parade bhinneka tunggal ika saatnya silent majority tampilgelora45.com/news/sp20161119_02.pdf ·...

1
[JAKARTA] Parade Bhinneka Tunggal Ika yang berlangsung di Jakarta, Sabtu (19/11), menunjukkan seja- tinya masih lebih banyak elemen bangsa yang meng- hendaki kebinekaan tumbuh subur dan NKRI tegak ber- diri. Golongan tersebut yang selama ini berdiam diri menjadi silent majority, kini mulai tampil merespons perkembangan situasi politik di Tanah Air. Aksi yang mereka laku- kan, adalah untuk mengingat- kan pentingnya merawat dan memberi tempat bagi Bhinneka Tunggal Ika untuk tetap hidup. Hal itu sekaligus membangkitkan kesadaran kolektif, bahwa NKRI bisa tetap tegak berdiri, karena kesepakatan yang dibangun para founding fathers, dan selama ini bangsa Indonesia mampu menjaga kesepakat- an itu. Oleh karenanya, setiap tindakan yang meng- ancam kebinekaan, adalah pengingkaran terhadap NKRI. Demikian benang merah sejumlah tokoh menanggapi aksi damai Parade Bhinneka Tunggal Ika, yang dihubungi di Jakarta, Sabtu (19/11). Koordinator Abdurrahman Wahid Centre Universitas Indonesia Ahmad Suaedy berpandangan, pawai kebi- nekaan itu merupakan upaya sebagian masyarakat untuk menunjukkan bahwa Indonesia plural dan multi- kultural. “Masing-masing harus saling menghormati satu dengan yang lain,” ucapnya. Hal senada disampaikan Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana. Dia mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara yang ber-Bhinneka Tunggal Ika berdasarkan Pancasila. “Pawai itu dimaksudkan untuk meng- ingatkan kita semua bahwa Indonesia dapat berdiri, merdeka, dan membangun, karena adanya kesadaran ini. Bila kesadaran bahwa kita bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika berlandaskan Pancasila itu lenyap, dan lantas diganti ideologi lain, Indonesia dipastikan akan lenyap,” jelasnya. Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Edy Purwanto menga- takan, pawai kebinekaan menunjukkan bahwa inilah wajah dan ciri Indonesia yang sesungguhnya. Hal ini menun- jukkan Indonesia bukan mono, bukan sejenis, tetapi plural dan majemuk. “Maka pawai kebinekaan ini adalah maknanya inilah Indonesia yang majemuk dan plural,” katanya. Dia yakin, masih lebih banyak elemen bangsa Indonesia yang berada di garis yang benar dalam memaknai keindonesiaan. Golongan ini selama ini berdiam diri menjadi silent majority, karena tidak pedu- li, tidak mau tahu, ada seba- gian yang peduli tetapi tidak berani berekspresi, lalu ada sebagian lagi terombang-am- bing. “Oleh karena itu, tokoh- tokoh yang punya kepeduli- an pada kebinekaan dan keindonesiaan harus benar -benar membawa kelompok silent majority ini untuk tampil. Tujuannya untuk membawa kesadaran bersama agar berani mengekspresikan keindonesiaan yang maje- muk,” tandasnya. Ia berpandangan, pawai kebinekaan ini biarlah seba- gai penyeimbang dari aksi yang sebelumnya. “Masyarakat juga diajak untuk membuka mata bahwa inilah wajah keindonesiaan yang sesungguhnya yakni Indonesia yang majemuk,” jelasnya. Bukan Aksi Tandingan Sejak Sabtu (19/11) pagi, ribuan massa mengikuti Parade Bhinneka Tunggal Ika, yang dipusatkan di depan Patung Kuda, Silang Monas, Jakarta. Mereka juga melakukan pawai menyurusi Jalan Medan Merdeka Selatan, menuju Tugu Tani dan kem- bali ke Silang Monas. Dalam parade tersebut diisi hiburan musik yang menampilkan lagu-lagu bernafaskan kebangsaan, serta orasi dari sejumlah tokoh. Para peserta yang datang dari wilayah Jabodetabek men- genakan beragam kostum, yang umumnya didominasi warna merah dan putih. Sebuah bendera Merah Putih berukuran raksasa memayungi massa di bawah terik matahari. Penggagas Parade Bhinneka Tunggal Ika, Nong Darol Mahmada menegaskan, parade ini bukan aksi tan- dingan unjuk rasa besar-be- saran pada 4 November lalu. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menegaskan dan meng- ingatkan bahwa NKRI adalah harga mati. Begitu juga dasar NKRI, Pancasila, tidak bisa digantikan oleh ideologi apapun. “Dasar NKRI tidak bisa digantikan oleh apa pun dan siapa pun. Karena itu, Indonesia menjamin adanya perbedaan dalam kesatuan. Seperti semboyan yang sela- ma ini kita junjung tinggi yaitu Bhinneka Tunggal Ika,” kata Nong. Bila ada pihak-pihak atau oknum yang ingin menggan- tikan Pancasila sebagai dasar negara dengan dasar yang lain, maka tindakan itu meru- pakan tindakan inkonstitusi- onal yang wajib dicegah bersama-sama seluruh rakyat Indonesia. “Mereka yang ingin menggantikan Pancasila harus ditindak tegas. Dicegah secepatnya. Agar niat dan usahanya menggantikan Pancasila tidak terjadi dan tidak merusak perdamaian di Indonesia yang sudah terpe- lihara dan terawat sejak lama,” ujarnya. Nong pun mengajak semua elemen masyarakat Indonesia agar tak boleh tinggal diam dengan segala upaya yang memecah belah NKRI dan berniat menggan- ti Pancasila. “Atas situasi ini, kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus mempertahankan kebinekaan di tanah Indonesia ini. Kita harus mempertahan- kan keutuhan negara ini. Kita harus mempertahankan kedamaian di Indonesia. Karena kita cinta Indonesia, dengan menjaga sesama meski berbeda,” tukasnya. Penggagas aksi lainnya, Nia Sjarifudin mengungkap- kan penyelenggaraan Parade Bhinneka Tunggal Ika dilak- sanakan sebagai bentuk perhatian masyarakat terhadap polemik yang tengah terjadi di Indonesia beberapa waktu terakhir ini. Kegiatan ini juga dilaku- kan untuk menyikapi peris- tiwa yang dapat mengarah pada perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, bila didiamkan terlalu lama. “Makanya kami bergerak. Acara ini digelar sebagai bentuk menyikapi kepriha- tinan atas situasi belakangan ini yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia,” tegas Nia. Amos Sugianto, salah satu inisiator kegiatan menya- takan parade tersebut sifatnya karnaval untuk memberi suasana damai dan menam- pilkan kekayaan budaya Indonesia. Sebab saat ini, banyak kabar yang beredar di tengah masyarakat berbau adu domba yang beredar di media sosial. “Kami enggak ada niat untuk menandingi aksi 4 November. Ini sebuah pang- gilan hati nurani,” tegasnya. Selfie Piri, seorang peserta parade menjelaskan, sebagai warga negara, dia merasa terpanggil untuk berdoa bagi kesatuan bangsa. Warga Depok asal Manado ini men- gungkapkan kedatangannya ke parade dengan harapan NKRI dapat terus diper- tahankan meski ada gelom- bang keras untuk mematah- kannya. [LEN/R-15] Utama 2 Suara Pembaruan Sabtu-Minggu, 19-20 November 2016 S ejumlah tokoh yang dahu- lu memiliki jabatan penting sebagai penyelenggara negara disebut-sebut mulai terbelah nuraninya. Secara terselubung mereka ikut terlibat dalam memanaskan suasana politik dalam nege- ri, dengan ikut menyerang upaya penegakan hukum dan kebijakan pemerintah melalui provokasi, berba- rengan dengan unjuk rasa 4 November lalu. Mereka tidak saja agre- sif sebagai aktor di bela- kang layar melainkan juga turun gunung ikut serta dalam arus demo masa. Sumber SP menyebut- kan, ada lima hal yang melatarbelakangi beberapa gelintir mantan penyeleg- gara negara itu masuk memanfaatkan situasi. Pertama, selama berkarier mereka tidak puas dengan jabatan yang diemban. “Apakah (jabatan) dinilai kurang pas atau jauh dari harapan,” kata sumber ter- sebut. Ditambah lagi, mereka ini adalah kelom- pok yang melupakan seja- rah NKRI dan menging- kari kenyataan bahwa sua- sana demokrasi Indonesia sudah maju terbukti dengan kemunculan partai politik nasionalis dan reli- gius. Sedangkan partai religius tidak laku. “Mereka ingin meng- usung partai religi- us,” tambahnya. Kedua, mereka ikut karena pengaruh ling- kungan setempat atau aki- bat tekanan dari organisasi masa atau kelompok kea- gamaan. Ketiga, orang orang penting atau yang pernah berpengaruh ketika masih aktif menjabat ikut berga- bung karena tidak puas ter- hadap upaya penegakan hukum di Indonesia. Ketidakpuasan ini dilatar- belakangi karena mereka pernah tersandung kasus korupsi. Keempat, adalah faktor sosial semata. “Mereka mencari kepuasan diri yang bagi kebanyakan orang dianggap kesia-siaan bah- kan menyimpang, yakni memberikan dukungan tenaga, waktu bahkan biaya kepada kelompok yang menentang pemerin- tah,” katanya. Kelima, terinspirasi pengaruh budaya garis keras asing yang dianggap lebih mulia membela suatu keyakinan. “Selain kelom- pok kanan ini sudah lama punya rancangan ingin memisahkan NKRI lalu membentuk masa keaga- maan anti Pancasila demi tercapainya negara baru sesuai ideologi tertentu yang sudah disiapkan,” katanya. [G-5] Parade Bhinneka Tunggal Ika Saatnya Silent Majority Tampil Elite Ikut Memprovokasi BERITASATU PHOTO/DANUNG ARIFIN Peserta parade membentangkan bendera Merah Putih raksasa sambil menyanyikan lagu nasional saat mengikuti Parede Bhinneka Tunggal Ika di Jakarta, Sabtu (19/11). Parade tersebut juga dimeriahkan dengan berbagai acara seperti kesenian, musik, orasi, dan doa bersama lintas agama yang ditutup dengan "longmarch" dari Patung Kuda di kawasan Silang Monas menuju Tugu Tani dan kembali lagi ke Patung Kuda.

Upload: duongnga

Post on 23-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

[ J A K A RTA ] P a r a d e Bhinneka Tunggal Ika yang berlangsung di Jakarta, Sabtu (19/11), menunjukkan seja-tinya masih lebih banyak elemen bangsa yang meng-hendaki kebinekaan tumbuh subur dan NKRI tegak ber-diri. Golongan tersebut yang selama ini berdiam diri menjadi silent majority, kini mulai tampil merespons perkembangan situasi politik di Tanah Air.

Aksi yang mereka laku-kan, adalah untuk mengingat-kan pentingnya merawat dan memberi tempat bagi Bhinneka Tunggal Ika untuk tetap hidup. Hal itu sekaligus membangkitkan kesadaran kolektif, bahwa NKRI bisa tetap tegak berdiri, karena kesepakatan yang dibangun para founding fathers, dan selama ini bangsa Indonesia mampu menjaga kesepakat-an itu. Oleh karenanya, setiap tindakan yang meng-ancam kebinekaan, adalah pengingkaran terhadap NKRI.

Demikian benang merah sejumlah tokoh menanggapi aksi damai Parade Bhinneka Tunggal Ika, yang dihubungi di Jakarta, Sabtu (19/11). Koordinator Abdurrahman Wahid Centre Universitas Indonesia Ahmad Suaedy berpandangan, pawai kebi-nekaan itu merupakan upaya sebagian masyarakat untuk m e n u n j u k k a n b a h w a Indonesia plural dan multi-kultural. “Masing-masing harus saling menghormati satu dengan yang lain,” ucapnya.

Hal senada disampaikan Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana. Dia mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara yang ber-Bhinneka Tunggal Ika berdasarkan Pancasila. “Pawai itu dimaksudkan untuk meng-ingatkan kita semua bahwa Indonesia dapat berdiri, merdeka, dan membangun, karena adanya kesadaran ini. Bila kesadaran bahwa kita bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika berlandaskan Pancasila itu lenyap, dan lantas diganti ideologi lain, Indonesia dipastikan akan lenyap,” jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Eksekut i f Konferens i Waligereja Indonesia (KWI) Romo Edy Purwanto menga-takan, pawai kebinekaan menunjukkan bahwa inilah wajah dan ciri Indonesia yang sesungguhnya. Hal ini menun-jukkan Indonesia bukan mono, bukan sejenis, tetapi plural dan majemuk.

“Maka pawai kebinekaan ini adalah maknanya inilah Indonesia yang majemuk dan plural,” katanya.

Dia yakin, masih lebih banyak elemen bangsa Indonesia yang berada di garis yang benar dalam memaknai keindonesiaan. Golongan ini selama ini berdiam diri menjadi silent majority, karena tidak pedu-li, tidak mau tahu, ada seba-gian yang peduli tetapi tidak berani berekspresi, lalu ada sebagian lagi terombang-am-bing.

“Oleh karena itu, tokoh- tokoh yang punya kepeduli-an pada kebinekaan dan keindonesiaan harus benar-benar membawa kelompok silent majority ini untuk tampil. Tujuannya untuk membawa kesadaran bersama agar berani mengekspresikan keindonesiaan yang maje-muk,” tandasnya.

Ia berpandangan, pawai kebinekaan ini biarlah seba-gai penyeimbang dari aksi yang sebelumnya.

“Masyarakat juga diajak untuk membuka mata bahwa inilah wajah keindonesiaan yang sesungguhnya yakni Indonesia yang majemuk,” jelasnya.

Bukan Aksi TandinganSejak Sabtu (19/11) pagi,

ribuan massa mengikuti Parade Bhinneka Tunggal Ika, yang dipusatkan di depan Patung Kuda, Silang Monas, Jakarta. Mereka juga melakukan pawai menyurusi Jalan Medan Merdeka Selatan, menuju Tugu Tani dan kem-bali ke Silang Monas.

Dalam parade tersebut diisi hiburan musik yang menampilkan lagu-lagu bernafaskan kebangsaan, serta orasi dari sejumlah tokoh. Para peserta yang datang dari wilayah Jabodetabek men-genakan beragam kostum, yang umumnya didominasi warna merah dan putih.

Sebuah bendera Merah Putih berukuran raksasa memayungi massa di bawah terik matahari.

Penggagas Pa r ade Bhinneka Tunggal Ika, Nong Darol Mahmada menegaskan, parade ini bukan aksi tan-dingan unjuk rasa besar-be-saran pada 4 November lalu. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menegaskan dan meng-ingatkan bahwa NKRI adalah harga mati. Begitu juga dasar NKRI, Pancasila, tidak bisa digantikan oleh ideologi apapun.

“Dasar NKRI tidak bisa digantikan oleh apa pun dan siapa pun. Karena itu, Indonesia menjamin adanya perbedaan dalam kesatuan. Seperti semboyan yang sela-ma ini kita junjung tinggi yaitu Bhinneka Tunggal Ika,” kata Nong.

Bila ada pihak-pihak atau oknum yang ingin menggan-tikan Pancasila sebagai dasar negara dengan dasar yang lain, maka tindakan itu meru-pakan tindakan inkonstitusi-onal yang wajib dicegah bersama-sama seluruh rakyat Indonesia.

“Mereka yang ingin menggantikan Pancasila harus ditindak tegas. Dicegah secepatnya. Agar niat dan usahanya menggantikan Pancasila tidak terjadi dan tidak merusak perdamaian di Indonesia yang sudah terpe-lihara dan terawat sejak lama,” ujarnya.

Nong pun mengajak semua elemen masyarakat Indonesia agar tak boleh tinggal diam dengan segala upaya yang memecah belah NKRI dan berniat menggan-ti Pancasila. “Atas situasi ini, kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus mempertahankan kebinekaan di tanah Indonesia ini. Kita harus mempertahan-kan keutuhan negara ini. Kita

harus mempertahankan kedamaian di Indonesia. Karena kita cinta Indonesia, dengan menjaga sesama meski berbeda,” tukasnya.

Penggagas aksi lainnya, Nia Sjarifudin mengungkap-kan penyelenggaraan Parade Bhinneka Tunggal Ika dilak-sanakan sebagai bentuk perhatian masyarakat terhadap polemik yang tengah terjadi di Indonesia beberapa waktu terakhir ini.

Kegiatan ini juga dilaku-kan untuk menyikapi peris-tiwa yang dapat mengarah pada perpecahan persatuan dan kesa tuan bangsa Indonesia, bila didiamkan terlalu lama.

“Makanya kami bergerak. Acara ini digelar sebagai bentuk menyikapi kepriha-tinan atas situasi belakangan ini yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia,” tegas Nia.

Amos Sugianto, salah satu inisiator kegiatan menya-takan parade tersebut sifatnya karnaval untuk memberi suasana damai dan menam-pilkan kekayaan budaya Indonesia. Sebab saat ini, banyak kabar yang beredar di tengah masyarakat berbau adu domba yang beredar di media sosial.

“Kami enggak ada niat untuk menandingi aksi 4 November. Ini sebuah pang-gilan hati nurani,” tegasnya.

Selfie Piri, seorang peserta parade menjelaskan, sebagai warga negara, dia merasa terpanggil untuk berdoa bagi kesatuan bangsa. Warga Depok asal Manado ini men-gungkapkan kedatangannya ke parade dengan harapan NKRI dapat terus diper-tahankan meski ada gelom-bang keras untuk mematah-kannya. [LEN/R-15]

Utama2 Sua ra Pem ba ru an Sabtu-Minggu, 19-20 November 2016

Sejumlah tokoh yang dahu-

lu memiliki jabatan penting sebagai penyelenggara negara disebut-sebut mulai terbelah nuraninya. Secara terselubung mereka ikut terlibat dalam memanaskan suasana politik dalam nege-ri, dengan ikut menyerang upaya penegakan hukum dan kebijakan pemerintah melalui provokasi, berba-rengan dengan unjuk rasa 4 November lalu.

Mereka tidak saja agre-sif sebagai aktor di bela-kang layar melainkan juga turun gunung ikut serta dalam arus demo masa.

Sumber SP menyebut-kan, ada lima hal yang melatarbelakangi beberapa gelintir mantan penyeleg-gara negara itu masuk memanfaatkan situasi. Pertama, selama berkarier mereka tidak puas dengan jabatan yang diemban. “Apakah (jabatan) dinilai kurang pas atau jauh dari harapan,” kata sumber ter-sebut. Ditambah lagi, mereka ini adalah kelom-pok yang melupakan seja-rah NKRI dan menging-kari kenyataan bahwa sua-sana demokrasi Indonesia sudah maju terbukti dengan kemunculan partai politik nasionalis dan reli-gius. Sedangkan partai religius tidak laku.

“Mereka ingin meng-usung partai religi-us,” tambahnya.

Kedua, mereka ikut karena pengaruh ling-kungan setempat atau aki-bat tekanan dari organisasi masa atau kelompok kea-gamaan.

Ketiga, orang orang penting atau yang pernah berpengaruh ketika masih aktif menjabat ikut berga-bung karena tidak puas ter-hadap upaya penegakan hukum di Indonesia. Ketidakpuasan ini dilatar-belakangi karena mereka pernah tersandung kasus korupsi.

Keempat, adalah faktor sosial semata. “Mereka mencari kepuasan diri yang bagi kebanyakan orang dianggap kesia-siaan bah-kan menyimpang, yakni memberikan dukungan tenaga, waktu bahkan biaya kepada kelompok yang menentang pemerin-tah,” katanya.

Kelima, terinspirasi pengaruh budaya garis keras asing yang dianggap lebih mulia membela suatu keyakinan. “Selain kelom-pok kanan ini sudah lama punya rancangan ingin memisahkan NKRI lalu membentuk masa keaga-maan anti Pancasila demi tercapainya negara baru sesuai ideologi tertentu yang sudah disiapkan,” katanya. [G-5]

Parade Bhinneka Tunggal Ika

Saatnya Silent Majority Tampil

Elite Ikut Memprovokasi

BeritaSatu Photo/Danung arifin

Peserta parade membentangkan bendera Merah Putih raksasa sambil menyanyikan lagu nasional saat mengikuti Parede Bhinneka tunggal ika di Jakarta, Sabtu (19/11). Parade tersebut juga dimeriahkan dengan berbagai acara seperti kesenian, musik, orasi, dan doa bersama lintas agama yang ditutup dengan "longmarch" dari Patung Kuda di kawasan Silang Monas menuju tugu tani dan kembali lagi ke Patung Kuda.