pak wahyudi typhoid

17
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK THYPOID DAN ATRESIA ANI Dosen Pengampu: Wahyudi Disusun Oleh : 1. Karina Meydiana R.P (P17420213057) 2. Kevin AlifPradana (P17420213058) 3. RetnoSusilowati (P17420213059) 4. Ridi Anti (P17420213060) 5. Viara Imelda N.S (P17420213075)

Upload: arumrakhmawati

Post on 21-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

typoid

TRANSCRIPT

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

THYPOID DAN ATRESIA ANIDosen Pengampu: Wahyudi

Disusun Oleh :1. Karina Meydiana R.P(P17420213057)

2. Kevin AlifPradana(P17420213058)

3. RetnoSusilowati

(P17420213059)

4. Ridi Anti

(P17420213060)5. Viara Imelda N.S(P17420213075)KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO2015

THYPOIDA. PENGERTIAN

Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)

Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

B. ETIOLOGISalmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)

Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)

C. PATOFISIOLOGIS

Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.

Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)

PATHWAYS

(Suriadi & Rita Y, 2001)

D. GEJALA KLINIS

Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa.Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.

Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat.Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)

Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran anak tangga. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)

Gambaran klinik tifus abdominalis

Keluhan:

- Nyeri kepala (frontal)

100%

- Kurang enak di perut

(50%

- Nyeri tulang, persendian, dan otot

(50%

- Berak-berak

(50%

- Muntah

(50%

Gejala:

- Demam

100%

- Nyeri tekan perut

75%

- Bronkitis

75%

- Toksik

(60%

- Letargik

(60%

- Lidah tifus (kotor)

40%

(Sjamsuhidayat,1998)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Darah Perifer LengkapDapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus

3. Pemeriksaan Uji Widal

Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi.Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:

a. Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri

b. Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri

c. Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid.Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

F. TERAPI

1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas

2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.

3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)

4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu

5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari

6. Golongan Fluorokuinolon

a. Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

b. Siprofloksasin: dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

c. Ofloksasin: dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

d. Pefloksasin: dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

e. Fleroksasin: dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

G. KOMPLIKASI

Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)

Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella.Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal.Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THYPOIDA. PENGKAJIAN

1. Identitas klien

Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.

2. Keluhan utama

Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.

4. Riwayat penyakit dahuluApakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

5. Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.

6. Pola-pola fungsi kesehatan

a. Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali. b. Pola eliminasi

Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

c. Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.

d. Pola tidur dan istirahat

Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.

Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.

e. Pola sensori dan kognitif

Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien.

f. Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.

g. Pola penanggulangan stress.

Biasanya orang tua akan nampak cemas7. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 410 C, muka kemerahan.

b. Tingkat kesadaran

Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

c. Sistem respirasi

Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.

d. Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.

e. Sistem integumen

Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam

f. Sistem gastrointestinal

Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.

g. Sistem muskuloskeletal

Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

h. Sistem abdomen

Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi Sallmonela Typhi2. Resiko tinggi ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan hipertermi dan muntah

3. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuatC. INTERVENSIDiagnosa 1

Hipertermi berhubungan dengan infeksi Sallmonela TyphiTujuan dan kriteria hasil NOC: thermoregulasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal dengan kriteria hasil :

a. Suhu 36-37C

b. Nadi dan RR dalam rentang normal

c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

NIC:

1. Monitor suhu sesering mungkin

2. Monitor suhu dan warna kulit

3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

4. Monitor penurunan tingkat kesadaran

5. Monitor intake dan output

6. Berikan antipiretik

7. Kelola antibiotic

8. Berikan cairan intravena

9. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

10. Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa.

Diagnosa 2

Resiko tinggi ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan hipertermi dan muntah.

Tujuan dan kriteria hasil

NOC: Fluid Balance

Hydration

Nutritional Status: Food and Fluid Intake

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama defosot volume cairan teratasi dengan kriteria hasil :

a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ, urine normal

b. Tekanan, nadi, suhu dalam batas normal

c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

d. Elektrolit, Hb dalam batas normal

e. Intake oral dan IV adekuat

NIC:

1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membrane mukosa. Nadi adekuat)3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urin, albumin, total pretein)

4. Kolaborasi pemberian cairan IV dan oral

5. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

6. Monitor intake dan output setiap 8 jam

7. Kolaborasi dokter jika tanda cairan memburuk

Diagnosa 3

Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

Tujuan dan kriteria hasil NOC: Nutritional status : adequacy of nutrient

Nutritional status : food and fluid intake

Weight control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nutrisi kurang teratasi dengan indicator :

a. Albumin serum

b. Pre albumin serum

c. Hematocrit

d. Hemoglobin

e. Jumlah limfosit

NIC:

1. Kaji adanya alergi makanan

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

3. Beri makan sedikit tapi sering

4. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah

5. Monitor mual dan muntah

6. Anjurkan banyak minum

7. Pertahankan terapi IV line

8. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtivaD. EVALUASI Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.DAFTAR PUSTAKAArif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius.FKUI Jakarta. 2000.

Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Edisi ke Tiga.FKUI. Jakarta. 1997.

Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.

Joss, Vanda dan Rose, Stephan.Penyajian Kasus pada Pediatri.Alih bahasa Agnes Kartini.Hipokrates. Jakarta. 1997.

Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk.Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.

Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru.Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.

Sjamsuhidayat.Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi revisi.EGC. Jakarta. 1998.

Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002.

Suriadi & Rita Yuliani.Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak.Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.

Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.

http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk