diplomasi januari 2011

24
No. 39 Tahun IV, Tgl. 15 Januari - 14 Februari 2011 TABLOID Media Komunikasi dan Interaksi Diplomasi Diplomasi www.tabloiddiplomasi.org Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Email: [email protected] Refleksi Diplomasi 2010 & Proyeksi 2011 Mempertajam Diplomasi Ekonomi untuk Memberi Kontribusi Nyata Bagi Pembangunan Nasional Presiden RI : Kesenjangan Pembangunan Politik Dapat Diatasi dengan Pemahaman Demokrasi yang Baik www.tabloiddiplomasi.org 771978 917386 9 ISSN 1978-9173

Upload: aditya-rahman-fadly

Post on 25-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • No. 39 Tahun IV, Tgl. 15 Januari - 14 Februari 2011

    TABLOID

    Media Komunikasi dan Interaksi

    Departemen Luar Negeri Republik Indonesia

    Email: [email protected]

    771978 9173869

    ISSN 1978-9173

    DiplomasiDiplomasiNo. 21, Tahun II, Tgl. 15 Juli - 14 Agustus 2009

    Email: [email protected]

    Kontribusi Islam Dan Demokrasi Dalam Membangun Indonesia

    Menlu RI :Mengenang Seratus Tahun Mohammad Roem

    KINGFilm Bertema Bulutangkis

    Pertama di Dunia

    Kebudayaan, Fondasi Untuk Memperkuat Hubungan RI - Suriname

    Menyelesaikan Persoalan TKI di Malaysia Dengan Kepala Dingin

    Dai Bachtiar :Menyelesaikan Persoalan TKI di Malaysia Dengan Kepala Dingin

    Nia Zulkarnaen :Nia Zulkarnaen :

    www.tabloiddiplomasi.org

    Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

    Email: [email protected]

    Refleksi Diplomasi 2010 & Proyeksi 2011Mempertajam Diplomasi Ekonomi untuk Memberi Kontribusi Nyata Bagi Pembangunan Nasional

    Presiden RI :

    Kesenjangan Pembangunan Politik Dapat Diatasi dengan Pemahaman Demokrasi yang Baik

    www.tabloiddiplomasi.org

    771978 9173869

    ISSN 1978-9173

  • Daftar Isi

    4 FokusPerhelatan Bali Democracy Forum III Bali Democracy Forum Forum Dunia yang Membahas Demokrasi

    >

    9

    10

    12

    13

    14

    15

    16

    FokusBDF III Menggali Sistem Demokratis yang dapat Menciptakan Perdamaian dan Stabilitas Politik

    LensaIndonesia Melangkah Menuju Demokrasiyang Damai dan Harmonis

    Lensa

    Lensa

    Lensa

    Lensa

    Lensa

    Upaya Perbaikan Mekanisme Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri

    Dibutuhkan Kebijakan Yang Dapat Melindungi TKI

    Meminimalisir Permasalahan TKI

    Perlindungan TKI Cenderung Menggunakan Pendekatan Kuratif bukan Pendekatan Preventif

    Optimalisasi Pelayanan dan Perlindungan WNI di Luar Negeri

    >

    >

    >

    >

    >

    >

    >

    18

    19

    24

    LensaData Kasus WNI di Luar Negeri

    Lensa

    Bilateral

    Memperbaiki Masalah TKIdengan Sistem Informasi Terkoneksi

    Pembukaan SebelasPerwakilan Indonesia

    BilateralRI Akan Membuka Hubungan Diplomatik dengan 21 Negara

    22

    >

    >

    >

    >

    DiplomasiTABLOIDMedia Komunikasi dan Interaksi

    11 FOKUS

    Indonesia Memiliki Banyak Hal yang Bisa Ditawarkan kepada Dunia

    Kevin RuddMenteri Luar Negeri Australia

    lENSA10

    \dai

    lyte

    legr

    aph.

    com

    Indonesia Melangkah MenujuDemokrasi yang Damai dan Harmonis

  • Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi KhaRiRi MaMUn

    Redaktur Pelaksana

    Cahyono

    Staf Redaksi SaifUl aMinaRif hidayat

    taUfiK ReSaMaili dian haRja iRana

    tata letak dan artistiktSabit latief

    distribusiMaRdhiana S.d.

    KontributorM. dihaR

    alamat Redaksijl. Kalibata tiMUR i no. 19

    PanCoRan, jaKaRta Selatan 12740 telP. 021-68663162, fax : 021-86860256,

    Surat Menyurat :direktorat diplomasi Publik, lt. 12

    Kementerian luar negeri Ri jl. taman Pejambon no.6

    jakarta Pusat

    tabloid diplomasi dapat didownload di http://www.tabloiddiplomasi.orgemail : [email protected]

    diterbitkan oleh diReKtoRat diPloMaSi PUbliK KeMenteRian lUaR negeRi R.i

    beKeRjaSaMa denganPilaR indo MeditaMa

    Sumber gambar Cover :presidensby.info

    Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan,

    informasi, kritik dan saran,silahkan kirim email:

    [email protected]

    Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau

    meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid

    Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila

    ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid

    Diplomasi, segera hubungi redaksi.

    Diplomasi

    DiplomasiTABLOIDMedia Komunikasi dan Interaksi

    TerasDiplomasi

    Di penghujung tahun 2010 Indonesia kembali menyelenggarakan pertemuan rutin tahunan Bali Democracy Forum. Tema penyelenggaraan BDF ke-3 tahun ini adalah Demokrasi dan Pengembangan Perdamaian serta Stabilitas, ini menunjukkan perkembangan peran Indonesia yang aktif di dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di dunia.

    Tahun demi tahun, penyelenggaraan BDF semakin terkonsolidasi sebagai bagian dari arsitektur di kawasan, khususnya di kawasan Asia. Hal ini terlihat dari segi jumlah maupun tingkatan pesertanya yang terus meningkat.

    Melalui penyelenggaraan BDF ini, demokrasi bukan saja dilihat sebagai suatu konsep di dalam negara, melainkan sebuah hubungan yang sifatnya didorong oleh semangat demokrasi antarnegara, sehingga tercipta saling menghormati, menjunjung tinggi proses demokrasi, menjunjung tinggi prinsip penyelesaian konflik secara damai, yang pada gilirannya juga bisa membawa dan mencegah terjadinya konflik di kawasan.

    Memasuki awal tahun 2011, Indonesia semakin memantapkan posisinya sebagai bagian penting yang memiliki peran kunci dalam berbagai persoalan global, sejalan dengan keketuaan Indonesia di ASEAN yang mengusung tema ASEAN Community in a Global Community of Nations. Dengan terbentuknya Komunitas ASEAN di tahun 2015, maka tanggung jawab ASEAN akan menjadi lebih besar lagi. ASEAN dituntut untuk memperkuat kontribusi kolektifnya dalam penanganan berbagai isu dan tantangan global.

    Indonesia bertekad memberikan kontribusi konkrit dan bermanfaat melalui pemikiran ASEAN beyond 2015 sebagai visi ASEAN setelah terbentuknya ASEAN Community di tahun 2015. Landasan ke depan ini akan diupayakan oleh Indonesia dengan tetap menjaga keberlangsungan proses menuju pembentukan Komunitas ASEAN di tahun 2015. Bagi Indonesia, Komunitas ASEAN merupakan inti dari pengembangan arsitektur kawasan, sebagai suatu tatanan regional yang mengedepankan dynamic equilibrium, yang secara strategis tercermin pada perkembangan East Asia Summit.

    Dalam hal ini Indonesia juga akan terus berupaya mewujudkan People-Oriented and People-Centered ASEAN, dimana segala hasil dan manfaat ASEAN yang diperoleh harus dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat ASEAN secara luas.

    Dalam hal penanganan permasalahan WNI/TKI , pelayanan dan perlindungan WNI/TKI di luar negeri,

    Kementerian Luar Negeri terus melakukan langkah dan upaya penanganan akar permasalahan yang terjadi di dalam negeri melalui pembentukan grand design sebagai

    suatu policy paper yang dapat digunakan sebagai guidance oleh seluruh stakeholder, termasuk Perwakilan RI. Kemlu RI juga melakukan koordinasi dan harmonisasi dengan Kementerian/Lembaga terkait, parlemen, lembaga swadaya masyarakat (LSM), media massa dan stakeholder terkait lainnya melalui forum kelompok kerja (Pokja) yang diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan sehingga seluruh unsur

    masyarakat well informed terhadap permasalahan yang ada serta upaya-upaya penanganan yang dilakukan oleh Kemlu maupun Perwakilan RI di luar negeri. Forum Pokja ini merupakan wadah bagi peran serta aktif seluruh unsur masyarakat sehingga pengananan terhadap permasalahan WNI di luar negeri tidak lagi dilakukan secara parsial namun secara komprehensif.

    Pembangunan dan pengembangan jejaring (networking) dengan counterpart masing-masing, bagi Kemlu RI merupakan sarana pendekatan second track yang pada akhirnya diharapkan mampu menghilangkan hambatan-hambatan birokrasi dalam penanganan permasalahan WNI/TKI di luar negeri.

    Di sisi lain, peningkatan public awareness campaign melalui welcoming program , adalah upaya Kemlu dan Perwakilan RI untuk memberikan perlindungan kepada WNI/TKI yang mengalami permasalahan dan dilakukan pada kesempatan pertama (immediate response) serta tidak melimpahkannya kepada pihak ketiga. Perwakilan RI secara langsung dan cepat merespon dan memberikan perlindungan dengan berbagai pendekatan, baik hukum, kemanusiaan, maupun politis.

    Di era demokrasi dan reformasi saat ini, kebijakan politik luar negeri Indonesia tentunya harus ditopang oleh rasa kepemilikan dan partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan guna memberikan jaminan atas efektifitas kebijakan politik luar negeri. Menyongsong tahun 2011, Kementerian Luar Negeri berkomitmen untuk meningkatkan upaya menjangkau seluruh elemen masyarakat melalui berbagai program diplomasi publik dan diseminasi informasi guna membangun dan memperkuat konstituen politik luar negeri, khususnya di kalangan pemuda sebagai generasi masa depan

    Indonesia berupaya untuk melaksanaan politik luar negeri di tahun 2011 ini dengan komitmen, niat dan kesungguhan yang kuat. Bukan hanya untuk melanjutkan dan meningkatkan hasil yang telah dicapai pada tahun lalu, namun juga mengidentifikasi peluang-peluang dan kemungkinan-kemungkinan baru serta menjalankan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif dalam lingkungan regional dan global yang semakin kompleks.[]

  • 15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

    Diplomasi

    4 F O K U S

    DR. R.M Marty M. Natalegawa Menlu RI

    MeMasuKI awal tahun dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia, pertama-tama kami sampaikan apresiasi dan penghargaan yang mendalam atas seluruh kepedulian dan dukungan yang diberikan selama tahun 2010.

    Sebagaimana yang telah kami tekankan dalam pernyataan di awal tahun 2010 yang lalu, kebijakan politik luar negeri, terlebih dalam era demokrasi di Indonesia saat ini, harus ditopang oleh rasa kepemilikan dan partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan. Untuk menjamin efektifitas kebijakan politik luar negeri, partisipasi dan kepemilikan seluruh pemangku kepentingan merupakan suatu keniscayaan.

    Pada tahun 2011, Kementerian Luar Negeri memiliki komitmen yang kuat untuk meningkatkan upaya menjangkau seluruh elemen masyarakat, antara lain melalui program diplomasi publik dan diseminasi informasi. Untuk membangun dan memperkuat konstituen politik luar negeri, khususnya di kalangan pemuda sebagai generasi masa depan.

    Kita memulai pelaksanaan politik luar negeri di tahun baru ini dengan komitmen, niat dan kesungguhan yang kuat. Bukan hanya untuk melanjutkan dan meningkatkan hasil yang telah dicapai pada tahun lalu, namun juga mengidentifikasi peluang-peluang dan kemungkinan-kemungkinan baru. Untuk menjalankan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif dalam lingkungan regional dan global yang semakin kompleks.

    Agar Indonesia tidak hanya dapat mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi, melainkan juga dapat terus maju dan berkembang dalam konstelasi geopolitik yang baru dan kompleks; Untuk mempertahankan kepentingan nasional Indonesia;

    keamanan dan kemakmuran Indonesia. Dan juga untuk berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dan stabilitas internasional.

    Sesungguhnya, perkembangan yang terjadi pada tahun 2010 menguatkan beberapa kenyataan yang telah kita antisipasi secara bersama, yaitu bahwa Tantangan abad ke-21 tidak dapat diselesaikan oleh satu Negara secara sendiri, melainkan menuntut adanya kerjasama dan kemitraan di antara Negara- yang terkadang telah mengaburkan perbedaan antara apa yang disebut sebagai isu nasional, regional ataupun global; Tantangan yang saling terkait antara satu dengan yang lain, dimana solusi terhadap sesuatu isu memiliki dampak bagi yang lainnya, sehingga menuntut adanya upaya penyelesaian masalah secara komprehensif.

    Tahun 2010, tentunya, tetap meninggalkan beban berat berupa berbagai tantangan yang bersifat lintas batas yang dihadapi masyarakat internasional. Pembangunan, perubahan iklim,

    krisis keuangan global, pangan dan energi, serta masalah kesehatan dan bencana alam adalah contoh nyata yang terus menerus menjadi tantangan bagi seluruh negara, baik Negara maju maupun berkembang. Kejahatan lintas batas yang terorganisir seperti terorisme, penyelundupan manusia, dan korupsi akan terus menjadi ancaman.

    Mengingat seluruh tantangan tersebut membutuhkan kerjasama antar negara untuk mengatasinyanya, maka kesemuanya itu memiliki dimensi kebijakan politik luar negeri. Oleh karenanya, diplomasi dapat memberikan kontribusi. Mengatasi tantangan dan bahkan menciptakan peluang. Hal ini sesungguhnya berlaku pada pelaksanaan politik luar negeri Indonesia sepanjang tahun 2010.

    Dalam menghadapi berbagai isu internasional tersebut, politik luar negeri Indonesia, tidak dapat dan tidak akan pernah tertinggal. Dengan pendekatan yang prinsipil, visioner, namun pragmatis, polugri akan senantiasa secara

    aktif mengupayakan solusi, menjembatani kesepahaman dan mendorong adanya konsensus.

    Pada awal tahun 2010, kita berkomitmen untuk secara aktif berupaya meningkatkan ke tataran yang lebih tinggi hubungan yang telah terjalin dengan negara-negara di seluruh penjuru dunia Asia Pasifik, Afrika, Eropa dan Amerika.

    Sepanjang tahun 2010, kita telah memfokuskan upaya merevitalisasi dan lebih mengoptimalkan mekanisme hubungan bilateral dengan berbagai negara; untuk meninjau seluruh aspek hubungan bilateral secara

    komprehensif dan mengidentifikasi peluang-peluang baru.

    Mekanisme score card hubungan bilateral dilakukan untuk memastikan adanya perkembangan dan kemajuan dalam hubungan bilateral antara Indonesia dengan berbagai negara.

    Dengan Malaysia misalnya, mekanisme Komisi Bilateral tingkat Menteri Luar Negeri telah dihidupkan kembali setelah pertemuan terakhir pada tahun 2004. Pada perkembangannya, dalam 6 bulan terakhir telah dilakukan setidaknya 4 kali pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri antara kedua negara. Selain itu, terdapat konsultasi tahunan pada tingkat Kepala Negara/Pemerintahan untuk mengkaji perkembangan hubungan bilateral kedua negara.

    Dengan Singapura, Indonesia telah menetapkan adanya mekanisme pertemuan reguler pada tingkat Menteri Luar Negeri, baik secara formal maupun informal, setiap enam bulan sekali. Pada tingkat Kepala Negara/

    Refleksi Diplomasi 2010 & Proyeksi 2011Mempertajam Diplomasi Ekonomi untuk Memberi Kontribusi Nyata bagi Pembangunan Nasional

    Menlu RI Dr. R.M. Marty M. Natalegawa menyampaikan Pernyataan Pers Tahunan dihadapan Insan Media, Korps Diplomatik dan Kosnstituen Kemlu di Ruang Nusantara Kemlu (07/01).

    dok.

    dip

    lom

    asi

  • 15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

    F O K U S 5

    Diplomasi

    Pemerintahan, Kedua Kepala Pemerintahan bertemu dalam format leaders retreat setiap tahun.

    Pada tahun 2010, Komisi Bersama tingkat Menteri juga telah dihidupkan kembali dengan Thailand, Papua Nugini, Timor Leste, dan Selandia Baru, dimana Komisi Bersama dengan masing-masing negara tersebut terakhir dilakukan pada tahun 2007, 2003, 2005 dan 2008.

    Dengan Australia, pada tahun 2010 i disepakati pula pertemuan tahunan tingkat Kepala Negara/Pemerintahan dalam bentuk Annual Leaders Dialogue. Terdapat pula forum tingkat Menteri yang melibatkan Menlu dan Menhan kedua Negara, serta forum tahunan seluruh pemangku kepentingan hubungan Indonesia dan Australia.

    Dengan Amerika Serikat, untuk pertama kalinya pada tahun 2010 telah dilakukan pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri dalam format Komisi Bersama. Mekanisme ini akan menjadi forum tahunan yang secara komprehensif mengkaji hubungan kemitraan Indonesia-AS.

    Kita terus mengembangkan bentuk kemitraan strategis dan komprehensif dalam hubungan bilateral antara Indonesia dengan Rusia, Tiongkok, India, Jepang dan Korea Selatan.

    Negara kawasan Eropa, dan Uni Eropa khususnya, juga tidak luput dari perhatian Indonesia, sebagaimana tercerminkan dalam penandatanganan Comprehensive Partnership Agreement antara Indonesia dan Uni Eropa. Latar belakang sejarah serta potensi hubungan antara Indonesia dan Afrika serta Amerika Selatan juga terus dikembangkan sehingga semakin relevan dalam era masa kini.

    Tidak kalah penting, politik luar negeri sepanjang 2010 semakin menitikberatkan pentingnya kawasan Pasifik dengan memperdalam hubungan, baik dengan negara yang bertetangga langsung seperti Timor Leste dan Papua Nugini, maupun di kawasan yang lebih luas seperti Selandia Baru dan Negara pasifik lainnya.

    Upaya untuk memajukan berbagai aspek hubungan bilateral dengan negara sahabat juga tercerminkan dalam 121 perjanjian

    baik, dalam bentuk MOU maupun agreement dengan 44 negara, yang telah dicapai sepanjang tahun 2010.

    Pada tahun 2010 ini pula, Indonesia telah membuka 10 perwakilan Republik Indonesia di negara sahabat dan 1 Perwakilan Tetap RI untuk ASEAN di Jakarta. Sebaliknya, Indonesia juga telah menerima rencana sejumlah negara sahabat untuk membuka perwakilan diplomatiknya di Jakarta.

    Pada tahun 2011, kita akan melakukan konsolidasi dan semakin memperdalam hubungan bilateral dengan berbagai negara.

    Berlandaskan pada hubungan persahabatan yang telah terjalin selama ini, terutama di bidang politik, maka fokus utama akan diberikan pada upaya meningkatkan hubungan antar-masyarakat dan mempertajam diplomasi ekonomi yang akan memberi kontribusi nyata bagi pembangunan nasional.

    Selain itu, pada tahun 2011, Pemerintah RI, sesuai prosedur yang ada, merencanakan untuk memulai proses pembukaan hubungan diplomatik dengan 21 negara anggota PBB. Tentunya, Indonesia selama ini telah menjalin kerjasama yang erat dengan negara-negara tersebut, terutama dalam kerangka multilateral. Dengan dibukanya hubungan diplomatik dengan ke-21 negara PBB dimaksud, maka

    Indonesia secara formal akan memiliki hubungan diplomatik dengan seluruh negara anggota PBB yang berjumlah 192 negara, kecuali Israel.

    Seiring dengan komitmen Indonesia untuk memperdalam dan memperluas hubungan bilateral dengan berbagai negara di seluruh penjuru dunia, komitmen Indonesia untuk memelihara perdamaian, stabilitas dan kemakmuran di kawasannya sendiri Asia Tenggara sangat tinggi.

    Pada awal tahun 2010, Indonesia telah menegaskan komitmennya untuk senantiasa berkontribusi bagi terwujudnya Komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang bertumpu pada 3 pilarnya secara paralel dan seimbang.

    Sepanjang tahun 2010, Indonesia terus melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan komitmen tersebut. Baik melalui pelaksanaan cetak biru Komunitas ASEAN dan Piagam ASEAN, maupun melalui langkah-langkah, tidak jarang melalui quiet diplomacy, untuk

    memastikan kawasan Asia Tenggara tetap ditandai oleh perdamaian dan hubungan persahabatan, sesuai prinsip yang terkandung dalam Treaty of Amity and Cooperation.

    Demikian pula, sepanjang tahun 2010, Indonesia memberikan kontribusi nyata dan secara proaktif terhadap pembahasan mengenai pembentukan tatanan kawasan (regional architecture building) sehingga ASEAN dapat secara nyata mewujudkan prinsip ASEAN sebagai penggerak utama (ASEAN as a driving force). Penambahan keanggotaan East Asia Summit, dengan diterimanya Federasi Rusia dan Amerika Serikat secara bersamaan, merupakan salah satu wujud nyata hasil upaya tersebut.

    Bagi Indonesia, kesemuanya ini bertujuan untuk memastikan terus dipeliharanya kondisi di kawasan yang damai dan stabil; keamanan untuk semua (common security) dan kemakmuran untuk semua (common prosperity) suatu kondisi yang kita namakan dynamic equilibrium.[]

    Bagi Indonesia, kesemuanya ini bertujuan untuk memastikan terus dipeliharanya kondisi di kawasan yang damai dan stabil; keamanan untuk semua (common security) dan kemakmuran untuk semua (common prosperity) suatu kondisi yang kita namakan dynamic equilibrium.

    dok. detik.com

    Menlu RI Dr. R.M. Marty M. Natalegawa berpose dengan para pimpinan media usai penyerahan Adam Malik Award 2011. tahun ini Adam Malik Award diberikan kepada tiga media, yaitu Harian Kompas, TVRI, dan detikcom. Kompas mendapat penghargaan kategori surat kabar, TVRI kategori media elektronik, dan detikcom kategori media online. Adam Malik Award juga diberikan kepada jurnalis The Jakarta Post. (Kemlu)

    adam Malik award 2011

  • Diplomasi

    6 F O K U S

    INDoNesIa kembali menyelenggarakan pertemuan Bali Democracy Forum (BDF) III pada tanggal 9-10 Desember 2010 lalu di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali dengan mengambil tema Demokrasi dan Pengembangan Perdamaian serta Stabilitas. Dalam perkembangannya Bali Democracy Forum sekarang ini telah menunjukkan peran Indonesia yang aktif di dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di dunia.

    Dalam penyelenggaraan BDF III kali ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengundang Presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak, selaku co-chair. Menurut Menteri Luar Negeri RI, Dr. RM. Marty M. Natalegawa, tema BDF III ini sangat khas, keterkaitannya dengan pencegahan konflik sangat tepat waktu karena melihat situasi kondisi Korea Selatan.

    Dr. RM. Marty M. Natalegawa meyakini bahwa BDF akan menjadi forum utama dunia yang membahas demokrasi. Karena BDF adalah satu-satunya forum di kawasan dimana negara-negara dan pemerintah-pemerintah, yang meskipun berbeda sistem politiknya, bisa duduk bersama, bertukar pandangan, bertukar pengalaman, mengenai masalah demokrasi.

    Sebanyak 71 negara dan peninjau hadir dalam BDF III kali ini. Selain Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kepala negara/ pemerintahan yang hadir dalam forum ini adalah Sultan Brunei Darussalam, Yang Dipertuan Sultan Hassanal Bolkiah, Presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak; Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao.

    Sementara itu, Australia, India, Iran, Jepang, Yordania, Malaysia, Selandia Baru, Palestina, Korea Selatan, Singapura, dan Vanuatu mengirim perwakilan setingkat menteri. Jumlah negara yang hadir di BDF ini dari tahun ke tahun terus bertambah, dimana pada BDF I

    tahun 2008 dihadiri oleh 40 negara dan peninjau, dan pada BDF II tahun 2009 dihadiri 48 negara dan peninjau.

    Menanggapi antusiasme peserta BDF ini, Menlu Marty Natalegawa mengatakan bahwa tentu saja ini merupakan sesuatu yang tahun demi tahun semakin terkonsolidasi sebagai bagian dari arsitektur di kawasan, khususnya di kawasan Asia. Konsolidasi arsitektur demokrasi di kawasan ini terlihat dari segi jumlah peserta yang terus meningkat, dan juga tingkat pesertanya, dimana semakin banyak menteri yang hadir.

    Disamping itu, penyelenggaraan BDF ini juga berkembang dari segi substansi. Pada tahun pertama (2008) substansinya masih bersifat umum, tahun kedua (2009) berkaitan dengan masalah pembangunan, dan pada tahun ketiga (2010) ini berkaitan dengan masalah pencegahan konflik. Menurut Menlu Marty Natalegawa, berbagai referensi tersebut memperlihatkan betapa

    Bali Democracy Forum ini sudah semakin menjadi bagian yang sangat penting dari arsitektur kawasan.

    Menlu Marty Natalegawa juga menjelaskan bahwa pembebasan Aung San Su Kyi di Myanmar juga tidak terlepas dari dialog-dialog di BDF pada 2008 silam. Tahun ini, meskipun tidak menggunakan istilah kemajuan, paling tidak ada perkembangan dengan adanya pemilihan di Myanmar. Meskipun dengan masih belum 100 persen tanpa cacat, namun juga disertai dengan pembebasan Aung San Su Kyi. Tentunya dialog-dialog seperti BDF ini memberikan encouragement pada pihak-pihak tertentu bahwa proses demokrasi itu adalah proses yang tidak mungkin dilakukan dengan sesaat atau sekejap, melainkan secara bertahap. Oleh karenanya, Menlu Marty Natalegawa meyakini bahwa BDF 2010 ini juga bisa menyelesaikan konflik di Semenanjung Korea. Dengan sifat prosesnya yang bertahap, dan tidak melakukan jalan pintas, dengan

    berbagi pengalaman, berbagi praktik yang dilakukan secara bersama, termasuk perkembangan di Semenanjung Korea.

    BDF III ingin memberi pengertian terhadap konflik Korea, bahwa demokrasi bukan saja sebagai suatu konsep di dalam negara, tapi hubungan yang sifatnya didorong oleh semangat demokrasi antarnegara. Saling menghormati, menjunjung tinggi proses demokrasi, menjunjung tinggi prinsip penyelesaian konflik secara damai, itu juga bisa membawa, bisa mencegah konflik di kawasan, jelas Menlu.

    Seperti pada pelaksanaan BDF sebelumnya, para kepala negara/ pemerintahan juga memberikan Chairmans Statement yang berisi rekomendasi komprehensif terkait peran demokrasi dalam mengembangkan perdamaian dan stabilitas. Chairmans Statement ini akan menjadi panduan program dan aktivitas Institute for Peace and Democracy (IPD) di 2011 dengan dukungan dari para peserta BDF.[]

    Perhelatan Bali Democracy Forum III

    Bali Democracy Forum Forum Dunia yang Membahas Demokrasi

    Presiden SBY didampingi sultan Hasanal Bulkiah (Sultan Brunei), Lee Myung -Bak (Presiden Republik Korsel) dan Xanana Gusmao (Presiden Timor Leste) melakukan pengambilan gambar dengan seluruh delegasi peserta BDF III usai acara Pembukaan di Westin, Nusa Dua Bali (9/12/2010).

    dok.

    pre

    side

    nsby

    .info

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • F O K U S 7

    Diplomasi

    Kesenjangan Pembangunan Politik dapat Diatasi dengan Pemahaman Demokrasi yang Baik

    HaRI ini, kita kembali dapat menghadiri Bali Democracy Forum, yang diselenggarakan untuk ketiga kalinya di Pulau Dewata yang indah ini.

    Pulau Bali kembali menjadi saksi sejarah bagi tekad dan komitmen kita bersama, untuk memajukan nilai-nilai demokrasi di kawasan Asia, melalui saling berbagi pengalaman dalam berdemokrasi. Pada waktunya nanti, Bali akan menjadi ikon dan pusat nilai-nilai demokrasi di Asia, melengkapi citra Bali yang dikenal dari keindahannya, dan dari kearifan lokal masyarakatnya.

    Melalui Bali Democracy Forum kita dapat bertukar fikiran, berdialog, dan memecahkan berbagai hambatan mengenai demokrasi. Kita juga akan banyak saling belajar dengan mendengar pengalaman, kemajuan, dan penerapan demokrasi di berbagai negara di Asia.

    Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikan ucapan selamat datang dan selamat mengikuti forum yang sangat penting dan terhormat ini, kepada para delegasi dari negara-negara di Asia, dan para pengamat dari dalam dan luar negeri.

    Demokrasi dan Upaya Mendorong Perdamaian dan Stabilitas yang menjadi tema sentral pada

    forum ini, saya nilai tepat dan relevan. Tepat, karena memang salah satu tantangan utama bagi sebagian besar demokrasi di dunia adalah, bagaimana mencapai stabilitas, yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan didambakan oleh masyarakat kita. Dan memang tidak ada formula yang baku tentang bagaimana demokrasi dapat bergandengan dengan stabilitas, karena setiap negara mempunyai caranya sendiri. Selain itu, kita masih menghadapi situasi ekonomi dan politik internasional yang masih labil dan terus bergulir, dan kita semua perlu terus menjaga solidaritas untuk menyikapinya dengan arif dan bijaksana. Demokrasi terus tumbuh dan berkembang, dengan dinamikanya yang khas dan unik di berbagai negara. Tidak ada istilah demokrasi telah selesai.

    Dan relevan, karena demokrasi harus menghasilkan democratic dividend, yang dirasakan langsung utamanya oleh masyarakat di negara masing-masing, dan berimbas ke berbagai kawasan lainnya. Demokrasi merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kesejahteraan, keadilan, serta kesamaan hak dan kebebasan setiap

    umat manusia. Demokrasi harus dapat menciptakan rasa aman, tenteram, dan damai bagi masyarakatnya. Demokrasi, jika dijalankan dengan benar dan sungguh-sungguh, dapat menciptakan perdamaian dan stabilitas yang hakiki. Inilah sesungguhnya esensi dari demokrasi yang kita jalankan bersama.

    Saya ingin berbagi pengalaman, mengenai perkembangan yang telah dijalani dan dirasakan selama lebih dari satu dekade di Indonesia. Sejak menjalani reformasi di tahun 1998/1999, Indonesia mengalami sebuah proses demokratisasi. Reformasi telah mengubah tatanan politik, tata kelola pemerintahan dan etika bernegara.

    Buah reformasi yang dapat dirasakan adalah perubahan sistem politik yang semula sentralistik, menjadi desentralistik. Pemilihan umum berlangsung jujur, adil, terbuka, dan transparan. Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Demikian pula para kepala daerah, mulai dari Gubernur, Bupati, dan Walikota juga dipilih secara langsung. Dinamika demokrasi tumbuh subur dan kian semarak.

    Demokrasi, juga telah berkontribusi dalam mengatasi konflik yang berkepanjangan. Pendekatan dialog dan solusi damai, ternyata dapat menyelesaikan masalah Aceh, setelah dilanda konflik lebih dari tiga dekade. Kami sadar, bahwa pendekatan militer saja tidak akan pernah dapat menyelesaikan masalah. Harus ada solusi politik melalui cara dialog yang persuasif. Alhamdulillah, dengan pendekatan win-win solution, konflik bersenjata di Aceh dapat diselesaikan secara damai dan bermartabat.

    Dalam perspektif serupa, demokrasi juga dapat berkontribusi bagi penyelesaian konflik dan beban sejarah dalam hubungan antar bangsa. Sebagai sesama negara demokrasi, Indonesia dan Timor Leste bersepakat membentuk Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP), untuk menyelesaikan berbagai permasalahan atau residual issues yang mengemuka, menjelang dan segera sesudah jajak pendapat di tahun 1999, dengan berorientasi ke masa depan.

    Indonesia juga dapat menangani permasalahan terorisme dengan cara yang konsisten dengan prinsip-prinsip demokrasi. Terorisme adalah kejahatan yang extra-ordinary, karenanya harus dicegah dan diberantas. Namun, upaya penanggulangan terorisme ini tidak boleh meniadakan nilai-nilai

    Presiden RI :

    Presiden SBY memberikan sambutan pada pembukaan Bali Democracy Forum III di Hotel Westin, Nusa Dua Bali (9/12/2010)

    dok.

    pre

    side

    nsby

    .info

    Dr. susilo Bambang Yudhoyono

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • Diplomasi

    8 F O K U S

    demokrasi dan penghormatan terhadap hak-hak kebebasan individu.

    Berbagai fakta perkembangan dan dinamika yang terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia telah menghasilkan stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan rakyat yang signifikan.

    Belajar dari pengalaman itulah, dapat saya katakan, bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya. Bukan pula sesuatu yang dapat dipaksakan dari luar. Demokrasi harus ditumbuhkan dari dalam masyarakat itu sendiri (home grown), melalui pemberian kesempatan dan ruang yang lebih luas serta pemberdayaan mereka. Demokrasi yang dipaksakan dari luar, bisa menimbulkan komplikasi politik, dan dalam perkembangannya bisa kehabisan tenaga dan daya dorongnya.

    Berangkat dari pengalaman Indonesia, pada tingkat nasional, setidaknya terdapat tiga poin penting yang dapat kita petik: Pertama, demokrasi memberikan ruang bagi seluruh elemen bangsa, untuk dapat berdialog dan menyelesaikan permasalahan dengan cara damai;

    Kedua, alam demokrasi memberikan kesempatan bagi seluruh rakyat untuk menyampaikan aspirasinya, sesuai aturan main yang berlaku. Demokrasi membuka peluang kepada siapapun untuk berbicara dan berpendapat, sesuai koridor dan kesepakatan bersama. Demokrasi merupakan sarana untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa; dan

    Ketiga, alam demokrasi menuntut berfungsinya secara efektif seluruh pilar demokrasi. Perangkat hukum harus dapat berfungsi efektif. Keseimbangan antara peran legislatif, eksekutif, dan yudikatif harus berjalan pada arah yang benar. Penegakan hukum harus konsisten dan tidak boleh pandang bulu. Tata kelola pemerintahan (good governance) harus berfungsi dengan baik. Dan, kebebasan harus berjalan bergandengan dengan rule of law. Seluruh pilar dan elemen itulah, yang dapat memastikan terpeliharanya kehidupan bernegara yang demokratis, damai dan stabil.

    Pada tingkat regional dan global, saya berpendapat, bahwa penyelesaian berbagai permasalahan dan tantangan di abad ke-

    21 harus kita jalankan secara transparan dan demokratis. Arsitektur yang demokratis akan berdampak terhadap tansparansi kebijakan dan predictable behavior, yang dapat menjamin terciptanya rasa saling percaya atau confidence building. Ketegangan yang terjadi dalam hubungan internasional dewasa ini, banyak yang disebabkan oleh adanya ketidakpercayaan atau bahkan kesalahpahaman.

    Melihat realitas yang ada di kawasan, dapat saya katakan, bahwa selama ini kerjasama dan integrasi kawasan Asia pada berbagai tingkatannya - khususnya di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik- lebih terfokus pada aspek ekonomi, yaitu upaya untuk mengatasi kesenjangan pembangunan (development gap). Padahal, pada kenyataannya terdapat keperluan mendesak untuk mengatasi political development gap yang belum banyak disentuh. Jika tidak diantisipasi secara cermat, kesenjangan pembangunan politik itu dapat berujung pada gangguan pembangunan,

    lembaga-lembaga keuangan internasional ini. Dan pada tataran global, saya sungguh berharap adanya reformasi Dewan Keamanan PBB yang lebih demokratis, transparan, dan representtatif. Ini sangat penting untuk dapat secara efektif menjalankan mandatnya, bagi terciptanya perdamaian dan keamanan dunia. Reformasi badan PBB lainnya yang lebih adaptif, responsif dan efektif harus dilanjutkan, untuk memastikan masyarakat dunia mampu mengatasi berbagai permasalahan global, seperti kebutuhan pangan dan energi, pengurangan kemiskinan serta pencapaian MDGs, dan dampak perubahan iklim.

    Pendek kata, sistem yang demokratis dan transparan sangat diperlukan juga pada tingkat regional dan global. Hanya dengan menerapkan asas yang berkeadilan, persamaan, dan transparansi, maka perdamaian dan stabilitas baik pada tingkat kawasan dan global dapat kita wujudkan dan kita pelihara bersama.

    Dari apa yang saya kemukakan tadi, maka sesungguhnya salah satu esensi dari demokrasi

    instabilitas politik, dan ancaman keamanan di kawasan. Disinilah titik penting bagi adanya pemahaman atas perdamaian dan demokrasi secara lebih baik yang harus diangkat sebagai bagian dari kerjasama di kawasan.

    Sama pentingnya dengan itu, reformasi arsitektur keuangan dan ekonomi global yang demokratis, dan yang juga didorong oleh forum G-20, harus dilakukan. Hal ini saya nilai penting guna memastikan pertumbuhan ekonomi global yang kuat, seimbang dan berkelanjutan. Pengambilan keputusan dalam lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia, harus mencerminkan asas transparansi dan demokrasi. Representasi suara dari negara berkembang, juga harus terus ditingkatkan di

    adalah, bagaimana kita dapat memberdayakan seluruh elemen bangsa, untuk meningkatkan harkat dan martabat rakyat kita semua. Kita juga harus memastikan, agar segenap komponen bangsa dapat berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi, dan pencapaian kesejahteraan bagi kita semua.

    Akhirnya, saya sungguh berharap forum yang penting ini dapat memberikan rekomendasi yang komprehensif, terhadap peran demokrasi bagi penciptaan perdamaian dan stabilitas. Perdamaian dan stabilitas merupakan prasyarat utama bagi upaya kita semua untuk mensejahterakan rakyat. (Sumber : Sambutan Presiden RI Pada Pembukaan Bali Democracy Forum III).[]

    sistem yang demokratis dan transparan sangat diperlukan juga pada tingkat regional dan global. Hanya dengan menerapkan asas yang berkeadilan, persamaan, dan transparansi, maka perdamaian dan stabilitas baik pada tingkat kawasan dan global dapat kita wujudkan dan kita pelihara bersama.

    dok.

    info

    med

    Presiden SBY dan Presiden Lee Myung-Bak melakukan konperensi Pers usai Pembukaan Bali Democracy Forum III di Hotel Westin, Nusa Dua Bali (9/12/2010).

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • F O K U S 9

    Diplomasi

    BagI Indonesia, merupakan kehormatan dan sebuah bentuk tanggung jawab menjadi penggagas dan tuan rumah pertemuan Bali Democracy Forum ini. Hal ini merupakan pencerminan dari komitmen Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional untuk senantiasa mempromosikan nilai-nilai luhur demokrasi.

    Bali Democracy Forum ke-3 ini menjadi wujud semakin terkonsolidasinya Forum tersebut sebagai bagian dari arsitektur demokrasi di Asia.

    Tahun lalu, Bali Democracy Forum dihadiri oleh 35 negara peserta dan 13 peninjau. Tahun ini, Bali Democracy Forum dihadiri oleh 42 negara peserta dan 29 peninjau.

    Tahun lalu, selain 3 Kepala Negara/Pemerintahan, 8 menteri hadir dalam pertemuan BDF ke-2. Tahun ini pertemuan tetap dihadiri oleh 3 Kepala Negara/Pemerintahan namun juga dihadiri oleh 27 ketua delegasi setingkat Menteri.

    Peningkatan tingkat partisipasi ini mencerminkan setidaknya 2 hal yaitu; Pertama, perkembangan demokrasi di kawasan Asia dan Pasifik substansial dan positif. Kedua, mencerminkan komitmen yang tinggi negara di kawasan Asia dan Pasifik terhadap nilai demokrasi.

    Demokrasi yang didasari nilai-nilai inklusif, kesetaraan, dan partisipasi yang terbuka bagi seluruh negara. Nilai demokrasi yang universal namun tetap tumbuh dan berkembang dari keinginan masyarakatnya.

    Pertemuan BDF kali ini telah memasuki tahun yang ketiga. Sebagaimana dimaklumi, Bali Democracy Forum merupakan forum antar pemerintah di kawasan Asia.

    Sejak diadakan pada tahun 2008, Forum ini senantiasa konsisten mempromosikan sebuah platform dimana antar pemerintah dapat berbagi pengalaman dan bertukar pikiran mengenai demokrasi. Selain itu, forum juga dimaksudkan untuk mendorong kerjasama antara negara dalam memajukan demokrasi di kawasan.

    Pada tahun pertama, tema

    BDF III Menggali Sistem Demokratis yang dapat Menciptakan Perdamaian dan Stabilitas Politik

    pertemuan ini memfokuskan pada upaya negara di kawasan untuk menyepakati demokrasi sebagai agenda strategis di kawasan Asia. Selanjutnya, pada tahun kedua, forum ini memfokuskan pada upaya mensinergikan antara demokrasi dan pembangunan serta prospek kerjasama di kawasan.

    Demokrasi merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Forum ini telah menyepakati bahwa demokrasi dan pembangunan dapat berjalan beriringan. Bahkan dengan sistem yang demokratis, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dengan lebih merata.

    Pada pertemuan kali ini, tema yang akan diangkat adalah Demokrasi dan Upaya Mendorong Perdamaian dan Stabilitas. Dalam diskusi dua hari ke depan, Forum akan menggali lebih dalam bagaimana sistem yang demokratis dapat menciptakan perdamaian serta stabilitas politik sehingga

    masyarakat dapat hidup dalam rasa aman dan tenteram.

    Tema ini merupakan bagian dari komitmen kita bersama untuk bagaimana demokrasi dapat memberikan manfaat kongkrit di masyarakat.

    Melalui Institute for Peace and Democracy (IPD) sebagai implementing agency dari Forum ini, beberapa kegiatan internasional termasuk seminar, kuliah umum, lokakarya dan pelatihan, penelitian, program magang, serta kunjungan terkait dengan pelaksanaan pemilihan umum di beberapa negara di kawasan Asia dan Pasifik seperti di Filipina, Jepang dan Australia telah dilakukan. Pelatihan, penelitian dan menjadi observer dalam Pemilihan Umum di beberapa negara telah melibatkan aparatur negara di kawasan Asia dan Pasifik.

    Hal ini dimaksudkan tidak lain untuk meningkatkan kapasitas dan kerja sama untuk terus menumbuhkembangkan sistem

    demokrasi di negara, khususnya yang baru tumbuh dan berkembang nilai demokrasinya.

    Kami menghargai dukungan dan kerjasama yang diberikan oleh negara sahabat dan mitra dalam pelaksanaan program-program tersebut di atas. Ini merupakan bagian dari kemitraan yang tulus dan positif dalam menumbuhkembangkan nilai demokrasi di kawasan ini. Ini juga merupakan bagian dari komitmen kita bersama untuk mendorong nilai demokrasi yang dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat kita semua. Dapat menciptakan perdamaian, mencegah terjadinya konflik, menyelesaikan konflik dengan cara dialog dan rekonsiliasi serta menciptakan stabilitas politik dan keamanan baik di tingkat nasional, regional dan global. []

    dok.

    info

    med

    Menlu RI, DR. Marty M. Natalegawa memimpin sesi pertama BDF III yang mengambil tema Democracy and Promotion of Peace and Stability di Hotel Westin, Nusa Dua Bali (9/12/2010).

    DR. R.M Marty M. Natalegawa Menlu RI :

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • Diplomasi

    10 F O K U S

    setelaH diluncurkan di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Forum Demokrasi Bali telah muncul menjadi sebuah mekanisme yang signifikan untuk memfasilitasi kerjasama dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi negara-negara di Asia Pasifik untuk berbagi pengalaman tentang pertumbuhan demokrasi serta kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai macam alternatif untuk meningkatkan kerjasama pada sektor ini.

    Saya yakin jika perkembangan demokrasi di beberapa negara di Asia Pasifik sangatlah menjanjikan. Menurut statistik yang dikeluarkan oleh Freedom House, pada tahun 1972 di wilayah Asia Pasifik hanya terdapat 21 dari 31 negara yang terkategorikan demokratis dan semi demokratis. Pada tahun ini jumlah tersebut telah berkembang menjadi 31 dari 39 negara.

    Secara khusus saya ingin memberikan komentar terhadap perkembangan demokrasi di Republik Indonesia. Indonesia telah mengakhiri sistem otoritarian dan telah meletakkan fondasi demokrasi hanya dalam jangka waktu sepuluh tahun setelah memulai proses ini pada tahun 1998.

    Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri lebih dari seribu pulau, Indonesia juga merupakan sebuah negara dengan budaya dan suku yang beragam yang terdiri lebih dari 200 juta penduduk. Fakta tersebut sepertinya sangat kontras dengan realita pada saat ini yang mana Indonesia sedang melangkah menuju demokrasi yang damai dan harmonis serta merangkul seluruh elemen dalam masyarakat. Saya yakin Indonesia akan menjadi role model untuk negara-negara yang lain.

    Saya yakin jika Indonesia akan menjadi contoh yang baik untuk proses simbiosis mutualisme antara perkembangan demokrasi dan ekonomi, hal ini terbukti dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan selama kepemimpinan demokratis Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

    Dalam pengalaman Korea Selatan, saat perkembangan ekonomi mencapai tingkatan tertentu, maka perkembangan tersebut akan mempercepat pertumbuhan demokrasi yang mana hal ini juga akan memicu momentum perkembangan ekonomi yang lebih jauh.

    Faktor lain yang harus kita ingat pada sejarah Korea dalam perkembangan demokrasi dan ekonomi adalah adanya pemisahan semenanjung Korea.

    Sejak Perang Korea terjadi pada tahun 1950, perdamaian di Republik Korea Selatan secara

    terus menerus berada dalam ancaman yang disebabkan adanya pemisahan semenanjung Korea.

    Ancaman yang lebih serius terhadap keamanan nasional seringkali cenderung mengarahkan kami pada jebakan rezim otoritarian.

    Bagaimanapun juga meski terjadi konfrontasi di Semenanjung Korea, Republik Korea Selatan telah melakukan pencapaian pada sektor indsutrialisasi dan demokratisasi hanya dalam satu generasi.

    Pencapaian negara kami tersebut merupakan suatu kebanggaan utama rakyat Republik Korea Selatan.

    Dalam jangka waktu 60 tahun sejak pemisahan Semenanjung Korea, perekonomian Republik Korea Selatan telah tumbuh menjadi 38 kali lebih besar daripada Korea Selatan.

    Saya yakin jika pengalaman ini akan memberikan contoh yang jelas terhadap keterkaitan antara perkembangan demokrasi dan ekonomi.

    Sepanjang perkembangan demokrasi dan ekonomi, Korea Selatan telah melakukan akselerasi yang sangat signifikan untuk menjadi negara ekonomi maju. Hasilnya adalah, Korea Selatan telah bertransformasi dari menjadi negara penerima donor menjadi negara pemberi donor, dan menjadi anggota dari OECD DAC (Komite Pengembang Bantuan)

    Hal ini akan mustahil terjadi tanpa adanya usaha yang tak mengenal lelah untuk mengatasi tantangan dan cobaan.

    Demokrasi dan Kerjasama di asiaSejauh ini kita telah berbagi pengalaman

    proses demokratisasi di tiap negara. Akan tetapi, saat ini tiba saatnya untuk mempertimbangkan sebuah program kerjasama untuk menemukan metode perkembangan demokrasi dan ekonomi.

    Yang mana hal tersebut akan tumbuh melalui perkembangan, dan akan menjadi kunci dalam

    mempromosikan peningkatan demokrasi di wilayah Asia.

    Korea Selatan telah mengajukan inklusi agenda perkembangan tersebut pertama kali pada KTT G20 di Seoul yang diselenggarakan bulan lalu. Lebih jauh, kami memasukkan rencana tindakan pada Kesepakatan Bersama (Joint Statement).

    Lebih jauh lagi sebagai bagian dari usaha untuk Asia agar mencapai agenda perkembangan, kami telah meluncurkan Asia Development Cooperation Meeting untuk para pemberi donor di Asia.

    Bagi negara-negara berkembang di Asia dalam rangka mencapai pertumbuhan bersama, terdapat sebuah kebutuhan investasi yang kuat di sektor infrastruktur, dana dalam skala besar, dan metodologi yang tepat bagi wilayah dan negara.

    Bersama dalam dukungan kami untuk perkembangan sosial, seperti mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kesehatan, kita saat ini harus memfokuskan pada potensi negara-negara berkembang dan memberdayakan mereka untuk mencapai independensi ekonomi.

    Selain memperluas cakupan ODA yang kami miliki, sebagai negara donor kami akan aktif mengeksplorasi berbagai macam cara untuk menyediakan ruang kerjasama ekonomi dan dukurngan yang merefleksikan pada realita yang terjadi pada negara penerima donor. Kami juga akan melanjutkan eksplorasi kami terhadap berbagai macam pendekatan untuk mendukung terbangunnya sistem pemerintahan yang demokratis.[]

    Indonesia Melangkah Menuju DemokrasiYang Damai dan Harmonis

    lee Myung-BakPresiden Republik Korea Selatan

    dok.

    info

    med

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • F O K U S 11

    Diplomasi

    Indonesia Memiliki Banyak Hal Untuk Ditawarkan Kepada Dunia

    Kevin RuddMenteri Luar Negeri Australia

    saYa mencatat suatu kebanggaan dimana kami hadir pada kelahiran demokrasi Indonesia modern sebagai pengawas perlemen pemilu Indonesia tahun 1999 di tempat pemungutan suara di Jawa Timur, pinggir kota Surabaya.

    Seperti kita dengar tentang demokrasi di Indonesia telah tumbuh berkembang sejak 1999 dan sekarang kita bisa mendengarkan presentasi dari kepala negara dan perwakilan dari domokrasi yang sedang berkembang. Pengalaman Indonesia, pengalaman dari teman-teman kita di Republik Korea, pengalaman dari tetangga-tetangga kita dan sahabat-sahabat di Timor Leste dan tantangan-tantangan yang mereha hadapi.

    Di korea, tentu saja, kita telah melihat pemimpin yang kuat dan bersemangat menangani tantangan dari suatu negara otoriter. Presdien Lee Myung-bak, anda telah melakukan hal yang luar biasa membela atas nama demokrasi Negara anda.

    Australia berada disini karena komitmen kami untuk menyebarkan semangat demokrasi lintas wilayah. Wilayah kita mempunyai sejarah dan pengalaman yang berbeda tentang demokrasi. Akan tetapi ini jelas bahwa demokrasi adalah suatu dorongan yang banyak disampaikan dengan cara yang cepat dan stabil bagi wilayah kita yang semakin meluas. Kita adalah hasil dari suatu wilayah yang lebih stabil, aman dan sejahtera.

    Hal lain karena perang diantara negara-negara demokrasi yang mapan sangatlah jarang terjadi. Karena demokrasi mengembangkan nilai HAM baik di dalam ataupun di luar negeri. Ini juga karena demokrasi melindungi keragaman dan seperti Indonesia yang memiliki kekayaan tradisi dan budaya di dalamnya. Demokrasi juga menjunjung tinggi kemakmuran dan mengurangi kemiskinan. Para pemimpin dari negara demokrasi menikmati pengesahan yang lebih luas baik dari masyarakat di dalam

    pemilu umum langsung telah diadakan di Rebuplik ini. Indonesia mempercayai demokrasi.

    Poling terakhir menunjukkan bahwa 70 persen mengatakan demokrasi adalah sistem politik terbaik bagi negara. Rakyat Indonesia memanfaatkan hak pilihnya, 70 persen dari pemilih yang terdaftar menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum di tahun 2009. Ini berada diantara rata-rata partisipasi tertinggi negara demokrasi dunia yang tidak memiliki kewajiban untuk memilih. Rakyat Indonesia juga percaya akan kekuatan pilihan mereka. 78 persen setuju bahwa pemilihan umum memberikan mereka kesempatan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan. Masyarakat Indonesia mempraktekan hak mereka untuk memilih secara damai. Pemilihan demokratis juga mengantarkan pada suatu perubahan generasi. 68 persen dari anggota DPR Indonesia berumur di bawah 50 tahun meningkat dari dari 38 persen tahun 1999. Dan perempuan sekarang terwakili lebih baik dari pada sebelumnya. Hampir 18 persen di DPR Indonesia adalah perempuan naik dari 10 persen tahun 2004. Ini adalah pertanda baik untuk kemajuan.

    Terakhir, pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa dalam demokrasi politik dan Islam adalah dapat didamaikan secara sempurna. Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia dan menjadi negara domokrasi ketiga di dunia. Dibangun atas dasar yang kokoh dengan toleransi dan pluralism yang menunjukkan bahwa Islam dan demokrasi dapat tumbuh bersama. Indonesia dengan demikian mempunyai banyak hal yang bisa ditawarkan kepada dunia seperti model dialog dan pemahaman perbedaan agama seluruh dunia.[]

    sama melanjutkan pekerjaan ini terus menerus untuk memastikan bahwa demokrasi mempunyai masa depan yang baik. Akan tetapi dalam pengamatan kami untuk berbuat lebih banyak, penting juga mengakui sejauh mana kita telah menempuhnya. Dunia telah menjadi tempat yang lebih demokratis dan demokrasi telah mengukuhkan dasar bagi stabilitas dan kemakmuran.

    Sebagaimana presiden Korea mengingatkan kita pagi ini, pada awal tahun 70-an, 29 persen dari negara-negara dunia dinilai tidak demkratis, tapi sekarang, 2009, angka terbaru tumbuh menjadi 46 persen. Asia telah membuat kemajuan yang pesat selama 40 tahun terakhir dengan 31 dari 39 negara di wilayah ini menjadi Negara yang demkratis. Unsur penting dari demokrasi, seperti aturan hukum, penegakan hukum, masyarakat sipil yang aktif, pemerintahan yang terbuka dan kebebasan media, adalah bukti akan tetapi belum jadi aturan bagi wilayah kita.

    Sejak 1998 Indonesia berkembang pesat dan menjadi contoh demokrasi di wilayah kita. Perkembangan Indonesia dari demokrasi multi partai sungguh suatu hal yang luar biasa. Semenjak transisi dimulai, lebih dari 500

    negeri ataupun oleh komunitas internasional luar negeri. Dengan demikian, demokrasi adalah sesuatu yang ideal, suatu praktek yang dikembangkan dan dilestarikan. Demokrasi adalah nilai-nilai universal. Sementara lembaga-lembaga yang demokratis, menjadi efektif, harus tumbuh dari dalam, sebagamaimana Presiden Indonesia telah mengingatkan kita di awal sambutannya.

    Australia, sebagai negara yang beragam dan multi budaya, dengan 180 perwakilan komunitas dari belahan dunia dan berbagai benua, kami memahami dengan baik akan pentingnya untuk memastikan semua elemen masyarakat ini memiliki hak suara dan terwakili secara efektif.

    Akan tetapi perlu menyadari bahwa demokrasi bagi kita semuanya adalah suatu pekerjaan yang terus menerus. Demokrasi bukan garis pemberhentian yang kita sebrangi pada satu titik tertentu dalam sejarah. Itu juga bukan suatu kotak yang kita tandai untuk mewaliki misi pencapaian. Demokrasi bukan suatu keputusan yang tidak dapat diubah. Demokrasi dapat dirusak oleh ketidakmerataan, akibat korupsi dan pemerintahan yang lemah. Kita harus bersama-

    \dai

    lyte

    legr

    aph.

    com

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • teRKaIt dengan permasalahan kekerasan terhadap TKI, masyarakat selalu melihat Arab Saudi sebagai momok utama, dan menganggap bahwa persoalan itu luar biasa. Ternyata TKI yang bermasalah di Arab Saudi itu hanya 0,6 % di tahun 2009, namun inilah yang di blowup oleh pers kita, sedangkan 99,4% lainnya yang berhasil tidak pernah ditampilkan secara berimbang.

    Keberhasilan itu bahkan terjadi di beberapa sektor. Di sektor hotel misalnya, Arab Saudi telah memanfaatkan tenaga kerja dari Indonesia sebesar 35%, mulai dari level manajer hingga bellboy. Tetapi hal ini tidak pernah di blowup oleh media kita. Jadi 99,4% yang berhasil itu tidak pernah di ketahui oleh masyarakat kita, karena yang menjadi ajang pemberitaan adalah yang 0,6% ini.

    Kami berterimakasih bahwa ini menjadi alat kontrol bagi kita untuk terus memperbaiki mekanisme dan sistem yang ada agar upaya perlindungan bagi warna negara kita menjadi semakin lebih baik. Namun demikian kita tetap tidak akan mungkin membuat hal itu menjadi 0% accident, karena dalam hal ini kita berhadapan dengan human being.

    Ketika kita membina suatu perusahaan dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja, kita selalu memberikan reward kepada perusahaan yang bisa melakukan zero accident. Mereka bisa mencapai itu, karena yang mereka hadapi lebih banyak berupa benda-benda dan sebagainya. Meskipun sasarannya adalah orang, tetapi bentuk standard kemampuannya adalah berupa komitmen terhadap penggunaan peralatan keselamatan dan kesehatan kerja.

    Di sektor formal hal itu mudah untuk di pantau, tetapi kalau di sektor domestik pemantauan itu sulit dilakukan. Namun demikian kita akan berupaya menekan angka tersebut agar menjadi 0,00 sekian, dalam artian bahwa kita berupaya ke arah yang lebih baik.

    Di Kuwait ada seorang manajer asal Indonesia yang gajinya mencapai 12 ribu Dirham (1 Dirham setara dengan 3,5 $US). Kemudian di Qatar, paka pekerja asal Indonesia juga

    memperoleh gaji yang luar biasa besarnya. Ketika mereka kita undang bertemu dengan Menaker, ternyata 99 % masyarakat Indonesia yang ada disana adalah TKI kita yang bekerja di sektor formal sebagai tenaga profesional, sehingga KBRI kita penuh dengan mobil-mobil mewah.

    Dalam hal ini kita coba menyentuh mereka untuk peduli dengan teman-teman TKI, terutama yang bekerja di sektor domestik. Mereka kadang-kadang memang share kepada teman-teman kita di KBRI untuk bisa memberikan bantuan kepada teman-teman TKI lainnya yang sedang mengalami persoalan dan ditampung di shelter KBRI, baik itu berupa pemberian makanan atau berkumpul bersama memecahkan persoalan. Itu merupakan satu hal yang positif dalam membangun network sesama TKI yang bekerja di luar negeri.

    Kemudian kita juga berupaya meningkatkan penempatan melalui koridor G to G seperti yang kita lakukan di Korea dan Jepang. Kita tahu bagaimana sulitnya menempatkan TKI ke Jepang karena standar kualifikasinya cukup tinggi. Tetapi alhamdulillah melalui koridor Economic Partnership Agreement (EPA) antara Indonesia dan Jepang,

    dibawah koordinasi Menteri Perdagangan, kita bisa menembus pasar Jepang di sektor tenaga kerja terdidik, yaitu untuk perawat dan petugas rumahsakit.

    Kemampuan tenaga kerja kita dibidang tersebut diakui oleh Jepang, hanya saja masih terkendala dalam hal penguasaan bahasa. Kita kemudian minta agar mereka memperoleh pendidikan bahasa, yang kemudian diberikan selama 6 bulan dan biayanya ditanggung oleh pemerintah Jepang. Ini merupakan capaian yang luar biasa, walaupun memang angkanya masih kecil. Sesudah 6 bulan kemudian mereka diperbolehkan untuk mengikuti test register nurse di Jepang.

    Memang di prediksi bahwa mereka tidak dalam satu kali test bisa berhasil lulus, karena bahasa Jepang itu memang cukup sulit, tetapi paling tidak mereka tetap diberikan kesempatan untuk bekerja sesudah 6 bulan sebagai asisten hingga mereka lulus. Dan meskipun angkanya kecil, saya yakin sudah ada TKI kita yang lulus di Jepang, artinya kalau dia lulus maka dia bisa tinggal di Jepang sampai pensiun dengan hak dan kewajiban yang sama dengan perawat asal Jepang yang bekerja disana.

    Jadi sebetulnya sumberdaya manusia kita itu mampu untuk itu. Sebenarnya pendekatan seperti inilah yang harus kita lakukan dengan teman-teman dari asosiasi profesi. Ketika angka tenaga kerja kita paralel untuk bisa mengisi kesempatan kerja yang masih lowong, mereka bisa mengisi pembangunan di tanah air. Tetapi ketika lulusan ataupun fresh graduate untuk skill worker atau profesional ini tidak tertampung di dalam negeri, kita bisa membuka peluang di luar negeri.

    Yang akan kita lakukan adalah metode intelijen market di luar negeri, dan tentunya melalui kerjasama dengan semua perwakilan kita. Oleh karenanya, penempatan Atase Tenaga Kerja itu sangat diperlukan bagi kami. Di satu sisi dia bisa melihat dan membantu perwakilan didalam penyelesaian permasalahan yang bersifat labour. Di luar negeri itu ada dua jenis besar permasalahan tenaga kerja, yaitu yang menyangkut labour cases dan non-labour cases.

    Kalau sudah mengarah ke kriminal, tentunya teman-teman di konsuler yang menyelesaikan.

    Tetapi ketika itu menyangkut persoalan-persoalan labour, apalagi jika negara penempatan juga sebagai anggota ILO, maka akan lebih mudah bagi kita untuk menyelesaikannya. Jadi memperkuat sistem manajemen ketenagakerjaan secara makro itu harus dapat dilakukan di perwakilan, disamping upaya untuk mencari peluang kerja yang sebesar-besarnya dan menginformasikannya kepada masyarakat.

    Kami di dalam negeri mempersiapkan dengan membangun networking dengan berbagai asosiasi, katakanlah sektor konstruksi, perawat, enginer, elektronik, migas dan lain-lainnya, semuanya memiliki asosiasi. Kita menginginkan angka TKI di sektor ini juga ter blowup di masyarakat, sehingga masyarakat tidak selalu hanya melihat kasus saja setiap harinya. Jadi ada balancing berita, ini yang harus kita lakukan.

    Dan saya juga happy terhadap perbaikan di dalam negeri, karena sudah ada pihak perbankan swasta nasional yang peduli dengan TKI melalui pembuatan film edukasi tentang TKI, terutama mereka yang bekerja di sektor domestik. Program itu memang sudah digarap sejak dua tahun yang lalu, mereka berdiskusi dengan kami untuk dapat menyampaikan satu titik edukasi background mengenai bagaimana menjadi tenaga kerja yang baik di sektor domestik. Dalam hal ini kita juga melakukan kerjasama dengan KBRI Hongkong, Konjen dan Atase Tenaga Kerja disana dan filmnya sudah selesai digarap dan sudah di putar di layar lebar pada tanggal 10 Juli 2010.

    Melalui film tersebut kita mensosialisasikan tentang TKI dan melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai bagaimana sebaiknya kita berangkat dan bagaimana sebaiknya kita berposisi untuk menentukan sikap, apakah sudah waktunya bagi kita untuk berangkat atau belum. Itulah policy-policy makro yang kita lakukan selama ini dalam upaya perbaikan mekanisme penempatan dan perlindungan TKI kita di luar negeri.[]

    Upaya Perbaikan Mekanisme Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri

    Diplomasi

    12 l E N S A

    Rostiawati Direktur Penempatan Luar Negeri, Kemenakertrans

    dok.

    dip

    lom

    asi

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • teNaga kerja wanita (Nakerwan) Indonesia yang bekerja di luar negeri memang sangat rentan mengalami penyiksaan dari majikannya. Oleh karena itu diperlukan sebuah kebijakan yang bisa melindungi dan menyelamatkan para nakerwan yang bekerja di sektor domestik ini.

    Mereka juga harus mempunyai wacana live out domestic worker, yaitu pekerja sektor domestik yang tinggal di luar rumah user (majikan). Karena kalau tinggal selama 24 jam di rumah majikan, tentunya mereka akan terisolasi dan sangat sulit untuk melakukan komunikasi.

    Saya yakin konsep live out domestic worker ini akan meminimalisir terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh majikan terhadap nakerwan sektor domestik. Konsep ini perlu direalisasikan secara bertahap mengingat cukup banyak negara penerima yang tidak memiliki regulasi tentang tenaga kerja di sektor domestik.

    Hubungan antara pengguna dengan pekerja itu sangat subjektif, dimana satu pekerja bisa menghadapi beberapa majikan, yakni suami, istri, anak, dan lain-lainnya. Apalagi UU tentang perburuhan di setiap negara itu tidak mampu menjangkau pekerja di sektor rumah tangga ini. Di Indonesia sendiri, UU tentang Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) itu tidak ada, yang ada hanya UU tentang buruh. Di luar negeri, kebanyakan juga seperti itu. Oleh karena itu, kita harus melakukan perlindungan yang sempurna dan paripurna bagi para nakerwan di sektor domestik ini.

    Mereka harus tinggal di asrama dan menjadi tenaga outsourcing yang didatangkan ke rumah. Waktu kerja mereka ditentukan selama 8 jam, dan setelah selesai bekerja, mereka kembali pulang ke asrama. Kalau ternyata tenaga mereka masih dibutuhkan setelah melewati jam kerja, maka mereka berhak mendapatkan lembur sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

    Saya rasa konsep ini cukup memadai dalam upaya kita memberikan keamanan kepada nakerwan. Jadi dengan demikian status mereka bukan sebagai buruh informal melainkan buruh formal. Konsep ini kita laksanakan secara bertahap, dan diperkirakan akan

    Dibutuhkan Kebijakan Yang Dapat Melindungi TKI

    dapat diimplementasikan secara penuh pada tiga hingga lima tahun kedepan.

    Sementara ini, konsep ini sudah kita lakukan untuk sektor pekerja sosial, seperti para perawat jompo di Kuwait. Pagi-pagi mereka datang ke rumah user untuk bekerja merawat jompo, dan kembali pulang ke asrama pada sore harinya setelah pekerjaan mereka selesai. Konsep ini juga bisa dilakukan dengan menggunakan mekanisme shift, dan sudah berjalan selama beberapa tahun ini.

    Untuk mereka yang tinggal di kompleks perkotaan yang padat, tentunya harus ada tempat tinggal yang memungkinkan bagi mereka untuk bisa dimobilisasi dengan mudah, misalnya di satu kompleks apartemen. Dengan demikian, perusahaan (agen) mereka disana dapat melakukan aktifitas antar-jemput terhadap mereka.

    Selanjutnya bisa juga dipikirkan mengenai penggunaan rumah pribadi, dan ini harus segera dimulai. Jadi mereka bisa bekerja seperti halnya para pekerja di pabrik. Ini harus bisa dilakukan oleh para agen di luar negeri, dan kalau mereka tidak bisa maka mereka tidak boleh merekrut nakerwan kita. Syarat-syarat seperti ini memang harus kita terapkan.

    Di beberapa negara penerima, seperti misalnya di Arab Saudi, paspor PLRT itu memang ditahan oleh user. Menurut kami, boleh saja paspor para nakerwan ini ditahan oleh majikannya, tetapi mereka harus diberikan kompensasi berupa pemberian handphone. Hal ini memang belum diatur, tetapi kita akan coba untuk masuk secara perlahan.

    Yang jelas, sekarang ini BNP2TKI tengah melakukan pelatihan berupa kelompok berlatih berbasis masyrakat. Pelatihan ini kita lakukan di desa-desa untuk para calon TKI. Kelompok berlatih ini bukan hanya sebagai tempat pelatihan,

    tetapi juga sebagai pusat informasi. Dengan demikian para calon TKI dapat memperoleh informasi yang lengkap jika ingin bekerja ke luar negeri dan tidak berhubungan dengan calo.

    Jadi bagi para calon TKI yang berminat untuk bekerja ke luar negeri, mereka bisa datang ke kelompok berlatih ini untuk mengikuti pelatihan dari pagi hingga sore dan kemudian kembali ke rumah. Setelah mereka terlatih dengan baik, selanjutnya barulah diproses dokumentasinya.

    Keberadaan calo itu dikarenakan adanya jarak antara pelayanan publik dengan masyarakat. Oleh karena itu, maka jarak ini kita persempit melalui pembentukan tempat-tempat pelatihan semacam itu. Sekarang ini, kelompok-kelompok berlatih tersebut sudah ada di 90 desa, dan target kami adalah 1.000 desa pada 2014-2015. Kita akan buat tempat-tempat pelatihan itu di kantong-kantong daerah pengirim bekerjasama dengan dinas-dinas di Kabupaten agar tetap terkontrol.

    Disamping itu kita juga sudah mulai menerapkan online system, yang kita awali dari Provinsi Jawa Barat, dimana pemprosesan data TKI dari Dinas Kabupaten/Kota ke BNP2TKI dilakukan secara online. Dengan demikian, maka data di

    daerah itu sama dengan data di kita, dan tidak bisa dipalsukan. Kita hanya akan memproses data yang terkirim secara online dari dinas, karena biasanya calo itu suka membuat cap dinas palsu walaupun dokumen-dokumen dari dinas itu dilindungi dengan security printing. Tapi dengan online system ini prosesnya menjadi lebih aman dan mudah.

    Dalam hal besaran upah, tentunya kita juga menerapkan upah minimum bagi para TKI. Misalnya di Timur Tengah, sebelumnya mereka menerima upah sebesar 600 Riyal dan sejak 2007 naik menjadi 800 Riyal. Sementara di Singapura, upah mereka sebelumnya adalah S$ 280, dan sekarang naik menjadi S$ 350.

    Sekarang ini ada sekitar 550 PJTKI yang beroperasi, dimana sebagian dari mereka cukup patuh dengan ketentuan yang berlaku, disamping juga cukup banyak yang bermasalah. Seluruhnya akan kita evaluasi, termasuk juga agen-agen penerima di luar negeri. Sekarang ini ada sekitar 5 (lima) juta TKI kita yang bekerja di luar negeri, baik yang legal maupun illegal. Tentunya kita akan memberikan perhatian yang penuh terhadap mereka semua, agar tidak ada lagi berita-berita yang menyedihkan dari mereka.[]

    l E N S A 13

    Diplomasi

    Jumhur HidayatKepala BNP2TKI

    dok.

    dip

    lom

    asi

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • WalauPuN secara teknis, permasalahan TKI itu merupakan tanggungjawab jajaran Kemenaker, tetapi dalam hal diplomasi untuk advokasi kepentingan warga negara, Kemlu dimana dalam hal ini KBRI, harus kita perkuat dengan keberadaan Atase Tenaga Kerja. Kami sangat mendorong agar Atase Tenaga Kerja ini segera ditempatkan di KBRI-KBRI, terutama yang selama ini memang menjadi tempat penempatan TKI dalam jumlah besar.

    Yang kedua, kami juga mendorong Kemlu untuk mengembangkan MoU atau agreement yang sifatnya G to G. Dengan Arab Saudi dan Malaysia misalnya, selama ini kita belum memiliki agreement tentang TKI, karena di Arab Saudi hal ini merupakan private sector. Dalam jumlah yang besar rasanya Kemlu akan sulit berperan banyak, kecuali jika memang sudah dicapai suatu agreement yang sifatnya G to G, dan inilah yang akan terus kita dorong.

    Yang ketiga, terkait dengan pengembangan hubungan multilateral dan bilateral Indonesia dengan negara-negara lain. Saya melihat bahwa kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah sekarang ini memiliki potensi politik dan ekonomi yang sangat besar, termasuk Irak, dimana dalam lima atau sepuluh tahun kedepan mungkin mereka bisa memiliki potensi yang sangat besar. Oleh karena itu Indonesia harus mengambil langkah-langkah yang lebih definitif dan terukur untuk penguatan kerjasama dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah melalui pembukaan perwakilan RI secara resmi disana. Dan kami berharap agar ini bisa dilakukan secara lebih progresif.

    Satu hal yang menjadi catatan kami, bahwa negara-negara Timur Tengah ini memiliki budaya diplomasi yang khas, dan inilah yang harus dikembangkan dan dimodifikasi oleh jajaran Kemlu, terutama dengan mengaktivasi semacam special envoy dari tokoh-tokoh tertentu yang secara informal bisa mengembangkan akses-akses terkait dengan hal ini.

    Selama ini sebenarnya special

    Meminimalisir Permasalahan TKI

    envoy itu sudah ada, seperti misalnya bapak Alwi Shihab, tetapi saya kira kita bisa membuat sebuah tim, dimana ada lebih banyak orang-orang di Indonesia yang sebenarnya memiliki akses yang bagus dalam hal pendekatan kultural informal ini. Mereka bisa membantu untuk mempermudah dan memperlancar upaya-upaya yang dilakukan oleh Kemlu terkait pencapaian MoU atau agreement tentang TKI. Sasaran kita terutama adalah negara-negara seperti Malaysia, Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab, karena hal ini sangat penting. Apalagi sebenarnya memang banyak persoalan yang bisa diselesaikan melalui diplomasi informal sebelum melakukan diplomasi formal.

    Hampir 80% masalah TKI itu sifatnya permisif dan imbasnya banyak problem di dalam negeri. Jika kemudian kita tempatkan Atase Tenaga Kerja di KBRI, maka secara finansial itu akan di backup dari anggaran Kemenaker. Jadi dalam anggaran Kemenaker, termasuk BNP2TKI, mungkin memang akan ada alokasi anggaran untuk penyelesaian dan perlindungan warga, khususnya TKI di luar negeri. Hal ini yang memang belum signifikan, padahal pemasukan

    Kemenaker dan BNP2TKI dari TKI itu sangat besar.

    Kemenaker dan BNP2TKI harus melakukan kerjasama secara teknis terkait perlindungan warga di luar negeri. Di dalam negeri, kerjasama teknis ini bersifat preventif, sementara di luar negeri mereka harus melakukan edukasi dan advokasi bersama-sama dengan Kemlu, dan kemudian melakukan upaya penguatan terhadap pola-pola kerjasama tersebut, karena hal itu tidak mungkin bisa dilakukan hanya oleh pejabat dari Kemlu. Jika ada Atase Teknis Tenaga Kerja, maka merekalah yang akan menangani hal ini secara lebih teknis.

    Dalam hal kerjasama secara bilateral, kita bisa ambil contoh dari Singapura, dimana mereka membuat suatu persyaratan-persyaratan rekrutmen dan juga kerjasama yang sudah sangat sistematis, sehingga tidak ada yang namanya TKI illegal disana.

    Sementara di beberapa negara seperti Malaysia, mereka memang memiliki kepentingan dengan keberadaan TKI illegal ini, karena dengan begitu mereka bisa membayar dengan murah, dan jika ada permasalahan mereka juga bisa berlepas tangan. Inilah

    yang harus kita atasi, dan hal ini tidak saja menuntut komitmen dari Kemenaker dan BNP2TKI, tetapi Kemlu juga harus membuka jalan agar pemerintah Malaysia bersedia secara terbuka untuk melakukan kerjasama yang lebih sistematis.

    Segala permasalahan mengenai TKI itu akan dapat di minimalisir kalau yang kita kirim itu merupakan tenaga-tenaga yang terampil, dimana dalam hal ini secara otomatis ada standarisasi pendidikan, baik formal maupun informal. Sementara ini hal itu tidak ada, sedangkan sebagian besar atau sekitar 60 % TKI itu bekerja di sektor informal. Dari sisi ini saja, ini sudah merupakan suatu permasalahan.

    Tentunya masalah penegakan hukum juga harus kita perhatikan, tetapi yang paling penting dalam hal ini adalah komitmen dari Kemenaker dan BNP2TKI, karena kalau tidak maka Kemlu akan cuci piring terus. Jika semuanya sudah kita benahi, maka kalaupun kemudian Kemlu masih harus cuci piring, setidaknya hanya piring-piring yang kecil dan bukan piring-piring yang besar.[]

    14 l E N S A

    Drs. Mahfudz siddiq, M.si. Ketua Komisi I DPR RI

    dok.

    dak

    wat

    una.

    com

    Diplomasi

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • KIta harus memahami bahwa peluang kerja di daerah itu relatif terbatas, dan oleh karena itu maka pilihannya adalah melakukan migrasi, dimana dalam hal ini sebagian masyarakat di desa-desa itu memilih untuk menjadi buruh migran. Jadi pilihan ini sebenarnya lebih kepada faktor ekonomi, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, baik itu bagi yang sudah menikah maupun yang belum menikah.

    Mereka sebenarnya bisa saja memilih bekerja di kota-kota besar, tetapi tentu saja image-nya akan berbeda jika mereka bekerja di luar negeri. Jadi saya rasa, dalam hal ini mereka bukan hanya mencari pekerjaan semata, tetapi juga terkait dengan image, karena bagi sebagian TKW, bekerja di luar negeri itu lebih membanggakan ketimbang bekerja di Jakarta, misalnya.

    Selain itu juga ada referensi, bahwa kalau mereka bekerja di Timur Tengah nanti bisa naik haji, meskipun sekarang ini juga sudah banyak yang bekerja di Taiwan dan Hong Kong. Oleh karena itu sekarang ini ada sebutan TKW Ringgit, TKW Dinar dan sebagainya. Negara yang mereka tuju, umumnya juga sangat ditentukan oleh latar belakang pendidikan mereka. Ada indikasi bahwa TKW yang bekerja di Timur Tengah memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah daripada TKW yang bekerja di Hong Kong.

    Di sisi lain, pilihan negara tujuan itu juga terkait dengan jaringan atau social network. Misalnya mereka yang berasal dari Malang Selatan akan cenderung memilih bekerja ke Hong Kong, karena di sana mereka memiliki banyak teman. Figur keberhasilan teman-teman mereka juga menjadi inspirasi bagi sebagian buruh migran. Sementara pengalaman negatif sebagian orang, itu tidak membuat mereka takut untuk tetap bekerja ke luar negeri, karena hal ini berkaitan dengan sikap mental mereka. Banyak dari mereka yang memaknai bahwa pengalaman negatif itu merupakan nasib atau memang sudah rezekinya. Kalau ada TKW yang

    dianiaya, maka dikatakan bahwa nasib dan rezekinya TKW tersebut memang seperti itu. Para pekerja migran sektor domestik kita, selama ini sifatnya memang lebih kepada emosional dan

    jaringan, berbeda dengan para pekerja migran dari Filipina yang lebih rasional. Kasus yang menimpa buruh migran kita terkait dengan misunderstanding ataupun cross culture communication, semua ini terkait dengan kesiapan mental dan kemampuan bekerja mereka yang masih terbatas. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita bisa menumbuhkan kinerja itu sebagai dasar dari profesionalitas. Filipina sudah menjual profesional ini, tapi kalau kita masih belum. Oleh karenanya maka UU Penempatan Tenaga Kerja itu terus diperjuangkan.

    Di Hong Kong, orang-orang disana lebih profesional, karena disana ada kontrak kerja yang baik. Tenaga kerja kita diberi happy hour dan juga jam kerja yang jelas. Oleh karena itu kita harus dorong mereka sebagai pekerja rumah tangga dan bukan sebagai pembantu yang membuat posisi mereka menjadi lemah. Mereka itu bukan domestic servant, tetapi pekerja rumah tangga yang memiliki hak yang jelas.

    Sebenarnya ini merupakan perbudakan zaman modern, karena komoditi yang laku di pasar adalah tenaga kerja. Oleh sebab itu pula maka ada perempuan-perempuan yang menjadi korban perdagangan orang, karena kultur masih mengenal hal tersebut.

    Malaysia mungkin tidak memiliki kultur perbudakan, tapi TKW kita banyak yang diperbudak, karena TKW kita dikenal kuat bekerja dengan gaji rendah. Disamping itu juga ada faktor kedekatan budaya, dimana dibanding Filipina, mereka lebih suka menggunakan TKW kita. Namun posisi tawar TKW kita lemah, karena perlindungan yang diberikan juga lemah.

    Kalau TKW ini hanya dilihat sebagai penambah devisa dan tidak dianggap sebagai pekerja, maka hal ini akan menimbulkan permasalahan yang berlarut-larut, karena perlindungan terhadap mereka memang masih lemah. Dalam hal ini kita cenderung menggunakan pendekatan kuratif dan bukan pendekatan preventif, sehingga hanya bersifat reaksioner.

    Kalau kita memiliki sistem yang cukup memadai, seperti misalya aturan main yang jelas dari sejak rekrutmen, pelatihan, pembekalan, pemberangkatan hingga kembali ke tanah air, maka tidak akan ada kasus. Saya melihat sendiri, bagaimana buruh migran itu kesulitan dalam mengisi data di imigrasi, itu dikarenakan mereka under qualified. Kalau masalahnya seperti ini, maka dengan sendirinya itu akan merendahkan martabat bangsa.

    Memang benar bahwa kita juga mengirim yang skilled worker seperti misalnya perawat. Tapi yang sering bermasalah itu adalah yang unskilled worker, karena hanya sebagai pembantu maka difikirnya hanya akan melakukan pekerjaan perempuan seperti memasak dan menyetrika dan menganggap tidak perlu melakukan pelatihan yang memadai, dan pada akhirnya hanya dilatih ala kadarnya. Ini sangat berbeda dengan tenaga perawat yang dibekali dengan kursus bahasa dan dilengkapi dengan sertifikasi.

    Jika TKW ini masih dilihat sebagai komoditi yang menguntungkan bagi sebagian pihak, ini merupakan pemikiran jangka pendek dan tidak mempunyai orientasi jangka panjang, oleh karena itu maka sistem manajemennya tidak cukup memadai untuk menangani buruh migran.

    Kalau yang kita kirim itu low skilled worker, maka kesannya adalah kita yang membutuhkan pekerjaan itu. Padahal faktanya negara-negara penerima itu juga membutuhkan kita. Seharusnya hal ini dilihat sebagai kebutuhan bersama, sehingga tidak terjadi perlakuan yang semena-mena.

    Kita harus melakukan moratorium sebagai bentuk ketegasan, dan reaksi-reaksi yang muncul karena hal ini merupakan tantangan yang harus kita hadapi. Ketika kita berbicara tentang buruh migran, maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan. Kalau kemudian nasib mereka di sana tidak jelas, maka cara untuk melindunginya adalah dengan menghentikan pengiriman.

    Apalagi para buruh migran perempuan ini juga menjadi korban di beberapa level. Di daerahnya mereka terlilit utang karena sebagian besar meminjam uang kepada rentenir untuk bisa berangkat bekerja ke luar negeri. Lalu di PJTKI ada yang mengalami masalah keterbatasan makanan, karena terkadang yang difikirkan itu hanya bagaimana mengirim TKW sebanyak-banyaknya tapi tidak memperhatikan masalah kualitas dan profesionalitas TKW itu sendiri.

    Masalah buruh migran ini memang sangat kompleks dan memiliki multiplier effect mulai dari hulu sampai hilir. Tetapi yang jelas dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam upaya perlindungan mereka dan jangan dibiarkan berlarut-larut sehingga tidak ada penyelesaian. Selanjutnya pemerintah juga harus melakukan penguatan ekonomi masyarakat, karena selama tawaran bekerja ke luar negeri itu tampak menguntungkan, maka masih banyak orang yang berpikir untuk bekerja ke luar negeri, apalagi didorong oleh kebutuhan ekonomi yang besar.

    Kalau kita tetap ingin melakukan pengiriman, maka sistemnya harus dibenahi dan paradigmanya juga dirubah, karena bagaimanapun para migrant worker itu adalah ujung tombak dan duta bangsa. Mereka adalah manusia yang bisa meningkatkan potensi bangsa lain.[]

    Perlindungan TKICenderung Menggunakan Pendekatan Kuratif bukan Pendekatan Preventif

    Ida Ruwaida Sosiolog dan Pengajar di UI

    l E N S A 15

    Diplomasi

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • Optimalisasi Pelayanan dan Perlindungan WNI di Luar Negeri

    PaDa tingkat pusat, Kementerian Luar Negeri terus melakukan langkah dan upaya untuk menangani akar permasalahan WNI/TKI yang terjadi di dalam negeri. Berbagai upaya dan langkah strategis yang dilakukan, antara lain dengan membentuk grand design sebagai suatu policy paper yang dapat digunakan sebagai guidance oleh seluruh stakeholder, termasuk Perwakilan RI, dalam memberikan pelayanan dan perlindungan WNI di luar negeri.

    Melakukan koordinasi dan harmonisasi dengan Kementerian/Lembaga terkait, parlemen, lembaga swadaya masyarakat (LSM), media massa dan stakeholder terkait lainnya melalui forum kelompok kerja (Pokja) yang terdiri dari: (i) Pokja Penguatan Koordinasi Antar Kementerian/Lembaga; (ii) Pokja Trans-national Crime; (iii) Pokja Penanganan Kasus-Kasus Hukum WNI di Luar Negeri; (iv) Pokja Public Awareness Campaign; dan (v) Pokja Repatriasi.

    Forum Pokja dimaksud diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan sehingga

    seluruh unsur masyarakat well informed terhadap permasalahan yang ada serta upaya-upaya penanganan yang dilakukan oleh Kemlu maupun Perwakilan RI di luar negeri. Dalam hal ini, forum Pokja ini diharapkan dapat dijadikan wadah peran serta aktif seluruh unsur masyarakat sehingga pengananan terhadap permasalahan WNI di luar negeri tidak lagi dilakukan secara parsial namun secara komprehensif.

    Secara berkala (setiap tiga bulan sekali), Kementerian Luar Negeri juga akan melakukan pertemuan dengan unsur Kementerian/Lembaga terkait di tingkat Eselon II guna sinkronisasi informasi maupun kebijakan di bidang perlindungan WNI di luar negeri. Melalui forum ini diharapkan dapat terbentuk keselarasan informasi, tupoksi, plan of action, alokasi anggaran, maupun upaya penanganan permasalahan yang terjadi.

    Dalam rangka mengoptimalkan pelayanan dan perlindungan WNI di luar negeri, diperlukan adanya sinergi diantara Perwakilan RI dan Pusat guna menerapkan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan

    bagi penanganan permasalahan terkait WNI di luar negeri, terutama hal-hal yang telah dirumuskan bersama dalam forum-forum tersebut di atas. Sinergi antara pusat dan Perwakilan RI di luar negeri dalam hal ini dapat dibentuk dengan suatu komunikasi yang intensif dan berkesinambungan dalam penanganan setiap isu perlindungan.

    Sesuai dengan arahan Menteri Luar Negeri, terkait dengan upaya pelayanan dan perlindungan WNI di luar negeri, Perwakilan RI secara konsisten dan persisten dapat melakukan langkah-langkah, antara lain:

    Membangun dan mengembangkan jejaring (networking) dengan counterpart-nya masing-masing, khususnya yang terkait dengan perlindungan WNI di luar negeri. Networking tersebut kiranya dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendekatan second track kepada unsur-unsur terkait di wilayah akreditasi yang pada akhirnya diharapkan mampu menghilangkan hambatan-hambatan birokrasi dalam

    penanganan permasalahan WNI di negara setempat.

    Melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap permasalahan yang mungkin timbul terhadap WNI di negara setempat. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan public awareness campaign dengan sasaran WNI yang berada di wilayah akreditasi. Salah satu contoh manifestasi public awareness campaign ini adalah welcoming program bagi para TKI yang baru tiba di negara tujuan penempatan sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa Perwakilan RI. Perwakilan RI kiranya dapat secara fleksibel melakukan upaya pencegahan dimaksud sesuai dengan karakteristik wilayah akreditasinya masing-masing.

    Mengefektifkan early detection terhadap permasalahan yang mungkin menimpa WNI di wilayah akreditasinya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberdayakan unsur masyarakat setempat, seperti perkumpulan masyarakat, perhimpunan mahasiswa, maupun organisasi kemasyarakatan yang ada. Informasi yang diperoleh dari unsur-unsur masyarakat tersebut kiranya dapat diidentifikasi, diolah dan direspon oleh Perwakilan sehingga potensi permasalahan yang mungkin timbul dapat diredam sedini mungkin.

    Memberikan perlindungan kepada WNI yang mengalami permasalahan di wilayah akreditasnya pada kesempatan pertama (immediate response) dan tidak melimpahkannya kepada pihak ketiga. Perwakilan RI secara langsung dengan cepat merespon dan memberikan perlindungan dengan berbagai pendekatan, baik hukum, kemanusiaan, maupun politis. Upaya perlindungan tersebut, termasuk di dalamnya pengelolaan penampungan (shelter) Perwakilan RI, khususnya pada negara-negara yang menjadi tujuan penempatan TKI.[] (Sumber : Dit. PWNI/BHI Kemlu)

    16 l E N S A

    dok.

    kbr

    isin

    gapu

    ra

    Diplomasi

    Suasana pelayanan ke-konsuleran di KBRI Singapura yang cepat, ramah dan nyaman sehingga memperoleh ISO 9001. Optimalisasi pelayanan ini merupakan hasil dari benah diri Kemlu yang dilakukan secara konsisten sejak 2002.

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • JuMlaH TKI yang berada di luar negeri sekarang ini, tercatat sebanyak 3.294.009 orang, dengan rincian berada di Afrika sebanyak 4.439 orang atau 1%, di Eropa 59.735 orang atau 2%, di Amerika 130.851 orang atau 4%, di Pasifik 55.591 orang atau 2%, di Asia Tenggara 249.100 orang atau 7%, di Malaysia 1.410.787 orang atau 42%, di Asia Timur 359.844 orang atau 11%, di Asia Selatan 2.760 orang atau 1%, di Timur Tengah 379.963 orang atau 11% dan di Arab Saudi 641.039 orang atau 19%.

    Di Arab Saudi, tenaga kerja Indonesia (TKI) lebih banyak terkonsentrasi di Riyadh dan Jeddah, masing-masing berjumlah 225.453 orang (35%) dan 415.586 orang (65%). Sementara di Malaysia, sebaran TKI lebih banyak terkonsentrasi di Kuala Lumpur, yaitu sebanyak 620.817 orang (44%), di Penang sebanyak 298.318 orang (21%), di Johor Bahru sebanyak 202 352 orang (14%), di Kuching sebanyak 254.111 orang (18%) dan di Kota Kinabalu sebanyak 35.189 orang (3%).

    Sementara itu, jumlah WNI/TKI yang berada di penampungan Perwakilan RI di berbagai negara pada tahun 2010, tercatat sebesar 15.766 orang. Dengan digalakannya upaya pelayanan warga, maka pada akhir tahun 2010 atau tepatnya pertanggal 12 Desember 2010, jumlahnya berhasil diturunkan menjadi 1.398 orang.

    Perwakilan RI yang menampung WNI/TKI bermasalah adalah ; KBRI Amman (220 orang), KBRI Bandar Sri Begawan (52 orang), KBRI Damaskus (45 orang), KBRI Doha (44 orang), KBRI Singapura (106 orang), KBRI Abu Dhabi (88 orang), KBRI Kuala Lumpur (115 orang), KBRI Kuwait City (195 orang), KBRI Riyadh (176 orang), KJRI Dubai (65 orang), KJRI Hongkong (2 orang), KJRI Jeddah (118 orang), KJRI Johor Bahru (55 orang), KJRI Kota Kinabalu (18 orang), KJRI Kuching (51 orang), dan KJRI Penang (48 orang).

    Kasus WNI/TKI bermasalah di luar negeri pada tahun 2010 berjumlah 16.064 kasus, dimana di Afrika sebanyak 101 kasus, di Eropa 67 kasus, di Amerika 37 kasus,

    di Pasifik 93 kasus, di Asia 3.113 kasus, di Malaysia 2.066 kasus, di Timur Tengah 6.345 kasus, dan di Arab Saudi 4.242 kasus. Untuk kasus-kasus WNI/TKI bermasalah yang terjadi di wilayah Afrika, Eropa, Amerika dan Pasifik, pada umumnya adalah berupa kasus ABK dan overstayers.

    Jumlah kasus WNI/TKI bermasalah yang telah ditangani oleh Perwakilan RI dan Kementerian Luar Negeri RI pada tahun 2010, khusus untuk kawasan Asia dan Timur Tengah adalah sebanyak 15.766 kasus, masing-masing sebanyak 5.179 kasus di Asia dan 10.587 kasus di Timur Tengah. Dari sejumlah 3.113 kasus yang ada di Asia, sebanyak 2.953 kasus (95%) sudah diselesaikan, dan sebanyak 160 kasus (5%) masih dalam proses penyelesaian. Sementara di Malaysia, dari 2.066 kasus yang ada, sebanyak 1.779 (86%) sudah diselesaikan dan yang masih dalam proses penyelesaian sebanyak 287 kasus (14%).

    Kasus-kasus yang telah diselesaikan pada umumnya dibagi dalam tiga jenis kasus, yaitu kasus

    repatriasi, meninggal dunia dan kasus-kasus lainnya, seperti kembali lagi ke majikan awal, pindah ke majikan lain, dan dikirim ke kantor polisi untuk di deportasi (khususnya di wilayah Timur Tengah). Kasus repatriasi yang telah diselesaikan sebanyak 6.287 kasus atau 44%, meninggal dunia sebanyak 1.297 kasus atau 9%, dan kasus lain-lain sebanyak 6.784 atau 47%.

    Jumlah WNI/TKI yang meninggal dunia di luar negeri karena kecelakaan kerja sepanjang 2009-2010 adalah sebanyak 1.297 orang. Sebagian, yaitu sebanyak 882 jiwa (68%) dimakamkan di luar negeri, sementara sebagian lagi, yaitu sebanyak 415 jiwa (32%), dimakamkan di dalam negeri.

    Kasus repatriasi dan deportasi terhadap WNI/TKI di luar negeri sepanjang Januari hingga Desember 2010, adalah sebanyak 6.287 kasus repatriasi dan 2.872 kasus deportasi. Jika dilihat berdasarkan kawasan, maka kasus repatriasi yang terjadi di Timur Tengah (minus Arab Saudi), berjumlah 1.397 kasus atau 22%. Sementara yang terjadi di Arab Saudi sebanyak 1.236 kasus atau 20%, dan di Malaysia sebanyak 3.322 kasus atau 53%, dan di kawasan lainnya sejumlah 332 kasus atau 5%.

    Sementara untuk kasus deportasi berdasarkan kawasan sepanjang tahun 2010, di Malaysia sebanyak 15.021 kasus atau 51%, di Arab Saudi sebanyak 13.660 atau 48%, dan di kawasan lainnya sebanyak 40 kasus atau 1%.

    Jumlah WNI/TKI yang terancam hukuman mati di luar negeri, yaitu berjumlah 210 orang. Di Arab Saudi sejumlah 23 orang, di Malaysia sejumlah 176 orang, dan di China sejumlah 11 orang. Jumlah WNI/TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia dibedakan dalam dua kategori, yaitu hukuman mati karena kasus narkoba dan kasus non narkoba, masing-masing adalah sejumlah 141 orang (80 %) karena kasus narkoba, dan 35 orang (20%) karena kasus non narkoba.[]

    (Sumber : Dit. PWNI/BHI Kemlu)

    Data Kasus WNI di Luar Negeri

    l E N S A 17

    dok.

    wor

    dpre

    ss.c

    om

    Diplomasi

    Para TKW bermasalah mendapat pengarahan dari pejabat KBRI Kuwait. Setiap tahun rata-rata Kedutaan Besar RI Kuwait menampung sekitar 2.000 tenaga kerja wanita bermasalah yang kabur dari majikan.

    15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011 No. 39 Tahun IV15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2011No. 39 Tahun IV

  • Mekanisme Perlindungan Kepentingan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum

    Indonesia (BHI) di Luar Negeri

    Sekolah TKW untuk TKW BermasalahPaDa Januari-Juni 2011, KJRI Dubai merencanakan penyelenggaraan Sekolah TKW bagi para TKW bermasalah yang berada di penampungan sementara KJRI dan sedang menunggu penyelesaian permasalahannya. Sekolah TKW ini bertujuan untuk meningkatkan peran Perwakilan dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat Indonesia, terutama kepada para Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT/TKW).

    Sekolah TKW itu sendiri telah dibuka secara resmi oleh Konjen RI, Mansyur Pangeran pada 21 Desember 2010. Materi pelajaran yang akan diberikan di Sekolah tersebut antara lain berupa pelajaran bahasa Inggris, menjahit, membuat aksesoris, menata meja dan menghidangkan makanan, serta didukung oleh para pengajar yang berasal dari ibu-ibu masyarakat yang juga merupakan anggota DWP KJRI Dubai. Selain itu Sekolah TKW tersebut juga diharapkan dapat memberikan pembekalan keterampilan kepada para TKW saat mereka kembali ke tanah air.

    Dalam sambutannya, Konjen RI, Mansyur Pangeran, meminta agar para TKW bermasalah

    yang berada di penampungan sementara KJRI Dubai dapat mem