model partisipasi masyarakat lokal … tahunan penelitian unggulan perguruan tinggi model...

72
LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI MODEL PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL DALAM PENGEMBANGAN PARIWISATA EKOLOGIS Tahun ke 2 dari rencana 3 tahun Ketua/Anggota Tim: Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si. (0005046104) Dra. Luh Putu Kerti Pujani, M.Si. (0029085708) I Made Adikampana, S.T., M.T. (0024027704) UNIVERSITAS UDAYANA OKTOBER 2014

Upload: duongcong

Post on 10-Jul-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

MODEL PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL DALAM PENGEMBANGAN PARIWISATA EKOLOGIS

Tahun ke 2 dari rencana 3 tahun

Ketua/Anggota Tim:

Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si. (0005046104)

Dra. Luh Putu Kerti Pujani, M.Si. (0029085708)

I Made Adikampana, S.T., M.T. (0024027704)

UNIVERSITAS UDAYANA OKTOBER 2014

HALAMAN PENGESAHAN Judul : Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan

Pariwisata Ekologis Peneliti/Pelaksana

Nama Lengkap : Drs. I NYOMAN SUNARTA M.Si. NIDN : 0005046104 Jabatan Fungsional : Program Studi : Kajian Pariwisata Nomor HP : 08123960414 Alamat Surel (e-mail) : [email protected] Anggota Peneliti (1) Nama Lengkap : Dra. LUH PUTU KERTI PUJANI, M.Si. NIDN : 0029085708 Perguruan Tinggi : Universitas Udayana Anggota Peneliti (2) Nama Lengkap : I MADE ADIKAMPANA S.T., MT NIDN : 0024027704 Perguruan Tinggi : Universitas Udayana Institusi Mitra (jika ada) : Nama Institusi Mitra : Alamat : Penganggung Jawab : Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 2 dari rencana 3 tahun Biaya Tahun Berjalan : Rp. 64.000.000,- Biaya Keseluruhan : Rp. 188.361.000,- Mengetahui Denpasar, 17 - 11 - 2014, Dekan Fakultas Pariwisata Ketua Peneliti, (Drs. I MADE SENDRA, M.Si) (Drs. I NYOMAN SUNARTA M.Si.) NIP/NIK 196508222000031001 NIP/NIK 196104051988031002

Menyetujui, Ketua LPPM Universitas Udayana (Prof. Dr. Ir. I NYOMAN GDE ANTARA, M.Eng.) NIP/NIK 196408071992031002

3!!

RINGKASAN

Penelitian pada tahun kedua bertujuan untuk merumuskan model

partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis. Untuk

mencapai tujuan tersebut, maka disusun 2 (dua) pertanyaan sebagai target

penelitian. Pertama, bagaimana interaksi masyarakat lokal dengan pengelola

pariwisata ekologis yaitu Balai Taman Nasional Bali Barat (BTNBB)? dan Kedua,

apa tantangan partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata

ekologis?.

Kebutuhan data guna menjawab pertanyaan penelitian dipenuhi melalui

berbagai teknik, yaitu tinjauan pustaka, observasi, wawancara, dan focus group

discussion (FGD). Data yang terkumpul akan dikelompokkan dan dijabarkan

sesuai target penelitian dan kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mencapai

tujuan penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan paradigma

tata hubungan antara masyarakat lokal dengan BTNBB selaku pengelola

pariwisata ekologis, yaitu dari KAMI vs MEREKA menjadi KITA. Perubahan

tersebut kemudian memberikan ruang-ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi

dalam pemanfaatan kawasan konservasi TNBB, terutama dalam pengembangan

pariwisata ekologis. Pembentukan kelompok masyarakat Manuk Jegeg adalah

salah satu ruang yang ideal bagi tumbuh kembangnya partisipasi masyarakat lokal

dalam pengembangan pariwisata ekologis. Dapat disimpulkan bahwa munculnya

kelompok masyarakat yang merupakan wadah kegiatan bersama antara

masyarakat dengan pemerintah, merupakan model yang mampu mendorong

partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis. Namun,

terbukanya ruang berpartisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata

ekologis melalui kelompok masyarakat Manuk Jegeg juga menemui berbagai

tantangan. Tantangan terbesarnya adalah masih adanya ketergantungan

masyarakat lokal terhadap pihak eksternal yaitu BTNBB. Ini menjadikan posisi

masyarakat lokal tidak independen dan terbatasi pergerakannya terutama dalam

pengembangan pariwisata ekologis.

4!!

PRAKATA

Puji Syukur kehadapan Tuhan atas segala yang diberikan dan dengan

limpahan perhatian, bantuan, dukungan serta dorongan yang sangat berarti kepada

tim peneliti untuk menyelesaikan laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi

tahun kedua. Penelitian di tahun kedua ini fokus merumuskan model partisipasi

masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis.

Untuk penyelesaian laporan penelitian ini, tim peneliti mengucapkan

terima kasih kepada: DP2M Dikti, Rektor Universitas Udayana, Ketua LPPM

Universitas Udayana, Dekan Fakultas Pariwisata, dan Ketua Program Studi S1

Destinasi Pariwisata yang telah memberikan kesempatan dan mendorong tim

peneliti untuk melaksanakan fungsi penelitian terkait dengan pengamalan Tri

Dharma Perguruan Tinggi. Tidak lupa juga tim peneliti mengucapkan terima kasih

kepada masyarakat Desa Sumber Klampok dan BTNBB atas segala yang

diberikan.

Tim peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan

penelitian ini, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga laporan

penelitian ini dapat memberikan manfaat dan besar harapan kami agar penelitian

ini dapat dilanjutkan dalam rangka implementasi model partisipasi masyarakat

lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis.

Denpasar, Oktober 2014

Tim Peneliti

5!!

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ 1

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. 2

RINGKASAN ...................................................................................................... 3

PRAKATA ........................................................................................................... 4

DAFTAR ISI ........................................................................................................ 5

DAFTAR TABEL ................................................................................................ 7

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... 8

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ 9

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 10

1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 10

1.2. Urgensi (Keutamaan) Penelitian ................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 13

2.1. Pariwisata Ekologis ....................................................................................... 13

2.2. Pariwisata Berbasis Masyarakat .................................................................... 14

2.3. Modal ............................................................................................................ 19

2.4. Peta Jalan Penelitian ...................................................................................... 20

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ......................................... 21

3.1. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 21

3.2. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 21

BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................................... 22

4.1. Pendekatan Penelitian ................................................................................... 22

4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................................. 22

4.3. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 22

4.4. Analisis Data Deskriptif ................................................................................ 24

4.5. Bagan Alir Penelitian .................................................................................... 25

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 26

5.1. Interaksi BTNBB dan Masyarakat Lokal ...................................................... 26

5.2. Tantangan dan Hambatan Partisipasi Masyarakat Lokal

dalam Pariwisata Ekologis ............................................................................ 29

5.3. Model Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pariwisata Ekologis ................. 31

6!!

BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ............................................. 37

6.1. Ringkasan Penelitian Tahun Kedua .............................................................. 37

6.2. Tujuan Penelitian Tahun Berikutnya ............................................................ 38

6.3. Bagan Alir Penelitian Tahun Berikutnya ...................................................... 38

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 39

6.1. Kesimpulan ................................................................................................... 39

6.2. Saran .............................................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40

LAMPIRAN ......................................................................................................... 42

7!!

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakteristik Pembangunan Pariwisata Skala Kecil dan Skala Besar .... 17

8!!

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Jalan Penelitian ........................................................................... 20

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian ......................................................................... 25

Gambar 3. Model Partisipasi Masyarakat dalam Pariwisata Ekologis ................ 33

Gambar 4. Bagan Alir Penelitian Tahun Berikutnya ........................................... 38

9!!

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian ........................................................................ 42

Lampiran 2. Personalia Tenaga Peneliti ............................................................... 44

Lampiran 3. Artikel Ilmiah .................................................................................. 55

10!!

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pariwisata ekologis atau lebih dikenal dengan ekowisata dikembangkan

sebagai reaksi atas berbagai dampak negatif pengembangan pariwisata

konvensional yang bersifat masal (mass tourism). Tujuan pengembangan adalah

untuk meningkatkan kualitas jasa lingkungan dan kualitas hidup masyarakat di

sekitarnya (Eagles dan McCool, 2002). Demikian pula dengan pengembangan

ekowisata di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Ekowisata TNBB juga

dikembangkan untuk melindungi keanekaragaman hayati dan sebagai instrumen

penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui penyediaan

pelayanan publik, peluang pekerjaan dan kesempatan berusaha (Balai Taman

Nasional Bali Barat, 2004). Namun masyarakat sekitar yang berbatasan langsung

dengan TNBB atau dalam hal ini disebut masyarakat lokal yaitu masyarakat Desa

Sumber Klampok, mempunyai ketergantungan tinggi terhadap sumber daya alam

sebagai sumber penghidupannya. Ketergantungan masyarakat lokal terhadap

sumber daya alam di dalam kawasan TNBB antara lain terlihat dari maraknya aksi

penebangan kayu, perburuan satwa endemik, pembukaan hutan untuk lahan

pertanian, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, pembibitan tanaman,

pemangkasan tajuk pohon untuk pakan ternak, serta area penggembalan liar. Di

satu sisi, ketergantungan tersebut memperlihatkan rendahnya kesadaran

konservasi masyarakat lokal guna mendukung fungsi kawasan. Muncul

stigmatisasi masyarakat lokal sebagai penjarah kawasan konservasi yang

merupakan sumber daya ekowisata. Sedangkan di sisi lain menunjukan masih

minimnya partisipasi masyarakat lokal karena ketidakberdayaan masyarakat

dalam pengambilan keputusan dan menangkap berbagai manfaat atau kontribusi

pariwisata ekologis.

Berdasarkan fenomena tersebut, sangat menarik untuk dilakukan

penelitian tentang model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan

pariwisata ekologis. Model ini diharapkan dapat mengakomodasi berbagai

kepentingan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan

pariwisata ekologis, terutama bagi masyarakat yang berbatasan langsung dengan

11!!

daerah tujuan pariwisata ekologis. Penelitian tentang model partisipasi masyarakat

lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis akan dilaksanakan selama 3 (tiga)

tahun. Khusus untuk penelitian tahun kedua, penelitian ini ditargetkan untuk

membahas interaksi masyarakat lokal dengan pengelola pariwisata ekologis dan

tantangan serta hambatan partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan

pariwisata ekologis. Hasil bahasan tersebut kemudian dianalisis dan disintesis

guna merumuskan model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan

pariwisata ekologis.

1.2. Urgensi (Keutamaan) Penelitian

Pariwisata diyakini sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan

kualitas hidup masyarakat. Keyakinan ini disebabkan oleh pariwisata merupakan

industri non ekstraktif yang mampu menciptakan manfaat ekonomi, sosial budaya,

dan lingkungan bagi masyarakat lokal (Eagles dan McCool, 2002). Manfaat

pariwisata bagi masyarakat tersebut selanjutnya akan merangsang partisipasi aktif

masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata (Tosun dan Timothy, 2003).

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan kegiatan

pariwisata sedikitnya dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu partisipasi dalam

pengambilan keputusan dan partisipasi dalam pembagian manfaat pariwisata

(Garrod et al., 2001; Timothy dan Boyd, 2003). Partisipasi dalam pengambilan

keputusan berarti masyarakat mempunyai kesempatan untuk menyuarakan

harapan, keinginan dan kekhawatirannya terhadap pengembangan pariwisata,

yang selanjutnya dapat dijadikan masukan dalam proses perencanaan pariwisata.

Sedangkan mengambil peran dalam pembagian manfaat pariwisata mengandung

maksud bahwa masyarakat semestinya mempunyai kesempatan untuk

memperoleh keuntungan lingkungan, sosial budaya, dan finansial dari pariwisata

dan keterkaitan dengan sektor lainnya (Timothy dan Boyd, 2003). Semakin tinggi

tingkat partisipasi masyarakat, maka semakin besar pula dukungan, penerimaan

dan toleransi masyarakat terhadap aktivitas pariwisata. Menurut Murphy (1985)

pariwisata merupakan sebuah community industry, sehingga keberlanjutan

12!!

pariwisata sangat tergantung dan ditentukan oleh penerimaan dan dukungan

masyarakat terhadap pariwisata.

Penerimaan dan dukungan akan terbentuk bila pariwisata lebih sensitif dan

responsif terhadap berbagai kebutuhan masyarakat. Kerap kali penyebab

munculnya permasalahan dalam pengembangan pariwisata karena terabaikannya

kebutuhan masyarakat. Masyarakat cenderung akan membenarkan berbagai cara

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, meskipun hal tersebut anti dan kontra

produktif dengan keberlanjutan pengembangan pariwisata. Hal ini tentunya dapat

memicu konflik kepentingan di antara masyarakat, pelaku industri pariwisata dan

pemerintah sebagai pengambil kebijakan pembangunan pariwisata.

Konflik kepentingan juga tampak dalam pengembangan pariwisata

ekologis di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB). TNBB merupakan

kawasan konservasi hutan tropis dan pesisir. Di dalamnya terdapat habitat

endemik Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi), wilayah perdesaan, dan sebagai salah

satu tujuan wisata alam populer di Bali. Munculnya konflik tersebut disebabkan

oleh masih rendahnya kesadaran konservasi masyarakat lokal di sekitar TNBB

yaitu masyarakat Desa Sumber Klampok guna mendukung fungsi TNBB sebagai

kawasan konservasi dan juga daerah tujuan pariwisata ekologis. Penghidupan

masyarakat desa masih sangat tergantung dari pemanfaatan sumberdaya alam

kawasan konservasi tersebut. Ketergantungan ini dapat diminimalkan jika

masyarakat terlibat dan berpartisipasi aktif dalam pengembangan pariwisata

ekologis TNBB. Untuk itu sangat penting dilakukan penelitian yang dapat

merumuskan model partisipasi masyarakat lokal dan penerapannya dalam

pengembangan pariwisata ekologis. Adanya model ini diharapkan dapat

mengoptimalkan peran pariwisata ekologis sebagai alat strategis untuk

meningkatkan kualitas jasa lingkungan dan kualitas hidup masyarakat yang berada

di sekitar daerah tujuan pariwisata ekologis.

13!!

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pariwisata Ekologis

Pariwisata ekologis atau disebut juga ekowisata tumbuh akibat adanya

ketidakpuasan terhadap bentuk dan jenis pariwisata konvensional. Pariwisata

konvensional memiliki pandangan yang berlaku sama (general) terhadap produk

pariwisata padahal setiap produk mempunyai keunikan, sangat berorientasi pada

keuntungan, mengabaikan elemen sosial budaya serta lingkungan, dan

antroposentris (Fennell, 2003). Menurut Goodwin (1996), ekowisata dikatakan

sebagai kegiatan pariwisata alam yang berkontribusi langsung terhadap

perlindungan spesies dan habitat sebagai basis atraksi dan secara tidak langsung

memberikan manfaat ekonomi pariwisata bagi masyarakat lokal. Dengan kata lain

ekowisata dapat menyeimbangkan antara upaya konservasi dan program

pembangunan. Selanjutnya Wallace dan Pierce (1996) menyebutkan ekowisata

sebagai suatu perjalanan ke tempat yang masih alamiah untuk tujuan

pembelajaran/penelitian, mengisi waktu luang/rekreasi, dan secara sukarela

memberikan bantuan material dan non material (volunteer assistance). Perjalanan

yang dilakukan memberikan perhatian lebih terhadap pelestarian flora, fauna,

geologi, dan ekosistem, termasuk masyarakat yang berada di sekitarnya

(kemenerusan nilai sosial budaya, tata hubungan, dan pemenuhan kebutuhan

masyarakat lokal). Pendapat Wallace dan Pierce tersebut sejalan dengan Fennell

(1999) yang menyebutkan bahwa ekowisata adalah bentuk keberlanjutan

(sustainable) pariwisata alam yang fokus utamanya pada pengalaman dan

pembelajaran mengenai alam, pengelolaannya dapat meminimalkan berbagai

dampak negatif, tidak konsumtif, dan berorientasi pada sumberdaya atau modal

lokal. Untuk itu kemudian United Nations Environmental Program dan World

Tourism Organization (UNEP/WTO) (2002) dalam Fennell (2003) mengusulkan

beberapa kriteria untuk mendefinisikan ekowisata, yaitu: produk pariwisata

berbasis alam, pengelolaanya berdampak minimal terhadap lingkungan fisik,

sosial dan budaya, menyertakan pengalaman yang bersumber dari pembelajaran

terhadap lingkungan alamiah, memberikan kontribusi terhadap konservasi

14!!

kenaekaragaman hayati, dan menyediakan berbagai manfaat terutama bagi

masyarakat lokal.

Kriteria yang diusulkan ini selanjutnya mendasari terbentuknya prinsip-

prinsip pengembangan pariwisata ekologis atau ekowisata. Terdapat 6 (enam)

prinsip pengembangan ekowisata (Fennell, 2003), yaitu:

1. meminimalkan dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan dan

masyarakat lokal

2. meningkatkan perhatian dan pemahaman terhadap sistem lingkungan dan

sosial budaya masyarakat, dan diharapkan kemudian pengunjung dapat

terlibat aktif di dalam upaya peningkatan tersebut

3. menyeimbangkan antara upaya konservasi lingkungan dan program

pengembangan pariwisata

4. memaksimalkan partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan

keputusan

5. memberikan manfaat ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung

bagi masyarakat lokal berupa kegiatan ekonomi yang komplemen

terhadap kegiatan ekonomi tradisional

6. menyediakan kesempatan kepada masyarakat lokal, pelaku pariwisata,

dan pengunjung untuk menikmati, belajar, dan mensukuri keindahan

alam.

2.2. Pariwisata Berbasis Masyarakat

Pariwisata berbasis masyarakat merupakan salah satu jenis pariwisata yang

memasukkan partisipasi masyarakat sebagai unsur utama dalam pariwisata guna

mencapai tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan (Telfer dan Sharpley,

2008). Pemahaman ini sejalan dengan pemikiran Garrod et al., (2001); Timothy

dan Boyd (2003) yang menyebutkan pariwisata berbasis masyarakat sebagai

partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata. Dalam hal ini, partisipasi

masyarakat dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu: ikut terlibat dalam proses

pengambilan keputusan dan pembagian manfaat pariwisata.

15!!

Partisipasi dalam pengambilan keputusan berarti masyarakat mempunyai

kesempatan untuk menyuarakan harapan, keinginan dan kekhawatirannya dari

pembangunan pariwisata, yang selanjutnya dapat dijadikan masukan dalam proses

perencanaan. Kemudian Murphy (1985) mengusulkan juga adanya pelibatan

masyarakat dalam proses perencanaan pengembangan pariwisata. Pelibatan ini

merupakan faktor penentu keberlanjutan pengembangan destinasi pariwisata.

Sedangkan mengambil peran dalam pembagian manfaat pariwisata mengandung

pengertian bahwa masyarakat semestinya mempunyai kesempatan untuk

memperoleh keuntungan finansial dari pariwisata dan keterkaitan dengan sektor

lainnya. Untuk itu pengembangan destinasi pariwisata seharusnya mampu

menciptakan peluang pekerjaan, kesempatan berusaha dan mendapatkan pelatihan

serta pendidikan bagi masyarakat agar mengetahui manfaat pariwisata (Timothy,

1999). Juga Menurut Murphy (1985) pariwisata merupakan sebuah “community

industry”, sehingga keberlanjutan pembangunan pariwisata sangat tergantung dan

ditentukan oleh penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap pariwisata.

Implikasi pariwisata sebagai sebuah industri masyarakat adalah pariwisata

semestinya tidak hanya melibatkan masyarakat yang secara langsung

mendapatkan manfaat pariwisata, melainkan juga masyarakat yang secara tidak

langsung berkontribusi untuk kemenerusan pariwisata. Berhubungan dengan hal

tersebut, Mowforth dan Munt (1998) serta Ramukumba, et al. (2011) kemudian

membagi partisipasi masyarakat dalam 7 (tujuh) jenis, yaitu:

1. partisipasi manipulatif; adanya keterwakilan masyarakat dalam

kelembagaan pariwisata, namun wakil masyarakat ini tidak mempunyai

kekuasaan.

2. partisipasi pasif; masyarakat hanya diinformasikan hal yang sudah

diputuskan atau kejadian yang sudah berlangsung.

3. konsultasi; masyarakat berpartisipasi dengan menjawab pertanyaan yang

diajukan oleh pihak eksternal.

4. partisipasi material insentif; masyarakat berkontribusi dengan

memberikan sumber daya yang dimilikinya dan kemudian mandapat

16!!

kompensasi material berupa makanan dan minuman, pekerjaan, uang,

dan insentif materi lainnya.

5. partisipasi fungsional; pihak eksternal menginisiasi keterlibatan

masyarakat dengan membentuk kelompok untuk menentukan tujuan

bersama dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi

partisipasi tersebut muncul setelah adanya program dari pihak eksternal

dengan tujuan untuk efektifitas dan efisiensi program-program pihak

eksternal.

6. partisipasi interaktif; masyarakat mengadakan analisis secara bersama-

sama, merumuskan program untuk mencapai tujuan, dan penguatan

institusi lokal dengan difasilitasi oleh pihak eksternal. Partisipasi jenis ini

sudah ideal karena masyarakat mendapatkan pembelajaran tentang sistem

dan struktur, sehingga mampu mengalokasikan sumber daya untuk

mencapai tujuan.

7. mobilisasi sendiri; masyarakat mempunyai inisiatif sendiri dalam proses

perencanaan pembangunan tanpa ada intervensi dari pihak eksternal.

Peran pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat sangat dibutuhkan

dalam menyediakan dukungan kerangka kerja.

Selain itu, pariwisata berbasis masyarakat sering dipahami sebagai sesuatu

yang berseberangan dengan pariwisata skala besar (enclave), berbentuk paket (all

inclusive), dan minim keterkaitannya dengan masyarakat lokal. Sehingga

pariwisata berbasis masyarakat disebut juga sebagai pariwisata yang dibangun

oleh masyarakat lokal, berskala kecil, serta melibatkan berbagai elemen lokal

seperti pengusaha, organisasi, dan pemerintah lokal (Hatton, 1999 dalam Telfer

dan Sharpley, 2008; Leslie, 2012). Terkait dengan pembangunan pariwisata

berskala kecil, Jenkins (1982) telah melakukan perbandingan antara pariwisata

skala kecil dengan skala besar. Berdasarkan komparasi tersebut dapat diketahui

bahwa pembangunan pariwisata berskala kecil mempunyai karakteristik yang

sangat berbeda dengan pembangunan pariwisata berskala besar. Adanya

perbedaan krakteristik tentunya akan menghasilkan perbedaan dampak pula

terhadap masyarakat lokal.

17!!

Tabel 1. Karakteristik Pembangunan Pariwisata Skala Kecil dan Skala Besar

Skala kecil Skala besar

secara fisik menyatu dengan struktur ruang/kehidupan masyarakat lokal

secara fisik terpisah dari komunitas lokal, namun efektif membangun citra kuat dalam rangka promosi

perkembangan kawasan wisata bersifat spontan/tumbuh atas inisiatif masyarakat lokal (spontaneous)

pengembangan kawasan melalui perencanaan yang cermat dan profesional (well planned)

partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pembangunan pariwisata

investor dengan jaringan internasional sebagai pelaku utama usaha kepariwisataan

interaksi terbuka dan intensif antara wisatawan dengan masyarakat lokal

interaksi sangat terbatas antara wisatawan dengan masyarakat lokal

Sumber : Diolah dari Jenkins, 1982 Berdasarkan tabel karakteristik pembangunan pariwisata skala kecil dan skala

besar dapat dikatakan bahwa peluang terbesar pelibatan dan partisipasi

masyarakat lokal dalam pariwisata, akan muncul jika pariwisata dikembangkan

dengan skala kecil dan membuka interaksi intensif antara masyarakat dengan

wisatawan.

Seringkali partisipasi masyarakat dalam pariwisata disebut sebagai strategi

pembangunan alternatif yang terdengar sangat ideal namun dalam

implementasinya banyak terdapat tantangan dan hambatan. Scheyvens (2002)

menyebutkan ada 2 (dua) tantangan terbesar dalam pariwisata berbasis

masyarakat. Pertama, pada kenyataannya masyarakat lokal dalam suatu destinasi

pariwisata terbagi ke dalam berbagai faksi atau golongan yang saling

mempengaruhi berdasarkan kelas masyarakat (kasta), gender, dan kesukuan.

Antar faksi atau golongan biasanya saling menyatakan paling memiliki atau

mempunyai hak istimewa (privilege) atas keberadaan sumber daya pariwisata.

Golongan elit masyarakat tertentu sering berada dalam posisi mendominasi

pembangunan pariwisata berbasis masyarakat, lalu memonopoli pembagian atau

penerimaan manfaat pariwisata (Mowforth dan Munt, 1998). Berdasarkan hal

18!!

tersebut, partisipasi secara adil (equitable) menjadi pertimbangan penting dalam

mendorong pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Selain itu juga isu-isu

tentang kelas masyarakat, gender, dan kesukuan penting dipertimbangkan

terutama dalam perencanaan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat.

Tantangan kedua adalah adanya permasalahan dalam masyarakat untuk

mengidentifikasi pariwisata sebagai strategi pengembangan masyarakat lokal.

Masyarakat pada umumnya tidak cukup punya informasi, sumber daya atau

modal, dan kekuatan dalam hubungannya dengan berbagai pengambil keputusan

lainnya dalam pembangunan pariwisata, sehingga masyarakat lokal rentan

terhadap eksploitasi dan selalu menjadi objek pembangunan pariwisata. Campbell

(1999) juga menyatakan hal yang sama bahwa minimnya kesempatan

berpartisipasi dalam pariwisata dan sektor lain yang terkait, akibat dari kesulitan

yang dialami masyarakat dalam mengidentifikasi peluang yang dibangkitkan dari

pengembangan pariwisata, baik yang tercipta secara langsung maupun tidak

langsung.

Selain tantangan yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam pembangunan

pariwisata berbasis masyarakat juga akan berhadapan dengan berbagai jenis

hambatan. Tosun (2000); Dogra dan Gupta (2012) telah mengidentifikasi 3 (tiga)

hambatan dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat terutama di negara

berkembang. Adapun hambatan-hambatan tersebut berupa :

1. keterbatasan operasional; termasuk dalam hambatan ini adalah

sentralisasi administrasi publik, lemahnya koordinasi, dan minimalnya

informasi.

2. keterbatasan struktural; berupa sikap pelaku pariwisata, terbatasnya

tenaga ahli, dominasi elit masyarakat, aturan hukum yang belum tepat,

sedikitnya jumlah sumber daya manusia terlatih, dan minim akses ke

modal atau finansial.

3. keterbatasan kultural, yaitu : terbatasnya kapasitas terutama pada

masyarakat miskin dan rendahnya kesadaran masyarakat lokal terhadap

pariwisata

19!!

2.3. Modal

Berdasarkan pemikiran Bourdieu dalam Fashri, 2014, modal dapat

dikatakan sebagai suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam ranah. Ranah

adalah hubungan yang terstruktur dan mengatur posisi individu maupun kelompok

dalam ruang sosial. Setiap ranah menuntut individu maupun kelompok untuk

memiliki modal atau sumber daya agar dapat bertahan dalam hidup bermasyarakat

atau relasi sosial. Dengan kata lain, modal dapat menentukan posisi dan status

individu atau kelompok dalam masyarakat. Representasi individu maupun

kelompok dalam relasi sosial terbangun dari adanya praktek-praktek pertukaran

modal.

Selanjutnya modal dapat digolongkan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:

pertama; modal ekonomi mencakup alat-alat produksi, materi, dan uang yang

dengan mudah digunakan dengan segala tujuan serta diwariskan dari satu generasi

ke generasi berikutnya. Kedua; modal budaya adalah keseluruhan kualifikasi

intelektual yang bisa diproduksi, baik melalui pendidikan formal maupun warisan

keluarga. Termasuk modal budaya antara lain, kemampuan menampilkan diri di

depan publik, pemilikan benda budaya bernilai tinggi, pengetahuan dan keahlian

tertentu dari hasil pendidikan, dan sertifikat. Ketiga; modal sosial menunjuk pada

jaringan sosial yang dimiliki pelaku (baik individu maupun kelompok) dalam

hubungannya dengan pihak lain yang memiliki kuasa. Dan keempat; segala

bentuk prestise, status, otoritas, dan legitimasi yang terakumulasi sebagai bentuk

modal sosial.

Berbagai jenis modal tersebut dapat dipertukarkan satu dengan yang

lainnya. Semakin besar individu atau kelompok mengakumulasi modal tertentu,

maka semakin besar pula peluang untuk mengkonversi antar modal. Dari kesemua

jenis modal yang ada, modal ekonomi dan budayalah yang memiliki daya kuat

untuk menentukan jenjang hirarkis dalam masyarakat. Prinsip hirarki dan

diferensiasi masyarakat tergantung pada jumlah modal yang diakumulasi. Makin

besar jumlah modal yang dikuasai dapat menunjukkan dominasi (kekuasaan dan

hirarki tertinggi) dalam masyarakat.

20!!

2.4. Peta Jalan Penelitian

Tahun I: Eksistensi partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis

Tahun II: Model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis

Bidang dan Topik Unggulan Budaya dan Pariwisata

Sasaran: - Pariwisata

berbasis masyarakat

- Ekowisata

Tahun III: Penerapan Model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis

Identifikasi jenis partisipasi masyarakat lokal

Pengembangan produk dan pasar pariwisata ekologis

Model partisipasi masyarakat lokal

Interaksi masyarakat lokal dengan pengelola pariwisata ekologis

Jenis dan sebaran modal

Tantangan dan hambatan partisipasi masyarakat lokal

Gambar 1. Peta Jalan Penelitian

21!!

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada tahun kedua ini adalah untuk merumuskan model

partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis Untuk

mencapai tujuan tersebut, terdapat 2 (dua) target yang harus dicapai dalam

penelitian tahun kedua ini, yaitu:

1. Mengetahui interaksi masyarakat lokal dengan pengelola pariwisata

ekologis.

2. Mengetahui tantangan dan hambatan partisipasi masyarakat lokal dalam

pengembangan pariwisata ekologis.

3.2. Manfaat Penelitian

Terbangunnya model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan

pariwisata ekologis yang menjadi tujuan penelitian tahun kedua ini dapat

memberikan manfaat berupa:

1. Mendorong partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan

pembagian manfaat pengembangan pariwisata ekologis.

2. Mengoptimalkan peran pariwisata ekologis sebagai alat strategis untuk

meningkatkan kualitas jasa lingkungan dan kualitas hidup masyarakat

lokal yang berada di sekitar daerah tujuan pariwisata ekologis.

22!!

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian menggunakan metode deduktif, yaitu memverifikasi

hubungan konsepsual pariwisata terhadap kondisi empiris (Veal, 2006).

Konstruksi konsep partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata

ekologis didasarkan pada tinjauan pustaka. Kondisi empiris dikumpulkan dan

diketahui dengan berbagai teknik, disesuaikan dengan variable penelitian.

Sedangkan dalam tahap analisis dan sintesis digunakan metode deskriptif guna

menjelaskan kaitan atau hubungan sebab akibat antar variable-variabel dalam

penelitian.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa:

1. Data kuantitatif, adalah data yang berupa bilangan yang disusun dan

selanjutnya diinterprestasikan.

2. Data kualitatif, data berupa deskripsi atau uraian berdasarkan hasil

tinjauan pustaka, observasi, wawancara, dan diskusi kelompok terarah

atau dikenal luas dengan focus group discussion (FGD).

Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder.

Data primer akan digali melalui observasi, wawancara dengan masyarakat lokal,

BTNBB, dan pakar/praktisi pariwisata ekologis berbasis masyarakat lokal, serta

FGD dengan masyarakat lokal dan BTNBB. Sedangkan data sekunder melalui

tinjauan pustaka yang relevan dengan target penelitian.

4.3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu

tinjauan pustaka, observasi, wawancara, dan FGD. Teknik observasi, wawancara,

dan FGD dipilih untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang

pertanyaan pokok penelitian yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat

lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis, interaksi masyarakat lokal

23!!

dengan pengelola pariwisata ekologis, tantangan serta hambatan partisipasi

masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis, dan arahan model

partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis.

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, langkah-langkah

yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan

pemahaman tentang beberapa konsep pokok dalam penelitian ini, yaitu

pariwisata ekologis atau ekowisata, pariwisata berbasis masyarakat, dan

partisipasi masyarakat lokal dalam pariwisata. Selain itu tinjauan pustaka

juga digunakan untuk memperoleh data sekunder, baik kualitatif maupun

kuantitatif.

2. Observasi, yaitu usaha pengumpulan data berdasarkan hasil penginderaan

secara langsung di lokasi penelitian untuk membuktikan kebenaran dan

melengkapi data yang sudah didapatkan sebelumnya.

3. Wawancara. Wawancara akan dilakukan dengan beberapa informan di

lokasi penelitian yang memiliki informasi penting untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang menjadi terget penelitian. Beberapa

informan dalam penelitian ini adalah:

- tokoh masyarakat lokal, baik tokoh dinas maupun tokoh adat di Desa

Sumber Klampok

- pengelola pariwisata ekologis dalam hal ini Balai Taman Nasional

Bali Barat (BTNBB)

- pakar dan praktisi pariwisata ekologis dan pariwisata berbasis

masyarakat (community based ecotourism).

Mereka dipilih karena pengetahuan, pemahaman, keahlian, dan

ketokohannya (purposive) yang diharapkan dapat memberikan informasi

beragam dan mendalam tentang pemasalahan dan solusi yang terkait

dengan rumusan model partisipasi masyarakat lokal dalam

pengembangan pariwisata ekologis.

24!!

4. FGD. Mendalami data dan informasi terfokus dalam kelompok diskusi

kecil. Kelompok diskusi tersebut terdiri dari tokoh masyarakat dan

BTNBB. Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk:

- mengelaborasi data dan informasi yang sudah didapatkan dalam proses

pengumpulan data dan informasi sebelumnya.

- memahami keragaman perspektif masyarakat dan BTNBB tentang

partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis

dan berbagai konsekuensi yang ditimbulkan dalam pengembangan

pariwisata tersebut.

- mendapatkan informasi tambahan tentang partisipasi masyarakat lokal

dalam pengembangan pariwisata ekologis, interaksi masyarakat lokal

dengan BTNBB selaku pengelola pariwisata ekologis, dan tantangan

serta hambatan partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan

pariwisata ekologis.

- memperoleh nilai dengan tingkat akurasi yang dapat diterima untuk

rumusan model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan

pariwisata ekologis.

4.4. Analisis Data Deskriptif

Analisis deskriptif menafsirkan data dan informasi yang terkait dengan

variabel dan fenomena yang terjadi pada saat penelitian dilakukan dan kemudian

menyajikannya sesuai dengan yang sebenarnya (apa adanya). Dalam penelitian

ini, yang ditafsirkan berupa:

- keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata

ekologis, yaitu partisipasi dalam pengambilan keputusan dan partisipasi

dalam pembagian manfaat pariwisata ekologis.

- tantangan dan hambatan partisipasi masyarakat lokal dalam

pengembangan pariwisata ekologis.!

- model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata

ekologis.

25!!

4.5. Bagan Alir Penelitian

Interaksi masyarakat lokal dengan pengelola

pariwisata ekologis

Jenis dan sebaran modal dalam pariwisata ekologis

Persiapan - Temu tim - Seminar proposal - Pengumpulan proposal

Identifikasi jenis partisipasi masyarakat lokal

Produk dan pasar pariwisata ekologis

Analisis dan sintesis

Penelitian tahun I - Observasi produk dan pasar

pariwisata ekologis - Wawancara kepada masyarakat,

BTNBB, dan PPA - Data sekunder

- Temu tim - Penyusunan laporan - Publikasi jurnal terakreditasi:

Jurnal Kepariwisataan Indonesia

- Tinjauan pustaka - Studi pendahuluan - Proposal penelitian

Eksistensi partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan

pariwisata ekologis

Penelitian tahun II - Observasi - Wawancara kepada masyarakat,

BTNBB, dan pakar serta praktisi - FGD - Data sekunder

- Temu tim - Penyusunan laporan - Publikasi jurnal terakreditasi:

Jurnal Mudra

Analisis dan sintesis

Model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan

pariwisata ekologis

Analisis dan sintesis

Penerapan model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis

Penelitian tahun III - Observasi - Wawancara kepada masyarakat,

BTNBB, PPA, dan pakar serta praktisi

- FGD - Data sekunder

- Temu tim - Penyusunan laporan - Publikasi jurnal internasional:

Journal of Sustainable Tourism

Tantangan dan hambatan partisipasi

masyarakat lokal

Model

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian

26!!

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Interaksi BTNBB dan Masyarakat Lokal

Dengan menggunakan konsepsi tentang ranah, fenomena pariwisata

ekologis di TNBB akan coba ditelaah. Berdasarkan hasil observasi dan

wawancara ditemukan beberapa fakta menarik. individu atau kelompok yang

saling berinteraksi dalam ranah pariwisata TNBB dapat dikelompokkan menjadi 2

(dua) yang secara langsung dan intensif berinteraksi. Kedua ranah tersebut adalah

BTNBB yang direpresentasikan oleh polisi hutan atau jagawana dan penyuluh

kehutanan dan kelompok masyarakat lokal khususnya di Desa Sumber Klampok.

Pertemuan kedua ranah ini memiliki dinamika yang unik. Seakan telah

menjadi fakta bahwa hubungan antar BTNBB dengan masyarakat lokal seringkali

berhadapan secara diametral atau bertentangan karena masing-masing memiliki

stereotip, sehingga terjadi pengelompokkan eksklusif: “kami” versus “mereka.”

Pihak BTNBB sebagai institusi yang secara legal formal memiliki kekuasaan

dalam konservasi dan perlindungan hayati, cenderung mengedepankan

pendekatan represif ketika berinteraksi dengan masyarakat lokal. Secara implisit

pendekatan ini didasarkan prasangka bahwa masyarakat yang berada di dalam

kawasan TNBB sebagai perusak dan penjarah sumber daya alam dan

keanekaragaman hayati. Walaupun secara konsepsual, penataan kawasan TNBB

berdasarkan fungsi dan peruntukkannya memberikan peluang bagi aktivitas sosial,

budaya, dan ekonomi terutama di luar Zona Inti dan Zona Rimba. Tetapi

kenyataannya, pemanfaatan kawasan TNBB bagi masyarakat lokal amatlah

terbatas, sehingga memicu konflik yang teraktualisasi lewat aktivitas menangkap

dan ditangkap. Sedangkan masyarakat lokal sendiri memiliki cara pandang

sebaliknya, cenderung menganggap kehadiran TNBB malah merampas hak atas

wilayah hutan yang selama ini telah mereka manfaatkan secara turun temurun.

Masyarakat lokal tentu tidak terima begitu saja ketika kehadiran BTNBB malah

menjadikan masyarakat lokal sebagai pihak yang salah dan mendapatkan stigma

terkait dengan upaya konservasi.

Tata relasi bernuansa konflik ini mengalami titik balik pada tahun 2008,

ketika pihak BTNBB berupaya merubah perspektif atau cara pandang terhadap

27!!

masyarakat lokal. Stereotip masyarakat mulai dirubah secara perlahan dalam

mindset aparat jagawana dan penyuluh kehutanan yang selama ini berinteraksi

langsung dengan masyarakat lokal. Lewat serangkaian program pelatihan,

seminar, dan lokakarya di internal BTNBB yang bertujuan menginisiasi

pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal, pola pendekatan represif mulai

ditinggalkan, diganti dengan pendekatan persuasif.

Inisiatif BTNBB untuk mengubah tata hubungan antar pemangku

kepentingan di kawasan TNBB bisa ditelusuri sejak tahun 2010. Pendekatan

intensif yang dilakukan oleh jagawana dan penyuluh kehutanan untuk

mengikutsertakan masyarakat lokal dalam mengelola secara bersama-sama zona

pemanfaatan di kawasan TNBB pada awalnya mendapat tanggapan apatis. Hal ini

bisa dimengerti ketika hubungan yang terbangun selama ini berbasiskan rasa

curiga, yang berangkat dari praduga adanya kepentingan terselubung. Lewat

serangkaian pertemuan informal yang mulai menciptakan komunikasi intensif dan

secara perlahan mulai tumbuh rasa saling percaya. Interaksi yang terbangun

melalui pertemuan di forum-forum informal ini dipandang cukup efektif, jika

dibandingkan dengan interaksi yang dilakukan sebelumnya dalam bentuk

pertemuan formal.

Masyarakat lokal sendiri bukannya tidak melakukan upaya untuk merubah

stigma yang melekat selama ini. Sebelumnya telah terbentuk kelompok-kelompok

masyarakat berdasarkan profesi; seperti kelompok nelayan dan kelompok tani.

Walaupun terbentuknya kelompok-kelompok masyarakat ini masih bersifat top-

down, dalam artian belum merupakan inisiatif murni dari masyarakat sendiri,

tetapi masih terkait dengan prakarsa dari pemerintahan. Ide cerdas untuk

mempertemukan kedua kepentingan, antara kepentingan konservasi dengan

kepentingan merubah citra negatif masyarakat Desa Sumber Klampok muncul

ketika pengembangan pariwisata ekologis atau ekowisata mulai menjadi

pertimbangan. Aktivitas pariwisata ekologis yang berlangsung masih belum

mengoptimalkan partisipasi masyarakat lokal, hanya dikelola secara eksklusif oleh

BTNBB dan pengusaha pariwisata alam (PPA). Akses masyarakat lokal untuk

28!!

berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata ekologis masih terbatas, baik

untuk pengambilan keputusan maupun pembagian manfaat pariwisata.

Semangat kolaborasi ini semakin diperkuat dengan adanya kesadaran

lingkungan dalam masyarakat lokal. Berdasarkan serangkaian pertemuan informal

antara BTNBB dengan masyarakat lokal, muncul ide untuk membentuk kelompok

masyarakat yang memiliki kegiatan ekonomis tanpa merusak sumber daya alam

sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat lokal. Kelompok masyarakat

tersebut diberi nama Manuk Jegeg. Sesuai dengan namanya, Manuk Jegeg

bertujuan untuk menjaga kelestarian burung Jalak Putih sebagai endemik TNBB

yang berada diambang kepunahan. Pelestarian dilakukan dengan memberikan ijin

penangkaran dan kemudian pelepas liaran bagi masyarakat lokal. Selain tujuan

konservasi tersebut, Manuk Jegeg juga mempunyai tujuan pengembangan

ekonomi masyarakat melalui ijin edar (Jalak Putih dapat diperjualbelikan setelah

memenuhi aturan tertentu) dan juga sebagai produk wisata alternatif bagi

wisatawan yang mengunjungi TNBB.

Kegiatan penangkaran Jalak Putih yang dilakukan Manuk Jegeg relatif

berhasil, dan memiliki dua makna penting, yaitu dari perspektif konservasi

sebagai upaya pelestarian Jalak Putih yang berada di ambang kepunahan, dan dari

perspektif pariwisata sebagai diversifikasi komponen produk pariwisata ekologis.

Aktivitas penangkaran dan pelepas liaran telah menjadi atraksi wisata unggulan

dan bahkan akan direncanakan sebagai desa wisata. Kini kelompok masyarakat

tersebut telah mengintrodusir dan mengorganisir produk ekowisata kepada pasar

atau wisatawan. Sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 Desa Sumber

Klampok telah dikunjungi wisatawan yang berasal dari Jepang dan Amerika

Serikat. Selain wisatawan yang berasal dari Jepang dan Amerika Serikat, produk

wisata alternatif ini juga sangat diminati oleh wisatawan yang berasal dari Eropa

(Prancis, Jerman, dan Inggris). Atraksi unggulan yang dijual tentu saja

penangkaran burung Jalak Putih dan sensasi pengalaman kehidupan perdesaan.

Bahkan masyarakat lokal juga telah menyediakan fasilitas akomodasi dan kuliner

dengan memanfaatkan tempat tinggalnya sebagai homestay.

29!!

5.2. Tantangan dan Hambatan Partisipasi Masyarakat Lokal dalam

Pariwisata Ekologis

Partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis di

TNBB jika dikaitkan dengan keberadaan kelompok masyarakat Manuk Jegeg

dapat disebutkan ke dalam jenis partisipasi fungsional. Hal ini ditunjukkan dengan

masih adanya peran pihak eksternal yaitu BTNBB sebagai fasilitator pembentukan

Manuk Jegeg, dengan tujuan untuk efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program-

program konservasi di kawasan TNBB. Beberapa indikator yang menunjukkan

jenis partisipasi fungsional masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata

ekologis adalah:

1. Terbentuknya kelompok masyarakat sebagai representasi kepentingan

Dalam kasus di Desa Sumber Klampok, komunitas “Manuk Jegeg”

terbentuk sebagai manifestasi lembaga yang mempertemukan

kepentingan kedua belah pihak.

2. Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Pada proses pengambilan keputusan, masyarakat lokal mulai terlibat

secara aktif. Hal ini terkondisikan ketika pihak BTNBB lebih berfungsi

sebagai fasilitator dalam menyerap aspirasi masyarakat. Namun demikian

tetap saja sebagian besar wacana bersumber dari pihak BTNBB.

3. Tindak lanjut dari program pihak eksternal.

Sebagai pengelola kawasan konservasi, BTNBB mempunyai program

yang bertujuan untuk menjaga kualitas lingkungan dan kualitas hidup

masyarakat. Pembentukan kelompok masyarakat Manuk Jegeg juga

merupakan media untuk mengimplementasikan program-program yang

telah direncanakan sebelumnya.

Dapat dikatakan bahwa Manuk Jegeg belum sepenuhnya mandiri dan mampu

memobilisasi semua sumber daya atau modal yang dimiliki untuk mencapai

tujuan yang ditetapkan oleh masyarakat lokal. Terdapat 3 (tiga) alasan yang

menjustifikasi belum independennya atau relatif masih adanya ketergantungan

masyarakat lokal terhadap BTNBB dalam pengembangan pariwisata ekologis:

30!!

1. Adanya kepentingan pihak eksternal; BTNBB memiliki kepentingan

untuk melaksanakan fungsi konservasi dan pengembangan ekonomi

masyarakat lokal. Dari kronologis terciptanya pola interaksi antara

BTNBB dengan masyarakat lokal diperoleh informasi dari kedua belah

pihak bahwa inisiatif pembentukan kelompok masyarakat Manuk Jegeg

diinisiasi oleh BTNBB. Kepentingan BTNBB terhadap keberadaan

Manuk Jegeg adalah menekan seminimal mungkin upaya penangkapan

ilegal Jalak Putih, dengan turut juga melibatkan oknum pelaku

penjarahan dalam kelompok masyarakat tersebut. BTNBB memandang

bahwa para oknum pelaku penjarahan adalah orang-orang yang memiliki

pemahaman tentang perilaku hidup Jalak Putih terutama pada habitat

liarnya. Selain itu, dengan memberikan ijin edar atau hak menjualbelikan

Jalak Putih jika memenuhi persyaratan tertentu kepada para anggota

kelompok masyarakat ini, akan dapat meningkatkan sosial ekonomi

masyarakat lokal yang mayoritas masih relatif rendah. Nilai ekonomis

Jalak Bali yang cukup tinggi di pasaran tentunya dapat dijadikan

alternatif penghasilan tambahan bagi masyarakat lokal. Dampak yang

diharapkan terjadi ketika sosial ekonomi masyarakat di dalam kawasan

TNBB meningkat adalah munculnya kesadaran konservasi dan dapat

menjadi bagian dari sistem cegah dini (early warning system) berbagai

bentuk aktivitas penjarahan kawasan konservasi.

2. Kooptasi masyarakat lokal oleh pihak eksternal; peluang BTNBB untuk

melakukan kooptasi sangat dimungkinkan melalui mekanisme pemberian

ijin edar dan ijin penyelenggaraan desa wisata di kawasan konservasi

TNBB. Aturan yang ketat dan terkesan berbelat-belit terutama dalam

menetepkan ijin edar bagi masyarakat lokal dalam kelompok masyarakat

Manuk Jegeg menyebabkan sampai saat ini hak memperjual belikan

Jalak Putih tersebut belum satupun dimiliki oleh anggota kelompok

masyarakat tersebut. Keadaan ini memunculkan permasalahan dalam

menjaga eksistensi kelompok masyarakat Manuk Jegeg, karena sebagian

besar harapan anggota kelompok adalah mempunyai sertifikat ijin edar

31!!

tersebut. Selain itu menyelenggarakan pariwisata berbasis perdesaan di

dalam kawasan konservasi terkendala aturan zonasi, padahal kegiatan

pariwisata pada dasarnya merupakan kegiatan yang bersifat borderless.

3. Adanya konflik pemilikan lahan; lahan yang selama turun-temurun

dimanfaatkan sebagai tempat tinggal masyarakat lokal ternyata

merupakan aset pemerintah. Sudah cukup lama masyarakat lokal

berupaya agar lahan tersebut menjadi hak miliknya, namun berbagai

upaya tersebut masih belum berhasil juga.

5.3. Model Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pariwisata Ekologis

Terbentuknya Komunitas Manuk Jegeg sebagai lembaga yang

mempertemukan kepentingan “pemerintah – masyarakat” diawali dengan

serangkaian pertemuan informal yang dilakukan antara BTNBB dengan beberapa

tokoh masyarakat lokal. Sebutan tokoh dalam konteks ini adalah yang selalu

terlibat dalam rangkaian pertemuan tersebut. Tokoh-tokoh masyarakat yang

dimaksud adalah kepala desa, bendesa adat, tokoh agama, ketua kelompok tani

dan nelayan, serta beberapa anggota masyarakat yang dianggap memiliki

pemikiran kritis, baik dari krama desa adat maupun warga pendatang.

Pertemuan awal antara BTNBB dengan masyarakat lokal membahas

tentang pemetaan masalah, perencanaan dan penetapan program atau kegiatan.

Pembahasan agenda pertemuan tersebut berdasarkan potensi yang dimiliki

masyarakat lokal yang menyangkut beberapa hal seperti sumber daya atau modal

yang dimiliki, kelembagaan yang eksis, dan norma yang berlaku. Pada titik inilah

kemudian basis sejarah menjadi penting dibahas untuk merumuskan model

partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata ekologis.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam relasinya dengan

BTNBB, masyarakat lokal memiliki sejarah yang tidak harmonis. Citra sebagai

penjarah tertanam kuat dan menjadikan interaksi yang terjadi anti dan kontra

produktif. Baik BTNBB maupun masyarakat lokal merasa mempunyai hak dan

legitimasi dalam memanfaatkan hutan yang berada di Kawasan TNBB.

Masyarakat lokal berangkat dari logika pikir adat dan tradisi, sedangkan BTNBB

32!!

berpijak dari logika pikir representasi pemerintah. Berangkat dari kesadaran

sejarah seperti inilah selanjutnya dilakukan upaya untuk mengikis atau bahkan

menghilangkan ketidakharmonisan tersebut.

Berdasarkan pemetaan masalah, dapat diidentifikasi bahwa permasalahan

terbesar yang terjadi adalah relasi disharmonis antara BTNBB dengan masyarakat

lokal. Dari sinilah kemudian terciptanya suasana hubungan tidak produktif.

Permasalahan ini berangkat dari belum adanya kesamaan persepsi kedua belah

pihak dalam memanfaatkan kawasan konservasi. Kesimpulan yang dihasilkan

pada pembahasan pemetaan masalah yakni diperlukannya kegiatan bersama guna

memupus dan memutus disharmonisasi, dengan memanfaatkan kawasan

konservasi khususnya pada zona pemanfaatan untuk kegiatan pariwisata.

Perencanaan kemudian dilakukan untuk menentukan tujuan yang dapat

digunakan sebagai panduan pemanfaatan bersama kawasan konservasi. Dengan

menggali potensi yang dimiliki masyarakat yang meliputi sumber daya alam,

sumber daya manusia, organisasi yang telah ada (kelompok-kelompok profesi),

serta norma yang berlaku, lalu ide menciptakan kegiatan pariwisata dalam

kawasan konservasi diturunkan ke pembentukan kelompok masyarakat yang

mewadahi kegiatan bersama tersebut. Terbentuklah kemudian kelompok

masyarakat Manuk Jegeg pada tahun 2010, yang memiliki 2 (dua) tujuan, yaitu :

1. Menangkarkan dan melepasliarkan burung Jalak Putih yang merupakan

binatang endemik Bali. Dengan penangkaran dan pelepasliaran tersebut

diharapkan burung yang saat ini terancam punah dapat dilestarikan

kembali. Upaya ini menjadi strategis ketika isu pelestarian Jalak Putih

saat ini gencar dilakukan, sehingga upaya konservasi diharapkan dapat

berjalan seiring dengan kegiatan pariwisata yang akan dikembangkan.

2. Mendapatkan manfaat ekonomi dari upaya pelestarian tersebut, yaitu

dengan dijadikannya penangkaran dan pelepasliaran sebagai bagian dari

atraksi desa wisata ekologis yang akan dikembangkan, serta

memperjuangkan ijin edar sehingga masyarakat lokal dapat menjual

burung Jalak Putih tersebut secara terbatas dan legal.

33!!

Pada level empiris inilah dapat diperoleh temuan menarik, bahwa

pariwisata dapat menjadi instrumen yang mempertemukan berbagai kelompok

kepentingan yang pada awalnya berseberangan. Dengan penyamaan persepsi dan

inisiatif masing-masing pihak untuk merubah cara pandang dan praktek interaksi,

sehingga diperoleh hubungan yang produktif. Dalam konteks pengembangan

pariwisata di TNBB, dapat disimpulkan bahwa keberadaan kelompok masyarakat

yaitu Manuk Jegeg, yang berperan sebagai media komunikasi dan wadah kegiatan

bersama masyarakat dan pemerintah merupakan model yang mampu mendorong

partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis.

Bangunan model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan

pariwisata ekologis terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu pemerintah,

kelompok masyarakat, masyarakat, dan volunteer.

1. Pemerintah; dalam model ini, yang termasuk dalam katagori pemerintah

adalah Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten Jembrana dan

Kelompok Masyarakat

Pemerintah

Masyarakat

- Organisasi non pemerintah - Akademisi - Wisatawan

KAWAS

AN!KONSERV

ASI!

DESTINAS

I!PAR

IWISAT

A!EK

OLO

GIS!

Gambar 3. Model Partisipasi Masyarakat dalam Pariwisata Ekologis

34!!

Buleleng, Pemerintah Kecamatan Grokgak, Pemerintah Desa Sumber

Klampok, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan BTNBB.

Jajaran pemerintah daerah mulai level provinsi sampai desa merupakan

penguasa administratif atas ruang pengembangan pariwisata ekologis.

Peran mereka sangat dibutuhkan masyarakat lokal dalam memfasilitasi

beragam hal terkait permasalahan yang mungkin timbul dalam

pengelolaan pariwisata antar berbagai kelompok kepentingan. Juga,

peran sebagai regulator yang diharapkan bersifat bottom-up, sebagai

representasi kehendak masyarakat lokal. BKSDA dan BTNBB

merupakan representasi dari wakil pemerintah lainnya, yang memiliki

kuasa atas pengelolaan kawasan konservasi. Peran kedua lembaga ini

sangat strategis, yaitu dalam pemberian ijin edar Jalak Putih dan aktivitas

pariwisata pada zona pemanfaatan di TNBB. Pemerintah dimasukkan

dalam kerangka model ini guna mengatasi isu inkoordinatif antar

lembaga pemerintah baik struktural-vertikal (pemerintah pusat), maupun

koordinatif-horisontal (antara pemerintah provinsi dengan/atau sesama

pemerintah kabupaten). Tata relasi antar lembaga pemerintah ini menjadi

penting untuk mendapat perhatian lebih, terutama menghadapi otonomi

daerah, yang terkadang membawa egoisme kekuasaan secara eksklusif

dan elitis di pemerintah daerahnya masing-masing, tanpa berfikir holistik

untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.

2. Kelompok masyarakat; kelompok masyarakat merupakan titik sentral

dari model yang dibangun. Kelompok ini memiliki makna strategis

sebagai pelopor dan sekaligus motor penggerak bagi pariwisata ekologis

berbasis masyarakat lokal. Kelompok inilah yang memelopori aktivitas

produktif dalam TNBB, yang semula “penjarah” menjadi kreator

pariwisata, sehingga stigma pada masyarakat lokal di kawasan TNBB

perlahan terkikis. Sebagai motor penggerak, kelompok masyarakat ini

melakukan aktivitas secara proaktif mulai dari menyelenggarakan

pertemuan awal untuk inisiasi pariwisata yang akan dikreasi,

pembentukkan lembaga, sampai terjun langsung dalam penyelenggaraan

35!!

pariwisata ekologis. Kelompok masyarakat ini adalah Manuk Jegeg, yang

merupakan lembaga titik temu dari beragam pemikiran, aspirasi, dan

tokoh dalam pemanfaatan produktif kawasan konservasi. Kelompok

masyarakat ini juga merupakan vektor dari aspirasi warga dengan

pemerintah. Apa yang telah dirintis oleh Manuk Jegeg diharapkan

menstimulasi terbentuknya kelompok masyarakat lain yang akan

menunjang pariwisata yang dibangun. Dengan munculnya beragam

kelompok masyarakat dengan basis profesi atau kesamaan hobi, akan

menambah jumlah dan jenis atraksi yang ditawarkan kepada wisatawan

dan semakin kuatnya “sense of belonging” di antara mereka, sehingga

pariwisata tidak dimaknai sebagai hal yang hanya dimiliki dan dirasakan

manfaatnya oleh kelompok tertentu saja.

3. Masyarakat; penyelenggaraan pariwisata harus mampu meningkatkan

kualitas hidup masyarakat lokal melalui partisipasi masyarakat dalam

pengembangan pariwisata. Dalam konteks pengembangan pariwisata

ekologis di TNBB, partisipasi masyarakat lokal di Desa Sumber

Klampok terlihat dalam kelompok masyarakat Manuk Jegeg, baik dalam

proses pengambilan keputusan maupun pembagian manfaat pariwisata

ekologis. Apabila Desa Sumber Klampok dimaknai sebagai ruang

pariwisata, diperlukan koordinasi antara desa dinas (pemerintah) dengan

desa adat. Koordinasi ini penting dilakukan sebagai upaya mengatasi

salah satu isu dalam pengembangan pariwisata di Bali, yaitu dualisme

desa dinas - desa adat. Dualisme tersebut sering menimbulkan

permasalahan dalam pembagian fungsi dan peran pada penyelenggaraan

suatu kegiatan di wilayah perdesaan. Dalam konteks penyelenggaraan

pariwisata di Desa Sumber Klampok, permasalahan tersebut akan diatasi

dengan dibangunnya koordinasi yang lebih kongkrit antara kedua

lembaga di level desa ini. Pada model pariwisata yang dibangun,

direkomendasikan suatu aturan yang disepakati bersama dan memiliki

daya ikat untuk dipatuhi oleh semua masyarakat desa dan pelaku

pariwisata. Jika dipandang perlu, akan dikreasi aturan adat atau awig-

36!!

awig berbasis transkulturalisme, sehingga tata interaksi terutama dalam

aktivitas pariwisata ekologis menjadi lebih sinergis. Koordinasi antara

desa dinas dan desa adat menjadi urgen, dalam menyusun kesepakatan

kolektif yang hasilnya akan memproduksi aturan bersama untuk

terciptanya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan pariwisata

ekologis yang berkelanjutan. Lembaga yang dibangun bisa berupa forum

komunikasi yang melibatkan berbagai pengambil keputusan, sehingga

aturan akan tersosialisasi dan ditaati bersama. Forum komunikasi ini di

atur oleh peraturan desa maupun peraturan yang dikeluarkan desa adat.

4. Volunteer; termasuk dalam kelompok ini adalah pihak-pihak yang

berasal dari organisasi non pemerintah, akademisi, dan wisatawan.

Volunteer berposisi sebagai pihak yang dapat dimintai pendapat, nasehat,

dan pertimbangan bagi penguatan kelompok masyarakat dan pariwisata

ekologis yang dikembangkan di Desa Sumber Klampok. Diharapkan,

dengan adanya input dari para volunteer ini, masyarakat lokal dapat

memobilisasi sendiri partisipasinya dalam pengembangan pariwisata

ekologis.

37!!

BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

6.1. Ringkasan Penelitian Tahun Kedua

Penelitian pada tahun kedua bertujuan untuk merumuskan model

partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis. Untuk

mencapai tujuan tersebut, maka disusun 2 (dua) pertanyaan sebagai target

penelitian. Pertama, bagaimana interaksi masyarakat lokal dengan pengelola

pariwisata ekologis yaitu Balai Taman Nasional Bali Barat (BTNBB)? dan Kedua,

apa tantangan partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata

ekologis?.

Kebutuhan data guna menjawab pertanyaan penelitian dipenuhi melalui

berbagai teknik, yaitu tinjauan pustaka, observasi, wawancara, dan focus group

discussion (FGD). Data yang terkumpul akan dikelompokkan dan dijabarkan

sesuai target penelitian dan kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mencapai

tujuan penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan paradigma

tata hubungan antara masyarakat lokal dengan BTNBB selaku pengelola

pariwisata ekologis, yaitu dari KAMI vs MEREKA menjadi KITA. Perubahan

tersebut kemudian memberikan ruang-ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi

dalam pemanfaatan kawasan konservasi TNBB, terutama dalam pengembangan

pariwisata ekologis. Pembentukan kelompok masyarakat Manuk Jegeg adalah

salah satu ruang yang ideal bagi tumbuh kembangnya partisipasi masyarakat lokal

dalam pengembangan pariwisata ekologis. Dapat disimpulkan bahwa munculnya

kelompok masyarakat yang merupakan wadah kegiatan bersama antara

masyarakat dengan pemerintah, merupakan model yang mampu mendorong

partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis. Namun,

terbukanya ruang berpartisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata

ekologis melalui kelompok masyarakat Manuk Jegeg juga menemui berbagai

tantangan. Tantangan terbesarnya adalah masih adanya ketergantungan

masyarakat lokal terhadap pihak eksternal yaitu BTNBB. Ini menjadikan posisi

masyarakat lokal tidak independen dan terbatasi pergerakannya terutama dalam

pengembangan pariwisata ekologis.

38!!

6.2. Tujuan Penelitian Tahun Berikutnya

Penelitian tahun berikutnya mempunyai tujuan untuk menerapkan model

partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis di Taman

Nasional Bali Barat. Untuk mencapai tujuan tersebut, terlebih dahulu dilakukan

identifikasi terhadap jenis dan sebaran (komposisi) modal dalam pengembangan

pariwisata ekologis. Diharapkan dengan teridentifikasinya komposisi modal

dalam pengembangan pariwisata ekologis dapat ditentukan peran masing-masing

pihak yang terkait dalam upaya meningkatkan kualitas jasa lingkungan dan

kualitas hidup masyarakat lokal di kawasan konservasi TNBB.

6.3. Bagan Alir Penelitian Tahun Berikutnya

Gambar 4. Bagan Alir Penelitian Tahun Berikutnya

Jenis dan sebaran modal dalam pariwisata ekologis

Persiapan - Temu tim - Seminar proposal - Pengumpulan proposal

- Tinjauan pustaka - Studi pendahuluan - Proposal penelitian

Penelitian tahun II

Analisis dan sintesis

Penerapan model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis

Penelitian tahun III - Observasi - Wawancara kepada masyarakat,

BTNBB, PPA, dan pakar serta praktisi

- FGD - Data sekunder

- Temu tim - Penyusunan laporan - Publikasi jurnal internasional:

Journal of Sustainable Tourism

Model

39!!

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Terjadi perubahan paradigma tata hubungan antara BTNBB dengan

masyarakat lokal. Perubahan tersebut kemudian memberikan ruang-ruang

bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kawasan konservasi TNBB,

terutama dalam pengembangan pariwisata ekologis.

2. Tantangan terbesar partisipasi masyarakat dalam pariwisata ekologis

adalah masih adanya ketergantungan masyarakat lokal terhadap pihak

eksternal dalam hal ini BTNBB. Ini menjadikan posisi masyarakat lokal

tidak independen dan terbatas pergerakannya dalam pengembangan

pariwisata ekologis.

3. Keberadaan kelompok masyarakat yang mampu berperan sebagai media

komunikasi dan wadah kegiatan bersama antara masyarakat dan

pemerintah merupakan model yang mampu mendorong partisipasi

masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis. Berbagai

kepentingan dari kedua pihak khususnya maupun pihak lainnya yang

berkepentingan dapat dipertemukan dalam kelompok masyarakat tersebut.

7.2. Saran

1. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata ekologis dapat

ditumbuhkan dan dikembangkan dengan pembentukan kelembagaan

masyarakat. Lembaga bentukan ini berperan sebagai sarana saling

komunikasi dan kegiatan bersama antara masyarakat dengan berbagai

pihak yang berkepentingan.

2. Mengoptimalkan peran lembaga non-pemerintah, akademisi, dan juga

wisatawan untuk meningkatkan kapasitas kelompok masyarakat.

Peningkatan kapasitas tersebut diharapkan dapat mendorong kemandirian

masyarakat lokal.

40!!

DAFTAR PUSTAKA

Balai Taman Nasional Bali Barat, 2004, Pengelolaan Taman Nasional Bali

Barat, Jembrana-Bali

Campbell, 1999, Ecotourism in Rural Developing Communities, Annals of

Tourism Research, 26: 534-553

Dogra, Ravinder and Gupta, Anil, 2012, Barriers to Community Participation in

Tourism Development: Empirical Evidence from a Rural Destination,

South Asian Journal of Tourism and Heritage, 5: 131-142

Eagles, Paul F. J. and McCool, Stephen F., 2002, Tourism in National Parks and

Protected Areas; Planning and Management, CABI Publishing, UK

Fashri, Fauzi. 2104. Pierre Bourdieu; Menyingkap Kuasa Simbol. Yogyakarta:

Jalasutra.

Fennell, David A., 1999, Ecotourism: An introduction, Routledge, London

Fennell, David A., 2003, Ecotourism: An introduction Second edition, Routledge,

London

Garrod, B., Wilson, J.C., and Bruce, D.B., 2001, Planning for Marine Ecotourism

in the EU Atlantic Area: Good Practice Guidelines, Project Report,

University of the West of England, Bristol

Goodwin, H., 1995, In pursuit of ecotourism, Biodiversity and Conservation 5:

277-291

Jenkins, C. L., 1982, The Effects Of Scale In Tourism Projects In Developing

Countries, Annals of Tourism Research, 9: 229-249

Leslie, David, 2012, Responsible Tourism; Concepts, Theory and Practice, CABI,

UK

Mowforth, Martin and Munt, Ian, 1998, Tourism and Sustainability; New Tourism

in the Third World, Routledge, New York

Murphy, Peter E., 1985, Tourism A Community Approach, Methuen, New York

Ramukumba, T., Pietersen, J., Mmbengwa, Victor M., and Coetzee, W., 2011,

Participatory development of peri-urban and rural poor communities

in tourism in the Garden Route area of Southern Cape, South Africa,

African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure, 1: 1-9

41!!

Scheyvens, Regina, 2002, Tourism for Development; empowering communities,

Prentice Hall, England

Telfer, Richard and Sharpley, David J., 2008, Tourism and Development in the

Developing World, Routledge, New York

Timothy, Dallen J., 1999, Participatory Planning; A View of Tourism in

Indonesia, Annals of Tourism Research, 26: 371-391

Timothy, Dallen J. and Boyd, Stephen W., 2003, Heritage Tourism, Pearson

Education, England

Tosun, Cevat, 2000, Limits to Community participation in the tourism

development process in developing countries. Tourism Management, 21:

613-633.

Tosun, Cevat and Timothy, Dallen J., 2003, Arguments for Community

Participation in the Tourism Development Process, The Journal Of

Tourism Studies, 14: 1-15

Veal, A. J., 2006, Research Methods for Leisure and Tourism; A Practical Guide,

Pearson Education, England

Wallace, G. N. and Pierce, S. M. (1996), An evaluation of ecotourism in

Amazonas, Brazil, Annals of Tourism Research 23: 843-873.

42!!

LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian

1. Ceklis kelengkapan instrumen

No. Kelengkapan Jumlah Keterangan 1 Panduan wawancara 2 Panduan pengambilan gambar 3 Alat rekam suara 4 Kamera 5 Laptop 6 Ipad 7 Charger 8 Flashdisk 9 Buku catatan 10 Pulpen 11 Map 12 Buku harian

2. Panduan wawancara

Target: menggali informasi kondisi ranah atau ruang, modal, ekspektasi

mengenai pariwisata, permasalahan yang dihadapi, kearifan lokal,

kelembagaan, dan jenis partisipasi masyarakat dalam pengembangan

pariwisata

A. Ranah atau ruang

- Kegiatan pariwisata yang sedang berlangsung

- Lembaga yang terlibat (masyarakat, pemerintah, swasta)

B. Komposisi modal

- Ekonomi (individu/kelompok dan trajektori)

- Budaya (individu/kelompok dan trajektori)

- Sosial (individu/kelompok dan trajektori)

- Simbolik (individu/kelompok dan trajektori)

C. Permasalahan yang dihadapi

- Etos (need for achievement, need for power, need for achievement

affiliation)

- Struktural (adat, kebijakan dinas, dan lain-lain)

43!!

D. Ekspektasi

- Manifes

- Laten

- Romantisme

- Futuristik

E. Kearifan lokal

F. Kelembagaan

- Ruang-ruang diskursif (formal dan informal)

- Mekanisme pengambilan keputusan

- Manajemen konflik

3. Catatan penelitian

Sumber Aspek Penekanan

Temuan/ Informasi

Kekurangan informasi Keterangan

4. Panduan pengambilan gambar

A. Narasumber

B. Infrastruktur

C. Suprastruktur

D. Lembaga/institusi

E. Kegiatan pariwisata

F. Kegiatan masyarakat

G. Landscape

44!!

Lampiran 2. Personalia Tenaga Peneliti

Ketua Peneliti

A. Identitas Diri 1 Nama Lengkap (dengan gelar) Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si. 2 Jenis Kelamin L/P 3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala 4 NIP/NIK/No.Identitas lainnya 196104051988031002 5 NIDN 0005046104 6 Tempat dan Tanggal Lahir Tabanan, 5 April 1961 7 Alamat e-mail [email protected] 8 Nomor Telepon/HP 08123960414 9 Alamat Kantor Jl. DR. R. Goris No. 7 Denpasar

10 Nomor Telepom/Faks. (0361) 223798 11 Lulusan yang telah dihasilkan S-1 = 124 orang; S-2 = 58 orang; S-3 = - orang 12 Mata Kuliah yang diampu 1. Geografi Pariwisata

2. Studi Dampak Pariwisata 3. Pariwisata Alternatif 4. Ekowisata 5. Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

B. Riwayat Pendidikan Program S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada

Universitas Udayana

Bidang Ilmu Geografi Lingkungan Pariwisata Tahun Masuk - Lulus 1981 - 1985 1990 - 1993 2010 - Judul Skripsi/Tesis/Desertasi Studi

Pemanfaatan Air Sungai Ayung, untuk Memenuhi Kebutuhan Air Minum di Kawasan Pariwisata Nusa Dua Bali

Dampak Perkembangan Pariwisata terhadap Potensi Air di Desa Kadewatan, Ubud, Bali

Dampak Perkembangan Akomodasi Pariwisata terhadap Potensi Air tanah dan Air Permukaan di Kecamatan Kuta Utara, Bali

Nama Pembimbing/Promotor Drs Soenarso Simoen., Dr. Soedarmaji M.Eng.Sc.

Prof. Dr. Soegeng Martopo., Prof. Dr. Soedarmaji

Prof Dr. Ir. Sudiana Mahendra, M.Sc., Dr. Ir.Syamsul

45!!

M.Eng.Sc. Alam Paturesi MSc., Dr. Ir. A.A. Suryawan Wiranata, M.Sc.

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.)

1 2010 Analisis Daya Dukung Lahan dan Air Provinsi Bali

Pemprov Bali 150

2 2010 Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas di Atraksi Wisata Ceking

DIKTI 46,5

3 2011 Penelitian daya dukung Air; Sungai Ayung, Sungai Telagawaja, dan Pantai Tanjung Benoa untuk Kegiatan Pariwisata di Provinsi Bali

Pemprov Bali 75

4 2013 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

DIKTI 62,137

5 2014 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

DIKTI 64

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.)

1 2011 Penataan Kemitraan dan Kelembagaan Desa Wisata Tista Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan

DIPA Unud 4

2 2014 IbM Desa Pakraman Pinge yang Menghadapi Permasalahan Pengembangan Produk Desa Wisata

IbM DIKTI 43

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun dari sumber lainnya.

E. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal 1 Evaluasi Pengembangan Ekowisata Desa 2010 Jurnal

46!!

Budaya Ketalanggu di Desa Budaya Kesiman Kertalanggu Denpasar

Ecotrophic

2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Banjir pada Saluran Drainase Sistem III di Kota Singaraja Bali

2010 Jurnal Ecotrophic

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir No. Nama Pertemuan ilmiah/

Seminar Judul Artikel

Ilmiah Waktu dan

Tempat 1 Seminar Internasional “ budaya, kearifan

lokal dan dampak lingkungan global” Peranan kearifan Lokal dalam Pembangunan Pariwisata Pedesaan untuk Mengurangi Dampak Pemanasan Global

Markandeya Yoga City, Gunung Sari, Desa Tegallinggah Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali, Indonesia 3-10 Maret 2010

2 International Seminar on Harmonization of Tourism Development

Mengedepankan pengelolaan air berbasis kearifan lokal dalam mengantisipasi krisis air di Bali

Denpasar, 27 April 2010

3 Seminar Ilmiah Nasional Tahunan Kondisi Daya Dukung Air Provinsi Bali

Denpasar, 29 Juli 2010

4 Kursus Menejeman Lingkungan Terpadu Menejemen Konfik Lingkungan

Pusat Penelitan Lingkungan Hidup (PPLH) Unud 20-22 Juni 2011

5 Seminar Nasional “Village Tourism” Pelestarian Lingkungan pada Desa Wisata Berbasis Komunitas

STIMI Handayani Denpasar Bali, 2012

6 Conference Tourism in Indonesia Community Participation in the Development of Ecological Tourism

Bali 25 - 28 March 2014

7 Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014

Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

2014 Bali

47!!

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No. Judul buku Tahun Jumlah

Halaman Penerbit

1 Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global

2010 xiv + 294 Universitas Udayana Press

2 The Exellence Research Universitas Udayana 2011

2011 vii + 182 Udayana University Press

3 Prosiding Senastek 2014 2014 xxviii + 1032

Udayana University Press

H. Perolehan HKI dalam 5 – 10 Tahun Terakhir No. Judul/Thema HKI Tahun Jenis No.P/ID - - - - -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan Tahun Tempat

Penerapan Respon

Masyarakat 1 Analisis Daya Dukung Lahan dan Air

Provinsi Bali 2010 Provinsi

Bali Positif

J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi

Penghargaan Tahun

1 - - - Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Denpasar, 09 Oktober 2014 Pengusul, Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si.

48!!

Anggota Peneliti 1

A. Identitas Diri 1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dra Luh Putu Kerti Pujani M. Si. 2 Jenis Kelamin L/P 3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala 4 NIP/NIK/No.Identitas lainnya 195708291986012001 5 NIDN 0029085708 6 Tempat dan Tanggal Lahir Gianyar, 29 Agustus 1957 7 Alamat e-mail [email protected] 8 Nomor Telepon/HP 0361290047/03618553655 9 Alamat Kantor Jl. DR. R. Goris No. 7 Denpasar

10 Nomor Telepom/Faks. (0361) 223798 11 Lulusan yang telah dihasilkan S-1 = 134 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang 12 Mata Kuliah yang diampu 1.Antropologi Pariwisata

2.Metodologi 3.Sistem Pariwisata 4.Seminar dan Wisata Spiritual 5.Sosial Budaya Pariwisata

B. Riwayat Pendidikan Program S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Universitas Udayana

Universitas Udayana

-

Bidang Ilmu Antropologi Kajian Budaya - Tahun Masuk - Lulus 1978 - 1984 1997 - 2000 - Judul Skripsi/Tesis/Desertasi Cerita Sutasoma

dalam Karya Seni Rupa I Gusti Nyoman Lempad (Suatu Usaha Pemahaman Transmisi Budaya dalam Kehidupan Komunitas Banjar Taman di Desa Ubud)

Pekerja Anak Pada Sektor Informal Penjual Post Card di Obyek Wisata Tanah Lot, Tabanan, Bali (Studi tentang Pemaknaan Kerja dalam Perspektif Budaya Kewiraswastaan)

-

Nama Pembimbing/Promotor Prof. Dr. I Gst. Ngurah Bagus

Dr. Nengah Bawa Atmadja, MA.

-

49!!

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.)

1 2010 Upaya dan Kendala Disparda Provinsi Bali dalam Pemulihan Pariwisata Pasca Bom Bali ( Suatu Tinjauan Kritis Kajian Budaya)

DIPA PNBP 7,5

2 2011 Desa Wisata Berbasis Masyarakat Sebagai Model Pemberdayaan Masyaraka di Desa Pinge

DIPA PNBP 7,5

3 2011 Pemetaan Kriminalitas Dan Upaya Antisipasi Tindak Kejahatan Terhadap Wisatawan (Studi Tentang Bentuk Kejahatan di Wisata Kuta

Hibah Penelitian Unggulan Udayana

50

4 2013 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

PUPT, DIKTI 62

5 2013 Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Kawasan Pariwisata Candi Dasa Provinsi Bali

HB, DIKTI 45

6 2014 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

PUPT, DIKTI 64

7 2014 Model Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi Pariwisata Perdesaan

HB, DIKTI 48,75

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.)

1 2011 Manajemen Kelompok Elit Sebagai Aktor Penggerak Pengembangan Desa Wisata Pinge

DIPA PNBP 4

2 2014 IbM Desa Pakraman Pinge yang Menghadapi Permasalahan Pengembangan Produk Desa Wisata

IbM DIKTI 43

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun dari sumber lainnya.

E. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal 1 Pemetaan Kriminalitas danUpaya Antisipasi Vol.7, No.1 Kepariwisataan

50!!

Tindak Kejahatan Terhadap Wisatawan (Studi Tentang Bentuk Kejahatan di Wilayah Pariwisata Kuta

Maret 2012 Indonesia Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kepariwisataan

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir No. Nama Pertemuan ilmiah/

Seminar Judul Artikel

Ilmiah Waktu dan

Tempat 1 Sosialisasi Renstra Fakultas

Pariwisata terhadap civitas akademika Fakultas Pariwisata

Renstra Fakultas Pariwisata Tahun 2010-2014.

Fakultas Pariwisata, 2010

2 Penceramah dalam pembekalan metodologi kualitatif kepada peserta “Penelitian Lapangan I” di Jember dan Bromo

Prosedur kerja penelitian kualitatif

PS. Destinasi Pariwisata Fakultas Pariwisata, 2011

3 Penceranah dalam pembekalan metodologi kualitatif kepada peserta “Penelitian Lapangan I” di kawasan wisata Senggigi dan Gili Trawangan Lombok.

Prosedur kerja penelitian kualitatif (teknik wawancara mendalam dan pedoman wawancara)

PS. Destinasi Pariwisata Fakultas Pariwisata 2012

4 Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014

Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

2014 Bali

5 Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014

Dampak Pariwisata Perdesaan bagi Masyarakat Lokal

2014 Bali

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No. Judul buku Tahun Jumlah

Halaman Penerbit

1 Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global

2010 xiv + 294 Universitas Udayana Press

2 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014

2014 xxviii + 1032

Udayana University Press

H. Perolehan HKI dalam 5 – 10 Tahun Terakhir No. Judul/Thema HKI Tahun Jenis No.P/ID - - - - -

51!!

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan Tahun Tempat

Penerapan Respon

Masyarakat - - - - -

J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun

- - - - Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Denpasar, 16 Oktober 2014 Pengusul, Dra. Luh Putu Kerti Pujani M. Si.

Anggota Peneliti 2

A. Identitas Diri 1 Nama Lengkap (dengan gelar) I Made Adikampana, S.T., M.T. 2 Jenis Kelamin L/P 3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala 4 NIP/NIK/No.Identitas lainnya 197702242001121002 5 NIDN 0024027704 6 Tempat dan Tanggal Lahir Negara, 24 Februari 1977 7 Alamat e-mail [email protected] 8 Nomor Telepon/HP 08123884484 9 Alamat Kantor Jl. DR. R. Goris No. 7 Denpasar

10 Nomor Telepom/Faks. (0361) 223798 11 Lulusan yang telah dihasilkan S-1 = 53 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang 12 Mata Kuliah yang diampu 1. Geografi Pariwisata

2. Proses Perencanaan pariwisata 3. Perencanaan Kawasan Pariwisata

52!!

4. Perencanaan Destinasi Pariwisata 5. Pariwisata Berbasis Masyarakat

B. Riwayat Pendidikan Program S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Institut Teknologi Nasional Bandung

Universitas Gadjah Mada

Universitas Udayana

Bidang Ilmu Teknik Planologi

Teknik Arsitektur Pariwisata

Pariwisata

Tahun Masuk - Lulus 1995 - 2001 2004 - 2006 2012 - Judul Skripsi/Tesis/Desertasi Identifikasi

Karakteristik Pedagang Kaki Lima dalam rangka Penanganannya di Kota Bandung

Pariwisata Alam dan Peluang Pekerjaan bagi Masyarakat Lokal

-

Nama Pembimbing/Promotor Ir. Akhmad Setiobudi, M.Sc.

Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M.Arch., Ph.D.

-

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.)

1 2010 Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas di Atraksi Wisata Ceking

HB, DIKTI 46,5

2 2011 Desa Wisata Berbasis Masyarakat sebagai Model Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pinge

PDM, Unud 7,5

3 2013 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

PUPT DIKTI 62

4 2013 Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Kawasan Pariwisata Candi Dasa Provinsi Bali

HB, DIKTI 45

5 2014 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

PUPT, DIKTI 64

6 2014 Model Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi

HB, DIKTI 48,75

53!!

Pariwisata Perdesaan * Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.)

1 2011 Penataan Kemitraan dan Kelembagaan Desa Wisata Tista Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan

DIPA Unud 4

2 2012 Pengembangan Agrotourism Berbasis Ipteks Terpadu di Desa Lod Tunduh Kabupaten Gianyar

IbM DIKTI 45

3 2013 Pengembangan Atraksi Agrowisata Terpadu Berbasis Ipteks

IbM DIKTI 49

4 2014 IbM Desa Pakraman Pinge yang Menghadapi Permasalahan Pengembangan Produk Desa Wisata

IbM DIKTI 43

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun dari sumber lainnya.

E. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal 1 Analisis Dampak Budaya Pembangunan

Bandara Internasional Terhadap Masyarakat Sekitarnya

2/2, 2011 dwijenAGRO

2 Desa Wisata Berbasis Masyarakat sebagai Model Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pinge

12/1, 2012 Analisis Pariwisata

3 Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi Pariwisata (Sebagai manifestasi praktek dekonstruktif)

3/1, 2012 Jurnal Ilmiah Hospitality Management

4 Optimalisasi Kontribusi Pariwisata Ceking terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal

2/1, 2012 Jurnal Ilmiah Pariwisata

5 Tantangan Pengembangan Pariwisata di Daerah Pinggiran

5/1, 2014 Jurnal Ilmiah Hospitality Management

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir No. Nama Pertemuan ilmiah/

Seminar Judul Artikel

Ilmiah Waktu dan

Tempat 1 Kegiatan Temu Karya Pengembangan

Kawasan Pariwisata Terpadu Pengintegrasian Pengembangan Pariwisata dalam

2010 Bali

54!!

Ekonomi Masyarakat Lokal

2 Seminar Hasil-Hasil Penelitian 2011 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana

Kontribusi Pariwisata Ceking terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal

2011 Unud

3 Seminar Hasil-Hasil Penelitian Pariwisata Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia

Kajian Dampak Bandara terhadap Budaya Masyarakat

2012 Bali

4 Deseminasi Hasil-hasil Penelitian tahun 2013

Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Kawasan Pariwisata Candi Dasa Provinsi Bali

2013 Unud

5 Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014

Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

2014 Bali

6 Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014

Dampak Pariwisata Perdesaan bagi Masyarakat Lokal

2014 Bali

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No. Judul buku Tahun Jumlah

Halaman Penerbit

1 Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global

2010 xiv + 294 Udayana University Press

2 Pariwisata Kalimantan: Pemikiran & Perjalanan ke Jantung Borneo

2010 xiii + 155 Arsimedik Publisher

3 The Exellence Research Universitas Udayana 2011

2011 vii + 182 Udayana University Press

4 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014

2014 xxviii + 1032

Udayana University Press

55!!

H. Perolehan HKI dalam 5 – 10 Tahun Terakhir No. Judul/Thema HKI Tahun Jenis No.P/ID - - - - -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan Tahun Tempat

Penerapan Respon

Masyarakat 1 Rencana Induk Pengembangan

Pariwisata Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

2012 Kabupaten Nunukan

Mendukung program

J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun

1 Peneliti Muda Terbaik Tingkat Universitas Udayana Bidang Sosial

Unud 2010

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Denpasar, 15 Oktober 2014 Pengusul, I Made Adikampana, S.T., M.T.

Lampiran 3. Artikel Ilmiah

Model Partisipasi Masyarakat Lokal dalam

PengembanganPariwisata Ekologis

Abstrak

Tulisan ini dimaksudkan untuk membahas interaksi masyarakat lokal dengan pihak eksternal dan tantangan serta hambatan partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis. Tujuan yang dicapai dalam tulisan ini

56!!

adalah rumusan model partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis. Pendekatan pariwisata berbasis masyarakat dan prinsip ekowisata digunakan untuk memahami fenomena partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis. Berdasarkan data dan informasi, dapat ditarik kesimpulan bahwa telah terjadi perubahan paradigma tata hubungan antara masyarakat lokal dengan BTNBB yang dapat memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kawasan konservasi TNBB. Pembentukan kelompok masyarakat Manuk Jegeg merupakan media bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengembangan pariwisata ekologis. Terbukanya ruang berpartisipasi menemui tantangan ketika masyarakat lokal mempunyai ketergantungan terhadap pihak eksternal. Ini menjadikan posisi masyarakat lokal tidak independen dan terbatas partisipasinya dalam pengembangan pariwisata ekologis. Kata-kata kunci: pariwisata ekologis, perubahan paradigma, kelompok masyarakat, ketergantungan PENDAHULUAN

Pariwisata ekologis atau lebih dikenal dengan ekowisata dikembangkan

sebagai reaksi atas berbagai dampak negatif pengembangan pariwisata

konvensional yang bersifat masal (mass tourism). Tujuan pengembangan adalah

untuk meningkatkan kualitas jasa lingkungan dan kualitas hidup masyarakat di

sekitarnya (Eagles dan McCool, 2002). Demikian pula dengan pengembangan

ekowisata di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Ekowisata TNBB juga

dikembangkan untuk melindungi keanekaragaman hayati dan sebagai instrumen

penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui penyediaan

pelayanan publik, peluang pekerjaan dan kesempatan berusaha (Balai Taman

Nasional Bali Barat, 2004). Namun masyarakat sekitar yang berbatasan langsung

dengan TNBB atau dalam hal ini disebut masyarakat lokal yaitu masyarakat Desa

Sumber Klampok, mempunyai ketergantungan tinggi terhadap sumber daya alam

sebagai sumber penghidupannya. Ketergantungan masyarakat lokal terhadap

sumber daya alam di dalam kawasan TNBB antara lain terlihat dari maraknya aksi

penebangan kayu, perburuan satwa endemik, pembukaan hutan untuk lahan

pertanian, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, pembibitan tanaman,

pemangkasan tajuk pohon untuk pakan ternak, serta area penggembalan liar. Di

satu sisi, ketergantungan tersebut memperlihatkan rendahnya kesadaran

57!!

konservasi masyarakat lokal guna mendukung fungsi kawasan. Muncul

stigmatisasi masyarakat sebagai penjarah kawasan konservasi yang merupakan

sumber daya ekowisata. Sedangkan di sisi lain menunjukan masih minimnya

partisipasi masyarakat lokal karena ketidakberdayaan masyarakat dalam

pengambilan keputusan dan menangkap berbagai manfaat atau kontribusi

pariwisata ekologis.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pariwisata Ekologis

Pariwisata ekologis atau disebut juga ekowisata tumbuh akibat adanya

ketidakpuasan terhadap bentuk dan jenis pariwisata konvensional. Pariwisata

konvensional memiliki pandangan yang berlaku sama (general) terhadap produk

pariwisata padahal setiap produk mempunyai keunikan, sangat berorientasi pada

keuntungan, mengabaikan elemen sosial budaya serta lingkungan, dan

antroposentris (Fennell, 2003). Menurut Goodwin (1996), ekowisata dikatakan

sebagai kegiatan pariwisata alam yang berkontribusi langsung terhadap

perlindungan spesies dan habitat sebagai basis atraksi dan secara tidak langsung

memberikan manfaat ekonomi pariwisata bagi masyarakat lokal. Dengan kata lain

ekowisata dapat menyeimbangkan antara upaya konservasi dan program

pembangunan. Selanjutnya Wallace dan Pierce (1996) menyebutkan ekowisata

sebagai suatu perjalanan ke tempat yang masih alamiah untuk tujuan

pembelajaran/penelitian, mengisi waktu luang/rekreasi, dan secara sukarela

memberikan bantuan material dan non material (volunteer assistance). Perjalanan

yang dilakukan memberikan perhatian lebih terhadap pelestarian flora, fauna,

geologi, dan ekosistem, termasuk masyarakat yang berada di sekitarnya

(kemenerusan nilai sosial budaya, tata hubungan, dan pemenuhan kebutuhan

masyarakat lokal). Pendapat Wallace dan Pierce tersebut sejalan dengan Fennell

(1999) yang menyebutkan bahwa ekowisata adalah bentuk keberlanjutan

(sustainable) pariwisata alam yang fokus utamanya pada pengalaman dan

pembelajaran mengenai alam, pengelolaannya dapat meminimalkan berbagai

dampak negatif, tidak konsumtif, dan berorientasi pada sumberdaya atau modal

58!!

lokal. Untuk itu kemudian United Nations Environmental Program dan World

Tourism Organization (UNEP/WTO) (2002) dalam Fennell (2003) mengusulkan

beberapa kriteria untuk mendefinisikan ekowisata, yaitu: produk pariwisata

berbasis alam, pengelolaanya berdampak minimal terhadap lingkungan fisik,

sosial dan budaya, menyertakan pengalaman yang bersumber dari pembelajaran

terhadap lingkungan alamiah, memberikan kontribusi terhadap konservasi

kenaekaragaman hayati, dan menyediakan manfaat bagi masyarakat lokal.

Kriteria yang diusulkan ini selanjutnya mendasari terbentuknya prinsip-

prinsip pengembangan pariwisata ekologis atau ekowisata. Terdapat 6 (enam)

prinsip pengembangan ekowisata (Fennell, 2003), yaitu:

1. meminimalkan dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan dan

masyarakat lokal

2. meningkatkan perhatian dan pemahaman terhadap sistem lingkungan dan

sosial budaya masyarakat, dan diharapkan kemudian pengunjung dapat

terlibat aktif di dalam upaya peningkatan tersebut

3. menyeimbangkan antara upaya konservasi lingkungan dan program

pengembangan pariwisata

4. memaksimalkan partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan

5. memberikan manfaat ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung bagi

masyarakat lokal berupa kegiatan ekonomi yang komplemen terhadap

kegiatan ekonomi tradisional

6. menyediakan kesempatan kepada masyarakat lokal, pelaku pariwisata, dan

pengunjung untuk belajar dan mensukuri keindahan alam.

2. Pariwisata Berbasis Masyarakat

Pariwisata berbasis masyarakat merupakan salah satu jenis pariwisata yang

memasukkan partisipasi masyarakat sebagai unsur utama dalam pariwisata guna

mencapai tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan (Telfer dan Sharpley,

2008). Pemahaman ini sejalan dengan pemikiran Garrod et al., (2001); Timothy

dan Boyd (2003) yang menyebutkan pariwisata berbasis masyarakat sebagai

partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata. Dalam hal ini, partisipasi

59!!

masyarakat dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu: ikut terlibat dalam proses

pengambilan keputusan dan pembagian manfaat pariwisata.

Partisipasi dalam pengambilan keputusan berarti masyarakat mempunyai

kesempatan untuk menyuarakan harapan, keinginan dan kekhawatirannya dari

pembangunan pariwisata, yang selanjutnya dapat dijadikan masukan dalam proses

perencanaan. Kemudian Murphy (1985) mengusulkan juga adanya pelibatan

masyarakat dalam proses perencanaan pengembangan pariwisata. Pelibatan ini

merupakan faktor penentu keberlanjutan pengembangan destinasi pariwisata.

Sedangkan mengambil peran dalam pembagian manfaat pariwisata mengandung

pengertian bahwa masyarakat semestinya mempunyai kesempatan untuk

memperoleh keuntungan finansial dari pariwisata dan keterkaitan dengan sektor

lainnya. Untuk itu pengembangan destinasi pariwisata seharusnya mampu

menciptakan peluang pekerjaan, kesempatan berusaha dan mendapatkan pelatihan

serta pendidikan bagi masyarakat agar mengetahui manfaat pariwisata (Timothy,

1999). Juga Menurut Murphy (1985) pariwisata merupakan sebuah “community

industry”, sehingga keberlanjutan pembangunan pariwisata sangat tergantung dan

ditentukan oleh penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap pariwisata.

Implikasi pariwisata sebagai sebuah industri masyarakat adalah pariwisata

semestinya tidak hanya melibatkan masyarakat yang secara langsung

mendapatkan manfaat pariwisata, melainkan juga masyarakat yang secara tidak

langsung berkontribusi untuk kemenerusan pariwisata. Berhubungan dengan hal

tersebut, Mowforth dan Munt (1998) serta Ramukumba, et al. (2011) kemudian

membagi partisipasi masyarakat dalam 7 (tujuh) jenis, yaitu:

1. partisipasi manipulatif; adanya keterwakilan masyarakat dalam kelembagaan

pariwisata, namun wakil masyarakat ini tidak mempunyai kekuasaan

2. partisipasi pasif; masyarakat hanya diinformasikan hal yang sudah diputuskan

atau kejadian yang sudah berlangsung

3. konsultasi; masyarakat berpartisipasi dengan menjawab pertanyaan yang

diajukan oleh pihak eksternal

60!!

4. partisipasi material insentif; masyarakat berkontribusi dengan memberikan

sumber daya yang dimilikinya dan kemudian mandapat kompensasi material

berupa makanan dan minuman, pekerjaan, uang, dan insentif materi lainnya

5. partisipasi fungsional; pihak eksternal menginisiasi keterlibatan masyarakat

dengan membentuk kelompok untuk menentukan tujuan bersama dan terlibat

dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi partisipasi tersebut muncul

setelah adanya program dari pihak eksternal dengan tujuan untuk efektifitas

dan efisiensi program

6. partisipasi interaktif; masyarakat mengadakan analisis secara bersama-sama,

merumuskan program untuk mencapai tujuan, dan penguatan institusi lokal

dengan difasilitasi oleh pihak eksternal. Partisipasi jenis ini sudah ideal

karena masyarakat mendapatkan pembelajaran tentang sistem dan struktur,

sehingga mampu mengalokasikan sumber daya untuk mencapai tujuan.

7. mobilisasi sendiri; masyarakat mempunyai inisiatif sendiri dalam proses

perencanaan pembangunan tanpa ada intervensi dari pihak eksternal. Peran

pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat sangat dibutuhkan dalam

menyediakan dukungan kerangka kerja.

Selain itu, pariwisata berbasis masyarakat sering dipahami sebagai sesuatu

yang berseberangan dengan pariwisata skala besar (enclave), berbentuk paket (all

inclusive), pariwisata masal, dan minim keterkaitannya dengan masyarakat lokal.

Sehingga pariwisata berbasis masyarakat disebut juga sebagai pariwisata yang

dibangun oleh masyarakat lokal, berskala kecil, serta melibatkan berbagai elemen

lokal seperti pengusaha, organisasi, dan pemerintah lokal (Hatton, 1999 dalam

Telfer dan Sharpley, 2008; Leslie, 2012). Terkait dengan pembangunan pariwisata

berskala kecil, Jenkins (1982) telah melakukan perbandingan antara pariwisata

skala kecil dengan skala besar untuk mengetahui dampak pembangunan

pariwisata terhadap masyarakat lokal. Berdasarkan komparasi tersebut diketahui

bahwa pembangunan pariwisata berskala kecil mempunyai karakteristik yang

sangat berbeda dari pembangunan pariwisata berskala besar. Adanya perbedaan

krakteristik tentunya akan menghasilkan perbedaan dampak pula terhadap

masyarakat lokal.

61!!

Tabel Karakteristik Pembangunan Pariwisata Skala Kecil dan Skala Besar

Skala kecil Skala besar

secara fisik menyatu dengan struktur ruang/kehidupan masyarakat lokal

secara fisik terpisah dari komunitas lokal, namun efektif membangun citra kuat dalam rangka promosi

perkembangan kawasan wisata bersifat spontan/tumbuh atas inisiatif masyarakat lokal (spontaneous)

pengembangan kawasan melalui perencanaan yang cermat dan profesional (well planned)

partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pembangunan pariwisata

investor dengan jaringan internasional sebagai pelaku utama usaha kepariwisataan

interaksi terbuka dan intensif antara wisatawan dengan masyarakat lokal

interaksi sangat terbatas antara wisatawan dengan masyarakat lokal

Sumber : Diolah dari Jenkins, 1982 Berdasarkan tabel karakteristik pembangunan pariwisata skala kecil dan

skala besar dapat dikatakan bahwa peluang terbesar pelibatan dan partisipasi

masyarakat lokal dalam pariwisata, akan muncul jika pariwisata dikembangkan

dengan skala kecil dan terbuka melakukan interaksi dengan wisatawan.

Seringkali partisipasi masyarakat dalam pariwisata disebut sebagai strategi

pembangunan alternatif yang terdengar sangat ideal namun dalam

implementasinya banyak terdapat tantangan dan hambatan. Scheyvens (2002)

menyebutkan ada 2 (dua) tantangan terbesar dalam pariwisata berbasis

masyarakat. Pertama, pada kenyataannya masyarakat lokal dalam suatu destinasi

pariwisata terbagi ke dalam berbagai faksi atau golongan yang saling

mempengaruhi berdasarkan kelas masyarakat (kasta), gender, dan kesukuan.

Antar faksi biasanya saling menyatakan paling memiliki atau mempunyai hak

istimewa (privilege) keberadaan sumber daya pariwisata. Golongan elit

masyarakat tertentu sering berada dalam posisi mendominasi pelaksanaan

pariwisata berbasis masyarakat, lalu memonopoli pembagian atau penerimaan

manfaat pariwisata (Mowforth dan Munt, 1998). Berdasarkan hal tersebut,

partisipasi secara adil (equitable) menjadi pertimbangan penting dalam

mendorong pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Selain itu juga isu-isu

tentang kelas masyarakat, gender, dan kesukuan penting dipertimbangkan

terutama dalam perencanaan pengembangan pariwisata. Tantangan kedua adalah

62!!

permasalahan dalam masyarakat untuk mengidentifikasi pariwisata sebagai

strategi pengembangan masyarakat lokal. Masyarakat pada umumnya tidak cukup

punya informasi, sumber daya, dan kekuatan dalam hubungannya dengan berbagai

pengambil keputusan lainnya dalam pembangunan pariwisata, sehingga

masyarakat lokal rentan terhadap eksploitasi. Campbell (1999) juga menyatakan

hal yang sama bahwa minimnya kesempatan berpartisipasi dalam pariwisata dan

sektor lain yang terkait, akibat dari kesulitan yang dialami masyarakat dalam

mengidentifikasi peluang yang dibangkitkan oleh pengembangan pariwisata.

Selain tantangan yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam pembangunan

pariwisata berbasis masyarakat juga akan berhadapan dengan berbagai hambatan.

Tosun (2000); Dogra dan Gupta (2012) mengidentifikasi 3 (tiga) hambatan dalam

pembangunan pariwisata berbasis masyarakat terutama di negara berkembang.

Adapun hambatan-hambatan tersebut berupa :

1. keterbatasan operasional; termasuk dalam hambatan ini adalah sentralisasi

administrasi publik, lemahnya koordinasi, dan minimalnya informasi.

2. keterbatasan struktural; berupa sikap pelaku pariwisata, terbatasnya tenaga

ahli, dominasi elit masyarakat, aturan hukum yang belum tepat, sedikitnya

jumlah sumber daya manusia terlatih, dan minim akses ke modal/finansial.

3. keterbatasan kultural, yaitu : terbatasnya kapasitas terutama pada masyarakat

miskin dan rendahnya kesadaran masyarakat lokal terhadap pariwisata

PEMBAHASAN

1. Interaksi BTNBB dan Masyarakat Lokal

Dengan menggunakan konsepsi tentang ranah, fenomena pariwisata

ekologis di TNBB akan coba ditelaah. Berdasarkan hasil observasi dan

wawancara ditemukan beberapa fakta menarik. individu atau kelompok yang

saling berinteraksi dalam ranah pariwisata TNBB dapat dikelompokkan menjadi 2

(dua) yang secara langsung dan intensif berinteraksi. Kedua ranah tersebut adalah

BTNBB yang direpresentasikan oleh polisi hutan atau jagawana serta penyuluh

kehutanan dan kelompok masyarakat lokal khususnya di Desa Sumber Klampok.

63!!

Pertemuan kedua ranah ini memiliki dinamika yang unik. Seakan telah

menjadi fakta bahwa hubungan antar BTNBB dengan masyarakat lokal seringkali

berhadapan secara diametral atau bertentangan karena masing-masing memiliki

stereotip, sehingga terjadi pengelompokkan eksklusif: “kami” versus “mereka.”

Pihak BTNBB sebagai institusi yang secara legal formal memiliki kekuasaan

dalam konservasi dan perlindungan hayati, cenderung mengedepankan

pendekatan represif ketika berinteraksi dengan masyarakat lokal. Secara implisit

pendekatan ini didasarkan prasangka bahwa masyarakat yang berada di dalam

kawasan TNBB sebagai perusak dan penjarah sumber daya alam dan

keanekaragaman hayati. Walaupun secara konsepsual, penataan kawasan TNBB

berdasarkan fungsi dan peruntukkannya memberikan peluang bagi aktivitas sosial,

budaya, dan ekonomi terutama di luar Zona Inti dan Zona Rimba. Tetapi

kenyataannya pemanfaatan kawasan TNBB bagi masyarakat lokal amatlah

terbatas, sehingga memicu konflik yang teraktualisasi lewat aktivitas menangkap

dan ditangkap. Sedangkan masyarakat lokal sendiri memiliki cara pandang

sebaliknya, cenderung menganggap kehadiran TNBB malah merampas hak atas

wilayah hutan yang selama ini telah mereka manfaatkan secara turun temurun.

Masyarakat lokal tentu tidak terima begitu saja ketika kehadiran BTNBB malah

menjadikan masyarakat lokal sebagai pihak yang salah dan mendapatkan stigma

terkait dengan upaya konservasi.

Tata relasi bernuansa konflik ini mengalami titik balik pada tahun 2008,

ketika pihak BTNBB berupaya merubah perspektif atau cara pandang terhadap

masyarakat lokal. Stereotip masyarakat mulai dirubah secara perlahan dalam

mindset aparat jagawana dan penyuluh kehutanan yang selama ini berinteraksi

langsung dengan masyarakat lokal. Lewat serangkaian program pelatihan,

seminar, dan lokakarya di internal BTNBB yang bertujuan menginisiasi

pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal, pola pendekatan represif mulai

ditinggalkan, diganti dengan pendekatan persuasif.

Inisiatif BTNBB untuk mengubah tata hubungan antar pemangku

kepentingan di kawasan TNBB bisa ditelusuri sejak tahun 2010. Pendekatan

intensif yang dilakukan oleh jagawana dan penyuluh kehutanan untuk

64!!

mengikutsertakan masyarakat lokal dalam mengelola secara bersama-sama zona

pemanfaatan di kawasan TNBB pada awalnya mendapat tanggapan apatis. Hal ini

bisa dimengerti ketika hubungan yang terbangun selama ini berbasiskan rasa

curiga, yang berangkat dari praduga adanya kepentingan terselubung. Lewat

serangkaian pertemuan informal yang mulai menciptakan komunikasi intensif dan

secara perlahan mulai tumbuh rasa saling percaya. Interaksi yang terbangun

melalui pertemuan di forum-forum informal ini dipandang cukup efektif, jika

dibandingkan dengan interaksi yang dilakukan sebelumnya dalam bentuk

pertemuan formal.

Masyarakat lokal sendiri bukannya tidak melakukan upaya untuk merubah

stigma yang melekat selama ini. Sebelumnya telah terbentuk kelompok-kelompok

masyarakat berdasarkan profesi; seperti kelompok nelayan dan kelompok tani.

Walaupun terbentuknya kelompok-kelompok masyarakat ini masih bersifat top-

down, dalam artian belum merupakan inisiatif murni dari masyarakat sendiri,

tetapi masih terkait dengan prakarsa dari pemerintahan. Ide cerdas untuk

mempertemukan kedua kepentingan, antara kepentingan konservasi dengan

kepentingan merubah citra negatif masyarakat Desa Sumber Klampok muncul

ketika pengembangan pariwisata ekologis atau ekowisata mulai menjadi

pertimbangan. Aktivitas pariwisata ekologis yang berlangsung masih belum

mengoptimalkan partisipasi masyarakat lokal, hanya dikelola secara eksklusif oleh

BTNBB dan pengusaha pariwisata alam (PPA), sehingga akses masyarakat lokal

untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan produk pariwisata ekologis masih

terbatas.

Semangat kolaborasi ini semakin diperkuat dengan adanya kesadaran

lingkungan dalam masyarakat lokal. Berdasarkan serangkaian pertemuan informal

antara BTNBB dengan masyarakat lokal, muncul ide untuk membentuk kelompok

masyarakat yang memiliki kegiatan ekonomis tanpa merusak sumber daya alam

sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat lokal. Kelompok masyarakat

tersebut diberi nama Manuk Jegeg. Sesuai dengan namanya, Manuk Jegeg

bertujuan untuk menjaga kelestarian burung Jalak Putih sebagai endemik TNBB

yang berada diambang kepunahan. Pelestarian dilakukan dengan memberikan ijin

65!!

penangkaran dan kemudian pelepas liaran bagi masyarakat lokal. Selain tujuan

konservasi tersebut, Manuk Jegeg juga mempunyai tujuan pengembangan

ekonomi masyarakat melalui ijin edar (Jalak Putih dapat diperjualbelikan setelah

memenuhi aturan tertentu) dan juga sebagai produk wisata alternatif bagi

wisatawan yang mengunjungi TNBB.

Kegiatan penangkaran Jalak Putih yang dilakukan Manuk Jegeg relatif

berhasil, dan memiliki dua makna penting, yaitu dari perspektif konservasi

sebagai upaya pelestarian Jalak Putih yang berada di ambang kepunahan, dan dari

perspektif pariwisata sebagai diversifikasi komponen produk pariwisata ekologis.

Aktivitas penangkaran dan pelepas liaran telah menjadi atraksi wisata unggulan

dan bahkan akan direncanakan sebagai desa wisata. Kini kelompok masyarakat

tersebut telah mengintrodusir dan mengorganisir produk ekowisata kepada pasar.

Sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 Desa Sumber Klampok telah

dikunjungi wisatawan yang berasal dari Jepang dan Amerika Serikat. Selain

wisatawan yang berasal dari Jepang dan Amerika Serikat, produk wisata alternatif

ini juga sangat diminati oleh wisatawan yang berasal dari Eropa (Prancis, Jerman,

dan Inggris). Atraksi unggulan yang dijual tentu saja penangkaran burung Jalak

Putih dan sensasi pengalaman kehidupan perdesaan. Bahkan masyarakat lokal

juga telah menyediakan fasilitas akomodasi dan kuliner dengan memanfaatkan

tempat tinggalnya sebagai homestay.

2. Tantangan dan Hambatan Partisipasi Masyarakat Lokal dalam

Pariwisata Ekologis

Partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis di

TNBB jika dikaitkan dengan keberadaan kelompok masyarakat Manuk Jegeg

dapat disebutkan ke dalam jenis partisipasi fungsional. Hal ini ditunjukkan dengan

masih adanya peran pihak eksternal yaitu BTNBB sebagai fasilitator pembentukan

Manuk Jegeg, dengan tujuan untuk efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program-

program konservasi di kawasan TNBB. Beberapa indikator yang menunjukkan

partisipasi fungsional masyarakat lokal yaitu :

1. Terbentuknya kelompok masyarakat sebagai representasi kepentingan

66!!

Dalam kasus di Desa Sumber Klampok, komunitas “Manuk Jegeg” terbentuk

sebagai manifestasi lembaga yang mempertemukan kepentingan kedua belah

pihak.

2. Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Pada proses pengambilan keputusan, masyarakat lokal mulai terlibat secara

aktif. Hal ini terkondisikan ketika pihak BTNBB lebih berfungsi sebagai

fasilitator dalam menyerap aspirasi masyarakat. Namun demikian tetap saja

sebagian besar wacana bersumber dari pihak BTNBB.

3. Tindak lanjut dari program pihak eksternal.

Sebagai pengelola kawasan konservasi, BTNBB mempunyai program yang

bertujuan untuk menjaga kualitas lingkungan dan kualitas hidup masyarakat.

Pembentukan kelompok masyarakat Manuk Jegeg juga merupakan media

untuk mengimplementasikan program-program yang telah direncanakan

sebelumnya.

Dapat dikatakan bahwa Manuk Jegeg belum sepenuhnya mandiri dan mampu

memobilisasi semua sumber daya atau modal yang dimiliki untuk mencapai

tujuan yang ditetapkan oleh masyarakat lokal. Terdapat 3 (tiga) alasan yang

menjustifikasi belum independennya atau relatif masih adanya ketergantungan

masyarakat lokal terhadap BTNBB adalah :

1. Adanya kepentingan pihak eksternal; BTNBB memiliki kepentingan untuk

melaksanakan fungsi konservasi dan pengembangan ekonomi masyarakat

lokal. Dari kronologis terciptanya pola interaksi antara BTNBB dengan

masyarakat lokal diperoleh informasi dari kedua belah pihak bahwa inisiatif

pembentukan kelompok masyarakat Manuk Jegeg diinisiasi oleh BTNBB.

Kepentingan BTNBB terhadap keberadaan Manuk Jegeg adalah menekan

seminimal mungkin upaya penangkapan ilegal Jalak Putih, dengan turut juga

melibatkan oknum pelaku penjarahan dalam kelompok masyarakat tersebut.

BTNBB memandang bahwa para oknum pelaku penjarahan adalah orang-

orang yang memiliki pemahaman tentang perilaku hidup Jalak Putih terutama

pada habitat liarnya. Selain itu, dengan memberikan ijin edar atau hak

menjual Jalak Putih jika memenuhi persyaratan tertentu kepada para anggota

67!!

kelompok masyarakat ini, akan dapat meningkatkan sosial ekonomi

masyarakat lokal yang mayoritas masih rendah. Nilai ekonomis Jalak Bali

yang cukup tinggi di pasaran tentunya dapat dijadikan alternatif penghasilan

tambahan bagi masyarakat lokal. Dampak yang diharapkan terjadi ketika

sosial ekonomi masyarakat di dalam kawasan TNBB meningkat adalah

munculnya kesadaran konservasi dan dapat menjadi bagian dari sistem cegah

dini (early warning system) berbagai penjarahan sumber daya kawasan

konservasi.

2. Kooptasi masyarakat lokal oleh pihak eksternal; peluang BTNBB untuk

melakukan kooptasi sangat dimungkinkan melalui mekanisme pemberian ijin

edar dan ijin penyelenggaraan desa wisata di kawasan konservasi TNBB.

Aturan yang ketat dan terkesan berbelat-belit terutama dalam menetepkan ijin

edar bagi masyarakat lokal dalam kelompok masyarakat Manuk Jegeg

menyebabkan sampai saat ini hak memperjual belikan Jalak Putih tersebut

belum satupun dimiliki oleh anggota kelompok masyarakat tersebut. Keadaan

ini memunculkan permasalahan dalam menjaga eksistensi kelompok

masyarakat Manuk Jegeg, karena sebagian besar harapan anggota kelompok

adalah mempunyai sertifikat ijin edar tersebut. Selain itu menyelenggarakan

pariwisata berbasis perdesaan di dalam kawasan konservasi terkendala aturan

zonasi, padahal kegiatan pariwisata pada dasarnya merupakan kegiatan yang

bersifat borderless.

3. Adanya konflik pemilikan lahan; lahan yang turun-temurun dimanfaatkan

sebagai tempat tinggal masyarakat lokal ternyata merupakan aset pemerintah.

Sudah cukup lama masyarakat lokal berupaya agar lahan tersebut menjadi

hak miliknya, namun berbagai upaya tersebut masih belum berhasil.

3. Model Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pariwisata Ekologis

Terbentuknya Komunitas Manuk Jegeg sebagai lembaga yang

mempertemukan kepentingan “negara – masyarakat ” diawali dengan serangkaian

pertemuan informal yang dilakukan antara BTNBB dengan beberapa tokoh

masyarakat lokal. Sebutan tokoh dalam konteks ini adalah yang selalu dilibatkan

68!!

dalam rangkaian pertemuan tersebut. Tokoh-tokoh masyarakat yang dimaksud

adalah kepala desa, bendesa adat, mangku pura, ketua kelompok tani dan nelayan,

serta beberapa anggota masyarakat yang dianggap memiliki pemikiran kritis, baik

yang berasal dari krama desa adat maupun warga pendatang. Pertemuan awal

antara BTNBB dengan masyarakat lokal membahas tentang pemetaan masalah,

perencanaan dan penetapan program atau kegiatan. Pembahasan agenda

pertemuan tersebut berdasarkan potensi yang dimiliki masyarakat lokal yang

menyangkut beberapa hal seperti sumber daya atau modal yang dimiliki,

kelembagaan yang eksis, dan norma yang berlaku. Pada titik inilah kemudian

basis sejarah menjadi penting dibahas untuk merumuskan model partisipasi

masyarakat dalam pengembangan pariwisata ekologis.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam relasinya dengan

BTNBB, masyarakat lokal memiliki sejarah yang tidak harmonis. Citra sebagai

penjarah tertanam kuat dan menjadikan interaksi yang terjadi anti dan kontra

produktif. Baik BTNBB maupun masyarakat lokal merasa mempunyai hak dan

legitimasi dalam memanfaatkan hutan yang berada di Kawasan TNBB.

Masyarakat lokal berangkat dari logika pikir adat dan tradisi, sedangkan BTNBB

berpijak dari logika pikir representasi negara. Berangkat dari kesadaran sejarah

seperti inilah selanjutnya dilakukan upaya untuk mengikis atau bahkan

menghilangkan ketidakharmonisan tersebut.

Berdasarkan pemetaan masalah, dapat diidentifikasi bahwa permasalahan

terbesar yang terjadi adalah relasi disharmonis antara BTNBB dengan masyarakat

lokal. Dari sinilah kemudian terciptanya suasana hubungan yang tidak nyaman

dan tidak produktif. Permasalahan ini berangkat dari belum adanya kesamaan

persepsi kedua belah pihak dalam memanfaatkan kawasan konservasi.

Kesimpulan yang dihasilkan pada pembahasan pemetaan masalah yakni

diperlukannya kegiatan bersama guna memupus dan memutus disharmonisasi,

dengan memanfaatkan kawasan konservasi untuk kegiatan pariwisata.

Perencanaan kemudian dilakukan untuk menentukan tujuan yang dapat

digunakan sebagai guideline pemanfaatan bersama kawasan konservasi. Dengan

menggali potensi yang dimiliki masyarakat yang meliputi sumber daya alam,

69!!

sumber daya manusia, organisasi yang telah ada (kelompok-kelompok profesi),

serta norma yang berlaku, lalu ide menciptakan kegiatan pariwisata dalam

kawasan konservasi diturunkan ke pembentukan kelompok masyarakat yang

mewadahi kegiatan bersama tersebut. Terbentuklah kemudian kelompok

masyarakat Manuk Jegeg pada tahun 2010, yang memiliki 2 (dua) tujuan, yaitu :

1. Menangkarkan burung Jalak Putih yang merupakan binatang endemik Bali.

Dengan adanya penangkaran tersebut diharapkan burung yang saat ini

terancam punah dapat dilestarikan kembali. Upaya penangkaran ini menjadi

strategis ketika isu pelestarian Jalak Putih saat ini gencar dilakukan, sehingga

upaya konservasi diharapkan dapat berjalan seiring dengan kegiatan

pariwisata yang akan dikembangkan.

2. Mendapatkan manfaat ekonomi dari upaya pelestarian tersebut, yaitu dengan

dijadikannya penangkaran tersebut sebagai bagian dari atraksi pariwisata

yang akan dikemas dalam paket desa wisata yang akan dikembangkan, serta

memperjuangkan ijin edar sehingga penangkar dapat menjual burung jalak

tersebut secara terbatas dan legal.

Setelah komunitas Manuk Jegeg berhasil dibentuk, dan terbukti telah

merintis jalan bagi masuknya pariwisata yang melibatkan masyarakt lokal,

langkah berikutnya adalah dengan membentuk kelompok sadar wisata

(Pokdarwis). Kelompok ini mencoba merangkul semua elemen yang ada di desa

untuk berhimpun dalam satu wadah guna merealisasikan ide tentang desa wisata.

Apa yang telah dilakukan Manuk Jegeg diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi

warga desa, bahwa mereka mampu menghapus stigma dan dapat mengorganisir

diri untuk dapat ikut terlibat dan mengambil manfaat dari pariwisata ekologis.

Pada level empiris inilah dapat diperoleh temuan menarik, bahwa

pariwisata dapat menjadi instrumen yang mempertemukan berbagai kelompok

kepentingan yang pada awalnya berseberangan. Dengan penyamaan persepsi dan

inisiatif masing-masing pihak untuk merubah cara pandang dan praktek interaksi

di antara mereka sehingga diperoleh hubungan yang produktif. Dalam konteks

pengembangan pariwisata di Taman Nasional Bali Barat, dapat disimpulkan

70!!

bahwa kelompok masyarakat Manuk Jegeg merupakan embrio bagi bentuk

partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis.

KESIMPULAN

Telah terjadi perubahan paradigma tata hubungan antara masyarakat lokal

dengan BTNBB selaku pengelola pariwisata ekologis, yaitu dari KAMI vs

MEREKA menjadi KITA. Perubahan tersebut kemudian memberikan ruang-ruang

bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan kawasan konservasi

TNBB, terutama dalam pengembangan pariwisata ekologis. Pembentukan

kelompok masyarakat Manuk Jegeg adalah salah satu ruang yang ideal bagi

tumbuh kembangnya partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan

pariwisata ekologis. Dapat disimpulkan bahwa munculnya kelompok masyarakat

yang merupakan wadah kegiatan bersama antara masyarakat dengan pemerintah,

merupakan model yang mampu mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam

pengembangan pariwisata ekologis. Namun, terbukanya ruang berpartisipasi

Gambar Model Partisipasi Masyarakat dalam Pariwisata Ekologis

Kelompok Masyarakat

Pemerintah

Masyarakat

- Organisasi non pemerintah - Akademisi - Wisatawan

KAWAS

AN!KONSERV

ASI!

DESTINAS

I!PAR

IWISAT

A!EK

OLO

GIS!

71!!

masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ekologis melalui kelompok

masyarakat Manuk Jegeg juga menemui berbagai tantangan. Tantangan

terbesarnya adalah masih adanya ketergantungan masyarakat lokal terhadap pihak

lain. Ini menjadikan posisi masyarakat lokal tidak independen dan terbatasi

pergerakannya terutama dalam pengembangan pariwisata ekologis.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Taman Nasional Bali Barat, 2004, Pengelolaan Taman Nasional Bali

Barat, Jembrana-Bali

Campbell, 1999, Ecotourism in Rural Developing Communities, Annals of

Tourism Research, 26: 534-553

Dogra, Ravinder and Gupta, Anil, 2012, Barriers to Community Participation in

Tourism Development: Empirical Evidence from a Rural Destination,

South Asian Journal of Tourism and Heritage, 5: 131-142

Eagles, Paul F. J. and McCool, Stephen F., 2002, Tourism in National Parks and

Protected Areas; Planning and Management, CABI Publishing, UK

Fashri, Fauzi. 2104. Pierre Bourdieu; Menyingkap Kuasa Simbol. Yogyakarta:

Jalasutra.

Fennell, David A., 1999, Ecotourism: An introduction, Routledge, London

Fennell, David A., 2003, Ecotourism: An introduction Second edition, Routledge,

London

Garrod, B., Wilson, J.C., and Bruce, D.B., 2001, Planning for Marine Ecotourism

in the EU Atlantic Area: Good Practice Guidelines, Project Report,

University of the West of England, Bristol

Goodwin, H., 1995, In pursuit of ecotourism, Biodiversity and Conservation 5:

277-291

Jenkins, C. L., 1982, The Effects Of Scale In Tourism Projects In Developing

Countries, Annals of Tourism Research, 9: 229-249

Leslie, David, 2012, Responsible Tourism; Concepts, Theory and Practice, CABI,

UK

72!!

Mowforth, Martin and Munt, Ian, 1998, Tourism and Sustainability; New Tourism

in the Third World, Routledge, New York

Murphy, Peter E., 1985, Tourism A Community Approach, Methuen, New York

Ramukumba, T., Pietersen, J., Mmbengwa, Victor M., and Coetzee, W., 2011,

Participatory development of peri-urban and rural poor communities

in tourism in the Garden Route area of Southern Cape, South Africa,

African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure, 1: 1-9

Scheyvens, Regina, 2002, Tourism for Development; empowering communities,

Prentice Hall, England

Telfer, Richard and Sharpley, David J., 2008, Tourism and Development in the

Developing World, Routledge, New York

Timothy, Dallen J., 1999, Participatory Planning; A View of Tourism in

Indonesia, Annals of Tourism Research, 26: 371-391

Timothy, Dallen J. and Boyd, Stephen W., 2003, Heritage Tourism, Pearson

Education, England

Tosun, Cevat, 2000, Limits to Community participation in the tourism

development process in developing countries. Tourism Management, 21:

613-633.

Tosun, Cevat and Timothy, Dallen J., 2003, Arguments for Community

Participation in the Tourism Development Process, The Journal Of

Tourism Studies, 14: 1-15

Veal, A. J., 2006, Research Methods for Leisure and Tourism; A Practical Guide,

Pearson Education, England

Wallace, G. N. and Pierce, S. M. (1996), An evaluation of ecotourism in

Amazonas, Brazil, Annals of Tourism Research 23: 843-873.