paper kp

Upload: nufi-nuponx

Post on 07-Mar-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KP di LAPAN Bandung, bidang Matahari dan Antariksa

TRANSCRIPT

Pengamatan Aktivitas Matahari serta Prediksi Dampaknya terhadap Bumi dengan GOES XRS dan Teleskop Nexstar 8iNufiqurakhmah1,*, Ronny Dwi Noriyati1, Tiar Dani2, Rhorom Priyatikanto21Jurusan Teknik Fisika,Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 601112Bidang Matahari dan Antariksa LAPAN, Jl. Dr. Djunjunan No. 133 [email protected]

Abstrak Aktivitas matahari berupa munculnya daerah aktif merupakan salah satu sumber gangguan cuaca antariksa. Pengamatan aktivitas matahari dilakukan dari pemantauan panjang gelombang matahari yang merepresentasikan lapisan matahari, seperti fotosfer, kromosfer, dan korona. GOES (Geostationary Orbital Enviromental Satellite) merupakan satelit yang beroperasi di orbit geosynchronous untuk mendeteksi radiasi elektromagnetik matahari pada panjang gelombang tertentu. GOES XRS (X-ray Sensor) mendeteksi intensitas fluks dari sinar-X yang dipancarkan matahari. Kondisi matahari ditampilkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) baik secara realtime maupun dalam bentuk arsip. Bidang Matahari dan Antariksa Pusat Sains Antariksa LAPAN Bandung bertugas dalam melakukan pengamatan terhadap aktivitas matahari dengan acuan informasi dari NOAA. Beberapa yang diamati diantaranya intensitas fluks sinar-X dari GOES XRS dan munculnya bintik hitam matahari. Pengamatan terhadap matahari ini menjadi informasi penting untuk memprediksi terjadinya flare yang dapat menimbulkan dampak di bumi seperti gangguan pada sistem radio komunikasi, sistem navigasi, dan jaringan listrik.Kata kunci Aktivitas matahari, pengamatan, GOES XRS, sinar-X, fluksPENDAHULUANLembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) adalah lembaga pemerintah non-kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi. LAPAN Bandung yang merupakan Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) membawahi beberapa bidang diantaranya bidang Matahari dan Antariksa bertugas untuk melakukan pengamatan terhadap matahari serta prediksi dampak yang ditimbulkan terhadap aktivitas matahari.Dalam rangka mengembangkan kegiatan penelitian dan pengamatan terhadap matahari diperlukan suatu instrumen pengamatan matahari. Pengamatan terhadap matahari dapat dilakukan dengan pemantauan terhadap panjang gelombangnya, yakni pada panjang gelombang panjang (misal : radio) dan pendek (misal x-ray). Instrumen pengamatan terhadap gelombang X-ray tidak dapat dilakukan di bumi sehingga dilakukan pengamatan di luar angkasa dengan satelit GOES XRS. Satelit ini akan menerima beberapa informasi terkait intensitas fluks sinar-X yang dipancarkan matahari. Informasi ini menunjukkan kelas flare serta dapat dijadikan prediksi terjadinya flare tergantung daerah aktifnya. Hal ini menjadi penting untuk mengantisipasi dampak yang mungkin dapat mempengaruhi beberapa aktifitas di bumi seperti radio komunikasi, sistem navigasi, dan jaringan listrik. Pegamatan matahari juga dapat dilakukan di bumi dengan menggunakan teleskop yang dilengkapi dengan filter. Teleskop menangkap citra matahari sehingga dapat terlihat daerah sunspot (bintik hitam), tekstur serta lidah api tergantung jenis filter yang digunakan. Filter cahaya berfungsi untuk menangkap cahaya pada panjang gelombang tertentu dan meredamnya sampai pada tingkat yang aman untuk dilakukan pengamatan (0.001%). Filter yang umum digunakan diantaranya filter white light yang menghasilkan citra putih, filter H-alpha yang menghasilkan citra merah, serta filter Ca-K yang menghasilkan citra biru.Pada paper ini akan dibahas mengenai pengamatan aktivitas matahari dengan GOES XRS (Geostationary Orbital Enviromental Satellite X-ray Sensor) dan teleskop Nexstar 8i serta prediksinya terhadap kemungkinan terjadinya flare.PROFIL LAPAN BANDUNG2.1 Ruang Lingkup LAPANLembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang LAPAN. Kompetensi utama LAPAN meliputi sains antariksa dan atmosfer, teknologi penerbangan, roket, dan satelit, penginderaan jauh, dan kajian kebijakan penerbangan dan antariksa. Dalam melaksanakan program programnya, LAPAN terletak di beberapa lokasi satuan kerja yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. LAPAN Bandung merupakan Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) dan Pusat Sains Antariksa (Pussainsa).

Gambar 1. Struktur Organisasi Pusat sains Antariksa (Pussainsa) LAPANTempat pelaksanaan kerja praktek adalah Pussainsa LAPAN Bandung yang merupakan sentra informasi untuk Aktivitas Matahari, Lingkungan Antariksa, Gangguan Orbit Satelit, Geomagnet dan Magnet Antariksa, Dinamika Ionosfer, Dinamika Atmosfer Tengah dan Atas Ekuator, dan Peringatan Dini Sistem Komunikasi Radio HF (High Frequency).

2.2 Ruang Lingkup Pussainsa LAPANPusat Sains antariksa terdiri dari beberapa 4 bidang utama yang memiliki tugas masing masing sebagai berikut :a. Bidang Matahari dan Antariksa, bertugas melaksanakan program penelitian fisika matahari untuk memahami perilaku matahari dan memprakirakan aktivitasnya, serta mempelajari fenomena matahari dan lingkungan antariksa yang berdampak pada bumi. b. Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa, bertugas melakukan penelitian dan pemodelan yang berkaitan dengan magnetosfer dan medan magnet bumi. c. Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, bertugas melaksanakan penelitian tentang pengaruh aktivitas matahari terhadap dinamika di ionosfer, navigasi, dan komunikasi frekuensi tinggi HF, serta fenomena kopling di atmosfer.d. Bidang Teknologi Pengamatan, bertugas melakukan penelitian dan kajian terhadap peralatan dan metode pengamatan antariksa serta mengembangkan sistem transfer data dan pembangunan basis data antariksa. PENGAMATAN MATAHARI MULTI PANJANG GELOMBANG3.1 Aktivitas MatahariMatahari adalah bintang yang magnetnya aktif. Matahari memiliki medan magnet kuat yang berubah-ubah tiap tahun dan berbalik arah setiap sebelas tahun di sekitar maksimum matahari.[5] Medan magnet matahari menjadi penyebab sejumlah dampak yang secara kolektif disebut aktivitas matahari. Beberapa aktivitas matahari dapat menjadi sumber gangguan cuaca antariksa. Beberapa aktivitas matahari, diantaranya :1) Sunspot : bagian dari permukaan matahai yang tampak sebagai bintik hitam. Daerah dengan sunspot di matahari memiliki medan magnet yang sangat besar mencapai 1000-4000 Gauss. Sunspot memiliki suhu yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah lain di permukaan Matahari sehingga daerah ini terlihat lebih gelap dibandingkan sekelilingnya [4].

2) Flare : ledakan di matahari akibat bertemunya dua garis gaya magnet yang saling berlawanan (disebut rekoneksi). Selain mampu melepaskan partikel berenergi tinggi terutama proton, flare juga memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik terutama sinar-X dan UV. Radiasi gelombang EM ini dapat mencapai Bumi hanya dalam waktu sekitar 8 menit, sedangkan proton berenergi tinggi umumnya sekitar 1 jam [4].

3) Prominensa : plasma yang terangkat ke atmosfer matahari dan biasanya berbentuk busur karena mengikuti bentuk garis gaya magnet. Prominensa tampak terang dan panas meskipun sebenarnya lebih dingin dibandingkan kromosfer dan korona [4].

4) CME : singkatan dari Coronal Mass Ejection (Lontaran Massa Korona). Saat terjadi CME, sebagian massa korona matahari terlontar ke angkasa. Jika menggunakan kamera satelit, CME teramati seperti letupan yang menyembur dari matahari [4]. Energi yang dilepaskan pada peristiwa ini sangat besar karena mengandung massa yang besar (2 1011 kg hingga 4 1013) dengan kecepatan tinggi (20 km/s sampai 2000 km/s). Pusat Sains Antariksa LAPAN sebagai salah satu lembaga yang berwenang dalam melakukan pengamatan terhadap aktivitas matahari memberikan layanan informasi aktivitas matahari untuk analisis dampaknya terhadap cuaca antariksa, lingkungan bumi dan orbit satelit. Data yang dijadikan acuan adalah data dari NOAA (National Oceanic and Atmospheric Adminsitration). Bidang matahari dan antariksa melakukan pengamatan khususunya pada intensitas fluks x-ray dan kemunculan sunspot serta memberikan forecast atau prediksi untuk hari berikutnya. Intensitas fluks x-ray terbagi ke dalam beberapa kelas. Secara umum dapat diklasifikasikan dalam kelas C, M, X. Flare kelas C, merupakan klasifikasi flare yang terhitung berskala kecil dan hampir tidak memiliki akibat pada bumi. Kekuatannya 1/10 energi fluks flare kelas M. Flare kelas M, merupakan ledakan kelas menengah yang kekuatannya 1/10 dari energi fluks flare kelas X. Biasanya flare kelas ini hanya meyebabkan terjadinya pemadaman (blackout) singkat pada frekuensi radio khususnya untuk area kutub dan badai radiasi yang minor. Flare kelas X, merupakan klasifikasi untuk ledakan yang paling besar dan dasyat yang terjadi di matahari. Ledakan kelas ini bisa menyebabkan terjadinya gangguan pada jaringan listrik karena transformator dalam jaringan listrik akan mengalami kelebihan muatan, gangguan telekomunikasi (merusak satelit, menyebabkan black-out frekuensi HF radio, dll), navigasi, menyebabkan korosi pada jaringan pipa bawah tanah dan terjadinya badai radiasi yang panjang di lapisan teratas atmosfer.Tabel 1. Kelas flare berdasarkan intensitas fluks sinar-XKelas Puncak (W/m2)antara 1 dan 8 Angstroms

BI< 10-6

C10-6 < = I < 10-5

M10-5< = I < 10-4

XI> = 10-4

3.2 Pengamatan Sinar-X (x-ray) dengan GOES (Geostationary Orbital Enviromental Satellite)GOES merupakan instrumen yang digunakan untuk melakukan pengamatan terhadap lingkungan ruang angkasa (SEM Space Environment Monitor). GOES beroperasi di orbit geosynchronous, yaitu wilayah yang berada pada 35.876 km di atas permukaan bumi yang mempunyai perioda sama dengan rotasi bumi. Sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 1970an, GOES telah mencapai beberapa seri yang beroperasi dalam periode dan jangka waktu tertentu. Saat ini GOES 13 15 (NOP Series) masih beroperasi dengan deteksi pada panjang gelombang sinar-X (X-ray) dan Extreme Ultraviolet (EUV).Secara umum, GOES terdiri dari seperangkat instrumen sensor XRS/EUV, energetic particle sensor (EPS)/high energy proton and alpha detector (HEPAD) dan magnetometer. XRS/EUV akan mendeteksi fluks sinar-X/EUV, EPS/HEPAD untuk pengukuran pada energi tinggi dan medium untuk proton, elektron, dan -partikel, dan magnetometer untuk deteksi medan magnet.

Gambar 2. Ilustrasi instrumen GOES N-O-P[2]

Gambar 3. Blok diagram GOES untuk pemantauan cuaca antariksa[2]

GOES XRS menggunakan sensor untuk mendeteksi fluks sinar-X pada pita panjang gelombang 0.5 4 (short channel) dan 1 8 (long channel). Data monitoring ditampilkan secara realtime oleh NOAA Space Weather Prediction Center (SWPC) dan diarsipkan di NOAA National Geophysical Data Center (NGDC). SWPC bertugas dalam melaporkan peristiwa, memberi peringatan, dan perkiraan gangguan yang terjadi seperti flare/badai geomagnetik dan cuaca antariksa lainnya. Informasi yang diterima digunakan untuk kepentingan radio komunikasi dan militer, komunikasi satelit dan sistem navigasi, jaringan listrik, eksplorasi geofisika, serta kepentingan pengamatan dan riset.

3.2.1 Instrumen XRS / EUVSensor XRS/EUV mengukur fluks sinar-X (X-ray) dan UV ekstrim (EUV) dari matahari. GOES terdiri dari dua saluran untuk X-ray dan lima saluran untuk EUV serta Digital Processing Unit (DPU) yang berperan dalam kontrol instrumen, telemetry and command (T&C), serta pengolahan data. Instrumen XRS/EUV terdiri dari dual ion chamber untuk deteksi x-ray, sweeper magnet untuk menangkis elektron yang datang dari ion chamber, teleskop collimator yang terdiri dari transmission gratings, filter, dan solid state detector (SSD) untuk deteksi EUV, serta preamplifier subassemblies. XRS dilapisi dengan lapisan magnet untuk melindungi dari energi tinggi elektron dan terhindar dari efek bremstrahlung (pemancaran radiasi akibat elektron yang bergerak dalam medan magnet).

3.2.2 Kalibrasi Data GOES XRSKalibrasi data fluks x-ray dilakukan mengacu pada data pada satelit GOES seri sebelumnya. SWPC menampilkan data pembacaan sensor secara realtime dan ditampilkan dalam bentuk grafik sesuai x-ray channel. Faktor skala digunakan dalam menentukan kelas flare x-ray sehingga tingkat peringatan flare sesuai dengan nilai fluks yang telah ditetapkan, misalnya untuk kelas M5 berdasarkan SWPC merupakan fluks pada level 5 x 10-5 W/m2 untuk semua satelit.Beberapa roket yang diluncurkan menyatakan memiliki sensor yang lebih akurat dan penentuan intensitas fluks x-ray dengan faktor skala dianggap kurang tepat. Namun, SWPC belum menghapus sistem skala karena beberapa faktor, diantaranya :1. Belum ada kalibrasi aktual2. XRS masih beroperasi3. Prosedur dan customer beragam dalam menentukan akurasiUntuk GOES R (diluncurkan 2016) akan dilengkapi dengan detektor yang terkalibrasi dengan baik sekaligus menghapus sistem skala. Untuk mendapatkan nilai benar fluks dari data yang diterima, dilakukan dengan cara mebagi dengan nilai 0.85 untuk short channel dan 0.7 untuk long channel.3.3 Pengamatan Optik dengan TeleskopTeleskop merupakan instrumen pengamatan yang berfungsi mengumpulkan radiasi elektromagnetik dan sekaligus membentuk citra benda yang diamati. Salah satu benda langit yang bisa diamati dengan teleskop adalah matahari. Matahari terdiri dari beberapa lapisan, mulai dari fotosfer, kromosfer, dan korona. Masing masing lapisan matahari dapat diamati dari panjang gelombang yang berbeda. Lapisan fotosfer merupakan lapisan yang terdalam, merupakan tempat terjadinya bintik hitam/sunspot. Lapisan korona merupakan lapisan terluar yang memiliki suhu sekitar 2 juta derajat celcius adalah tempat terjadinya prominensa. Pengamatan juga dapat dilakukan pada tekstur matahari (granula) dan filamen. Untuk melakukan pengamatan terhadap permukaan matahari tersebut, dapat dilakukan pengamatan dengan menggunakan teleskop yang dilengkapi dengan filter. Filter diperlukan agar cahaya yang diterima dapat teredam sampai pada batas yang aman untuk dilakukan pengamatan, yaitu sekitar 0,001% dari cahaya matahari. Filter hanya akan mentransimisikan panjang gelombang tertentu sehingga citra yang dihasilkan mengahasilkan warna sesuai jenis filternya. Beberapa filter yang umum digunakan diantaranya filter white light, filter H-alpha, filter Ca-K.Beberapa Teleskop yang digunakan oleh Bidang Matahari dan Antariksa Pussainsa LAPAN Bandung, diantaranya :a. Celestron NexStar 8iTeleskop ini merupakan jenis teleskop catadioptric dengan lebar lensa 8 inch. Teleskop ini menggunakan filter white light sehingga seluruh cahaya tampak matahari yang dikirimkan teredam sampai tingkat aman untuk pengamat dan menghasilkan warna putih. Bidang Matahari dan Antariksa Pussainsa LAPAN Bandung melakukan pengamatan matahari harian dengan teleskop ini dan meng-uploadnya di website pussainsa.lapan.go.id

(a)(b) Gambar 4. Teleskop Celestron NexStar 8i (a) dan filter white light (b)

b. LS60T CaK B600 Teleskop ini merupakan jenis teleskop refraktor produksi Lunt Solar. Teleskop ini memeiliki dua lensa objektif, yaitu masing masing pada bagian atas dan pada eyepiece. Teleskop ini menggunakan blocking filter 6mm hole dan filter Ca-K yang hanya menyerap pada 393,3 nm dan mengahasilkan warna biru. Teleskop ini cocok untuk pengamatan matahari pada daerah korona.c. LS60T H B600 Teleskop ini hampir sama dengan teleskop LS60T CaK, yang membedakan adalah jenis filter yang digunakan adalah filter H-alpha. Filter ini hanya mentransmisikan panjang gelombang pada warna merah tua yang dipancarkan atom hidrogen (656 nm).

IV. PENGAMATAN AKTIVITAS MATAHARI SERTA PREDIKSI DAMPAKNYA TERHADAP BUMI4.1 Pengamatan matahari dengan GOES XRSSalah satu tugas Pussainsa LAPAN Bandung adalah melakukan pengamatan aktivitas matahari. Oleh karena itu diperlukan pemantauan terhadap panjang gelombang elektromagnetik panjang dan pendek dari radiasi matahari. Salah satu pemantauan panjang gelombang pendek yaitu pengamatan terhadap gelombang elektromagnetik matahari pada area sinar-X. Pemantauan ini tidak dapat dilakukan di bumi sehingga pengamatan dilakukan di ruang angkasa oleh satelit GOES. GOES XRS merupakan satelit yang dilengkapi sensor untuk mendeteksi intensitas sinar-X yang dipancarkan matahari.Intensitas fluks sinar-X yang dideteksi oleh sensor x-ray selanjutnya diolah di DPU (Digital Processing Unit). Sinyal yang telah selesai didigitalisasi oleh DPU merupakan data terkompresi untuk telemetri pesawat ruang angkasa (spacecraft). Data kemudian diterima oleh SWPC untuk selanjutnya direpresentasikan sesuai dengan karakter intensitas fluksnya. Berikut merupakan rangkuman terhadap kinerja XRS untuk GOES seri NOP yang saat ini masih beroperasi.

Tabel 2. Ringkasan kinerja XRS untuk GOES NOP[3]ParameterKinerja

Spectral bands XRS-A XRS-B0.05 0.4 nm0.1 0.8 nm

Threshold flux, dynamic range XRS-A XRS-BThreshold flux Dynamic Range510-9 W/m2 100 000210-8 W/m2 100 000

Threshold sensitivity Signal to noise ratio, 10 second interval>1

Resolution XRS , fluxes >20 times threshold