parenting kel 7 pertemuan ke-10

13
Praktek Pengasuhan Suku Banjar Bali dan Jepang PROGRAM ILMU KELUARGA DAN PERKEMBANGAN ANAK DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 MK : Teori dan Prinsip Pengasuhan Anak Kel : 7 Dosen : Dr. Ir. Dwi Hastutii, M.Sc Sudi Herlin Rahmawati (I251120051) Fitri Meilani (I251120181)

Upload: fitri-meliani

Post on 30-Jun-2015

340 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

Praktek Pengasuhan Suku Banjar Bali dan Jepang

PROGRAM ILMU KELUARGA DAN PERKEMBANGAN ANAKDEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

MK : Teori dan Prinsip Pengasuhan Anak Kel : 7

Dosen : Dr. Ir. Dwi Hastutii, M.Sc

Sudi Herlin Rahmawati (I251120051)

Fitri Meilani (I251120181)

Page 2: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

Suku Banjar

• Di Surabaya, berbagai macam suku hidup berdampingan, baik dalam sistem nilai, norma, kebiasaan, adat, dan sejarah antara satu dengan yang lain.

• Mayoritas umat Hindu di Surabaya berasal dari Bali. Mereka memiliki ikatan kekerabatan dengan sistem Banjar (sistem Banjar sebuah bentuk himpunan masyarakat yang berdasarkan satu kesatuan lingkungan).

• Anggota Banjar lebih mengutamakan sisi keagamaan dalam pola asuh.

• Hindu identitas masyarakat Bali, tidak dapat dipisahkan keberadaannya.

• Filosofi Hindu banyak digunakan sebagai landasan dalam kebudayaan Bali sebagai upaya pelestarian eksistensi kebudayaannya.

• Budaya Bali dipelajari terus-menerus sejak seseorang lahir.

Page 3: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

Pergeseran Nilai-nilai Kebudayaan Banjar

• Kebudayaan dan nila masyarakat Bali yang ditanamkan dan diterapkan di Banjar mengalami pergeseran.

• Pergeseran kebudayaan ini dalam hal tradisi dan kebiasaan pola pengasuhan anak yang tidak dilakukan secara utuh seperti di tempat asal (Bali).

• Kendala dalam penanaman nilai agama Hindu pada anak di Surabaya meliputi lima masalah :

1. Kurangnya sarana pendidikan agama2. Kurangnya sarana dan prasarana ibadah penganut Hindu di sekolah umum3. Anak-anak menomorduakan pendidikan agama4. Sosialisasi dan pembudayaan kurang maksimal, dan 5. Pergaulan dengan lawan jenis yang kemudian mendorong anak berpindah agama

Page 4: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

• Proses inkulturasi (pembudayaan) belajar menyesuaikan pola pikir dan perilakunya terhadap peraturan yang ada dalam kebudayaan.

• Sosialisasi proses belajar kebudayaan dari sistem sosial, di mana seorang individu mempelajari pola-pola tindakan sehari-hari di dalam interaksi dengan individu lain yang memiliki bermacam-macam peranan sosial di dalam masyarakat.

• Pendidikan religius melatih dan mengajar anak, orang muda, ataupun tua untuk hidup beragama di jalan Tuhan, mendorong manusia untuk bertingkah laku kreatif, konstruktif, dan berguna bagi masyarakat dan lingkungan hidup (Kartono, 1991) .

• Perkembangan dan konflik keyakinan/ keimanan dipengaruhi oleh bagaimana kondisi kehidupan sosial budaya yang dihadapi (Yusuf, 2004:143).

• Seorang manusia selalu dihadapkan pada dua kemungkinan, antara yang baik dan yang buruk. Apabila keduanya dapat kita pilah dan kita mampu bertindak atas nama yang baik, maka itu akan memupuk keyakinan dan kepercayaan kita pada Tuhan.

• Keunikan pola asuh Banjar rangkaian tradisi sejak anak berada di dalam kandungan

Page 5: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

Prenatal

Page 6: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

Tradisi kelahiran anak: (1)Banten dapetan, yaitu sesaji dapetan yang berarti bahwa orang tua menghargai, memuji, dan mensyukuri kepada Tuhan atas kelahiran jabang bayi; (2)Upacara otonan, yang dilakukan pada saat bayi berusia 210 hari, sebagai harapan agar bayi yang dilahirkan menjadi suputra, yaitu putra yang baik.

Saat beranjak DewasaUpacara potong gigi :1.Mesangih atau mepandes ( mesangih berarti mengasah 6 gigi, seri dan taring atas dengan menggunakan kikir dan sangihan) sebagai satripu atau penyucian diri dengan simbol (Purwita, 1992:12).2.Metatah atau memahat (karena dalam upacara potong gigi, secara simbolik dilakukan dengan memahat gigi seri dan taring atas sebanyak tiga kali (Purwita, 1992:12).

Posnatal

Page 7: Parenting kel 7 pertemuan ke-10
Page 8: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

Tri Pusat Pendidikan Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003

(http://pustakaaslikan.blogspot.com/2011/11/ tripusat-pendidikan.html)

Page 9: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

Pendidikan Keluarga Banjar (Informal)

Page 10: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

Pendidikan di Sekolah Saraswati (Formal)

• Di sekolah agama, anak diberikan pembelajaran Weda sesuai dengan tingkatan pemahaman anak. Ajaran Weda tidak mudah diartikan dan dipahami oleh anak. Maka Weda diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang telah sesuai dengan kurikulum pendidikan agama Hindu. Pembelajaran diberikan mulai dari tingkatan PAUD, SD, SMP, sampai dengan SMA.

• Metode pembelajaran yang digunakan di Sekolah Saraswati Surabaya

adalah metode tugas, diskusi, latihan, tanya jawab, dan karya wisata. Ajaran dharma ditanamkan pada anak melalui berbagai pendekatan rasional, makna, dan sebagainya. Setiap materi diberikan sesuai dengan kemampuan nalar. Materi ilmu tafsir dan analisis Weda hanya diberikan saat anak SMA. Analisis Weda merupakan materi tersulit di dalam kurikulum pendidikan agama

Page 11: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

Pendidikan Agama di Masyarakat Banjar (Nonformal)

• Mengikutsertaan anak di berbagai upacara ritual keagamaan dalam setiap perayaan hari suci agama Hindu. Contohnya, melalui dharma wacana dan rangkaian ritual upacara keagamaan, serta berbagai kebutuhan upakara.

• Pengaruh keadaan lingkungan terhadap proses belajar, salah satunya, dapat dilihat sebagai pengaruh kebudayaan karena proses belajar atau proses pendidikan tidak dapat dilepaskan dari budaya lingkungan pebelajar.

• Contohnya, dalam masyarakat Bali (Hindu) dasar keyakinan agama Hindu, yaitu Panca Sradha dan filsafat-filsafat kehidupan lainnya, seperti Tri Rna, Tri Guru, Tri Pramana, Catur Asrama, Catur Purusartha, dan lain-lain akan dimanifestasikan dalam setiap langkah proses pembelajaran.

• Contoh kehidupan gotong royong yang dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat akan memberikan inspirasi pada praktik-praktik pendidikan di sekolah. Potensi budaya tersebut merupakan potensi kearifan lokal yang perlu digali dan dikembangkan dalam konteks pendidikan.

Page 12: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

Kesimpulan • Keluarga, sekolah dan masyarakat atau komunitas Hindu-Bali

sangat berperan dalam hal pola asuh anak. • Penanaman nilai agama Hindu pada anak kontrol diri, dan unsur

utama mengikat anak dengan kebudayaan• Ajaran dharma akar dari segala nilai moral untuk direalisasikan

dalam kehidupan anggota Banjar Surabaya.• Dasar ajaran dharma kejujuran, toleransi, sopan santun,

kesucian, tindak kebaikan, serta disiplin diri. • Pengasuhan anak sesuai ajaran dharma dan nilai budaya

membentuk generasi penerus yang mampu survive di Surabaya, agar anak dapat mencerna dan menerima perbedaan dirinya dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Sehingga penerus mampu melestarikan eksistensi kebudayaannya di tengah kehidupan masyarakat Surabaya dengan maksimal

• Upaya menyikapi pergeseran budaya Bali penanaman dan pembelajaran kebudayaan dengan lebih maksimal sejak dini.

Page 13: Parenting kel 7 pertemuan ke-10

Daftar Pustaka

Wihantari, B. (2013). Studi Etnografi Penanaman Nilai Agama Hindu Pada Anak Oleh Anggota Banjar Surabaya. AntroUnairDotNet. Vol.2/No.1. hal. 238-254.

Subagia, IW & Wiratma, IGL. (2006). Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja. No. 3 TH. XXXIX. Hal. 552-568.