pada era sentralisasi (masa berlakunya UU No. 5 Tahun 1974), setiap pelaksanaan Pemilu Kada, Pemerintah Pusat secara dominan menentukan siapa yang harus terpilih dan DPRD hanya melegitimasi calon yang sudah ditentukan. Jika DPRD mengambil keputusan yang berbeda dengan arahan Pemerintah Pusat maka akan diabaikan oleh Pemerintah Pusat karena Pemerintah Pusat tidak terikat dengan hasil pemilihan DPRD. Konsekuensinya, Kepala Daerah setiap tahun memberi pertanggungjawaban kepada Presiden dan Menteri Dalam Negeri, sedangkan kepada DPRD, Kepala Daerah sifatnya hanya memberikan laporan saja. Hal ini berakibat seorang Kepala Daerah merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar kepada Pemerintah Pusat daripada kepada daerahnya sendiri. Perubahan format pemerintahan daerah setelah berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 telah mengakhiri pengaruh Pemerintah Pusat yang dominan, tetapi justru menimbulkan persoalan baru, seperti terjadinya money politic (politik uang) dan konflik antar pendukung masing masing calon. Bahkan pemilihan tidak langsung ini menimbulkan kontroversi, karena seringkali calon-calon yang

Upload: tr-festyano

Post on 12-Aug-2015

310 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

politik

TRANSCRIPT

Page 1: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

1

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKATDALAM PELAKSANAAN PEMILU KADA

PUTARAN KEDUA DI KECAMATAN HARAUKABUPATEN LIMA PULUH KOTA

TAHUN 2010

(FAIZIL AZIZ-0921202060)

PENDAHULUAN

Pemilihan Kepala Daerah atau

yang sekarang lebih dikenal dengan

Pemilu Kada secara langsung

merupakan sebuah kebijakan yang

diambil oleh pemerintah dan menjadi

momentum politik besar yang sangat

diharapkan oleh seluruh masyarakat

Indonesia sebagai pilihan tepat untuk

menuju demokratisasi. Ini seiring juga

dengan salah satu tujuan reformasi,

yaitu untuk mewujudkan Indonesia

yang lebih demokratis yang hanya bisa

dicapai dengan mengembalikan

kedaulatan ke tangan rakyat.

Apabila kembali melihat sejarah,

format Pemilu Kada pada masa

berlakunya UU No. 5 Tahun 1974 dan

UU No.22 Tahun 1999 malah

dianggap sebagai hambatan dalam

proses demokratisasi Pemerintah

Daerah. Pada era sentralisasi (masa

berlakunya UU No. 5 Tahun 1974),

setiap pelaksanaan Pemilu Kada,

Pemerintah Pusat secara dominan

menentukan siapa yang harus terpilih

dan DPRD hanya melegitimasi calon

yang sudah ditentukan. Jika DPRD

mengambil keputusan yang berbeda

dengan arahan Pemerintah Pusat maka

akan diabaikan oleh Pemerintah Pusat

karena Pemerintah Pusat tidak terikat

dengan hasil pemilihan DPRD.

Konsekuensinya, Kepala Daerah setiap

tahun memberi pertanggungjawaban

kepada Presiden dan Menteri Dalam

Negeri, sedangkan kepada DPRD,

Kepala Daerah sifatnya hanya

memberikan laporan saja. Hal ini

berakibat seorang Kepala Daerah

merasa memiliki tanggung jawab yang

lebih besar kepada Pemerintah Pusat

daripada kepada daerahnya sendiri.

Perubahan format pemerintahan

daerah setelah berlakunya UU No. 22

Tahun 1999 telah mengakhiri

pengaruh Pemerintah Pusat yang

dominan, tetapi justru menimbulkan

persoalan baru, seperti terjadinya

money politic (politik uang) dan

konflik antar pendukung masing

masing calon. Bahkan pemilihan tidak

langsung ini menimbulkan kontroversi,

karena seringkali calon-calon yang

Page 2: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

2

terpilih tidak memiliki kemampuan

dan kapabilitas untuk menjadi

pemimpin daerah.

Berbagai persoalan sekitar

pemilihan Kepala Daerah tersebut

mendorong perlu adanya perubahan

format Pemilu Kada, karena fakta

sekitar Pemilu Kada sebelum dan

setelah UU No. 22 Tahun 1999, adalah

kecenderungan proses pemilihan yang

dinilai mematikan proses

demokratisasi. Pada pemerintah yang

sentralistik di bawah UU. No. 5 Tahun

1974, hasil pemilihan secara sepihak

oleh Pemerintah Pusat telah

menjadikan Pemilu Kada sekedar

sandiwara belaka. UU. No. 22 Tahun

1999, telah memberi keleluasaan pada

daerah atau kepada DPRD dalam

memilih Kepala Daerah. Namun

proses rekrutmen ini tidak kondusif

terhadap proses politik yang

demokratis di daerah, justru semakin

buruk, terutama dengan praktek money

politic (politik uang) dalam proses

pemilihan, maupun dilihat dari kualitas

dan kapabilitas Kepala Daerah terpilih.

Bertolak dari pemikiran dan

kenyataan tersebut maka perubahan

sistem Pemilihan Kepala Daerah oleh

DPRD menjadi Pemilu Kada langsung

oleh rakyat adalah kebutuhan yang

sangat mendesak. Hal ini juga sesuai

dengan UUD 1945 Pasal 18 ayat (4)

yang menyatakan bahwa “Gubernur,

Bupati dan Walikota masing-masing

sebagai kepala pemerintahan daerah

propinsi, kabupaten dan kota dipilih

secara demokratis”.

Makna demokratis bisa

menimbulkan makna ganda, bisa

dipilih langsung oleh rakyat serta bisa

juga dipilih langsung oleh anggota

legislatif sebagai Wakil rakyat. Namun

dengan adanya revisi UU No. 22

Tahun 1999 menjadi UU No. 32

Tahun 2004 maka maksud dari dipilih

di sini yakni secara demokratis dipilih

langsung oleh rakyat. Sehingga

diharapkan terwujudnya masyarakat

yang demokratisasi sesuai dengan

tujuan reformasi di atas.

Dalam konteks demokratisasi,

masyarakat yang memiliki kesadaran

berdemokrasi adalah langkah awal

menuju demokrasi yang benar.

Pembentukan warga negara yang

demokratis dilakukan secara efektif

Page 3: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

3

hanya melalui pendidikan

kewarganegaraan atau civic education.

Aktualisasi dari civic education

sebenarnya terletak pada tingkat

partisipasi politik masyarakat di setiap

momentum politik seperti pemilu,

karena sekaligus menjadi media

pembelajaran serta praktik

berdemokrasi bagi rakyat yang

diharapkan dapat membentuk

kesadaran kolektif segenap unsur

bangsa tentang pentingnya memilih

pemimpin yang benar sesuai

nuraninya. Barber dalam Branson

(1999:5) menjelaskan bahwa ”civic

education adalah pendidikan nutuk

mengembangkan dan memperkuat

dalam atau tentang pemerintahan

otonom (self government)”.

Pemerintahan otonom yang

demokratis berarti bahwa warga

negara aktif terlibat dalam

pemerintahannya sendiri. Mereka tidak

hanya menerima dan memenuhi

tuntutan orang lain. Yang pada

akhirnya cita-cita demokrasi dapat

diwujudkan dengan sesungguhnya bila

setiap warga negara dapat

berpartisipasi dalam pemerintahannya.

Dalam demokrasi konstitusional, civic

education yang efektif adalah suatu

keharusan karena kemampuan untuk

berpartisipasi dalam masyarakat

demokratis, berpikir secara kritis, dan

bertindak secara sadar dalam dunia

yang plural, memerlukan empati yang

memungkinkan kita mendengar dan

oleh karenanya mengakomodasi pihak

lain, semuanya itu memerlukan

kemampuan yang memadai.

Tujuan civic education menurut

Benyamin Barber dalam Branson

(1999:6) adalah partisipasi yang

bermutu dan bertanggung jawab dalam

kehidupan politik dan masyarakat baik

di tingkat lokal, maupun nasional.

Hasilnya adalah dalam masyarakat

yang demokratis kemungkinan

mengadakan perubahan sosial akan

selalu ada, jika warga negaranya

mempunyai pengetahuan, kemampuan

dan kemauan untuk mewujudkannya.

Partisipasi warga negara dalam

masyarakat yang demokratis, harus

didasarkan pada pengetahuan, refleksi

kritis dan pemahaman serta

penerimaan akan hak-hak dan

tanggung jawab. Partisipasi semacam

Page 4: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

4

itu memerlukan (1) penguasaan

terhadap pengetahuan dan pemahaman

tertentu, (2) pengembangan

kemampuan intelektual dan

partisipatoris, (3) pengembangan

karakter atau sikap mental tertentu,

dan (4) komitmen yang benar terhadap

nilai dan prisip fundamental

demokrasi.

Sebagai proses dari transformasi

politik, masyarakat mengharapkan

agar Pemilu Kada dapat menghasilkan

Kepala daerah yang akuntabel,

berkualitas, legitimate, dan peka

terhadap kepentingan masyarakat,

bukan Kepala daerah yang hanya

mementingkan kepentingan pribadi

atau golongannya saja. Dengan

diberlakukannya UU No. 32 Tahun

2004 sebagai revisi dari UU No. 22

Tahun 1999, masyarakat diberikan

kesempatan oleh negara dalam

menentukan sendiri segala bentuk

kebijakan baik itu menyangkut harkat

maupun martabat rakyat di daerah.

Masyarakat di daerah telah menjadi

pelaku utama atau voter turnout

(pemilih) yang menentukan sendiri

Kepala daerah yang mereka inginkan.

Sistem Pemilu Kada secara langsung

ini dirasakan lebih menjanjikan

terciptanya demokratisasi apabila

dibandingkan dengan sistem

sebelumnya sesuai dengan UU No.5

Tahun 1974 ataupun UU No.22 Tahun

1999 karena kesempatan masyarakat

untuk memilih pemimpin di daerahnya

secara bebas tanpa adanya tekanan ,

baik berupa intimidasi ataupun

kekerasan politik dirasakan sangat

luas.

Pelaksanaan Pemilu Kada

langsung ini diselenggarakan oleh

KPUD yang kemudian

bertanggungjawab kepada DPRD.

Sebagaimana tercantum dalam UU No.

32 Tahun 2004 pasal 57 ayat 1,2 (satu,

dua) tentang Pemerintahan Daerah

yang berbunyi :

“Pemilihan kepala daerah danwakil kepala daerahdiselenggarakan oleh KomisiPemilihan Umum Daerah yangbertanggung jawab kepadaDewan Perwakilan Rakyat,dalam melaksanakan tugasnya,Komisi Pemilihan UmumDaerah, menyampaikan laporanpenyelenggaraan pemilihankepala daerah dan wakil kepaladaerah kepada DewanPerwakilan Rakyat Daerah”

Page 5: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

5

Dengan sistem Pemilu Kada

langsung ini diharapkan masyarakat

dapat lebih aktif dalam berpartisipasi

politik, khususnya dalam memberikan

suara dalam Pemilu Kada 2010 ini,

sehingga suksesnya pelaksanaan

Pemilu Kada 2010 ini akan

memberikan efek positif bagi

terlaksananya pemerintahan yang lebih

baik ke depannya.

BAHAN DAN METODE

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian yang peneliti lakukan

ini berupaya mendeskripsikan dan

menganalisis mengenai partisipasi

politik masyarakat dalam pelaksanaan

Pemilu Kada putaran kedua di

Kecamatan Harau tahun 2010. Sesuai

dengan tujuan yang dicapai, maka

dalam penelitian ini menggunakan

metode penelitian deskriptif kualitatif

(descriptive kualitative research).

Jenis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini berdasarkan pendapat

ahli di atas adalah Grounded theory.

Dalam penelitian ini data-data yang

dibutuhkan peneliti diambil dari

informasi orang ataupun pihak yang

berhubungan langsung dalam

pelaksanaan Pemilu Kada putaran

kedua tahun 2010, yaitu masyarakat

umum selaku pemilih, Pemerintah

Daerah, KPUD Lima Puluh Kota, Elit

Politik dan Pemuka masyarakat di

Kecamatan Harau, dan terakhir

berdasarkan dokumen-dokumen

berupa data tertulis yang didapat dari

KPUD Lima Puluh Kota sebagai

institusi pelaksana Pemilu Kada yang

mana pada akhirnya data-data tersebut

dikumpulkan, dianalisis sesuai dengan

tahapan di atas untuk kemudian

disimpulkan berupa sebuah teori.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah

Kecamatan Harau Kabupaten Lima

Puluh Kota. Alasan pemilihan lokasi

penelitian di dasarkan sekaitan dengan

tema penelitian yaitu partisipasi politik

dalam Pemilu Kada, Kecamatan Harau

merupakan kecamatan dengan

penurunan tingkat partisipasi

masyarakat tertinggi di antara 13

kecamatan di Kabupaten Lima Puluh

Kota dan memudahkan dalam

pengumpulan data serta tersedianya

Page 6: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

6

fasilitas dan kemudahan dalam

transportasi.

3. Jenis dan Sumber Data

Penelitian yang baik adalah

penelitian yang di dukung dengan data

yang akurat sehingga dalam

perumusan masalah dan penarikan

kesimpulan memiliki suatu keterkaitan

yang dapat dijelaskan secara ilmiah.

Dalam penelitian dan penulisan Tesis

ini penulis mempergunakan jenis dan

sumber data sebagai berikut:

a. Data Umum (Sekunder)

Data sekunder adalah data yang

diperoleh tidak secara langsung dari

sumbernya, melalui dokumen-

dokumen atau catatan tertulis. Data

yang tertulis yang bersumber pada

dokumen, sehingga disebut data

dokumenter, yaitu data atau gambaran

tentang lokasi penelitian, yang

meliputi : keadaan geografis,

demografi, ekonomi dan sosial budaya

baik yang berupa data stastis maupun

yang bersifat dinamis.

b. Data Khusus (Primer)

Data primer adalah data yang

secara langsung diperoleh dari

sumbernya, melalui FGD dan

wawancara dengan sumber informasi

terpilih.

4. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk partisipasi

politik masyarakat dalam

pelaksanaan Pemilu Kada

putaran kedua di Kecamatan

Harau Kabupaten Lima Puluh

Kota tahun 2010?

2. Apakah penyebab menurunnya

partisipasi politik masyarakat

dalam pelaksanaan Pemilu Kada

putaran kedua di Kecamatan

Harau Kabupaten Lima Puluh

Kota tahun 2010 dan apa faktor

yang mempengaruhinya?

HASIL DAN PEMBAHASAN

Demokrasi menurut asal katanya

berarti “rakyat berkuasa”. Makna

rakyat berkuasa di sini yaitu rakyat

yang menentukan sendiri segala

bentuk kebijakan baik itu menyangkut

harkat maupun martabat rakyat di

daerah. Setiap kebijakan yang akan

diambil oleh pemerintah harus didasari

oleh keinginan rakyat atau seperti

istilah yang sering kita dengar

Page 7: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

7

“pemerintahan dari, oleh dan untuk

rakyat”.

Dalam demokrasi menurut

Wilhem Henning dalam (Pito

2006:185) rakyat dapat menghentikan

pemerintahan yang tidak disukai

dengan cara yang sama sekali tidak

berdarah. Hal ini juga sejalan dengan

negara demokratis dimana kedaulatan

tertinggi berada di tangan rakyat,

melalui kegiatan bersama untuk

menetapkan tujuan-tujuan, masa depan

serta dalam menentukan orang-orang

yang akan memegang tampuk

kepemimpinan. Anggota masyarakat

secara langsung memilih wakil-wakil

yang akan duduk di lembaga

pemerintahan.

Pemilihan umum adalah salah

satu pilar utama dari sebuah

demokrasi. Dengan kata lain,

partisipasi langsung dari masyarakat

dalam pelaksanaan Pemilu, Pilleg,

maupun Pemilu Kada merupakan

pengejewantahan dan penyelenggaraan

kekuasaan politik yang absah dan oleh

rakyat, karena di sinilah masyarakat

bebas mengeluarkan pendapatnya

masing-masing tanpa adanya tekanan

ataupun paksaan dari pihak manapun.

Hak-hak sipil dan kebebasan dihormati

serta dijunjung tinggi.

Dengan adanya Pemilu Kada

langsung ini, diharapkan menjadi

pembelajaran politik sekaligus

memberikan pemahaman politik bagi

masyarakat karena sukses tidak nya

pelaksanaan Pemilu Kada langsung

merupakan salah satu indikator dalam

menguji tingkat partisipasi politik

masyarakat. Karena masyarakat bebas

tanpa adanya paksaan dalam

menyalurkan aspirasi dan menentukan

sendiri pemimpinnya demi

terwujudnya pemerintahan yang

demokrasi.

Partisipasi Politik Masyarakat

Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada

Putaran Kedua Tahun 2010 Di

Kecamatan Harau

Bentuk partisipasi politik

seseorang dapat dilihat dengan jelas

melalui aktivitas-aktivitas politiknya,

begitu juga dalam masyarakat dapat

dilihat dari aktivitas-aktivitas yang

dilakukan bersama oleh masyarakat di

Kecamatan Harau berdasarkan

Page 8: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

8

pendapat Mas’oed (2001:47) “kegiatan

politik konvensional adalah bentuk

partisipasi politik yang normal dalam

demokrasi modern. Bentuk non-

konvensional termasuk beberapa yang

mungkin legal maupun yang illegal,

penuh kekerasan, dan revolusioner”.

Bentuk-bentuk partisipasi politik

konvensional menurut Mas’oed adalah

pemberian suara (voting), diskusi

politik, kegiatan kampanye,

membentuk dan bergabung dalam

kelompok kepentingan dan

komunikasi individual dengan pejabat

politik dan administratif.Sedangkan

bentuk partisipasi politik Non-

konvensional adalah Pengajuan petisi,

Berdemonstrasi, Konfrontasi, Mogok,

Tindak kekerasan politik terhadap

harta-benda (perusakan, pengeboman,

pembakaran), Tindakan kekerasan

politik terhadap manusia (penculikan,

pembunuhan), Perang gerilya dan

revolusi.

Dalam pelaksanaan Pemilu Kada

putaran kedua di Kecamatan Harau

tahun 2010, bentuk partisipasi politik

masyarakat mencakup partisipasi

politik Konvensional dan Non-

Konvensional.

Penyebab Menurunnya Tingkat

Partisipasi Politik Masyarakat

Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada

Dan Faktor Yang Mempengaruhi

Partisipasi Politik Masyarakat

Tahun 2010

Berdasarkan informasi dari

responden dan wawancara dengan

pihak terkait, peneliti menarik

kesimpulan bahwa tingginya tingkat

penurunan partisipasi politik

masyarakat di Kecamatan Harau

disebabkan oleh beberapa alasan,

diantaranya, alasan teknis, ekonomis,

apatis dan pesimis, idealis, kurangnya

kesadaran, dan alasan karena tidak

berada di tempat.

1. Golput karena alasan teknis

Golput dengan alasan teknis ini

cenderung dilakukan dimana pemilih

tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih

Tetap (DPT), hal ini dapat terjadi

karena beberapa hal, antara lain:

a. Kesalahan Komisi Pemilihan

Umum Daerah (KPUD) dalam

pendataan nama-nama calon pemilih,

Page 9: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

9

atau dapat juga dikarenakan kurangnya

koordinasi dengan perangkat nagari

yang bersentuhan langsung dengan

masyarakat.

b. Kesalahan dari pihak pemilih

itu sendiri, misalnya pemilih telah

terdaftar, akan tetapi pada hari “H”

yang bersangkutan tidak

berkesempatan untuk hadir

memberikan suara di Tempat

Pemungutan Suara (TPS) karena ada

hal lain yang lebih penting.

2. Golput karena pertimbangan

ekonomis.

Pertimbangan ekonomis ini

biasanya dihadapi oleh kelompok yang

terdiri dari rakyat kecil yang bermata

pencaharian pada sektor informal,

dimana penghasilannya sangat terkait

dengan intensitas pekerjaan, sehingga

masyarakat pada kelompok ini akan

merasa rugi apabila meninggalkan

pekerjaan tersebut. Pekerjaan pada

sektor informal ini seperti petani dan

pedagang-pedagang kecil yang

mencari makan bergantung kepada

penghasilan harian, begitu juga

karyawan dengan upah harian dan

pekerja serabutan lainnya.

3. Golput karena alasan apatis dan

pesimis

Golput dengan alasan apatis dan

pesimis ini bisa terjadi dikarenakan

beberapa hal, antara lain:

a. Sikap acuh tak acuh dan tidak

percaya dengan pemerintah dan calon

yang ada. Akibatnya pemerintah

menjadi tidak bisa melaksanakan

kebijakan-kebijakan mereka di

karenakan masyarakat tidak mau ikut

berpartisipasi, begitu juga dengan para

calon, masyarakat menganggap calon-

calon yang ada tidak memenuhi

kriteria pemimpin yang baik, tidak ada

yang ideal/sempurna, dan tidak akan

bisa menyalurkan aspirasi masyarakat,

sehingga lebih memilih golput.

b. Kebingungan masyarakat

dalam menentukan pilihan. Hal ini

disebabkan banyak pemilih yang

belum mengenal pemimpinnya, selain

wajah-wajah yang terpampang di

baliho-baliho kampanye maupun iklan

di media massa, terlebih lagi nyaris

tidak ada calon yang memaparkan

program-programnya dengan jelas.

Sehingga masyarakat menjadi ragu dan

lebih memilih untuk golput.

Page 10: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

10

c. Ketidaktahuan kapan jadwal

pemilihan. Hal ini lebih disebabkan

kurangnya peranan media atau KPPS

dalam memberikan informasi tentang

pelaksanaan Pemilu Kada kepada

masyarakat, sehingga masyarakat

kurang mendapatkan sosialisasi

mengenai kapan jadwal pelaksanaan

Pemilu Kada.

4. Golput karena alasan idealis

Alasan idealis artinya

menetapkan pilihan untuk golput,

karena memilih sekalipun tidak akan

merubah keadaan. Hal ini juga bisa

disebabkan oleh perasaan bosan

masyarakat terhadap politik, seperti

bosan dengan janji-janji muluk para

calon, serta bosan karena terlalu

seringnya pelaksanaan Pemilu namun

tidak memberikan perubahan apa-apa

bagi daerah. Alasan ini biasanya di

anut oleh masyarakat yang sudah tidak

percaya lagi terhadap sistem dan

penguasanya. Namun mereka tidak

dapat berbuat apa-apa untuk merubah

sistem yang ada, sehingga mereka

memilih untuk golput.

5. Kurangnya kesadaran

masyarakat

Kurangnya kesadaran

masyarakat ini lebih disebabkan oleh

kurangnya pendidikan politik

masyarakat, sehingga masyarakat tidak

tahu akan manfaat dan tujuan dari

Pemilu Kada itu sendiri.

6. Alasan karena tidak berada di

tempat

Untuk alasan ini, bisa kita

maklumi. Masyarakat terpaksa

memilih golput dikarenakan tidak

berada di tempat, seperti berada di luar

kota dan terikat dengan tanggung

jawab baik pekerjaan, maupun dengan

perguruan tinggi bagi mahasiswa.

Meskipun masih ada sebagian

masyarakat yang dengan penuh

kesadaran pulang hanya untuk

memberikan suara pada Pemilu Kada,

namun persentasenya di masyarakat

sangat sedikit.

Pengaruh Partisipasi Politik Non-

Konvensional Terhadap Partisipasi

Politik Masyarakat di Kecamatan

Harau

Diantara bentuk-bentuk

partisipasi politik non-konvensional

menurut Mas’oed di atas, identifikasi

Page 11: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

11

lapangan menunjukkan kaitan antara

partisipasi non-konvensional dengan

pelaksanaan Pemilu Kada di

Kecamatan Harau berupa kegiatan

pengajuan petisi dan konfrontasi.

Pengajuan petisi merupakan pengajuan

pendapat atau poin-poin tuntutan yang

telah disetujui oleh suatu pihak

terhadap pihak lainnya, sedangkan

konfrontasi mempertemukan dua

pendapat dari dua kubu yang berbeda.

Kedua kegiatan partisipasi non-

konvensional tersebut terjadi pada

akhir perhitungan suara Pemilu Kada

putaran kedua, dimana hasil

perhitungan suara memenangkan

pasangan Alis-Asyirwan yang hanya

terpaut 751 (0,54%) suara dari

pasangan Irfendi-Zadry. Hasil

perhitungan suara tersebut menurut

kubu Irfendi-Zadri terdapat indikasi

kecurangan yang menyebabkan

beralihnya dukungan suara pasangan

Irfendi-Zadry kepada pasangan Alis-

Asyirwan. Merasa dirugikan, kubu

Irfendi-Zadri pun melakukan

konfrontasi terhadap kubu Alis-

Asyirwan. Akan tetapi konfrontasi

tersebut tidak berhasil mengubah hasil

akhir perhitungan suara, sehingga

ditindaklanjuti dengan pengajuan

petisi oleh kubu Irfendi-Zadri ke

pengadilan. Setelah melalui proses

pengadilan yang panjang, akhirnya

tetap di putuskan bahwa pasangan

Alis-Asyirwan keluar sebagai

pemenang Pemilu Kada di Kabupaten

Lima Puluh Kota dan terpilih menjadi

Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh

Kota periode 2010-2015.

Berdasarkan fenomena yang

terjadi di atas, dapat di tarik

kesimpulan bahwa di samping

partisipasi politik konvensional,

partisipasi politik non-konvensional

juga memberikan pengaruh yang besar

dalam pelaksanaan Pemilu Kada di

Kabupaten Lima Puluh Kota dalam

upaya mempengaruhi keputusan

pemerintah. Meskipun pada

kenyataannya kegiatan ini tidak selalu

memberikan hasil sesuai yang di

harapkan.

KESIMPULAN

Partisipasi politik masyarakat di

Kecamatan Harau meliputi partisipasi

politik konvensional berupa, diskusi

Page 12: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

12

politik, kegiatan kampanye,

membentuk dan bergabung dengan

kelompok kepentingan, komunikasi

individual dengan pejabat politik dan

administratif dan pemberian suara

(voting).

Bentuk Partisipasi Politik

Konvensional yang dominan di

Kacamatan Harau adalah Pemberian

suara (voting). Tingginya tingkat

penurunan partisipasi politik

masyarakat di Kecamatan Harau

disebabkan oleh beberapa aspek,

diantaranya, alasan teknis, ekonomis,

apatis dan pesimis, idealis, kurangnya

kesadaran, dan alasan tidak berada di

tempat.

Alasan teknis terjadi karena

pemilih tidak terdaftar dalam Daftar

Pemilih Tetap (DPT), alasan ekonomis

biasanya alasan oleh masyarakat yang

berada pada status pekerjaan lebih

rendah yang tidak bisa meninggalkan

pekerjaannya, alasan apatis dan

pesimis dikarenakan sikap acuh tak

acuh, tidak percaya dan dikarenakan

pemilih bingung untuk memilih siapa

dalam Pemilu Kada, alasan idealis

dengan memilih golput karena bosan

dengan janji-janji para calon yang

dianggap muluk-muluk, serta karena

seringnya dan pelaksanaan Pemilu

yang berdekatan waktu

pelaksanaannnya, kurangnya

kesadaran masyarakat karena masih

rendahnya pendidikan politik

masyarakat sehingga masyarakat tidak

tahu apa manfaat dan tujuan Pemilu

Kada, dan terakhir faktor seperti

kuliah/bekerja di luar kota.

Diskusi politik yang sering

dilakukan oleh masyarakat Kecamatan

Harau biasanya di lingkungan kerja

baik di sawah, di pasar, di sekolah dan

tempat-tempat lainnya. Kegiatan ini

hanya dilakukan oleh masyarakat

tertentu saja, masyarakat dengan

tingkat pendidikan yang lebih tinggi

umumnya lebih tertarik untuk

mendiskusikan perihal Pemilu Kada

dibanding yang lebih rendah.

Sedangkan masyarakat dengan

pekerjaan yang lebih rendah lebih suka

mendiskusikan perihal Pemilu Kada

dibanding masyarakat yang pekerjaan

lebih tinggi. Sehingga dapat

disimpulkan dalam diskusi politik di

Kecamatan Harau, tingkat pendidikan

Page 13: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

13

berbanding terbalik dengan tingkat

pekerjaan. Hal ini sekaligus

mempertegas hasil penelitian terdahulu

oleh Sri (2009) yang menunjukkan

bahwa diskusi politik merupakan

faktor yang sangat berpengaruh

terhadap partisipasi politik masyarakat.

Kegiatan Kampanye,

kebanyakan masyarakat Kecamatan

Harau merasa malas untuk mengikuti

kegiatan kampanye yang berisi orasi

visi dan misi calon-calon Kepala

Daerah, masyarakat dengan tingkat

pendidikan lebih tinggi cenderung

memilih tidak ikut kampanye di

bandingkan masyarakat dengan tingkat

pendidikan lebih rendah, sedangkan

masyarakat yang memiliki pekerjaan

lebih rendah cenderung memilih ikut

kampanye. Hal ini kembali

mempertegas hasil penelitian terdahulu

oleh Sri (2009) yang menunjukkan

bahwa kegiatan kampanye merupakan

faktor yang mempengaruhi partisipasi

politik masyarakat.

Membentuk dan bergabung

dengan kelompok kepentingan seperti

bergabung sebagai anggota pengurus

partai politik dimana dalam kegiatan

sebagai pengurus partai politik

masyarakat Kecamatan Harau belum

bisa dikatakan berpartisipasi karena

minimnya pemilih yang menjadi

anggota pengurus partai politik.

Masyarakat dengan tingkat pendidikan

lebih tinggi cenderung memilih untuk

tidak bergabung dengan partai politik,

begitu juga dengan masyarakat dengan

status pekerjaan lebih tinggi cenderung

tidak menaruh minat untuk bergabung

dengan kelompok kepentingan.

Komunikasi individual dengan

pejabat politik dan administratif,

seperti komunikasi dengan Bupati dan

Pemerintah Daerah dimana masih

banyak masyarakat yang merasa takut

untuk berkomunikasi dengan

Pemerintah Daerah terlebih Bupati dan

Wakil Bupati sebagai pejabat politik.

Hal ini kemungkinan disebabkan

pelaksanaan birokrasi di daerah yang

cenderung berbelit-belit. Masyarakat

dengan tingkat pendidikan dan

pekerjaan lebih tinggi umumnya

cenderung lebih suka melakukan

komunikasi dengan pejabat politik dan

administratif dibandingkan masyarakat

Page 14: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

14

yang berpendidikan dan pekerjaan

lebih rendah.

Pemberian suara (voting),

dimana tingginya penurunan tingkat

partisipasi politik masyarakat

Kecamatan Harau dari Pemilu Kada

putaran pertama ke putaran kedua

dipengaruhi oleh tingkat tingkat

pendidikan dan pekerjaan pemilih.

Masyarakat dengan tingkat pendidikan

lebih tinggi cenderung memilih untuk

ikut memberikan suaranya dibanding

masyarakat dengan tingkat pendidikan

lebih rendah, begitu juga dengan

pekerjaan, masyarakat dengan status

pekerjaan lebih tinggi cenderung lebih

tinggi tingkat partisipasinya

dibandingkan masyarakat dengan

status pekerjaan yang lebih rendah.

Hal ini bertolak belakang dengan

penelitian terdahulu oleh Tarigan

(2009) yang menjelaskan bahwa status

sosial ekonomi dan kondisi sosial

politik menunjukkan hubungan yang

negatif terhadap partisipasi politik,

pada kenyataannya di Kecamatan

Harau tidaklah demikian.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-bukuArikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur

Penelitian (Suatu PendekatanPraktik), Rineka Cipta. Jakarta.

Branson, MS. dan Syafuddin. 1999.Belajar Civic Education dariAmerika. Lembaga Kajian Islamdan Sosial (LkiS). Yogyakarta.

Budiardjo, Miriam. 2004. Dasar-dasarIlmu Politik. PT GramediaPustaka Utama. Jakarta.

_______________. 1998. Partisipasidan Partai Politik, Jakarta;Yayasan Obor Indonesia.Jakarta.

Bungin, B. 2003. Analisis DataPenelitian Kualitatif. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Kartono, Kartini. 2006. Pemimpin danKepemimpinan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Maran, Rafael Raga. 2007. PengantarSosiologi Politik. AsdiMahasatya. Jakarta.

Mas’oed, Mohtar dan MacAndrews.2001. Perbandingan SistemPolitik. Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta.

Moleong, Lexy J, 2010. MetodologiPenelitian Kualitatif. PT.Remaja Rosdakarya. Bandung.

Muluk, MR Khairul. 2007. MenggugatPartisipasi Publik DalamPemerintahan Daerah (SebuahKajian Dengan PendekatanBerfikir Sistem). Bayu MediaMalang.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian.Ghalia Indonesia. Bogor.

Pamudji, S. 1995. KepemimpinanPemerintahan di Indonesia.Bumi Aksara. Jakarta.

Page 15: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

15

Pasolong, Harbani. 2008.Kepemimpinan Birokrasi. AlfaBeta. Bandung.

Pito, Toni Antonius, dkk. 2006.Mengenal Teori-teori Politik.Nuansa. Bandung.

Powell, G. Bingham, jr. 1994.Contemporary Democracies.Harvard University Press.London.

Rush, Michael dan Althoff, Philip.1997. Pengantar SosiologiPolitik. PT. Raja GrafindoPersada. Jakarta.

Salam, Dharma S. 2007. ManajemenPemerintahan Indonesia.Djambatan. Jakarta.

Sastroatmodjo, Sudijono. 1995.Perilaku politik. IKIP SemarangPress. Semarang.

Silalahi, Ulber. 2009. MetodePenelitian Sosial. PT RefikaAditama. Bandung.

Sugiyono. 2007. Metode PenelitianAdministratif. Alfabeta.Bandung.

Surbakti, Ramlan. 1992. MemahamiIlmu Politik. PT GramediaWidiasarana Indonesia. Jakarta.

Woshinsky, Oliver H. 1995. Cultureand Politics. Prentice HallInternational (UK) Limited.London.

Peraturan Perundang-undanganUndang-undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945.Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang PemerintahanDaerah.

Undang-undang Nomor 22 Tahun2007 tentang PenyelenggaraanPemilihan Umum.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008tentang Partai Politik.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun2005 tentang Pemilihan,Pengesahan, Pengangkatan, danPemberhentian Kepala Daerahdan Wakil Kepala Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 17Tahun 2005 tentang PerubahanAtas Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2005 tentangPemilihan, Pengesahan,Pengangkatan, danPemberhentian Kepala Daerahdan Wakil Kepala Daerah.

Permendagri No. 9 tahun 2005 tentangPeranan Pemerintah Daerahdalam Pilkada

Peraturan Komisi Pemilihan UmumNo.69 tahun 2009 tentangPedoman Teknis KampanyePemilihan Umum KepalaDaerah dan Wakil KepalaDaerah.

Keputusan Komisi Pemilihan UmumKabupaten Lima Puluh Kota No.05/Kpts/KPU-Kab-003.435058/2010 tentangTahapan, Program dan JadwalPenyelenggaraan PemilihanUmum Bupati dan Wakil BupatiLima Puluh Kota Tahun 2010.

Keputusan Komisi Pemilihan UmumKabupaten Lima Puluh Kota No.66/Kpts/KPU-Kab-003.435058/2010 tentangPenetapan Calon TerpilihDalam Pemilihan Umum Bupatidan Wakil Bupati Lima PuluhKota Tahun 2010.

Karya Tulis

Page 16: Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada(1)

16

Arianto, Bismar. 2011. Jurnal IlmuPolitik dan Ilmu Pemerintahan,Vol. 1, No. 1

Gunawan, Hendri. 2010. Partisipasimasyarakat dalam PemilihanUmum Presiden dan WakilPresiden di Kecamatan GuguakKabupaten Lima Puluh KotaTahun 2009 (studi kasus diNagari Guguak VIII Koto).Sekolah Tinggi Ilmu Sosial danPolitik. Bukittinggi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.Komisi Pemilihan Umum. Suara KPU

edisi Agustus 2011.Komisi Pemilihan Umum. Suara KPU

edisi Mei 2011.Komisi Pemilihan Umum Kabupaten

Lima Puluh Kota. LaporanPenyelenggaraan Pemilu KepalaDaerah Kabupaten Lima PuluhKota Propinsi Sumatera BaratTahun 2010.

Oktaverina, Melli. 2011. Partisipasimasyarakat kecamatan Mungkadalam Pemilihan Kepala DaerahTahun 2010. Skripsi SekolahTinggi Ilmu Sosial dan Politik.Bukittinggi.

Tarigan, Marlini. 2009. PartisipasiPolitik Masyarakat KabupatenTemanggung DalamPelaksanaan Pilkada Tahun2008. Tesis UniversitasDiponegoro. Semarang.

Wijaya, SH Baskara. 2009. PartisipasiPolitik Masyarakat PedesaanDalam Pemilihan Gubernur JawaTengah Tahun 2008. TesisUniversitas Sebelas Maret.Surakarta.

Website

Barber, Benyamin. 1992. Belajar CivicEducation dari Amerika.Lembaga Kajian Islam danSosial (LkiS). Yogyakarta.www.freewebs.com/yuhanqren/mengenal%20Civic%20Education.docdiunduh pada 20 September2011.

http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6593dari situs resmi KPU diunduhpada 16 Desember 2011.

http://miftachr.blog.uns.ac.id/ diunduhpada 21 Desember 2011.

http://www.anneahira.com/definisi-komunikasi-politik.htm diunduhpada 21 Desember 2011.

Setiadi, Wicipto. 2010. Peran PartaiPolitik dalam PenyelenggaraanPemilu yang Aspiratif danDemokratis.http://www.djpp.depkumham.go.id/htn-dan-puu/507-peran-partai-politik-dalam-penyelenggaraan-pemilu-yang-aspiratif-dan-demokratis.html diunduh pada 16Desember 2011.

Suharno. Bentuk-bentuk Partisipasipolitikhttp://www.id,shvoong.com/law-and-politics/political-philosphy/2250830-bentuk-bentuk-partisipasi-politik/ diunduh pada17 Januari 2012.