pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

29
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Dalam bab ini akan dipaparkan beberapa penelitian sebelumnya mengenai pariwisata bersepeda untuk mengetahui teori serta pendapat dari ahli dan peneliti sebelumnya, yang mempunyai kompetensi pada bidangnya. Diharapkan juga dapat mengetahui sejauh mana pengembangan pariwisata bersepeda di beberapa destinasi pariwisata yang ada di Indonesia maupun di mancanegara sehingga bisa menjadi dasar dan acuan dalam analisa permasalahan dalam penelitian ini. 2.1 Tinjauan Pustaka Kajian pustaka berisikan kajian sederhana beberapa penelitian terdahulu dan juga contoh pengembangan pariwisata bersepeda di beberapa destinasi pariwisata. Penelitian-penelitian ini digunakan sebagai perbandingan penelitian sejenis yang relevan, mampu menjelaskan dan mempertegas penelitian. Di dalam penelitian tersebut juga didapat beberapa latar belakang yang mendasar sehingga pariwisata bersepeda bisa menjadi pemecah ataupun untuk mengurangi permasalahan yang ada di destinasi pariwisata. 1.1.1. Pariwisata bersepeda di Beberapa Destinasi Pariwisata Berdasar dari pengumpulan informasi, ada beberapa negara dan daerah yang berhasil mengembangkan pariwisata bersepeda di dalam destinasi pariwisatanya. Ada beberapa destinasi pariwisata yang mengembangkan pengembangan pariwisata bersepeda dengan berbagai bentuk aktivitasnya.

Upload: hanhi

Post on 09-Dec-2016

276 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

 

9

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN

Dalam bab ini akan dipaparkan beberapa penelitian sebelumnya mengenai

pariwisata bersepeda untuk mengetahui teori serta pendapat dari ahli dan peneliti

sebelumnya, yang mempunyai kompetensi pada bidangnya. Diharapkan juga

dapat mengetahui sejauh mana pengembangan pariwisata bersepeda di beberapa

destinasi pariwisata yang ada di Indonesia maupun di mancanegara sehingga bisa

menjadi dasar dan acuan dalam analisa permasalahan dalam penelitian ini.

2.1 Tinjauan Pustaka

Kajian pustaka berisikan kajian sederhana beberapa penelitian terdahulu

dan juga contoh pengembangan pariwisata bersepeda di beberapa destinasi

pariwisata. Penelitian-penelitian ini digunakan sebagai perbandingan penelitian

sejenis yang relevan, mampu menjelaskan dan mempertegas penelitian. Di dalam

penelitian tersebut juga didapat beberapa latar belakang yang mendasar sehingga

pariwisata bersepeda bisa menjadi pemecah ataupun untuk mengurangi

permasalahan yang ada di destinasi pariwisata.

1.1.1. Pariwisata bersepeda di Beberapa Destinasi Pariwisata

Berdasar dari pengumpulan informasi, ada beberapa negara dan daerah

yang berhasil mengembangkan pariwisata bersepeda di dalam destinasi

pariwisatanya. Ada beberapa destinasi pariwisata yang mengembangkan

pengembangan pariwisata bersepeda dengan berbagai bentuk aktivitasnya.

Page 2: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

10

 

 

Sebagai contoh di Indonesia pengembangan pariwisata bersepeda ada di Pulau

Gili Trawangan, Lombok, dimana adanya larangan untuk menggunakan

kendaraan bermotor di pulau tersebut, sehingga moda transportasi utama yang

digunakan oleh wisatawan adalah sepeda yang disewakan oleh penduduk

setempat. Hal ini juga menjadi daya tarik wisata di Gili Trawangan disamping

karena potensi wisata baharinya.

Di Jakarta, lebih tepatnya di Kota Tua Batavia, Jakarta Barat, juga

berkembang pariwisata dengan sepeda. Uniknya, wisatawan akan mengelilingi

kota tua dengan sepeda, namun, posisi wisatawan bukan sebagai pengendara

sepeda melainkan sebagai penumpang sepeda. Pengendara sepeda sekaligus

berperan sebagai pemandu wisata (guide), akan menjelaskan setiap detail

bangunan tua beserta sejarahnya kepada wisatawan, sembari mengelilingi Kota

Tua Batavia.

Di Bali, perkembangan pariwisata dengan mengunakan moda sepeda

sudah berkembang sejak lama. Sepeda bukan saja digunakan sebagai moda untuk

berpindah tetapi juga sebagai atraksi wisata petualangan, seperti sepeda gunung,

atau juga tur sepeda dengan mengelilingi sawah, rumah penduduk, perkebunan

atau tempat-tempat menarik lainnya. Umumnya perkembangan atraksi pariwisata

sepeda di Bali berkembang di daerah pergunungan yang memiliki kontur yang

curam, dengan starting point berada di daerah yang lebih tinggi sehingga

memudahkan dalam pergerakan wisatawan. Pariwisata sepeda ini umumnya

berada di daerah Bedugul dan Kintamani. Hal yang berbeda bisa ditemukan pada

pariwisata sepeda di Sanur dan Ubud, dimana wisatawan mengendarai sepeda

Page 3: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

11

 

 

bertujuan untuk menikmati keindahan alam dan budaya di dalam destinasi

pariwisata. Kegiatan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain dan melihat alam

sekitar lebih dominan, daripada bersepeda bertualang. Ini dikarenakan kontur dari

wilayah Sanur dan Ubud yang cenderung landai dan juga atraksi wisata yang lebih

beragam, seperti alam, budaya dan fasilitas pendukung pariwisata lainnya.

Pariwisata bersepeda di mancanegara, dikembangkan di Australia dan

Selandia Baru. Di Australia perkembangan pariwisata bersepeda diikuti dengan

penjualan sepeda yang semakin meningkat pada tahun 2000 hingga 2004, serta

eksistensi komunitas sepeda juga memiliki andil dalam peningkatan jumlah

perjalanan wisata dengan menggunakan sepeda di Australia (Faulks, et al. 2006).

Kondisi yang lain di Selandia Baru, dengan makin banyaknya wisatawan yang

menggunakan sepeda, otoritas setempat memberikan pengalaman baru melalui

variasi pemandangan, masyarakat yang ramah, dan jalur sepeda yang bagus. Ada

sekitar 1,6% dari total wisatawan di Selandia baru menggunakan sepeda sebagai

moda transportasi utama, bahkan 5% dari total wisatawan asing menggunakan

sepeda dalam berwisata di negara tersebut (Ritchie, 1998:571).

Di kawasan Eropa Barat, penggunaan sepeda sebagai moda transportasi

sudah sangat umum, bahkan di Belanda dan Denmark, sepeda menjadi moda

transportasi utama yang menggerakkan warga kotanya dalam beraktivitas dan

berpindah dari rumah menuju ke tempat kerja ataupun aktivitas lain. Belanda

mempunyai banyak jalur khusus sepeda, dan terdapat banyak penunjuk jalan

untuk pengendara sepeda, lanskap yang datar, jarak yang dekat dan banyak yang

bisa untuk dilihat di sepanjang perjalanan (sightseeing)

Page 4: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

12

 

 

(www.nederlandfietsland.nl/en diakses pada 25 September 2013). Belanda

mempunyai 27 mil (43,452 km) jalur yang dibuat khusus untuk sepeda dan sepeda

gratis yang tersedia di beberapa pos, sehingga penggunaan sepeda maksimal, bisa

mengurangi jumlah kendaraan dan kemacetan serta memberikan kesempatan bagi

wisatawan untuk melihat pemandangan yang ada di sekitar kota (Page, 2009).

Pengembangan pariwisata bersepeda di Inggris Raya, dikembangkan oleh

UK’s National Cycle Network (NCN) yang membuat program bernama Sustrans

(sustainable transport). Program ini diharapkan menjadi perubahan baru dalam

penggunaan moda transportasi dan juga menjadi kontribusi penting untuk

pariwisata berkelanjutan dan strategi pengembangan masyarakat untuk

pengelolaan lingkungan. Bahkan pada pembukaan jalur baru ke wilayah Irlandia

Utara bisa membangkitkan pariwisata pedesaan di wilayah tersebut akibat adanya

jalur sepeda (Page, 2009).

Mengacu pada Lumsdon (1999), ada tiga cara yang dilakukan NCN

sehingga berkontribusi terhadap pariwisata berkelanjutan. Pertama, dengan

mendorong wisatawan untuk mengganti kendaraan bermesin ke sepeda di dalam

destinasi pariwisata, walaupun hal ini memerlukan suatu budaya yang ramah

terhadap aktivitas bersepeda untuk mengimplementasikannya, sehingga bisa

merubah kebiasaan wisatawan. Kedua, mengurangi kegiatan wisata yang

bergantung pada kendaraan bermesin , terutama dari atraksi utama atau wilayah

yang berdekatan dengan resort dan area perkotaan. Ketiga, pertumbuhan dalam

liburan yang berbasis pada pengggunaan sepeda baik dari liburan pendek ataupun

Page 5: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

13

 

 

jangka panjang, baik bagi masyarakat Inggris Raya maupun wisatawan luar

negeri.

2.1.2 Penelitian Terkait Pariwisata Bersepeda

Penelitian yang dilakukan oleh Lumsdon (2000) dengan judul ‘Transport

and Tourism: Cycle Tourism – A Model for Sustainable Development?’.

Penelitian ini membahas tentang pengembangan pariwisata bersepeda sebagai

sebuah model dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam penelitiannya di

Amerika Serikat ini disebutkan mengenai pertumbuhan transportasi untuk

kegiatan pariwisata dan sejauh mana transportasi mempunyai peran dalam

pengembangan pariwisata berkelanjutan melalui desain dan fasilitas yang

mendukung. Penelitian ini ditemukan fenomena bahwa penggunaan sepeda

sebagai sebuah alat advokasi bagi masyarakat, melalui penggunaan sepeda yang

massal, maka akan bisa menggugah para pemangku kebijakan untuk membuat

aturan yang bisa mengintervensi pemangku kepentingan pariwisata untuk

merubah moda transportasi dari kendaraan bermesin menjadi sepeda. Fokus dari

penelitian ini adalah bagaimana pariwisata bersepeda menjadi model yang tepat

dalam pariwisata berkelanjutan melalui hubungan antara transportasi dan

pariwisata. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama dalam

pengembangan pariwisata bersepeda dalam mewujudkan sebuah pariwisata yang

berkelanjutan dalam sebuah destinasi pariwisata.

Selanjutnya, penelitian Broadaway (2012) berjudul, ‘Bicycle Tourism and

Rural Community Development: An Asset Based Approach’ melakukan studi

tentang pengembangan pariwisata bersepeda, dan pengembangan masyarakat

Page 6: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

14

 

 

pedesaan melalui pendekatan asset (potensi) yang dimiliki oleh dua desa di

Amerika Serikat, yakni di Farmington, Missiouri dan Collinwood, Tennessee. Di

dalam penelitian ini melihat bagaimana peran dari masyarakat perdesaan dalam

mengembangkan pariwisata bersepeda di daerahnya dan juga cara menghadapi

berbagai tantangan dalam pengimplementasiannya. Metode pengumpulan data

dilakukan dengan pendekatan snowball sampling kepada anggota masyarakat,

untuk mengetahui detail dari akomodasi wisatawan bersepeda, proses dalam

mengembangkan pariwisata bersepeda, individu dan kelompok masyarakat yang

terlibat, jenis pemanfaatan potensi dan beberapa tantangan dalam

pengimplementasian pariwisata bersepeda. Hasil penelitian yang didapat adalah

alat yang digunakan untuk menyelaraskan antara potensi dari masyarakat dengan

kebutuhan dari pariwisata bersepeda dalam kerangka kerja yang mengatur tentang

potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Manfaat yang bisa diambil dalam

penelitian ini adalah pendekatan potensi di dalam destinasi dengan tujuan

mengembangkan pariwisata bersepeda untuk memberikan manfaat kepada

masyarakat, mengingat dalam penelitian ini diteliti mengenai potensi dari

Destinasi Pariwisata Sanur dan juga manfaat dari aktivitas pariwisata bersepeda.

Simonsen dan Jorgensen (1998) melakukan penelitian mengenai

pariwisata bersepeda dengan lokasi di Denmark, dalam penelitiannya dipaparkan

lebih mendetail tentang dua wilayah yang akan dikembangkan sebagai bentuk dari

pariwisata bersepeda dimana motivasi dari pengembangnya adalah pariwisata

yang menguntungkan dan ramah lingkungan atau ‘very little environment cost’

(sangat sedikit dampaknya terhadap lingkungan). Dalam penelitian yang berjudul

Page 7: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

15

 

 

‘Cycle Tourism: An Economic and Enviromental Sustainable Form of Tourism?’

ini lebih lanjut menjelaskan secara rinci mengenai demografi, aktivitas dan

perilaku, pengalaman kebutuhan keperluan rutin dan produk pariwisata bersepeda,

serta sikap terhadap lingkungan dalam melaksanakan kegiatan bersepeda. Metode

yang digunakan adalah dengan menganalisis dari sisi permintaan dan sisi

penawaran. Analisis yang digunakan adalah dengan kombinasi antara kualitatif

(wawancara, percakapan, dan dokumen tertulis) dan kuantitatif (kuesioner,

statistik, dan analisa). Kombinasi dari dari beberapa tipe analisis tersebut untuk

mendeskripsikan dari pariwisata bersepeda dan wisatawannya dengan fokus

kepada masalah yang terjadi di wilayah penelitian. Persamaan dari penelitian ini

dengan yang dilakukan oleh Simonsen dan Jorgensen adalah sama-sama

menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan keluaran deskripsi dari

kedua analisis tersebut.

Pengembangan dari penelitian Simonsen dan Jorgensen dilakukan oleh

Rithcie (1998), dengan judul ‘Bicycle Tourism in The South Island of New

Zealand: Planning and Management Issues.’ Fokus penelitian ini melihat

perspektif dari sisi permintaan (demand) serta menjelaskan karakteristik,

infrastruktur dan perilaku perjalanan berdasarkan penerapan pariwisata bersepeda

oleh wisatawan independen yang bersepeda di South Island di Selandia Baru.

Tujuan dalam penelitiannya untuk mengembangkan pariwisata bersepeda sebagai

sebuah moda transportasi pariwisata dan berpotensial sebagai bentuk pariwisata

alternatif dan pariwisata berkelanjutan. Disebutkan bahwa pengembangan promosi

mengenai pariwisata bersepeda masih sangat sedikit dilakukan di Selandia Baru,

Page 8: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

16

 

 

berbeda dengan di Inggris Raya dan negara-negara Eropa Barat. Metode yang

digunakan adalah survei dengan kuesioner, dimana pertanyaan bersifat terbuka

dan tertutup. Pertanyaan disusun berdasarkan 5-poin Skala Likert, dengan

pertanyaan diadaptasi dari teori motivasi oleh Schieven dan Figler, et al. Hasil

penelitian ini adalah rekomendasi dalam hal perencanaan dan manajemen di masa

depan bagi Selandia Baru ataupun negara yang baru mengembangkan pariwisata

bersepeda. Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui format dan bentuk

rekomendasi bagi destinasi pariwisata dalam pengembangan pariwisata bersepeda

dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan.

Di dalam penelitian tesis pasca sarjana strata dua di Universitas Udayana,

ada dua penelitian yang menggunakan sepeda sebagai objek penelitian. Ariwangsa

(2012) melakukan penelitian dengan judul ‘Mountain Bike Park di Area Hutan

Bedugul – Baturiti : Sebuah Potensi yang Bagus dari Pariwisata Olahraga dan

Petualangan?’ Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan pariwisata

berkelanjutan berbasis masyarakat dan analisis data yang digunakan adalah

metode deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa potensi yang

dimiliki oleh wilayah Bedugul sangat memungkinkan untuk dikembangkan

sebagai mountain bike park, bukan saja dari fisik lanskap untuk bersepeda, yang

lebih penting karena didukung oleh masyarakat setempat.

Pada tahun berikutnya Yudatama (2013), melakukan penelitian di wilayah

kecamatan yang sama dengan judul: ‘Strategi Pengembangan Atraksi Wisata

Bersepeda Down Hill di Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan’. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui potensi yang ada di sekitar kawasan, persepsi

Page 9: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

17

 

 

masyarakat, dan wisatawan, serta faktor pendorong dan penghambat dalam

pengembangan atraksi wisata bersepeda down hill. Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif dengan analisis deskriptif kualitatif dan SWOT, sehingga

didapat strategi pengembangan wisata sepeda down hill.

Hasil dari dua penelitian tersebut hampir sama yakni sama-sama

menyatakan bahwa adanya potensi fisik dan penerimaan masyarakat yang baik

terhadap kegiatan pengembangan atraksi wisata bersepeda, baik dalam hal

persepsi dan manfaat, serta masih ada hambatan yang ditemui dalam

pengembangan atraksi wisata alternatif ini (Ariwangsa, 2012: 95-96, dan

Yudatama, 2013: 110-111). Perbedaan penelitian oleh Ariwangsa, yang meneliti

tentang potensi sebuah lokasi untuk dikembangkan sebuah atraksi wisata

mountain bike, sedangkan Yudatama melihat pengembangan atraksi wisata sepeda

down hill. Persamaan penelitian dari dua penelitian yang terakhir diacu adalah

sama-sama menyelidiki potensi yang dimiliki oleh destinasi dalam pengembangan

wisata berbasis sepeda. Perbedaan penelitian antara lain adalah lokus penelitian,

pendekatan penelitian, dan metode penelitian yang digunakan.

2.2 Konsep Penelitian

2.2.1 Transportasi dan Pariwisata

Hubungan antara transportasi dengan pariwisata, tidak terlepas dari adanya

hubungan keruangan (spatial interaction) antara dua tempat dimana satu tempat

merupakan daerah yang suplus dengan segala komoditas yang dimiliki dengan

satu tempat yang mempunyai permintaan akan komoditas tersebut. Dalam istilah

geografi, adanya perbedaan penggunaan lahan (land use) antar dua tempat dan

Page 10: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

18

 

 

transportasi sebagai penghubung antar keduanya. Dalam konteks pariwisata

hubungan antar dua daerah (tempat) yang saling berinteraksi karena kebutuhan

wisata, maka sistem transportasi akan diperlukan (Boniface dan Cooper, 1987).

Pariwisata dan transportasi tidak bisa dipisahkan karena berkaitan dengan

pergerakan manusia di dalam suatu ruang untuk tujuan pemenuhan kebutuhan

manusia, termasuk untuk kegiatan pariwisata. Cooley (1984) dalam Page (2009:

3) menyatakan bahwa:

‘the theory of transportation’, transport was acknowledged as one of the key features underpinning sosial and economic development, not only to overcome the physical constraints of distance, but also to meet human needs for movement across time and space including travel for the purpose of tourism.’

(terjemahan penulis:”teori transportasi, transportasi sudah diketahui sebagai salah satu ciri kunci dalam menyokong social dan pembangunan ekonomi, tidak hanya untuk mengatasi masalah dalam jarak, tetapi juga mempertemukan kebutuhan manusia untuk bergerak melewati waktu dan ruang termasuk perjalanan untuk kegiatan pariwisata”)

Berdasar penjelasan tersebut, transportasi bukan hanya terbatas pada

pergerakan fisik tetapi juga transportasi sebagai proses dalam mempertemukan

kebutuhan manusia di dalam ruang dan waktu, termasuk juga dalam pemenuhan

kebutuhan pariwisata dimana waktu dan tempat memegang peranan yang sangat

penting. Waktu yang tepat akan menciptakan kualitas pengalaman berwisata,

seperti menikmati sunset atau sunrise, harus dilakukan dengan menggunakan

pertimbangan waktu sehingga bisa terbentuk suatu komoditas bernama sunrise

dan sunset tersebut.

Transportasi adalah dasar dalam pembangunan ekonomi dan

perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industrialisasi, dalam konteks ini

menggunakan transportasi dapat menciptakan suatu barang atau komoditi yang

Page 11: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

19

 

 

berguna menurut waktu dan tempat (Karya, 2011). Dalam konteks pembangunan

pariwisata yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50

Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional 2010-

2015. Pada pasal 19, strategi pengembangan dan kemudahan akses dan pergerakan

wisatawan menuju destinasi dan pergerakan wisatawan di Daerah Pariwisata

Nasional, dilakukan dengan (1) meningkatkan ketersediaaaan moda transportasi,

(2) meningkatkan kecukupan kapasitas angkut moda transportasi, dan (3)

mengembangkan keragaman atau diversifikasi jenis moda transportasi. Dalam

peraturan tersebut sangat jelas tergambar bahwa pembangunan kepariwisataan

tidak terlepas dari peran pembangunan trasnportasi yang menghubungkan seluruh

komponen pariwisata nasional, baik pergerakan wisatawan dari wilayah asal

wisatawan ke destinasi pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah destinasi

pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata.

Dalam industri pariwisata, transportasi menjadi elemen dalam operasional

pariwisata dan juga dipengaruhi oleh prinsip hospitality (kerahmahtamahan)

dalam pelaksanaannya (lihat Gambar 1.1). Bahkan transportasi adalah linkage dari

sebuah sistem yang menghubungkan antara permintaan dan sediaan dalam industri

pariwisata tersebut. Tanpa transportasi kebanyakan kegiatan pariwisata tidak akan

berjalan. Dalam beberapa hal, pengalaman dalam bertransportasi menjadi

pengalaman berwisata seperti, pesiar, heritage trail (jelajah wisata warisan

budaya), naik kendaraan umum atau tur bersepeda (Page, 2009).

Page 12: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

20

 

 

Gambar 2.1. Transportasi, Sektor Operasi dari Industri Pariwisata Sumber: diterjemahkan dari Page, 2009

Pada paparan sebelumnya disebutkan pariwisata massal membuat berbagai

permasalahan di dalam suatu destinasi pariwisata termasuk dalam permasalahan

transportasi. Penyebabnya antara lain karena jumlah wisatawan yang semakin

banyak disertai dengan bertambahnya penggunaan moda transportasi,seperti: bus,

mobil dan sepeda motor. Hal yang dialami oleh suatu destinasi yang mengalami

lonjakan kunjungan wisawatan. Ada beberapa permasalahan transportasi yang

menjadi perhatian dunia pada saat ini, yang juga memengaruhi dalam industri

pariwisata yakni: kemacetan; keselamatan dan keamanan; lingkungan; dan

seasonal (musiman) (Page, 2009).

Kemacetan menjadi musuh utama pengembangan wisata di dalam suatu

destinasi pariwisata. Dalam artikel Time yang ditulis oleh Marshall (2011), yang

Page 13: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

21

 

 

mengamati pembangunan pariwisata di Destinasi Pariwisata Kuta, disebutkan

bahwa pembangunan fasilitas mewah seperti mall, hotel berbintang lima, dan

banyak fasilitas pendukung wisata, tidak disertai dengan pembangunan

infrastruktur yang memadai seperti parkir dan jalan. Kondisi ini tentu saja menjadi

ironi karena di sisi lain pertumbuhan wisatawan meningkat namun tidak disertai

dengan fasilitas penunjang umum yang memadai dalam menampung jumlah

wisatawan tersebut. Hal inilah yang sering menjadi pemicu kemacetan di

Destinasi Pariwisata Kuta.

Keselamatan dan kenyamanan yang semakin tidak menentu membuat

permasalahan transportasi menjadi hambatan dalam pengembangan pariwisata

dalam aspek ruang wilayah. Kepercayaan wisatawan terutama dari negera maju

harus dimunculkan dengan memberi layanan transportasi yang aman dan nyaman.

Pencemaran lingkungan juga harus diperhatikan dalam pembangunan sarana dan

prarasarana transportasi sehingga tidak mengganggu destinasi pariwisata.

Diperlukan sebuah strategi yang tepat guna mengurai masalah, terutama ketika

terjadi lonjakan wisatawan di musim liburan.

Bersepeda secara umum adalah melakukan suatu pergerakan atau

bergerak, dalam hal ini bergerak ke satu tujuan menggunakan sepeda atau

bergerak dengan mengayuh sepeda sehingga membuat sepeda menjadi bergerak.

Menurut Hakim dan Utomo (2004) ada beberapa faktor yang menyebabkan

manusia bergerak di dalam suatu ruang, antara lain, ada suatu yang

menyenangkan; adanya tanda atau petunjuk yang jelas dan mengarah; bila ada

sesuatu yang sesuai atau cocok; bila sesuatu mempunyai kegunaan; bila sesuatu

Page 14: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

22

 

 

mempunyai daya tarik; untuk mencapai tujuan; bila ada sesuatu yang

menakjubkan dan rasa ingin tahu; bila ada ruang-ruang yang memberikan rasa

aman; bila ada rasa petualangan; bila ada sesuatu yang indah dan permai, dan

menuju daerah/ruang yang cocok dengan kebutuhannya. Bisa dicermati bahwa

faktor pendukung sesorang melakukan kegiatan bersepeda didasari atas motivasi

atas rasa senang akan kegiatan, bukan hanya kegunaan sepeda sebagai sarana

berpindah.

Selain faktor yang mendukung, ada juga faktor yang mempengaruhi orang

untuk bersepeda dilihat dari faktor demografi dan sosial ekonomi, faktor budaya,

faktor lingkungan sekitar dan juga faktor peraturan yang terkait (Vandelbulcke, et

al 2010 : 118-119). Faktor demografi dan sosial ekonomi bisa dilihat dari umur,

gender, pendapatan, pendidikan, status dan profesionalitas. Selanjutnya dari faktor

budaya, semakin kuat budaya bersepeda dalam lingkungannya, membuat

seseorang semakin termotivasi untuk bersepeda. Faktor lingkungan menjadikan

cuaca, kontur tanah, struktur ruang kota, dan juga infrastruktur sebagai penentu

dasar dalam bersepeda. Pada faktor peraturan terkait, perencanaan dan juga

peraturan yang pro-sepeda yang berkekuatan hukum menjadikan orang menjadi

tertarik dalam bersepeda.

Bersepeda menjadi kecenderungan yang berkembang saat ini, bukan hanya

karena menyehatkan tetapi dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar

sangatlah kecil. Penggunaan sepeda tidak memerlukan ruang yang besar dan juga

tanpa menggunakan energi yang tidak dapat diperbaharui. Penggantian moda dari

kendaraan bermesin ke sepeda, menjadi salah satu alternatif bagi pengurangan

Page 15: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

23

 

 

dampak akibat penggunaan transportasi dewasa ini dan juga bisa menjadi atraksi

baru dan menyehatkan baik bagi wisatawan, masyarakat maupun lingkungan di

destinasi pariwisata, sehingga kualitas kenyamanan di destinasi pariwisata

menjadi meningkat. Bersepeda lebih ekonomis, karena pengeluaran yang

dibutuhkan lebih kecil dari kendaraan pribadi dan kendaraan umum, juga dilihat

dari sisi pembangunan infrastruktur yang lebih efisien. Berdasar pada kondisi

tersebut, bersepeda bisa sangat diterima dari segi lingkungan, ekonomi dan sosial

(Purcher dan Buehler, 2012).

2.2.2 Pariwisata Bersepeda

Pariwisata bersepeda semakin berkembang dan menjadi diperhatikan

dalam industri pariwisata dan berpeluang menjadi potensi dalam bidang ekonomi

dan menjadi keuntungan bagi lingkungan dalam ruang wilayah dan masyarakat

yang lebih luas (Lumsdon, 2006 dan Ritchie, 1998). Definisi pariwisata bersepeda

oleh South Australian Tourist Commission (2002) adalah liburan atau kegiatan

bersantai meliputi kegiatan menginap yang bukan rumah dalam waktu satu malam

atau lebih dimana kegiatan bersepeda dilakukan sebagai aktivitas atau sebagai

salah satu moda transportasi yang digunakan. Selain itu juga dijelaskan mengenai

definisi pariwisata bersepeda dalam The Munda Biddi Trail Foundation (2005)

dalam Faulks (2006), adalah sebuah kegiatan kunjungan rekreasi, yang menginap

semalam atau sehari dan bukan merupakan tempat tinggal, dimana bersepeda

adalah bagian yang signifikan dari kunjungan rekreasi tersebut.

Lumsdon (2000), mendefinisikan pariwisata bersepeda sebagai sebuah

aktivitas rekreasi menggunakan sepeda dalam satu hari atau beberapa bagian hari,

Page 16: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

24

 

 

untuk tujuan jarak panjang dalam berlibur. Berdasar definisi yang sudah

disebutkan tadi dapat disimpulkan bahwa pariwisata bersepeda adalah kegiatan

berlibur, atau berkunjung ke suatu destinasi dimana terletak di luar lingkungan

rumah dengan durasi lebih dari satu hari dimana bersepeda adalah bagian yang

signifikan dari liburan dan menjadi moda transportasi di dalam kegiatan berwisata

di dalam destinasi pariwisata tersebut. Pariwisata ini menjadikan sepeda sebagai

alat utama pergerakan wisatawan, menuju atau antar daerah wisata maupun di

dalam kawasan wisata dimana wisatawan itu menginap/bermalam.

Selanjutnya, wisatawan bersepeda (cycling tourist), didefiniskan oleh

Ritchie (1998: 568-569) sebagai berikut:

“a person who is away from their hometown or country for a period not less than 24 hours or one night, for the purpose of a vacation or holiday, and for whom using a bicycle as a mode of transport during this time away is an integral part of their holiday or vacation. This vacation may be independently organised or part of a commercial tour and may include the use of transport support services and any type of formal and/or informal accommodation. “ (terjemahan penulis:’Seseorang yang jauh dari rumah atau negara asal pada jangka waktu tidak kurang dari 24 jam atau satu malam, yang mempunyai tujuan untuk bersenang-senang atau berlibur, dan menggunakan sepeda sebagai moda transportasi selama kegiatannya dan menjadi bagian integral dari kegiatan berlibur. Kegiatan berlibur ini bisa dilakukan secara individual atau bagian dari tur komersial, dan bisa termasuk dalam penggunaan dari jasa pendukung transportasi dan menginap di akomodasi dari tipe formal dan informal.’) Jenis wisatawan ini yang membedakan dengan wisatawan pada umumnya

adalah penggunaan moda transportasi yakni sepeda yang digunakan sebagai moda

utama dalam melakukan pergerakan yang bertujuan untuk melakukan kegiatan

pariwisata sebagai akibat dari motivasi berwisata. Wisatawan ini menganggap

bahwa sepeda adalah bagian terpenting dari perjalanan menuju maupun di dalam

Page 17: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

25

 

 

destinasi pariwisata. Umumnya wisatawan ini berasal dari Eropa dimana harga

bahan bakar dan mobil bernilai mahal, mempunyai transportasi publik yang

murah dan terintegrasi, mempunyai fasilitas dan infrastruktur sepeda yang

memadai, serta memiliki kesadaran akan kelestarian lingkungan yang tinggi.

2.2.3 Pariwisata Berkelanjutan

Isu lingkungan menjadi perbincangan yang menarik di dalam dunia

pariwisata saat ini, seperti sejauh mana pariwisata ikut menyumbangkan polusi di

kawasan pariwisata akibat dari aktivitasnya. Industri pariwisata oleh banyak

pengamat adalah industri yang ramah lingkungan dan tanpa mengeluarkan asap,

tetapi kalau ditelusuri lebih jauh, bahwa pariwisata sedikit banyak menyumbang

polusi bagi lingkungan dunia secara luas maupun dalam artian khusus di dalam

kawasan pariwisata tersebut.

Penggunaan transportasi menyumbangkan sebagian besar polusi, terutama

kegiatan pariwisata di negara yang tidak memiliki transportasi massal publik yang

terintegrasi dengan baik. Penggunanaan kendaraan sewa seperti bus, mobil dan

sepeda motor menjadi pilihan utama dalam mobilitas wisatawan, dan biasanya

terjadi di negara yang berkembang akibat infrastruktur yang tidak terbangun

dengan perencanaan yang baik. Banyak negara berkembang yang dihadapkan

pada masalah lingkungan dan pergerakan (mobilitas) akibat dari peningkatan luar

biasa penggunaan mobil (kendaraan bermotor/automobile) (Vandelbulcke, et al

2010: 118).

Melihat kondisi yang terjadi, prinsip pembangunan pariwisata yang

berkelanjutan menjadi penting untuk diterapkan. Definisi pembangunan pariwisata

Page 18: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

26

 

 

berkelanjutan menurut UNESCO (www. unesco.org/education/ (diakses pada 16

September 2013)) adalah:

“Tourism that respect both local people and the traveller, cultural heritage and the environment”

(Terjemahan penulis: ‘Pariwisata yang menghormati baik penduduk local dan wisatawan, warisan budaya dan juga lingkungan’)

Dalam definisi tersebut pariwisata berkelanjutan haruslah menghormati

masyarakat lokal dan juga wisatawan sehingga tercipta keharmonisan, kepedulian

terhadap warisan sumber daya budaya dan juga lingkungan menjadi perhatian

bukan hanya sebagai faktor penarik wisatawan tetapi juga sebagai suatu warisan

yang harus dipelihara untuk generasi selanjutnya. Ditegaskan oleh UNWTO

dalam laporan Tourism and Local Agenda 21 bahwa:

”Sustainable tourism development meets the needs of present tourist and host regions while protecting and enhancing opportunities for the future”

(terjemahan penulis: pembangunan pariwisata berkelanjutan mempertemukan kebutuhan pada saat sekarang dari wisatawan dan daerah penerima wisatawan, melindungi dan meningkatkan peluang pada masa depan’)

Arida (2009: 17) menjelaskan kegiatan wisata dianggap berkelanjutan

apabila memenuhi syarat dari segi ekologis, sosial, kultural, dan ekonomis.

Pertama, secara ekologis berkelanjutan, yaitu pembangunan pariwisata tidak

menimbulkan efek negatif bagi ekosistem setempat. Kedua, secara sosial dapat

diterima berdasarkan kemampuan masyarakat local sehingga tidak menimbulkan

konflik social. Ketiga, secara kultural dapat diterima, dan dapat diadaptasi oleh

masyarakat lokal terhadap budaya wisatawan yang berbeda, dan. Keempat, secara

ekonomis menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Page 19: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

27

 

 

Pembangunan pariwisata berkelanjutan tidak serta merta bisa diwujudkan

dengan mudah, banyak hambatan yang ditemui. Muller (1994) dalam Page (2001)

menyebutkan ada empat alasan mengapa perwujudan pembangunan pariwisata

berkelanjutan sulit untuk dilaksanakan. Pertama, terlalu banyak teori dan ahli dan

terlalu sedikit sumber daya, dan sedikit waktu untuk bertindak. Kedua, adanya

permintaan yang sangat besar dari sektor pariwisata. Ketiga, sementara mulai

tumbuh kesadaran lingkungan tetapi masih didominasi sikap yang mengumbar

kesenangan berlibur daripada tanggung jawab akan kelangsungan di dalam

kawasan wisata. Keempat, merubah paradigma diperlukan, menuju ke arah sosial

dan gaya hidup terhadap lingkungan yang lebih harmonis. Muller mengganggap

bahwa penerapan pariwisata berkelanjutan adalah suatu jalan yang panjang dan

sulit.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Pariwisata

Definisi pariwisata berdasarkan Tourism Society (1976) dalam Robinson

(2012) adalah suatu yang bersifat sementara (temporary), pergerakan dalam

jangka waktu pendek dari seseorang ke daerah tujuan yang bukan daerah biasa

wisatawan tinggal dan bekerja dan juga bukan kegiatan yang wisatawan lakukan

sehari-hari. Pariwisata dalam beberapa dimensi, ada dua yang membedakan,

adalah definisi waktu dan jarak minimal. Mcintosh, Goeldener dan Ritchie (1995)

dalam Warpani, (2007), mendefinisikan bahwa pariwisata adalah kegiatan

perjalanan seseorang ke dan tinggal di tempat lain di luar lingkungan tempat

tinggalnya untuk waktu kurang dari satu tahun terus-menerus, dengan maksud

Page 20: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

28

 

 

bersenang-senang. Didasarkan pada berbagai definisi pariwisata ada empat faktor

yang menjadi dasar pengertian pariwisata yang murni, yakni, Pertama perjalanan

itu dilakukan untuk sementara waktu, sekurang-kurangnya 24 jam dan kurang dari

satu tahun, Kedua perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain, Ketiga,

perjalanan itu, apapun bentuknya, harus selalu dikaitkan dengan pertamasyaan

atau rekreasi, dan Keempat orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak

mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya dan semata-mata sebagai konsumen

di tempat itu (Yoeti,1996: 118).

Gunn (1988) dalam Warpani (2007), memandang pariwisata sebagai

suatu sistem dan memilahnya dalam sisi permintaan dan sediaan/penawaran.

(supply dan demand). Komponen permintaan terdiri atas elemen orang, ditengarai

oleh hasrat orang melakukan perjalanan dan kemampuan melakukannya,

sedangkan komponen sediaan adalah daya tarik wisata, serta perangkutan,

informasi dan promosi dan pelayanan. Hubungan antar elemen digambarkan

sebagai suatu sistem kepariwisataan (lihat Gambar 2.2).

Dari mata seorang perencana, semua elemen adalah penting untuk

diperhatikan, baik dari segi sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun

sumber daya binaan. Elemen kepariwisataan pada dasarnya adalah sektor kegiatan

industri yang langsung maupun tidak langsung menjadi bagian tidak terpisahkan

dengan seluruh kegiatan kepariwisataan.

Page 21: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

29

 

 

Gambar 2.2 Sistem Kepariwisataan Sumber: Gunn, 1988 (dalam Warpani, 2007)

Dalam pengembangan pariwisata, khususnya pariwisata bersepeda,

pengembangan dari sisi penawaran pariwisata sangat penting untuk

dikembangkan, terutama destinasi pariwisata. Dalam hal ini destinasi pariwisata

merupakan bentuk yang kompleks dari sebuah produk dan jasa pariwisata.

Berdasar tersebut suatu destinasi tidak tunggal tetapi terdiri dari komponen yang

berbaur (mix) yang biasa disebut destination mix. Ada empat komponen yang

harus diperhatikan dalam penawaran pariwisata, yang dikenal dengan sebutan 4A,

yakni. Pertama attractions (daya tarik wisata) adalah komponen terpenting dalam

sistem pariwisata karena merupakan motivasi wisatawan untuk mengunjungi

destinasi pariwisata. Kedua amenities (fasilitas pendukung), adalah fasilitas seperti

ORANG  Minat  berwisata  

Kemampuan  berwisata  

PERMINTAAN  

INFORMASI  PROMOSI  

PERANGKUTAN  Volume  dan  Mutu  

semua  moda  

DAYA  TARIK  WISATA  Pengembangan  Sumber  Daya  demi  kepuasan  pengunjung  

PELAYANAN  Ragam,  Mutu  Makanan,  

penginapan,  produk  wisata  SEDIAAN  

Page 22: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

30

 

 

akomodasi, tempat makanan dan minuman, pusat perbelanjaan, fasilitas olahraga

dan hiburan serta fasilitas lainnya. Ketiga access (transportasi), bagaimana

wisatawan dalam mobilitas menuju destinasi pariwisata maupun ketika berada

dalam destinasi pariwisata, tidak sebatas transportasi secara fisik tetapi juga

menyangkut infrastruktur, sarana, operasional dan juga kebijakan pemerintah

mengenai transportasi. Keempat ancillary Service (pelayanan kelembagaan)

adalah penyedia layanan untuk kebutuhan wisatawan termasuk, pemandu wisata,

agensi iklan, konsultan, penyedia jasa pendidikan dan pelatihan, serta

berkoordinasi dengan badan pariwisata setempat.

Teori pariwisata sebagai sebuah sistem, dalam penelitian ini digunakan

untuk membedah rumusan masalah mengenai potensi Destinasi Pariwisata Sanur

dalam pengembangan pariwisata bersepeda, dengan menggunakan pendekatan 4A.

Mengingat bahwa potensi dan daya tarik wisata yang berada di dalam suatu

destinasi dengan jenis dan karakteristik masing-masing memiliki daya jual dan

daya saing yang berbeda-beda.

2.3.2 Teori Ekistics

Pengertian transportasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang

disusun oleh Suharso dan Retnoningsih (2005) adalah pengangkutan barang oleh

berbagai jenis kendaraaan sesuai dengan kemajuan teknologi; perihal (seluk

beluk) transportasi. Kamus Inggris-Indonesia yang disusun oleh Echols dan

Shadily (1975) mengartikan lebih sederhana, yakni perangkutan/ kendaraan. Miro

(2005) menyatakan, transportasi adalah proses yakni proses pindah, proses gerak,

proses mengangkut, dan mengalihkan dimana proses ini tidak bisa dilepaskan dari

Page 23: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

31

 

 

keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan

sesuai dengan waktu yang diinginkan.

Berbicara masalah transportasi, berarti tidak hanya berbicara mengenai

jalan dan moda tetapi juga unsur yang membentuk sistem transportasi tersebut.

Adapun unsur pokok sistem transportasi terdiri dari, penumpang/barang yang akan

dipindahkan, kendaraan/alat angkutan sebagai sarana, jalan sebagai sarana

angkutan, terminal, dan organisasi sebagai pengelola angkutan (Kadir, 2006).

Moda transportasi mempunyai peranan penting dalam proses transportasi

terutama interaksi antar wilayah dan daerah. Marler (1985) menyebutkan interaksi

antara dua tempat yang berbeda dalam penggunaan lahannya maka seseorang

harus memutuskan dengan cara apa harus menghubungkan dua daerah tersebut.

Jika bisa menggunakan sambungan komunikasi telepon dan surat menyurat, maka

tidak diperlukan sebuah perjalanan, namun jika sesorang memerlukan suatu

kehadiran fisik di daerah tersebut, di sanalah terjadi pemilihan moda transportasi

yang harus digunakan oleh orang tersebut, apakah berjalan atau menggunakan

kendaraan.

Jaringan transportasi juga merupakan suatu elemen pembentuk lingkungan

hunian bagi manusia dalam berkegiatan. Teori Ekistics yang dikemukakan oleh

Doxiadis (1967), menyebutkan bahwa selain transportasi yang membentuk yakni

natural (alam), man (manusia), society (komunitas), shell (rumah/hunian), dan

yang terakhir adalah network (jaringan) dimana termasuk juga jaringan

transportasi. Secara sistematis kelima elemen ekistics ini membetuk suatu

lingkungan dimana manusia bertempat tinggal. Alam (natural) merupakan tempat

Page 24: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

32

 

 

bagi manusia (man) sebagai individu untuk tinggal di dalamnya dan membentuk

komunitas masyarakat. Bentukan dari manusia dalam alam membentuk kelompok

sosial (society), yang tentunya membutuhkan tempat perlindungan (shell) untuk

mereka tinggal. Shells semakin berkembang, menjadi semakin besar dan juga

semakin kompleks, sehingga membutuhkan sebuah jaringan (network).

Berdasarkan hal tersebut, secara prinsip suatu hunian dari manusia terdiri dari isi

dan tempat, baik manusia sebagai individu dan manusia sebagai suatu masyarakat.

Winarno (2006) menjelaskan elemen ekistics merupakan ekspresi fisik dari suatu

komunitas yang secara organisasi berhierarki terkait satu sama lain.

Teori ekistics menjelaskan mengenai rumusan masalah ketiga mengenai

manfaat pariwisata bersepeda dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di

dalam masyarakat. Teori ini akan dengan menghubungkan sejauh mana pariwisata

bersepeda dapat memberikan manfaat bagi elemen pendukung dari suatu

komunitas di dalam hunian yang ditempati oleh masyarakat. Elemen jaringan,

dalam hal ini adalah jaringan transportasi sejauh mana akan memengaruhi

keempat elemen eksistik yang lain, seperti alam, manusia, masyarakat dan

huniannya dalam konteks pariwisata bersepeda. Teori ini menjelaskan dengan

adanya jaringan apakah memberikan manfaat dalam pengembangan pariwisata

bersepeda di Destinasi Pariwisata Sanur, yang berawal dari hunian/permukiman

untuk masyarakat dan berkembang menjadi sebuah destinasi pariwisata yang juga

memberikan hunian bagi wisatawan.

Page 25: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

33

 

 

Gambar 2. 3. Komponen-komponen Ekistics Sumber: Doxiadis (1967)

2.3.3 Teori Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu kegiatan yang universal, berkaitan dengan

pertimbangan suatu hasil sebelum dilakukan pemilihan diantara berbagai alternatif

yang ada. Perencanaan mengandung prediksi dari suatu kegiatan ganda dan

menuju ke keterpaduan pembangunan. Pariwisata sebagai suatu aspek yang

dikembangkan dan dipelajari juga memerlukan sebuah perencanaan, sehingga bisa

menjadi penghubung antara teori yang ada dengan tindakan yang nyata dan riil di

dalam ruang dan wilayah berkehidupan masyarakat. Perencanaan pariwisata tidak

terlepas dari segala aspek kepariwisataan, sehingga seluruh perencanaan harus

mencakup jaringan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata, suatu

proses yang menyeluruh (komperehensif), antar disiplin dan multi disiplin

(Warpani, 2007).

Nature/  Alam  

Shell/  Rumah  

Network/  Jaringan  

Society/  Masyarakat  

Man/  Manusia  

Element  Ekistics  

Page 26: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

34

 

 

Pariwisata berkembang menjadi industri yang kompleks dan rumit di

dalam suatu ruang dan wilayah sehingga diperlukan sebuah perencanaan yang

berhierarki atau berjenjang, sehingga bisa menjawab persoalan pariwisata secara

khusus dalam level tingkatan wilayah tertentu. Adapun hierarki perencanaan

pariwisata dari tingkat nasional/pusat hingga ke tingkat daerah/lokal seperti

Perencanaan Pariwisata Tingkat Nasional, Perencanaan Pariwisata Tingkat

Wilayah, Perencanaan Pariwisata Tingkat Provinsi, Perencanaan Pariwisata

Kawasan Pengembangan Pariwisata, dan Rencana Tapak Kawasan Pariwisata.

Perencanaan pariwisata dalam kaitan dengan ruang wilayah haruslah juga dilihat

pariwisata sebagai sebuah sumber daya dan pariwisata sebagai sebuah fenomena

geografik untuk pengembangan suatu wilayah dan kota (Gunawan, 1993 dalam

Paturusi, 2008).

Pada suatu pengembangan kawasan wisata diperlukan keterpaduan antara

perencanaan dari tingkat nasional hingga rencana tapak, sehingga tujuan dari

pembangunan kepariwisataan bisa tercapai. Perencanaan dalam level yang

terbawah sekalipun harus menjadi sebuah cerminan dalam pengembangan

pariwisata yang lebih luas. Pengembangan pariwisata bersepeda juga tidak

terlepas dari rencana kepariwisataan baik di tingkat nasional yang bersifat umum

mengenai transportasi hingga ke level kawasan pengembangan pariwisata dan

rencana tapak yang berkaitan dengan pengembangan destinasi pariwisata hingga

sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata bersepeda.

Pada perencanaan di penelitian ini akan lebih fokus kepada perencanaan

pariwisata kawasan pengembangan pariwisata. Menurut Gunawan (1993) dalam

Page 27: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

35

 

 

Paturusi (2008) perencanaan ini berfokus kepada penetuan lokasi daya tarik

wisata, termasuk kawasan konservasi, lokasi hotel, pertokoan,tempat rekreasi,

sistem jaringan transportasi dan pedestrian, terminal, perencanaan prasarana

pendukung, studi dampak yang sangat spesifik, serta pola arus wisatawan dalam

pemanfaatan fasilitas.

Berdasar teori perencanaan yang sudah disebutkan, selanjutnya bisa

ditelaah bagaimana perencanaan pariwisata bersepeda dibuat dengan pendekatan

perencanaan pariwisata pengembangan kawasan pariwisata dengan pendekatan

perencanaan sistem transportasi yakni jalur sepeda, termasuk sarana dan

prasarananya. Selanjutnya perencanaan juga melibatkan komponen-komponen

seperti pemerintah, swasta (pelaku usaha pariwisata), dan masyarakat yang

mendukung di dalam suatu destinasi pariwisata, sehingga bisa mengembangkan

sepeda sebagai moda pergerakan wisatawan yang menjadi dasar terwujudnya

pariwisata bersepeda di Destinasi Pariwisata Sanur.

2.4 Model Penelitian

Untuk menformulasikan penelitian, model penelitian dirancang bersifat

kualitatif didasarkan atas abstraksi dan sintesis dari kajian pustaka. Bermula dari

kegiatan bersepeda yang terjadi di Destinasi Pariwisata Sanur, dimana potensi

wisata dan minat wisatawan menjadi alasan wisatawan untuk bersepeda sehingga

muncullah pariwisata bersepeda. Sepeda sudah lama digunakan sebagai moda

utama bagi wisatawan di Destinasi Pariwisata Sanur, oleh sebab itu ada sebuah

peluang untuk menciptakan penerapan pariwisata berkelanjutan melalui

Page 28: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

36

 

 

transportasi, dimana sepeda merupakan salah satu moda transportasi yang ramah

dan sesuai dengan prinsip berkelanjutan.

Fenomena dan fakta akan dukungan terhadap pariwisata ini membuat

peneliti ingin melihat potensi, perencanaan dan juga manfaat pariwisata bersepeda

di Destinasi Pariwisata Sanur. Ketiga permasalahan ini menjadi sebuah indikator

bagaimana pariwisata bersepeda bisa berkembang dan diterima oleh masyarakat

dan wisatawan sebagai sebuah atraksi dan juga moda transportasi yang identik

dengan wisatawan.

Untuk menganalisa ketiga tujuan penelitian tersebut, penelitian ini

didukung dengan menggunakan teori pariwisata, teori perencanaan, dan teori

ekistics. Ketiga teori ini untuk menjawab sejauh mana pariwisata bersepeda

berkembang di Destinasi Pariwisata Sanur. Konsep yang digunakan adalah

transportasi dan pariwisata, cycling tourim dan pariwisata berkelanjutan. Data-

data diperoleh dari pengamatan langsung, wawancara dengan informan, dan studi

kepustakaan Untuk menggabungkan antara teori dan konsep, dilakukan analisis

dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan statistik deskriptif.

Ketiga hasil tersebut dievaluasi dan menjadi saran dan rekomendasi bagi seluruh

pemangku kepentingan untuk mengembangkan pariwisata bersepeda di Destinasi

Pariwisata Sanur.

Page 29: pariwisata bersepeda dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan

37

 

 

Pariwisata

Wisatawan

Rumusan Permasalahan

1. Apa potensi yang membuat destinasi pariwisata Sanur berpeluang mengembangkan pariwisata bersepeda? 2. Apa manfaat dari pariwisata bersepeda terhadap destinasi wisata di kawasan pariwisata Sanur? 3. Bagaimana perencanaan pariwisata bersepeda di destinasi wisata Sanur untuk mendukung pariwisata berkelanjutan?

 

 

Konsep : • Transportasi dan

Pariwisata • Pariwisata

Bersepeda • Pariwisata

Berkelanjutan

 

Analisis Kualitatif

 

HASIL

PENELITIAN  

REKOMENDASI DAN SARAN  

Gambar 2.4. Model Penelitian

  : Inti Pemikiran / Ide Pokok

: Alur Rekomendasi

: Pertimbangan Konsep dan Teori

Teori : • Teori

Pariwisata • Teori Ekistics

Teori Perencanaan

 

Pariwisata Bersepeda

Keterangan :

Potensi Wisata Destinasi

Pariwisata Sanur