panduan seminar konsentrasi -...
TRANSCRIPT
Panduan Seminar Konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Daerah Program Studi Ekonomi Pembangunan
Jurusan Ilmu Ekonomi - 1
PANDUAN SEMINAR KONSENTRASI
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2 0 1 7
Panduan Seminar Konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Daerah Program Studi Ekonomi Pembangunan
Jurusan Ilmu Ekonomi - 2
PANDUAN SEMINAR KONSENTRASI
1. Pengertian Makalah
Makalah adalah suatu karya tulis ilmiah mahasiswa mengenai suatu topik tertentu yang tercakup
dalam ruang lingkup suatu perkuliahan. Makalah ini umumnya merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan suatu perkuliahan, baik berupa kajian pustaka maupun hasil kegiatan perkuliahan
lapangan.
2. Karakteristik Makalah
Makalah mahasiswa yang dimaksudkan dalam hal ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Diangkat dari suatu kajian literatur dan atau laporan pelaksanaan kegiatan lapangan.
b. Ruang lingkup makalah berkisar pada cakupan permasalahan dalam suatu mata kuliah.
c. Memperlihatkan kemampuan mahasiswa tentang permasalahan teoritis yang dikaji atau
dalam menerapkan suatu prosedur, prinsip atau teori yang berhubungan dengan perkuliahan.
d. Memperlihatkan kemampuan para mahasiswa dalam memahami isi dari sumber-sumber yang
digunakan.
e. Menunjukkan kemampuan mahaiswa dalam merangkai berbagai sumber informasi sebagai
satu kesatuan sintesis yang utuh.
3. Sistematika Makalah
Secara garis besar makalah yang ditulis mahasiswa terdiri dari tiga bagian pokok sebagai berikut
:
a. Bab I. Pendahuluan, memuat tentang persoalan yang akan dibahas antara lain meliputi
latar belakang masalah, fokus dan rumusan masalah, prosedur pemecahan masalah dan
sistematika uraiannya.
Panduan Seminar Konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Daerah Program Studi Ekonomi Pembangunan
Jurusan Ilmu Ekonomi - 3
b. Bab II. Metode Penelitian, memuat tentang metode penelitian yang digunakan seperti
ruang lingkup penulisan, pendekatan studi, populasi dan sampel, teknik pengambilan
sampel, metoda analisa, dan sebagainya.
c. Bab III. Hasil dan Pembahasan, yakni bagian yang memuat tentang kemampuan
penulis dalam mendemonstrasikan kemampuannya untuk menjawab persoalan atau
masalah yang dibahasnya. Pada bagian isi boleh terdiri dari lebih satu bagian sesuai
dengan permasalahan yang dikaji.
d. Bab IV. Penutup, yakni bagian yang memuat pemaknaan dari penulis terhadap diskusi
atau pembahasan masalah berdasarkan kriteria dan sumber-sumber literatur atau data
lapangan. Kesimpulan ini mengacu kepada hasil pembahasan permasalahan dan bukan
merupakan ringkasan dari isi makalah.
Dengan rincian sistematika sebagai berikut:
COVER JUDUL ....................................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Permasalahan
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Landasan Teori (Skripsi: Bab II Tinjauan Pustaka)
1.5. Sistematika Penulisan
BAB II. METODE PENELITIAN
2.1. Ruang Lingkup
2.2. Jenis dan Sumber Data
2.3. Teknik Pengumpulan Data
2.4. .............. dst, disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum (Skripsi: Bab IV. Gambaran Umum)
3.2. Analisa Data
3.3. ............. dst, disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan
BAB IV. PENUTUP
Panduan Seminar Konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Daerah Program Studi Ekonomi Pembangunan
Jurusan Ilmu Ekonomi - 4
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
Penulisan Bab harus mengikuti sistematika penulisan makalah sebagaimana yang ditetapkan di
atas, sedangkan untuk sub bab tergantung permasalahan dan tujuan yang diteliti dan ditulis,
terkecuali untuk Bab I mengenai Pendahuluan harus terdiri atas 4 (empat) sub bab, dan Bab IV
terdiri atas 2 (dua) sub bab sebagaimana yang dijelaskan di atas.
4. Seminar
Seminar adalah suatu pertemuan ilmiah untuk membahas masalah tertentu atas makalah yang
dipilih oleh seorang mahasiswa dan diberi tanggapan berupa masukan, pertanyaan oleh Dosen
penguji Seminar.
5. Persyaratan Seminar
a. Persyaratan Administrasi
1. Terdaftar sebagai mahasiswa aktif Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih
pada semester/tahun akademik yang berjalan (dibuktikan dengan kartu mahasiswa yang
berlaku dan bukti terdaftar).
2. Telah menyelesaikan semua kewajiban keuangan sampai dengan semester/tahun akademik
yang bersangkutan (dibuktikan dengan bukti-bukti pembayaran).
3. Direncanakan di Kartu Rencana Studi (KRS) semester berjalan.
b. Persyaratan Akademik
1. Telah memperoleh total kredit minimal 137 SKS dari total SKS yang ditawarkan kurikulum
Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Cenderawasih
2. Telah menempuh dan lulus mata kuliah yang telah menjadi prasyarat penyusunan proposal
ataupun seminar konsentrasi. Sebanyak-banyaknya lima mata kuliah dengan nilai 1(D) yang
tersebar sebagai berikut, satu nilai D untuk MKDU bukan pada mata kuliah agama dan
Pancasila dan empat nilai D untuk MKK. Dan tidak ada nilai 0 (E), kecuali untuk
skripsi/makalah dan seminar konsentrasi.
Panduan Seminar Konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Daerah Program Studi Ekonomi Pembangunan
Jurusan Ilmu Ekonomi - 5
6. Pengajuan Seminar
Untuk memberikan arah dan men-sistematisasi-kan prosedur pengajuan makalah untuk seminar,
maka perlu dijelaskan prosedur pengajuan makalah seminar dengan urutan sebagai berikut :
a. Mahasiswa yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta seminar dari Dosen
penanggung jawab konsentrasi.
b. Setelah makalah disetujui, peserta seminar diperkenankan untuk mengikuti seminar makalah
sesuai jadwal yang disepati. Makalah yang telah selesai dibuat diserahkan kepada Dosen
pengasuh mata kuliah konsentrasi atau dosen mata kuliah pengganti skripsi sebanyak dosen
yang mengasuh mata kuliah tersebut, yang selanjutnya untuk dipresentasikan oleh
mahasiswa sesuai dengan jadwal.
c. Makalah harus telah diterima oleh masing-masing dosen pengasuh mata kuliah selambat-
lambatnya 1 (satu) hari sebelum makalah tersebut diseminarkan.
d. Makalah harus dijilid rapi dengan sampul berwarna merah.
7. Pelaksanaan Seminar
a. Komponen Seminar
Komponen seminar terdiri dari dosen pengasuh mata kuliah atau dosen penanggung jawab
konsentrasi dan Peserta Seminar.
1. Peserta seminar harus hadir 20 menit sebelum pelaksanaan seminar dimulai.
2. Peserta seminar harus berpakaian rapi (kemeja putih celana panjang/rok hitam dan
bersepatu).
3. Apabila dalam pelaksanaan seminar dalam waktu 30 menit dosen penguji tidak hadir, maka
seminar dibatalkan dan akan ditentukan dikemudian hari oleh dosen pengasuh mata kuliah
atau deosen penanggung jawab konsentrasi.
b. Tata Tertib Pelaksanaan
Panduan Seminar Konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Daerah Program Studi Ekonomi Pembangunan
Jurusan Ilmu Ekonomi - 6
4. Apabila telah dinyatakan layak menurut dosen penguji seminar, maka mahasiswa dinyatakan
lulus mata kuliah seminar konsentrasi.
c. Tata Cara Penyajian Seminar
1. Penyaji seminar menyajikan/memberikan penjelasan makalahnya selama maksimum 20
menit.
2. Penyajian makalah seminar secara singkat dengan materinya sebagai berikut :
a. Judul Makalah
b. Latar Belakang
c. Perumusan masalah
d. Metode Penelitian
e. Pembahasan
f. Simpulan dan saran
3. Media dan sarana Penyajian. a. LCD
b. White Board
c. Sound system (Pendukung Sarana Komunikasi)
8. Penilaian Seminar
a. Penilaian seminar makalah adalah kegiatan evaluasi terhadap kemampuan peserta
seminar mengenai materi seminar yang dipresentasikan dengan komponen penilaian yang
telah ditentukan.
b. Aspek yang dinilai sebagai penyaji makalah seminar, meliputi :
Penilaian Khusus :
- Judul
- Latar Belakang
- Perumusan masalah
- Metode Penelitian
- Pembahasan/isi makalah
- Kesimpulan dan saran
Panduan Seminar Konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Daerah Program Studi Ekonomi Pembangunan
Jurusan Ilmu Ekonomi - 7
Penilaian Umum :
- Sikap dan Sopan Santun
- Kemampuan Presentasi
- Kemampuan Menanggapi Pertanyaan
c. Ketentuan Penilaian
1. Penyaji makalah seminar yang belum layak disajikan menurut dosen pennguji tidak akan
diberikan nilai, dan penyajian makalah seminar tersebut harus diulang kembali dengan
jadwal yang akan ditetapkan kemudian oleh dosen penanggung jawab seminar
konsentrasi.
2. Apabila makalah yang diseminarkan menurut dosen penguji mengalami perbaikan, maka
nilai akan diberikan setelah makalah tersebut diperbaiki dan dinyatakan benar oleh dosen
penguji.
3. Penilaian diberikan kepada semua unsur penilaian yang dinyatakan dalam angka absolut.
FORM PENILAIAN MAKALAH SEMINAR
KONSENTRASI : ............................................
Nama Mahasiswa : ......................................................................................................... N I M : .........................................................................................................
Judul Makalah : .........................................................................................................
Penilaian Komponen Skor Bobot Nilai
A. Khusus Judul 10
Latar Belakang 10
Rumusan Masalah 10
Metode Penelitian 10
Pembahasan 20
Kesimpulan dan Saran 10
Panduan Seminar Konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Daerah Program Studi Ekonomi Pembangunan
Jurusan Ilmu Ekonomi - 8
B. Umum Sikap dan Sopan Santun 10
Kemampuan Presentasi 10
Kemampuan Menanggapi 10
Total
Nilai Akhir = (Total/100)
Jayapura, .................................... 2014
Dosen Penguji
( ..........................................................)
9
CONTOH MAKALAH
ANALISIS TINGKAT KEMANDIRIAN FISKAL DAERAH
KABUPATEN MIMIKA
MAKALAH
Diajukan dan dipertahankan untuk memenuhi persayaratan mata kuliah
Seminar Konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Daerah
MARYAM TAMHER
NIM. 0120440567
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2 0 1 5
10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Era reformasi di Indonesia memberikan peluang bagi perubahan paradigma
pembangunan nasional, dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan
pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain
diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah yang mulai dilaksanakan oleh pemerintah
Republik Indonesia pada awal tahun 2000 dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22
Tahun 1999. Undang-undang ini telah banyak memberi keleluasaan bagi pemerintah daerah
di Indonesia untuk lebih banyak berkiprah dalam memberikan pelayanan maupun penyediaan
berbagai macam infrastruktur dalam upaya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakatnya
tanpa ada intervensi yang berlebihan dari pemerintah pusat. Seiring dengan perkembangan
perspektif ideal tentang otonomi daerah, maka pada tahun 2004 lahirlah Undang-Undang No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai penyempurnaan peraturan
perundangan sebelumnya.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tidak terlepas dari Undang-Undang N0. 33 Tahun
2004 yang mengatur perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dengan diundangkannya peraturan ini maka secara yuridis, pemerintah daerah memiliki
kewenangan ekonomi dalam mengatur segala urusan di daerahnya. Dalam melakukan
penyelenggaraan pemerintahan daerah, masalah pembiayaan tidak dapat dilepaskan. UU No.
11
33 Tahun 2004 membahas masalah pendanaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Salah satu komponen utama pelaksanaan utama pelaksanaan desentralisasi dalam
otonomi daerah adalah desentralisasi fiskal yakni pembiayaan otonomi daerah. Apabila
pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan dalam
pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung
sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD), termasuk surcharge of taxes, pinjaman, maupun dana Perimbangan dari Pemerintah
Pusat (Ismail dan Sidik dalam Rositawati, 2009).
Hal serupa juga dinyatakan oleh Koswara (2000:5) yakni daerah otonom harus
memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya
sendiri, mengelola dan menggunakan sumber keuangan sendiri yang cukup memadai untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangungan daerahnya.
Masalah keuangan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah diatur dalam UU No. 33
Tahun 2004. Undang-undang ini secara tegas meyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan
berupa Dana Perimbangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Pendapatan Asli Daerah antara lain berupa pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Penerimaan dari pendapatan asli daerah inilah yang diharapkan menjadi sumber pembiayaan
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah sehingga tujuan untuk
meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
12
Pendapatan Asli Daerah merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah
dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah serta mencerminkan
kemandirian fiskal suatu daerah. Sebagaimana Santoso (1995:20), mengemukakan bahwa
Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang
merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah. Meskipun Pendapatan Asli Daerah tidak seluruhnya dapat membiayai
kegiatan pembangunan, tetapi merupakan indikasi derajat kemandirian fiskal suatu
pemerintah daerah.
Kabupaten Mimika sebagai suatu daerah pemekaran baru telah berupaya untuk
melaksanakan otonomi daerah. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah mendorong
Kabupaten Mimika untuk berupaya mengelola sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh
sumber dana untuk membiayai kegiatan pembangunan. Pada tahun 2013, Kabupaten Mimika
hanya memperoleh PAD sebesar Rp. 138,7 milyar. Jumlah ini mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, Kabupaten Mimika memiliki PAD sebesar Rp. 344,6 milyar.
Jumlah ini meningkat sangat tajam bila dibandingkan dengan PAD tahun sebelumnya, yang pada
tahun 2011 Kabupaten Mimika memiliki PAD sebesar Rp. 126,9 milyar. Pada tahun 2010 Kabupaten
Mimika memiliki PAD sebesar Rp. 99,7 milyar. Jumlah ini mengalami sedikit peningkatan dari tahun
2009 dimana Kabupaten Mimika memperoleh PAD sebesar Rp. 99,1 milyar.
Secara teoritik, PAD merupakan suatu sumbangan nyata yang di berikan oleh
masyarakat setempat guna mendukung status otonom yang di berikan kepada daerahnya.
Tanda dukungan dalam bentuk besarnya perolehan PAD penting artinya bagi suatu
pemerintah daerah agar memiliki keleluasaan yang lebih dalam melaksanakan pemerintahan
13
sehari-hari maupun pembangunan yang ada di wilayahnya. Glynn Cochrane pakar dari bank
dunia berpendapat bahwa batas 20 persen perolehan PAD merupakan batas minimum untuk
mejalankan otonomi daerah. Sekiranya PAD kurang dari angka 20 persen tersebut, maka
daerah tersebut akan kehilangan kredibilitas sebagai kesatuan yang mandiri.(Lutfi, 2006;
dalam Haluk, 2013).
Mencermati perkembangan penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Mimika
selama periode tahun 2009 – 2013 yang cenderung fluktuatif tersebut maka penulis mencoba
untuk menganalisis secara lebih mendalam melalui penelitian yang berjudul Analisis Tingkat
Kemandirian Fiskal Daerah Kabupaten Mimika.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan konsep-konsep pemikiran yang dipaparkan dalam latar belakang
sebelumnya maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan spesifik yang menjadi perhatian
dalam penulisan makalah ini yaitu :
1. Bagaimana tingkat pertumbuhan PAD dan efektifitas penerimaan PAD di Kabupaten
Mimika Tahun Anggaran 2009 - 2013?
2. Bagaimana tingkat pertumbuhan Pendapatan Daerah dan efektifitas penerimaan
Pendapatan Daerah di Kabupaten Mimika Tahun Anggaran 2009 - 2013?
3. Bagaimana tingkat kemandirian fiskal Kabupaten Mimika Tahun Anggaran 2009 -
2013?
14
1.3. Tujuan Penulisan
Secara umum tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran
yang jelas tentang keuangan daerah Kabupaten Mimika agar dapat menjadi basis informasi
bagi pengelolaan keuangan daerah kabupaten Mimika. Sedangkan, secara khusus, tujuan
yang ingin dicapai dari studi ini adalah:
1. Mengetahui tingkat pertumbuhan PAD dan efektifitas penerimaan PAD di Kabupaten
Mimika Tahun Anggaran 2009 - 2013.
2. Mengetahui tingkat pertumbuhan Pendapatan Daerah dan efektifitas penerimaan
Pendapatan Daerah di Kabupaten Mimika Tahun Anggaran 2009 - 2013.
3. Mengetahui tingkat kemandirian fiskal (keuangan daerah) di Kabupaten Mimika Tahun
Anggaran 2009 - 2013.
1.4. Landasan Teoritis
A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan kebijaksanaan keuangan
tahunan pemerintah daerah yang disusun berdasarkan ketentuan Perundang-undangan yang
berlaku, serta berbagai pertimbangan lainnya yang di maksud agar penyusunan, pemantauan,
pengendalian dan evaluasi APBD mudah dilakukan. Pada sisi yang lain Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dapat pula menjadi sarana bagi pihak tertentu untuk meliihat
atau mengetahui kemampuan daerah baik dari sisi pendapatan maupun sisi belanja.
APBD sebagai rencana kerja keuangan daerah adalah sangat penting dalam rangka
penyelengaraan fungsi daerah otonom. Boleh dikatakan bahwa APBD sebagai alat/wadah
15
untuk menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang diwujudkan
melalui berbagai kegiatan dan program, dimana saat tertentu manfaatnya benar-benar
dirasakan oleh masyarakat umum.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan
instrumen kebijakan yang dipakai, sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, DPRD dan pemerintah daerah harus
berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan
kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah serta dapat
memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan
akuntanta publik. Suatu anggaran yang telah direncanakan dengan pelaksanakan yang tertib
dan disiplin sehingga tujuan atau sasarannya dapat dicapai secara berdayaguna dan
berhasilguna.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000, menyebutkan bahwa
penerimaan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran
tertentu. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. Pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran
kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu. Belanja daerah adalah semua pengeluaran
kas daerah dalam periode tahun tertentu yang manjadi beban daerah.
B. Hubungan APBD dengan Otonomi Daerah
Kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah
khususnya di bidang pengelolaan keuangan daerah dapat dianalisis dari kinerja aparatur
16
pemerintah daerah. Kinerja diartikan sebagai bentuk prestasi atau hasil dari perilaku pekerja
tertentu yang merupakan fungsi dan komponen kemampuan (ability), dukungan (support),
dan usaha (effort), untuk mengukur sebagian besar kinerja aparatur pemerintah daerah yang
dapat diukur dengan kriteria efektivitas dan efisiensi.
Mardiasmo (1999: 11) mengemukakan bahwa salah satu aspek dari pemerintah
daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan
anggaran daerah. Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
merupakan isntrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya
pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran Daerah seharusnya
dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat
bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pambangunan, alat otoritas pengeluaran di
masa yamg akan datang. Ukuran standar dan evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua
aktivitas diberbagai unit karja. Penetuan besarnya penerimaan/pendapatan dan
pengeluaran/belanja daerah tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Anggaran mempunyai lima kegunaan pokok yaitu sebagai pedoman kerja, sebagai
alat pengawasan kerja. Dengan melihat kegunaan pokok dari anggaran tersebut maka
pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat berfungsi sebagai: pertama,
fungsi perencanaan, dalam perencanaan APBD adalah penentuan tujuan yang akan dicapai
sesuai dengan kebijaksanaan yang telah disepakati misalnya target penerimaan yang akan
dicapai, jumlah investasi yang akan ditambah, rencana pengeluaran yang akan dibiayai.
Kedua, fungsi koordinasi anggaran berfungsi sebagai alat mengkoordinasikan rencana dan
tindakan berbagai unit atau segmen yang ada dalam organisasi, agar dapat bekerja secara
17
selaras ke arah tercapainya tujuan yang diharapkan. Ketiga, fungsi komunikasi jika yang
dikehendaki dapat berfungsi secara efisien maka saluran komunikasi terhadap berbagai unit
dalam penyampaian informasi yang berhubungan dengan tujuan, strategi, kebijaksanaan,
pelaksanaan, dan penyimpangan yang timbul dapat teratasi. Keempat, fungsi motivasi
anggaran berfungsi pula sebagai alat untuk memotivasi para pelaksana dalam melaksanakan
tugas-tugas yang diberikan untuk mencapai tujuan. Kelima, fungsi pengendalian dan
evaluasi, anggaran dapat berfungsi sebagai alat-alat pengendalian yang pada dasarnya dapat
membandingkan antara rencana dengan pelaksanaan sehingga dapat ditentukan
penyimpangan yang timbul dan penyimpangan tersebut sebagai dasar evaluasi atau penilaian
prestasi dan sekaligus merupakan umpan balik pada masa yag akan datang.
Perkembangan APBD terutama disisi pendapatan daerah dapat menjadi dasar
perencanaan jangka pendek (satu tahun) dengan asumsi bahwa perkembangan yang akan
terjadi pada satu tahun ke depan relatif sama. Pendapatan asli daerah merupakan pencerminan
dari potensi ekonomi daerah, untuk itu tidak berlebihan apabila pemerintah pusat menjadika
PAD sebagai kriteria utama dalam pemberian otonomi kepada daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan keterlibatan
segenap unsur dan lapisan masyarakat, serta memberikan kekuasaan bagi pemerintah daerah
dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah sehingga peran perintah sebagai katalisator
dan fasilitator karena pihak pemerintah yang lebih mengetahui sasaran dan tujuan
pembangunan yang akan dicapai. Sebagai katalisatir dan fasilitator tentunya membutuhkan
berbagai sarana dan fasilitas pendukung dalam rangka terlaksananya pembangunan secara
berkesinambungan.
18
Sumber pembiayaan pembangunan yang penting untuk diperhatikan adalah
penerimaan daerah sendiri, karena sumber ini yang wujud partisipasi langsung masyarakat
suatu daerah mendukung proses pembangunan. Pengelolaan keuangan daerah sangat besar
pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah yang kuat dan
berkuasa serta mampu mengembangkan kebesarannya atau menjadi tidak berdaya tergantung
pada cara mengelola keuangannya. Dalam hal ini pengelola keuangan daerah mengandung
beberapa kepengurusan di mana kepengurusan umum atau yang sering disebut pengurusan
administrasi dan kepengurusan khusus atau sering di sebut pengurusan bendaharaan.
Pengurusan umum erat hubungannya dengan penyelenggaraan tugas daerah di segala
bidang yang membawa akibat pada pengeluaran dan yang mendatangkan penerimaan guna
menutup pengeluran rutin sendiri. Oleh karena itu, semakin banyak dan beratnya tugas daerah
dengan kemungkinan keadaan keuangan yang terbatas, maka perlu adanya efisiensi terhadap
rencana-rencana yang akan dijalankan pada masa yang akan datang. Sampai saat ini berbagai
kebijakan telah diambil oleh pemerintah untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan daerah di bidang keuangan daerah, karena aspek keuangan daerah menjadi
sesuatu yang penting, sebab untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan
daerah dibutuhkan dana atau biaya yang cukup besar sehingga kepada daerah diberi hak
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam arti menggali dan mengelola
pendapatan asli daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah daerah.
19
C. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang di peroleh daerah
yang dipungut berdasarkan Peraturaan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 18). Sumber Pendapatan Asli Daerah, diperoleh
dari : Pajak daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, Lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
Pajak daerah merupakan salah satu komponen pendapatan asli daerah yang dipeeroleh dari
orang pribadi atau badan. Mardiasmo (2004) menyatakan pajak daerah iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang –undangan yang berlaku,yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Retribusi daerah,yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikanoleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat berupa defiden yang dibayarkan
kepada daerah atau juga dengan memanfaatkan kekayaan daerah seperti penyewaaan tanah dan
bangunan daerah yang dapat mendatangkan tambahan bagi penerimaan daerah. Jenis pendapatan
yang tergolong dari hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan ini antara lain, bagian laba
defiden dan lain-lain PAD yang sah.
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dapat berupa hasil penjualan barang milik daerah,
penjualan barang-barang bekas, cicilan kendaraan bermotor,cicilan rumah dinas, penerimaa atas
kekayaan daerah, sumbangan pihak ketiga, penerimaan jasa giro (kas daerah) dan lain-lain.
20
D. Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Halim dan Abdullah (2002) mengemukakan
mengenai hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan otomoni daerah,
terutama pelaksanaan undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah, yaitu sebagai berikut:
1. Pola hubungan instruktif,
2. Pola hubungan konsultatif,
3. Pola hubungan partisipatif,
4. Pola hubungan delegatif,
Pelaksanaan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Daerah bartujuan
untuk mengatasi masalah kesenjangan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah (vertical imbalances)
serta kesenjangan antar daerah (horisontal ambalaces).
Bertolak dari teori tersebut, karena adanya potensi sumberdaya alam dan sunber daya
manusia yang berbeda, akan terjadi pula perbedaan pola hubungan dan tingkat kemandirian antar
daerah. Sebagai pedoman dalam melihat pola hubungan dengan kemampuan daerah (dari sisi
keuangan) dapat di kemukakan tabel sebagai berikut :
Tabel 1
Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan daerah
Kemampuan
Keuangan
Tingkat Kemandirian
(%) Pola Hubungan
Rendah Sekali 0 % – 25% Instruktif
Rendah 25% – 50% Konsultatif
Sedang 50% – 75% Partisipatif
Tinggi 75% - 100% Delegatif
Sumber : Halim (2002:189)
21
Pemerintah pusat pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi
distribusi, fungsi stabiitasi, dan fungsi alokasi. Fungsi distribus dan stabilisasi pada umumnya
lebih efektif dan tepat dilaksanakan oleh pemerintah pusat, sedangkan fungsi alokasi oleh
Pemerintah Daerah yang lebih mengetahui kebutuhan, kondisi dan situasi masyarakat
setempat. Pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam
penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah (Warsito dkk, 2008:48).
E. Desentralisasi Fiskal Daerah
Desentralisasi fiskal daerah menunjukan seberapa besar ketergatungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat dalam membiayai pembangunan. Menurut Halim (2004)
desentralisasi fiskal memiliki berbagi keuntungan, yakni (1) meningkatnya demokrasi akar
rumput (2) perlindungan atas kebebasan dan hak asasi manusia, (3) meningkatkan efisiensi
melalui pendelegasian kewenangan, (4) meningkatkan kualitas pelayanan dan (5)
meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosial.
Kemandirian fiskal daerah merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari
otonomi daerah secara keseluruhan.Menurut Mardiasmo (1999) disebutkan bahwa manfaat
adanya kemandirian fiskal adalah :
a) Mendorong peningkatan partisipasi prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam
pembangunan serta akan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di
seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya serta potensi yang tersedia di daerah.
22
b) Memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran penghambilan keputusan
publik ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah yang memiliki informasi lebih lengkap.
Dari hal tersebut di atas kemandirian fiskal daerah menggambarkan kemampuan
pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) seperti pajak daerah.
Retribusi dan lain-lainkarna itu otonomi daerah dan pembangunan daerah bisa di wujudkan
hanya apabila disertain kemandirian fiskal yang efektif.Ini berari bahwa pemerintahan daerah
secara finansial harus bersifat independen terhadap pemerintah pusat dengan jalan sebanyak
mungkin menggali sumber-sumber PAD seperti pajak, retribusi dan sebagainya
(Radianto,1997).
Kemudian untuk mengukur seberapa besar kemandirian fiskal suatu daerah
digunakan Ukuran Derajat Kemandirian Fiskal Daerah/ Derajat Otonomi Fiskal Daerah
(DKFD/DOFD) yaitu rasio antara PAD dengan total penerimaan APBD pada tahun yang
sama, tidak termasuk transfer dari pemerintah pusat (Radianto,1997).
Sementara itu Sidik (2004) menyatakan bahwa desentralisasi memiliki peran yang
strategis sebagai salah satu piranti kebijakan fiskal pemerintah, yang ditunjukan untuk (1)
menyelaraskan dengan kebijakan ketahanan fiskal yang berkesinambungan dalam konteks
kebijakan ekonomi mikro, (2) memperkecil ketimpangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah, (3) mengoreksi ketimpangan antar daerah dalam kemampuan keuangan, (4)
menigkatkan akuntabilitas, efektifitas, dan efisiensi dalam rangka peningkatan kinerja
pemerintahan daerah, (5) meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat serta (6)
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di sektor publik.
23
Salah satu aspek penting dari otonomi daerah secara keseluruhan adalah
desentralisasi fiskal daerah (otonomi fiskal). Pengertian otonomi fiskasl daerah
menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli
daerah seperti pajak, retribusi dan lain-lain. Karna itu pemerintah daerah secara financial
harus bersifat independen terhadap pemeritah pusat dengan jalan sebanyak mungkin
menggali sumber-sumber PAD (Radianto, 1997:42).
Menurut Radianto, kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan masih sering
mengalami kendala berupa rendahnya kemampuan daerah dalam meningkatkan PADnya.
Indikator rendahnya kemampuan daerah ini dapat dilihat dari Indeks Kemampuan Rutin
(IKR) daerah. Yang diperoleh dari besarnya perubahan PAD terhadap pengeluaran rutin
daerah dalam presentase tahun yang sama.
Realitas hubungan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah derah ditandai
dengan tingginya kontrol pusat terhadap pembangunan daerah. Hal ini terlihat jelas dari
rendahnya PAD terhadap totak pendapatan daerah dibandingkan dengan total subsidi yang
di drob dari pusat. Indikator desentralisasi fiskal adalah rasio antara PAD dengan total
pendapatan daerah (Kuncoro, 1997:408)
Menurut Sugiyanto (2000:2), ukuran yang digunakan adalah perbandingan antara
PAD terhadap pengeluaran pemerintah kota/kabupaten. Rumusan perhitungannya R/E (R =
PAD dan E = Anggaran Pengeluaran). Apabila rasio tersebut semakin tinggi, berarti
kecenderungan tingkat kemandirian tersebut akan semakin besar.
24
F. Kerangka Pikir
Keuangan daerah Kabupaten Mimika tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerahnya (APBD). Salah satu sisi dalam struktur APBD Kabupaten Mimika adalah
Pendapatan Daerah. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu unsur
pembentuk pendapatan daerah. Dalam rangka otonomi daerah yang sedang berlangsung saat
ini, peneliti ingin menganalisis mengenai tingkat kemampuan keuangan daerah Kabupaten
Mimika yang dilakukan dengan cara membandingkan pendapatan asli daerah Kabupaten
Mimika dengan pendapatan daerahnya. Selain itu, peneliti juga mengkaji tingkat
pertumbuhan pendapatan daerah Kabupaten Mimika dan menganalisis efektifitas pendapatan
daerahnya dengan cara membandingkan realisasi pendapatan daerah dengan target yang
ditetapkan. Analisis yang sama dilakukan pula terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten
Mimika.
25
Gambar 1.1
Kerangka Pikir Penulisan
Sumber: Alur Pikir Penulis, 2015.
1.5. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematis dan terstruktur yang terdiri atas 4 (empat) bab,
dimana masing-masing bab dapat diuraikan sebagai berikut.
Bab I. Pendahuluan : memuat Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan,
Landasan Teoritis dan Sistematika Penulisan.
APBD
Kabupaten
Mimika
Pendapatan
Daerah
PAD
Target
Realisasi
Target
Realisasi
Efektifitas
Pendapatan
Daerah
Efektifitas
PAD
KKD
26
Bab II. Metode Penelitian : memuat Pendekatan Studi, Jenis dan Sumber Data, Teknik
Pengumpulan Data, dan Analisa Data.
Bab III. Hasil dan Pembahasan : memuat Gambaran PAD dan Pendapatan Daerah
Kabupaten Mimika, Pertumbuhan PAD dan Efektifitas
Penerimaan PAD Kabupaten Mimika, Pertumbuhan
Pendapatan Daerah dan Efektifitas Penerimaan
Pendapatan Daerah Kabupaten Mimika, dan
perkembangan tingkat Kemandirian Fiskal (keuangan
daerah) di Kabupaten Mimika.
Bab IV. Penutup : memuat Kesimpulan dan Saran.
27
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Pendekatan Studi
Secara garis besar studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif . Yang dimaksud
dengan pendekatan kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis informasi
yang dapat dikuantitatifkan atau data yang dapat diukur dan dimanipulasi misalnya dalam
bentuk persamaan, tabel, grafk. Pendekatan kuantitatif dalam studi ini digunakan untuk
mempelajari berbagai kecenderungan, meramalkan dampak kebijakan yang diambil dan
memperkirakan persoalan-persoalan yang potensial terjadi, serta menjadi dasar pertimbangan
dalam pengembangan berbagai alternatif rencana yang akan diambil. Metode yang digunakan
dalam pendekatan ini adalah statistik deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk membuat
pencandraan atau deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
2.2. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam studi ini adalah data sekunder. Data sekunder
merupakan sebuah data atau sekumpulan data yang diperoleh, diliput dan dikumpulkan dari
berbagai laporan yang telah dipublikasikan oleh beberapa institusi yang relevan. Data-data
sekunder yang akan diliput antara lain: (a) Laporan Target dan Realisasi PAD Kabupaten
Mimika, periode 2009-2013, (b) Laporan Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten
Mimika, periode 2009-2013, (c) Ringkasan APBD Kabupaten Mimika, periode 2009-2013,
28
(d) Mimika Dalam Angka Tahun 2013, dan (e) data sekunder lainnya tentang gambaran
umum wilayah Kabupaten Mimika, seperti keadaan geografis, pertumbuhan ekonomi dan
data penunjang lainnya. Data ini diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA)
Kabupaten Mimika, Bagian Keuangan Kabupaten Mimika dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Mimika. Adapun teknik utama pengumpulan data yang digunakan dalam studi
ini antara lain studi kepustakaan dan dokumentasi.
2.3. Analisa Data
Untuk mencapai tujuan penulisan makalah sebagaimana ditetapkan sebelumnya,
maka digunakan beberapa metode analisis data antara lain: Rasio Pertumbuhan, ,Rasio
Efektifitas, dan Rasio Kemampuan Keuangan Daerah yang menunjukkan Tingkat
Kemandirian Fiskal Daerah.
Rasio Pertumbuhan
Pertumbuhan PAD = PAD Kab.Mimika t – PAD Kab.Mimika t-1
X 100% PAD Kab.Mimika t-1
Pertumbuhan PD = PD Kab.Mimika t – PD Kab.Mimika t-1
X 100% PD Kab.Mimika t-1
Rasio Efektifitas
Efektifitas PAD = Realisasi Penerimaan PAD Kab.Mimika
X 100% Target Penerimaan PAD Kab. Mimika
29
Efektifitas PD = Realisasi Penerimaan PD Kab.Mimika
X 100% Target Penerimaan PD Kab. Mimika
Tabel 2.1
Kriteria Efektifitas Kinerja Keuangan
Pesentase Kinerja
Keuangan Kriteria
Di atas 100% Sangat Efektif
90% - 100% Efektif
80% - 90% Cukup Efektif
60% - 80% Kurang Efektif
Di bawah 60% Tidak Efektif
Sumber: Depdagri, Kemendagri No. 690.900.327/1999
Pedoman Penilaian Kinerja Keuangan
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (KKD) / Tingkat Kemandirian Fiskal
Rasio KKD = Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kab.Mimika
X 100% Realisasi Total Pendapatan Daerah (TPD) Kab.Mimika
Rasio kemandirian keuangan daerah atau biasanya disebut Rasio KKD menunjukkan
kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi
sebagai sumber pendapatan yang diperlukan oleh daerah. Berikut adalah kategori tingkat
kemampuan keuangan daerah berdasarkan nilai rasio KKD.
30
Tabel 2.2
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah,
Kemampuan Keuangan dan Pola Hubungan
Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Pola Hubungan
Rendah Sekali 0 – 25 Instruktif
Rendah 25 – 50 Konsultatif
Sedang 50 – 75 Partisipatif
Tinggi 75 – 100 Delegatif
Sumber : Halim (2002:189)
Paul Hersey dan Kenneth Blancard dalam Halim (2001 : 169) mengemukakan mengenai
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama
pelaksanaan undang-undang tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, yaitu sebagai
berikut :
Pola Hubungan Instruktif, yaitu peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada
kemandirian daerah pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah
secara finansial).
Pola Hubungan Konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang
dan lebih banyak pada pemberian konsultasi karena daerah dianggap sedikit lebih mampu
melaksanakan otonomi daerah.
Pola Hubungan Partisipatif, yaitu pola dimana peranan pemerintah pusat semakin
berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan mendekati mampu
melaksanakan urusan otonom. Peran pemberian konsultasi beralih ke peran partisipasi
pemerintah pusat.
31
Pola Hubungan Delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada lagi karena
daerah telah benar – benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.
Pemerintah pusat siap dan dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan
kepada pemerintah daerah.
32
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Daerah Kabupaten
Mimika
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Mimika mengalami fluktuasi selama
periode penelitian, baik dilihat dari sisi target maupun realisasinya. Selama kurun waktu
tersebut perlu diketahui bahwa pencapaian realisasi pendapatan asli daerah Kabupaten
Mimika selalu mampu melampaui target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2009 penerimaan
pendapatan asli daerah yang ditetapkan sebesar Rp.45,4 milyar mampu direalisasikan
sebesar Rp.99,1 milyar. Pada tahun 2010 target yang ditetapkan sebesar Rp.80,5 milyar dapat
direalisasikan sebesar Rp.99,7 milyar. Pada tahun 2011 target yang ditetapkan sebesar Rp.
120,1 milyar juga dapat direalisasikan sebesar Rp. 126,9 milyar. Dan pada tahun 2012 terjadi
peningkatan tajam dalam penetapan target pendapatan asli daerah yakni sebesar Rp. 327,1
milyar. Target yang tinggi tersebut ternyata mampu direalisasikan sebesar Rp. 344,6 milyar.
Peningkatan target dan realisasi yang terlampau tinggi tersebut disebabkan oleh terjadinya
peningkatan dalam berbagai jenis pungutan pajak yang termasuk dalam pajak daerah. Selain
pajak daerah, juga terjadi peningkatan tajam pada pendapatan asli daerah lainya yang sah.
Namun sangat disayangkan karena pada tahun berikutnya yakni tahun 2013 penetapan target
pendapatan asli daerah mengalami penurunan tajam yakni menjadi Rp. 132,5 milyar. Walau
demikian, target yang ditetapkan masih dapat direalisasikan lebih banyak yakni sebesar Rp.
138,7 milyar.
33
Gambar 3.1
Target dan Realisasi PAD Kabupaten Mimika
Tahun 2009 – 2013
Sumber : Data Diolah, 2015.
Ditinjau dari sisi realisasi komponen PAD, pada tahun 2009 dan tahun 2012
komponen yang paling besar menyumbang untuk PAD adalah lain-lain PAD yang sah yaitu
sebesar Rp. 51,8 milyar dan Rp. 183,3 milyar. Pada tahun 2010, tahun 2011 dan tahun 2013
komponen PAD yang nilainya paling besar adalah pajak daerah yakni masing-masing sebesar
Rp. 55,6 milyar; Rp. 92,6 milyar dan Rp. 97,2 milyar. Sedangkan komponen PAD yang
paling kecil sumbangannya selama periode tahun 2009 – 2013 adalah bagian laba BUMD
yakni hanya sebesar Rp. 4 milyar sampai dengan Rp. 6 milyar.
34
Selama periode tahun 2009 – 2013 komponen PAD yang memberikan kontribusi paling besar
adalah komponen lain-lain PAD yang sah dengan kontribusi sebesar Rp. 183,3 milyar yakni pada
tahun 2012. Pada tahun tersebut pajak daerah memberikan kontribusi sebesar Rp. 147,2 milyar,
retribusi daerah sebesar Rp. 8,5 milyar dan bagian laba BUMD memberikan kontribusi sebesar Rp.
5,4 milyar. Perkembangan realisasi penerimaan masing-masing komponen PAD dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 3.1.
Perkembangan Komponen PAD Kabupaten Mimika
Tahun 2009 – 2014
Tahun Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba
Usaha Daerah
Lain-lain PAD
Yang Sah
2009 30,460,826,929.00 11,675,052,849.00 5,069,537,059.00 51,897,547,851.88
2010 55,665,685,102.00 18,210,356,611.00 5,404,610,318.00 20,430,252,563.03
2011 92,689,705,462.00 15,323,610,401.00 4,194,432,211.00 14,780,777,830.38
2012 147,207,122,335.00 8,575,534,524.00 5,488,830,016.00 183,343,858,740.70
2013 97,314,636,138.00 8,382,019,953.00 6,038,699,124.00 26,989,598,754.88
Sumber : Ringkasan APBD Mimika, 2014.
Realisasi pendapatan daerah Kabupaten Mimika selama kurun waktu tahun 2009 – 2013
selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 realisasi pendapatan daerah sebesar Rp. 988 juta,
meningkat pada tahun 2010 menjadi Rp. 1,225 milyar, meningkat lagi pada tahun 2011 sebesar Rp.
1,301 milyar, pada tahun 2012 mencapai Rp. 1,350 milyar kemudian meningkat lagi menjadi Rp.
1,433 milyar di tahun 2013. Namun pada tahun 2009 dan tahun 2011 realisasi pendapatan daerah
lebih kecil dari targetnya. Tahun 2009 target pendapatan daerah ditetapkan sebesar Rp. 1,031 milyar
dan ternyata pendapatan daerah yang terealisasi hanya sebesar Rp. 988 juta. Sedangkan tahun 2011
target pendapatan daerah ditetapkan sebesar Rp. 1,317 milyar dan yang terealisasi hanya sebesar Rp.
1,301 milyar. Target dan realisasi pendapatan daerah Kabupaten Mimika dapat dilihat pada gambar
berikut:
35
Gambar 3.2
Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Mimika
Tahun 2009 – 2013
Sumber : Data Diolah, 2015
Komponen pendapatan daerah Kabupaten Mimika terdiri dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD), pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Ditinjau dari sisi komponen
pendapatan daerah, selama kurun waktu 2009 – 2013 komponen yang menyumbang dengan jumlah
paling besar adalah pendapatan transfer, kemudian disusul PAD sedangkan lain-lain pendapatan yang
sah menyumbang dengan jumlah yang paling kecil. Realisasi komponen pendapatan daerah
Kabupaten Mimika dapat dilihat pada table berikut:
36
Tabel 3.2.
Perkembangan Komponen Pendapatan Daerah
Kabupaten Mimika Tahun 2009 – 2013
Tahun PAD Pendapatan Transfer Lain- Lain
Pendapatan yang Sah
2009 99.102.964.688,88 868.622.452.942,00 20.665.800.000,00
2010 99.710.904.594,03 1.125.513.803.853,00 0
2011 126.988.525.904,38 1.174.657.082.560,00 0
2012 344.615.345.615,70 1.004.637.780.578,00 1.323.568.835,04
2013 138.724.953.969,88 1.289.613.572.194,00 4.705.100.000,00
Sumber : Ringkasan APBD Kabupaten Mimika, 2014
Pendapatan rata-rata dari komponen dana perimbangan selama kurun waktu
penelitian adalah sebesar Rp.353 milyar, rata –rata pendapatan dari komponen lain-lain
pendapatan yang sah sebesar Rp. 73 milyar sedangkan pendapatan rata-rata dari PAD
sebesar 6 milyar.
3.2. Pertumbuhan dan Efektifitas Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Mimika
Pertumbuhan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Mimika selama periode
tahun 2009 – 2013 menunjukkan angka yang variatif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 23,27
persen. Pertumbuhan realisasi PAD cenderung meningkat mulai tahun 2009 – 2012 dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 0,61 persen pada tahun 2010, lalu meningkat lagi menjadi 27,36 persen pada
tahun 2011 dan kemudian meningkat tajam pada tahun 2012 dengan angka pertumbuhan sebesar
171,38 persen. Sedangkan pada tahun 2013 realisasi PAD Kabupaten Mimika mengalami
pertumbuhan yang negatif dengan angka sebesar – 59,74 persen. Pertumbuhan realisasi PAD tertinggi
terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 171,38 persen, dan pertumbuhan terendahnya terjadi pada tahun
2013 yakni sebesar -59,74 persen. Pertumbuhan negative ini terjadi karena adanya penurunan
37
realisasi PAD dari Rp. 344,6 milyar pada tahun 2012 menjadi Rp. 138,7 milyar pada tahun 2013.
Pertumbuhan realisasi PAD Kabupaten Mimika dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3.
Target, Realisasi dan Pertumbuhan Realisasi PAD Kabupaten Mimika
Tahun 2009 – 2013
Tahun Target PAD Realisasi PAD Pertumbuhan
(%)
Rata-rata
Pertumbuhan (%)
2009 45,433,809,710.00 99,102,964,688.88
23,27
2010 80,516,212,750.00 99,710,904,594.03 0.61
2011 120,119,094,000.00 126,988,525,904.38 27.36
2012 327,126,240,691.00 344,615,345,615.70 171.38
2013 132,540,600,000.00 138,724,953,969.88 -59.74
Sumber : Data Diolah, 2015
Ditinjau dari efektifitas penerimaan PAD Kabupaten Mimika, selama periode tahun 2009
sampai dengan tahun 2013 besaran efektifitasnya masuk dalam kategori sangat efektif karena angka
yang diperoleh berada di atas 100 persen. Pada tahun 2009 diperoleh nilai efektifitas paling tinggi
yaitu sebesar 218,13 persen. Hal ini dikarenakan realisasi penerimaan PAD Kabupaten Mimika yang
diperoleh sebesar Rp. 99,1 milyar jauh melebihi target yang ditetapkan sebesar Rp. 45,4 milyar. Nilai
efektifitas terendah terjadi pada tahun 2013 yakni sebesar 104,67 persen karena target penerimaan
PAD yang ditetapkan sebesar Rp. 132,5 milyar hanya dapat direalisasi sebesar Rp. 138,7 milyar.
Efektifitas realisasi penerimaan PAD Kabupaten Mimika dapat dilihat pada tabel berikut:
38
Tabel 3.4.
Efektifitas Penerimaan PAD Kabupaten Mimika
Tahun 2009 – 2013
Tahun Target Realisasi Efektifitas (%) Keterangan
2009 45,433,809,710.00 99,102,964,688.88 218,13 Sangat Efektif
2010 80,516,212,750.00 99,710,904,594.03 123,84 Sangat Efektif
2011 120,119,094,000.00 126,988,525,904.38 105,72 Sangat Efektif
2012 327,126,240,691.00 344,615,345,615.70 105,35 Sangat Efektif
2013 132,540,600,000.00 138,724,953,969.88 104,67 Sangat Efektif
Sumber : Data Diolah, 2015
3.3. Pertumbuhan dan Efektifitas Pendapatan Daerah Kabupaten Mimika
Pertumbuhan realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Mimika selama periode tahun 2009 –
2013 menunjukkan angka yang variatif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,68 persen.
Pertumbuhan realisasi pendapatan daerah cenderung menurun mulai tahun 2009 – 2012 dengan
tingkat pertumbuhan sebesar 23,96 persen pada tahun 2010, lalu menurun tajam menjadi 6,24 persen
pada tahun 2011 dan kemudian menurun lagi pada tahun 2012 dengan angka pertumbuhan sebesar
3,76 persen. Sedangkan pada tahun 2013 pertumbuhan realisasi pendapatan daerah Kabupaten
Mimika kembali mengalami peningkatan dengan angka sebesar 6,11 persen. Pertumbuhan realisasi
pendapatan daerah yang tertinggi dicapai pada tahun 2009 – 2010 yaitu sebesar 23,93 persen,
pertumbuhan sebesar ini dapat terjadi karena terjadi peningkatan realisasi pendapatan daerah yang
cukup drastis dari tahun 2009 sebesar Rp. 988,3 milyar menjadi Rp. 1,225 trilyun di tahun 2010 atau
terdapat selisih kenaikan pendapatan sebesar Rp. 3 milyar. Pertumbuhan realisasi pendapatan daerah
yang terendah terjadi pada tahun 2011 – 2012 yakni sebesar 3,76 persen, hal ini dikarenakan realisasi
pendapatan daerah tahun 2011 sebesar Rp. 1,301 trilyun hanya naik menjadi Rp. 1,350 trilyun pada
tahun 2012 atau terjadi peningkatan yang relative kecil yakni hanya sebesar Rp. 1,1 milyar.
Pertumbuhan realisasi pendapatan daerah Kabupaten Mimika dapat dilihat pada tabel berikut:
39
Tabel 3.5.
Target, Realisasi dan Pertumbuhan Pendapatan Daerah
Kabupaten Mimika Tahun 2009 – 2013
Tahun Target PD Realisasi PD Pertumbuhan
(%)
Rata-Rata
Pertumbuhan (%)
2009 1,031,330,580,000.00 988,391,217,630.88 -
6,68
2010 1,200,572,226,350.00 1,225,224,708,447.03 23.96
2011 1,317,885,257,931.00 1,301,645,608,464.38 6.24
2012 1,304,036,735,531.00 1,350,576,695,028.74 3.76
2013 1,430,657,454,000.00 1,433,043,626,163.88 6.11
Sumber : Data Diolah, 2013
Ditinjau dari efektifitas penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Mimika, selama periode
tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 angka rasio efektifitasnya masuk dalam kategori sangat efektif
dan efektif. Kategori sangat efektif dicapai pada tahun 2010, tahun 2012 dan tahun 2013 dengan angka
rasio efektifitas masing-masing sebesar 102,05 persen; 103,57 persen; dan 100,17 persen. Sedangkan
kategori efektif dicapai pada tahun 2009 dengan angka rasio sebesar 95,84 persen dan tahun 2011
dengan angka rasio sebesar 98,77 persen. Pada tahun 2012 diperoleh rasio efektifitas paling tinggi
yaitu sebesar 103,57 persen. Hal ini dikarenakan realisasi penerimaan pendapatan daerah Kabupaten
Mimika yang diperoleh sebesar Rp. 1,350 trilyun jauh melebihi target yang ditetapkan sebesar Rp.
1,304 trilyun. Nilai efektifitas terendah terjadi pada tahun 2009 yakni sebesar 95,84 persen karena
target penerimaan pendapatan daerah yang ditetapkan sebesar Rp. 1,031 trilyun hanya dapat
direalisasi sebesar Rp. 988,3 milyar. Efektifitas realisasi penerimaan pendapatan daerah Kabupaten
Mimika dapat dilihat pada tabel berikut:
40
Tabel 3.6.
Efektifitas Penerimaan Pendapatan Daerah
Kabupaten Mimika Tahun 2009 – 2013
Tahun Target PD Realisasi PD Efektifitas Keterangan
2009 1,031,330,580,000.00 988,391,217,630.88 95.84 Efektif
2010 1,200,572,226,350.00 1,225,224,708,447.03 102.05 Sangat Efektif
2011 1,317,885,257,931.00 1,301,645,608,464.38 98.77 Efektif
2012 1,304,036,735,531.00 1,350,576,695,028.74 103.57 Sangat Efektif
2013 1,430,657,454,000.00 1,433,043,626,163.88 100.17 Sangat Efektif
Sumber : Data Diolah, 2015
3.4. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Mimika
Rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Mimika selama periode tahun 2009
sampai dengan tahun 2013 berkisar antara 8,14 – 25,52 persen. Tahun 2009 diperoleh rasio
kemandirian keuangan sebesar 10,03 persen, pada tahun 2010 diperoleh rasio kemandirian
keuangan sebesar 8,14 persen, pada tahun 2011 diperoleh rasio kemandirian keuangan
sebesar 9,76 persen, pada tahun 2012 diperoleh rasio kemandirian keuangan sebesar 25,52
persen, dan pada tahun 2013 diperoleh rasio kemandirian keuangan sebesar 9,68 persen.
Dari rasio kemandirian keuangan yang diperoleh dapat diketahui bahwa selama tahun
2009 – 2011 dan juga tahun 2013 kemampuan keuangan daerah Kabupaten Mimika
tergolong kategori rendah sekali. Hal ini menunjukkan hubungan pemerintah daerah
Kabupaten Mimika dengan pemerintah pusat memiliki pola hubungan Instruktif yakni
peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian daerah pemerintah daerah
Kabupaten Mimika (pemerintah daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara
finansial). Kondisi ini terjadi karena PAD Kabupaten Mimika yang diperoleh pada tahun-
tahun tersebut sangat kecil dan belum mampu mencukupi kebutuhan belanja daerah sehingga
41
memerlukan dana pusat yang lebih besar. Sedangkan pada tahun 2012, kemampuan
keuangan daerah Kabupaten Mimika hanya tergolong ketegori rendah. Hal ini menunjukkan
hubungan pemerintah daerah Kabupaten Mimika dengan pemerintah pusat memiliki pola
hubungan Konsultatif yakni campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang dan
lebih banyak pada pemberian konsultasi karena pemerintah daerah Kabupaten Mimika
dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah. Kondisi ini terjadi karena PAD
yang diperoleh Kabupaten Mimika pada tahun 2012 sedikit lebih mampu memenuhi
kebutuhan belanja daerah sehingga dana pusat menjadi semakin kecil.
Secara keseluruhan tingkat kemandirian fiskal Kabupaten Mimika rendah sekali.
Rasio kemandirian, kemampuan keuangan dan pola hubungan berdasarkan data fiskal
Kabupaten Mimika, tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 3.7
Tingkat Kemandirian Fiskal (Keuangan Daerah) Kabupaten Mimika
Tahun 2009 – 2013
Tahun PAD Pendapatan Daerah
Rasio
Kemandirian
(%)
Kemampuan
Keuangan
Pola
Hubungan
2009 99,102,964,688.88 988,391,217,630.88 10.03 Rendah Sekali Instruktif
2010 99,710,904,594.03 1,225,224,708,447.03 8.14 Rendah Sekali Instruktif
2011 126,988,525,904.38 1,301,645,608,464.38 9.76 Rendah Sekali Instruktif
2012 344,615,345,615.70 1,350,576,695,028.74 25.52 Rendah Konsultatif
2013 138,724,953,969.88 1,433,043,626,163.88 9.68 Rendah Sekali Instruktif
Sumber : Data Diolah, 2015.
42
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Selama kurun waktu 2009 - 2013 realisasi PAD Kabupaten Mimika mengalami
pertumbuhan rata-rata 23,27 persen setiap tahunnya, dan efektifitas penerimaan
PAD sangat efektif setiap tahunnya.
2. Selama kurun waktu 2009 - 2013 pertumbuhan realisasi pendapatan daerah
Kabupaten Mimika terlihat fluktuatif dan cenderung menurun. Pendapatan daerah
mengalami pertumbuhan rata-rata 6,68 persen setiap tahunnya, dan efektifitas
penerimaan Pendapatan Daerah juga terlihat berfariasi karena memiliki kategori
efektif dan sangat efektif selama periode penelitian.
3. Selama periode penelitian, rasio kemampuan keuangan daerah yang diperoleh
berkisar antara 8,14 persen hingga 25,52 persen. Rasio tersebut menunjukkan
bahwa tingkat kemandirian fiskal daerah Kabupaten Mimika masih rendah sekali
dengan pola hubungan yang tercipta adalah Instruktif. Pola hubungan tersebut
menunjukkan bahwa peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada
kemandirian daerah atau dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah tidak mampu
melaksanakan otonomi daerah secara finansial.
43
4.2. Saran dan Rekomendasi
Tingkat ketergantungan fiskal pemerintah daerah Kabupaten Mimika masih sangat
tinggi terhadap alokasi dari pemerintah pusat. Oleh sebab itu pemerintah daerah perlu untuk
mengkaji secara lebih komprehensif terhadap potensi-potensi PAD yang selama ini belum
digali. Perlu di keluarkan peraturan daerah untuk mengatur pungutan terutama yang berasal
dari pajak daerah dan retribusi daerah.
Penerimaan yang telah dilakukan selama ini terhadap keempat komponen perlu untuk
dikelola secara arif dan bijaksana agar memberikan hasil yang maksimal bagi penerimaan
daerah pada masa yang akan datang.
44
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim, 2002, Bunga Rampai : Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Kedua, UPP AMP
YKPN, Yogyakarta;
Abdul Halim, 2004, Akuntansi Keuangan Daerah, Salemba Empat, Jakarta;
Abdul Halim, 2007, Pengelolaan Keuangan Daerah, UPP STIM YKPN, Yogyakarta;
Abdul Halim dan Syukriy Abdullah, 2002, Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Pemerintah Daerah : Studi Kasus Kabupaten / Kota
di Jawa dan Bali, Simposium Nasional Akuntansi VI;
Achmad Lutfi, 2006, Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah : Suatu
Upaya Dalam Optimalisasi Penerimaan PAD, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi :
Bisnis & Birokrasi, Volume XIV Nomor 1 Januari 2006, Departemen Ilmu Administrasi
FISIP UI, Depok;
Departemen Dalam Negeri, 1991, Pengukuran Kemampuan Daerah Dalam rangka Pelaksanaan
Otonomi Daerah Yang Nyata dan Bertanggungjawab, Badan Litbang Depdagri & FISIPOL
UGM, Jakarta;
Dispenda Kab.Mimika dan Sekolah Pasca Sarjana UGM, 2013, Potensi Pajak Daerah Kabupaten
Mimika, Laporan Penelitian (tidak dipublikasikan).
Haluk Marlinus, 2013, Analisis Tingkat Kemandirian Fiskal Daerah Kabupaten Keerom, Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi UNCEN Jayapura (tidak dipublikasikan).
Kuncoro Mudrajat, 1997, Ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah dan Kebijakan, UPP AMP
YKPN, Yogyakarta;
Koswara, E., 2000. Menyongsong Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999. Suatu Telaahan dan Menyangkut Kebijakan, Pelaksanaan, dan
Kompleksitasnya, CSIS XXIX No. 1, 51 – 52;
Mardiasmo, 1999, Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: YKPN;
Mardiasmo, 2000, Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Daerah Untuk Menyongsong
Pelaksanaan Otonomi Daerah 2001, Makalah Seminar HIMMEP, Yogyakarta;
Mardiasmo, 2004, Otonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta;
Radianto, Elia, 1997, Otonomi Keuangan Daerah Tingkat II, Suatu Studi di Maluku, Majalah
Prisma, Vol. XXVI No. 3 Tahun 1997, LP3ES, Jakarta;
Rositawati Rona, 2009, Sistem Pemungutan Pajak Daerah dalam Era Otonomi Daerah: Studi
Kasus di Kabupaten Bogor, Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
45
Santoso, A. 1995. Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah sebagai Sumber Utama
Pembiayaan Pembangunan Daerah, Temu Alumni dan Seminar Nasional Manajemen
Keuangan Daerah, Yogyakarta;
Sidik Machfud, 2004, Bunga Rampai Desentralisasi Fiskal, Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah, Jakarta;
Sugiyanto, 2000, Kemandirian dan Otonomi Daerah, Media Ekonomi dan Bisnis Vol. XII No. 1
Juni 2000;
Warsito Kawedar, Abdul Rohman, dan Sri Handayani, 2007, Akuntansi Sektor Publik :
Pendekatan Penganggaran Daerah dan Akuntansi Keuangan Daerah, UNDIP
Press, Semarang.