paradigma pembangunan kesehatan bangsa: agama, alam, dan pelayanan kesehatan
DESCRIPTION
solusi cerdas mahasiswa farmasi indonesia untuk memajukan kesehatan bangsaTRANSCRIPT
PARADIGMA PEMBANGUNAN KESEHATAN BANGSA :
AGAMA, ALAM, DAN PELAYANAN KESEHATAN
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh
kehidupan penduduknya dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh
wilayah RI (Depkes RI, 1999).
Ironisnya, kondisi perilaku hidup masyarakat Indonesia saat ini jauh dari
pola hidup sehat. Gaya hidup modern yang tidak sehat, dan diikuti dengan tidak
teraturnya pola makan, mengakibatkan tingkat kesehatan manusia semakin
merosot. Padahal, Islam telah megajarkan pola hidup sehat sesuai yang
dicontohkan Rasul. Hal ini bukan dimaksudkan untuk menjustifikasi, berkaitan
bahwa masyarakat Indonesia bukan hanya memeluk agama Islam, tetapi ajaran
pola hidup sehat sudah sepatutnya dilaksanakan seluruh masyarakat demi
meningkatkan kesehatan bangsa.
Pelayanan kesehatan khususnya program JKN yang dikelola BPJS juga
belum memiliki infrastuktur yang baik. Oleh karena itu, pola hidup sehat menurut
Islam dan pelayanan kesehatan yang bermutu harus dijunjung tinggi dalam
mencapai pembangunan kesehatan bangsa.
Ungkapan “Anda adalah apa yang anda makan” (You are what you eat)
kini kian nyata kebenarannya. Berbagai penelitian secara saksama bertahun-tahun
membuktikan betapa gizi dalam makanan yang dikonsumsi secara menetap
menentukan kondisi fisik dan mental seseorang. Namun, pengertian “makan”
bukan hanya berarti jenis makanan itu sendiri, melainkan juga pola makannya.
Makanan yang baik jika dikonsumsi dengan cara yang salah bisa berakibat tidak
baik (Bangun, 2003).
Hal ini sesuai dengan pola makan yang diajarkan Islam. Islam
membolehkan segala makanan yang telah dihalalkan oleh Allah swt. Dengan
syarat tidak berlebih-lebihan (Qs, al-A’raf:31) atau dengan kata lain makanan
yang seimbang.
Sebaliknya, pola makan yang tidak sehat dan menjamurnya masakan siap
saji hingga penambahan bahan pengawet, pewarna dan perasa buatan pada
makanan, juga kerap menjadi pemicu berkembangnya penyakit degeneratif,
seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung, stroke, kanker, diabetes melitus
dan penyakit lainnya (Yuliarti, 2009)
Jika penyakit ini dan berbagai jenis penyakit lainnya telah timbul,
sejatinya manusia dengan perkembangan ilmu pengetahuannya telah menemukan
berbagai macam obat-obatan. Terdapat dua bahan dasar obat-obatan, yaitu bahan
aktif yang disarikan dari tumbuhan obat. Kedua, bahan kimiawi yang diproduksi
manusia. Pada prinsipnya, obat dari bahan kimia ini sering menimbulkan berbagai
efek samping sehingga justru timbul penyakit baru. Dengan demikian,
mengonsumsi obat dari tumbuhan atau dalam istilahnya, back to nature jauh lebih
aman.
Allah swt. Berfirman :
“Dialah yang menurunkan air hujan dari langit. Lalu kami tumbuhkan
dengan itu segala macam tumbuh-tumbuhan. ... Dan dari mayang kurma
mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, juga kebun-kebun anggur. Serta
(Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak
serupa. Perhatikanlah buahnya pada waktu pohonnya berbuah, dan
(perhatikan pula) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”
(Qs. al-An’am:99)
Dan khusus untuk buah kurma, Allah mengistimewakannya yang telah
tertuliskan dalam beberapa ayat. Allah swt. menyebutnya di 20 tempat yang
berbeda di dalam Al-Qur’an dengan memakai lafadz pohon kurma : an
– Nakhl,an-Nakhiil atau an-Nakhlah.
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak surat yang menjelaskan tentang kurma
diantaranya yaitu: Ar-Rahman: 11, Al-Qaf:10, Yaasiin: 67, Ar-Ra’du: 4, Maryam:
25-26 Al-An’am: 141, An-Nahl: 11, An-Nahl: 67, Al-Isra’: 91, Al-Kahfi:32, At-
Taha: 71,Al-Mu’minun: 19, Yaasiin: 34, Qamar: 20, Ar-Rahman: 68, Al-Haaqah:
7 dan ‘Abasa: 29, dan lain-lain.
Seperti yang kita ketahui, ilmu kedokteran juga telah mebuktikan bahwa
banyak sekali manfaat kurma, antara lain:
1. Kurma kering (Tamr) dapat menguatkan sel-sel usus dan membantu
melancarkan saluran kencing, karena mengandung serabut-serabut
yang bertugas mengontrol laju gerak usus dan menguatkan rahim
tatkala melahirkan.
2. Kurma basah (ruthab) mencegah terjadinya pendarahan pada wanita
saat melahirkan dan mempercepat pengembalian posisi rahim seperti
semula. Hal ini disebabkan adanya hormone oksitosin.
3. Dapat mencegah stroke, karena mengandung unsur kalium yang tinggi
yang dibutuhkan untuk mengatur denyut nadi jantung, mengaktifkan
kontraksi otot dan membantu mengatur tekanan darah.
4. Kurma mengandung salisilat yang dikenal sebagai bahan baku aspirin,
obat pengurang rasa sakit dan demam.
5. Kurma mengandung vitamin A yang baik dimana ia dapat memelihara
kelembapan dan kejelian mata, pertumbuhan tulang, metabolisme
lemak, kekebalan terhadap infeksi, kesehatan kulit dan menenangkan
sel-sel syaraf.
Mengenai Obat Herbal dan Fitofarmaka, Indonesia memiliki lebih kurang
30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di antaranya termasuk tumbuhan
berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh industri jamu tradisional)
merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka. Obat herbal telah diterima
secara luas di negara berkembang dan di negara maju. Menurut WHO, hingga
65% dari penduduk negara maju dan 80 % dari penduduk negara berkembang
telah menggunakan obat herbal.
Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal adalah
usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik
meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di
antaranya kanker.
Berikut grafik yang menunjukkan prevalensi penyakit kanker (‰)
berdasarkan diagnosis dokter/gejala menurut provinsi tahun 2013.
Sumber: Riskesdas 2007 dan 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI.
Pada tahun 2000 diperkirakan penjualan obat herbal di dunia mencapai
US$ 60 milyar. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk
herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan
penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker.
Hal ini menunjukkan dukungan WHO untuk back to nature yang dalam
hal tertentu lebih menguntungkan. Untuk meningkatkan keselektifan pengobatan
dan mengurangi pengaruh musim dan tempat asal tanaman terhadap efek, serta
lebih memudahkan dalam standardisasi bahan obat maka zat aktif diekstraksi lalu
dibuat sediaan fitofarmaka atau bahkan dimurnikan sampai diperoleh zat murni.
Setelah pola hidup sehat dan penggunaan obat alam, poin selanjutnya yaitu
pelayanan kesehatan yang bermutu dan adil. Poin ini memerlukan perhatian
khusus dari berbagai pihak, khususnya Pemerintah dan Menteri Kesehatan. Masih
banyak masyarakat yang mengeluhkan performa pelayanan kesehatan khususnya
di Rumah Sakit. Bahkan, pada 15 Desember 2014 lalu, anggota DPR Fraksi
NasDem, Ahmad Sahroni, mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan, Nila
Moeloek dan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama terkait buruknya
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, khususnya pengguna
JKN oleh BPJS.
Program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS ini belum terlaksana
dengan baik disebabkan oleh beberapa faktor, seperti infrastruktur yang belum
memadai, yaitu belum memenuhi Standar Pelayanan Medik Nasional (SPMN),
lalu faktor minimnya sosialisasi ke pengguna JKN secara langsung.
Tidak seperti Program Asuransi Swasta lainnya yang memiliki buku
panduan praktis untuk penggunanya, yang mana mencakup informasi jelas
mengenai apa yang menjadi hak pengguna dan apa yang harus ditanggung
pengguna, sehingga pengguna asuransi tersebut tidak merasa bingung.
Kebingungan ini terjadi pada pengguna JKN oleh BPJS, khususnya untuk
program rujuk balik, yang mana program ini harus dilakukan berjenjang, mulai
dari pengobatan di puskesmas, RSUD, baru kemudian RS rujukan nasional. Dari
49.536 pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam, sebanyak 25% ke Poli Diabetes
Melitus. “bila pasien mengerti rujuk balik, maka RSCM bisa menekan antrean
pasien” ujar dr.Em Yunir, SpPD-KEMD.
Antrean yang panjang juga terjadi pada antrean operasi khususnya di
RSCM. Bahkan banyak pasien yang meninggal saat tengah mengantre, hal ini
sangat disayangkan. Seperti yang dikemukan Bina Upaya Kesehatan Kementrian
Kesehatan, Prof.DR.dr. Akmal Taher, Sp. U (K) "Antrean serius untuk mendapat
layanan operasi sangat kita perhatikan saat ini. Sehingga kami pikir jalan
keluarnya dibagi dalam jangka panjang dan pendek,"
Ke depan, pemerintah menyiapkan rumah sakit rujukan regional yang bisa
dimanfaatkan pasien BPJS di daerah. “Saat ini sudah ada 110 RS Rujukan
Regional yang sedang disiapkan sistemnya.”
Sedangkan untuk jangka pendek, adalah membenahi sistem rujukan sehingga
pasien BPJS tertib. Artinya, pengobatan bisa dilakukan mulai dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas atau klinik kemudian dirujuk ke
rumah sakit. Selain itu, solusi lainnya adalah penambahan fasilitas dan mendirikan
rumah sakit swasta.
Berdasarkan fakta di atas, jelaslah bahwa pembangunan kesehatan yang
bermutu dan adil tidak luput dari faktor kesadaran dan kemauan masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat, penggunaan obat yang minim efek samping, seperti obat
herbal, serta perbaikan infrastruktur pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan
oleh BPJS.
Sehingga saya mempunyai solusi seperti berikut:
1. Sebaiknya masyarakat merubah paradigma pola hidupnya menjadi pola
hidup sehat.
2. Sebaiknya Indusrti Farmasi Indonesia meningkatkan produksi Obat Herbal
dari alam Indonesia sehingga menekan dampak efek samping atau
komplikasi penyakit, dan agar mampu menunjukkan eksistensi mandiri
terhadap Farmasi Global.
3. Sebaiknya Pemerintah dan Menteri Kesehatan memperbaiki infrastruktur
sistem pelayanan kesehatan BPJS agar sesuai Standar Pelayanan Medik
Nasional (SPMN).
4. Sebaiknya Pemerintah dan Menteri Kesehatan bertindak cepat dalam
membangun RS rujukan regional yang mempunyai fasilitas lengkap.
5. Sebaiknya mahasiswa farmasi bersama Organisasi Kefarmasian seperti
ISMAFARSI membantu Tenaga Kesehatan dalam sosialisasi Program
JKN oleh BPJS secara langsung dan jelas, sebab sosialisasi melalui
internet masih dirasa kurang efektif karena masih banyak masyarakat yang
belum mampu mengakses internet.
DAFTAR PUSTAKA
EY Sukandar. Perkembangan keilmuan farmasi masa kini. Diakses dari
http://www.itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf
http://health.liputan6.com/read/2208257/2-tantangan-berat-bpjs
LT Maas. 2011. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29986/5/Chapter%20I.pdf