partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan

30
Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 116 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN (STUDI KASUS PADA KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI) Angelius Henry Sigalingging Pemerintah Kabuparen Dairi Jl. SM Raja No. 130 Sidikalang Warjio Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jl. Prof. Sofyan No. 1 Kampus-USU Medan [email protected] ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ ABSTRAK Partisipasi masyarakat memiliki posisi yang sangat penting dalam perencanaan pembangunan, karena pada dasarnya masyarakat adalah pihak yang paling mengetahui masalah dan kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu perencanaan pembangunan yang partisipatif menjadi amanat undang-undang yang harus dilaksanakan oleh pelaku pembangunan yang diregulasikan melalui Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Regulasi produk hukum ini sekaligus meretas kebuntuan paradigma pembangunan top-down menjadi pembangunan bottom-up. Pendekatan utama pembangunan model bottom-up ini adalah model partisipatoris, yaitu model melibatkan masyarakat dalam rangkaian proses perencanaan pembangunan. Dalam pandangan beberapa ahli, suatu perencanaan pembangunan dikatakan partisipatif bila memenuhi ciri-ciri terfokus pada kepentingan masyarakat, partisipatoris, dinamis, sinergitas dan legalitas. Bentuk penelitian yang digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan key informan dari berbagai unsur diantaranya pejabat struktural Bappeda Kabupaten Dairi, perwakilan SKPD, Camat Sidikalang dan perangkat kecamatan, Kepala Desa/ Lurah dan perwakilan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah belum dilaksanakan dengan baik ditandai dengan keengganan masyarakat ikut berpartisipasi, kemampuan aparat dan masyarakat dalam melaksanakan perencanaan partisipatif belum memadai dan tim delegasi desa dan kelurahan belum mempunyai kemampuan untuk negosiasi pada musrenbang kecamatan maupun kabupaten sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat dan pemerintah mempunyai peran terkait rendahnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Kata kunci: partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan. ABSTRACT Community participation has a very important position in development planning, because basically the people who were most aware of the issue and their own needs. Therefore, planning participatory development mandated by law to be implemented by development actors are regulated by Law No. 25 of 2004 on National Development Planning System. Product regulation of this law once paved deadlock top-down development paradigm into a bottom-up development. The main approach tothe development of bottom-up models are participatory models, the model involving the community in a series of development planning process. In the view of some experts, a participatory development planning said if it meets the characteristics focused on the interests of society, participatory, dynamic, synergy and legality. Forms of research used is descriptive qualitative approach. This study used key informants from various elements including structural officials Dairi Regency Bappeda, representatives SKPD, Head Sidikalang and the sub-district, village chief / headman and community representatives. Based on the results of research conducted that participatory planning in regional development has not been implemented properly marked by people's reluctance to participate, the ability of

Upload: others

Post on 04-Feb-2022

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 116

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN (STUDI KASUS PADA KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI)

Angelius Henry Sigalingging Pemerintah Kabuparen Dairi Jl. SM Raja No. 130 Sidikalang

Warjio

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jl. Prof. Sofyan No. 1 Kampus-USU Medan

[email protected] ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

ABSTRAK

Partisipasi masyarakat memiliki posisi yang sangat penting dalam perencanaan pembangunan, karena pada dasarnya masyarakat adalah pihak yang paling mengetahui masalah dan kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu perencanaan pembangunan yang partisipatif menjadi amanat undang-undang yang harus dilaksanakan oleh pelaku pembangunan yang diregulasikan melalui Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Regulasi produk hukum ini sekaligus meretas kebuntuan paradigma pembangunan top-down menjadi pembangunan bottom-up. Pendekatan utama pembangunan model bottom-up ini adalah model partisipatoris, yaitu model melibatkan masyarakat dalam rangkaian proses perencanaan pembangunan. Dalam pandangan beberapa ahli, suatu perencanaan pembangunan dikatakan partisipatif bila memenuhi ciri-ciri terfokus pada kepentingan masyarakat, partisipatoris, dinamis, sinergitas dan legalitas. Bentuk penelitian yang digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan key informan dari berbagai unsur diantaranya pejabat struktural Bappeda Kabupaten Dairi, perwakilan SKPD, Camat Sidikalang dan perangkat kecamatan, Kepala Desa/ Lurah dan perwakilan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah belum dilaksanakan dengan baik ditandai dengan keengganan masyarakat ikut berpartisipasi, kemampuan aparat dan masyarakat dalam melaksanakan perencanaan partisipatif belum memadai dan tim delegasi desa dan kelurahan belum mempunyai kemampuan untuk negosiasi pada musrenbang kecamatan maupun kabupaten sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat dan pemerintah mempunyai peran terkait rendahnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Kata kunci: partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan.

ABSTRACT

Community participation has a very important position in development planning, because basically the people who were most aware of the issue and their own needs. Therefore, planning participatory development mandated by law to be implemented by development actors are regulated by Law No. 25 of 2004 on National Development Planning System. Product regulation of this law once paved deadlock top-down development paradigm into a bottom-up development. The main approach tothe development of bottom-up models are participatory models, the model involving the community in a series of development planning process. In the view of some experts, a participatory development planning said if it meets the characteristics focused on the interests of society, participatory, dynamic, synergy and legality. Forms of research used is descriptive qualitative approach. This study used key informants from various elements including structural officials Dairi Regency Bappeda, representatives SKPD, Head Sidikalang and the sub-district, village chief / headman and community representatives. Based on the results of research conducted that participatory planning in regional development has not been implemented properly marked by people's reluctance to participate, the ability of

Page 2: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

117 JAP Vol. 2 No. 2, JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

officials and the community in implementing participatory planning is not adequate and the team delegation villages and villages do not have the ability to negotiate on musrenbang district and the district so that it can drawn the conclusion that society and government have a role related to low community participation in development planning. Keywords: community participation, development planning. PENDAHULUAN

Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Salah satunya adalah terjadinya perubahan sistem pemerintahan sentralisitik menjadi desentralistik, yang ditandai dengan keluarnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Perubahan tersebut juga berimplikasi pada sistem perencanaan pembangunan yang sebelumnya, seperti diakui Bappenas (2005), lebih banyak diwarnai oleh permasalahan inkonsistensi kebijakan, rendahnya partisipasi masyarakat, ketidakselarasan antara perencanaan program dan pembiayaan, rendahnya transparansi dan akuntabilitas, serta kurang efektifnya penilaian kinerja. Seiring dengan pemberian kewenangan yang lebih luas kepada daerah, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional diterbitkan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Berbeda dengan sistem perencanaan sebelumnya yang lebih menganut pendekatan top-down, sistem perencanaan yang diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 dan aturan pelaksanaannya menerapkan kombinasi pendekatan antara top-down dan bottom-up, yang lebih menekankan cara-cara aspiratif dan partisipatif. Dalam tataran global, kesadaran akan kelemahan pendekatan top-down dalam kegiatan pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan telah mendorong munculnya perhatian pada peranan partisipasi masyarakat dan pentingya memahami dinamika masyarakat dan pemerintah daerah serta interaksinya dengan pemerintahan yang lebih tinggi (Das Gupta et al,2003). Ruang partisipasi yang lebih terbuka mendorong masyarakat untuk bergerak bersama dalam menyampaikan aspirasinya. Dalam studinya di Bangladesh, Mahmud (2001) menunjukkan peran aksi kolektif dalam membuat suara masyarakat lebih terdengar dan membuka peluang untuk

memberikan pengaruh terhadap keputusan-keputusan institusi soal pelayanan publik. Aksi kolektif mendorong masyarakat lebih siap untuk terlibat dalam proses partisipasi.

Pada era reformasi sekarang ini perubahan tentang prinsip-prinsip penentuan suatu rencana pembangunan mulai dilakukan. Penerapan model bottom up yang ”benar” mulai dirintis. Aspirasi masyarakat maupun daerah mulai jadi pertimbangan utama dalam penentuan pembangunan di daerah yang bersangkutan. Terutama dengan pemberlakuan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan momen awal pelaksanaan otonomi daerah, yakni kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (UU Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 1 ayat 6). Implementasi dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tersebut merupakan pelaksanaan desentralisasi pembangunan yang bertujuan untuk menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang bertumpu pada keterlibatan, kemampuan, dan peran serta masyarakat di daerah.

Untuk mencapai keberhasilan pembangunan maka banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan, yang diantaranya adalah keterlibatan masyarakat di dalam pembangunan. Asumsi para pakar yang berpendapat semakin tinggi kepedulian atau partisipasi masyarakat pada proses-proses perencanaan akan memberikan output yang lebih optimal. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan, maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan yang akan dicapai.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan indikator utama dalam menentukan keberhasilan pembangunan. Pendapat atau teori tersebut secara rasional dapat diterima, karena secara ideal tujuan pembangunan

Page 3: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 118

adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu sangatlah pantas masyarakat terlibat di dalamnya. (Easterly, 2007)

Agar tercapainya keberhasilan pembangunan tersebut maka segala program perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi pembangunan harus melibatkan masyarakat, karena merekalah yang mengetahui permasalahan dan kebutuhan dalam rangka membangun wilayahnya serta mereka juga yang nantinya akan memanfaatkan dan menilai tentang berhasil tidaknya pembangunan di wilayah mereka.

Tjokroamidjojo (1995) menyimpulkan bahwa pembangunan nasional merupakan: (1) proses pembangunan berbagai bidang kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik dan lainnya; (2) proses perubahan sosial yang merupakan proses perubahan masyarakat dalam berbagai kehidupannya ke arah yang lebih baik, lebih maju, dan lebih adil; (3) proses pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat atau adanya partisipasi aktif masyarakat.

Uraian mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan sejalan dengan pendapat Conyers (1991) yang lebih lanjut mengemukakan 3 (tiga) alasan utama mengapa partisipasi masyarakat dalam perencanaan mempunyai sifat yang sangat penting : 1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu

alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat.

2. Masyarakat akan lebih mempercayai program kegiatan pembangunan apabila mereka dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program kegiatan tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program kegiatan tersebut.

3. Mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan.

Pendekatan top-down dan partisipatif dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 terwujud dalam bentuk rangkaian musrenbang yang dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat desa (musrenbangdes), kecamatan

(musrenbang kecamatan) dan kabupaten (musrenbang kabupaten). Rangkaian forum ini menjadi bagian dalam menyusun sistem perencanaan dan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan setiap tahun. Melalui musrenbang, masyarakat berpeluang menyampaikan aspirasi mereka dan berpartisipasi dalam menghasilkan dokumen perencanaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Dengan demikian musrenbang sebagai bentuk proses perencanaan pembangunan merupakan wahana publik (public event) yang penting untuk membawa para pemangku kepentingan (stakeholders) memahami isu-isu dan permasalahan daerah mencapai kesepakatan atas prioritas pembangunan, dan konsensus untuk pemecahan berbagai masalah pembangunan daerah. Musrenbang juga merupakan wahana untuk mensinkronisasikan pendekatan “top down” dengan “bottom up” pendekatan penilaian kebutuhan masyarakat (community need assessment) dengan penilaian yang bersifat teknis (technical assessment), resolusi konflik atas berbagai kepentingan pemerintah daerah dan non government stakeholder untuk pembangunan daerah, antara kebutuhan program pembangunan dengan kemampuan dan kendala pendanaan, dan wahana untuk mensinergikan berbagai sumber pendanaan pembangunan.

Pada penjelasan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) menjelaskan pada tahap perencanaan pembangunan yang diawali proses penyusunan rencana yang berbunyi: “Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Diawali dengan penyelenggaraan musrenbang tingkat desa, musrenbang tingkat kecamatan hingga musrenbang tingkat kabupaten.

Terkait dengan hal tersebut, berdasarkan penelitian terdahulu ada fenomena menarik dalam proses perencanaan pembangunan khususnya yang dilaksanakan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi, antara lain adalah kurangnya pemahaman masyarakat

Page 4: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

119 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

terhadap arti penting pelaksanaan proses perencanaan pembangunan yang belum diketahui dan dimengerti oleh sebagian besar peserta terutama mengenai bagaimana proses musrenbang, kegiatan seperti apa yang harus diusulkan, untuk kepentingan apa dan sebagainya.

Mekanisme perencanaan pembangunan yang seharusnya diawali mulai dari musrenbang desa/ kelurahan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh masing-masing desa atau kelurahan sehingga belum melibatkan masyarakat untuk pengusulan kegiatan bahkan pada pelaksanaan musrenbang kecamatan ada kecenderungan bahwa usulan yang diajukan merupakan rumusan elite desa/kelurahan, sehingga partisipasi masyarakat yang sesungguhnya masih jauh dari harapan yang ditandai dengan tidak adanya acara penentuan prioritas kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dalam forum musrenbang.

Selain itu dalam proses perencanaan pembangunan belum diawali dengan kegiatan pendahuluan atau penyelidikan untuk mendapatkan data yang valid mengenai potensi, masalah, dan kebutuhan masyarakat sedangkan hal menarik lainnya adalah adanya kecenderungan tingkat kehadiran pemangku kepentingan dalam perencanaan pembangunan seperti tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh pemuda relatif rendah, dan tingkat keaktifan peserta relatif rendah serta tim delegasi desa belum mempunyai kemampuan untuk negosiasi pada musrenbang kecamatan.

Hal menarik lainnya adalah adanya kecenderungan tingkat kehadiran pemangku kepentingan dalam perencanaan pembangunan seperti tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh pemuda relatif rendah, dan tingkat keaktifan peserta relatif rendah serta tim delegasi desa belum mempunyai kemampuan untuk negosiasi pada musrenbang kecamatan.

Sehubungan dengan hal tersebut, sebagai bahan masukan kepada seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan pembangunan di daerah, maka pada kesempatan ini akan dilakukan penelitian terhadap pelaksanaan proses perencanaan pembangunan di wilayah Kecamatan Sidikalang yang notabene merupakan

ibukota kabupaten. Adapun alasan pemilihan lokasi selain karena keterbatasan waktu dan tenaga juga karena kecamatan ini memiliki heterogenitas baik dari latar belakang profesi, suku, agama maupun tingkat pendidikan dibandingkan dengan kecamatan yang lain.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah: “Bagaimanakah partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi?” TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Partisipasi

Pengertian partisipasi selalu dikaitkan atau bersinonim dengan peran serta. Seorang ilmuwan yang bernama Keith Davis mengemukakan definisinya tentang partisipasi yang dikutif oleh Santoso Sastropoetro (1988) sebagai berikut: “Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau pikiran atau moral atau perasaan di dalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan sum-bangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.” Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka partisipasi itu tidak berdasarkan ket-erlibatan secara fisik dalam pekerjaannya tetapi menyangkut keterlibatan diri seseorang sehingga akan menimbulkan tanggung jawab dan sumbangan yang besar terdapat kelompok.

Sejalan dengan pendapat di atas, Gordon W. Allport (Santoso Sastropoetro, 1988) menyatakan bahwa: “Seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja, dengan keterlibatan dirinya berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya.” Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka ada tiga buah unsur penting dalam partisipasi yaitu: 1. Partisipasi merupakan suatu keterlibatan

mental dan perasaan, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.

2. Ketersediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai

Page 5: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 120

tujuan kelompok, ini berarti terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk mem-bantu kelompok.

3. Dalam partisipasi harus ada tanggung jawab, unsur tanggung jawab ini merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa partisipasi menyangkut keterlibatan diri/ego dan tidak semata-mata keterlibatan fisik dalam pekerjaan atau tugas saja, dan ketiga unsur partisipasi tersebut di dalam re-alitanya tidak akan terpisahkan satu sama lain, tetapi akan saling menunjang. Dalam realitasnya, terutama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan dengan usaha di dalam mendukung program pembangunan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Santoso S. Hamidjoyo (1988), bahwa partisipasi mengandung tiga pengertian, yaitu: 1. Partisipasi berarti turut memikul beban

pembangunan. 2. Menerima kembali hasil pembangunan

dan bertanggung jawab terhadapnya. 3. Partisipasi berarti terwujudnya

kreativitas dan oto aktifitas. Menurut Davis dalam Sastropoetro

(1988) prasyarat untuk dapat melaksanakan partisipasi secara efektif adalah sebagai berikut: 1. Adanya waktu. 2. Kegiatan partisipasi memerlukan dana

perangsang secara terbatas. 3. Subyek partisipasi hendaklah berkaitan

dengan organisasi dimana individu yang bersangkutan itu tergabung atau sesuatu yang menjadi perhatiannya.

4. Partisipan harus memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam arti kata yang bersangkutan memiliki pemikiran dan pengalaman yang sepadan.

5. Kemampuan untuk melakukan komunikasi timbal balik.

6. Bebas melaksanakan peran serta sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

7. Adanya kebebasan dalam kelompok, tidak adanya pemaksaan atau penekanan.

Partisipasi menurut PBB (Slamet,1994) adalah sebagai bentuk keterlibatan aktif dan bermakna dari massa

penduduk pada tingkatan-tingkatan yang berbeda (a) dalam proses pembentukan keputusan untuk menentukan tujuan kemasyarakatan dan pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan tersebut, (b) pelaksanaan program-program dan proyek-proyek secara sukarela, dan (c) pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program atau proyek. Dari sini nampak bahwa masyarakat diberi kesempatan untuk memberikan kontribusi baik pada tahap perencanaan, persiapan maupun pelaksanaan serta manfaat yang akan diperolehnya. Definisi tersebut menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dapat dilakukan pada semua tahapan dalam proses pembangunan, dari tahapan perencanaan pembangunan, tahapan pelaksanaan pembangunan, sampai tahapan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan (Slamet, 1994).

Dengan demikian partisipasi akan ikut mengambil bagian dalam satu tahap atau lebih dari suatu proses. Lebih lanjut Hoofsteede (Khairuddin,1992) menyatakan bahwa peran serta berarti ikut mengambil bagian dalam satu tahap atau lebih dari suatu proses. Terkandung makna dalam peran serta terdapat proses tindakan pada suatu kegiatan yang telah didefinisikan sebelumnya. Dengan kata lain keadaan tertentu lebih dahulu, baru kemudian ada tindakan untuk mengambil bagian.

Pengertian diatas mengandung maksud bahwa partisipasi merupakan proses keikutsertaan, keterlibatan dan kebersamaan anggota masyarakat dalam mengambil suatu keputusan. Keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung tersebut sudah dapat dianggap sebagai suatu peran serta masyarakat dalam berpartisipasi.

Rumusan FAO yang dikutip Mikkelsen (1999) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri dalam rangka pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka dengan cara memantapkan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melaksanakan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar mereka memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial yang

Page 6: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

121 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

ditimbulkan dengan keberadaan proyek tersebut.

Rumusan FAO di atas menunjukkan bahwa masyarakat harus dapat membantu dirinya sendiri dalam pembangunan. Hal ini dapat dicapai apabila ada kesempatan bagi mereka untuk melakukan komunikasi dengan pihak terkait, sehingga program apapun yang direncanakan sudah selayaknya memperhatikan situasi setempat dan kebutuhan masyarakat sebagai kelompok sasaran, yang selanjutnya merupakan salah satu persyaratan agar kegiatan dapat dilaksanakan sesuai harapan dan masyarakat secara sukarela melakukan pengawasan guna dapat mewujudkan tujuan dari kegiatan yang dicanangkan. Semakin mantap tingkat komunikasi yang dilakukan maka semakin besar pula terjadinya persamaan persepsi antara para stakeholders pembangunan.

Guna dapat memperjuangkan kepentingan masyarakat sesuai kondisi obyektif yang ada, maka partisipasi masyarakat dalam berbagai tahapan pembangunan merupakan suatu kebutuhan. Hal ini sebagaimana dinyatakan Tjokroamidjojo (1996) bahwa guna mencapai keberhasilan pembangunan maka partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat penting, yang dapat dilaksanakan dalam kegiatan berikut:

(1) Keterlibatan dalam penentuan arah, kinerja dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah, (2) Keterlibatan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, yang termasuk di dalamnya adalah memikul beban dan tanggung jawab pembangunan, yang dapat dilakukan dengan sumbangan memobilisasi pembiayaan pembangunan, melakukan kegiatan produktif, mengawasi jalannya pembangunan dan lain-lain, (3) Keterlibatan dalam menerima hasil dan manfaat pembangunan secara adil.

Pandangan Tjokroamidjojo di atas mencerminkan bahwa partisipasi masyarakat dalam tahapan-tahapan pembangunan pada prinsipnya merupakan tahapan pengambilan keputusan tentang rencana yang dilakukan. Tahapan selanjutnya dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan yaitu menerima manfaat secara proporsional, dan mengawasi program pembangunan yang dilaksanakan. Dengan

perencanaan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat, berarti sudah mempertimbangkan kebutuhan dan situasi lingkungan masyarakat. Hal ini penting dalam tahapan proses selanjutnya, dimana masyarakat akan melaksanakan program yang direncanakan. Jika mereka merasa ikut memiliki dan merasakan manfaat program tersebut, maka diharapkan masyrakat dapat secara aktif melakukan pengawasan terhadap program, sehingga penyimpangan-penyimpangan dapat lebih dihindarkan, guna mencapai keberhasilan pembangunan sesuai tujuan yang telah direncanakan.

Disadari bahwa dalam perencanaan pembangunan peran masyarakat sangat penting, namun kemampuan masyarakat pada umumnya masih relatif terbatas. Masih kurang dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan sehingga diskusi intensif antara pihak yang berkepentingan (stakeholders), baik dari unsur pemerintah, akademi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha terkait perlu diselenggarakan untuk dapat saling melengkapi informasi dan menyamakan persepsi tentang kebijakan yang akan diputuskan oleh aparat tersebut.

Pusic (Adi,2001) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan partisipasi masyarakat akan menjadi perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan dilihat dari 2 (dua) hal yaitu: a. Partisipasi dalam perencanaan

Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah program-program pembangunan yang telah direncanakan bersama sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindari pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya keputusan bersama. Disini dapat ditambahkan bahwa partisipasi secara langsung dalam perencanaan hanya dapat dilaksanakan dalam masyarakat kecil, sedangkan untuk masyarakat yang besar sukar dilakukan namun dapat dilakukan dengan sistem perwakilan. Masalah yang perlu dikaji adalah apakah yang duduk dalam perwakilan benar-benar mewakili warga masyarakat.

b. Partisipasi dalam pelaksanaan

Page 7: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 122

Segi positif dari partisipasi dalam pelaksanaan adalah bahwa bagian terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan perencanaan program) telah selesai dikerjakan. Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga sebagai obyek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi dan tanpa ditimbulkan keinginan untuk mengatasi masalah.

Pandangan Pusic yang menekankan partisipasi masyarakat dalam pembangunan hanya pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan nampaknya belum lengkap guna menjamin kesinambungan pencapaian tujuan pembangunan. Menurut Adi (2001), dalam perkembangan pemikiran tentang partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan suatu komunitas, belumlah cukup hanya melihat partisipasi masyarakat hanya pada tahapan perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan. Partisipasi masyarakat hendaknya pula meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak diarahkan (non-direktif), sehingga partisipasi masyarakat meliputi proses-proses: a. Tahap assessment. b. Tahap perencanaan alternatif program

atau kegiatan. c. Tahap pelaksanaan (implementasi)

program atau kegiatan. d. Tahap evaluasi (termasuk didalamnya

evaluasi input, proses dan hasil). Tipe dan Bentuk Partisipasi

Sejalan dengan pendapat di atas, Gordon W. Allport (Santoso Sastropoetro, 1988) menyatakan bahwa: “Seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja, dengan keterlibatan dirinya berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya.” Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka ada tiga buah unsur penting dalam partisipasi yaitu: 1. Partisipasi merupakan suatu keterlibatan

mental dan perasaan, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.

2. Ketersediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok, ini berarti terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk mem-bantu kelompok.

3. Dalam partisipasi harus ada tanggung jawab, unsur tanggung jawab ini merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa partisipasi menyangkut keterlibatan diri/ego dan tidak semata-mata keterlibatan fisik dalam pekerjaan atau tugas saja, dan ketiga unsur partisipasi tersebut di dalam re-alitanya tidak akan terpisahkan satu sama lain, tetapi akan saling menunjang. Dalam realitasnya, terutama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan dengan usaha di dalam mendukung program pembangunan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Santoso S. Hamidjoyo (1988), bahwa partisipasi mengandung tiga pengertian, yaitu: 1. Partisipasi berarti turut memikul beban

pembangunan. 2. Menerima kembali hasil pembangunan

dan bertanggung jawab terhadapnya. 3. Partisipasi berarti terwujudnya

kreativitas dan oto aktifitas. Menurut Davis dalam Sastropoetro

(1988) prasyarat untuk dapat melaksanakan partisipasi secara efektif adalah sebagai berikut: 1. Adanya waktu. 2. Kegiatan partisipasi memerlukan dana

perangsang secara terbatas. 3. Subyek partisipasi hendaklah berkaitan

dengan organisasi dimana individu yang bersangkutan itu tergabung atau sesuatu yang menjadi perhatiannya.

4. Partisipan harus memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam arti kata yang bersangkutan memiliki pemikiran dan pengalaman yang sepadan.

5. Kemampuan untuk melakukan komunikasi timbal balik.

6. Bebas melaksanakan peran serta sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

7. Adanya kebebasan dalam kelompok, tidak adanya pemaksaan atau penekanan.

Page 8: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

123 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

Partisipasi menurut PBB (Slamet,1994) adalah sebagai bentuk keterlibatan aktif dan bermakna dari massa penduduk pada tingkatan-tingkatan yang berbeda (a) dalam proses pembentukan keputusan untuk menentukan tujuan kemasyarakatan dan pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan tersebut, (b) pelaksanaan program-program dan proyek-proyek secara sukarela, dan (c) pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program atau proyek. Dari sini nampak bahwa masyarakat diberi kesempatan untuk memberikan kontribusi baik pada tahap perencanaan, persiapan maupun pelaksanaan serta manfaat yang akan diperolehnya. Definisi tersebut menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dapat dilakukan pada semua tahapan dalam proses pembangunan, dari tahapan perencanaan pembangunan, tahapan pelaksanaan pembangunan, sampai tahapan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan (Slamet, 1994).

Dengan demikian partisipasi akan ikut mengambil bagian dalam satu tahap atau lebih dari suatu proses. Lebih lanjut Hoofsteede (Khairuddin,1992) menyatakan bahwa peran serta berarti ikut mengambil bagian dalam satu tahap atau lebih dari suatu proses. Terkandung makna dalam peran serta terdapat proses tindakan pada suatu kegiatan yang telah didefinisikan sebelumnya. Dengan kata lain keadaan tertentu lebih dahulu, baru kemudian ada tindakan untuk mengambil bagian.

Pengertian diatas mengandung maksud bahwa partisipasi merupakan proses keikutsertaan, keterlibatan dan kebersamaan anggota masyarakat dalam mengambil suatu keputusan. Keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung tersebut sudah dapat dianggap sebagai suatu peran serta masyarakat dalam berpartisipasi.

Rumusan FAO yang dikutip Mikkelsen (1999) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri dalam rangka pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka dengan cara memantapkan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melaksanakan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar mereka

memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial yang ditimbulkan dengan keberadaan proyek tersebut.

Rumusan FAO di atas menunjukkan bahwa masyarakat harus dapat membantu dirinya sendiri dalam pembangunan. Hal ini dapat dicapai apabila ada kesempatan bagi mereka untuk melakukan komunikasi dengan pihak terkait, sehingga program apapun yang direncanakan sudah selayaknya memperhatikan situasi setempat dan kebutuhan masyarakat sebagai kelompok sasaran, yang selanjutnya merupakan salah satu persyaratan agar kegiatan dapat dilaksanakan sesuai harapan dan masyarakat secara sukarela melakukan pengawasan guna dapat mewujudkan tujuan dari kegiatan yang dicanangkan. Semakin mantap tingkat komunikasi yang dilakukan maka semakin besar pula terjadinya persamaan persepsi antara para stakeholders pembangunan.

Guna dapat memperjuangkan kepentingan masyarakat sesuai kondisi obyektif yang ada, maka partisipasi masyarakat dalam berbagai tahapan pembangunan merupakan suatu kebutuhan. Hal ini sebagaimana dinyatakan Tjokroamidjojo (1996) bahwa guna mencapai keberhasilan pembangunan maka partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat penting, yang dapat dilaksanakan dalam kegiatan berikut:

(1) Keterlibatan dalam penentuan arah, kinerja dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah, (2) Keterlibatan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, yang termasuk di dalamnya adalah memikul beban dan tanggung jawab pembangunan, yang dapat dilakukan dengan sumbangan memobilisasi pembiayaan pembangunan, melakukan kegiatan produktif, mengawasi jalannya pembangunan dan lain-lain, (3) Keterlibatan dalam menerima hasil dan manfaat pembangunan secara adil.

Pandangan Tjokroamidjojo di atas mencerminkan bahwa partisipasi masyarakat dalam tahapan-tahapan pembangunan pada prinsipnya merupakan tahapan pengambilan keputusan tentang rencana yang dilakukan. Tahapan selanjutnya dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan yaitu menerima manfaat secara

Page 9: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 124

proporsional, dan mengawasi program pembangunan yang dilaksanakan. Dengan perencanaan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat, berarti sudah mempertimbangkan kebutuhan dan situasi lingkungan masyarakat. Hal ini penting dalam tahapan proses selanjutnya, dimana masyarakat akan melaksanakan program yang direncanakan. Jika mereka merasa ikut memiliki dan merasakan manfaat program tersebut, maka diharapkan masyrakat dapat secara aktif melakukan pengawasan terhadap program, sehingga penyimpangan-penyimpangan dapat lebih dihindarkan, guna mencapai keberhasilan pembangunan sesuai tujuan yang telah direncanakan.

Disadari bahwa dalam perencanaan pembangunan peran masyarakat sangat penting, namun kemampuan masyarakat pada umumnya masih relatif terbatas. Masih kurang dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan sehingga diskusi intensif antara pihak yang berkepentingan (stakeholders), baik dari unsur pemerintah, akademi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha terkait perlu diselenggarakan untuk dapat saling melengkapi informasi dan menyamakan persepsi tentang kebijakan yang akan diputuskan oleh aparat tersebut.

Pusic (Adi,2001) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan partisipasi masyarakat akan menjadi perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan dilihat dari 2 (dua) hal yaitu: a. Partisipasi dalam perencanaan

Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah program-program pembangunan yang telah direncanakan bersama sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindari pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya keputusan bersama. Disini dapat ditambahkan bahwa partisipasi secara langsung dalam perencanaan hanya dapat dilaksanakan dalam masyarakat kecil, sedangkan untuk masyarakat yang besar sukar dilakukan namun dapat dilakukan dengan sistem perwakilan. Masalah yang perlu dikaji adalah apakah

yang duduk dalam perwakilan benar-benar mewakili warga masyarakat.

b. Partisipasi dalam pelaksanaan Segi positif dari partisipasi dalam pelaksanaan adalah bahwa bagian terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan perencanaan program) telah selesai dikerjakan. Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga sebagai obyek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi dan tanpa ditimbulkan keinginan untuk mengatasi masalah. Pandangan Pusic yang menekankan

partisipasi masyarakat dalam pembangunan hanya pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan nampaknya belum lengkap guna menjamin kesinambungan pencapaian tujuan pembangunan. Menurut Adi (2001), dalam perkembangan pemikiran tentang partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan suatu komunitas, belumlah cukup hanya melihat partisipasi masyarakat hanya pada tahapan perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan. Partisipasi masyarakat hendaknya pula meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak diarahkan (non-direktif), sehingga partisipasi masyarakat meliputi proses-proses: a. Tahap assessment. b. Tahap perencanaan alternatif program

atau kegiatan. c. Tahap pelaksanaan (implementasi)

program atau kegiatan. d. Tahap evaluasi (termasuk didalamnya

evaluasi input, proses dan hasil). Tipe dan Bentuk Partisipasi

Menurut Cohen & Uphoff (Komarudin,1997), dalam partisipasi masyarakat dikenal adanya 3 (tiga) tipe partisipasi masyarakat dalam pembangunan, diantaranya yaitu: a. Partisipasi dalam membuat keputusan

(membuat beberapa pilihan dari banyak kemungkinan dan menyusun rencana-rencana yang bisa dilaksanakan, dapat atau layak dioperasionalkan).

b. Partisipasi dalam implementasi (kontribusi sumber daya, administrasi

Page 10: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

125 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

dan koordinasi kegiatan yang menyangkut tenaga kerja, biaya dan informasi).

c. Dalam kegiatan yang memberikan keuntungan (material, sosial dan personel). Dalam kegiatan evaluasi termasuk keterlibatan dalam proses yang berjalan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.

Sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat/kelompok terdapat beberapa wujud dari partisipasi menurut Vaneklasen & Miller (Handayani, 2006) yang terbagi atas: a. Partisipasi Simbolis

Masyarakat duduk dalam lembaga resmi tanpa melalui proses pemilihan dan tidak mempunyai kekuasaan yang sesungguhnya.

b. Partisipasi Pasif Masyarakat diberi informasi atas apa yang sudah diputuskan dan apa yang sudah terjadi. Pengambil keputusan menyampaikan informasi tetapi tidak mendengarkan tanggapan dari masyarakat sehingga informasi hanya berjalan satu arah.

c. Partisipasi Konsultatif Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab beberapa pertanyaan. Hasil jawaban dianalisis pihak luar untuk identifikasi masalah dan cara pengatasan masalah tanpa memasukkan pandangan masyarakat.

d. Partisipasi dengan Insentif Material Masyarakat menyumbangkan tenaganya untuk mendapatkan makanan, uang atau imbalan lainnya. Masyarakat menyediakan sumber daya, namun tidak terlibat dalam pengambilan keputusan sehingga mereka tidak memiliki keterikatan untuk meneruskan partisipasinya ketika masa pemberian insentif selesai.

e. Partisipasi Fungsional Masyarakat berpartisipasi karena adanya permintaan dari lembaga eksternal untuk memenuhi tujuan. Mungkin ada keputusan bersama tetapi biasanya terjadi setelah keputusan besar diambil.

f. Partisipasi Interaktif Masyarakat berpartisipasi dalam mengembangkan dan menganalisa

rencana kerja. Partisipasi dilihat sebagai hak, bukan hanya sebagai alat mencapai tujuan, prosesnya melibatkan metodologi dalam mencari perspektif yang berbeda dan serta menggunakan proses belajar yang terstruktur. Karena masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan maka mereka akan mempunyai keterikatan untuk mempertahankan tujuan dan institusi lokal yang ada di masyarakat juga menjadi kuat.

g. Pengorganisasian Diri Masyarakat berpartisipasi dengan merencanakan aksi secara mandiri. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga eksternal untuk sumber daya dan saran-saran teknis yang dibutuhkan, tetapi kontrol bagaimana sumber daya tersebut digunakan berada di tangan masyarakat sepenuhnya.

Dalam sistem pemerintahan desentralisasi dengan sebagian kewenangan pusat beralih ke daerah, seperti halnya dalam perencanaan pembangunan menurut UU Nomor 25 Tahun 2004, aksi kolektif dibutuhkan dalam mengkoordinir kegiatan-kegiatan individu, menyusun aturan kelompok dan memobilisasi sumberdaya berupa uang, tenaga dan materi lainnya (Meinzen-Dick et al,1999), sementara secara umum menurut Keith Davis (Sastropoetro, 1988) menyatakan bahwa bentuk partisipasi masyarakat terdiri dari: 1. Pikiran (Psychological participation) 2. Tenaga (Physical participation) 3. Pikiran dan tenaga (Psychological dan

Physical participation) 4. Keahlian (Participation with skill) 5. Barang (Material participation) 6. Uang (Money participation)

Tingkatan Partisipasi

Tingkat pelibatan masyarakat dalam pembangunan pada dasarnya terbagi dalam 8 (delapan) tingkatan, dari yang bersifat non-partisipasi sampai pada kekuasaan warga. Menurut Arnstein (Panudju,1999) tingkatan tersebut adalah: 1. Manipulation atau manipulasi

Merupakan tingkat partisipasi yang paling rendah dimana masyarakat hanya dipakai namanya saja sebagai anggota dalam berbagai badan penasehat. Pada tingkat ini tidak ada peran masyarakat secara

Page 11: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 126

nyata karena hanya diselewengkan sebagai publikasi oleh pihak penguasa.

2. Therapy atau terapi Pada tingkat ini, dengan berkedok melibatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan, para perancang memperlakukan anggota masyarakat seperti proses penyembuhan pasien dalam terapi. Meskipun masyarakat terlibat dalam banyak kegiatan, pada kenyataannya kegiatan tersebut lebih banyak untuk mengubah pola pikir masyarakat yang bersangkutan daripada mendapatkan masukan dari mereka.

3. Informing atau pemberian informasi Tingkat ini merupakan tahap pemberian informasi kepada masyarakat tentang hak-hak, tanggung jawab dan berbagai pilihan. Pada tingkat ini, biasanya informasi diberikan secara utuh satu arah dari penguasa kepada rakyat tanpa adanya kemungkinan untuk memberikan umpan balik, sehingga kecil kesempatan rakyat untuk mempengaruhi dalam menentukan suatu rencana.

4. Consultation atau konsultasi Pada tingkat ini bertujuan untuk mengundang opini masyarakat setelah mereka diberi informasi. Cara ini tingkat keberhasilannya rendah karena tidak adanya jaminan bahwa kepedulian dan ide masyarakat akan diperhatikan. Tahap ini biasanya dilakukan dengan cara pertemuan lingkungan, survei tentang pola pikir masyarakat dan dengan dengar pendapat publik.

5. Placation atau perujukan Pada tingkat ini masyarakat mulai mempunyai pengaruh meskipun dalam berbagai hal masih ditentukan oleh pihak yang mempunyai kekuasaan. Dalam pelaksanaannya beberapa anggota masyarakat yang dianggap mampu dimasukkan sebagai anggota dalam badan-badan kerjasama pengembangan kelompok masyarakat yang anggota-anggota lainnya merupakan wakil dari berbagai instansi pemerintah. Walaupun usul dari masyarakat sudah mendapat perhatian, tetapi suara masyarakat itu sering tidak didengar karena kedudukannya relatif rendah dan jumlahnya terlalu sedikit dibanding

dengan anggota yang berasal dari instansi pemerintah.

6. Partnership atau kemitraan Pada tingkatan ini, atas kesepakatan bersama kekuasaan dalam berbagai hal dibagi antara masyarakat dengan pihak penguasa. Disepakati juga pembagian tanggungjawab dalam perencanaan, pengendalian keputusan, penyusunan kebijakan dan pemecahan berbagai permasalahan yang dihadapi. Setelah adanya kesepakatan tersebut maka tidak dibenarkan adanya perubahan-perubahan yang dilakukan secara sepihak.

7. Delegated power atau pelimpahan kekuasaan Pada tingkatan ini masyarakat diberi limpahan kewenangan untuk membuat keputusan pada rencana atau program tertentu. Masyarakat berhak menentukan program-program yang bermanfaat bagi mereka. Untuk memecahkan suatu permasalahan, maka pemerintah harus mengadakan tawar menawar dengan masyarakat dan tanpa memberikan tekanan-tekanan.

8. Citizen control atau masyarakat yang mengontrol. Pada tingkatan ini masyarakat memiliki kekuatan utnuk mengatur program atau kelembagaan yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Masyarakat mempunyai kewenangan dan dapat mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak luar yang hendak melakukan perubahan. Dalam hal ini usaha bersama warga dapat langsung berhubungan dengan sumber-sumber dana untuk mendapatkan bantuan ataupun pinjaman dana tanpa melalui pihak ketiga.

Hambatan-hambatan dalam Partisipasi Masyarakat

Hambatan dan tantangan pertama dari optimalisasi partisipasi masyarakat adalah resistensi birokrasi dan politisi, yang selama ini menganggap kapasitas masyarakat dan perangkat pemerintahan basis masih sangat terbatas baik teknis maupun sikap atau perilaku berdemokrasi (Sumarto,2000). Sebagian besar birokrat masih keberatan apabila kewenangannya diserahkan, yang akan membawa konsekuensi berkurangnya anggaran dinas atau instansi yang

Page 12: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

127 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

dikuasainya. Selain itu, masih banyak peraturan birokrasi yang berorientasi “proyek”.

Beberapa langkah kemudian yang mungkin bisa dilakukan dengan melakukan desain ulang pada struktur lembaga publik, lewat paket kebijakan dan pemerkayaan sumber daya manusia (Wachs,1987). Hal lanjutannya adalah agar pelaksanaan kegiatan partisipatif masyarakat tidak terdistorsi dan di manipulasi oleh kelompok tertentu, seperti elit desa dan elit basis lainnya. Karenanya pengembangan sistem/ mekanisme perumusan/ pengambilan kebijakan publik, termasuk resolusi konflik, serta peningkatan kapasitas masyarakat dan modal sosial sangat mendesak dilakukan. Beberapa hambatan lainnya yang menghambat partisipasi yang baik (Sumarto,2000) adalah: a. Hambatan struktural yang membuat

iklim atau lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadinya partisipasi. Diantaranya adalah kurangnya kesadaran berbagai pihak akan pentingnya partisipasi serta kebijakan/aturan yang kurang mendukung partisipasi termasuk kebijakan desentralisasi fiskal.

b. Hambatan internal masyarakat sendiri, diantaranya kurang inisiatif, tidak terorganisir dan tidak memiliki kapasitas memadai untuk terlibat secara produktif dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini terjadi antara lain akibat kurangnya informasi.

c. Hambatan akibat kurang terkuasainya metode dan teknik-teknik partisipasi.

Lebih lanjut dari sisi masyarakat dan pemerintah keduanya mempunyai permasalahan masing-masing dalam meningkatkan kadar partisipasi (Dwiyanto, 2006). Dari sisi pemerintah kendala yang ada adalah: a. Lemahnya komitmen politik para

pengambil keputusan. b. Lemahnya dukungan sumber daya

manusia yang dapat diandalkan. c. Rendahnya kemampuan lembaga

legislatif dalam mengartikulasikan kepentingan masyarakat.

d. Lemahnya dukungan anggaran, tidak ada kesinambungan kegiatan.

Sementara hambatan dari sisi masyarakat adalah: a. Budaya paternalisme, takut bertindak

beda. b. Apatisme, akibat masyarakat jarang

diajak dalam proses kebijakan. c. Tidak adanya trust (kepercayaan) dari

masyarakat. Dari beberapa hambatan tersebut

Dwiyanto (2002) menyatakan terdapat beberapa pilihan langkah yang mungkin dilakukan oleh pemerintah salah satunya dengan customer’s charter, yaitu: a. Formulasi

Identifikasi siapa customer/pengguna jasa dan tahu output organisasi. Identifikasi bisa melalui penelitian, kuesioner, dsb. Feed back yang didapat digunakan untuk pembentukan standar kwalitas pelayanan.

b. Promosi Promosi dilakukan pada semua pegawai dan customer. Bagi pegawai agar mereka paham customer’s charter dan paham apa yang diharapkan dari mereka. Bagi customer agar mereka paham hak dan kewajiban mereka dalam suatu pelayanan. Sosialisasi dilakukan melalui pamflet, surat kabar, majalah,dsb.

c. Perbaikan Pelayanan (Service Recovery) Perbaikan pelayanan yang dilakukan merupakan bentuk tanggapan atas keluhan customer. Dengan catatan sesegera mungkin ada tanggapan kalau ada kelambatan harus ada klarifikasi ke customer.

d. Monitoring Dilakukan dengan cara membeberkan hasil layanan, baik yang memuaskan atau tidak.

e. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada pegawai untuk mengetahui tingkat pemahaman mereka, bisa pula dilakukan dengan inspeksi mendadak untuk melihat kondisi lapangan.

Beberapa hal tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan: a. Ketersediaan sumber daya manusia

pemerintah daerah yang kapabel, bersikap terbuka dan berani berdialog dengan masyarakat.

Page 13: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 128

b. Ketersediaan anggaran, makin kompleks instrumen partisipasi makin besar biaya yang dibutuhkan.

c. Pengalaman pemerintah daerah dalam menyelenggarakan program partisipatif, makin berpengalaman maka akan makin kecil masalah.

Langkah riil yang dapat dilaksanakan pemerintah adalah: a. Mempersiapkan sunber daya manusia

yang siap diberi tugas dan tanggung jawab, lewat workshop dan sebagainya.

b. Membentuk kepanitiaan/kelompok kerja yang terdiri dari staf yang sudah terlatih sebagai core unit.

c. Mempersiapkan anggaran keuangan bagi perencanaan kerja terebut.

d. Mempersiapkan teknologi pendukung bagi kegiatan tersebut.

e. Melakukan kegiatan evaluasi berkelanjutan.

Perencanaan Pembangunan Perencanaan

Secara umum perencanaan berasal dari kata rencana, yang berarti rancangan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Sebagian besar para ahli berpendapat perencanaan adalah proses yang sistematis dengan mengambil suatu pilihan dari berbagai alternatif, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Waterston (Conyers,1991) “Perencanaan adalah usaha yang sadar, terorganisasi, dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu”. Selain proses yang sistematis dengan mengambil suatu pilihan dari berbagai alternatif perencanaan didalamnya terdapat cara pencapaian tujuan tersebut dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki dengan mengambil suatu pilihan dari berbagai alternatif.

Hal ini dikemukakan oleh Nitisastro (Tjokroamidjojo,1996) sebagai berikut: “Perencanaan ini pada asasnya berkisar kepada dua hal: yang pertama adalah penentuan pilihan secara sadar mengenai tujuan-tujuan konkrit yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai-nilai yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan, dan yang kedua adalah pilihan diantara cara-cara alternatif yang efisien serta rasional guna mencapai tujuan-tujuan

tersebut. Baik untuk penentuan tujuan yang meliputi jangka waktu tertentu maupun bagi pemilihan cara-cara tersebut diperlukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria tertentu yang terlebih dahulu harus dipilih pula”.

Definisi lain diungkapkan Kunarjo (2002) yang menyebutkan bahwa secara umum perencanaan merupakan proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu.

Definisi perencanaan yang lebih sederhana dikemukakan oleh Handoko (2003) yaitu perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Definisi tersebut sederhana tapi sangat representative dengan konsep perencanaan. Kemudian dari Mitzburg (1993), dengan memperbandingkan definisi perencanaan dari beberapa ahli, mengemukakan pengertian perencanaan sebagai berikut: a. Perencanaan berarti pemikiran maju

(masa depan). b. Perencanaan berarti mengontrol masa

depan. c. Perencanaan adalah pengambilan

keputusan. d. Perencanaan adalah pengambilan

keputusan terintegrasi. e. Perencanaan adalah proses terformalisasi

untuk menghasilkan hasil yang terartikulasi dalam bentuk sistem yang terintegrasi dalam keputusan-keputusan yang ada.

Sedangkan Tjokroamidjojo (1996) berpendapat bahwa perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Bintoro juga mengungkapkan bahwa perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana dan oleh siapa.

Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat diuraikan beberapa komponen penting dalam perencanaan yakni tujuan (apa yang hendak dicapai), kegiatan (tindakan-tindakan untuk merealisasi tujuan), dan waktu (kapan, bilamana kegiatan tersebut hendak dilakukan).

Page 14: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

129 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

Menurut Solihin (2008) ada 6 (enam) fungsi perencanaan : 1. Perencanaan diharapkan menjadi

pedoman pelaksanaan kegiatan yang ditunjukan untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Perencanaan membuat proses pencapaian tujuan lebih terarah.

3. Perencanaan dapat memperkirakan (forecast) terhadap hal-hal yang akan dilalui.

4. Perencanaan memberi kesempatan untuk memilih kombinasi cara terbaik.

5. Perencanaan dilakukan berdasarkan skala prioritas (tujuan, sasaran, maupun tindakan.

6. Dengan perencanaan maka akan ada alat ukur untuk melakukan evaluasi.

Mengenai karekteristik perencanaan Solihin (2008) juga menjelaskan sebagai berikut : 1. Mengarah ke pencapaian tujuan. 2. Mengarah ke perubahan. 3. Pernyataan pilihan tindakan. 4. Bertumpu pada rasionalitas. 5. Bertumpu pada tindakan kolektif.

Sementara itu menurut Bendavid-val (Kuncoro,2004) menyajikan 3 (tiga) hal menarik dalam tahapan perencanaan yaitu: 1. Pengumpulan data bukan merupakan

suatu tahap dalam proses perencanaan secara keseluruhan, tetapi secara terus menerus berfungsi mendukung dan menyediakan informasi pada setiap tahap perencanaan.

2. Semua tahap dalam proses perencanaan merupakan bagian dari siklus dimana tujuan secara periodik ditinjau kembali, sasaran-sasaran dirumuskan kembali, dan seterusnya.

3. Suatu rencana yang sudah disosialisasikan bukanlah merupakan akhir dari suatu proses, tetapi sesuatu yang dihasilkan dari waktu ke waktu untuk kepentingan praktis.

Kemudian hubungannya dengan perencanaan daerah, apakah perencanaan daerah adalah perencanaan yang dibuat daerah, ataukah merupakan dokumen mengenai perencanaan pembangunan suatu daerah dan bagaimanakah posisi dengan pembangunan nasional.

Menurut Abe (2002) pengertian perencanaan daerah ada 2 (dua) macam:

1. Perencanaan daerah sebagai suatu bentuk perencanaan (pembangunan) yang merupakan implementasi atau penjabaran dari perencanaan pusat (nasional). Dalam hal ini bisa terjadi 2 (dua) kemungkinan: (1) Perencanaan daerah adalah bagian dari perencanaan pusat, (2) Perencanaan daerah adalah penjelasan mengenai rencana nasional yang diselenggarakan di daerah. Proses penyusunannya, bisa dilakukan melalui top down atau bottom up.

2. Perencanaan daerah sebagai suatu hasil pergulatan daerah dalam merumuskan kepentingan lokal. Dalam hal ini terjadi dua kemungkinan: (1) Perencanaan daerah sebagai rumusan murni kepentingan daerah tanpa mengindahkan koridor dari pusat, (2) Perencanaan daerah tidak lebih sebagai kesempatan yang diberikan pusat untuk diisi oleh daerah.

Dari pendapat tersebut jelas bahwa perencanaan pembangunan di daerah bukan sekedar perencanaan yang dibuat oleh daerah saja tetapi dalam hal ini perencanaan masih berkaitan dengan perencanaan dengan tujuan perencanaan pembangunan secara nasional. Titik fokusnya perencanaan daerah adalah perencanaan yang bertujuan untuk kepentingan suatu daerah. Proses perencanaan merupakan suatu proses yang sistematis melalui rangkaian berpikir yang berkesinambungan dan rasional untuk memecahkan suatu permasalahan secara sistematik dan berencana. Proses perencanaan akan selalu berkembang sesuai kendala dan limitasi yang ada sehingga rangkaian kegiatan itu dapat dilaksanakan secara objektif dan efisien.

Sistem informasi perencanaan, sebagai hasil utama dari pengumpulan dan analisis data, seyogiyanya mencakup 6 (enam) bidang utama, yaitu: 1. Evaluasi siklus perencananaan

sebelumnya. 2. Kinerja dari proyek-proyek

pembangunan sebelumnya yang dilakukan di daerah tersebut.

3. Penaksiran sumber-sumber daya pembangunan di luar daerah, tetapi tersedia dan potensial untuk tersedia (dana publik atau swasta yang dapat diinvestasikan pada bidang yang

Page 15: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 130

diinginkan oleh pembangunan ekonomi daerah, bakat-bakat khusus atau kapabilitas individual dan lembaga-lembaga yang dapat ditarik, dsb).

4. Karakteristik dan dinamika kondisi daerah, khususnya data.

5. Perekonomian, infrastruktur, karakterisitik fisik dan sosial, sumber daya, dan institusi, dsb.

6. Keterkaitan antara kondisi daerah dengan daerah-daerah lainnya.

Pembangunan

Pembangunan pada dasarnya adalah suatu usaha untuk memperbaiki pada kondisi yang lebih baik bagi suatu masyarakat untuk menuju ke arah kemajuan. Maju mundurnya suatu masyarakat dapat dilihat dari hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat tersebut. Pembangunan fisik belum dapat dijadikan sebagai suatu jaminan bahwa masyarakatnya sudah maju, demikian pula sebaliknya kemajuan suatu masyarakat tidak hanya dapat dilihat dari perilaku masyarakatnya.

Menurut Katz (Tjokrowinoto,1994) pembangunan adalah pergeseran dari suatu kondisi nasional yang satu menuju kondisi nasional yang lain, yang dipandang lebih baik dan lebih berharga. Disamping itu pembangunan juga merupakan proses multi dimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro,2000). Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan berarti proses menuju perubahan-perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri.

Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk mencapai kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan mereka. Pada hakekatnya pembangunan harus mencerminkan

perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi yang lebih baik, secara material maupun spiritual (Todaro, 2000).

Dalam pengertian pembangunan, para ahli memberikan berbagai macam definisi tentang pembangunan, namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Siagian (1994) memberikan pengertian tentang bagaimana pembangunan sebagai “suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Adapun Ginanjar Kartasasmita (1996) memberikan pengertian yang lebih sederhana tentang pembangunan yaitu: “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Tiga nilai yang menjadi tujuan pembangunan adalah: (1) live sustainance atau terpenuhinya kebutuhan dasar manusia berupa sandang, pangan papan, kesehatan, dan perlindungan dari ancaman, (2) self esteem, kemampuan untuk menjadi diri sendiri, (3) freedom for survitude, yaitu kemampuan untuk memilih secara bebas. Pembangunan merupakan suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri (self sustaining proces) tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari suatu “innerwill”, proses emansipasi diri. Dan suatu partisipasi kreatif dalam proses pembangunan hanya menjadi mungkin karena proses pendewasaan (Soedjatmoko,1972).

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa pembangunan dilaksanakan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat sehingga

Page 16: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

131 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

nampak peranan manusia dalam pembangunan baik sebagai sebagai subyek maupun sebagai obyek pembangunan. Secara ringkas pembangunan dapat diartikan sebagai proses rekayasa untuk meningkatkan kualiatas hidup dengan memanfaatkan berbagai sumber daya pendukungnya melalui perubahan tatanan lingkungan hidup serta kehidupan secara keseluruhan. Untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicanangkan pembangunan tersebut maka dilaksanakan berbagai program yang terdiri dari berbagai jenis kegiatan pembangunan.

Korten (Supriatna, 2000) mengatakan bahwa pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia, dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung pada masyarakat penerima program pembangunan (partisipasi pembangunan). Karena hanya dengan partisipasi masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan adanya kesesuaian ini maka hasil pembangunan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah adanya partisipasi masyarakat penerima program. Perencanaan Pembangunan Partisipatif

Perencanaan pembangunan di Indonesia sebagian besar pada masa orde baru menggunakan model top down planning. Akibat nyata dari pelaksanaan model top down planning yang dilakukan terus-menerus adalah pembanguan di daerah tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan di daerah tersebut. Akibatnya masyarakat di daerah bersangkutan yang seharusnya bisa menikmati hasil pembangunan dari implementasi rencana yang sudah ditetapkan pemerintah pusat tidak akan mendapat hasil apa-apa, kalaupun mendapat hasil seringkali hasilnya tidak sesuai yang diharapkan atau dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Sedangkan berkaitan dengah partisipasi masyarakat yang tampak nyata dari model pembangunan selama ini adalah mobilisasi masyarakat untuk melakukan pembangunan.

Mobilisasi tentu sangat berbeda dengan falsafah dan konsep partisispasi. Apabila partisipasi memperlakukan masyarakat sebagai subyek dari pembangunan maka mobilisasi cenderung memperlakukan manusia sebagai obyek dari pembangunan, baik yang bersifat ekonomi maupun politik. Bila hal tersebut terus dipelihara akhirnya masyarakat akan apatis dan tidak merasa memiliki proses maupun hasil dari pembangunan itu.

Partisipasi masyarakat salah satunya dapat diwujudkan dalam penyusunan rencana pembangunan di daerah. Sehingga dalam konsepnya perencanaan pembangunan pada akhirnya lebih mengena pada tujuan yang diharapkan, karena benar-benar murni berasal dari masyarakat. Penjelasan di atas merupakan landasan munculnya sebuah model perencanaan pembangunan partisipatif. Dalam memahami pengertian perencanaan pembangunan partisipatif ini, Sugihartono (2003) mengemukakan: “Perencanaan pembangunan partisipatif dapat diartikan sebagai suatu sisitem perencanaan pembangunan yang dilakukan secara sadar dan sistematis yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencapai tujuan pembangunan”

Wicaksono dan Sugiarto (Wijaya,2001) berpendapat bahwa perencanaan partisipatif adalah usaha yang dilakukan masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi agar mencapai kondisi yang diharapkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan secara mandiri. Keduanya mengemukakan ciri-ciri perencanaan partisipatif sebagai berikut: 1. Fokus perencanaan berdasarkan pada

masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat dan memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka.

2. Adanya partisipasi melalui peluang yang sama dalam sumbangan pemikiran tanpa dihambat oleh kemampuan berbicara, waktu dan tempat.

3. Perencanaan harus dinamis dengan mencerminkan kepentingan dan kebutuhan semua pihak dan proses perencanaan berlangsung secara berkelanjutan dan proaktif.

Page 17: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 132

4. Adanya sinergitas dimana proses perencanaan harus menjamin keterlibatan semua pihak, selalu menekankan kerja sama antar wilayah administrasi dan geografi.

5. Legalitas perencanaan pembangunan yang dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku.

6. Perencanaan harus bersifat spesifik, terukur, dan dijalankan dan mempertimbangkan waktu.

Peranan dan Kedudukan Musrenbang

Musrenbang RKPD merupakan wahana publik (public event) yang penting untuk membawa para pemangku kepentingan (stakeholders) memahami isu-isu dan permasalahan pembangunan daerah, mencapai kesepakatan atas prioritas pembangunan, dan konsensus untuk pemecahan berbagai masalah pembangunan daerah.

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan proses perencanaan pembangunan melalui mekanisme musrenbang memiliki dasar hukum penyelenggaraan yaitu: 1. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

2. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

3. Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tahapan Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

4. Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0008/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang.

Tujuan Pelaksanaan Musrenbang

Secara umum tujuan penyelenggaraan musrenbang: 1. Mendorong pelibatan para pemangku

kepentingan dalam proses pengambilan keputusan perencanaan (RKPD).

2. Mengidentifikasi dan membahas isu-isu dan permasalahan pembangunan dan pencapaian kesepakatan prioritas pembangunan daerah yang akan dilaksanakan pada tahun rencana.

3. Optimalisasi pemanfaatan dana yang tersedia terhadap kebutuhan pembangunan.

4. Memfasilitasi pertukaran (sharing) informasi, pengembangan konsensus dan kesepakatan atas penanganan masalah pembangunan daerah.

5. Menyepakati mekanisme untuk mengembangkan kerangka kelembagaan, menguatkan proses, menggalang sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi isu dan permasalahan prioritas pembangunan daerah.

6. Menggalang dukungan dan komitmen politik dan sosial untuk penanganan isu dan permasalahan prioritas pembangunan daerah.

METODOLOGI PENELITIAN

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Melalui metode penelitian deskriptif, metode ini berusaha mendeskripsikan atau melukiskan secara terperinci atau mendalam partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. Informan-informan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah pejabat struktural Bappeda Kabupaten Dairi, perwakilan SKPD, Camat Sidikalang dan perangkat kecamatan, Kepala Desa/Lurah dan perwakilan masyarakat. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur, observasi dan dokumentasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Fokus Perencanaan

Salah satu ciri perencanaan partisipatif adalah terfokus pada kepentingan masyarakat, yaitu berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat. Hal ini dapat diperoleh melalui kegiatan penyelidikan yaitu sebuah proses untuk mengetahui, menggali dan mengumpulkan masalah dan kebutuhan-kebutuhan bersifat lokal yang berkembang di masyarakat.

Kegiatan ini idealnya dilakukan sebelum pelaksanaan musrenbang tingkat desa/kelurahan. Kegiatan penyelidikan

Page 18: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

133 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

dimulai dari tingkat lingkungan/dusun melalui mekanisme kepala lingkungan/ kepala dusun dibantu perangkatnya mengumpulkan warga untuk menggali dan mengumpulkan masalah-masalah dan kebutuhan masyarakat, sehingga diperoleh daftar masalah dan kebutuhan secara menyeluruh yang perlu diseleksi lebih lanjut untuk dipilih mana masalah dan kebutuhan yang dianggap prioritas untuk dijadikan usulan prioritas dalam tahapan musrenbang.

Tingkat kehadiran warga dalam kegiatan penyelidikan pada umumnya rendah, karena kegiatan penyelidikan biasanya diselenggarakan pada malam hari. Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang warga Desa Huta Rakyat yang berprofesi sebagai pedagang sebagai berikut:

”Saya belum pernah hadir dalam kegiatan penyelidikan di lingkungan kami, karena acaranya diadakan malam hari, ditambah lagi kondisi badan masih capek karena seharian berdagang.” (wawancara Januari 2014)

Ada juga warga yang hadir mengungkapkan sebagai berikut:

”Pernah saya hadir dalam kegiatan membahas masalah dan kebutuhan masyarakat, waktu itu memenuhi undangan kepala dusun sekaligus acara tahun baruan, namun apa yang kita usulkan dalam kegiatan tersebut ternyata tidak ditindaklanjuti oleh kepala desa.” (wawancara Januari 2014)

Rendahnya tingkat kehadiran masyarakat dalam kegiatan penyelidikan masalah dan kebutuhan di tingkat lingkungan/dusun dibenarkan salah seorang kepala dusun di Desa Huta Rakyat sebagai berikut:

”Memang sudah menjadi kebiasaan jika ada acara yang melibatkan warga selalu dilakukan malam hari dan terkadang bersamaan dengan acara lainnya, namun sangat jarang diikuti mengingat aktivitas warga sangat tinggi hingga sore jelang malam hari.” (wawancara Januari 2014)

Dari tiga pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kesibukan masyarakat mencari nafkah menjadi penyebab rendahnya tingkat kehadiran warga dalam kegiatan tersebut, walaupun pemilihan waktu kegiatan penyelidikan diselenggarakan pada malam hari dengan

alasan bahwa pada malam hari semua warga terlepas dari aktivitas rutinnya sehingga dapat meluangkan waktu untuk berkumpul membahas masalah dan kebutuhan yang dihadapi.

Penyebab lain dari rendahnya tingkat kehadiran warga dalam kegiatan penyelidikan adalah kegiatan tersebut dirasakan warga tidak memberikan perbaikan dalam kehidupan warga. Masalah dan kebutuhan yang diusulkan tidak disertai upaya pemecahan oleh pemerintah, sehingga hasil kegiatan penyelidikan hanya merupakan daftar masalah dan kebutuhan, yang membuat sebagian warga enggan menghadiri kembali kegiatan penyelidikan di tahun berikutnya.

Setelah diperoleh hasil dari serangkaian kegiatan mulai dari kegiatan penyelidikan, pengusulan kegiatan sampai penentuan prioritas masalah dan kebutuhan yang umumnya berupa kegiatan fisik, hasil tersebut diusulkan pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu pada tingkat desa/kelurahan. Di tingkat desa/ kelurahan, usulan dari setiap dusun/ lingkungan di bahas dalam suatu wadah yang disebut musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbang desa) yang biasa dilakukan pada awal bulan Februari setiap tahunnya.

Ada kecenderungan dalam daftar usulan kegiatan pada musrenbang kecamatan didominasi kegiatan fisik pada seluruh desa/kelurahan di Kecamatan Sidikalang. Bahkan pada daftar usulan kegiatan prioritas yang diusulkan untuk masing-masing desa/kelurahan, secara keseluruhan merupakan kegiatan yang terkait dengan bidang prasarana seperti pada Kelurahan Sidikalang, Kelurahan Huta Gambir, Kelurahan Sidiangkat, Desa Bintang dan Desa Kalang prioritas kegiatan yang diusulkan adalah kebutuhan yang mendesak bagi warga yaitu perkerasan dan pengaspalan jalan.

Kebutuhan tersebut bahkan merupakan usulan lama yang belum terealisir sehingga diusulkan kembali tahun ini. Sedangkan usulan desa/kelurahan yang berbentuk pinjaman modal untuk usaha rumah tangga belum terakomodir menjadi usulan prioritas kecamatan pada pelaksanaan musrenbang kecamatan. Seperti

Page 19: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 134

yang dikemukakan oleh salah seorang warga keturunan tionghoa (Sule) sebagai berikut:

”Karena saya dan keluarga membuka usaha penjualan susu kedelai dan bubuk kopi namun kekurangan modal, padahal sedang banyak pesanan dari masyarakat Sidikalang bahkan luar Kabupaten Dairi, terkadang karena kurang modal jadi ga beroperasi, kalau ada pinjaman dari pemerintah bisa berkembang lagi usahanya.” (wawancara Januari 2014)

Terkait kesesuaian rencana pembangunan dengan masalah dan kebutuhan masyarakat, Camat Sidikalang menyatakan dalam wawancaranya sebagai berikut:

”……apa yang diputuskan dalam musrenbang berdasarkan masukan dari masyarakat, berdasarkan masalah dan kebutuhan yang dijaring melalui kegiatan penyelidikan mulai tingkat rendah ataupun tidak akan disampaikan pada musrenbang kecamatan untuk dipilih mana prioritas kegiatan yang akan diusulkan dari sekian banyak kegiatan yang diusulkan oleh masing-masing desa/kelurahan,dan mungkin ada pihak yang kecewa ketika usulannya tidak terakomodasi dalam prioritas kegiatan kecamatan, tapi kita harus berlapang dada, karena tidak mungkin semua usulan dapat diakomodasi mengingat jumlah anggaran yang terbatas.” (wawancara Februari 2014).

Hal senada juga disampaikan oleh salah seorang kepala desa, yang mengemukakan bahwa identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat di desanya dirangkum dari keluhan dan pengamatan kepala desa selama ini. Namun setelah dilakukan konfirmasi dengan masyarakat, ada beberapa kelompok masyarakat yang tidak setuju dengan apa yang dikemukakan oleh camat dan kepala desa, khususnya kelompok masyarakat yang memang belum pernah terlibat dalam kegiatan penyelidikan di wilayahnya untuk mengetahui, menggali masalah dan kebutuhan masyarakat. Berikut petikan hasil wawancara dengan salah seorang warga Desa Huta Rakyat (Purba Madrasah) :

”Pertemuan-pertemuan di masyarakat yang membahas tentang perencanaan pembangunan jarang sekali atau belum

pernah dilaksanakan, ada juga pertemuan untuk pelaksanaan gotong royong dalam rangka 17agustusan, setelah itu tidak ada diskusi yang mengarah pada pembahasan masalah dan kebutuhan masyarakat, jadi saya rasa belum pernah ada dan kalau pun musrenbang desa saya belum pernah ikut karena tidak diundang, yang diundang hanya para kepala dusun.” (wawancara Januari 2014)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa tidak semua desa/kelurahan melakukan penjaringan masalah dan kebutuhan masyarakat mulai dari level akar rumput sampai pelaksanaan musrenbang desa serta tidak semua masyarakat dilibatkan dalam kegiatan penyelidikan untuk mengetahui dan menggali masalah dan kebutuhan masyarakat dalam memenuhi prinsip kesesuaian antara rencana pembangunan dengan masalah dan kebutuhan masyarakat.

Ketidaktahuan warga akan kesesuaian rencana dengan masalah dan kebutuhan juga dibenarkan oleh Kabid Sosbud Bappeda Dairi yang mengatakan bahwa ketidaktahuan warga akan kesesuaian rencana dengan masalah dan kebutuhan sebagai akibat dari kurangnya keterlibatan warga dalam proses perencanaan pembangunan itu sendiri. Berikut petikan wawancaranya:

”Inilah yang masih merupakan ’PR’ bagi aparat pemerintah, masyarakat belum memahami sepenuhnya arti pelaksanaan musrenbang, masyarakat juga hanya tahu mengusulkan tanpa mengetahui bahwa dalam pencapaian visi dan misi kepala daerah perlu program atau kegiatan kerja berkelanjutan atau berkesinambungan.” (wawancara Februari 2014)

Beberapa pandangan di atas menunjukan bahwa pemahaman warga tentang proses perencanaan pembangunan belum merata di seluruh masyarakat Kecamatan Sidikalang. sehingga kurang memahami ketika ditanya kesesuaian antara rencana dengan masalah dan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa belum terdapat kesesuaian antara rencana dengan masalah dan kebutuhan masyarakat. Ini ditandai dengan beberapa kegiatan prioritas yang diusulkan desa/kelurahan tidak

Page 20: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

135 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

terakomodasi dalam prioritas kegiatan kecamatan.

Namun ada juga warga yang mengungkapkan bahwa penjaringan aspirasi masyarakat tetap harus dilakukan pada tingkat dusun, dan harus melibatkan seluruh masyarakat untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai masalah dan kebutuhan masyarakat. Berikut petikan wawancaranya:

”Jika penjaringan langsung dilakukan di level desa, belum tentu menjamin informasi yang tepat dan riil sesuai dengan apa yang menjadi masalah dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, karena di level desa yang diundang hanyalah para kadus saja, yang belum tentu mewakili permasalahan dan kebutuhan warganya.” (wawancara Februari 2014)

Kerja keras kepala desa/lurah dan perangkatnya dalam mengupayakan kerja sama serta memperhatikan aspirasi masyarakatnya akan berbuah dukungan dari warga. Masyarakat akan turut berpartisipasi dalam pembangunan desa bahkan untuk beberapa kegiatan, desa mampu membiayai dari swadaya masyarakat. Hubungan yang baik antara pemerintah desa/kelurahan dengan masyarakatnya dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa untuk beberapa desa, perencanaan pembangunan belum memperhatikan aspirasi masyarakat dengan memenuhi sikap saling percaya dan terbuka, karena sebagian besar desa/ kelurahan tidak melaksanakan kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat di level masing-masing dan kalaupun ada hanya perwakilan masyarakat saja yang bisa menyampaikan masalah dan kebutuhan yang dihadapi.

Perencanaan yang disiapkan belum memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa pelibatan masyarakat dilakukan pada tingkat desa/kelurahan yang artinya hanya perwakilan masyarakat yang terlibat dalam proses perencanaan pembangunan namun tidak dilibatkan dalam penetapan daftar prioritas masalah dan kebutuhan

desa/lingkungan yang akan disampaikan pada proses perencanaan pembangunan (musrenbang) kecamatan. Partisipatoris

Partisipatoris dilihat dari keterlibatan masyarakat dalam forum pertemuan dimana setiap masyarakat memperoleh peluang yang sama dalam memberikan sumbangan pemikiran tanpa dihambat oleh kemampuan berbicara, waktu dan tempat. Pada tingkat kecamatan ini dilakukan penjaringan aspirasi dalam proses perencanaan pembangunan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).

Untuk pelaksanaan musrenbang kecamatan Sidikalang musrenbang selalu di lakukan setiap tahunnya. Namun dalam kenyataannya pelaksanaan musrenbang di Kecamatan Sidikalang penyelenggaraannya belum dilakukan optimal. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan masyarakat dalam musrenbang belum mewakili seluruh masyarakat kecamatan Sidikalang.

Oleh karena itu pada tahapan proses perencanaan pembangunan (musrenbang) desa, diharapkan keterlibatan masyarakat sebanyak mungkin agar dapat menyerap aspirasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan masyarakat yang nyata sangat ditekankan. Seperti yang dikemukakan oleh Kabid Sosbud Bappeda Dairi sebagai berikut:

“Keterlibatan masyarakat di tingkat desa inilah yang harus ditingkatkan, idealnya desa sudah melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan dari tingkat dusun/lingkungan sebagai bahan untuk diproses lebih lanjut, data dan informasi itulah salah satu syarat bila desa mau menyelenggarakan musrenbang.........”. (wawancara Februari 2014)

Hal senada juga disampaikan Kasi Pemdes Kecamatan Sidikalang bahwa penggalian aspirasi masyarakat lebih banyak dilakukan di tingkat desa, karena rentang kendalinya lebih dekat. Berikut petikan pernyataannya:

“Pada tingkat desalah sebenarnya bisa lebih banyak menyerap aspirasi masyarakat, karena masyarakat bebas menyatakan usulannya, hanya saja kalau forum musrenbang desa tidak ada gimana masyarakat mau menyatakan uneg-unegnya.”

Page 21: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 136

Namun ada juga komentar dari masyarakat yang bukan peserta proses perencanaan pembangunan, bahwa mereka mengaku tidak paham dengan perencanaan pembangunan, kapan dilaksanakannya dan untuk apa proses tersebut dilaksanakan. Berikut petikan pernyataannya :

”Ga pernah ada informasi tentang musrenbang, baik itu hasilnya maupun waktu penyelenggaraannya, mungkin yang tahu hanya warga yang aktif di desa saja, seperti kepala dusun atau ibu-ibu PKK, sekali-sekali ingin tahu juga bagaimana usulan kita diproses........” (wawancara Januari 2014)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan partisipatif di sebagian besar desa/kelurahan di Kecamatan Sidikalang belum dilaksanakan secara optimal karena dominasi elit desa masih nampak dalam penetapan daftar prioritas kegiatan, masyarakat/peserta musrenbang tidak dilibatkan dalam penetapan daftar prioritas tersebut dengan alasan keterbatasan waktu. Masyarakat terkendala waktu dalam memberikan sumbangan pemikiran, sehingga kehadiran mereka hanya sebagai pendengar saja.

Lebih lanjut Kabid Ekonomi Bappeda Dairi mengatakan bahwa kelemahan kita adalah kurangnya kapasitas sumber daya manusia baik di kabupaten, kecamatan hingga desa/kelurahan yang bisa memberikan pemahaman tersebut kepada masyarakat. Disamping itu ada situasi yang menyebabkan rendahnya partisipasi masyarakat yaitu tidak terakomodasinya usulan mereka dalam musrenbang. Berikut petikan pernyataannya:

”.....disamping itu ada situasi yang membuat masyarakat kurang responsif terhadap pelaksanaan musrenbang, karena usulan-usulan yang disampaikan melalui musrenbang lebih banyak tidak membawa hasil.”(wawancara Februari 2014)

Perencanaan pembangunan tingkat kecamatan (musrenbang kecamatan) adalah forum untuk musyawarah stakeholders kecamatan untuk mendapatkan masukan prioritas kegiatan dari desa/kelurahan serta menyepakati kegiatan lintas desa/kelurahan di kecamatan tersebut sebagai dasar penyusunan APBD kabupaten pada tahun

berikutnya. Camat menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan di kecamatan melalui musrenbang kecamatan, yang penyelenggaraannya dibantu oleh unsur SKPD kabupaten.

Namun dalam prakteknya, pelaksanaan musrenbang tingkat kecamatan tidak dihadiri oleh pihak-pihak yang seharusnya hadir. Ada stigma negatif masyarakat bahwa musrenbang hanyalah acara seremonial belaka yang membuang-buang waktu dan dana saja.

Berdasarkan hasil penelitian keterlibatan masyarakat dalam forum musrenbang baik tingkat desa maupun tingkat kecamatan adalah rendah. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan bukan hanya berasal dari faktor masyarakat tapi ada juga kelemahan dari pemerintah. Dari sisi masyarakat kendalanya adalah : 1. Keterbatasan masyarakat terhadap

pemahaman perencanaan pembangunan. 2. Adanya sikap pesimis dan apatis

masyarakat terhadap proses perencanaan pembangunan karena usulan –usulan mereka tidak terakomodasi.

3. Kesibukan masyarakat dalam mencari nafkah sehingga tidak memiliki waktu untuk ikut terlibat dalam proses perencanaan pembangunan.

4. Budaya paternalisme atau takut bertindak beda.

Sedangkan kendala dari sisi pemerintah adalah : 1. Lemahnya komitmen politik penguasa. 2. Lemahnya dukungan sumber daya

manusia yang dapat diandalkan. 3. Lemahnya dukungan anggaran. 4. Rendahnya kemampuan lembaga

legislatif dalam mengakomodir aspirasi konstituennya.

Sehingga dengan rendahnya keterlibatan masyarakat merupakan salah satu indikator kurang berhasilnya pelaksanaan perencanaan partisipatif di Kecamatan Sidikalang.

Dinamis

Perencanaan yang bersifat dinamis akan diperoleh melalui proses berkelanjutan dan adanya proaktif masyarakat yang

Page 22: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

137 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

tentunya mencerminkan kepentingan dan kebutuhan semua pihak. Berhasil tidaknya usulan program yang merupakan hasil dari pelaksanaan partisipasi masyarakat sangat tergantung pada proses pengawalan mulai dari musrenbang tingkat desa/kelurahan, kecamatan hingga kabupaten.

Sebagaimana dinyatakan oleh Camat Sidikalang berikut:

“ proses musrenbang sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam penyusunan APBD merupakan mekanisme yang dimulai dari surat permintaan Bappeda untuk melaksanakan musrenbang tingkat desa/kelurahan dimana hasilnya disusun strategi dan prioritas untuk diajukan di musrenbang kecamatan dan selanjutnya masing-masing kecamatan menyusun kegiatan prioritas yang akan dibawa pada musrenbang kabupate.” (wawancara Februari 2014)

Pendapat bahwa fenomena partisipasi masyarakat masih semu yang ditandai dengan tidak ditampungnya usulan masyarakat, dinyatakan oleh Ketua BPD Desa Huta Rakyat berikut :

“...memang ada kelompok masyarakat mengusulkan program-program yang lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya, mereka kan juga masyarakat jadi ya..wajar saja. Yang menjadi masalah adalah ketika mekanisme musrenbang kecamatan selesai, maka pada tahapan selanjutnya program tersebut menghilang walaupun sudah menjadi prioritas dan mendesak karena ada kepentingan politis disana” (wawancara Februari 2014)

Dari pendapat tersebut jelas bahwa proses perencanaan yang bersifat dinamis melalui musrenbang hanya retorika saja Perencanaan pembangunan masih didominasi oleh kebijakan kepala daerah, hasil reses DPRD dan program SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya akumulasi kekecewaan di tingkat desa dan kecamatan yang sudah memenuhi kewajiban membuat rencana tapi realisasinya sangat minim.

Proses penyusunan dokumen perencanaan pembangunan memerlukan kordinasi antara instansi pemerintah dan partisipasi masyarakat melalui forum musrenbang, dijelaskan oleh Kasubbag

Program dan Pelaporan Bappeda sebagai berikut:

“Forum musrenbang merupakan proses sinkronisasi program pemerintah Kabupaten Dairi dengan masyarakat dalam pencapaian tujuan pembangunan daerah. Hasil musrenbang dapat direkomendasikan menjadi dokumen perencanaan pembangunan atau Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) apabila ada kesamaan dengan program yang dimiliki pemerintah daerah “.

Dalam sistem pemerintahan desentralisasi dengan sebagian kewenangan pusat beralih pada daerah, seperti halnya dalam perencanaan pembangunan menurut UU Nomor 25 Tahun 2004, aksi proaktif dan kolektif dibutuhkan dalam mengkoordinir kegiatan-kegiatan individu, menyusun aturan kelompok dan memobilisasi sumber daya berupa uang, tenaga dan materi lainnya.

Aksi kolektif mendorong masyarakat memainkan peran sosial dan politiknya, misalnya melalui partisipasi mereka dalam proses kebijakan agar suara mereka lebih “didengar”. Dalam konteks pembangunan, aksi kolektif tidak hanya memobilisasi energi setempat dan memperbaiki pelayanan publik, tetapi juga mengurangi peluang terjadinya elite capture.

Ungkapan salah satu warga masyarakat Desa Huta Rakyat berikut bisa menjadi contoh jika tidak adanya aksi kolektif :

“....usulan pertama dan seterusnya sudah beberapa kali diusulkan, tapi belum ditanggapi pemerintah, tapi coba diusulkan lagi secara kompak tahun ini utamanya kegiatan pendukung ekonomi rakyat” (wawancara Februari 2014)

Dari kenyataan tersebut, muncul beragam pertanyaan, Mengapa usulan masyarakat tidak ada dalam rencana akhir pembangunan? Sampaikah aspirasi masyarakat ke jenjang berikutnya? Sudah partisipatifkah proses yang dilakukan? Adakah peran aksi kolektif dalam mendorong masyarakat untuk terlibat dalam proses kebijakan? Sebagai bahan refleksi atas proses musrenbang yang sudah berjalan, cukup menarik untuk mengkaji kembali beberapa hal yang diduga

Page 23: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 138

berpengaruh terhadap diakomodir atau tidaknya aspirasi masyarakat

Sinergitas Perencanaan

Sinergitas perencanaan dapat dilihat ketika perencanaan pembangunan selalu menekankan kerja sama antar wilayah administrasi dan geografi, serta interaksi diantara stakeholders. Forum yang melibatkan masyarakat hanya terbatas di tingkat musyawarah perencanaan pembangunan desa, representasi masyarakat dalam forum-forum di tingkat kecamatan sangat kecil. Ini menyebabkan banyaknya usulan program masyarakat yang hilang di tengah jalan. Hilangnya usulan tersebut menurut Camat Sidikalang adalah beralasan, berikut petikan wawancaranya:

”.........pengalaman tahun lalu adanya usulan masyarakat yang belum tertampung karena selain anggarannya terbatas juga tidak ada sinergitas antar SKPD di dalamnya, ya dengan sangat terpaksa kita memangkas kegiata-kegiatan yang memang dianggap tidak prioritas, di tingkat kabupaten juga seperti itu prosesnya..” (wawancara Februari 2014)

Di tingkat desa, kegiatan rapat yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan sebenarnya tidak hanya dilakukan dalam forum musrenbang saja, diselenggarakan juga forum-forum lain di luar musrenbang bila dibutuhkan. Ketika ada program atau kegiatan yang sumber dananya dari yang lain, misalnya dari APBN, seperti program P2KP yaitu program pembangunan yang sumber dananya dari pusat dan langsung ke rekening masyarakat, dimana peruntukannya cukup fleksibel dan pelaksanaannya oleh masyarakat diawali dengan musyawarah di tingkat desa/kelurahan yang difasilitasi oleh konsultan. Sehingga keberlanjutan perencanaan dapat dipertahankan di Kecamatan Sidikalang melalui forum rembug warga yang diselenggarakan di luar musrenbang RKPD tingkat desa/kelurahan atau kecamatan

Tahapan perencanaan pembangunan tidak hanya sebatas pelaksanaan musrenbang saja tetapi ada tahapan forum SKPD yang membahas keterkaitan antar SKPD dalam merealisasikan program atau

kegiatan yang nantinya ditampung di APBD, sehingga usulan yang terakomodasi dalam prioritas kegiatan kecamatan adalah usulan yang mempunyai keterkaitan dengan usulan kegiatan yang diusulkan oleh SKPD.

Untuk mengetahui apakah suatu usulan mempunyai keterkaitan dengan usulan lain yang diajukan baik oleh SKPD maupun desa/kelurahan diperlukan interaksi diantara semua peserta. Sinergitas perencanaan merupakan bagian dari kriteria yang harus dipenuhi oleh semua usulan yang masuk untuk dijadikan daftar prioritas usulan yang didanai oleh APBD. Seperti yang dikemukakan oleh Kabid Sosbud Bappeda Dairi sebagai berikut:

”Salah satu syarat agar usulan diakomodasi adalah usulan yang mempunyai keterkaitan dengan sinergitasnya, maksudnya adalah suatu usulan kegiatan memiliki keterkaitan dengan usulan kegiatan dari SKPD lain, misalnya usulan pembangunan sekolah atau puskesmas, perlunya koordinasi beberapa SKPD terkait untuk pelaksanaanya sambil memperhatikan pengaruhnya terhadap masyarakat apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan. Jadi disini ada keterkaitan antar Dinas Cipta Karya, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan, usulan yang seperti ini yang dapat diakomodasi.” (wawancara Februari 2014)

Pandangan di atas menunjukan bahwa sinergitas usulan antara satu SKPD dengan SKPD lainnya menjadi salah satu kriteria terakomodasinya suatu usulan kegiatan. Disini ditekankan kerja sama antar wilayah dan geografi untuk mencapai sinkronisasi kegiatan, juga diperlukan interaksi diantara stakeholders dalam membahas kegiatan apa saja yang dijadikan prioritas untuk diusulkan ke tingkat yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, pada pelaksanaan musrenbang kecamatan belum sepenuhnya memenuhi kriteria sinergitas perencanaan, hal ini ditandai dengan masih terdapatnya ketidaksinkronan antara usulan SKPD dengan usulan desa/kelurahan sehingga harus ada usulan yang dikorbankan dari pihak desa/kelurahan.

Page 24: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

139 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

Legalitas Legalitas disini maksudnya adalah

bahwa pelaksanaan perencanaan pembangunan yang dilakukan di Kecamatan Sidikalang sesuai dengan regulasi yang ada dan dapat di pertanggungjawabkan. Perencanaan pembangunan mengacu pada semua peraturan atau sumber hukum yang berlaku berdasarkan pada: 1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

3. Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

4. Surat Edaran Bersama Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 0008/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ, tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang.

5. Surat Gubernur Sumatera Utara Nomor 050/165 tanggal 9 Januari 2014 perihal Penyelenggaraan Musrenbang Kabupaten/Kota Tahun 2014.

6. Surat Sekretaris Daerah Kabupaten Dairi Nomor 050/0480 perihal Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan Tahun 2014.

Mengenai mekanisme perencanaan pembangunan seperti yang diatur dalam Surat Edaran Bersama Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 0008/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ, tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang, belum seutuhnya dipedomani dalam menyelenggarakan proses perencanaan pembangunan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan camat beserta perangkatnya, dan masyarakat dalam memahami peraturan tersebut, sehingga proses perencanaan pembangunan diselenggarakan berdasarkan mekanisme yang biasa dilakukan sebelumnya. Seperti yang dikemukakan oleh Sekcam Kecamatan Sidikalang berikut:

”terkait pelaksanaan musrenbang tahun ini, kami masih mengikuti mekanisme tahun yang lalu atau model lama dimana pihak kabupaten menyurati pihak

kecamatan untuk melaksanakan musrenbang dan melampirkan berita acara pelaksanaan, sednagkan pedoman pelaksanaan yang dituangkan dalam bentuk perbup belum ada..” (wawancara Februari 2014).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, kurang pahamnya pihak kecamatan dan perangkatnya terhadap mekanisme perencanaan pembangunan berdasarkan aturan main yang sudah ada karena belum adanya standar baku pelaksanaan musrenbang daerah yang dituangkan dalam peraturan bupati atau keputusan bupati, ditambah lagi kurangnya sosialisasi kepada pemerintah kecamatan dan masyarakatnya, sehingga mekanisme yang digunakan dalam proses perencanaan pembangunan menggunakan cara yang turun temurun dari camat periode sebelumnya. Hal ini semakin diperparah juga karena kecakapan aparat yang rendah serta rendahnya keterampilan komunikasi kepada masyarakat.

Terlepas dari mekanisme perencanaan pembangunan yang masih mengikuti pola yang lama, namun pada pelaksanaan musrenbang di Kecamatan Sidikalang masih menjungjung tinggi etika dan tata nilai masyarakat, hal ini dapat dilihat dari tidak adanya gejolak dari masyarakat atas keputusan usul prioritas tingkat kecamatan, karena masyarakat sudah terlibat dalam proses awal. Seperti yang dikemukakan oleh Camat Sidikalang sebagai berikut:

”Usulan semuanya berasal dari masyarakat atau yang mewakili tentunya sesuai dengan etika dan nilai yang berkembang di masyarakat, kita ini hanya fasilitator saja, termasuk dalam pemufakatan usul prioritas kecamatan” (wawancara Februari 2014)

Meskipun berdasarkan beberapa informan mengatakan bahwa keterlibatan masyarakat pada tingkat desa/kelurahan hanya terbatas pada tahap pengusulan saja dan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan dalam memutuskan kegiatan prioritas, namun secara umum syarat keberhasilan pelaksanaan musrenbang Kecamatan Sidikalang yang meliputi aspek kesiapan dan keterlibatan pelaku, kesiapan informasi dan instrumen, pengorganisasian alur proses musrenbang dan dokumentasi serta tindak lanjut hasil musrenbang sudah

Page 25: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 140

terpenuhi, sehingga dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembangunan berdasarkan kesepakatan masyarakat melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) sesuai sumber hukum dalam perencanaan pembangunan dan menjungjung etika dan nilai yang ada di masyarakat.

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Kecamatan Sidikalang masih rendah. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Rendahnya partisipasi masyarakat akan mempengaruhi kesuksesan pelaksanaan perencanaan pembangunan, yang berarti peningkatan kualitas kehidupan sosial ekonomi, politik, lingkungan masyarakat yang salah satunya tercermin dari peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat belum tercapai dengan baik.

Pembahasan Atas Hasil Penelitian Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Pada Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

Pada hasil penelitian ini peneliti akan berusaha untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan perencanaan partisipatif. Sesuai dengan fokus masalah yang telah ditetapkan, analisis terhadap pelaksanaan perencanaan partisipatif dalam proses perencanaan pembangunan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi dilihat dari fokus perencanaan, partisipasi masyarakat, sinergitas perencanaan, dan legalitas perencanaan.

Untuk menganalisis hasil penelitian digunakan pendapat Wicaksono dan Sugiarto (Wijaya, 2001) sebagai acuan analisis yang mengemukakan bahwa perencanaan partisipatif adalah usaha yang dilakukan masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi agar mencapai kondisi yang diharapkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan secara mandiri. Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi, analisis yang digunakan adalah berdasarkan: 1. Fokus perencanaan, berdasarkan pada

masalah dan kebutuhan yang dihadapi

masyarakat serta memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka.

Pada pelaksanaan perencanaan partisipatif di kecamatan dilakukan dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan tahunan kecamatan berupa daftar prioritas kegiatan kecamatan yang berasal dari usuluan prioritas desa/kelurahan dan akan disampaikan pada proses yang lebih tinggi. Tujuan dari kegiatan perencanaan partisipatif itu sendiri adalah: a. Menentukan arah dan tujuan kegiatan

perencanaan pembangunan oleh masyarakat.

b. Teridentifikasinya jenis-jenis usulan dan rencana kegiatan berdasarkan pada kekuatan dan potensi yang ada serta kebutuhan riil masyarakat.

c. Teridentifikasinya rencana program masyarakat dalam pembangunan.

Pada pelaksanaannya di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi, perencanaan partisipatif dimulai dari tahapan persiapan, pelaksanaan, dan keluaran perencanaan pembangunan. Masyarakat diharapkan terlibat dan memahami seluruh rangkaian dari proses perencanaan pembangunan. Fokus perencanaan yang berdasarkan masalah dan kebutuhan masyarakat dapat diperoleh melalui kegiatan penyelidikan masalah dan kebutuhan mulai dari tingkat dusun/ lingkungan yang merupakan bagian dari tahap persiapan dalam proses perencanaan pembangunan. Berdasarkan hasil penelitian, untuk beberapa desa melakukan kegiatan penyelidikan masalah dan kebutuhan masyarakat mulai tingkat dusun sehingga diperoleh profil masalah dan kebutuhan masyarakat, namun untuk sebagian desa lainnya jenis usulan yang diajukan didiskusikan pada saat pelaksanaan musrenbang desa, dan bukan digali dari kelompok-kelompok masyarakat.

Perencanaan yang disiapkan belum memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa pelibatan masyarakat dilakukan pada tingkat desa/ kelurahan yang artinya hanya perwakilan masyarakat yang terlibat dalam proses perencanaan pembangunan namun tidak

Page 26: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

141 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

dilibatkan dalam penetapan daftar prioritas masalah dan kebutuhan desa/ lingkungan yang akan disampaikan pada proses perencanaan pembangunan (musrenbang) kecamatan. 2. Partisipasi masyarakat dimana setiap

masyarakat memperoleh peluang yang sama dalam sumbangan pemikiran tanpa dihambat oleh kemampuan berbicara, waktu dan tempat.

Dalam hal ini idealnya masyarakat dilibatkan dalam memutuskan kegiatan mana yang dianggap prioritas untuk diajukan ke musrenbang yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian keterlibatan masyarakat dalam forum musrenbang baik tingkat desa maupun tingkat kecamatan adalah rendah. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan bukan hanya berasal dari faktor masyarakat tapi ada juga kelemahan dari pemerintah.

Dari sisi masyarakat kendalanya adalah: 1. Keterbatasan masyarakat terhadap

pemahaman perencanaan pembangunan. 2. Adanya sikap pesimis dan apatis

masyarakat terhadap proses perencanaan pembangunan karena usulan mereka tidak terakomodasi dalam proses yang lebih tinggi.

3. Kesibukan masyarakat dalam mencari nafkah sehingga tidak memiliki waktu untuk ikut terlibat dalam proses perencanaan pembangunan.

4. Budaya paternalisme atau takut bertindak beda.

Sedangkan kendala dari sisi pemerintah adalah : 1. Lemahnya komitmen politik penguasa. 2. Lemahnya dukungan sumber daya

manusia yang dapat diandalkan. 3. Lemahnya dukungan anggaran. 4. Rendahnya kemampuan lembaga

legislatif dalam mengakomodir aspirasi konstituennya.

Sehingga dengan rendahnya keterlibatan masyarakat merupakan salah satu indicator kurang berhasilnya pelaksanaan perencanaan partisipatif di Kecamatan Sidikalang. 3. Perencanaan yang bersifat dinamis akan

diperoleh melalui proses berkelanjutan dan adanya proaktif masyarakat yang

tentunya mencerminkan kepentingan dan kebutuhan semua pihak.

Dengan adanya ruang partisipasi yang lebih terbuka mendorong masyarakat untuk bergerak bersama dalam menyampaikan aspirasinya. Peran proaktif dan dilakukan secara kolektif akan membuat suara masyarakat lebih terdengar dan membuka peluang untuk memberikan pengaruh terhadap keputusan-keputusan institusi soal pelayanan publik. Aksi kolektif mendorong masyarakat lebih siap untuk terlibat dalam proses partisipasi.

Berdasarkan musrenbang di tahun sebelumnya, dengan kurang diakomodasinya hasil musrenbang kecamatan yang bersumber dari usulan desa/kelurahan ke dalam rencana kerja SKPD menjadi faktor pemicu rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengikuti pelaksanaan musrenbang. Hal ini menunjukkan belum adanya ruang partisipasi yang lebih terbuka yang dapat mendorong masyarakat untuk bergerak bersama dalam menyampaikan aspirasinya. 4. Sinergitas perencanaan yaitu selalu

menekankan kerja sama antar wilayah dan geografi, serta interaksi diantara stakeholders.

Pada pelaksanaan perencanaan partisipatif dalam proses perencanaan pembangunan di Kecamatan Sidikalang, proses pengambilan keputusan yang diselenggarakan di tingkat desa dan kecamatan secara formal telah dilakukan dengan baik meskipun ada beberapa tahapan dalam proses perencanaan pembangunan tidak dilaksanakan. Bila dilihat dari sisi peserta, belum mewakili unsur masyarakat di Kecamatan Sidikalang, terlebih dalam proses perencanaan kecamatan, tingkat keterwakilan masyarakat masih rendah. Namun bila dilihat dari dokumen sebagai bahan masukan dalam proses perencanaan pembangunan tingkat kecamatan, sudah tersedia beberapa kelengkapan seperti daftar prioritas permasalahan/kegiatan desa/kelurahan.

Hasil kesepakatan peserta musrenbang kecamatan berupa daftar prioritas usulan/kegiatan kecamatan yang merupakan hasil kerja sama antar wilayah administrasi dan geografi serta merupakan hasil interaksi antara stakeholders, pada umumnya dapat diterima peserta musrenbang khususnya dan

Page 27: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 142

masyarakat Kecamatan Sidikalang umumnya. 5. Legalitas perencanaan dimana

perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku, menjungjung etika dan tata nilai masyarakat serta tidak memberikan peluang bagi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

Penyelenggaraan proses perencanaan pembangunan tingkat kecamatan merupakan tanggung jawab Camat Sidikalang dibantu oleh perangkat kecamatan. Proses perencanaan pembangunan di Kecamatan Sidikalang secara umum belum dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis musrenbang. Dapat dapat dilihat dari: (1) ada beberapa tahapan proses perencanaan pembangunan yang tidak diselenggarakan dalam proses perencanaan pembangunan kecamatan; (2) proses perencanaan pembangunan belum melibatkan unsur masyarakat secara keseluruhan; (3) penetapan usulan prioritas belum melibatkan peserta musrenbang, karena keluaran sudah dibuat oleh pihak kecamatan berdasarkan daftar prioritas usulan/kegiatan desa/kelurahan yang sudah masuk ke kecamatan sebelum proses perencanaan pembangunan dijadwalkan.

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat itu sendiri, diantaranya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan program pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan, memberi kekuasaan atau mendelegasikan kewenangan kepada masyarakat agar masyarakat memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan untuk membangun diri dan lingkungannya. Dengan demikian upaya melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan berarti memampukan dan memandirikan masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Kecamatan Sidikalang masih rendah. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Rendahnya partisipasi masyarakat akan mempengaruhi kesuksesan pelaksanaan perencanaan pembangunan, yang berarti peningkatan kualitas kehidupan

sosial ekonomi, politik, lingkungan masyarakat yang salah satunya tercermin dari peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat belum tentu terlaksana dengan baik. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian yang telah disajikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Partisipasi masyarakat dalam

perencanaan pembangunan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi masih rendah, dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut: a. Keterbatasan masyarakat terhadap

pemahaman perencanaan pembangunan.

b. Tidak adanya asas persamaan di dalam forum musrenbang pada saat penyampaian gagasan.

c. Adanya sikap pesimis dan apatis masyarakat terhadap proses perencanaan pembangunan karena usulan–usulan mereka tidak terakomodasi.

d. Waktu kerja sebagian masyarakat yang berbenturan dengan waktu penyelenggaraan perencanaan pembangunan.

2. Proses perencanaan pembangunan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi belum dilaksanakan secara optimal, dengan uraian sebagai berikut: a. Pada tahapan musyawarah pra

musrenbang yakni pada proses penyelidikan masalah dan kebutuhan masyarakat belum dilakukan dengan maksimal.

b. Perencanaan pembangunan belum berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat.

c. Sosialisasi perencanaan pembangunan tidak dilakukan oleh pemerintah desa/kelurahan kepada masyarakat secara luas.

d. Agenda pembahasan dan penetapan usulan prioritas ke jenjang musrenbang yang lebih tinggi belum sepenuhnya dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat.

e. Tahap pelaksanaan musrenbang masih mengadopsi mekanisme tahun sebelumnya.

Page 28: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

143 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka

disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Perlu penyempurnaan tahapan

pelaksanaan perencanaan pembangunan agar dapat dilaksanakan secara simpel dan mudah dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan pembangunan.

2. Pemerintah desa/kelurahan perlu mengoptimalkan tahapan musyawarah pra musrenbang terutama kegiatan identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat mulai tingkat lingkungan/dusun supaya desa/kelurahan mempunyai data tentang potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat.

3. Perlunya sosialisasi peningkatan pemahaman mengenai pentingnya perencanaan pembangunan dan mekanisme perencanaan pembangunan.

4. Perlunya perekrutan dan pelatihan kader pembangunan di tingkat desa/ kelurahan sehingga melalui kehadiran mereka masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam proses perencanaan pembangunan di wilayah masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA Abe, Alexander, Perencanaan Daerah

Partisipatif, Penerbit Pondok Edukasi: Solo, 2002.

Adelman, Ira and C.T. Morris, Development History and Its Implications for Development Theory, World Development No.25, Oxford University Press: Oxford, 1997.

Adi, Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta, 2001.

Bappenas, Pedoman Koordinasi Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2005, Bappenas: Jakarta, 2005.

Bratakusumah, D. S., dan Dadang Solihin, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2001.

Berita Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah. Musrenbang Dinilai Tidak Maksimal. Edisi 10 Desember 2009.

Conyers, Diana, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, Gajah Mada University Press: Yogyakarta, 1991.

Das Gupta, M., Grandvoinet, H. and Romani, M. 2003, Fostering Community-Driven Development: What Role For The State? World Bank Policy Research Working Paper No.2969, World Bank, Washington DC.

Dwiyanto, Agus, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta, 2002.

-------, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta, 2006.

Easterly, Wilian, The Ideology of Development, Foreign Policy, July/Augustus 2007.

Fitriastuti, Nurwimayasri, Penjaringan Aspirasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Tengah, (Studi Optimalisasi Fungsi DPRD), Tesis Magister Administrasi Publik, Universitas Diponegoro: Semarang, 2005.

Hadi, Sudarto, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta, 2001.

Handayani, Suci, Pelibatan Masyarakat Marjinal Dalam Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif, KOMPIP: Solo, 2006.

Handoko, Tani, Manajemen, Edisi Keenam, Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta, 2003.

Irwan, Abdullah, Jurnal Ilmu Sosial Transformatif, Media Wacana: Yogyakarta, 1999.

Kartasasmita, Ginanjar, Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan yang Berakar pada Masyarakat, Bappenas, 1996.

Khairudin, Pembangunan Masyarakat, Tinjauan Aspek Sosiologis, Ekonomi dan Perencanaan, Liberty: Yogyakarta, 1992.

Kuncoro, Mudradjad, Otonomi dan Pembangunan Derah, PT.Erlangga: Jakarta, 2004.

Page 29: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014 144

Kunarjo, Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan, Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta, 2002.

Komarudin, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman Jakarta, Yayasan Realestat Indonesia-PT Rakasindo: Jakarta, 1997.

Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 050-187/Kep/Bangda/2007 tentang Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).

Mahmud, S., 2001, Making Rights Real in Banglasdeh Through Collective Action,http://www.bidsbd.org/MakigRights_Real_in_Bangladesh.pdf.

Marshall,Graham R., Participative Planning and Informal Self-Government of Agri Environmental Conflicts: Lesson from a Survey Of Australian Farmers Facing Irrigation Salinity, 7th Ulvon Conference on Environmental Economics, June 2000, Ulvon, Sweden.

Meinzen-Dick, R., and Knox, A., Collective Action, Proverty Rights and Devolution of Natural Management: a Conceptual Paper, Exchange of Knowledge and Implication for Policy, June 1999.

Mikkelsen, Britha, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya Pemberdayaan Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 1999.

Moeljarto, Tjokrowinoto, Politik Pembangunan: Sebuah Analisa Konsep, Arah dan Strategi, PT. Tiara Wacana: Yogyakarta, 1994.

Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosada Karya: Bandung, 2006.

Mubiyarto, Pembangunan Pedesaan,P3PK Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta,1984.

Ngoedijo, Widjono, Isu-Isu Utama Perspektif Peningkatan Mutu Musrenbang di Masa Depan. Jurnal Local Governance Support Program. Edisi Juli, 2007.

Panudju, Bambang, Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Penerbit Alumni: Bandung, 1999.

Platteau, J.P., 2004, Monitoring Elite Capture in Community Driven Development,

Development and Change, 35(2), 223-246.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Daerah.

Riyadi, Bratakusumah, D.S., Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah, PT.Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2004.

Sasono Adi, Menjadi Tuan di Negeri Sendiri, Penerbit Grafindo: Jakarta, 2013.

Sastropoetro, Santoso, R.A., Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional, Alumni: Bandung, 1988.

Siagian, Sondang, Administrasi Pembangunan, Gunung Agung: Jakarta, 1994.

Slamet, Y., Pembanguan Masyarakat Berwawasan Partisipasi, Sebelas Maret University Press: Surakarta, 1994.

Sugihartono, A.D., Perencanaan Pembangunan Partisipatif Kota Solo: Pendekatan Pembangunan Ngewongke Uwong, IPGI Solo, 2003.

Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, CV.Alfabeta: Bandung, 2003.

Supriatna, Tjahya, Strategi Pembangunan dan Kemiskinan, Rineka Cipta: Jakarta, 2000.

Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional /Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0295/ M.PPN/1/2005 dan 050/166/SJ tertanggal 20 Januari 2005 tentang Petunjuk Teknis Musrenbang.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/200/II/bangda/2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).

Tjokroamidjojo, Bintoro, Perencanaan Pembangunan, Cetakan Kelima, Penerbit PT Toko Gunung Agung: Jakarta, 1996.

--------, Pengantar Administrasi Pembangunan, Cetakan Ketujuh Belas, Penerbit PT Pustaka LP3ES Indonesia: Jakarta, 1995.

Todaro, Michael, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga: Jakarta, 2000.

Page 30: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

145 JAP Vol. 2 No. 2, Desember 2014

United Nations Development Programme (UNDP), Human Development Report, Oxford University Press-Oxford: New York, 2003.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Wibisana, Gunawan, Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Peremajaan Pasar, Institut Teknologi Bandung: Bandung, 1989.

Wijaya, Rina, Forum Pengambilan Keputusan dalam Proses Perencanaan Pembangunan di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Di Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakarta), Tesis Magister Perencanaan Kota dan Daerah, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta, 2001.

Wrihatnolo,R.R., dan Nugroho,R.D., Manajemen Pembangunan Indonesia: Sebuah Pengantar dan Panduan, PT.Elex Media Komputindo: Jakarta, 2006.