pap smear

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kemampuan seorang wanita untuk memanfaatkan alat reproduksi dan mengatur kesuburannya (fertilisasi) dapat menjalani kehamilan dan persalinan secara aman serta mendapat bayi tanpa resiko apapun atau well health mother dan well born baby dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal (Manuaba, 1999). Angka Kematian Ibu dan Anak adalah dua indikator MDG’s yang berkaitan langsung dengan kesehatan reproduksi perempuan. Masalah kesehatan reproduksi yang dihadapi oleh wanita pada saat ini adalah meningkatnya infeksi pada organ reproduksi, yang pada akhirnya menyebabkan kanker, salah satunya kanker serviks yang menyebabkan kematian no 2 pada wanita (Wijaya dan Delia, 2010). Kanker merupakan salah satu penyakit penyebab kematian yang cukup tinggi di dunia termasuk Indonesia, dapat menyerang semua lapisan masyarakat dari golongan ekonomi rendah sampai tinggi, tua maupun muda, berpendidikan rendah ataupun tinggi. Secara global, kejadian kanker leher rahim (serviks) menduduki urutan nomor dua setelah kanker payudara bahkan sekitar 500.000 wanita di seluruh dunia di diagnosa menderita kanker serviks dengan rata-rata 288.000 orang meninggal setiap tahunnya (Depkes RI, 2008). Di Indonesia setiap harinya terdapat 41 kasus baru kanker serviks dan 20 wanita meninggal dunia sehingga diperkirakan setiap satu jam seorang perempuan meninggal karena kanker serviks (Yuliatin, 2010). Tingginya angka kematian penderita 1

Upload: rahmabasri

Post on 22-Jan-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jj

TRANSCRIPT

Page 1: pap smear

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan reproduksi adalah kemampuan seorang wanita untuk memanfaatkan alat

reproduksi dan mengatur kesuburannya (fertilisasi) dapat menjalani kehamilan dan persalinan

secara aman serta mendapat bayi tanpa resiko apapun atau well health mother

dan well born baby dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal

(Manuaba, 1999). Angka Kematian Ibu dan Anak adalah dua indikator MDG’s yang

berkaitan langsung dengan kesehatan reproduksi perempuan. Masalah kesehatan reproduksi

yang dihadapi oleh wanita pada saat ini adalah meningkatnya infeksi pada organ reproduksi,

yang pada akhirnya menyebabkan kanker, salah satunya kanker serviks yang menyebabkan

kematian no 2 pada wanita (Wijaya dan Delia, 2010). Kanker merupakan salah satu penyakit

penyebab kematian yang cukup tinggi di dunia termasuk Indonesia, dapat menyerang semua

lapisan masyarakat dari golongan ekonomi rendah sampai tinggi, tua maupun muda,

berpendidikan rendah ataupun tinggi. Secara global, kejadian kanker leher rahim (serviks)

menduduki urutan nomor dua setelah kanker payudara bahkan sekitar 500.000 wanita di

seluruh dunia di diagnosa menderita kanker serviks dengan rata-rata 288.000 orang

meninggal setiap tahunnya (Depkes RI, 2008).

Di Indonesia setiap harinya terdapat 41 kasus baru kanker serviks dan 20 wanita

meninggal dunia sehingga diperkirakan setiap satu jam seorang perempuan meninggal karena

kanker serviks (Yuliatin, 2010). Tingginya angka kematian penderita kanker serviks adalah

akibat dari sebagian besar penderita datang berobat sudah pada stadium lanjut (Ramli, 2002).

Di Indonesia, cakupan program skrining baru sekitar 5% wanita yang melakukan

pemeriksaan skrining Pap Smear tersebut. Sehingga hal itulah yang dapat menyebabkan

masih tinggi kanker serviks di negara Indonesia (Samadi dan Heru, 2010). Pap Smear

merupakan suatu metode untuk pemeriksaan sel cairan dinding leher rahim dengan

mengunakan mikroskop, yang dilakukan secara cepat, tidak sakit, dan dengan biaya yang

relatif terjangkau serta hasil yang akurat (Wijaya, 2010). Pemeriksaan Pap Smear bertujuan

untuk mendeteksi sel-sel yang tidak normal yang dapat berkembang menjadi kanker servik.

Sedangkan wanita yang dianjurkan pemeriksaan pap smaer ini adalah wanita yang telah aktif

melakukan hubungan seksual, biasanya wanita dalam masa usia subur, karena tingkat

seksualnya lebih tinggi sehingga lebih tinggi resiko kanker servik bagi mereka. Namun tidak

menjadi kemungkinan juga wanita yang tidak mengalami aktivitas seksualnya memeriksakan

1

Page 2: pap smear

diri (Sukaca, 2009). Namun, sampai saat ini pemeriksaan dini mendeteksi kanker serviks di

Indonesia masih belum mendapat prioritas bagi kaum wanita (MKI, 2007).

Angka kejadian kanker serviks di Bali pada tahun 2008 berkisar antara 72 – 64 %

kasus dari penyakit kanker organ reproduksi wanita. Hasil laporan tahunan Dinas Kesehatan

Kabupaten Gianyar tahun 2011 menunjukkan bahwa angka kejadian kanker serviks (leher

rahim) sebanyak 25 kasus, sedangkan tahun 2010 hanya 14 kasus, sehingga terjadi

peningkatan 11 kasus tahun 2011. Dari 25 kasus di kabupaten Gianyar enam orang

diantaranya berasal dari wilayah kerja Puskesmas Sukawati II yaitu dua orang dari desa

Batubulan, dua orang dari desa Singapadu Kaler, satu orang dari desa

3 Celuk dan satu orang dari desa Batubulan Kangin. Hampir semua dari kasus kanker serviks

yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II belum pernah melakukan pap smear

dengan latar belakang yang berbeda baik ekonomi, pendidikan, pengetahuan dan umur datang

berobat ke RSUP Sanglah sudah pada stadium lanjut.

Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian pendahuluan di Puskesmas Sukawati

II, jumlah wanita pasangan usia subur (wanita PUS) tahun 2011 sebanyak 4377 orang dari

enam desa dengan 49 banjar. Adapun jumlah wanita PUS masingmasing desa sebagai berikut

: desa Singapadu Kaler berjumlah 547 orang, desa Singapadu Tengah berjumlah 432 orang,

desa Singapadu berjumlah 470 Orang, desa Celuk berjumlah 366 Orang, desa Batubulan

berjumlah 1829 orang dan desa Batubulan Kangin berjumlah 733 orang. Cakupan

pemeriksaan pap smear tahun 2009 sebanyak 49 orang (1,12%), tahun 2010 sebanyak 32

orang (0,73%) dan tahun 2011 sebanyak 17 orang (0,39%). Terjadi penurunan cakupan dari

tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 sekitar 0,36%, masih jauh kurang dibandingkan

dengan target kabupaten yaitu sebesar 85%. Cakupan pap smear tertinggi adalah desa

Singapadu dan cakupan pap smear terendah desa Batubulan. Dari data tersebut ditinjau dari

umur wanita PUS yang melakukan pemeriksaan pap smear berkisar antara 20-48 tahun, dari

segi pendidikan yaitu pendidikan dasar, menengah dan tinggi, dari segi pekerjaan sangat

beragam mulai pedagang, buruh, karyawan swasta, pelaku seni, pengrajin, pegawai negeri

dan lain-lain. Adapun pengetahuan dan sikap wanita PUS dihubungkan dengan pemeriksaan

pap smear ada yang memiliki pengetahuan dan sikap baik dan ada juga kurang.

Berdasarkan pengumpulan data awal terhadap sepuluh orang wanita pasangan usia

subur di Puskesmas Sukawati II pada 18 April 2012, mengenai hubungan

4 karakteristik, pengetahuan dan sikap wanita pasangan usia subur (PUS) dengan tindakan

pemeriksaan pap smear didapatkan data bahwa 6 (60%) dari 10 (100%) berusia 36-45 tahun

dan 4 (40%) berusia antara 21-30 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui sebanyak

2

Page 3: pap smear

6 (60%) dengan tingkat pendidikan sekolah menengah atas, 2 (20%) berpendidikan sekolah

menengah pertama serta 2 (20%) berpendidikan sekolah dasar. Berdasarkan pekerjaan

diketahui 2 (20%) bekerja sebagai karyawan swasta, 4 (40%) sebagai pedagang, 1 (10%)

sebagai penari, 1 (10%) sebagai pengrajin perak dan 2 (20%) tidak bekerja. Dari segi

penghasilan keluarga diketahui 6 (60%) berpenghasilan diatas dua juta per bulan, 1 (10%)

berpenghasilan rata-rata 1.800.000 per bulan, 1 (10%) berpenghasilan rata-rata 1000.000 per

bulan dan 2 (20%) dengan penghasilan tidak tetap. Dari segi tingkat pengetahuan diperoleh 6

(60%)) dengan pengetahuan kurang dan 4 (40%) dengan pengetahuan baik tentang

pemeriksaan pap smear. Sedangkan dilihat dari segi sikap terhadap tindakan pemeriksaan

pap smear diperoleh data yaitu 4 (40%) mempunyai sikap baik dan pernah melakukan

pemeriksaan pap smear dan 6 (60%) dengan sikap kurang dan belum pernah melakukan

pemeriksaan pap smear.

Beberapa faktor hambatan pemeriksaan pap smear, diantaranya adalah perilaku

wanita usia subur yang enggan untuk diperiksa karena kurangnya pengetahuan wanita

pasangan usia subur tentang pap smear, rasa malu dan rasa takut untuk memeriksa organ

reproduksi serviks kepada tenaga kesehatan, faktor biaya khususnya pada golongan ekonomi

yang lemah, sumber informasi dan fasilitas atau pelayanan kesehatan yang masih minim

untuk melakukan pemeriksaan pap smear (Candraningsih, 2011).

Pengetahuan dan pendidikan ibu tentang kanker servik akan membentuk sikap positif

terhadap rendahnya deteksi dini kanker servik. Hal ini juga merupakan faktor

5 dominan dalam pemeriksaan deteksi dini kanker serviks. Pengetahuan dan pendidikan yang

dimiliki wanita usia subur tersebut akan menimbulkan kepercayaan ibu tentang deteksi dini

kanker serviks (Aziz, 2006).

Selain faktor pengetahuan dan pendidikan status ekonomi juga berpengaruh terhadap

rendahnya deteksi dini kanker servik. Penyebaran masalah kesehatan yang berbeda

berdasarkan status ekonomi pada umumnya dipengaruhi oleh adanya perbedaan kemampuan

ekonomi dalam mencegah penyakit dan adanya perbedaan sikap hidup dan prilaku yang

dimiliki seseorang (Noor, 2000).

Beberapa hasil penelitian terdahulu juga menunjukkan adanya hubungan antara

karakteristik, pengetahuan dan sikap dengan tindakan pemeriksaan pap smear antara lain :

Penelitian oleh Wilopo (2010) menyatakan bahwa masyarakat dengan sosial ekonomi

rendah kurang memiliki kesempatan untuk melakukan pap smear karena alasan kekurangan

biaya. Penelitian yang dilakukan oleh Darnindro dkk (2006) menyatakan bahwa terdapat

3

Page 4: pap smear

hubungan yang bermakna antara umur responden terhadap perilaku responden, dan antara

pengetahuan dengan sikap responden tentang pap smear di Rumah Susun Klender.

Penelitian oleh Nurhasanah (2008) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan dan sikap dari wanita PUS

dengan pemeriksaan pap smear di Banda Aceh.

Dari permasalahan diatas, dan hasil dari beberapa penelitian terdahulu

menunjukkan bahwa ada hubungan antara karakteristik, pengetahuan dan sikap dengan

perilaku pemeriksaan pap smear pada wanita pasangan usia subur (PUS), sehingga peneliti

merasa penting mengetahui hubungan dari masing-masing variabel tersebut dengan

pemeriksaan pap smear dan tertarik melakukan penelitian di wilayah kerja puskesmas

Sukawati II mengenai hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap wanita pasangan usia

subur dengan tindakan pemeriksaan pap smear.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pengetahan ibu tentang pemeriksaan pap smear di Puskesmas Sukawati II.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penulis melakukan penelitian ini untuk menganalisis Hubungan Karakteristik

(umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan), Pengetahuan dan Sikap Wanita

Pasangan Usia Subur (PUS) dengan Tindakan Pemeriksaan Pap Smear di

Puskesmas Sukawati II.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Hubungan umur dengan tindakan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas

Sukawati II

2. Hubungan pendidikan dengan tindakan pemeriksaan pap smear di Puskesmas

Sukawati II

3. Hubungan pekerjaan dengan tindakan pemeriksaan pap smear di Puskesmas

Sukawati II

4. Hubungan penghasilan dengan tindakan pemeriksaan pap smear di

Puskesmas Sukawati II

4

Page 5: pap smear

5. Hubungan pengetahuan dengan tindakan pemeriksaan pap smear di

Puskesmas Sukawati II

6. Hubungan sikap dengan tindakan pemeriksaan pap smear di Puskesmas

Sukawati II

7. Variabel paling dominan berhubungan dengan tindakan pemeriksaan

pap smear di Puskesmas Sukawati II

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi peneliti dan untuk

menambah pengetahuan serta wawasan di bidang kesehatan khususnya tentang

pemeriksaan pap smear.

1.4.2. Bagi Masyarakat

Menambah sumber informasi agar dapat mencegah mengantisipasi akan

terjadinya kanker serviks.

1.4.3. Bagi Profesi

Bagi tenaga kesehatan dapat menambah pengetahuan penelitian ini dapat menjadi

tolak ukur dalam memberikan pelayanan yang baik pada ibu tentang kesehatan.

1.4.4. Bagi Institusi Pendidikan

Menambah referensi perpustakaan prodi S1 Keperawatan STIKES FLORA

MEDAN sehingga pembaca dapat menjadikannya sebagai masukan dalam

melakukan penelitian yang akan datang.

5

Page 6: pap smear

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pap Smear

2.1.1. Definisi pap smear

Pap smear merupakan suatu metode untuk pemeriksaan sel cairan dinding leher

rahim dengan menggunakan mikroskop, yang dilakukan secara cepat, tidak sakit, serta

hasil yang akurat (Wijaya dan Delia, 2010). Pap smear merupakan cara yang mudah,

aman dan untuk mendeteksi kanker serviks melalui pemeriksaan getah atau lendir di

dinding vagina (Dianada dan Rama, 2008). Sedangkan samadi, 2010 mengatakan pap

smear merupakan salah satu deteksi dini terhadap kanker serviks, yang prinsipnya

mengambil sel epitel yang ada di leher rahim yang kemudian dilihat kenormalannya.

Kanker serviks dapat menyerang semua lapisan masyarakat dari golongan

ekonomi bawah sampai golongan ekonomi tinggi, dari yang berpendidikan dasar sampai

berpendidikan tinggi, dari usia muda sampai tua. Pap smear merupakan suatu skrining

untuk mencari abnormalitas dari wanita yang tidak mempunyai keluhan kanker stadium

dini.

2.1.2. Tujuan pemeriksaan pap smear

Tujuan dari deteksi dini kanker servik atau pemeriksaan pap smear ini adalah

untuk menemukan adanya kelainan pada mulut leher rahim. Meskipun kanker tergolong

penyakit mematikan, namun sebagian besar dokter ahli kanker menyebutkan bahwa dari

seluruh jenis kanker, kanker servik termasuk yang paling bisa dicegah dan diobati apabila

terdeteksi sejak awal. Oleh karena itu, dengan mendeteksi kanker servik sejak dini

diharapkan dapat mengurangi jumlah penderita kanker serviks (Wijaya, 2010).

Beberapa tujuan dari pemeriksaan pap smear yang dikemukakan oleh Sukaca,

2009 yaitu :

1. Untuk mendeteksi pertumbuhan sel-sel yang akan menjadi kanker.

2. Untuk mengetahui normal atau tidaknya sel-sel di serviks.

3. Untuk mendeteksi perubahan prakanker pada serviks .

4. Untuk mendeteksi infeksi-infeksi disebabkan oleh virus urogenital dan

penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.

5. Untuk mengetahui dan mendeteksi sel abnormal yang terdapat hanya pada

lapisan luar dari serviks dan tidak menginvasi bagian dalam.

6. Untuk mengetahui tingkat keganasan kanker serviks.

6

Page 7: pap smear

Pada stadium awal (pra kanker) penyakit kanker serviks tidak menimbulkan

keluhan sehingga tidak mudah untuk diamati. Menurut David M. Eddy (1981,

yang dikutip dari Hoepoedio, 1986) dalam tulisannya yang berjudul

―The Economic of Cancer Prevention and Detection, Getting More for Less‖

tujuan konkrit dari penemuan dini kanker, termasuk kanker leher rahim (kanker

serviks) sebagai berikut: a). Menaikkan harapan hidup, b). Mengurangi

pengobatan ekstensif, c). Memperbaiki kualitas hidup, d). Mengurangi

penderitaan, e). Mengurangi kecemasan.

2.1.3. Wanita yang dianjurkan pap smear

Wanita yang dianjurkan untuk melakukan test pap smear biasanya mereka yang

tinggi aktivitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita yang tidak

mengalami aktivitas seksualnya memeriksakan diri. Wanita yang dianjurkan pap smear

menurut Sukaca (2009) sebagai berikut: 1. Wanita yang berusia muda sudah menikah

atau belum namun aktivitas seksualnya tinggi. 2. Wanita yang berganti-ganti pasangan

seksual atau pernah menderita HPV ( Human Papilloma Virus ) atau kutil kelamin. 3.

Wanita yang berusia diatas 35 tahun. 4. Sesering mugkin jika hasil pap smear

menunjukkan abnormal 5. Sesering mugkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker

maupun kanker servik. 6. Wanita yang mengunakan pil KB (sukaca, 2009).

2.1.4. Waktu untuk melakukan pap smear

1. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum

namun aktivitas seksualnya sangat tinggi.

2. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau

pernah menderita infeksi HPV atau kutil kelamin.

3. Setiap tahun untuk wanita yang berusia di atas 40-60 tahun.

4. Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.

5. Setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia di atas 35 tahun.

12

6. Pap smear test setahun sekali bagi wanita antara umur 40-60 tahun dan juga

bagi wanita di bawah 20 tahun yang seksualnya aktif.

7. Sesudah 2 kali pap test (-) dengan interval 3 tahun dengan catatan bahwa

wanita resiko tinggi harus lebih sering menjalankan pap test.

7

Page 8: pap smear

8. Sesering mungkin jika hasil pap smear menunjukan abnormal, sesering

mungkin setelah penilaian dan pengobatan pra kanker maupun kanker serviks.

2.1.5. Persiapan sebelum melakukan Pap smear

1. Adapun persiapan sebelum melakukan Pap Smear yaitu sebagai berikut 24 jam

sebelum menjalani pap smear sebaiknya tidak melakukan pencucian atau

pembilasan vagina dengan anti septik .

2. Sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual 48 jam sebelum pemeriksaan

pap smear .

3. Informasikan kepada tenaga kesehatan tentang jenis obat yang di minum

dalam 24 jam sebelum pemeriksaan pap smear (Nurcahyo, 2010).

4. Informasi mengenai haid terakhir, kontrasepsi yang digunakan kepada petugas

kesehatan (Purnomo, 2009).

5. Pada saat pengambilan lendir, usahakan otot-otot vagina rileks sehigga pada

dinding leher rahim dapat terambil cukup tepat untuk pemeriksaan.

2.1.6. Prosedur pemeriksaan pap smear

Pemeriksaan pap smear dilakukan ketika wanita tidak sedang masa menstruasi.

Waktu terbaik untuk melakukan skrining adalah antara 10-20 hari setelah hari pertama

masa menstruasi. Selama kira-kira dua hari sebelum pemeriksaan, seorang wanita

sebaiknya menghindari penggunaan pembersih vagina, karena bahan-bahan tersebut dapat

menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel abnormal.

Pemeriksaan pap smear dilakukan diatas kursi periksa kandungan oleh dokter atau

bidan yang sudah ahli dengan menggunakan alat untuk mambantu membuka kelamin

wanita. Ujung leher rahim diusap dengan spatula untuk mengambil cairan yang

mengandung sel-sel dinding leher rahim. Usapan ini kemudian diperiksa jenis sel-selnya

dibawah mikroskop.

Hasil pemeriksaan pap smear biasanya keluar setelah dua atau tiga minggu. Pada

akhir pemeriksaan pap smear, setiap wanita hendaknya menanyakan kapan bisa

menerima hasilnya dan apa yang harus dilakukan setelah pemeriksaan.

Pap smear hanyalah sebatas skirining, bukan diagnosis adanya kanker servik. Jadi

apabila hasil pemeriksaan positif yang berarti terdapat sel-sel abnormal, maka harus

segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengobatan oleh dokter ahli. Pemeriksaan

tersebut berupa kolposkopi yaitu pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop)

8

Page 9: pap smear

yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks

yang abnormal. Dengan kolposkopi, akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaan serviks.

Setelah itu, dilakukan biopsy pada lesi-lesi tersebut (Wijaya, 2010).

2.1.7. Klasifikasi pemeriksaan pap smear

Hasil pemeriksaan sitologi ginekologik pap smear biasanya dilaporkan dengan

suatu cara tertentu disebut dengan klasifikasi atau terminologi. Ada beberapa jenis

klasifikasi hasil pemeriksaan sitologi pap smear pada dasarnya kurang lebih sama, yaitu :

a. Klasifikasi menurut Papanicolou

Klas I : terdapat sel-sel normal

Klas II : sel-sel tidak normal tidak dicurigai ganas

Klas III : sel epitel diskariotik atau displasia ringan, sedang dan berat

Klas IV : terdapat sel-sel dicurigai ganas

Klas V : sel-sel ganas

b. Klasifikasi menurut WHO

Negatif : tidak terdapat sel ganas

Displasia : kecurigaan sel ganas

Positif : terdapat sel ganas

Inkonklusif : sediaan tidak dapat diinterprestasikan (Hacker, 2001).

2.2. Cakupan Pemeriksaan Pap Smear

Di Indonesia, cakupan program skrining baru sekitar 5% wanita yang melakukan

pemeriksaan skrining pap smear tersebut. Sehingga hal itulah yang dapat menyebabkan

masih tingginya kasus kanker servik di Indonesia (Samadi, 2010). Hampir 50% penderita

kanker serviks tidak melakukan pemeriksaan pap smear dalam 10 tahun belakangan.

Disamping itu juga alasan para wanita untuk tidak melakukan pemeriksaan

pap smear adalah psikologis yaitu takut, gelisah, khawatir atau cemas dalam pemeriksaan

pap smear, (Evennet,2003)

Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pap smear baik bagi mereka

yang telah melakukan pertama kali berhubungan seksual maupun yang sudah sering

melakukan hubungan seksual (sudah menikah). Pemeriksaan pap smear dapat mendeteksi

sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat dengan biaya yang tidak terlalu mahal, dan

sangat efektif untuk menurunkan angka kematian pada wanita penderita kanker serviks.

9

Page 10: pap smear

Kehamilan juga tidak mencegah seorang wanita untuk melakukan pemeriksaan

pap smear karena prosedur Pap Smear dapat dilakukan secara aman selama kehamilan.

Sehingga, wanita hamil juga dapat menjalani test ini. Pemeriksaan pap smear tidak

direkomendasikan bagi wanita yang telah melakukan histerektomi (dengan pengangkatan

serviks) untuk kondisi yang jinak. Wanita yang pernah melakukan histerektomi tetapi tanpa

pengangkatan (histerektomi subtotal), sebaiknya melanjutkan skrining sebagaimana halnya

wanita yang tidak melakukan histeretomi (Wijaya, 2010).

Di beberapa Negara maju yang telah cukup lama melakukan program penyaringan

(skrining) melalui pap smear. Di negara maju kesadaran untuk melakukan

pap smear sangat tinggi. Di Amerika pap smear sudah harus dimulai 3 tahun setelah

seseorang melakukan hubungan seksual. Wanita berusia < 30 tahun harus melakukan

skrining sitologi serviks setiap tahun. Wanita berusia ≥ 30 tahun telah memperoleh hasil

pap smear negatif 3 kali berturut-turut dan tidak memiliki risiko tinggi dapat memperpanjang

interval skrining menjadi setiap 2-3 tahun. Skrining dapat dihentikan pada usia 70 tahun pada

wanita dengan risiko rendah. Di Inggris skrining harus dimulai pada usia 25 tahun.

Intervalnya adalah setiap 3 tahun bagi wanita berusia 25-49 tahun. Skrining dapat dihentikan

pada usia 64 tahun jika 3 apusan menunjukkan hasil normal (Tara, 2001).

Di negara Amerika serikat telah dilakukan 50 uji pap smear setiap tahun dan hal itu

berhasil menurunkan insiden kanker servik hingga 70%. Sedangkan dinegara berkembang

pap smear dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks hingga 50% (Darnindro, 2006).

Menurut data BKKBN (2006), jumlah penderita kanker serviks di Indonesia sekitar 200

ribu setiap tahunnya dan menduduki peringkat kedua setelah kanker payudara. Kanker

serviks merupakan penyakit keganasan yang dapat menyebabkan kematian, namun demikian

kesadaran wanita untuk memeriksakan diri masih sangat rendah, karena kurangnya

pengetahuan mengenai kanker serviks dan lebih dari 70 % penderita yang datang ke rumah

sakit sudah dalam stadium lanjut.

Di Indonesia, terjadi peningkatan kejadian kanker serviks dalam jangka waktu 10 tahun

terlihat bahwa peringkat 12 menjadi peringkat 6, setiap tahun diperkirakan terdapat 190.000

penderita baru dan 1/5 akan meninggal akibat penyakit kanker . Namun angka kematian

akibat kanker ini bisa dikurangi 3-35% bila dilakukan tindakan preventif.

10

Page 11: pap smear

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan Pap Smear

2.3.1. Sosial demografi

1. Umur

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Danindro dkk (2007) di rumah susun

Klender Jakarta mengatakan bahwa sebesar 24,3% wanita yang sudah

menikah pertama kali pap smear pada umur 25 sampai 40 tahun. Dalam model

system kesehatan (Health System Models) oleh Anderson

17 (1974, dalam Notoatmodjo 2007) menyebutkan bahwa umur termasuk

dalam faktor sosial demografis yang mempengaruhi seseorang untuk mencari

pengobatan dan menggunakan pelayanan kesehatan. Menurut Hall dan Donan

(1990) mengatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan pemilihan

pelayanan kesehatan. Semakin dewasa maka semakin mengerti akan

pemilihan pemanfaatan pelayanan kesehatan karena berhubungan dengan pola

pikir.

2. Pendidikan

Menurut Aman (1997) mengatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan

faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam kesehatan yang

selanjutnya akan berdampak pada derajat kesehatan. Demikian juga pendapat

Muzaham (1995) mengemukakan bahwa orang yang tidak berpendidikan atau

golongan ekonomi rendah kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang

tersedia. Tinggi rendahnya pendidikan berkaitan dengan sosio ekonomi,

kehidupan seks dan kebersihan. Menurut Green (1980), pendidikan

dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu pengetahuan yang dimiliki

seseorang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Surbakti E (2004)

pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian kanker

serviks OR = 2,012 dengan kata lain yang berpendidikan rendah merupakan

faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

3. Pekerjaan

Pekerjaan menjadi factor penyebab seseorang untuk berperilaku terhadap

kesehatannya. Hal ini disebabkan karena pekerjaan menjadi factor risiko

seorang mengalami sakit maupun penyakitnya. Pada penelitian Sukanti (2007)

menunjukkan bahwa wanita yang tidak bekerja lebih banyak melakukan

11

Page 12: pap smear

pemeriksaan pap smear daripada wanita yang bekerja, hal tersebut berkaitan

dengan waktu dan pelayanan kesehatan. Menurut Hidayat (1999) terdapat

hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja

kasar seperti buruh, petani memperlihatkan 4 kali lebih mungkin terkena

kanker serviks dibanding wanita pekerja ringan atau bekerja di kantor. Dua

kejadian yang terpisah memperlihatkan adanya hubungan antara kanker

serviks dengan pekerjaan. Para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin terkena

kanker serviks dibandingkan dengan para istri pekerja kantor atau pekerja

ringan, kebanyakan dari kelompok yang pertama ini dapat diklasifikasikan ke

dalam kelompok sosial ekonomi rendah, mungkin standar kebersihan yang

tidak baik pada umumnya faktor sosial ekonomi rendah cenderung memulai

aktivitas seksual pada usia lebih muda.

4. Penghasilan (sosial ekonomi)

Penghasilan adalah penghasilan/upah rata-rata per bulan yang didapatkan

dibandingkan dengan beban keluarga (Zadjuli, 1991)Menurut Lapan (1997)

mengatakan bahwa status ekonomi masyarakat seperti penghasilan

mempengaruhi pola pemanfaatan pelayanan kesehatan. Demikian juga

pendapat Alkatiri (1997) mengemukakan bahwa golongan menengah dengan

penghasilan yang lebih memadai akan cenderung berperilaku sebagai

pengguna yang lebih selektif sedangkan golongan ekonomi lemah dengan

kondisi kehidupan yang kurang memadai akan bersikap sebagai pengguna

yang pasif. Pada penelitian di Amerika bulan April 2003 mengatakan

responden yang memiliki penghasilan tinggi memiliki kemauan sebesar 1,56

kali untuk menjalankan pemeriksaan pap smear (Danindro dkk, 2007).

Andersen yang dikutif oleh Notoatmojo (2003) mengatakan bahwa komponen

penghasilan masuk dalam komponen predisposing. Komponen ini digunakan

untuk menggambarkan fakta, bahwa individu mempunyai kecendrungan yang

berbeda-beda untuk menggunakan pelayanan kesehatan.

2.3.2. Pengetahuan

Ketidaktahuan atau rendahnya pengetahuan tentang pencegahan kanker serviks

melalui pap smear dapat menyebabkan tidak terdeteksinya secara dini kanker serviks.

12

Page 13: pap smear

Dan apabila seorang wanita memiliki pengetahuan yang luas maka akan menimbulkan

kepercayaan terhadap deteksi dini kanker servik (Octavia, 2009).

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab

pertanyaan “What”, misalnya apa air, apa manusia, alam dan sebagainya

(Notoatmodjo,2005).

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini menjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengideraan terjadi melalui

20 panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,

2003). tingkat pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai megingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap

sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip

dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.

4. Analisis (analisys)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis yaitu suatu kemampuan untuk penyusunan formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

13

Page 14: pap smear

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian itu berdasarkan

dari suatu kriteria yang ditemukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

2.3.3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu

stimulasi atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan

terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulasi tertentu (Aziz, 2007).

Thurstone berpendapat bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afeksi, baik

bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis,

seperti simbol, frase, slogan, orang, lembaga, cita-cita dan gagasan. Sementara itu

Kendler mengemukakan, bahwa sikap merupakan kecenderungan (tendency), untuk

mendekati (approach), atau menjauhi (avoid), atau melakukan sesuatu, baik secara positif

ataupun secara negatif terhadap suatu lembaga, peristiwa, gagasan atau konsep. Pendapat

tersebut seiring dengan pendapat Sarwono, yang menyatakan bahwa sikap adalah

kesiapan seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu (Febry, 2011).

Berdasarkan definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap meliputi 3 (tiga)

aspek yaitu: Keyakinan (aspek kognitif), perasaan ( aspek afektif), dan kecenderungan

prilaku (aspek konatif) (Febry, 2011).

1. Aspek keyakinan (kognitif)

Aspek keyakinan ini pada dasarnya berisikan apa yang dipikirkan dan apa yang

diyakini seseorang menggenai objek sikap. Apa yang diyakini dan dipikirkan

tersebut belum tentu benar. Aspek keyakinan ini bila kita kaitkan dengan pelayan

di sebuah rumah sakit sebagai objek sikap, aspek keyakinan ini antara lain dapat

berupa pengetahuan seseorang menggenai pola layanan dari rumah sakit

bersangkutan. Dalam hal ini, aspek keyakinan ini positif maka akan

menumbuhkan sikap positif, sedangkan bila negatif akan menumbuhkan sikap

negatif terhadap objek sikap (Febry, 2011).

2. Perasaan (afektif)

Perasaan adalah mencakup 2 hal yaitu: perasaan senang ataupun perasaan tidak

senang terhadap sesuatu. Contohnya Dimisalkan lagi dalam pelayanan kesehatan,

semakin banyaknya hal positif yang ditunjukkan oleh bidan dalam memberikan

14

Page 15: pap smear

layanan kesehatan kepada pasien, maka semakin positif keyakinan dalam pribadi

klien sehingga mereka menjadi semakin senang terhadap pelayanan kesehatan

tersebut (Febry, 2011).

3. Kecenderungan (konatif)

Kecenderungan prilaku adalah jika seseorang menyenangi suatu objek, maka ada

kecenderungan orang tersebut akan bergerak untuk mendekati orang tersebut.

Sebaliknya, bila seseorang tidak menyenangi suatu objek itu, maka

kecenderungan akan menjauhi objek tersebut. Sebagai contoh dalam pelyanan

kesehatan di rumah sakit bila para pasien menyenangi sikap para pelayanan

kesehatan dalam melayaninya maka pada suatu ketika para pelanggan itu

cenderung untuk datang kembali ke rumah sakit tersebut, nanum sebaliknya bila

tidak disenangi maka ada kecenderungan tidak mau lagi datang ke rumah sakit

tersebut (Febry, 2011). Wanita kebanyakan enggan untuk melakukan pap smear

biasanya adalah ketakutan kalau pap smear akan menyatakan bahwa mereka

menderita kanker, sehingga mereka lebih memilih tidak mengetahuinya dan

menghindarinya, ada juga kelompok wanita gelisah yang terlalu malu, khawatir

atau cemas untuk menjalankan pemeriksaan pap smear ( Evennett, 2003).

2.3.4. Kontrasepsi

Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama lebih dari 4 atau 5 tahun dapat

meningkatkan risiko terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang

dapat meyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk terjadi

kanker serviks (Hidayat, 2001). Pil kontrasepsi oral diduga akan menyebabkan defisiensi

folat yang mengurangi metabolisme mutagen sedangkan estrogen kemungkinan menjadi

salah satu kofaktor yang membuat replikasi DNA HPV.

2.3.5. Paritas

Paritas adalah seseorang yang sudah pernah melahirkan bayi yang dapat hidup.

Paritas dengan jumlah anak lebih dari dua orang atau jarak persalinan terlampau dekat

mempunyai resiko terhadap timbulnya perubahan terhadap selsel abnormal pada leher

rahim. Jika jumlah anak menyebabkan perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut

rahim yang dapat berkembang pada keganasan (Fitria, 2007).

15

Page 16: pap smear

2.3.6. Usia wanita saat menikah

Usia menikah kurang dari 20 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami

perubahan sel-sel mulut rahim. Hal ini disebabkan oleh karena pada saat usia muda sel-sel

rahim masih belum matang. Maka sel-sel tersebut tidak rentan terhadap zat-zat kimia

yang dibawa oleh sperma dan segala macam perubahannya. Jika belum matang, saat ada

rangsangan sel yang tumbuh tidak seimbang dengan sel yang mati, sehingga kelebihan sel

ini bisa berubah sifat menjadi sel kanker (Fitria, 2007).

2.3.7. Letak geografis

Wanita yang bertempat tinggal di daerah yang kurang maju atau perkampungan

yang sulit dijangkau, dapat menyebabkkan kurangnya mendapatkan informasi tentang

kesehatan ataupun tentang pap smear itu sendiri, dikerenakan susahnya akses transportasi

dan penyuluhan yang dilakukan tenaga kesehatan yang tidak merata dan informasi dari

berbagai media massa seperti media massa, media cetak, media elektronik yang belum

maksimal, begitu juga belum merata tersedianya poster-poster, spanduk tentang pap

smear yang belum maksimal disosialisasikan. Dari karena itu banyak wanita yang tidak

tahu tentang pap smear sehingga mereka tidak pernah melakukan pemeriksaan

pap smear.

2.3.8. Biaya

Biaya mempengaruhi seseorang untuk berperilaku dalam mendapatkan

pengobatan. Apabila biaya yang harus dikeluarkan mahal maka ia cenderung untuk tidak

mencari pengobatan, sedangkan bila harga pelayanan kesehatan murah ataupun masih

terjangkau maka individu tersebut mencari pelayanan kesehatan untuk mengobati

penyakitnya, dalam hal ini adalah pemeriksaan pap smear. Analisis yang dilakukan oleh

Suchman (1967) mengatakan bahwa mahalnya biaya yang harus dikeluarkan seseorang

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan menyebabkan 8% orang yang melaporkan

penyakitnya, terlambat dalam mencari pengobatan.

2.3.9. Jarak

Faktor yang mendukung seseorang untuk melakukan pemeriksaan adalah jarak.

Menurut teori Snehandu terjangkaunya informasi dapat mempengaruhi seseorang untuk

bertindak dalam mencari pengobatan (Notoatmodjo, 2005). Sedangkan Green (1980)

16

Page 17: pap smear

menganalisis bahwa keterjangkauan sarana dan prasarana kesehatan yaitu jarak menjadi

faktor pemungkin seseorang untuk dapat merubah perilakunya dalam mencari pengobatan

dan mendapatkan pelayanan kesehatan.

2.3.10. Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam tindakan

pemeriksaan pap smear. Berdasarkan teori dari team kerja WHO (1989, dalam

Notoatmodjo 2005) mengatakan bahwa tersedianya sumber-sumber daya berupa fasilitas,

uang, waktu dan tenaga dapat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku sedangkan

Cumnings dkk (1980, dalam Notoatmodjo 2000) menganalisis bahwa keterjangkauan

pelayanan kesehatan seperti kemampuan individu untuk membayar dan tersedianya

pelayanan kesehatan dapat merubah perilaku seseorang. Penelitian yang dilakukan

Susanti (2002) mengatakan bahwa sebagian besar responden tidak melakukan

pemeriksaan pap smear alasannya mereka tidak mengetahui adanya pemeriksaan pap

smear serta lokasi pemeriksaan pap smear yang disebabkan Karena adanya hambatan /

kendala seperti tidak adanya informasi, jarak yang jauh dan biaya transport.

2.4. Tindakan Pap Smear

Tindakan pap smear pada seorang wanita pasangan usia subur (wanita pus)

dipengaruhi berbagai faktor yaitu faktor dari dalam dirinya sendiri (perilaku wanita pus) dan

dukungan dari lingkungan (dukungan keluarga dalam hal ini secara khusus suami).

Sebagaimana kita ketahui perilaku sangat mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku

menurut Laurence W.Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: 1). faktor

predisposisi (predisposing faktors) , yaitu: faktor predisposisi timbulnya perilaku seperti

umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan

lain sebagainya. 2). Faktor pendukung ( enabling faktors ) yaitu: faktor yang mendukung

timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik dan sumber – sumber yang ada di masyarakat

misalnya: Tersedianya tempat pelayanan pemeriksaan yang terjangkau masyarakat dan lain

sebagainya. 3). Faktor pendorong (reinforcing faktors) yaitu: faktor-faktor yang memperkuat

atau mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal dari orang lain misalnya: keluarga,

kelompok, guru, petugas kesehatan dan pengambil keputusan yang mendukung perilaku

tindakan pap smear.

17

Page 18: pap smear

2.5. Kerangka Konsep

Menurut Notoadmodjo tahun 2003, Kerangka konsep adalah kerangka hubungan

antara konsep yang ingin diamati/diukur melalui penelitian yang dilakukan. Kerangka konsep

pada penelitian ini diambil dari gabungan skema Green (1980) dan Caplan (1964) dalam

Notoatmodjo (2003). Adapun kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada skema

2.5 yaitu:

Skema 2.5. Konsep Penelitian

Keterangan :

Gambar 5.2 Kerangka Konsep Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita

Pasangan Usia Subur (PUS) dengan Tindakan Pemeriksaan Pap Smear

Menurut Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003)

18