pajak penghasilan transaksi khusus

23
Nama : Putu Dina Marlina Absen : 25 PAJAK PENGHASILAN UNTUK TRANSAKSI KHUSUS PPh Pasal 4 ayat 2 Pengertian Pengenaan PPh Berdasarkan PPh Pasal 4 Ayat (2) Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa atas penghasilan berupa deposito dan tabungan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pegalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan pengahasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan harta berupa sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta penghasilan tertentu lainnya merupakan objek pajak. Oleh karena tabungan masyarakat yang disalurkan melalui perbankan dan bursa efek merupakan sumber dana bagi pelaksanaan pembangunan maka pemerintah menetukan kebijakan khusus, yaitu pngenaan pajak atas pengahasilan yang

Upload: putu-linda

Post on 31-Dec-2014

191 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

Nama : Putu Dina Marlina

Absen : 25

PAJAK PENGHASILAN UNTUK TRANSAKSI KHUSUS

PPh Pasal 4 ayat 2

Pengertian Pengenaan PPh Berdasarkan PPh Pasal 4 Ayat (2)

Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang

Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa atas penghasilan berupa

deposito dan tabungan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas

lainnya di bursa efek, penghasilan dari pegalihan harta berupa tanah dan atau bangunan

dan pengahasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan dari

transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan harta berupa sekuritas

lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan,

serta penghasilan tertentu lainnya merupakan objek pajak. Oleh karena tabungan

masyarakat yang disalurkan melalui perbankan dan bursa efek merupakan sumber dana

bagi pelaksanaan pembangunan maka pemerintah menetukan kebijakan khusus, yaitu

pngenaan pajak atas pengahasilan yang berasal dari tabungan masyarakat tersebut perlu

dijalankan dengan perlakuan sendiri.

Pertimbangan-pertimbangan yang mendasari diberikannya perlakuan tersendiri

dimaksud antara lain adalah:

1. Kesederhanaan dalam pemungutan pajak

2. Keadilan dan pemerataan dalam pengenaan pajak

3. Memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.

Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)

Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak

Penghasilan menjadi Wajib Pajak adalah semua subjek pajak yang memperoleh

penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan tabungan lainnya penghasilan dari

Page 2: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta

berupa tanah dan atau bangunan dan penghasilan tertentu lainnya. Sedangkan objek pajak

adalah penghasilan yang berupa:

a. Bunga deposito dan tabungan tabungan lainnya

b. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek

c. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan

d. Penghasilan tertentu lainnya

Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI

Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan

Tabungan Serta Diskonto SBIPajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta

diskonto SBI adalah Pajak penghasilan yang dikenakan terhadap perolehan penghasilan

dari bunga deposito, tabungan, dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Dasar hukum pelaksanaan pajak penghasilan atas bungan deposito dan tabungan

serta diskonto SBI adalah pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak penghasilan jis Peraturan

Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri keuangan Nomor

5/KMK.04/2001. Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun.,

termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito, dan deposito on call baik dalam mata

uang rupiah maupun dalam mata uang asig (valuta asing) yang ditempatkan pada atau

diterbitkan oleh Bank. Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun,

termasuk giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang

ditetapkan oleh masing masing Bank. Termasuk dalam pengertian deposito dan tabungan

adalah deposito dan tabungan dalam rupiah maupun valuta asing yang ditempatkan di luar

negri melalui Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negri di Indonesia.

Pajak Penghasilan Atas Obligasi yang Diperdagangkan di Bursa Efek

Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan atas Obligasi yang

diperdagangkan di Bursa Efek. Pajak Penghasilan atas obligasi yang diperdagangkan di

bursa efek adalah pajak penghasilan yang diperoleh para pihak dari obligasi yang

diperdagangkan di bursa efek. Dasar hukum pemotongan PPh atas penghasilan dari

obligasi yang diperdagangkan di bursa efek adalah pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak

Penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2002 dan Keputusan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 121/KMK.04/2002

Page 3: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

a) Objek Pemotongan

Objek pemotongan Pajak penghasilan obligasi yang diperdagangkan di

bursa efek adalah :

1. Penerbitan obligasi (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen

pembayaran atas bunga dengan kupon pada saat jatuh tempo

bunga/obligasi dan atas diskonto dengan kupon/obligasi tanpa bunga

pada saat jatuh tempo obligasi

2. Perusahaan efek atau bank selaku pedagang perantara atas bungan dan

diskonto pada saat transaksi

b) Tarif pemotongan Pajak

Tarif Pemotongan Pajak penghasilan sitentukan sebagai berikut

1. Atas bunga obligasi dengan kupon (Interst bearing bond) :

a. 20% bagi WP dalam negri dan BUT dan

b. 20% atau tarif P3B bagi WP penduduk berkedudukan di luar negri

dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligsi.

2. Atas diskonto obligasi dengan kupon :

a. 20% bagi WP dalam negri dan BUT dan

b. 20% atau tarif P3B bagi WP penduduk berkedudukan di luar negri

dari selisih lebih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal

saat jatuh tempo obligasi diatas harga perolehan obligasi, tidak

termasuk bunga berjalan.

3. Atas diskonto obligasi tanpa bunga:

a. 20% bagi WP dalam negri dan BUT dan

b. 20% atau tarif P3B bagi WP penduduk berkedudukan di luar negri

dari selisih lebih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal

saat jatuh tempo obligasi diatas harga perolehan obligasi

Dasar Penghasilan atas Saham yang Diperdagangkan di Bursa Efek

Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan Obligasi yang Diperdagangkan di

Bursa Efek. Pajak penghasilan atas saham yang diperdagangkan di bursa efek adalah pajak

penghasilan yang dikenakan atas transaksi penjualan saham di bursa efek. Dasar hukumnya

adalah pasal 4 Ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan jelas Peraturan Pemerintah

Page 4: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

Nomor 14 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

282/KMK.04/1997 dan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-06/PJ.4/1997.

1. Objek dan Tarif Pemotongan.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari

transaksi penjualan saham di bursa efek dipungut PPh final dengan tarif sebagi

berikut:

1. 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan

2. Bagi pemilih saham pendiri dikenakan PPh sebesar:

a. 0,1% x Nilai transaksi + 0,5% dari nilai saham pada 30 Desember 1996,

dalam hal saham tersebut telah diperdagangkan di bursa efek sebelum

tanggal 31 Desember 1996

b. 0,1% x nilai transaksi + 0,5% dari nilai saham saat IPO (Initial Public

Offering), dalam hal saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada

atau setelah tanggal 1 Januari 1997

Pendiri adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam daftar

pemegang saham atau tercantum dalam anggaran dasar sebelum pernyataan

pendaftaran yang diajukan oleh BAPEPAM dalam rangka penawaran umum

perdana. Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh para pendiri saat

perusahaan mengajukan pernytaan pendaftran kepada BAPEPAM dalam

rangka IPO termasuk:

a. Saham dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan dan dibagikan setelah IPO

kepada pendirinya.

b. Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri yang masih dimiliki

pendiri. Tidak termasuk saham pendiri adalah saham yang diperoleh

pendiri:

a. Dari pembagian dividen dalam bentuk saham setelah IPO

b. Dari hak pemesanan efek terlebih dahulu, waran, obligasi konversi, dan

efek konversi lainnya setlah IPO

c. Perusahaan reksadana

d. Berupa saham bonus dari kapitalisasi agio setelah IPO yng telah

dilunasi tambahan PPh sebesar 0,5 atas saham pendirinya oleh

pemegang saham pendiri.

Page 5: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 24)

Mengenai pengertian penghasilan sebagai objek pajak PPh, sudah dijelaskan bahwa

bagi WP Dalam negeri dan WP BUT UU PPh menganut prinsip worldwide income.

Artinya, WP Dalam Negeri dan WP BUT dikenai PPh atas penghasilan dari manapun

asalnya, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Konsekuensi dari prinsip ini

adalah jika atas penghasilan dari luar Indonesia itu telah dikenai pajak di Negara sumber

penghasilan tersebut, maka pajak yang telah dibayar/terutang diluar Indonesia atas

penghasilan dari luar negeri tersebut jug abisa menjadi uang muka PPh yang dapat

dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di Indonesia, sepserti uang muka PPh Pasal 21,

PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23, supaya tidak terjadi pemajakan berganda (double

taxation).

Tetapi, mengingat tarif pajak di luar negeri bermacam-macam dan berbeda dari

tarif pasal 17 di Indonesia, maka besarnya pajak yang dibayarkan/terutang di luar negeri

atas pengahasilan dari luar negeri yang dapat dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di

Indonesia dibatasi. Pembatasan mengenai besarnya pajak yang telah dibayar/terutang di

luar negeri yang dapat dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di Indonesia diatur di

Pasal 24 UU PPh, maka ia dinamakan PPh Pasal 24. PPh pasal 24 tersebut dikenal juga

dengan sebutan kredit pajak luar negeri, sedangkan PPh Pasal 22, PPh pasal 23 dikenal

dengan sebutan kredit pajak dalam negeri.

Pasal 24 UU PPh hanya menentukan prinsip bahwa pajak yang dibayar/terutang di

luar negeri bisa dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di Indonesia (ayat 1), besarnya

kredit pajak tersebut dibatasi dengan perhitungan khusus (ayat 2), penentuan sumber

penghasilan (ayat 3,4), dan pengembalian kredit pajak luar negeri (ayat 5), sedangkan

aturan pelaksana mengenai teknis penghitungan batasan besarnya kredit pajak tersebut

didelegasikan kepada Keputusan Menteri Keuangan (ayat 6).

Berdasarkan wewenang yang diterima dari Pasal 24 ayat (6) UU PPh tersebut,

Menteri Keuangan telah mengeluarkan KMK tentang Kredit Pajak Luar Negeri tersebut.

KMK yang berlaku saat ini adalah KMK No. 164/KMK.03/2002 tanggal 19 April 2002

(Lihat LAMPIRAN untuk lebih lengkapnya). Isi ringkas dari KMK tersebut adalah sebagai

berikut. Pajak yang terutang/dibayar di luar negeri bisa dikreditkan dengan PPh Tahunan di

dalam negeri (Indonesia) pada tahun penghasilan dariluar negeri digabungkan dengan

Page 6: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

penghasilan dari dalam negeri. Dan saat penggabungan penghasilan dari luar negeri adalah

sebagai berikut.

1. Penghasilan usaha yang berasal dari luar negeri digabungkan dengan penghasilan

dari dalam negeri pada tahun diperolehnya penghasialan luar negeri tersebut (lihat

paragraph E tentang Penghasilan tentang apa yang dimaksud dengan istilah

‘diperolehnya’).

2. Penghasilan berupa dividen yang berasal dari luar negeri digabungkan dengan

penghasilan dari dalam negeri pada bulan keempat atau bulan ketujuh setelah akhir

tahun pajak.

3. Penghasilan dari sumber lainnya yang berasal dari luar negeri digabungkan dengan

penghasilan dari dalam negeri pada tahun diterimanya penghasilan dari luar negeri

tersebut (lihat paragraph E tentang Penghasilan, untuk mengetahui apa yang

dimaksud dengan istilah ‘diterimanya’).

Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang/dibayar di luar negeri yang bisa

dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di Indonesia diperlukan data mengenai

besarnya PKP atas penghasilan dari dalam negeri dan luar negeri, serta besarnya PPh

Tahunan Terutang atas pengahsilan dari dalam negeri dan luar negeri.

Ketentuan Khusus PPh atas Transaksi/Industri tertentu

A. PPh Final atas Penghasilan Berupa Uang Tebusan Pensiun/THT yang

Dibayar Sekaligus dan Pesangon

Aturan pelaksanaannya: PP No/ 149 Tahun 2000 tanggal 23 Desember 2000

tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa uang

pesangon, uang tebusan pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.

1. Peristiwa/Transaksi/Kasus/Soal/Objek yang dikenai PPh Final Pasal 21

atas uang tebusan pensiun dan tunjangan/jaminan hari tua (THT/JHT)

yang dibayar sekaligus, dan atas uang pesangon

Suatu peristiwa/transaksi/kasus/soal/objek akan dikenai PPh Fibal

Pasal 21 atas uang tebusan pensiun dan tunjangan/jaminan hari tua (THT/JHT)

yang dibayar sekaligus, dan atas uang pesangon jika memenuhi semua syarat

berikut/

Page 7: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

i. Transaksi/peristiwa tersebut menimbulkan penghasilan berupa penghasilan

dari pekerjaan, khusus jenis uang tebusan pensiun dan tunjangan hari tua atau

jaminan hari tua (THT/JHT) yang dibayar sekaligus, serta uang pesangon.

ii. Yang menerima penghasilan tersebut adalah WP orang pribadi dalam negeri.

iii. Yang membayarkan penghasilan tersebut adalah pemotong PPh Pasal 21.

2. Tata Cara Pemajakannya

Pelaksanaan pemajakan PPh Final Pasal 21 untuk tunjangan hari tua

sama dengan pelaksanaan PPh Pasal 21

B. PPh Final atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi

Penjualan Saham atau Pengalihan Peyertaan Modal pada Perusahaan

Pasangan Usaha

Aturan pelaksanaannya berdasarkan PP Np. 4 Tahun 1995 tanggal 8 Februari

1995.

1. Definisi

Perusahaan modal ventura adalah suatu perusahaan yang membiayai badan usaha

lain (sebagai pasangan usahanya) dalam bentuk penyertaan modal untuk jangaka waktu

tertentu. Perusahaan kecil dan menengah dari perusahaan Kepmenkeu No.

250/KMK.04/1995 adalah perusahaan pasangan usaha yang pada waktu perusahaan modal

ventura melakukan penyertaan modalnya, penjualan bersih atau penerimaan brutonya

(untuk usaha jasa) pada tahun pajak sebelumnya tidak melebihi Rp. 5.000.000.000,00 (lima

milyar).

2. Peristiwa/Transaksi/Kasus/Soal/Objek yang dikenai PPh Final atas

Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi Penjualan

Sahamatau Pengalihan Penyertaan Modal pada Perusahaan Pasangan

Usaha

Suatu peristiwa/transaksi/kasus/soal/objek dikenai PPh Final atas penghasilan

perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan

modal pada perusahaan pasangan usaha jika memenuhi syarat berikut.

a) Transaksi/Peristiw/Kasus/Soal itu berupa transaksi penjualan saham atau

pengalihan penyertaan modal perusahaan modal ventura pada perusahaan

pasangan usahanya.

Page 8: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

b) Perusahaan pasangan usahanya merupakan perusahaan kecil, menengah, atau

yang melakukan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan Menteri

keuangan.

c) Jika tidak memenuhi salah satu dari kedua syarat tersebut maka

transaksi/peristiwa/kasus/soal itu tidak dikenai PPh Final.

3. Perhitungan dan Tata Cara Pemajakannya

Pelaksanaan pemajakannya diatur sebagai berikut.

a) Jika saham perusahaan modal ventura dijual di bursa efek Indonesia,

timbulnya utang PPh Final, besarnya tariff PPh Final atas penghasilan dari

transaksi penjualan saham di bursaefek, sebagaimana sudah dijelaskan

sebelumnya.

b) Jika saham perusahaan modal ventura dijual di luar bursa efek Indonesia,

maka ia dipajaki dengan sistem pemajakan sendiri. Utang PPh finalnya

timbul pada saat terjadinya transaksi penjualan saham atau pengalihan

penyertaan modal ventura pada perusahaan pasangan usahanya. Pada saat

timbulnya utang PPh Final tersebut, perusahaan modal ventura melakukan

perhitungan PPh Final tersebut, perusahaan modal ventura melakukan

perhitungan PPh Final sebagai berikut.

0,1% (satu permil) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau

pengalihan penyertaan modal. Penyetoran PPh final tersebut oleh

perusahaan modal ventura ke Kas Negara melalui bank persepsi atau kantor

pos persepsi dengan menggunakan SSP dilakukan paling lambat tanggal 15

bulan setelah bulan terjadinya transaksi penjualan saham perusahaan modal

ventura tersebut.

Pelaporan mengenai perhitungan dan penyetoran PPh Final tersebut oleh

perusahaan modal ventura ke KKP tempatnya terdaftar dengan

menggunakan SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2) dilakukan paling

lambat tanbggal 20 bulan setelah bulan terjadinya transaksi penjualan saham

perusahaan modal ventura (bulan terutangnya PPh Final tersebut).

C. PPh final atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

Aturan pelaksananya berdasarkan PP No. 140 Tahun 2000 tanggal 21 Desember

2000.

Page 9: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

1. Definisi

a) Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan

kostruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan kostruksi, dan layanan jasa

konsultasi pengawasan kostruksi.

b) Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkai kegiatan

perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup

pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elekrikal dan tata lingkungan

masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan

atau bentuk fisik lain, termasuk perawatannya.

c) Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas

atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa kostruksi.

d) Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan

usahanya menyediakan layanan jasa kostruksi. Penyedia jasa terdiri dari

perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.

e) Imbalan bruto adalah nilai yang diterima atau diperoleh pengguna jasa yang

bergerak di bidang usaha usaha jasa kostruksi dengan nama dan dalam

bentuk apa pun sehubungan dengan pemberian jasa konstruksi dimaksud,

tetapi tidak termasuk PPn.

f) Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha

pelaksanaan konstruksi dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-

masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan

pengawas konstruksi.

g) Ruang lingkup usaha jasa konstruksi mengacu pada UU Nomor 18 Tahun

1999 dan PP nomor 28 Tahun 2000 tentang Usha Jasa Konstruksi.

h) Usaha perencanaan konstruksi adalah pemberian layanan jasa perencanaan

dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-

bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan

penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi, yang dapat terdiri dari:

i) Usaha pelaksanaan konstruksi adalah pemberian layanan jasa pelaksaan

dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-

bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai penyerahan

akhir hasil pekerjaan lapangan sampai penyerahan akhir hasil pekerjaan

konstruksi.

Page 10: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

j) Usaha pengawasan konstruksi adalah pemberian layanan jasa pengawasan

baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai

dari penyiapan lapangan sampai penyerahan akhir hasil konstruksi.

k) Lingkup layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan secara

terintegrasi.

l) Pengembangan layanan jasa perencanaan dan/atau pengawasan lainnya.

m)Usaha perseorangan dan badan usaha jasa konstruksi harus mendapatkan

klasifikasi dan kualifikasi dari lembaga yang dinyatakan dengan sertifikasi.

n) Pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perseorangan dan badan

usaha dapat dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang telah mendapat

akreditasi dari lembaga, dan atas sertifikat yang diterbitkan harus

mendapatkan tanda register dari lembaga.

o) Izin usaha untuk badan usaha nasional yang menyelenggarakan usaha jasa

kostruksi diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat, sedangkan izin usaha

untuk badan usaha usaha asing yang menyelenggarakan usaha jasa

konstruksi diberikan oleh pemerintah pusat (departemen pemukiman dan

prasarana wilayah).

p) Pekerjaan perawatan berupa pembersihan dan pengecatan bangunan atau

bentuk fisik lainnya yang dilakukan oleh bukan pengusaha jasa konstruksi,

pekerjaan pemasangan dan pemeliharaan/perbaikanmesin, dan peralatan

mekanik atau elektrik serta komponen-komponen bangunan siap pasang

(prefabricated) sebagai pelayanan purna jual yang dilakukan langsung oleh

pabrikan atau pemasok mesin dan peralatan tersebut, serta pekerjaan jasa

teknik, desain interior, dan pertamanan yang dilakukan oleh bukan

pengusaha jasa konstruksi, tidak termasuk dalam pengertian pekerjaan

konstruksi.

q) Pengusaha jasa konstruksi yang dikualifikasi sebagai pengusaha kecil hanya

berlaku apabila WP pengusaha jasa konstruksi dapat memberikan (kepada

pemotong PPh final atau untuk dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh WP

yang bersangkutan bila tidak ada pemotongan PPh Final) fotokopi sertifikat

kualifikasi sebagai usaha kecil yang masihberlaku dan dilegalisasi dan

jumlah nilai kontrak per proyek yang dikerjakan olehnya tidak lebih dari

Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar) sesuai ketentuan dalam KEPPRES

Nomor 18 Tahun 2000

Page 11: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

D. PPh Final atas Penghasilan WP Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri dari

Usaha Pengangkutan Orang dan/atau barang

Aturan pelaksanaannya adalah berdasarkan KMK No. 416/KMK.04/1996 tentang

Norma Penghitungan khusus Penghasilan Neto bagi WP Perusahaan Pelayaran

dalam negeri

1. Definisi

WP Perusahaan pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang berdomisili atau

bertempat tinggal di Indonesia (WP orang pribadi dalam negeri) atau badan yang didirikan

dan berkedudukan di Indonesia (WP Badan Dalam Negeri) yang melakukan usaha

pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri atau

dengan kapal pihak lain.

2. Peristiwa/Transaksi/Kasus/Soal/Objek yang dikenai PPh Final atas

pengahasilan WP Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

Suatu Peristiwa/Transaksi/Kasus/Soal/Objek dikenai PPh Final atas pengahsilan

WP Perusahaan pelayaran Dalam Negeri jika transaksi atau peristiwa itu menimbulkan

penghasilan berupa penghasilan dari usaha pengangkutan orang dan/atau barang dari mana

pun yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri yang bergerak di bidang pelayaran

3. Penghitungan dan Tata Cara Pemajakannya

Pelaksanaan pemajakan PPh Final atas penghasilan WP perusahaan pelayaran

dalam negeri dilakukan dengan sistem berikut. Dengan sistem pemotongan oleh pihak

yang menyewa sebagai pemotong PPh Final tersebut. Utang PPh Final atas penghasilan

WP perusahaan pelayaran dalam negeri timbul pada saat pembayaran atau pada saat

timbulnya kewajiban pihak yang menyewa untuk membayar penghasilan dari usaha

pengangkutan orang dan/atau barang dari mana pun.

Pada saat timbulnya utang PPh Final, Pemotong PPh Final (pihak yang menyewa)

wajib melakukan pemotongan PPh Final tersebut dengan perhitungan 1,2% (satu koma

dua persen) dari peredaran bruto (peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai

pengganti berupa uang atau nilai uang yang diperoleh WP Perusahaan Pelayaran dalam

negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari:

a) Suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia

b) Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri

c) Pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia

d) Pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan lainnya di luar negeri

Page 12: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

Penghitungan tersebut dilakukan di formulir Bukti Pemotongan PPh atas imbalalan yang

Dibayarkan/terutang kepada Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Final) dalam rangkap

tigas, dan lembar pertama diserahkan kepada pihak perusahaan pelayaran dalam negeri

sebagai WP-nya untuk digunakan sebagai bukti bahwa dia telah membayar PPh Final

melalui sistem pemotongan, lembar kedua untuk dilaporkan ke KKP, dan lembar ketiga

untuk arsipnya.

Penyetoran PPh Final yang dipotong tersebut ke Kas Negara melalui bank persepsi

atau kantor pos persepsi dilakukan oleh pemotong PPh Final dengan menggunakan SSP

paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya, setelah bulan timbulnya utang PPh Final

tersebut (bulan pemotongan). Pelaporan mengenai penghitungan dan penyetoran PPh Final

tersebut ke KKP tempat pemotong PPh Final terdaftar dengan menggunakan SPT Masa

PPh Final Pasal 15 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan setelah bulan pemotongan

PPh Final tersebut.

Dengan sistem pemajakan sendiri jika penghasilan dari usaha pengangkutan

dari usaha pengangkutan orang dan/atau barang diterima/diperoleh tidak melalui

charter/sewa, atau melalui carter/sewa tetapi pihak yang mencarter/menyewa tidak/lupa

memotong PPh Final tersebut. Utang PPh Final atas penghasilan WP perusahaan pelayaran

dalan negeri timbul pada saat diterimanya atau pada saat timbulnya hak dari pihak

perusahaan pelayaran dalam negeri untuk menagih penghasilan dari usaha pengangkutan

orang dan/atau barang dari mana pun.

Pada saat timbulnya utang PPh Final atau paling lambat pada saat jatuhtempo

penyetoran PPh Final tersebut (tanggal 15 bulan setelah timbulnya utang PPh Final

tersebut) WP perusahaan pelayaran dalam negeri sendiri wajib melakukan perhitungan PPh

Final 1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto (pengertian peredaran bruto

lihat di bagian (i) di atas)

Penyetoran PPh Final tersebut ke Kas Negara melalui bank persepsi atau kantor pos

persepsi dilakukan oleh WP perusahaan pelayaran dalam negeri sendiri dengan

menggunakan SSP paling lambat pada tanggal tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan

timbulnya utang PPh Final tersebut. Pelaporan mengenai penghitungan dan penyetoran

PPh Final tersebut ke KPP tempat WP perusahaan pelayaran dalam negeri terdaftar dengan

menggunakan SPT Masa PPh Final Pasal 15 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan

setelah bulan timbulnya utang PPh Final tersebut.

Page 13: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

E. PPh Final atas penghasilan WP Perusahaan Penerbangan/Pelayaran

Internasional dari usaha Pengangkutan Orang dan/atau Barang

Aturan pelaksanaannya: KMK No. 417/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996

tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi WP Perusahaan

Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri

1. Definisi

Perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri adalah perusahaan

pelayaran dan/atau penerbangan yang tidak didirikan atau tidak berkedudukan di Indonesia

tetapi beroperasi secara internasional, termasuk di Indonesia tetapi beroperasi secara

internasional, termasuk di Indonesia, dan memperoleh penghasilan dari Indonesia (WP

BUT atau WP Luar Negeri selain BUT yang bergerak di bidang pelayaran dan/atau

penerbangan internasional)

2. Peristiwa/Transaksi/Kasus/Soal/Objek yang dikenai PPh Final atas

Penghasilan WP Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar

Negeri

Suatu peristiwa/transaksi/kasus/soal/objek yang dikenai PPh Final atas penghasilan

WP Perusahaan Pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri jika transaksi atau peristiwa

itu menimbulkan penghasilan berupa penghasilan dari usaha pengangkutan orang dan/atau

barang di Indonesia atau dari Indonesia ke Luar Negeri yang diterima atau diperoleh WP

yang bergerak di bidang pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri.

3. Penghitungan dan Tata Cara Pemajakannya

Pelaksanaan pemajakan PPh Final atas penghasilan luar negeri dilakukan dengan

sistem berikut ini. Dengan sistem pemotongan oleh pihak yang menyewa sebagai

Pemotonng PPh Final tersebut. Utang PPh Final atas penghasilan WP perusahaan

pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri timbul pada saat pembayaran atau pada saat

timbulnya kewajiban pihak yang menyewa untuk membayar penghasilan dari usaha

pengangkutan orang dan/atau barang dari suatu pelabuhan lain di Indonesia atau ke

pelabuhan di Luar negeri.

Pada saat timbulnya utang PPh Final, pemotong PPh Final (pihak yang

menyewa) wajib melakukan pemotongan PPh Final tersebit dengan perhitungan 2,64%

(dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto (peredaran bruto adalah

semua imbalan atau nilai pengganti berupa uan atau nilai uang termasuk fee agennya

Page 14: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

(tanpa PPN) yang diperoleh WP Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri

dari Pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari:

a) Suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia

b) Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri

Penghitungan tersebut dilakukan di formulir Bukti Pemotongan PPh atas Imbalan yang

Dibayarkan/Terutang kepada Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri

(Final) dalam rangkap tiga, dan lembar pertama diserahkan kepada pihak penerima hadiah

undian sebagai WP-nya untuk digunakan sebagai bukti bahwa ia telah membayar PPh

Final melalui sistem pemotongan, lembar kedua untuk dilaporkan ke KPP dan lembar

ketiga untuk arsipnya.

Penyetoran PPh Final yang dipotong tersebut ke Kas Negara melalui bank

persepsi atau kantor poas persepsi dilakukan olej pemotong PPh Final dengan

menggunakan SSP dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan

timbulnya utang PPh Final tersebut (bulan pemotongan). Pelaporan mengenai

penghitungan dan penyetoran PPh Final tersebut ke KPP tempat Pemotong PPh Final

terdaftar dengan menggunakan SPT Masa PPh Final Pasal 15 dilakukan paling lambat

tanggal 20 bulan setelah bulan pemotongan PPh Final tersebut.

Dengan sistem pemajakan sendiri jika penghasilan dari usaha pengangkutan

orang dan/atau barang dari suatu pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia

atau ke pelabuhan di luar negeri diterima/diperoleh tidak melalui carter/sewa, atau

melalui carter/sewa tetapi pihak yang mencarter/menyewa tidak/lupa memotong PPh

Final tersebut.

Utang PPh Final atas penghasilan WP Perusahan pelayaran dan/atau penerbangan

luar negeri timbul pada saat diterimanya atau pada saat timbulnya hak dari pihak

perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri untuk menagih penghasilan dari

usaha pengangkutan orang dan/atau barang dari suatu pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan

lain di Indonesia atau ke pelabuhan di luar negeri. Pada saat timbulnya utang PPh Final

atau paling lambat pada saat jatuh tempo penyetoran PPh Final tersebut (tanggal 15 bulan

setelah timbulnya utang PPh Final tersebut) WP Perusahaan pelayaran dan/atau

penerbangan luar negeri sendiri wajib melakukan perhitungan PPh Final 2,64% (dua

koma enampuluh empat persen dari peredaran bruto (pengertian peredaran bruto lihat

di bagian (i) di atas).

Penyetoran PPh Final tersebut ke Kas Negara melalui bank persepsi atau kantor pos

persepsi dilakukan oleh WP perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri paling

Page 15: Pajak Penghasilan Transaksi Khusus

lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan timbulnya utang PPh Final tersebut.

Pelaporan mengenai penghitungan dan penyetoran PPh Final tersebut ke KPP tempat WP

perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri terdaftar dengan menggunakan SPT Masa

PPh Final Pasak 15 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan setelah bulan timbulnya

utang PPh Final tersebut.