paper neurologi

Upload: mentari-fitria-rachman

Post on 02-Mar-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PAPER

DEPARTEMEN PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Mentari Fitria RachmanNIM : 090100139

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Kehilangan lapangan pandang oleh karena cedera otak sering terjadi, 30% diantaranya terjadi karena stroke.1 Sebelumnya telah diasumsikan bahwa lesi unilateral post-genikulata dalam total area menghasilkan kebutaan permanen pada lapangan pandang.2 Sama halnya jika terjadi lesi bilateral pada post-genikulata, akan menyebabkan terjadinya buta total dan bersifat permanen. Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan yang terjadi setelah destruksi pada visual korteks primer. Beberapa pasien buta kortikal, menunjukan aktivasi amigdala dalam respon terhadap emosi.3 Buta kortikal adalah gangguan penglihatan yang sementara atau menetap oleh karena adanya disfungsi bilateral dari korteks visual di lobus oksipitalis dan atau disfungsi bilateral jaras genikulokalkarina.4Otak merupakan pusat yang mengatur seluruh aktifitas tubuh manusia. Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar, gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. 5 Salah satu fungsi otak yang penting berhubungan dengan penglihatan, yang diproses dalam bagian otak yang bernama lobus oksipital pada lobus ini terdapat korteks oksipital yang memiliki fungsi untuk menangkap informasi visual seperti warna, orientasi, dan pergerakan. Kerusakan pada lobus oksipital dan gangguan jaras visual posterior dapat menyebabkan seseorang mengalami cortical blindness, dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan yang sementara atau menetap. 5,6,7Buta kortikal merupakan salah satu bahasan dari bidang neurooftalmologi. Penyakit ini sangat terkait dengan kualitas hidup penderitanya, terlebih lagi jika hal ini dialami oleh pasien anak, tentu akan sangat berpengaruh terhadap proses perkembangannya, khususnya dalam visual, sebagai salah satu media belajar dan sosialisasi.1.2Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah Buta Kortikal ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Departemen Penyakit Saraf di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca, terutama mengenai Buta Kortikal.BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1. Aspek NeuroanatomiOtak manusia terdiri dari empat bagian, di antaranya adalah lobus frontalis, lobus parietal, lobus temporal, dan lobus oksipital, seperti yang terlihat pada gambar berikut :5,9,10

Gambar 1. Lobus-lobus OtakSetiap bagian dari otak memiliki fungsi masing-masing, di antaranya yaitu:5,9,10

Lobus frontalis fungsi eksekutif untuk berpikir, merencanaka, mengorganisasi dan pemecahan masalah, emosi dan pengontrolan perilaku, serta kepribadian Lobus parietal, fungsi persepsi, pemaknaan terhadap dunia, aritmetik, dan pengejaan Lobus temporal, fungsi memori, pemahaman, dan bahasa Lobus oksipital, fungsi penglihatan

Lobus Oksipital adalah bagian terkecil dari empat pasangan lobus dalam korteks otak manusia. Lobus ini terletak di bagian paling belakang tengkorak. Lobus oksipital merupakan pusat pemrosesan visual dari otak yang berisi sebagian besar wilayah anatomi korteks visual. Di dalam lobus oksipital terdapat korteks visual primer yang merupakan fungsi terpenting yang menyangkut aspekpenglihatan.5,9Secara umum fungsi lobus oksipitalis adalah: Diskriminasi visual (asosiasi visual utama) yang menerima informasi yang berasal dari retina mata. Pada lobus oksipital terjadi asosiasi impuls menjadi tanggapan yang berupa kesan melihat bayangan suatu benda. Diskriminasi beberapa aspek memori.

Kerusakan pada lobus oksipital dapat menyebabkan masalah penglihatan seperti kesulitan mengenali objek, ketidakmampuan untuk mengidentifikasi warna, dan kesulitan mengenali kata-kata. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala gejala yang hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi. Proses penglihatan terjadi berasal dari stimulus yang datang dari retina, kemudian dibawa oleh saraf penglihatan kepada thalamus dan menuju ke lobus oksipital . Setelah informasi visual diproses di lobus oksipital, kemudian diteruskan ke bagian parietal, yang mengkombinasi dan mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber, sehingga seseorang memiliki pemaknaan visual dan visuospatial terhadap stimulus yang dilihat.11 Jika terdapat gangguan pada lobus oksipital, maka otak gagal mengirimkan sinyal dari stimulus, sehingga proses terputus hanya sampai fungsi penglihatan, tidak sampai diteruskan pada fungsi persepsi pada parietal. Akibatnya seseorang hanya mampu menangkap cahaya atas stimulus yang dilihat tanpa mampu memaknakan stimulus tersebut.12,13

Gambar 2. Area Broadmann

Fungsi area-area Broadmann pada otak12 :AreaPenamaanFungsi

1 Area 1, 2 dan 3 Somestetik Primer Bagian ini akan menerima sensasi dari semua bagian tubuh dan disinilah menggapai kesaadaran. Sensasi umum ini mencakup antara lain: nyeri, suhu, raba, tekan dan proprioseptif.

2 Area 4 Korteks Frontalis Merupakan area motorik primer yang bertanggungjawab untuk gerakan-gerakan voluntar.

3 Area 8 Lapangan pandang frontal Area 6 dan 8 ini bertanggungjawab untuk gerakan-gerakan menyidik voluntar dan deviasi konjugat dari mata dan kepala. Gerakan mata voluntar mendapat input dari area 4,6,8,9 dan 46.

4 Area 6

5 Area 5 dan 7 Asosiasi Somestetik Bagian ini banyak berhubungan dengan area-area sensorik lain dari korteks sensorik. Korteks asosiasi sensorik menerima dan mnegintegrasi berbagai modalitas sensorik, misalnya mengindentifikasikan mata uang dalam tangan tanpa melihat.

6 Area 9,10,11, dan 12 Korteks Prafrontalis Merupakan area-area yang berkaitan dengan kepribadian seseorang. Fungsi utamanya adalah melakukan kegiatan intelektual kompleks, beberapa fungsi ingatan, rasa tanggungjawab untuk melakukan tindakan dan sikap yang dapat diterima oleh masyarakat, ide-ide, pikiran yang kreatif, penilaian dan pandangan ke masa depan.

2.3Jaras - Jaras Neuroanatomi Penglihatan Normal Secara umum, sistem visual terdiri dari retina, N.optikus (N.II), khiasma optikum,traktus optikus, nukleus genikulatum lateral (NGL), radiatio genikulo-kalkarina, korteks kalkarina primer, korteks asosiasi dan lintasan antar hemisfer. Cahaya yang tiba di retina diterima oleh sel batang dan sel kerucut sebagai gelombang cahaya. Gelombang cahaya ini akan menginduksi depolarisasi sel saraf dan mencetuskan impuls yang dihantarkan oleh serabut-serabut sel di striatum optikum ke otak melalui nervus optikus.9,10 Nervus optikus memasuki ruang intrakranium melalui foramen optikum. Di daerah tubersinerium nervus optikus kiri dan kanan mengalami decussatio dimana jaras dari nervus optikus belahan nasal akan berjalan secara menyilang, sedangkan berkas nervus optikus dari belahan temporal tidak mengalami persilangan. Daerah pertemuan antara nervus optikus kiri dan kanan disebut sebagai kiasma optikum. Setelah mengalami persilangan, serabut saraf kemudian melanjutkan lagi perjalanannya sebagai traktus optikus menuju ke dua tempat, yaitu ke nukleus genikulatum lateralis (NGL) yang berada di thalamus dan ke kolikulus superior. Dari masing-masing nukleus genikulatum lateralis, akson-akson akan mengalami proyeksi secara ipsilateral yang dikenal sebagai radiatio optikum dan berjalan menuju korteks calcarina yang berada di lobus oksipital. Korteks kalkarina ini merupakan korteks visual primer yang disebut sebagai area Broadmann 17. Di sekeliling daerah tersebut terdapat daerah korteks asosiasi visual yang merupakan area Broadmann 18 dan 19.9,10Selain menuju NGL, traktus optikus juga berjalan menuju kolikulus superior. Didaerah ini terdapat sinaps dengan lobus occipitalis yang kemudian akan diteruskan ke medulla spinalis melalui traktus tectospinalis yang kemudian mengatur refleks pergerakan mata, kepala dan leher ketika terdapat impuls penglihatan.9,10 Untuk impuls yang menuju kolikulus superior akan diteruskan ke kompleks inti prerektal. Neuron interkalasi menghubungkan kompleks inti prerektal dengan inti Edinger Westphal, neuron interkalasi ini ada yang yang menilang dan ada yang tidak menyilang. Neuron efferent parasimpatik, berjalan bersama N III, mengikuti divisi interior, lalu mengikuti cabang untuk m.obiliquus inferior dan akhirnya mencapai ganglion ciliare, setelah bersinap disini, serabut post ganglioner (n.ciliaris brevis) menuju m.sfingter papillae. Secara sederhana, proses visualisasi dapat dilihat dari gambar dibawah ini.9,10

2.1.Buta Kortikal2.1.1.Definisi Buta Kortikal

Buta kortikal adalah gangguan penglihatan yang sementara atau menetap oleh karena adanya disfungsi bilateral dari korteks visual di lobus oksipitalis dan atau disfungsi bilateral jaras genikulokalkarina.4 2.1.2. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab tersering buta kortikal pada dewasa adalah oklusi arteri serebri posterior yang berfungsi memberikan vaskularisasi kepada korteks calcarina di lobus oksipitalis. Hal inilah yang akan mengakibatkan infark bilateral pada lobus oksipitalis medialis yang merupakan area visual primer (area Brodman 17). Sedangkan oklusi pada arteri basilaris lebih jarang menyebabkan buta kortikal, yang mengakibatkan infark luas pada daerah vaskularisasinya.Hal lain yang dapat menyebabkan buta kortikal adalah stroke iskemik spontan (32%), stroke iskemik setelah operasi pembedahan jantung (20%), dan iskemi akibat angiografi serebral (12%).5Penyebab terjadinya buta kortikal pada dewasa berbeda dengan anak, terdapat empat penyebab utama buta kortikal pada anak, yakni :3 Asfiksia

Brain Maldevelopment Cedera kepala

Infeksi , misalnya meningitis

2.1.3. Patofisiologi Berdasarkan etiologi di atas, bahwa penyebab tersering buta kortikal pada dewasa adalah infark bilateral pada area Broadman 17 yang merupakan area visual primer. Infark pada area asosiasi, seperti area 18 dan 19 juga dapat menyebabkan buta kortikal. Hal ini dikarenakan impuls penglihatan akan diintegrasikan dan dipersepsikan menjadi bentuk penglihatan.Buta kortikal dapat terjadi secara perlahan-lahan, namun juga dapat terjadi secara akut. Pada pasien stroke unilateral pada lobus oksipital, buta kortikal terjadi secara perlahan-lahan, ditandai dengan penurunan persepsi visual kontralateral, dan menjadi buta kortikal dalam 3-4 bulan. Risiko yang mendasari proses terjadinya buta kortikal pada keadaan ini adalah usia tua, riwayat penyakit vaskuler, penyakit jantung, diabetes melitus, perluasan infark ke area sylvii tanpa adanya peningkatan penglihatan setelah stroke ipsilateral.4Sedangkan kejadian buta kortikal yang terjadi secara akut/mendadak, umumnya disebabkan oleh oklusi arteri serebral posterior. Oklusi arteri serebral posterior bilateral menimbulkan buta kortikal dengan denial of blindness (sindroma Anton), yakni penderita buta tapi menyangkalnya, dan melaporkan pengalaman visual, bertindak seperti penglihatannya normal, afasia amnestik, gangguan memori baru yang berat, konfabulasi dan deteriorisasi intelektual.5Berbeda dengan dewasa, pada anak yang mengalami kejadian buta kortikal lebih sering disebabkan oleh hipoksik iskemik ensefalopati. Secara anatomis, perbatasan antara vaskularisasi arteri serebri anterior dengan media, dan antara arteri serebri media dengan posterior dikenal sebagai daerah watershed, karena merupakan daerah yang kemungkinan paling tinggi mengalami hipoperfusi. Keadaan ini dapat menyebabkan hipoksia daerah sekitar. Hipoperfusi yang berkepanjangan akan mengakibatkan hilangnya mekanisme autoregulasi serebral, sehingga akan terjadi infark pada daerah oksipitalis.6Infeksi juga dapat menyebabkan buta kortikal pada anak, terutama oleh Haemophillus influenza, Pneumococci, Meningococci, dan Herpes Simplex Virus.3 Penyebab lain, seperti migrain, epilepsi, dan spasme juga dapat menyebabkan buta kortikal oleh karena vasospasme yang berakibat timbulnya iskemia pada beberapa korteks, termasuk korteks kalkarina. Keadaan ini dapat bersifat sementara dan kemudian daya penglihatan akan kembali menjadi normal.62.1.4. Gejala Klinis Beberapa gejala klinis yang dapat timbul adalah:

Kehilangan ketajaman penglihatan (visual acquity) yang nyata dan biasanya simetris

Respon pupil normal (refleks cahaya)

Persepsi visual hampir tidak ada

Optokinetik nistagmus tidak ditemui

Pada pemeriksaan funduskopi kesan normal2.1.5. Diagnosis dan Pemerikasaan Penunjang Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan bantuan gambaran CT-Scan atau MRI. Dari anamnesis dapat diperoleh informasi mengenai penurunan ketajaman penglihatan secara tiba-tiba maupun perlahan. Penurunan ketajaman penglihatan ini terjadi pada kedua mata (simetris).

Kelainan optalmologi lain harus disingkirkan, yang tidak berhubungan dengan serabut saraf. Pemerikasaan funduskopi dapat membantu untuk menyingkirkan terjadinya edema pupil bilateral, karena pada pemeriksaan funduskopi pada buta kortikal tidak dijumpai kelainan.

Refleks cahaya dijumpai pada pasien buta kortikal, karena jika reflex menghilang, harus dicurigai bahwa kemungkinan lesi tejadi lebih proksimal pada jaras neuoranatomi, misalnya pada serabut saraf optikus dan kiasma optikum, bukan pada korteks serebri.

Pemerikaan tambahan, seperti MRI menunjukkan hasil yang lebih sensitive, yakni kelaian berupa periventrikular leukoensefalopati.52.1.6. Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding pada buta kortikal adalah:6 Visual agnosia

Amaurosis fugax, merupakan gejala dari Transient Ischemic Attack yang juga sering disebabkan oleh oklusi artesi dan iskemik. Hal ini bersifat temporer, dalam hitungan menit hingga jam akan kembali normal. Hysteria2.1.7. Tatalaksana Buta Kortikal

Pengobatan khusus dengan medikamentosa tertentu untuk buta kortikal tidak ada. Penatalaksaan pada buta kortikal pada dasarnya adalah dengan mengatasi etiologinya sendiri. Jika penyebabnya adalah stroke, maka terapi untuk manajemen stroke harus difokuskan. Perbaikan keadaan dapat ditemukan jika masih ada daerah yang tidak mengalami kerusakan.52.1.8. PrognosisPrognosis pada buta kortikal akan semakin baik, jika faktor predisposisi penyerta seperti hipertensi, diabetes mellitus pada pasien usia dibawah 40 tahun tidak dijumpai, tanpa adanya gangguan memori, bahasa, dan fungsi kognitif.

Berbeda dengan dewasa, pasien anak memiliki prognosis yang lebih baik. Hampir semua pasien anak mengalami perbaikan, berdasarkan hasil penelitian Ho yaitu mencapai 60% dari total pasien anak dengan buta kortikal.5 Derajat perbaikan bergantung pada beberapa faktor, yakni:

Luasnya lesi anatomis

Usia, saat terjadi gejala pertama kali

Jenis kerusakan yang terjadiKESIMPULAN

Buta kortikal adalah gangguan penglihatan yang sementara atau menetap oleh karena adanya disfungsi bilateral dari korteks visual di lobus oksipitalis dan atau disfungsi bilateral jaras genikulokalkarina. Penyebab tersering buta kortikal pada dewasa adalah oklusi arteri serebri posterior yang berfungsi memberikan vaskularisasi kepada korteks calcarina di lobus oksipitalis. Beberapa gejala klinis yang dapat timbul adalah, kehilangan ketajaman penglihatan (visual acquity) yang nyata dan biasanya simetris, respon pupil normal (refleks cahaya),persepsi visual hampir tidak ada, dan tidak ditemui optokinetik nistagmus. Pada pemeriksaan funduskopi kesan normal. Penatalaksaan buta kortikal adalah dengan mengatasi etiologi yang mendasarinya. Prognosis buta kortikal akan lebih baik jika faktor predisposisi seperti diabetes melitus, hipertensi pada pasien di bawah 40 tahun tidak dijumpai,DAFTAR PUSTAKA1. Pambakian, A. L. M., Mannan, S. K., Hodgson, T. L., & Kennard, C. (2004). Saccadic visual search training: A treatment for patients with homonymous hemianopia. Journal of Neurology, Neurosurgery, & Psychiatry, 75, 1443-1448.Diambil dari www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/?term=cortical%20blindness&page=5&filter=loattrfree%20full%20text [Diakses pada 28 November 2013]2. Holmes, G. (1978). Disturbances of vision by cerebral lesions. British Journal of Ophthalmology, 2(7), 353-384. www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/?term=cortical%20blindness&page=5&filter=loattrfree%20full%20text [Diakses pada 28 November 2013]3. The Journal of Neuroscience.2013. Amygdala Activation for Eye Contact Despite Complete Cortical Blindness. Diambil dari m.jneurosci.org/content/33/25/10483 [Diakses pada 28 November 2013]4. Byron, L, Lam, Jonathan Trobe.2011. Cortical Blindness; A Clinical Summary. Diambil dari http://www.medlink.com/medlinkcontent.asp [Diakses pada 25 November 2013]5. Snell R.S, Anatomi Klinik Dasar: Bagian-Bagian Otak. Edisi 6. EGC. Jakarta. 2006: 760-6. 6. Andrewes, David G. Neuropsychology: from theory to practice. United States. 2011; PsychologyPress Ltd. 7. Michael S Aldrich, Anthony G Alessi, Roy W Beck. 1987. Cortical Blindness; Etiology, Diagnosis, and Prognosis. Annals of Neurology vol 21(2):149-158. Diambil dari www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/3827223 [Diakses pada 25 November 2013]8. American Printing House for the Blind, Inc .2004. Ocular Disorder. Diambil dari www.aph.org/cvi/define.html [Diakses pada 25 November 2013]9. Duus P, 1996. Diagnosis Topik Neurologi: Otak dan Saraf Kranialis. Edisi 2. EGC. Jakarta; 74-98. 10. Mardjono M, Sidharta P,. 1989. Neurologi Klinis Dasar: Jaras Penglihatan. Dian Rakyat. Jakarta.; 121. 11. Antons Syndrome in Right Diagnosis From Healthgrade. Oktober 2013 12. Daniel, K. Siska, F. 2011. Antons Syndrome and Eugenics. J Clin Neurol. June; 7(2): 9698. Published online 2011 June 28. 13. Prado C.M.D, Mena I.M.D. 1999. Basal and frontal activation neuroSPECT demonstrates functional brain changes in major depression. Alasbimn Journal1(3): April. Article N AJ03.

14