parameter dalam power, hukum internasional diplomasi dan elemen sosial politik

7
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia. Page | 1 Tugas Summary Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hubungan Internasional Daniel S. Papp, Contemporary International Relations-Framework for Understanding (USA : Macmillan Publishing Company, 1997), hal. 429-456. Oleh : Erika (0706291243) Parameter dalam Power Hukum Internasional, Diplomasi, dan Elemen Sosial Politik Diskusi yang timbul sejak dahulu mengenai potensi power seorang aktor internasional sangat dibatasi oleh aspek subjektif dan objektif dari kekuatan ekonomi dan militer. Walaupun kekuatan ekonomi dan militer berperan penting, namun indikator lain sebenarnya juga berperan dalam menentukan potensi power aktor internasional. Sudah banyak contoh yang membuktikan bahwa superioritas kekuatan ekonomi dan/atau militer seorang aktor internasional tidak menjadi jaminan untuk kemenangan aktor tersebut. Lantas, jika bukan kekuatan ekonomi dan militer, apa yang menjadi elemen lain dari suatu power? Tulisan ini akan membahas mengenai tiga elemen power lain di luar kekuatan ekonomi dan militer, yaitu hukum internasional, diplomasi, dan elemen sosial politik. Hukum Internasional Hukum internasional dimengerti sebagai sebuah sistem persetujuan antara aktor-aktor internasional, biasanya negara, yang mengatur bagaimana relasi antara mereka dapat terbentuk. Sebagai salah satu elemen dalam power, hukum internasional digunakan untuk memberi batasan bagi aktor internasional dalam bertindak. Lantas, bagaimana peran hukum internasional, jika dilihat sebagai elemen dari power? Jawabnya adalah hukum internasional berperan sebagai alat prediksi dalam arena pertarungan internasional. Dengan asumsi hukum akan ditaati, prediksi tersebut membantu aktor internasional dalam merencanakan dan merasionalisasi kebijakan. Pada saat yang sama, hukum internasional juga menambah power suatu negara melalui penguatan kedaulatan negara tersebut. Terdapat empat pandangan dalam hukum internasional. Pandangan pertama datang dari Kaum Naturalis yang mengatakan bahwa hukum dan peraturan semuanya berasal dari Tuhan, dan oleh karenanya hukum tersebut bersifat universal dan tidak dapat diubah. Naturalis melihat adanya sebuah hukum yang

Upload: erika-angelika

Post on 14-Jun-2015

1.250 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Parameter Dalam Power, Hukum Internasional Diplomasi Dan Elemen Sosial Politik

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 1

Tugas Summary Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hubungan Internasional

Daniel S. Papp, Contemporary International Relations-Framework for Understanding (USA : Macmillan Publishing

Company, 1997), hal. 429-456.

Oleh : Erika (0706291243)

Parameter dalam Power

Hukum Internasional, Diplomasi, dan Elemen Sosial Politik

Diskusi yang timbul sejak dahulu mengenai potensi power seorang aktor internasional sangat

dibatasi oleh aspek subjektif dan objektif dari kekuatan ekonomi dan militer. Walaupun kekuatan ekonomi

dan militer berperan penting, namun indikator lain sebenarnya juga berperan dalam menentukan potensi

power aktor internasional. Sudah banyak contoh yang membuktikan bahwa superioritas kekuatan ekonomi

dan/atau militer seorang aktor internasional tidak menjadi jaminan untuk kemenangan aktor tersebut. Lantas,

jika bukan kekuatan ekonomi dan militer, apa yang menjadi elemen lain dari suatu power? Tulisan ini akan

membahas mengenai tiga elemen power lain di luar kekuatan ekonomi dan militer, yaitu hukum

internasional, diplomasi, dan elemen sosial politik.

Hukum Internasional

Hukum internasional dimengerti sebagai sebuah sistem persetujuan antara aktor-aktor internasional,

biasanya negara, yang mengatur bagaimana relasi antara mereka dapat terbentuk. Sebagai salah satu elemen

dalam power, hukum internasional digunakan untuk memberi batasan bagi aktor internasional dalam

bertindak. Lantas, bagaimana peran hukum internasional, jika dilihat sebagai elemen dari power? Jawabnya

adalah hukum internasional berperan sebagai alat prediksi dalam arena pertarungan internasional. Dengan

asumsi hukum akan ditaati, prediksi tersebut membantu aktor internasional dalam merencanakan dan

merasionalisasi kebijakan. Pada saat yang sama, hukum internasional juga menambah power suatu negara

melalui penguatan kedaulatan negara tersebut.

Terdapat empat pandangan dalam hukum internasional. Pandangan pertama datang dari Kaum

Naturalis yang mengatakan bahwa hukum dan peraturan semuanya berasal dari Tuhan, dan oleh karenanya

hukum tersebut bersifat universal dan tidak dapat diubah. Naturalis melihat adanya sebuah hukum yang

Page 2: Parameter Dalam Power, Hukum Internasional Diplomasi Dan Elemen Sosial Politik

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 2

berlaku secara universal, namun menyetujui adanya kemungkinan suatu perang terjadi. Masalah

dalam pandangan Kaum Naturalis ini terletak dalam definisi apakah hukum Tuhan itu sendiri. Melihat

berbagai perbedaan yang terdapat dalam agama, budaya, dan moralitas di dunia, jelaslah bahwa standar

internasional yang berdasar pada pandangan Naturalis akan menghadapi tugas yang sulit. Pandangan yang

kedua merupakan pandangan dari Kaum Positifis. Dalam pandangannya, Kaum Positifis menolak kekuasaan

Ilahi sebagai dasar dari hukum, Kaum Positifis berpendapat dasar dari hukum internasional adalah subjek

pembuat hukum itu sendiri. Pandangan Kaum Positifis ini mendapat dua kritik. Pertama, pandangan tersebut

seakan membolehkan aktor internasional untuk menolak hukum internasional hanya dengan mengatakan

mereka tidak lagi setuju pada hukum tersebut. Kedua, pandangan tersebut membuat aktor internasional

dapat memutuskan apa yang mereka inginkan menjadi hukum dan peraturan yang harus ditaati bersama.

Bagi Kaum Naturalis, pandangan ini sangat tidak bermoral. Pandangan ketiga dalam hukum internasional

merupakan pandangan Kaum Ekletik. Pandangan tersebut menyetujui adanya dua macam hukum

internasional. Hukum yang pertama merupakan hukum yang bersumber dari Tuhan, yang bersifat universal

dan kekal. Sedang hukum yang kedua adalah hukum buatan manusia yang bersifat terbatas dan dilakukan

atas dasar sukarela. Bagi Kaum Ekletik, hukum buatan manusia merupakan interpretasi dari manusia

mengenai hukum Ilahi. Pandangan keempat datang dari Kaum Neorealis, yang mengatakan bahwa hukum

internasional sebenarnya hanya merupakan produk dari pihak yang berkuasa. Hukum internasional tidak

universal dan tidak kekal. Bagi Kaum Neorealis, hukum internasional adalah hasil dari power/kekuasaan.

Artikel 38 dalam International Court of Justice membagi sumber hukum internasional menjadi

empat, yaitu international conventions, international customs, general principles, dan subsidiary sources of

law. International conventions adalah perjanjian dan persetujuan bilateral atau multilateral yang melibatkan

aktor yang menandatanganinya untuk melaksanakan beberapa poin perjanjian. Dari keempat sumber hukum

internasional yang ada, international conventions adalah sumber yang paling eksplisit. Sumber kedua,

international customs mengacu pada standar umum bagi sifat dan tingkah laku yang disetujui oleh

aktor-aktor internasional. International customs mencakup berbagai perbuatan yang telah disetujui dalam

kurun waktu lama yang telah menjadi bagian dalam hukum internasional. Sementara general principles

adalah prinsip-prinsip umum yang berlaku dalam hukum internasional. Sekilas sulit membedakan general

principles dengan international customs, perbedaan keduanya adalah international customs merupakan

praktiknya, sedang general principles merupakan nilai yang mendasari praktik tersebut. Sumber hukum

terakhir, subsidiary sources didefinisikan sebagai interpretasi dari hukum internasional yang diadopsi oleh

Page 3: Parameter Dalam Power, Hukum Internasional Diplomasi Dan Elemen Sosial Politik

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 3

berbagai pengadilan serta oleh International Court of Justice (ICJ). Di sini, harus ada batasan

yang jelas antara hukum nasional dan hukum internasional.

Sebenarnya, siapakah subjek dari hukum internasional? Tadinya, hanya negara lah yang merupakan

subjek dari hukum internasional. Namun kini, ternyata tidak semua negara berkenan persoalannya dengan

negara lain diputuskan melalui pengadilan internasional (dalam hal ini, ICJ). Sehingga timbul jawaban

bahwa subjek dari hukum internasional adalah negara yang bersedia diadili dan dicampuri urusannya

melalui pengadilan internasional. Dalam beberapa tahun terakhir, organisasi pemerintah (IGOs) dan

perusahaan multinasional (MNCs) juga telah diputuskan menjadi subjek dari hukum internasional.

Individu-individu juga telah diputuskan menjadi subjek dari hukum internasional, mengacu pada tugas

hukum internasional untuk melindungi hak asasi setiap manusia. Berbagai aktor non pemerintah—teroris,

gerakan-gerakan nasional, gerakan agama dan ideologi, dan berbagai NGO—juga merupakan subjek dari

hukum internasional, walaupun beberapa aktor non pemerintah belum mau mengakui legitimasi dari hukum

internasional. Lantas, apa yang terjadi bila aktor internasional tidak mematuhi hukum internasional?

Jawabnya adalah aktor tersebut akan mendapat sanksi dari PBB, yang dapat berupa sanksi ekonomi, ataupun

berupa perang. Sayangnya, banyak sanksi tersebut yang gagal. PBB memang mempunyai kekuasaan untuk

memberi sanksi pada pihak yang tidak mematuhi hukum internasional, namun kekuasaan tersebut juga harus

disertai dengan kesediaan negara-negara anggotanya untuk mengimplementasikan sanksi tersebut. Hal inilah

yang kemudian menjadi kendala. Inilah yang membuat pemberian sanksi bagi pihak yang melanggar hukum

internasional menjadi lemah. Walaupun pemberian sanksi tersebut masih tergolong lemah dan tidak efektif,

suatu premis yang menyatakan bahwa hukum internasional karenanya tidak eksis dan tidak relevan adalah

salah. Karena dalam kenyataan sehari-hari, perjanjian dan hukum internasional mayoritas telah ditaati. Oleh

karenanya keberadaan hukum internasional sebagai salah satu elemen yang berpengaruh dalam power

haruslah diakui.

Diplomasi

Diplomasi didefinisikan sebagai pelaksanaan kebijakan yang dilakukan suatu aktor internasional

terhadap aktor lainnya. Diplomasi yang berhasil dapat meningkatkan power suatu negara/aktor internasional,

sedang diplomasi yang gagal dapat melemahkan posisi seorang aktor internasional. Aktor dengan kekuatan

ekonomi atau militer yang lemah dapat memperkuat posisi internasional mereka dengan kemampuan

Page 4: Parameter Dalam Power, Hukum Internasional Diplomasi Dan Elemen Sosial Politik

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 4

diplomasi yang kuat, begitu pula sebaliknya.

Diplomasi merupakan aktifitas yang sudah dimulai sejak dahulu, namun tahap diplomasi yang

paling menonjol terjadi ketika abad ke-19, di mana praktik-praktik diplomasi diformalkan, dan berbagai

kegiatan diplomasi dilakukan secara rahasia. Diplomasi dipahami sebagai hubungan bilateral, yang terjadi

langsung antara dua negara. Banyak pihak beranggapan, diplomasi abad ke-19 inilah yang menyebabkan

terjadinya Perang Dunia I; di mana Perang Dunia I sering dipandang sebagai bentuk perselisihan antara

diplomasi lama—yang cenderung elitis, rahasia, penting, dan melibatkan dua negara—dengan diplomasi

modern yang menekankan kompetensi, keterbukaan, dan hubungan multilateral. Melihat pengalaman

diplomasi lama yang dikatakan menjadi penyebab Perang Dunia I, kini berbagai negara cenderung

mengaplikasikan diplomasi modern, yang berciri terbuka, multilateral, dan tidak lagi berpusat pada duta

besar. Diplomasi terbuka menjadi pilihan, karena diplomasi yang tertutup memungkinkan timbulnya

perjanjian-perjanjian rahasia, yang diduga menjadi cikal-bakal Perang Dunia I. Begitu pula dengan

diplomasi multilateral, yang memungkinkan banyak negara berpartisipasi sekaligus dalam kegiatan

diplomatik. Dengan diplomasi multilateral, negara-negara memiliki kesempatan lebih besar untuk bertemu

dan berdiskusi mengenai suatu isu; lebih jauh lagi, diplomasi multilateral memungkinkan terciptanya

hubungan yang lebih harmonis antar negara. Pengaplikasian diplomasi yang tidak lagi berpusat pada duta

besar disebabkan karena praktik diplomasi sebelumnya yang dinilai gagal, di mana duta besar malah bekerja

berlawanan dengan pemerintah negaranya. Hal ini mendorong terciptanya diplomasi pribadi, yang dilakukan

langsung oleh pemerintah, dalam hal ini Presiden atau menteri kepercayaannya.

Dalam kenyataan, diplomasi modern merupakan gabungan yang pas antara elemen-elemen

diplomasi lama dan baru. Karena tidak bisa dipungkiri, beberapa elemen diplomasi lama jika dimanfaatkan

dengan baik, juga dapat memberikan hasil positif yang tidak dapat diperoleh elemen diplomasi modern.

Diplomasi modern setidaknya memiliki enam fungsi utama. Fungsi pertama diplomat adalah representasi,

yang mengandung pengertian memberikan gambaran yang menyenangkan tentang negara dan kebijakannya,

serta membantu negaranya untuk mencapai tujuan-tujuannya. Diplomat yang baik akan menjelaskan

kebijakan dan posisi negaranya dengan cara yang komprehensif sehingga dapat diterima oleh pemerintah

dan rakyat tempat ia dikirim. Dalam menjalankan fungsi representatif, keberadaan diplomat menjadi aset

bagi negara pengirimnya. Fungsi kedua adalah sebagai pengumpul dan penginterpretasi informasi. Diplomat

bertujuan mengumpulkan informasi dari negara tempat ia dikirim dan menginterpretasikannya, untuk

kemudian diberitahukan pada negara asal diplomat tersebut. Informasi dan interpretasi dari diplomat

Page 5: Parameter Dalam Power, Hukum Internasional Diplomasi Dan Elemen Sosial Politik

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 5

kemudian akan membantu negaranya dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan.

Fungsi ketiga adalah sebagai pemberi sinyal dan penerima. Pemberi sinyal di sini mengandung

pengertian diplomat sebagai “kendaraan” untuk mengkomunikasikan kebijakan dari negara asal diplomat

pada negara tempat diplomat dikirim. Setelah memberi sinyal, diplomat lantas melihat respon pemerintah

negara tempat ia dikirim. Sedang fungsi penerima dimaksudkan sebagai agen penerima pesan dari

pemerintah negara tempat ia dikirim kepada negara asalnya. Fungsi keempat seorang diplomat adalah

sebagai negosiator. Fungsi ini mengharuskan seorang diplomat untuk memiliki keahlian dan seni negosiasi.

Negosiasi merupakan elemen penting dalam berdiplomasi, karena itulah seorang diplomat dengan keahlian

negosiasi yang tinggi merupakan aset yang berharga bagi suatu negara. Fungsi kelima adalah sebagai

pengendali krisis. Dalam mengendalikan krisis, diplomat akan menggunakan semua fungsi yang telah

disebutkan sebelumnya, yaitu sebagai representatif, pengumpul dan penginterpretasi informasi, pemberi

sinyal dan penerima pesan, dan negosiator. Fungsi terakhir diplomat adalah sebagai pelaksana diplomasi

publik. Diplomat seringkali harus menerima interview media, berbicara di depan publik, dan berbagai cara

lain agar diplomat dapat memperoleh kesempatan untuk mempengaruhi penduduk negara tempat ia diutus

agar melihat negara asalnya dan kebijakannya sebagai hal yang menyenangkan.

Elemen Sosial Politik

Elemen sosial politik yang mempengaruhi power ini bersifat temporer, hanya bersifat sementara

dan mudah hilang atau muncul. Elemen sosial politik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu faktor internal

dan faktor eksternal sosial politik. Dari sekian banyak faktor internal sosial politik yang dapat

mempengaruhi power suatu negara, tulisan ini akan memfokuskan pada empat faktor utama, yaitu keinginan

dan moral, karakter, kepemimpinan, dan tingkat integrasi. Faktor internal sosial politik pertama adalah

keinginan dan moral. Hans Morgenthau mendefinisikan moral nasional sebagai “tingkat determinasi yang

mendorong suatu bangsa untuk mendukung kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintahnya, baik

dalam kondisi damai ataupun perang”. Apa yang sebenarnya mempengaruhi keinginan dan moral suatu aktor?

Di sini, nasionalisme memegang peranan penting. Nasionalisme menjadi unsur yang penting dalam

menyatukan masyarakat bersama dalam suatu kesatuan negara-bangsa. Nasionalisme juga yang kemudian

memperkuat keinginan dan moral seorang aktor dalam memperjuangkan kepentingannya di arena

internasional.

Page 6: Parameter Dalam Power, Hukum Internasional Diplomasi Dan Elemen Sosial Politik

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 6

Faktor internal sosial politik yang kedua adalah karakter. Pengambilan keputusan,

pembuatan kebijakan, strategi, dan pembuatan taktik dari suatu aktor internasional akan dipengaruhi oleh

karakter seorang aktor. Faktor karakter dapat dimanfaatkan untuk menambah atau malah mengurangi

powernya. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakter merupakan hal yang sulit dijelaskan namun dapat

dikatakan pengalaman sejarah, nilai-nilai tradisional, lokasi geografis, lingkungan, struktur organisasi, dan

dasar ekonomi dan teknis negara merupakan hal-hal yang mempengaruhi karakter seorang aktor

internasional. Faktor internal ketiga adalah kepemimpinan. Tidak adanya kepemimpinan dalam diri seorang

aktor dapat menghalangi kemampuan aktor tersebut untuk mencapai tujuan akhirnya. Dalam faktor

kepemimpinan, terdapat tiga aspek. Aspek pertama adalah struktur organisasi dari aktor tersebut, di mana di

dalam struktur kepemimpinan dijalankan. Kualitas adalah aspek kedua dari kepemimpinan. Kualitas dalam

diri seorang aktor merupakan hal yang sangat mempengaruhi gaya kepemimpinannya. Aspek ketiga adalah

kemampuan memformulasikan dan mengimplementasikan strategi untuk mencapai tujuannya. Di sini aspek

strategi berperan penting. Sebuah kepemimpinan yang efektif mungkin dapat meningkatkan power; akan

tetapi tanpa strategi yang jelas, kemungkinan suatu aktor untuk berhasil akan berkurang. Faktor internal

sosial politik yang terakhir adalah tingkat integrasi. Tingkat integrasi yang dimaksud di sini adalah seberapa

jauh rasa kepemilikan dan identifikasi suatu aktor. Dalam level negara, hal ini dikenal dengan sebutan

nasionalisme. Pada banyak kasus, semakin besar tingkat homogenitas dan persamaan dalam suatu negara,

maka semakin besar tingkat integrasi yang tercipta. Perbedaan internal yang terlalu beragam, membuat

warga negara lebih sering mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kelompok etnik dibanding sebagai

anggota negara. Identifikasi diri seperti ini menunjukkan rendahnya tingkat integrasi warga negara terhadap

negaranya, hal yang jika tidak diantisipasi dapat mengancam kesatuan negara.

Di samping faktor internal sosial politik, faktor eksternal juga berpengaruh pada power seorang

aktor. Banyak aktor internasional mendasarkan segala tindakannya untuk mewujudkan “kebaikan bagi umat

manusia”. Konsep “kebaikan bagi umat manusia” memainkan peran ganda; peran pertama adalah sebagai

tujuan utama dari seorang aktor, sedang peran kedua adalah sebagai alasan bagi seorang aktor untuk

mencapai tujuan sebenarnya. Konsep “kebaikan bagi umat manusia” inilah yang digunakan aktor

internasional untuk menarik simpati dan dukungan dari luar yang pada akhirnya dapat meningkatkan power

yang dimilikinya. Faktor kedua adalah citra supranasional (supranational appeal), yaitu sebuah citra yang

diciptakan suatu negara pada negara lain untuk memperkuat posisi internasionalnya. Citra supranasional

mencakup berbagai hal, yaitu komunisme, agama, hak asasi manusia, prinsip non-blok, dan perbaikan

Page 7: Parameter Dalam Power, Hukum Internasional Diplomasi Dan Elemen Sosial Politik

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 7

ekonomi. Dengan berkedok dan menggunakan tameng citra supranasional, seorang aktor

internasional dapat menarik dukungan eksternal dari aktor lain. Opini publik internasional adalah faktor

ketiga dalam faktor eksternal sosial politik. Terkadang, aktor internasional menempatkan dirinya menjadi

pembicara/pemimpin dalam berbagai konsep yang melibatkan isu-isu internasional. Dengan menempatkan

dirinya sebagai pembicara dan pemimpin yang peduli pada isu internasional, hal itu akan berhasil menarik

dukungan pihak luar padanya.