rabu, 18 agustus 2010 | media indonesia ketua dprd … · dari drama pemilu kada,” pungkasnya....

1
D EWAN Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menco- pot jabatan Suba- hagio dari posisi Ketua DPRD Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) No 04/DPP. PD/VIII/2010 per tanggal 12 Agustus 2010. Posisi Subahagio digantikan Rusmalena. Sikap Partai Demokrat ini merupakan buntut dari sikap Subahagio yang tidak mendu- kung keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meme- nangkan pasangan Ujang Is- kandar-Bambang Purwanto dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada), 5 Juni silam. Subahagio tercatat seba- gai Ketua DPRD Kobar. “Padahal Rusmalena itu bu- kan pengurus partai, melainkan pelengkap gender. Menurut aturan partai, yang berhak menggantikan itu minimal harus menjadi pengurus selama tiga tahun,” ungkap Subahagio, ketika dimintai konrmasinya, dari Jakarta, kemarin. Dalam surat yang ada, im- buhnya, secara jelas partai menuding dirinya tidak sejalan dengan kebijakan partai, dalam sengketa pemilu kada Kobar. Dia menjelaskan, sebagai Ketua DPRD Kobar, dirinya hanya menjalankan tugas. Jawaban yang sama yang per- nah ia kemukakan saat dipang- gil Edy Baskoro Yudhoyono, di Jakarta, 15 Juli silam. “Semua itu ada prosedurnya. Tugas DPRD Kobar hanya menerus- kan hasil pleno KPU Kobar saja. Kalau saya mencabut surat KPU itu, artinya saya melang- gar undang-undang. Saya me- mang kader Demokrat, tetapi sebagai Ketua DPRD, saya be- rada di atas kepentingan par- tai,” tuturnya. Saat menanggapi putusan tersebut, sejumlah pengurus Partai Demokrat mendatangi kediaman Subahagio dan mem- berikan dukungan. Sebagian dari mereka menganggap ke- putusan itu adalah bentuk te- kanan pusat kepada kader di daerah yang diduga dipenuhi unsur kepentingan. Hal itu diamini Koordinator Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti. “Saya rasa sangat tidak wajar ada orang yang dicopot karena menjalankan tugas administratifnya.” Bagaimanapun, timpalnya, hanya ada tiga hal yang mem- buat seorang ketua DPRD layak dipecat, yakni melawan kehendak publik, melakukan perbuatan tercela, dan me- langgar anggaran dasar/ang- garan rumah tangga (AD/ ART). “Kalau dia sebatas melak- sanakan tugasnya, ya sangat tidak wajar apabila harus dipecat. Inilah bagian lanjut dari drama pemilu kada,” pungkasnya. Wakil Sekretaris DPC Kobar Januar Iskandar mengutarakan keputusan DPP Partai Demokrat soal pencopotan jabatan Suba- hagio dinilai sudah sesuai de- ngan AD/ART partai. “Sebetul- nya apa yang dilakukan partai sudah sesuai.” Disayangkan Titi Anggraini, Direktur Per- ludem menyayangkan adanya putusan MK yang malah ber- buntut panjang, seperti kasus pemilu kada Kobar. “Terobosan hukum yang MK coba lakukan ternyata meragu. Kenapa? Con- toh kasus, di Mandailing Natal dan Kobar kan kasusnya sama. Tapi kenapa putusannya ber- beda? Kalau dikatakan karena calonnya cuma dua, kenapa tidak diputus seperti Tebing Tinggi? Tidak ada yang didis- kualifikasi,” ujar Titi, dalam sebuah diskusi. Mendagri Gamawan Fauzi menyerahkan keputusan akhir sengketa pemilu kada Kobar kepada KPU sebagai penye- lenggara pemilu. Gamawan menegaskan, dirinya tidak akan menandatangani surat keputusan pengesahan pe- ngangkatan Bupati dan Wakil Bupati Kobar sebelum ada ke- putusan yang pasti sesuai de- ngan peraturan perundang- undangan. Sayangnya, sampai saat ini, KPU pusat belum membuat keputusan nal untuk menye- lesaikan persoalan penetapan bupati dan wakil bupati terpi- lih Kobar. “Sementara ini, kita cooling down dulu sambil mencari solusi terbaik. Prinsipnya ada- lah melaksanakan putusan MK. Tapi, kita cari jalan keluar sama- sama. Kita coba koordinasi,” ucap Ketua KPU Abdul Haz Anshary, di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (16/8). Media Indonesia mencatat, rapat koordinasi yang direncanakan akan melibatkan Menko Polhukam, Mendagri, dan KPU telah dibatalkan tiga kali dengan alasan yang berbe- da-beda. (AT/*/Tup/Ant/P-4) [email protected] DI negeri ini, proses transisi su- dah terjadi sejak Mei 1998, tapi untuk proses pelembagaan demokrasi tampaknya masih belum beranjak dari tahap per- mulaan. Buktinya, dalam hal penetapan parliamentary threshold (PT), banyak partai yang masih berputar-putar di kisaran 2% hingga 3%. Padahal pada Pemilu 2014 nanti kita sudah memasuki pemilu ke-4 dalam proses pelem- bagaan demokrasi. Dengan pembatasan PT yang rendah, akan sulit melahirkan partai yang jumlahnya relatif sederha- na. Akibatnya, perjalanan peme- rintahan tidak efektif. Pada Pemilu 1999 dan 2004, kita sudah menggunakan sistem pembatasan elektoral (electoral threshold). Hasilnya, parlemen masih hiruk pikuk karena keten- tuan ini pada faktanya hanya membatasi partai membentuk fraksi di DPR. Partai-partai yang masih memperoleh kursi, meski- pun tidak sampai ambang batas elektoral, masih punya hak duduk di parlemen sebagai non- fraksi, bergabung dengan partai lain untuk membentuk fraksi, atau bergabung dengan partai yang lolos batas elektoral. Untuk mengurangi kega- duhan politik di parlemen, pada Pemilu 2009, sistem pembatasan diubah menjadi PT. Partai yang dari segi penghitungan suara masih dapat kursi tapi secara akumulatif kursinya tidak sam- pai ambang batas PT dinyatakan hangus dan tak punya hak duduk di parlemen. Hasilnya, parlemen hanya diisi tujuh partai politik, yaitu Partai Demokrat, Partai Golkar, PDIP, PKS, PAN, PPP, dan PKB. Hiruk pikuk par- lemen berkurang bila dibanding- kan dengan hasil dua pemilu sebelumnya. Tapi karena sistem pemerin- tahan kita adalah presidensial, dengan masih banyaknya partai di parlemen membuat jalannya pemerintahan kurang efektif. Dengan posisi yang ada seka- rang, presiden masih bisa disan- dera oleh parlemen karena be- lum didukung partai mayoritas di DPR. Untuk bisa didukung partai mayoritas, pemerintah harus berkoalisi dengan partai-partai lain. Keputusan-keputusan poli- tik yang strategis harus diba- ngun di atas kesepakatan partai- partai koalisi yang menuntut konsesi politik dari dukungan yang telah diberikan. Politik dagang sapi pun tak bisa dihin- dari. Untuk menghapus, atau setidaknya meminimalisasi poli- 2 | Politik & HAM RABU, 18 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Sampai Kapan? HARUS sampai kapan negara kita ini (Indonesia) diobok- obok negara lain? Ardiansyah 5 Tanda Tanya Besar APA yang dipikirkan presiden kita saat ini? Terlalu sabar atau takut? Lupa sejarahkah? Belum paham kekuatan bangsa? Tidak malu? Iantoro Demi Citra PARA pemimpin negeri ini ha- nya ingin memperlihatkan dan mempertahankan citra masing- masing pada pemimpin Malay- sia. Shim Tetap Jatdi Shimcutezz Malu Aku BERULANG kali si tetangga berulah, tapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah. Ini akibat pemerintahan yang sangat lam- ban dan pengecut! Ganti rezim! Juliyus Jadi Siapa Malingnya? SIAPA yang nyuri dan siapa yang ditangkap ini?? Apa- apaan itu! Agus Eko Prasetyo POLISI Malaysia menculik dan menahan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia setelah terjadi insiden di perairan Tanjung Be- rakit, Bintan, Kepulauan Riau, Jumat (13/8) malam. Untuk menyikapi peristiwa itu, berbagai tanggapan di- sampaikan melalui Facebook Harian Umum Media Indonesia dan Interupsi@mediaindone- sia.com. Berikut petikannya. INTERUPSI PENGANTAR Selengkapnya di mediaindonesia.com Pilih Jaga Citra atau Harga Diri? tik dagang sapi (yang cenderung mematikan aspirasi rakyat) ha- nya ada dua pilihan yang terse- dia, mengubah sistem pemerin- tahan dari presidensial ke parle- menter, atau tetap dengan presi- densial tapi dengan meningkat- kan batas PT secara signikan sehingga mampu menciptakan lahirnya partai mayoritas di DPR. Dalam konteks Indonesia, mengubah sistem presidensial rasanya kurang realistis. Di samping secara historis ada trauma masa lalu, secara kon- septual mengubah sistem pe- merintahan meniscayakan pe- rubahan (kembali) UUD 1945. Padahal, membuka ruang pe- rubahan (kembali) UUD 1945 bisa juga berarti membuka ru- ang untuk mengembalikan UUD 1945 ke naskah yang asli (sebelum amendemen). Artinya jika langkah ini ditempuh ong- kos politiknya bisa sangat ma- hal. Maka, langkah yang paling realistis adalah mempertahan- kan sistem presidensial dengan menaikkan PT secara signikan, setidaknya 5% hingga 10%. De- ngan PT sebesar ini, kemung- kinan lahirnya partai mayoritas di DPR sangat besar. Dengan adanya partai mayoritas, kepu- tusan politik yang lahir diharap- kan relatif aman dari proses politik dagang sapi. Itu dampak positif yang pertama. Kedua, jika presiden terpilih nanti berasal dari partai yang memiliki kursi mayoritas di DPR, jalannya pemerintahan bisa dipastikan akan jauh lebih efektif bila dibandingkan dengan presiden yang didukung koalisi partai-partai yang tidak ada satu pun memiliki kursi mayoritas. Oleh karena itulah, menurut saya, menaikkan PT antara 5% hingga 10% merupakan kenis- cayaan. Keniscayaan Menaikkan PT Oleh Jeffrie Geovanie Anggota Komisi I DPR RI PODIUM DOK PRIBADI Keputusan politik yang strategis harus dibangun di atas kesepakatan partai- partai koalisi.” MI/HENDRI K Ketua DPRD Kobar Dicopot Upaya menunda penetapan kepala daerah terpilih hanya akan memelihara konflik tanpa solusi. Harga 1 Orang Indonesia KENAPA Pak Beye diam saja sih? Kalau Israel digituin rakyat- nya, pasti sudah dibalas 100 kali lipat. Kalo SBY gimana?. Sebera- pa berharganya satu orang In- donesia di mata Pak Beye? Gadingtutuka Jangan Mau Diremehkan MARI kita perjuangkan harga diri bangsa ini, jangan kita mau diremehkan negara lain. Komisari Sitepu Rindu Pemimpin Model Soekarno PADA masa sekarang ini harus ada pemimpin model Soekarno supaya rakyat Indonesia tidak dilecehkan negara orang. M Rahmat Santun Sampai Mati? NEGARA melarat (tapi pejabat- nya kaya raya) enggak bisa macam-macam. Nrimo saja. Santun, santun, dan santun sampai mati! Baruno Marsudi Biar Lambat Asal... BIAR lambat asal presidennya selamat. Farisu Ichu Kenapa tidak Ada yang Protes? PETUGAS di perairan hanya membawa alat apa adanya. Sekarang baru tahu, bahwa kita tidak ada apa-apanya. Ada juga nelayan kita melaut di perairan sendiri di Rote, NTT, digiring petugas Australia dan kapalnya dibakar tidak ada yang protes? Hermawan Asriadi, Seivo Wewengkang, dan Erwan. Amahl Sharif Azwar

Upload: dinhdang

Post on 04-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RABU, 18 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Ketua DPRD … · dari drama pemilu kada,” pungkasnya. Wakil Sekretaris DPC Kobar ... toh kasus, di Mandailing Natal dan Kobar kan kasusnya

DEWAN Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menco-pot jabatan Suba-

hagio dari posisi Ketua DPRD Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah.

Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) No 04/DPP.PD/VIII/2010 per tanggal 12 Agustus 2010. Posisi Subahagio digantikan Rusmalena.

Sikap Partai Demokrat ini merupakan buntut dari sikap Subahagio yang tidak mendu-kung keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meme-nangkan pasangan Ujang Is-kandar-Bambang Purwanto dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada), 5 Juni silam. Subahagio tercatat seba-gai Ketua DPRD Kobar.

“Padahal Rusmalena itu bu-kan pengurus partai, melainkan pelengkap gender. Menurut aturan partai, yang berhak menggantikan itu minimal harus menjadi pengurus selama tiga tahun,” ungkap Subahagio, ketika dimintai konfi rmasinya, dari Jakarta, kemarin.

Dalam surat yang ada, im-buhnya, secara jelas partai menuding dirinya tidak sejalan dengan kebijakan partai, dalam sengketa pemilu kada Kobar.

Dia menjelaskan, sebagai Ketua DPRD Kobar, dirinya hanya menjalankan tugas. Jawaban yang sama yang per-nah ia kemukakan saat dipang-gil Edy Baskoro Yudhoyono, di Jakarta, 15 Juli silam. “Semua itu ada prosedurnya. Tugas DPRD Kobar hanya menerus-kan hasil pleno KPU Kobar saja.

Kalau saya mencabut surat KPU itu, artinya saya melang-gar undang-undang. Saya me-mang kader Demokrat, tetapi sebagai Ketua DPRD, saya be-rada di atas kepentingan par-tai,” tuturnya.

Saat menanggapi putusan tersebut, sejumlah pengurus Partai Demokrat mendatangi kediaman Subahagio dan mem-berikan dukungan. Sebagian dari mereka menganggap ke-putusan itu adalah bentuk te-kanan pusat kepada kader di daerah yang diduga dipenuhi unsur kepentingan.

Hal itu diamini Koordinator Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti. “Saya rasa sangat tidak wajar ada orang yang dicopot karena menjalankan tugas administratifnya.”

Bagaimanapun, timpalnya, hanya ada tiga hal yang mem-buat seorang ketua DPRD

layak dipecat, yakni melawan kehendak publik, melakukan perbuatan tercela, dan me-langgar anggaran dasar/ang-garan rumah tangga (AD/ART).

“Kalau dia sebatas melak-sanakan tugasnya, ya sangat tidak wajar apabila harus dipecat. Inilah bagian lanjut dari drama pemilu kada,” pungkasnya.

Wakil Sekretaris DPC Kobar Januar Iskandar mengutarakan keputusan DPP Partai Demokrat soal pencopotan jabatan Suba-hagio dinilai sudah sesuai de-ngan AD/ART partai. “Sebetul-nya apa yang dilakukan partai sudah sesuai.”

DisayangkanTiti Anggraini, Direktur Per-

ludem menyayangkan adanya putusan MK yang malah ber-buntut panjang, seperti kasus

pemilu kada Kobar. “Terobosan hukum yang MK coba lakukan ternyata meragu. Kenapa? Con-toh kasus, di Mandailing Natal dan Kobar kan kasusnya sama. Tapi kenapa putusannya ber-beda? Kalau dikatakan karena calonnya cuma dua, kenapa tidak diputus seperti Tebing Tinggi? Tidak ada yang didis-kualifikasi,” ujar Titi, dalam sebuah diskusi.

Mendagri Gamawan Fauzi menyerahkan keputusan akhir sengketa pemilu kada Kobar kepada KPU sebagai penye-lenggara pemilu. Gamawan menegaskan, dirinya tidak akan menandatangani surat keputusan pengesahan pe-ngangkatan Bupati dan Wakil Bupati Kobar sebelum ada ke-putusan yang pasti sesuai de-ngan peraturan perundang-undangan.

Sayangnya, sampai saat ini, KPU pusat belum membuat keputusan fi nal untuk menye-lesaikan persoalan penetapan bupati dan wakil bupati terpi-lih Kobar.

“Sementara ini, kita cooling down dulu sambil mencari solusi terbaik. Prinsipnya ada-lah melaksanakan putusan MK. Tapi, kita cari jalan keluar sama-sama. Kita coba koordinasi,” ucap Ketua KPU Abdul Hafi z Anshary, di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (16/8).

Media Indonesia mencatat, r a p a t k o o r d i n a s i y a n g direncanakan akan melibatkan Menko Polhukam, Mendagri, dan KPU telah dibatalkan tiga kali dengan alasan yang berbe-da-beda.(AT/*/Tup/Ant/P-4)

[email protected]

DI negeri ini, proses transisi su-dah terjadi sejak Mei 1998, tapi untuk proses pelembagaan demokrasi tampaknya masih belum beranjak dari tahap per-mulaan. Buktinya, dalam hal penetapan parliamentary threshold (PT), banyak partai yang masih berputar-putar di kisaran 2% hingga 3%.

Padahal pada Pemilu 2014 nanti kita sudah memasuki pemilu ke-4 dalam proses pelem-bagaan demokrasi. Dengan pembatasan PT yang rendah, akan sulit melahirkan partai yang jumlahnya relatif sederha-na. Akibatnya, perjalanan peme-rintahan tidak efektif.

Pada Pemilu 1999 dan 2004, kita sudah menggunakan sistem pembatasan elektoral (electoral threshold). Hasilnya, parlemen masih hiruk pikuk karena keten-tuan ini pada faktanya hanya membatasi partai membentuk fraksi di DPR. Partai-partai yang masih memperoleh kursi, meski-pun tidak sampai ambang batas elektoral, masih punya hak duduk di parlemen sebagai non-fraksi, bergabung dengan partai lain untuk membentuk fraksi, atau bergabung dengan partai yang lolos batas elektoral.

Untuk mengurangi kega-duhan politik di parlemen, pada Pemilu 2009, sistem pembatasan diubah menjadi PT. Partai yang dari segi penghitungan suara masih dapat kursi tapi secara akumulatif kursinya tidak sam-pai ambang batas PT dinyatakan hangus dan tak punya hak duduk di parlemen. Hasilnya, parlemen hanya diisi tujuh partai politik, yaitu Partai Demokrat, Partai Golkar, PDIP, PKS, PAN, PPP, dan PKB. Hiruk pikuk par-lemen berkurang bila dibanding-kan dengan hasil dua pemilu sebelumnya.

Tapi karena sistem pemerin-tahan kita adalah presidensial,

dengan masih banyaknya partai di parlemen membuat jalannya pemerintahan kurang efektif. Dengan posisi yang ada seka-rang, presiden masih bisa disan-dera oleh parlemen karena be-lum didukung partai mayoritas di DPR.

Untuk bisa didukung partai mayoritas, pemerintah harus berkoalisi dengan partai-partai lain. Keputusan-keputusan poli-tik yang strategis harus diba-ngun di atas kesepakatan partai-partai koalisi yang menuntut konsesi politik dari dukungan yang telah diberikan. Politik dagang sapi pun tak bisa dihin-dari.

Untuk menghapus, atau setidaknya meminimalisasi poli-

2 | Politik & HAM RABU, 18 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA

Sampai Kapan?HARUS sampai kapan negara kita ini (Indonesia) diobok-obok negara lain?

Ardiansyah

5 Tanda Tanya BesarAPA yang dipikirkan presiden kita saat ini? Terlalu sabar atau takut? Lupa sejarahkah? Belum paham kekuatan bangsa? Tidak malu?

Iantoro

Demi CitraPARA pemimpin negeri ini ha-nya ingin memperlihatkan dan mempertahankan citra masing-masing pada pemimpin Malay-sia.Shim Tetap Jatdi Shimcutezz

Malu Aku BERULANG kali si tetangga berulah, tapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah. Ini akibat pemerintahan yang sangat lam-ban dan pengecut! Ganti rezim!

Juliyus

Jadi Siapa Malingnya?SIAPA yang nyuri dan siapa yang ditangkap ini?? Apa-apaan itu!

Agus Eko Prasetyo

POLISI Malaysia menculik dan menahan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia setelah terjadi insiden di perairan Tanjung Be-rakit, Bintan, Kepulauan Riau, Jumat (13/8) malam.

Untuk menyikapi peristiwa itu, berbagai tanggapan di-sampaikan melalui Facebook Harian Umum Media Indonesia dan [email protected].

Berikut petikannya.

INTERUPSI

PENGANTAR

Selengkapnya di mediaindonesia.com

Pilih Jaga Citra atau Harga Diri?

tik dagang sapi (yang cenderung mematikan aspirasi rakyat) ha-nya ada dua pilihan yang terse-dia, mengubah sistem pemerin-tahan dari presidensial ke parle-menter, atau tetap dengan presi-densial tapi dengan meningkat-kan batas PT secara signifi kan sehingga mampu menciptakan lahirnya partai mayoritas di DPR.

Dalam konteks Indonesia, mengubah sistem presidensial rasanya kurang realistis. Di samping secara historis ada trauma masa lalu, secara kon-septual mengubah sistem pe-merintahan meniscayakan pe-rubahan (kembali) UUD 1945. Padahal, membuka ruang pe-rubahan (kembali) UUD 1945 bisa juga berarti membuka ru-ang untuk mengembalikan UUD 1945 ke naskah yang asli (sebelum amendemen). Artinya jika langkah ini ditempuh ong-kos politiknya bisa sangat ma-hal.

Maka, langkah yang paling realistis adalah mempertahan-kan sistem presidensial dengan menaikkan PT secara signifi kan, setidaknya 5% hingga 10%. De-ngan PT sebesar ini, kemung-kinan lahirnya partai mayoritas di DPR sangat besar. Dengan adanya partai mayoritas, kepu-tusan politik yang lahir diharap-kan relatif aman dari proses politik dagang sapi. Itu dampak positif yang pertama.

Kedua, jika presiden terpilih nanti berasal dari partai yang memiliki kursi mayoritas di DPR, jalannya pemerintahan bisa dipastikan akan jauh lebih efektif bila dibandingkan dengan presiden yang didukung koalisi partai-partai yang tidak ada satu pun memiliki kursi mayoritas. Oleh karena itulah, menurut saya, menaikkan PT antara 5% hingga 10% merupakan kenis-cayaan.

Keniscayaan Menaikkan PT

Oleh Jeffrie Geovanie

Anggota Komisi I DPR RI

PODIUM

DOK PRIBADI

Keputusan politik yang strategis harus dibangun di atas kesepakatan partai-partai koalisi.”

MI/HENDRI K

Ketua DPRD Kobar DicopotUpaya menunda penetapan kepala daerah terpilih hanya

akan memelihara konflik tanpa solusi.

Harga 1 Orang IndonesiaKENAPA Pak Beye diam saja sih? Kalau Israel digituin rakyat-nya, pasti sudah dibalas 100 kali lipat. Kalo SBY gimana?. Sebera-pa berharganya satu orang In-donesia di mata Pak Beye?

Gadingtutuka

Jangan Mau DiremehkanMARI kita perjuangkan harga diri bangsa ini, jangan kita mau diremehkan negara lain.

Komisari Sitepu

Rindu Pemimpin Model SoekarnoPADA masa sekarang ini harus ada pemimpin model Soekarno supaya rakyat Indonesia tidak dilecehkan negara orang.

M Rahmat

Santun Sampai Mati?NEGARA melarat (tapi pejabat-nya kaya raya) enggak bisa macam-macam. Nrimo saja. Santun, santun, dan santun sampai mati!

Baruno Marsudi

Biar Lambat Asal...BIAR lambat asal presidennya selamat.

Farisu Ichu

Kenapa tidak Ada yang Protes?PETUGAS di perairan hanya membawa alat apa adanya. Sekarang baru tahu, bahwa kita tidak ada apa-apanya. Ada juga nelayan kita melaut di perairan sendiri di Rote, NTT, digiring petugas Australia dan kapalnya dibakar tidak ada yang protes?

Hermawan

Asriadi, Seivo Wewengkang, dan Erwan.

Amahl Sharif Azwar