pap smear
DESCRIPTION
jjTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi adalah kemampuan seorang wanita untuk memanfaatkan alat
reproduksi dan mengatur kesuburannya (fertilisasi) dapat menjalani kehamilan dan persalinan
secara aman serta mendapat bayi tanpa resiko apapun atau well health mother
dan well born baby dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal
(Manuaba, 1999). Angka Kematian Ibu dan Anak adalah dua indikator MDG’s yang
berkaitan langsung dengan kesehatan reproduksi perempuan. Masalah kesehatan reproduksi
yang dihadapi oleh wanita pada saat ini adalah meningkatnya infeksi pada organ reproduksi,
yang pada akhirnya menyebabkan kanker, salah satunya kanker serviks yang menyebabkan
kematian no 2 pada wanita (Wijaya dan Delia, 2010). Kanker merupakan salah satu penyakit
penyebab kematian yang cukup tinggi di dunia termasuk Indonesia, dapat menyerang semua
lapisan masyarakat dari golongan ekonomi rendah sampai tinggi, tua maupun muda,
berpendidikan rendah ataupun tinggi. Secara global, kejadian kanker leher rahim (serviks)
menduduki urutan nomor dua setelah kanker payudara bahkan sekitar 500.000 wanita di
seluruh dunia di diagnosa menderita kanker serviks dengan rata-rata 288.000 orang
meninggal setiap tahunnya (Depkes RI, 2008).
Di Indonesia setiap harinya terdapat 41 kasus baru kanker serviks dan 20 wanita
meninggal dunia sehingga diperkirakan setiap satu jam seorang perempuan meninggal karena
kanker serviks (Yuliatin, 2010). Tingginya angka kematian penderita kanker serviks adalah
akibat dari sebagian besar penderita datang berobat sudah pada stadium lanjut (Ramli, 2002).
Di Indonesia, cakupan program skrining baru sekitar 5% wanita yang melakukan
pemeriksaan skrining Pap Smear tersebut. Sehingga hal itulah yang dapat menyebabkan
masih tinggi kanker serviks di negara Indonesia (Samadi dan Heru, 2010). Pap Smear
merupakan suatu metode untuk pemeriksaan sel cairan dinding leher rahim dengan
mengunakan mikroskop, yang dilakukan secara cepat, tidak sakit, dan dengan biaya yang
relatif terjangkau serta hasil yang akurat (Wijaya, 2010). Pemeriksaan Pap Smear bertujuan
untuk mendeteksi sel-sel yang tidak normal yang dapat berkembang menjadi kanker servik.
Sedangkan wanita yang dianjurkan pemeriksaan pap smaer ini adalah wanita yang telah aktif
melakukan hubungan seksual, biasanya wanita dalam masa usia subur, karena tingkat
seksualnya lebih tinggi sehingga lebih tinggi resiko kanker servik bagi mereka. Namun tidak
menjadi kemungkinan juga wanita yang tidak mengalami aktivitas seksualnya memeriksakan
1
diri (Sukaca, 2009). Namun, sampai saat ini pemeriksaan dini mendeteksi kanker serviks di
Indonesia masih belum mendapat prioritas bagi kaum wanita (MKI, 2007).
Angka kejadian kanker serviks di Bali pada tahun 2008 berkisar antara 72 – 64 %
kasus dari penyakit kanker organ reproduksi wanita. Hasil laporan tahunan Dinas Kesehatan
Kabupaten Gianyar tahun 2011 menunjukkan bahwa angka kejadian kanker serviks (leher
rahim) sebanyak 25 kasus, sedangkan tahun 2010 hanya 14 kasus, sehingga terjadi
peningkatan 11 kasus tahun 2011. Dari 25 kasus di kabupaten Gianyar enam orang
diantaranya berasal dari wilayah kerja Puskesmas Sukawati II yaitu dua orang dari desa
Batubulan, dua orang dari desa Singapadu Kaler, satu orang dari desa
3 Celuk dan satu orang dari desa Batubulan Kangin. Hampir semua dari kasus kanker serviks
yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II belum pernah melakukan pap smear
dengan latar belakang yang berbeda baik ekonomi, pendidikan, pengetahuan dan umur datang
berobat ke RSUP Sanglah sudah pada stadium lanjut.
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian pendahuluan di Puskesmas Sukawati
II, jumlah wanita pasangan usia subur (wanita PUS) tahun 2011 sebanyak 4377 orang dari
enam desa dengan 49 banjar. Adapun jumlah wanita PUS masingmasing desa sebagai berikut
: desa Singapadu Kaler berjumlah 547 orang, desa Singapadu Tengah berjumlah 432 orang,
desa Singapadu berjumlah 470 Orang, desa Celuk berjumlah 366 Orang, desa Batubulan
berjumlah 1829 orang dan desa Batubulan Kangin berjumlah 733 orang. Cakupan
pemeriksaan pap smear tahun 2009 sebanyak 49 orang (1,12%), tahun 2010 sebanyak 32
orang (0,73%) dan tahun 2011 sebanyak 17 orang (0,39%). Terjadi penurunan cakupan dari
tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 sekitar 0,36%, masih jauh kurang dibandingkan
dengan target kabupaten yaitu sebesar 85%. Cakupan pap smear tertinggi adalah desa
Singapadu dan cakupan pap smear terendah desa Batubulan. Dari data tersebut ditinjau dari
umur wanita PUS yang melakukan pemeriksaan pap smear berkisar antara 20-48 tahun, dari
segi pendidikan yaitu pendidikan dasar, menengah dan tinggi, dari segi pekerjaan sangat
beragam mulai pedagang, buruh, karyawan swasta, pelaku seni, pengrajin, pegawai negeri
dan lain-lain. Adapun pengetahuan dan sikap wanita PUS dihubungkan dengan pemeriksaan
pap smear ada yang memiliki pengetahuan dan sikap baik dan ada juga kurang.
Berdasarkan pengumpulan data awal terhadap sepuluh orang wanita pasangan usia
subur di Puskesmas Sukawati II pada 18 April 2012, mengenai hubungan
4 karakteristik, pengetahuan dan sikap wanita pasangan usia subur (PUS) dengan tindakan
pemeriksaan pap smear didapatkan data bahwa 6 (60%) dari 10 (100%) berusia 36-45 tahun
dan 4 (40%) berusia antara 21-30 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui sebanyak
2
6 (60%) dengan tingkat pendidikan sekolah menengah atas, 2 (20%) berpendidikan sekolah
menengah pertama serta 2 (20%) berpendidikan sekolah dasar. Berdasarkan pekerjaan
diketahui 2 (20%) bekerja sebagai karyawan swasta, 4 (40%) sebagai pedagang, 1 (10%)
sebagai penari, 1 (10%) sebagai pengrajin perak dan 2 (20%) tidak bekerja. Dari segi
penghasilan keluarga diketahui 6 (60%) berpenghasilan diatas dua juta per bulan, 1 (10%)
berpenghasilan rata-rata 1.800.000 per bulan, 1 (10%) berpenghasilan rata-rata 1000.000 per
bulan dan 2 (20%) dengan penghasilan tidak tetap. Dari segi tingkat pengetahuan diperoleh 6
(60%)) dengan pengetahuan kurang dan 4 (40%) dengan pengetahuan baik tentang
pemeriksaan pap smear. Sedangkan dilihat dari segi sikap terhadap tindakan pemeriksaan
pap smear diperoleh data yaitu 4 (40%) mempunyai sikap baik dan pernah melakukan
pemeriksaan pap smear dan 6 (60%) dengan sikap kurang dan belum pernah melakukan
pemeriksaan pap smear.
Beberapa faktor hambatan pemeriksaan pap smear, diantaranya adalah perilaku
wanita usia subur yang enggan untuk diperiksa karena kurangnya pengetahuan wanita
pasangan usia subur tentang pap smear, rasa malu dan rasa takut untuk memeriksa organ
reproduksi serviks kepada tenaga kesehatan, faktor biaya khususnya pada golongan ekonomi
yang lemah, sumber informasi dan fasilitas atau pelayanan kesehatan yang masih minim
untuk melakukan pemeriksaan pap smear (Candraningsih, 2011).
Pengetahuan dan pendidikan ibu tentang kanker servik akan membentuk sikap positif
terhadap rendahnya deteksi dini kanker servik. Hal ini juga merupakan faktor
5 dominan dalam pemeriksaan deteksi dini kanker serviks. Pengetahuan dan pendidikan yang
dimiliki wanita usia subur tersebut akan menimbulkan kepercayaan ibu tentang deteksi dini
kanker serviks (Aziz, 2006).
Selain faktor pengetahuan dan pendidikan status ekonomi juga berpengaruh terhadap
rendahnya deteksi dini kanker servik. Penyebaran masalah kesehatan yang berbeda
berdasarkan status ekonomi pada umumnya dipengaruhi oleh adanya perbedaan kemampuan
ekonomi dalam mencegah penyakit dan adanya perbedaan sikap hidup dan prilaku yang
dimiliki seseorang (Noor, 2000).
Beberapa hasil penelitian terdahulu juga menunjukkan adanya hubungan antara
karakteristik, pengetahuan dan sikap dengan tindakan pemeriksaan pap smear antara lain :
Penelitian oleh Wilopo (2010) menyatakan bahwa masyarakat dengan sosial ekonomi
rendah kurang memiliki kesempatan untuk melakukan pap smear karena alasan kekurangan
biaya. Penelitian yang dilakukan oleh Darnindro dkk (2006) menyatakan bahwa terdapat
3
hubungan yang bermakna antara umur responden terhadap perilaku responden, dan antara
pengetahuan dengan sikap responden tentang pap smear di Rumah Susun Klender.
Penelitian oleh Nurhasanah (2008) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan dan sikap dari wanita PUS
dengan pemeriksaan pap smear di Banda Aceh.
Dari permasalahan diatas, dan hasil dari beberapa penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa ada hubungan antara karakteristik, pengetahuan dan sikap dengan
perilaku pemeriksaan pap smear pada wanita pasangan usia subur (PUS), sehingga peneliti
merasa penting mengetahui hubungan dari masing-masing variabel tersebut dengan
pemeriksaan pap smear dan tertarik melakukan penelitian di wilayah kerja puskesmas
Sukawati II mengenai hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap wanita pasangan usia
subur dengan tindakan pemeriksaan pap smear.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengetahan ibu tentang pemeriksaan pap smear di Puskesmas Sukawati II.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penulis melakukan penelitian ini untuk menganalisis Hubungan Karakteristik
(umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan), Pengetahuan dan Sikap Wanita
Pasangan Usia Subur (PUS) dengan Tindakan Pemeriksaan Pap Smear di
Puskesmas Sukawati II.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Hubungan umur dengan tindakan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas
Sukawati II
2. Hubungan pendidikan dengan tindakan pemeriksaan pap smear di Puskesmas
Sukawati II
3. Hubungan pekerjaan dengan tindakan pemeriksaan pap smear di Puskesmas
Sukawati II
4. Hubungan penghasilan dengan tindakan pemeriksaan pap smear di
Puskesmas Sukawati II
4
5. Hubungan pengetahuan dengan tindakan pemeriksaan pap smear di
Puskesmas Sukawati II
6. Hubungan sikap dengan tindakan pemeriksaan pap smear di Puskesmas
Sukawati II
7. Variabel paling dominan berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
pap smear di Puskesmas Sukawati II
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi peneliti dan untuk
menambah pengetahuan serta wawasan di bidang kesehatan khususnya tentang
pemeriksaan pap smear.
1.4.2. Bagi Masyarakat
Menambah sumber informasi agar dapat mencegah mengantisipasi akan
terjadinya kanker serviks.
1.4.3. Bagi Profesi
Bagi tenaga kesehatan dapat menambah pengetahuan penelitian ini dapat menjadi
tolak ukur dalam memberikan pelayanan yang baik pada ibu tentang kesehatan.
1.4.4. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi perpustakaan prodi S1 Keperawatan STIKES FLORA
MEDAN sehingga pembaca dapat menjadikannya sebagai masukan dalam
melakukan penelitian yang akan datang.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pap Smear
2.1.1. Definisi pap smear
Pap smear merupakan suatu metode untuk pemeriksaan sel cairan dinding leher
rahim dengan menggunakan mikroskop, yang dilakukan secara cepat, tidak sakit, serta
hasil yang akurat (Wijaya dan Delia, 2010). Pap smear merupakan cara yang mudah,
aman dan untuk mendeteksi kanker serviks melalui pemeriksaan getah atau lendir di
dinding vagina (Dianada dan Rama, 2008). Sedangkan samadi, 2010 mengatakan pap
smear merupakan salah satu deteksi dini terhadap kanker serviks, yang prinsipnya
mengambil sel epitel yang ada di leher rahim yang kemudian dilihat kenormalannya.
Kanker serviks dapat menyerang semua lapisan masyarakat dari golongan
ekonomi bawah sampai golongan ekonomi tinggi, dari yang berpendidikan dasar sampai
berpendidikan tinggi, dari usia muda sampai tua. Pap smear merupakan suatu skrining
untuk mencari abnormalitas dari wanita yang tidak mempunyai keluhan kanker stadium
dini.
2.1.2. Tujuan pemeriksaan pap smear
Tujuan dari deteksi dini kanker servik atau pemeriksaan pap smear ini adalah
untuk menemukan adanya kelainan pada mulut leher rahim. Meskipun kanker tergolong
penyakit mematikan, namun sebagian besar dokter ahli kanker menyebutkan bahwa dari
seluruh jenis kanker, kanker servik termasuk yang paling bisa dicegah dan diobati apabila
terdeteksi sejak awal. Oleh karena itu, dengan mendeteksi kanker servik sejak dini
diharapkan dapat mengurangi jumlah penderita kanker serviks (Wijaya, 2010).
Beberapa tujuan dari pemeriksaan pap smear yang dikemukakan oleh Sukaca,
2009 yaitu :
1. Untuk mendeteksi pertumbuhan sel-sel yang akan menjadi kanker.
2. Untuk mengetahui normal atau tidaknya sel-sel di serviks.
3. Untuk mendeteksi perubahan prakanker pada serviks .
4. Untuk mendeteksi infeksi-infeksi disebabkan oleh virus urogenital dan
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
5. Untuk mengetahui dan mendeteksi sel abnormal yang terdapat hanya pada
lapisan luar dari serviks dan tidak menginvasi bagian dalam.
6. Untuk mengetahui tingkat keganasan kanker serviks.
6
Pada stadium awal (pra kanker) penyakit kanker serviks tidak menimbulkan
keluhan sehingga tidak mudah untuk diamati. Menurut David M. Eddy (1981,
yang dikutip dari Hoepoedio, 1986) dalam tulisannya yang berjudul
―The Economic of Cancer Prevention and Detection, Getting More for Less‖
tujuan konkrit dari penemuan dini kanker, termasuk kanker leher rahim (kanker
serviks) sebagai berikut: a). Menaikkan harapan hidup, b). Mengurangi
pengobatan ekstensif, c). Memperbaiki kualitas hidup, d). Mengurangi
penderitaan, e). Mengurangi kecemasan.
2.1.3. Wanita yang dianjurkan pap smear
Wanita yang dianjurkan untuk melakukan test pap smear biasanya mereka yang
tinggi aktivitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita yang tidak
mengalami aktivitas seksualnya memeriksakan diri. Wanita yang dianjurkan pap smear
menurut Sukaca (2009) sebagai berikut: 1. Wanita yang berusia muda sudah menikah
atau belum namun aktivitas seksualnya tinggi. 2. Wanita yang berganti-ganti pasangan
seksual atau pernah menderita HPV ( Human Papilloma Virus ) atau kutil kelamin. 3.
Wanita yang berusia diatas 35 tahun. 4. Sesering mugkin jika hasil pap smear
menunjukkan abnormal 5. Sesering mugkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker
maupun kanker servik. 6. Wanita yang mengunakan pil KB (sukaca, 2009).
2.1.4. Waktu untuk melakukan pap smear
1. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum
namun aktivitas seksualnya sangat tinggi.
2. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau
pernah menderita infeksi HPV atau kutil kelamin.
3. Setiap tahun untuk wanita yang berusia di atas 40-60 tahun.
4. Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.
5. Setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia di atas 35 tahun.
12
6. Pap smear test setahun sekali bagi wanita antara umur 40-60 tahun dan juga
bagi wanita di bawah 20 tahun yang seksualnya aktif.
7. Sesudah 2 kali pap test (-) dengan interval 3 tahun dengan catatan bahwa
wanita resiko tinggi harus lebih sering menjalankan pap test.
7
8. Sesering mungkin jika hasil pap smear menunjukan abnormal, sesering
mungkin setelah penilaian dan pengobatan pra kanker maupun kanker serviks.
2.1.5. Persiapan sebelum melakukan Pap smear
1. Adapun persiapan sebelum melakukan Pap Smear yaitu sebagai berikut 24 jam
sebelum menjalani pap smear sebaiknya tidak melakukan pencucian atau
pembilasan vagina dengan anti septik .
2. Sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual 48 jam sebelum pemeriksaan
pap smear .
3. Informasikan kepada tenaga kesehatan tentang jenis obat yang di minum
dalam 24 jam sebelum pemeriksaan pap smear (Nurcahyo, 2010).
4. Informasi mengenai haid terakhir, kontrasepsi yang digunakan kepada petugas
kesehatan (Purnomo, 2009).
5. Pada saat pengambilan lendir, usahakan otot-otot vagina rileks sehigga pada
dinding leher rahim dapat terambil cukup tepat untuk pemeriksaan.
2.1.6. Prosedur pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan pap smear dilakukan ketika wanita tidak sedang masa menstruasi.
Waktu terbaik untuk melakukan skrining adalah antara 10-20 hari setelah hari pertama
masa menstruasi. Selama kira-kira dua hari sebelum pemeriksaan, seorang wanita
sebaiknya menghindari penggunaan pembersih vagina, karena bahan-bahan tersebut dapat
menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel abnormal.
Pemeriksaan pap smear dilakukan diatas kursi periksa kandungan oleh dokter atau
bidan yang sudah ahli dengan menggunakan alat untuk mambantu membuka kelamin
wanita. Ujung leher rahim diusap dengan spatula untuk mengambil cairan yang
mengandung sel-sel dinding leher rahim. Usapan ini kemudian diperiksa jenis sel-selnya
dibawah mikroskop.
Hasil pemeriksaan pap smear biasanya keluar setelah dua atau tiga minggu. Pada
akhir pemeriksaan pap smear, setiap wanita hendaknya menanyakan kapan bisa
menerima hasilnya dan apa yang harus dilakukan setelah pemeriksaan.
Pap smear hanyalah sebatas skirining, bukan diagnosis adanya kanker servik. Jadi
apabila hasil pemeriksaan positif yang berarti terdapat sel-sel abnormal, maka harus
segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengobatan oleh dokter ahli. Pemeriksaan
tersebut berupa kolposkopi yaitu pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop)
8
yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks
yang abnormal. Dengan kolposkopi, akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaan serviks.
Setelah itu, dilakukan biopsy pada lesi-lesi tersebut (Wijaya, 2010).
2.1.7. Klasifikasi pemeriksaan pap smear
Hasil pemeriksaan sitologi ginekologik pap smear biasanya dilaporkan dengan
suatu cara tertentu disebut dengan klasifikasi atau terminologi. Ada beberapa jenis
klasifikasi hasil pemeriksaan sitologi pap smear pada dasarnya kurang lebih sama, yaitu :
a. Klasifikasi menurut Papanicolou
Klas I : terdapat sel-sel normal
Klas II : sel-sel tidak normal tidak dicurigai ganas
Klas III : sel epitel diskariotik atau displasia ringan, sedang dan berat
Klas IV : terdapat sel-sel dicurigai ganas
Klas V : sel-sel ganas
b. Klasifikasi menurut WHO
Negatif : tidak terdapat sel ganas
Displasia : kecurigaan sel ganas
Positif : terdapat sel ganas
Inkonklusif : sediaan tidak dapat diinterprestasikan (Hacker, 2001).
2.2. Cakupan Pemeriksaan Pap Smear
Di Indonesia, cakupan program skrining baru sekitar 5% wanita yang melakukan
pemeriksaan skrining pap smear tersebut. Sehingga hal itulah yang dapat menyebabkan
masih tingginya kasus kanker servik di Indonesia (Samadi, 2010). Hampir 50% penderita
kanker serviks tidak melakukan pemeriksaan pap smear dalam 10 tahun belakangan.
Disamping itu juga alasan para wanita untuk tidak melakukan pemeriksaan
pap smear adalah psikologis yaitu takut, gelisah, khawatir atau cemas dalam pemeriksaan
pap smear, (Evennet,2003)
Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pap smear baik bagi mereka
yang telah melakukan pertama kali berhubungan seksual maupun yang sudah sering
melakukan hubungan seksual (sudah menikah). Pemeriksaan pap smear dapat mendeteksi
sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat dengan biaya yang tidak terlalu mahal, dan
sangat efektif untuk menurunkan angka kematian pada wanita penderita kanker serviks.
9
Kehamilan juga tidak mencegah seorang wanita untuk melakukan pemeriksaan
pap smear karena prosedur Pap Smear dapat dilakukan secara aman selama kehamilan.
Sehingga, wanita hamil juga dapat menjalani test ini. Pemeriksaan pap smear tidak
direkomendasikan bagi wanita yang telah melakukan histerektomi (dengan pengangkatan
serviks) untuk kondisi yang jinak. Wanita yang pernah melakukan histerektomi tetapi tanpa
pengangkatan (histerektomi subtotal), sebaiknya melanjutkan skrining sebagaimana halnya
wanita yang tidak melakukan histeretomi (Wijaya, 2010).
Di beberapa Negara maju yang telah cukup lama melakukan program penyaringan
(skrining) melalui pap smear. Di negara maju kesadaran untuk melakukan
pap smear sangat tinggi. Di Amerika pap smear sudah harus dimulai 3 tahun setelah
seseorang melakukan hubungan seksual. Wanita berusia < 30 tahun harus melakukan
skrining sitologi serviks setiap tahun. Wanita berusia ≥ 30 tahun telah memperoleh hasil
pap smear negatif 3 kali berturut-turut dan tidak memiliki risiko tinggi dapat memperpanjang
interval skrining menjadi setiap 2-3 tahun. Skrining dapat dihentikan pada usia 70 tahun pada
wanita dengan risiko rendah. Di Inggris skrining harus dimulai pada usia 25 tahun.
Intervalnya adalah setiap 3 tahun bagi wanita berusia 25-49 tahun. Skrining dapat dihentikan
pada usia 64 tahun jika 3 apusan menunjukkan hasil normal (Tara, 2001).
Di negara Amerika serikat telah dilakukan 50 uji pap smear setiap tahun dan hal itu
berhasil menurunkan insiden kanker servik hingga 70%. Sedangkan dinegara berkembang
pap smear dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks hingga 50% (Darnindro, 2006).
Menurut data BKKBN (2006), jumlah penderita kanker serviks di Indonesia sekitar 200
ribu setiap tahunnya dan menduduki peringkat kedua setelah kanker payudara. Kanker
serviks merupakan penyakit keganasan yang dapat menyebabkan kematian, namun demikian
kesadaran wanita untuk memeriksakan diri masih sangat rendah, karena kurangnya
pengetahuan mengenai kanker serviks dan lebih dari 70 % penderita yang datang ke rumah
sakit sudah dalam stadium lanjut.
Di Indonesia, terjadi peningkatan kejadian kanker serviks dalam jangka waktu 10 tahun
terlihat bahwa peringkat 12 menjadi peringkat 6, setiap tahun diperkirakan terdapat 190.000
penderita baru dan 1/5 akan meninggal akibat penyakit kanker . Namun angka kematian
akibat kanker ini bisa dikurangi 3-35% bila dilakukan tindakan preventif.
10
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan Pap Smear
2.3.1. Sosial demografi
1. Umur
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Danindro dkk (2007) di rumah susun
Klender Jakarta mengatakan bahwa sebesar 24,3% wanita yang sudah
menikah pertama kali pap smear pada umur 25 sampai 40 tahun. Dalam model
system kesehatan (Health System Models) oleh Anderson
17 (1974, dalam Notoatmodjo 2007) menyebutkan bahwa umur termasuk
dalam faktor sosial demografis yang mempengaruhi seseorang untuk mencari
pengobatan dan menggunakan pelayanan kesehatan. Menurut Hall dan Donan
(1990) mengatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan pemilihan
pelayanan kesehatan. Semakin dewasa maka semakin mengerti akan
pemilihan pemanfaatan pelayanan kesehatan karena berhubungan dengan pola
pikir.
2. Pendidikan
Menurut Aman (1997) mengatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan
faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam kesehatan yang
selanjutnya akan berdampak pada derajat kesehatan. Demikian juga pendapat
Muzaham (1995) mengemukakan bahwa orang yang tidak berpendidikan atau
golongan ekonomi rendah kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
tersedia. Tinggi rendahnya pendidikan berkaitan dengan sosio ekonomi,
kehidupan seks dan kebersihan. Menurut Green (1980), pendidikan
dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu pengetahuan yang dimiliki
seseorang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Surbakti E (2004)
pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian kanker
serviks OR = 2,012 dengan kata lain yang berpendidikan rendah merupakan
faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
3. Pekerjaan
Pekerjaan menjadi factor penyebab seseorang untuk berperilaku terhadap
kesehatannya. Hal ini disebabkan karena pekerjaan menjadi factor risiko
seorang mengalami sakit maupun penyakitnya. Pada penelitian Sukanti (2007)
menunjukkan bahwa wanita yang tidak bekerja lebih banyak melakukan
11
pemeriksaan pap smear daripada wanita yang bekerja, hal tersebut berkaitan
dengan waktu dan pelayanan kesehatan. Menurut Hidayat (1999) terdapat
hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja
kasar seperti buruh, petani memperlihatkan 4 kali lebih mungkin terkena
kanker serviks dibanding wanita pekerja ringan atau bekerja di kantor. Dua
kejadian yang terpisah memperlihatkan adanya hubungan antara kanker
serviks dengan pekerjaan. Para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin terkena
kanker serviks dibandingkan dengan para istri pekerja kantor atau pekerja
ringan, kebanyakan dari kelompok yang pertama ini dapat diklasifikasikan ke
dalam kelompok sosial ekonomi rendah, mungkin standar kebersihan yang
tidak baik pada umumnya faktor sosial ekonomi rendah cenderung memulai
aktivitas seksual pada usia lebih muda.
4. Penghasilan (sosial ekonomi)
Penghasilan adalah penghasilan/upah rata-rata per bulan yang didapatkan
dibandingkan dengan beban keluarga (Zadjuli, 1991)Menurut Lapan (1997)
mengatakan bahwa status ekonomi masyarakat seperti penghasilan
mempengaruhi pola pemanfaatan pelayanan kesehatan. Demikian juga
pendapat Alkatiri (1997) mengemukakan bahwa golongan menengah dengan
penghasilan yang lebih memadai akan cenderung berperilaku sebagai
pengguna yang lebih selektif sedangkan golongan ekonomi lemah dengan
kondisi kehidupan yang kurang memadai akan bersikap sebagai pengguna
yang pasif. Pada penelitian di Amerika bulan April 2003 mengatakan
responden yang memiliki penghasilan tinggi memiliki kemauan sebesar 1,56
kali untuk menjalankan pemeriksaan pap smear (Danindro dkk, 2007).
Andersen yang dikutif oleh Notoatmojo (2003) mengatakan bahwa komponen
penghasilan masuk dalam komponen predisposing. Komponen ini digunakan
untuk menggambarkan fakta, bahwa individu mempunyai kecendrungan yang
berbeda-beda untuk menggunakan pelayanan kesehatan.
2.3.2. Pengetahuan
Ketidaktahuan atau rendahnya pengetahuan tentang pencegahan kanker serviks
melalui pap smear dapat menyebabkan tidak terdeteksinya secara dini kanker serviks.
12
Dan apabila seorang wanita memiliki pengetahuan yang luas maka akan menimbulkan
kepercayaan terhadap deteksi dini kanker servik (Octavia, 2009).
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab
pertanyaan “What”, misalnya apa air, apa manusia, alam dan sebagainya
(Notoatmodjo,2005).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini menjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengideraan terjadi melalui
20 panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2003). tingkat pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai megingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap
sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip
dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.
4. Analisis (analisys)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis yaitu suatu kemampuan untuk penyusunan formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
13
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian itu berdasarkan
dari suatu kriteria yang ditemukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
2.3.3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulasi atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulasi tertentu (Aziz, 2007).
Thurstone berpendapat bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afeksi, baik
bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis,
seperti simbol, frase, slogan, orang, lembaga, cita-cita dan gagasan. Sementara itu
Kendler mengemukakan, bahwa sikap merupakan kecenderungan (tendency), untuk
mendekati (approach), atau menjauhi (avoid), atau melakukan sesuatu, baik secara positif
ataupun secara negatif terhadap suatu lembaga, peristiwa, gagasan atau konsep. Pendapat
tersebut seiring dengan pendapat Sarwono, yang menyatakan bahwa sikap adalah
kesiapan seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu (Febry, 2011).
Berdasarkan definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap meliputi 3 (tiga)
aspek yaitu: Keyakinan (aspek kognitif), perasaan ( aspek afektif), dan kecenderungan
prilaku (aspek konatif) (Febry, 2011).
1. Aspek keyakinan (kognitif)
Aspek keyakinan ini pada dasarnya berisikan apa yang dipikirkan dan apa yang
diyakini seseorang menggenai objek sikap. Apa yang diyakini dan dipikirkan
tersebut belum tentu benar. Aspek keyakinan ini bila kita kaitkan dengan pelayan
di sebuah rumah sakit sebagai objek sikap, aspek keyakinan ini antara lain dapat
berupa pengetahuan seseorang menggenai pola layanan dari rumah sakit
bersangkutan. Dalam hal ini, aspek keyakinan ini positif maka akan
menumbuhkan sikap positif, sedangkan bila negatif akan menumbuhkan sikap
negatif terhadap objek sikap (Febry, 2011).
2. Perasaan (afektif)
Perasaan adalah mencakup 2 hal yaitu: perasaan senang ataupun perasaan tidak
senang terhadap sesuatu. Contohnya Dimisalkan lagi dalam pelayanan kesehatan,
semakin banyaknya hal positif yang ditunjukkan oleh bidan dalam memberikan
14
layanan kesehatan kepada pasien, maka semakin positif keyakinan dalam pribadi
klien sehingga mereka menjadi semakin senang terhadap pelayanan kesehatan
tersebut (Febry, 2011).
3. Kecenderungan (konatif)
Kecenderungan prilaku adalah jika seseorang menyenangi suatu objek, maka ada
kecenderungan orang tersebut akan bergerak untuk mendekati orang tersebut.
Sebaliknya, bila seseorang tidak menyenangi suatu objek itu, maka
kecenderungan akan menjauhi objek tersebut. Sebagai contoh dalam pelyanan
kesehatan di rumah sakit bila para pasien menyenangi sikap para pelayanan
kesehatan dalam melayaninya maka pada suatu ketika para pelanggan itu
cenderung untuk datang kembali ke rumah sakit tersebut, nanum sebaliknya bila
tidak disenangi maka ada kecenderungan tidak mau lagi datang ke rumah sakit
tersebut (Febry, 2011). Wanita kebanyakan enggan untuk melakukan pap smear
biasanya adalah ketakutan kalau pap smear akan menyatakan bahwa mereka
menderita kanker, sehingga mereka lebih memilih tidak mengetahuinya dan
menghindarinya, ada juga kelompok wanita gelisah yang terlalu malu, khawatir
atau cemas untuk menjalankan pemeriksaan pap smear ( Evennett, 2003).
2.3.4. Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama lebih dari 4 atau 5 tahun dapat
meningkatkan risiko terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang
dapat meyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk terjadi
kanker serviks (Hidayat, 2001). Pil kontrasepsi oral diduga akan menyebabkan defisiensi
folat yang mengurangi metabolisme mutagen sedangkan estrogen kemungkinan menjadi
salah satu kofaktor yang membuat replikasi DNA HPV.
2.3.5. Paritas
Paritas adalah seseorang yang sudah pernah melahirkan bayi yang dapat hidup.
Paritas dengan jumlah anak lebih dari dua orang atau jarak persalinan terlampau dekat
mempunyai resiko terhadap timbulnya perubahan terhadap selsel abnormal pada leher
rahim. Jika jumlah anak menyebabkan perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut
rahim yang dapat berkembang pada keganasan (Fitria, 2007).
15
2.3.6. Usia wanita saat menikah
Usia menikah kurang dari 20 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami
perubahan sel-sel mulut rahim. Hal ini disebabkan oleh karena pada saat usia muda sel-sel
rahim masih belum matang. Maka sel-sel tersebut tidak rentan terhadap zat-zat kimia
yang dibawa oleh sperma dan segala macam perubahannya. Jika belum matang, saat ada
rangsangan sel yang tumbuh tidak seimbang dengan sel yang mati, sehingga kelebihan sel
ini bisa berubah sifat menjadi sel kanker (Fitria, 2007).
2.3.7. Letak geografis
Wanita yang bertempat tinggal di daerah yang kurang maju atau perkampungan
yang sulit dijangkau, dapat menyebabkkan kurangnya mendapatkan informasi tentang
kesehatan ataupun tentang pap smear itu sendiri, dikerenakan susahnya akses transportasi
dan penyuluhan yang dilakukan tenaga kesehatan yang tidak merata dan informasi dari
berbagai media massa seperti media massa, media cetak, media elektronik yang belum
maksimal, begitu juga belum merata tersedianya poster-poster, spanduk tentang pap
smear yang belum maksimal disosialisasikan. Dari karena itu banyak wanita yang tidak
tahu tentang pap smear sehingga mereka tidak pernah melakukan pemeriksaan
pap smear.
2.3.8. Biaya
Biaya mempengaruhi seseorang untuk berperilaku dalam mendapatkan
pengobatan. Apabila biaya yang harus dikeluarkan mahal maka ia cenderung untuk tidak
mencari pengobatan, sedangkan bila harga pelayanan kesehatan murah ataupun masih
terjangkau maka individu tersebut mencari pelayanan kesehatan untuk mengobati
penyakitnya, dalam hal ini adalah pemeriksaan pap smear. Analisis yang dilakukan oleh
Suchman (1967) mengatakan bahwa mahalnya biaya yang harus dikeluarkan seseorang
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan menyebabkan 8% orang yang melaporkan
penyakitnya, terlambat dalam mencari pengobatan.
2.3.9. Jarak
Faktor yang mendukung seseorang untuk melakukan pemeriksaan adalah jarak.
Menurut teori Snehandu terjangkaunya informasi dapat mempengaruhi seseorang untuk
bertindak dalam mencari pengobatan (Notoatmodjo, 2005). Sedangkan Green (1980)
16
menganalisis bahwa keterjangkauan sarana dan prasarana kesehatan yaitu jarak menjadi
faktor pemungkin seseorang untuk dapat merubah perilakunya dalam mencari pengobatan
dan mendapatkan pelayanan kesehatan.
2.3.10. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam tindakan
pemeriksaan pap smear. Berdasarkan teori dari team kerja WHO (1989, dalam
Notoatmodjo 2005) mengatakan bahwa tersedianya sumber-sumber daya berupa fasilitas,
uang, waktu dan tenaga dapat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku sedangkan
Cumnings dkk (1980, dalam Notoatmodjo 2000) menganalisis bahwa keterjangkauan
pelayanan kesehatan seperti kemampuan individu untuk membayar dan tersedianya
pelayanan kesehatan dapat merubah perilaku seseorang. Penelitian yang dilakukan
Susanti (2002) mengatakan bahwa sebagian besar responden tidak melakukan
pemeriksaan pap smear alasannya mereka tidak mengetahui adanya pemeriksaan pap
smear serta lokasi pemeriksaan pap smear yang disebabkan Karena adanya hambatan /
kendala seperti tidak adanya informasi, jarak yang jauh dan biaya transport.
2.4. Tindakan Pap Smear
Tindakan pap smear pada seorang wanita pasangan usia subur (wanita pus)
dipengaruhi berbagai faktor yaitu faktor dari dalam dirinya sendiri (perilaku wanita pus) dan
dukungan dari lingkungan (dukungan keluarga dalam hal ini secara khusus suami).
Sebagaimana kita ketahui perilaku sangat mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku
menurut Laurence W.Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: 1). faktor
predisposisi (predisposing faktors) , yaitu: faktor predisposisi timbulnya perilaku seperti
umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan
lain sebagainya. 2). Faktor pendukung ( enabling faktors ) yaitu: faktor yang mendukung
timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik dan sumber – sumber yang ada di masyarakat
misalnya: Tersedianya tempat pelayanan pemeriksaan yang terjangkau masyarakat dan lain
sebagainya. 3). Faktor pendorong (reinforcing faktors) yaitu: faktor-faktor yang memperkuat
atau mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal dari orang lain misalnya: keluarga,
kelompok, guru, petugas kesehatan dan pengambil keputusan yang mendukung perilaku
tindakan pap smear.
17
2.5. Kerangka Konsep
Menurut Notoadmodjo tahun 2003, Kerangka konsep adalah kerangka hubungan
antara konsep yang ingin diamati/diukur melalui penelitian yang dilakukan. Kerangka konsep
pada penelitian ini diambil dari gabungan skema Green (1980) dan Caplan (1964) dalam
Notoatmodjo (2003). Adapun kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada skema
2.5 yaitu:
Skema 2.5. Konsep Penelitian
Keterangan :
Gambar 5.2 Kerangka Konsep Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita
Pasangan Usia Subur (PUS) dengan Tindakan Pemeriksaan Pap Smear
Menurut Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003)
18