proposal penelitian partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata

31
Proposal Penelitian PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KAWASAN DANAU LINTING (Studi Kasus di Desa Sibunga-bunga, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara) OLEH : CLARA MORASHITA SILALAHI (110903119) DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Upload: claramorashita

Post on 27-Sep-2015

155 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif

TRANSCRIPT

Proposal Penelitian

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KAWASAN DANAU LINTING

(Studi Kasus di Desa Sibunga-bunga, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara)

OLEH :

CLARA MORASHITA SILALAHI

(110903119)

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pariwisata merupakan salah satu sektor pendukung yang sangat berarti terhadap pembangunan, karena melalui pariwisata dapat diperoleh dana dan jasa bagi pembangunan, diantaranya dapat dilihat dalam bentuk devisa, pajak dan retribusi yang diperoleh dari organisasi-organisasi yang bergerak di bidang pariwisata. Dalam perencanaan pengembangan suatu sektor pariwisata mempunyai posisi yang cukup penting. Salah satunya adalah karena sektor pariwisata memberikan peranan besar terhadap peningkatan pendapatan daerah yang tentunya sangat membantu dalam percepatan pembangunan bagi daerah-daerah yang baru dimekarkan.

Pembangunan pariwisata dilaksanakan dengan senantiasa berpedoman pada UUD 1945 khususnya pasal 32 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Pasal 33 (2) yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan pasal 33 khususnya ayat 3 yang mengamanatkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 32 dan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menjadi landasan konstitusional utama bagi pembangunan kepariwisataan yang pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata yang terwujud antara lain dalam bentuk kekayaan alam yang indah, keragaman flora dan dauna, kemajemukan tradisi dan seni budaya, serta peninggalaan sejarah purbakala yang dimiliki bangsa Indonesia. Jadi bisa dikatakan bahwa pemerintah dan masyarakat sama-sama mempunyai kebebasan daan kesempatan yang sama dalam menggali dan membina potensi pariwisata yang ada di bumi Indonesia yang terkenal dan kaya dengan keindahan alam, kekayaan budaya serta adat istiadat.

Pembangunan pariwisata tidak terlepas dari adanya peran stakeholders yakni pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak swasta atau pengusaha (Santoso, 2004: 12). Dalam hal ini pemerintah daerah melalui UU No. 32 Tahun 2004 dengan berlandaskan asas desentralisasi menjadi lebih partisipatif dalam percepatan pelaksanaan pembangunan di daerah. Sehingga nantinya daerah dapat mencapai kemandirian yang stabil dan berada pada tingkat yang diharapkan.

Pemerintah Kabupaten Deli Serdang telah memutuskan untuk mengembangkan sektor pariwisata sebagai sektor yang diunggulkan dalam rangka merangsang berkembangnya perekonomian penduduk agar lebih baik di masa mendatang. Selain Danau Toba yang menjadi icon pariwisata di Sumatera Utara, Kabupaten Deli Serdang memiliki Danau Linting yang merupakan obyek wisata di Desa Sibunga-bunga. Walau belum seterkenal Danau Toba, Danau Linting memiliki potensi yang baik untuk menjadi obyek wisata yang menarik. Selain menyajikan keindahan Danau Linting sendiri, di kawasan ini terdapat Goa Tao Delapan Putri, Goa Perak dan Goa Emas yang lokasinya tidak jauh dari danau tersebut.

Kawasan Danau Linting yang meliputi luas areal kurang lebih 3 Ha termasuk radius 100 meter dari pinggir danau telah ditunjuk menjadi kawasan lokasi wisata sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Deli Serdang Nomor 556/272/DS/Tahun 1999. Secara administrasif kawasan wisata ini terletak di desa Sibunga-bunga Kabupaten Deli Serdang.

Kawasan Danau Linting yang memiliki potensi wisata yang cukup menjanjikan, ternyata belum dikelola secara serius oleh pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang. Padahal melalui SK Nomor 556/272/DS/Tahun 1999, kawasan ini ditetapkan menjadi obyek wisata dan telah dikunjungi oleh wisatawan khususnya dari lokal. Beberapa bukti di lapangan yang menunjukkan sisa pengelolaan obyek wisata ini tampak dari jalur trekking di sekitar danau yang sudah tidak terawat lagi. Potensi wisatawan yang datang berkunjung, belum benar-benar digarap secara serius, sehingga tidak berdampak pada perkembangan wilayah secara minimnya kontribusi ekonomi bagi masyarakat dan pemerintah lokal. (https://karonewsupdate.wordpress.com/2014/09/23/danau-linting-aset-wisata-yang-belum-dimaksimalkan-pemerintah/ diakses tanggal 1 Desember 2014)

Di samping itu, masyarakat lokal yang berada di sekitar kawasan juga tidak pernah diajak dalam rencana pengembangan wisata alam ini. Ketiadaan rencana pengembangan kawasan Danau Linting serta keterlibatan masyarakat semakin lama semakin mengancam kelestarian kawasan Danau Linting itu sendiri semakin menjauhkan masyarakat dari potensi manfaat yang seharusnya bisa diperoleh dari keberadaan Danau Linting itu sendiri baik dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya.

Sesuai perkembangannya, kepariwisataan bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Dalam tambahan, perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya saling menguntungkan wisatawan dan warga setempat. Sebaliknya kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata (Marpaung, 2002 : 19).

Keleluasaan pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya yang ada di wilayahnya serta bidang pemerintah yanag menjadi tanggung jawab daerah (pasal 13 dan 14 UU No. 32 Tahun 2004) diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya dalam berbagai sektor pembangunan menurut prakarsa, kreativitas dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Pariwisata dapat mendistribusikan pembangunan dari pusat industri ke daerah yanag belum berkembang. Pembangunan pariwisata dapat menjadi dasar pembangunan nasional.

Partisipasi masyarakat diperlukan sebagai masukan bagi proses pembangunan pariwisata, ditetapkan dalam GBHN. Di dalam GBHN disebutkan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, harus dicapai kenaikan produksi dan jasa di berbagai sektor pembangunan ekonomi. Sedangkan untuk menciptakan landasan bagi tahap pembangunan berikutnya perlu diusahakan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dengan dukungan serta partisipasi aktif dan luas dari masyarakat. Partisipasi diartikan sebagai dana dan daya yang dapat disediakan atau kontribusi masyarakat Desa Sibunga-bunga terhadap proyek pemerintah. Dalam hubungan ini menggerakkan partisipasi masyarakat diartikan sebagai usaha untuk menggali, menggerakkan, dan mengarahkan dana dan daya dari masyarakat dalam rangka mensukseskan pembangunan pariwisata.

Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan pariwisata masih menitikberatkan sasaran pada aspek secara fisik. Sarana fisik belum diimbangi dengan kemandirian masyarakat. Sehingga kalaupun telah terdapat sarana fisik di kawasan Danau Linting, hal ini tidaklah secara langsung menentukan peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal yang utama dalam pengembangan masyarakat adalah membangkitkan kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan potensi-potensi yang dimilikinya. Tipe inilah yang masih belum diupayakan secara optimal dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata.

Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Pariwisata di Kawasan Danau Linting (Studi Kasus di Desa Sibunga-bunga, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara)

1.2Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini, yaitu mengkaji bagaimana peranan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata di kawasan Danau.

1.3Rumusan Masalah

Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya, dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata di kawasan Danau Linting?

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata di kawasan Danau Linting.

2. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi kendala kurangnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pembangunan pariwisata

1.5Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Untuk membandingkan antara teori yang telah didapat dengan fakta yang terjadi di lapangan.

2. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan menjadi saran dan pemikiran dalam rangka melakukan pembinaan dan pemberdayaan partisipasi masyarakat melalui program pembangunan pariwisata di kawasan Danau Linting.

3. Bagi instansi terkait, dalam hal ini Dinas Pariwisata dalam membuat perencanaan, kebijakan, dan keputusan untuk pengembangan pariwisata di daerah ini.

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian integral yang harus ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya akan menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging), rasa tanggung jawab (sense of responsibility) dari masyarakat secara sadar, bergairah, dan bertanggung jawab (Tjokroamidjojo, 1994).

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation, take a part artinya peran serta atau ambil bagian atau kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Menurut Davis dalam Satropoetro (1998) mengemukakan bahwa partisipasi as metal and emotional involvement of a preson in a group situation which encourages him to contribute to group goals and share responsibility in them. Partisipasi merupakan keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan sumbangan dalam usaha untuk mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. Dengan demikian dalam partisipasi terdapat tiga unsur, yaitu:

1. Bahwa partisipasi/keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan lebih dari keterlibatan jasmani.

2. Adanya kesediaan memberi sesuatu demi mencapai tujuan kelompok di mana pemberian itu didasari oleh rasa senang, kesukarelaan untuk membantu.

3. Adanya unsur tanggung jawab yaitu partisipasi merupakan kewajiban mendasar sebagai anggota masyarakat.

Partisipasi adalah keterlibatan-keterlibatan mental dan emosional orang-orang didalam satu kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat dalam usaha mencapai tujuan serta turut serta bertanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan (Sastropoetro, 1998). Terdapat dua unsur pokok mengapa partisipasi itu penting. Pertama, alasan etnis yaitu dalam arti pembangunan demi manusia berpartisipasi sebagai subjek, bukan menjadi objek. Kedua, alasan sosiologis yaitu bila perkembangan diharapkan berhasil dalam rangka panjang ia harus menyertakan sebanyak mungkin orang kalau tidak pembangunan pasti tidak akan terlaksana dengan baik. Partisipasi masyarakat dalam bentuk swadaya gotong royong merupakan modal utama dalam potensi yang esensial dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata. Yang selanjutnya telah tumbuh dan berkembang menjadi dasar bagi kelangsungan pembangunan nasional (Darsono dalam Sastropoetro, 1998).

Partisipasi masyarakat merupakan partisipasi dari sejumlah individu yang berada dalam kelompok yang terorganisasikan. Maka bagi pemimpin sebagai pemprakarsa atau komunikator menjadi tugas penting untuk menggerakkan minat individu sehingga timbul suatu aksi massa untuk mencapai tujuan bersama. Agar partisipasi dapat memberikan hasil yang berdaya guna. Maka perlu diperhatikan sifat dan ciri-ciri partisipasi yaitu:

1. Partisipasi harus bersifat suka rela.

2. Berbagai isu atau masalah haruslah disajikan dan dibicarakan secara jelas dan objektif.

3. Kesempatan untuk berpartisipasi haruslah mendapat keterangan/informasi yang jelas dan memadai tentang setiap segi dari program yang dilakasanakan.

Partisipasi masyarakat dalam rangka menentukan kepercayaan diri sendiri haruslah menyangkut berbagai tingkatan dan berbagai sektor, bersifat dewasa, penuh arti dan berkesinambungan (Sastropoetro, 1998).

Selanjutnya Kontjaraningrat (1990), berpendapat bahwa partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut menentukan arah dan tujuan pembangunan. Dimana ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa partisipasi merupakan suatu keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperan secara aktif dalam suatu kegiatan, khususnya kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat.

Pada hakikatnya partisipasi masyarakat itu merupakan sesuatu yang seharusnya karena hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan masyarakat sendiri. Dalam hal ini pemerintah memberi bantuan, sedangkan masyarakat harus memberikan respon dalam bentuk partisipasi secara aktif dalam proses pembangunan tersebut. Masyarakat hanya dapat diharapkan ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan adalah bila yang bersangkutan merasa dirinya berkepentingan dan diberi kesempatan untuk ambil bagian. Dengan kata lain partisipasi tidak mungkin optimal jika diharapkan dari mereka yang merasa tidak berkepentingan terhadap suatu kegiatan, dan juga tidak optimal jika mereka yang berkepentingan tidak diberi keleluasaan untuk ambil bagian. Soedjono (1990) manyatakan pula bahwa partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri.

Menurut Tjokromidjojo dalam Safii (2007: 104) partisipasi masyarakat dalam pembangunan dibagi atas tiga tahap, yaitu:

1. Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah.

2. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.

3. Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan.

Partisipasi masyarakat atau keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dalam empat tahap, yaitu:

1. Tahap assessment

Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dimiliki. Untuk ini masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri.

2. Tahap alternatif program atau kegiatan

Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan cara beberapa alternatif program.

3. Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan

Dilakukan dengan melaksanakan program yang telah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaan di lapangan.

4. Tahap evaluasi (termasuk evaluasi input, proses dan hasil)

Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas dari program yang sedang berjalan.

2.2Cara Menggerakkan Partisipasi Masyarakat

Perbaikan kondisi hidup masyarakat dan upaya memenuhi kebutuhan masyarakat dapat menggerakkan partisipasi (Poston, 1958: 185). Agar perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat dapat menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, usaha itu antara lain:

1. Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata.

2. Dijadikan stimulasi terhadap masyarakat yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban yang dikehendaki.

3. Dijadikan motivasi terhadap masyarakat yang berfungsi membangkitkan tingkah laku yang dikehendaki secara berlanjut.

Selain cara di atas, partisipasi masyarakat dapat digerakkan melalui:

1. Proyek pembangunan desa yang dirancang secara sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat.

2. Organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

3. Peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan (Mubyarto, 1984 : 49)

Masyarakat akan tergerak untuk berpartisipasi jika:

1. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.

2. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan.

3. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat.

4. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat.

Partisipasi masyarakat berkurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam mengambil keputusan. Partisipasi masyarakat sebagai masukan pembangunan dapat meningkatkan usaha perbaikan kondisi dan taraf hidup masyarakat desa yang bersangkutan. Antara partisipasi masyarakat dengan kemampuan masyarakat desa untuk berkembang secara mandiri, terdapat kaitan yang erat. Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan awal masyarakat untuk berkembang secara mandiri. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat menumbuhkan kemampuan masyarakat tersebut.

Partisipasi masyarakat juga dapat dilakukan melalui:

a. Pendekatan Keswadayaan

Pendekatan keswadayaan dalam pembangunan didasari keyakinan kuat bahwa sumber daya manusia adalah unsur yang paling pokok dalam pembangunan (Abdullah Sarwani, 1991 : 20). Metodologi keswadayaan dengan dialog partisipatif untuk mengembangkan kemandirian masyarakat merupakan pilihan strategis untuk dapat mengembangkan partisipasi msyarakat dalam pembangunan. Berdasarkan asumsi menurut Hamijojo, partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat terjadi dalam bentuk: konsultasi, sumbangan spontan, proyek berdikari, sumbangan kerja, aksi massa, pembangunan keluarga desa, dan pembangunan proyek komunitas otonom.

Sedangkan jenis partisipasi terdiri dari:

1. Partisipasi buah pikiran

2. Partisipasi keterampilan

3. Partisipasi tenaga

4. Partisipasi harta bendaa

5. Partisipasi uang (R.A. Santoso Sastropoetro, 1985 : 18, 32)

b. Tata Hubungan Masyarakat Membaharu

Dalam masyarakat membaharu nampak usaha-usaha yang jelas untuk mengikutsertakan rakyat dalam perencanaan dan keputusan mengenai masa depan mereka sendiri. Pemerintah tidak mencoba memaksakan suatu program atau keputusan pemerintah pusat sendiri, tetapi bekerja sama dengan lembaga-lembaga setempat untuk bekerja dengan rakyatnya. Hubungan antara pemerintah dan rakyat dapat terjalin ke arah saling percaya dan saling menghormati. Tugas pemerintah dalam masyarakat membaharu adalah mengorganisir massa rakyat termasuk masyarakat pedesaan dalam pelembagaan lokal yang cukup berotonomi dan yang memberikan peluang kepada mereka untuk memasuki sistem ekonomi dan sosial nasional. Seni mengorganisir rakyat terletak pada dimungkinkannya mengambil keputusan pada tingkat-tingkat yang tepat, dengan demikian memungkinkan agar bermacam-macam kebutuhan masyarakat desa tercakup dalam garis kebijaksanaan nasional. Maksud pengorganisasian masyarakat adalah untuk menciptakan dan memperbesar partisipasi mereka dalam proses pembangunan pedesaan, sebab selama mereka tidak menjadi penggerak atau secara langsung terlibat dalam proses pembangunan maka hasilnya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat (Sutisna, 1977 : 38-39).

c. Tata Hubungan Masyarakat Ganda

Dalam masyarakat ganda, tata hubungan yang ada merupakan suatu perpanjangan dari hubungan antara penguasa dan rakyat dalam masyarakat tradisional, di mana keputusan pada dasarnya diambil di atas kemudian diturunkan ke bawah. Dalam masyarakat ganda, rakyat pada umumnya kurang diikutsertakan dalam setiap kegiatan. Pemerintah berusaha merencanakan dan melaksanakan usaha pembangunan tanpa atau kurang mengikutsertakan rakyatnya sebab dianggap kurang mampu. Investasi dan keuntungan terpusat di tangan segelintir orang yang dianggpa memiliki keahlian dan prakarsa yang diperlukan (Edgar, 1977: 40).

Ditinjau dari masyarakat desa karena mereka cenderung agak statis maka segala pembaharuan terutama yang diturunkan dari atas dirasa mengandung dang mengundang ressiko. Mereka biasanya enggan untuk menerima dan melaksanakan hal-hal baru dengan alasan kegagalan dapat berarti kelaparan atau malah kematian. Mungkin telah diberi penjelasan mengenai suatu program adalah demo kebaikan dan peningkatan hidup mereka, masyarakat tetap enggan berpartisipasi dalam program tersebut sebab mereka merasa bahwa program itu bukan programnya melainkan program pemerintah, sehingga mereka merasaa tidak terikat dan terlibat untuk itu.

2.3Pembangunan Pariwisata

Pembangunan

Pada hakekatnya pada setiap kehidupan masyarakat selalu terdapat perubahan-perubahan atau pergantian dan pertumbuhan serta perkembangan yang terjadi dalam masyarakat itu mundur. Dalam arti terjadinya pengrusakan atau penghancuran nilai-nilai atau bangunan fisik yang sudah ditata dengan baik. Sebaiknya perubahan atau pergantian itu terjadi dari keadaan yang serba kekurangan kearah yang serba kecukupan atau dari keadaan yang semraut kearah yang lebih tertib. Perubahan atau pergantian dari keadaan yang kekurangan kepada yang lebih tertib inilah yang penulis maksud dengan pembangunan. Istilah pembangunan ini mempunyai batasan yang beranekaragam. Namun, pada dasarnya tujuan dari masing-masing batasan yang diberikan terhadap pembangunan itu hampir sama.

Menurut Sondang Siagian (2000 : 4) pembangunan adalah sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu Negara menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.

Menurut Tjokromidjojo (1985 : 34) pembangunan adalah suatu proses pembaharuan yang kontinue dan terus menerus dari suatu keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang dianggap lebih baik.

Berdasarkan pengertian pembangunan yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembangunan itu mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Pembangunan itu merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus.

b. Pembangunan itu mengandung suatu perubahan kearah yang lebih baik.

c. Pembangunan itu mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai.

Sementara itu menurut Budiman (1995: 1) pembangunan secara umum diartikan sebagai usaha memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Dari pengertian di atas dapat diterangkan bahwa adanya suatu proses perubahan atau transformasi dalam kehidupan masyarakat dan warganya. Perubahan ini tidak hanya berarti aspek kemajuan ekonomi (material) saja tetapi dibarengi dengan kemajuan pendidikan dan teknologi, keadilan sosial dan kesehatan.

Pariwisata

Pariwisata merupakan suatu fenomena multidimensional, menumbuhkan citra petualang, romantik dan tempat-tempat eksotik dan juga meliputi realita keduniaan seperti bisnis, kesehatan dan lain-lain. sedangkan menurut definisi yang luas pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, dan ilmu (Spillance, 1985: 21).

Jadi pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dari suatu tempat ketempat lain dan bersifat sementara untuk mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan yang bertujuan mendapatkan kenikmatan dan kepuasan.

Di Indonesia istilah pariwisata konon untuk pertama kali digunakan oleh mendiang Presiden Soekarno dalam suatu percakapan sebagai padanan dari istilah asing tourism. Sementara apa yang dimaksud dengan tourism/pariwisata itu harus disimpulkan dari cara orang menggunakan istilah itu. Maka dapat dikatakan bahwa yang disebut pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan (Soekadijo, 1996).

a.Wisatawan

Pada hakekatnya istilah wisatawan tidak telepas dari dunia kepariwisataan karena pariwisata merupakan perjalanan wisata yang dilakukan oleh orang-oranng yang hendak bertamasya atau rekreasi. Dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1965 dinyatakan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain menikmati perjalanan dan kunjungan itu (Spillance, 1985: 21).

Dalam perkembangannya dibuat batasan umum pengertian mengkategorikan orang-orang yang seharusnya atau tidak seharusnya dianggap sebagai wisatawan.

Yang bisa dianggap wisatawan:

1. Mereka yang mengadakan perjalanan untuk kesenangan karena alasan keluarga, kesehatan dan lain-lain.

2. Mereka yang mengadakan perjalanan untuk keperluan pertemuan-pertemuan atau karena tugas-tugas tertentu.

3. Mereka yang mengadakan perjalanan dengan tujuan usaha.

4. Mereka yang datang dalam rangka perjalanan dengan kapal laut walaupun tinggal di suatu negara kurang dari 24 jam.

Yang tidak bisa dianggap sebagai wisatawan:

1. Mereka yang datang baik dengan maupun tanpa surat kontrak kerja kerja, dengan tujuan mencari pekerjaan atau mengadakan kegiatan usaha di suatu negara.

2. Mereka yang datang untuk mengusahakan tempat tinggal tetap di suatu negara.

3. Penduduk didaerah tapal batas negara dan mereka yang bertempat tinggal di suatu negara dan bekerja di negara yang berdekatan.

4. Pelajar, mahasiswa dan orang-orang muda di asrama-asrama pelajar dan mahasiswa.

5. Wisatawan-wisatawan yang melewati suatu negara tanpa tinggal walaupun perjalanan tersebut berlangsung lebih dari 24 jam.

b.Objek Wisata

Sumber-sumber objek wisata ini oleh Prof. Marioti disebut dengan istilah Attractive Spontance yaitu segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang berkunjung ketempat tersebut. Hal-hal yang dapat menarik orang untuk berkunjung kesuatu tempat daerah tujuan wisata:

1. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semestanya. Keadaan iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, flora dan fauna, dan tempat-tempat kesehatan.

2. Hasil ciptaan manusia seperti: benda-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan, kesenian rakyat, kerajinan tangan, upacara tradisional, pameran, festival, dan lain-lain.

3. Tata cara hidup masyarakat tradisional, adat istiadat dan kebiasaan (Yoety dalam Soekadijo, 1996).

Tata cara hidup masyarakat tradisional dari suatu masyarakat merupakan salah satu sumber amat penting untuk ditawarkan kepada para wisatawan. Bagaimana kebiasaan hidup dari suatu masyarakat ini, adat istiadatnya, semuanya merupakan daya tarik utama bagi wisatawan untuk lebih lama tinggal di daerah itu.

Meskipun hal tersebut diatas terdapat dalam suatu daerah pariwisata, akan tetapi bila sarana dan prasarana untuk mencapai daerah tersebut tidak ada maka kegiatan pembangunan kepariwisataan tidak akan berjalan lancar. Oleh karenanya pengadaan sarana dan prasarana pariwisata sangat prinsipil sifatnya untuk daerah pariwisata.

c.Sarana dan Prasarana

Yang dimaksud dengan prasarana (infrastucture) adalah semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian dapat berjalan lancar sedemikian rupa. Sehingga dapat memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi fungsinya adalah melengkapi sarana kepariwisataan sehingga dapat memberikan pelayanan sebagaimana mestinya.

Menurut Wahab (1989: 53) ada dua prasarana kepariwisataan, yaitu:

1. Prasarana perekonomian (Economic Infrastructure) yang terdiri atas:

a. Prasarana perhubungan

b. Prasarana telekomunikasi

c. Prasarana yang termasuk utilities, yaitu air bersih dan listrik

d. Sistem perbankan

2. Prasarana sosial (Social Infrastucture) antara lain:

a. Pelayanan kesehatan

b. Faktor keamanan

Prasarana kepariwisataan diatas harus didukung lagi oleh sarana pariwisata sehingga sifatnya saling melengkapi. Tanpa adanya prasarana yang disebutkan diatas akan sukar bagi sarana kepariwisataan dapat memenuhi fungsinya untuk memberikan pelayanan bagi wisatawan yang berkunjung.

Sarana kepariwisataan adalah segala fasilitas yang digunakan oleh wisatawan dalam melakukan perjalanan wisatanya disuatu daerah. Sarana kepariwisataan ini dimaksudkan untuk membuat wisatawan lebih banyak. Dalam hal ini bisa tempat penginapan, menyediakan makanan dan minuman di daerah tujuan wisata. Dapat pula ditambahkan kantor pemerintah seperti pusat informasi, kantor dinas pariwisata, dan lain sebagainya sebagai pelayanan secara tidak langsung yang berkunjung.

Sarana dan prasarana kepariwisataan yang disebut diatas memerlukan biaya yang cukup besar, waktu yang cukup lama untuk pengadaannya serta adanya partisipasi dari masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan taraf hidup masyarakat melalui proses pariwisata. Oleh karena itu didalam melaksanakan pengembangan ini perlu adanya kerjasama pihak-pihak terkait yaitu, pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat setempat (Santoso, 2004).

Sekurang-kurangnya ada 4 keuntungan yang nyata diperoleh dari pembangunan pariwisata sebagai komoditi, yaitu:

1. Bertambahnya kesempatan kerja dengan perkataan lain akan dapat menghilangkannya/mengurangi pengangguran.

2. Meningkatkan penerimaan pendapatan nasional (national income), yang berarti pula income perkapita bertambah.

3. Semakin besarnya penghasilan pajak (tax revenue).

4. Semakin kuatnya posisi neraca pembayaran luar negeri (net balance payment) (Yoeti, 1996).

Menurut James J. Spillance (1985) keuntungan dari pembangunan pariwisata adalah:

1. Membuka kesempatan kerja. Karena pariwisata merupakan kegiatan mata rantai yang sangat panjang, sehingga banyak membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitarnya.

2. Menambah pemasukan/pendapatan masyarakat daerah.

3. Menambah devisa negara.

4. Merangsang pertumbuhan kebudayaan asli Indonesia.

5. Menunjang gerak pembangunan di daerah.

Mengingat bahwa sektor industri pariwisata dapat memberikan sumbangan terhadap perolehan devisa dan memperkuat posisi neraca pembayaran luar negari. Maka pemerintah telah menunjukkan kemauannya secara politis untuk membangun industri pariwisata. Hal ini dapat terlihat dari kebijaksanaan pembangunan yang dinyatakan dalam GBHN yaitu TAP MPR No. II/MPR/1993. Sebagai antisipasi perkembangan pembangunan pariwisata yang telah menglobal sifatnya, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Pariwisata (Pendit, 2006: 10).

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Sapta Pesona dengan maksud mengajak seluruh warga masyarakat untuk berperan serta mencipta suasana yang mendukung berkembangnya pembangunan pariwisata yaitu dengan menciptakan dan menjaga:

1. Keamanan

2. Ketertiban

3. Kebersihan

4. Kesejukan

5. Keindahan

6. Keramahtamahan

7. Kenangan

Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan pariwisata ini ditempuh dengan melibatkan masyarakat sebagai subjeknya. Masyarakat tidak dilihat sebagai objek binaan saja. Melainkan penentu kearah mana hidupnya dibawa. Dengan adanya inisiatif baru dengan demikian program tersebut memang bersifat pembangunan. Pembangunan pariwisata ini bertujuan untuk:

1. Menciptakan lapangan kerja

2. Meningkatkan kapasitas manajemen Pemerintah Daerah, kemampuan kelembagaan desa dan peran serta masyarakat

3. Meningkatkan keterampilan masyarakat nagari dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan

4. Meningkatkan pembangunan modal di daerah

Yang diutamakan dalam pembangunan pariwisata ini adalah program pengembangan peran serta masyarakat dan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata. Dalam pembangunan pariwisata, peran serta masyarakat desa setempat sangat diutamakan terutama dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan masyarakat. Sehingga dapat lebih meningkatkan dan mengembangkan dinamika dan kreatifitas masyarakat khususnya masyarakat yang lemah, terbelakang, dan tertinggal.

2.4Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pelembagaan Pariwisata

Pengembangan objek wisata tidak akan berjalan lancar apabila masyarakat khususnya masyarakat setempat tidak terlibat dalam upaya pengembangan tersebut. Untuk itu penduduk atau masyarakat setempat wajib dikonsultasikan dan reaksi atau responnya harus diperhitungkan dalam proses perencanaan. Partisipasi masyarakat bukanlah suatu akhir dari pekerjaan akan tetapi merupakan suatu sarana untuk mencapai tujuan dari pembangunan nasional.

Partisipasi masyarakat harus dibina untuk menuju ke arah yang baik dan sehat, agar para pelaksanaannya dapat melaksanakan dan memelihara proyek-proyek infrastruktur yang sudah selesai dibangun, sehingga keterlibatan pemerintah dalam bidang itu menjadi berkurang. Partisipasi masyarakat akan membangkitkan rasa bangga terhadap keterlibatan dan menimbulkan perasaan sayang terhadap proyek serta menimbulkan kepercayaan pada diri sendiri kesempatan dan tanggung jawab.

Dengan mengikutsertakan beberapa orang yang dianggap mempunyai pengaruh yang cukup besar dipedesaan pada awal usaha, yang selanjutnya baru melibatkan masyarakat banyak. Karena kalau tidak seperti itu masyarakat desa akan kurang antusias dan kurang terdorong untuk berpartisipasi terhadap usaha-usaha pembangunan di mas mendatang.

Dalam kaitan itu, Hamidjojo mengemukakan 10 alasan tentang pentingnya partisipasi sebagai berikut:

1. Dengan partisipasi lebih banyak hasil kerja dapat dicapai.

2. Dengan partisipasi pelayanan atau service dapat diberikan dengan biaya yang murah.

3. Partisipasi memiliki nilai dasar yang sangat berarti untuk peserta, karena menyangkut harga dirinya.

4. Partisipasi merupakan katalisator untuk pembangunan selanjutnya.

5. Partisipasi mendorong timbulnya rasa tanggung jawab.

6. Partisipasi menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar.

7. Partisipasi menjamin bahwa suatu kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat telah dilibatkan.

8. Partisipasi menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan yang terdapat didalam masyarakat, sehingga terjadi perpaduan berbagai keahlian.

9. Partisipasi membebaskan orang dari ketergantungan kepada keahlian oang lain.

10. Partisipasi lebih menyadarkan manusia terhadap penyebab kemiskinan sehingga menimbulkan kesadaran terhadap usaha untuk mengatasinya (Hamidjojo dalam Sastropoetro, 1986: 56).

Dengan demikian masyarakat sebagai pelaku pembangunan akan berusaha menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk kehidupannya, dengan partisipasi aktif dan apabila mungkin didasarkan atas inisiatif sendiri. Dan masyarakat sebagai pelaku pariwisata menuntut lebih banyak peran serta aktifnya jika dibandingkan dengan pemerintah sebagai pengambil kebijakan.

Kerja sama merupakan kunci berhasilnya pembangunan pariwisata. Apakah kerjasama dalam pembinaan wisata, apakah kerjasama dalam pemasaran ataukah kerjasama dalam usaha-usaha pembinaan masyarakat. Dengan demikian harus ditemukan situasi atau kebijaksanaan yang mampu menciptakan kerjasama maupun cara-cara untuk melaksanakan kerjasama itu. Faktor-faktor penting dalam hal ini adalah:

1. Adanya kepentingan bersama.

2. Hubungan antar manusia.

3. Kelancaran organisasi/kerjasama.

2.5Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu social (Singarimbun, 1987).

Untuk mendapatkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai variabel-variabel yang akan diteliti dalam defenisi konsep yang digunakan dalam pengertian ini adalah:

1. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan aktif dari sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam pembangunan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi sebagai elemen kebijakan pembangunan berkelanjutan yang lebih luas dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap evaluasi.

2. Pembangunan pariwisata adalah proses perubahan yang dilakukan pada sektor pariwisata dengan mewujudkannya dalam program-program yang berbentuk pembatasan secara ketat eksploitasi sumber daya tanpa menyisakan kerusakan lingkungan hidup secara permanen, di mana pemanfaatan sumber daya tersebut harus melibatkan masyarakat lokal dan memberikan manfaat optimal bagi mereka.

3. Prasarana pariwisata adalah semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian yang dapat memudahkan untuk memenuhi kebutuhannya.

2.5Sistematika Penulisan

BAB IPENDAHULUAN

Bab Ini Terdiri Dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Definisi Konsep dan Sistematika Penulisan.

BAB IIMETODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data.

BAB IIIDESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, tugas dan fungsi serta struktur organisasi.

BAB IVPENYAJIAN DATA

Bab ini memuat memuat hasil pengumpulan data di lapangan. Dalam bab ini akan dicantumkan semua data yang diperoleh dari lapangan atau dari lokasi penelitian selama proses penelitian.

BAB VANALISIS DATA

Bab ini memuat analisa dari data pada Bab IV untuk selanjutnya memberikan interprestasinya. Bab ini merupakan penjelasan dan penguatan terhadap temuan dengan cara mengutip pendapat-pendapat dari informan yang dianggap kredibel, selanjutnya membandingkan dengan hasil penelitian yang ada sebagai interprestasinya.

BAB VIPENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan. Bagian kesimpulan berisi jawaban atas rumusan masalah yang dikemukakan. Pemecahan masalah dinyatakan dalam bentuk saran.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian, secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan dengan menguji hipotesis.

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Sibunga-bunga, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang.

3.3Informan penelitian

Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bentuk penelititan ini adalah deskriptif kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sebgaja atau bertujuan. Subjek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan dalam proses penelitian.

1. Informan Kunci (Key Informan) yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan oleh peneliti. Adapun yang menjadi informan kunci penelitian ini adalah Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Deli Serdang.

2. Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Adapun yang menjadi informan utama dalam penelitian ini adalah Kepala Desa Sibunga-bunga dan masyarakat Desa Sibunga-bunga.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Data adalah rekaman atau gambaran atau keterangan suatu hal atau fakta. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui data primer dan data sekunder.

1. Data Primer adalah data yang diperoleh sipeneliti langsung dari objek yang diteliti. Data primer diperoleh melalui:

a. Wawancara

Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian (Emzir, 2010: 50).

b. Angket atau Kuisioner

Angket atau kuisioner adalah teknik pengumpulan data yang digunakan dengan mengajukan pertanyaan kepada responden/informan dalam bentuk tertulis (Joko Subagyo, 2004 : 55). Kuisioner dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan data sebaik mungkin, baik dalam arti sesuai dengan harapan peneliti (valid).

2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen, publikasi yang sudah dalam bentuk jadi. Data sekunder diperoleh melalui:

a. Studi Literatur/kepustakaan

Studi literature adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai literature seperti buku, majalah, dan berbagai bahan yang berhubungan dengan objek penelitian.

b. Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3.5Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh, kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Menurut Moleong (2006: 274), teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, dan menyusunnya dalam satuan-satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan dan serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.

Menurut Burhan Bungin (2011) terdapat beberapa aktifitas dalam analisis data yaitu:

1. Data reduction/reduksi data

Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus sejalan pelaksanaan penelitian berlangsung. Tentu saja proses reduksi data ini tidak harus menunggu data terkumpul semuanya dahulu baru melaksanakan analisis namun dapat dilakukan sejak data masih sedikit sehingga selain meringankan kerja peneliti juga memudahkan peneliti dalam melakukan kategorisasi data yang telah ada. Jika hal tersebut telah dilakukan data akan secara mudah dimasukkan dalam kelompok-kelompok yang telah dibuat oleh peniliti. Dalam artian reduksi data adalah merangkum dan memfokuskan hal-hal yang penting dalam penelitian dengan mencari tema dan pola hingga memberikan gambaran jelas, dan mempermudah peneliti untuk mencari data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

2. Data display/penyajian data

Display data bermakana sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Kegiatan reduksi data dan proses penyajian data adalah aktivitas-aktivitas yang terkait dengan proses analisis data model interaktif. Dengan demikian kedua proses ini berlangsung selama proses penelitian berlangsung dan belum berakhir sebelum laporan hasil akhir penelitian disusun. Display data dilakukan untuk mempermudah peneliti memahami data yang diperoleh selama penelitian memahami data yang diperoleh selama penelitian dibuat dalam bentuk uraian atau teks yang bersifat naratif, bagan atau bentuk tabel.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Arif, 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia.

Bungin, Burhan, 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif (Akualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer), Jakarta: PT. Rajagrafindo.

Koentjoroningrat, 1990. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan.

Marpaung, Happy dan Bahar Herman, 2002. Pengantar Pariwisata. Bandung: Alfabeta.

Pendit, Nyoman, S, 2006. Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Sarwani, Abdullah, 1991. Sumber Daya Manusia dan Proses Demokrasi. Jakarta: SBD.

Sastropoetro, Santoso, 1986. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional. Bandung: Alumni.

Siagian, Sondang, 2000. Administrasi Pembangunan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Singarimbun, Masri, Sofyan Efendi, 1987. Metode Penelitian Survay. Jakarta: LP3S.

Soedjono, 1990. Anatomi Pariwisata Memahami Pariwisata. Jakarta: Gramedia.

Soekadijo, 1996. Anatomi Memahami Pariwisata. Jakarta: Gramedia.

Spillance, J, 1987. Ekonomi Pariwisata. Yogyakarta: Kanisius.

Sutisna, Oteng, 1977. Pendidikan dan Pembangunan, Tantangan Bagi Pembaharuan Pendidikan. Jakarta: Ganaco N.V.

Tjokroamidjojo, Bintoro, 1994. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3S.

Wahab, Salah, 1989. Pemasaran Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Yoety, Oka, A, 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.

Peraturan Perundang-undangan:

Ketetapan MPR RI Nomor II Tahun 1993

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 dan 33

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah 2004