pai kelompok 6 (1)

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia lain atau dengan kata lain melakukan interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi sosial manusia harus memiliki akhlak yang baik agar dalam proses interaksi tersebut tidak mengalami hambatan atau masalah dengan manusia lain. Proses pembentuk akhlak sangat berperan dengan masalah keimanan dan ketakwaan seseorang. Keimanan dan Ketakwaan seseorang berbanding lurus dengan akhlak seseorang atau dengan kata lain semakin baik keimanan dan ketakwaan seseorang maka semakin baik pula akhlak seseorang hal ini karena keimanan dan ketakwaan adalah modal utama untuk membentuk pribadi seseorang. Keimanan dan ketakwaan sebenarnya potensi yang ada pada manusia sejak ia lahir dan melekat pada dirinya hanya saja sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang telah terjamah oleh lingkungan sekitarnya maka potensi tersebut akan semakin muncul atau sebaliknya potensi itu akan hilang secara perlahan. Saat ini keimanan dan ketakwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa, oleh masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti yang 1

Upload: yusron-haries

Post on 28-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pendidikan agama islam

TRANSCRIPT

Page 1: PAI Kelompok 6 (1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia lain

atau dengan kata lain melakukan interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi

sosial manusia harus memiliki akhlak yang baik agar dalam proses interaksi

tersebut tidak mengalami hambatan atau masalah dengan manusia lain. Proses

pembentuk akhlak sangat berperan dengan masalah keimanan dan ketakwaan

seseorang. Keimanan dan Ketakwaan seseorang berbanding lurus dengan akhlak

seseorang atau dengan kata lain semakin baik keimanan dan ketakwaan seseorang

maka semakin baik pula akhlak seseorang hal ini karena keimanan dan ketakwaan

adalah modal utama untuk membentuk pribadi seseorang. Keimanan dan

ketakwaan sebenarnya potensi yang ada pada manusia sejak ia lahir dan melekat

pada dirinya hanya saja sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan

seseorang yang telah terjamah oleh lingkungan sekitarnya maka potensi tersebut

akan semakin muncul atau sebaliknya potensi itu akan hilang secara perlahan.

Saat ini keimanan dan ketakwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa,

oleh masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti yang

sebenarnya dari keimanan dan ketakwaan itu, hal ini dikarenakan manusia selalu

menganggap remeh tentang hal itu dan mengartikan keimanan itu hanya sebagai

arti bahasa, tidak mencari makna yang sebenarnya dari arti bahasa itu dan

membiarkan hal tersebut berjalan begitu saja. Oleh karena itu dari persoalan dan

masalah-masalah yang terpapar diataslah yang melatar belakangi kelompok kami

untuk membahas dan mendiskusikan tentang keimanan dan ketakwaan yang kami

bukukan menjadi sebuah makalah kelompok.

B. Rumusan Masalah

Beberapa masalah yang dapat kita rumuskan, antara lain sebagai berikut.

1. Apakah pengertian dari Iman?

2. Bagaimana wujud dari Iman?

1

Page 2: PAI Kelompok 6 (1)

3. Bagaimana proses terbentuknya Iman?

4. Apa saja tanda-tanda orang yang beriman?

5. Bagaimana menganali Allah (Ma’rifatullah)?

6. Bagaimana metode Ma’rifatullah?

7. Bagaimana sifat-sifat dari Rasul?

C. Tujuan

Tujuan yang ingin kami capai, antara lain sebagai berikut.

1. Untuk Mengetahui Pengertian Iman

2. Untuk mengetahui Wujud Iman

3. Untuk Mengetahiu Proses terbentuknya Iman

4. Untuk Mengetahui Tanda- tanda orang yang beriman

5. Untuk Mengenali Allah (Ma’rifatullah)

6. Untuk Mengetahui Metode Makrifatullah

7. Untuk Mengetahui Rosul dan sifat-sifatnya

D. Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengetahui iman

secara menyeluruh, baik dari pengertian, wujud, maupun proses terbentuknya

sehingga kita dapat mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari.

2

Page 3: PAI Kelompok 6 (1)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman

Kata iman berasal dari bahasa arab yang artinya percaya. Sedangkan

menurut istilah, iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan,

dan membuktikan dengan perbuatan. Rasulullah SAW bersabda:

Artinya : “Iman adalah membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan,

dan mengamalkan dalam perbuatan” (HR. Ibnu Majah)

Jadi iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah

benar-benar ada dengan segala sifat kesempurnaan-Nya, mengikrarkan dengan

lisan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (kalimat syahadat). serta mengamalkan

apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Berdasarkan pengertian

tersebut. seseorang dikatakan beriman kepada Allah SWT apabila telah memenuhi

tiga aspek (unsur), yaitu:

1. keyakinan di dalam hati

2. pernyataan dengan lisan

3. pembuktian dengan perbuatan

B. Wujud Iman

Wujud iman termuat dalam 3 unsur yaitu isi hati, ucapan, dan perbuatan.

Dalam artian diyakini dalam hati yaitu dengan percaya akan adanya Allah SWT,

diucapkan dengan lisan yaitu dengan mengucapkan 2 kalimat syahadat, dan

dilakukan dengan perbuatan maksudnya menjalankan seluruh perintah – Nya dan

menjauhi seluruh larangan – Nya.

3

Page 4: PAI Kelompok 6 (1)

Perwujudan Iman dalam Kehidupan sehari- hari :

Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya karena percaya terhadap

sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan

melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya

dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang

yang dibuktikan dalam perbuatannya.

Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat

dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi

seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur

dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam

1. Wujud iman dalam lisan

Dengan mengucapakan kalimat syahadat “asyhadu an-laa ilaaha

illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah.” yang artinya “Saya

bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan saya besaksi bahwa nabi

Muhammad adalah utusan/rasul Allah.”

2. Wujud iman dalam hati

Meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, yang tidak hanya

dibuktikan melaui lisan. Selain itu yakin dan percaya bahwa Nabi

Muhammad SAW merupakan nabi utusan Allah. Hal ini berarti bahwa

seorang muslim harus meyakini agama Allah yang diturunkan melalui Nabi

Muhammad SAW.

3. Wujud iman dalam perbuatan

Perwujudan dari “percaya kepada Allah dan Nabi Muhammad” dalam

tindakan mungkin adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan. Namun

akan sangat tidak berguna jika meyakini sesuatu tanpa melakukan apa yang

sudah kita yakini. Bentuk nyata dari iman kita kepada Allah dan Rasul-Nya

adalah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya atau

disebut bertaqwa. Beriman dan bertaqwa seperti satu paket yang harus

dijalankan untuk menjadi umat Islam yang baik.

4

Page 5: PAI Kelompok 6 (1)

Sedangkan, wujud Iman menurut Hasan Al-Bana, adalah sebagai

berikut.

1. Ilahiyah : Hubungan dengan Allah

2. Nubuwwah : Kaitan dengan Nabi, Rasul, kitab, mukjizat

3. Ruhaniyah : Kaitan dengan alam metafisik; Malaikat, Jin, Iblis,

Syetan, Ruh.

4. Sam’iyah : Segala sesuatu yang bisa diketahui melalui sam’I

(dalil naqli).

C. Proses Terbentuknya Iman

Sejak awal seluruh Roh manusia (jamak arwah) telah mengambil kesaksian

bahwa Rabb-nya Allah Swt. Ini berarti setiap manusia telah memiliki benih iman

(QS. Al A’araf [7] : 172). Ditegaskan lebih lanjut oleh Allah Swt dalam (QS. Ar

Rum [30] : 30) bahwa setiap ciptaan (manusia) fitrahnya adalah mengesakan

Allah. Artinya, fitrahnya berarti beriman kepada Allah dan berarti pula fitrahnya

adalah islam.

Potensi fitrah atau iman islam tersebut perlu di tindak lanjuti dan yang

paling berkompeten menumbuhkan potensi iman islam tersebut adalah kedua

orang tua. Sebagaimana diterangkan dalam hadist Nabi Muhammad Saw yang

artinya : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan Fitrah, orang tuanya yang

berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”.

Imam Ghozali menisbahkan, setiap orang mempunyai potensi untuk melihat,

tetapi ia tetap tidak bisa melihat apabila tidak ada cahaya yang masuk kedalam

mata. Begitu juga dengan potensi iman yang memiliki seseorang harus di tindak

lanjuti oleh kedua orang tuanya, dan lingkungan mereka dibesarkan.

Pada kenyataannya bermacam agama atau kepercayaan yang dipeluk dan

dianut manusia. Dan apbila dalam diri seseorang telah terikat dengan tatnan iman,

harus dikembangkan untuk mencapai iman yang kokoh. Dalam Al-Qur’an (QS.

Ali Imran [3] : 190-191), dijelaskan bahwa perkembangan iman dapat melaui dua

5

Page 6: PAI Kelompok 6 (1)

jalan yaitu fikir dan dzikir dan sebaiknya dilakukan dan dijalankan secara

seimbang.1

D. Tanda-tanda Orang yg Beriman

Di dalam Al-Quran telah banyak menjelaskan tanda-tanda orang beriman.2

a. Akan bergetar hatinya ketika disebut nama Allah SWT. Bergetar hatinya

karena rasa dekat dengan-Nya, atau karena takut akan siksa-Nya atau karena

sangat bahagia (QS. Al Anfal [8] : 2).

b. Bertambah keimanannya ketika dibacakan ayat-ayat Allah. Baik ayat

Qur’aniyah (A[-Qur’an) maupun ayat Kauniyah (alam semesta), kemudian

bergejolak hatinya untuk segera mewujudkannya atau melaksanakannya

(QS. Al Anfal [8] : 2)

c. Senantiasa bertawakal kepada Allah. Artinya secara lahiriyah mereka

bersungguh sungguh atau berusaha keras dan secara batiniyah dengan

banyak berdo’a memohon dengan penuh harap kepada Allah kemudian

berhasil dan tidaknya berserah diri kepada Allah. Jika berhasil ia bersyukur

dan tidak menyombongkan diri dan jika gagal ia sabar. (QS. Al Anfal [8] : 2

dan QS. At Taubah [9] : 52).

d. Mendirikan sholat dan menafkahkan sebagai rejeki. Mereka rajin dalam

menunaikan sholat, baik wajib maupun sunnah serta menafkahkan sebagian

rejekinya untuk kepentingan kemaslahatan umat di jalan yang diridhai Allah

Swt. (QS. Al Anfal [8] : 3).

e. Memelihara amanah dan menepati janji, seorang mukmin tidak akan mudah

berkhianat atas amanah yang telah dipikulnya. Akan tetapi, akan senantiasa

memegang amanah dan menepati janjinya. (QS. Al Mukminun [23] : 6).

f. Berjihad di jalan Allah dan gemar menolong. Bersungguh-sungguh dalam

menegakkan ajaran Allah baik dengan harta benda maupun jiwa yang

dimilikinya. (QS. Al Anfal [8] : 74).

1 Wahyuddin, Achmad, M. Ilyas, M. Saifulloh, Z. Muhibbin. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo. Hal: 36-37

2 Wahyuddin, Achmad, M. Ilyas, M. Saifulloh, Z. Muhibbin. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo. Hal: 37-38

6

Page 7: PAI Kelompok 6 (1)

Akidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan akan

mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Al Maududi menyebutkan

bahwa tanda orang yang beriman adalah 3

a. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.

b. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri.

c. Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat.

d. Senantiasa jujur, adil dan amanah.

e. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan

situasi dalam hidup.

f. Mempunyai pendirian teguh, sabar, taba, dan optimis.

g. Mempunyai sifat satria, semangat, berani tidak gentar menghadapi resiko

bahkan tidak takut terhadap maut.

h. Mempunyai sifat hidup damai dan ridha.

i. Patuh, taat, disiplin menjalankan peraturan agama.

E. Mengenali Allah (Ma’rifatullah)

Mengenal Allah atau ma’rifatullah adalah subjek utama yang harus

disempurnakan oleh seorang muslim. Ma’rifatullah bukanlah mengenali zat Allah.

Karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh manusia dengan kemampuan yang

terbatasn sedangkan Allah mempunyai segala sesuatu yang tidak terbatas.

Menurut Ibnu Al-Qayyim , ma’rifatullah yang dimaksud oleh ahlul ma’rifah

(orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang

melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalan.

Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun

ma’rifatullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan

manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan ganghuan yang ada

dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.

3 Wahyuddin, Achmad, M, Ilyas, M, Saifulloh, Z, Muhibbin. 2009. Pendidikan Agama Islam

Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo. Hal: 38

7

Page 8: PAI Kelompok 6 (1)

Mengetahui atau mengenal Allah bagi orang yang beragama merupakan

suatu kepercayaan yang mutlak sebagai fondasi dari pilar iman yang pertama.

Pada umumnya para penganut agama tidak banyak yang menggali secara

keilmuan dan pengalaman hidupnya untuk lebih mengenal Allah. Manusia hanya

merasa cukup untuk percaya dan beriman berdasarkan warisan keturunan orang

beragama sesuai dengan agama yang dimiliki kedua orang tua yang bersangkutan.

F. Metode Ma’rifatullah

Metode mengenal Allah itu antara lain dengan pengetahuan syahadat,

logika, dan qalb. Tampaknya relevan jika menggunakan konsep yang digunakan

sufi tersebut diharmoniskan dengan temuan konsep dalam kitab Syarah salasah

salasah al – Usul yang ditulis oleh Syaikhul Islam, Muhammad bin Abd Al –

Wahhab dengan pensyarah Syaikh Muhammad bin Salih Al – Usaimin yang

menyebutkan bahwa mengenal Allah yang tertinggi hanya dapat dilakukan

melalui hati (qalb).

Dalam artian bahwa seseorang harus menerima terhadap setiap syariah yang

ditetapkan oleh – Nya dengan sebenar – benar ketaatan dan kepatuhan sehingga

seorang Muslim senantiasa menjadikan Al – Quran yang diwahyukan kepada

Rasulullah SAW dan as – sunnah sebagai penentu segala hukum.

Ketika seorang hamba berusaha untuk mengenali Tuhannya, ia harus

berupaya memahami apa yang tersirat pada ayat – ayat Al-Quran dan sunah

Rasulullah SAW. Selain itu, dengan memperhatikan proses – proses yang terjadi

pada alam sekitar, setiap manusia tentunya harus mengakui bahwa segala sesuatu

yang terjadi didunia ini telah ada yang mengatur.

Terdapat beberapa sebab yang memungkinkan seorang hamba menegnali

Rabb-nya, dalam tiga tingkatan :

1. Ia memperlihatkan seluruh fenomena alam semesta serta memikirkan hal

ihwal yang berlaku pada setiap makhluk. Dengan mengamati fenomena yang

terjadi pada alam semesta ini, manusia hendaknya dapat menginsyafi

bahwasanya terdapat kekuasaan yang menciptakan dan mengatur segala

aktivitasnya. Peristiwa kelahiran, kematian, pergantian siang dan malam

8

Page 9: PAI Kelompok 6 (1)

adalah hal – hal yang diluar batas kemampuan manusia dan makhluk lainnya

untuk mengendalikannya. Tidak ada satu makhlukpun yang dapat mencegah

tumbuhnya benih pada rahim manusia, hewan, maupun pembuahan pada

tumbuhan. Segala daya upaya yang dikerahkan oleh makhluk takkan kuasa

mencegah kelahiran dan kematian serta pergantian siang dan malam.

Allah Berfirman : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih

bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa

yang berguna bagi manusia, dan apa yang telah Allah turunkan dari langit

berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-

nya dan Dia sebarkan di bumi itu segalal jenis hewan, dan pengisaran

angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh

(terdapat) tanda – tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kamu yang

memikirkan.” (QS. Al – Baqarah [2] : 164)

2. Ia berusaha memahami ayat – ayat syari’ah berupa wahyu yang di

amanahkan kepada rasul alayhissalam. Ayat – ayat syari’ah yang dimaksud

tentulah ayat – ayat yang ada dalam Al – Quran dan sunnah Nabi SAW yang

mengandung seluruh pelajaran mengenai kehidupan manusia di alam dunia

dan akhirat. Jika manusia berpedoman dan mampu mengambil ilmu serta

hikmah yang terkandung di dalam ayat – ayat tersebut melalui pemahaman,

penghayatan dan pengalaman, niscahya ia akan mampu mengenali Rabb –

nya. Sebab, dengan cara itu, seseorang dapat merasakan kesempurnaan

pelajaran yang terkandung dalam ayat – ayat tersebut bagi ketentraman

9

Page 10: PAI Kelompok 6 (1)

hidup. Jika ketentraman hidup tercapai maka terbukalah penutup antara

manusia sebagai makhluk dan Allah SWT sebagai Sang Khaliq.

Allah berfirman : “Hai orang – orang yang beriman, taatilah Allah dan

taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu

berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah

(Al-Quran) dan Rasul (as-Sunnah), jika kamu benar – benar beriman

kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu

dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’[4] : 59)

3. Ma’rifah yang dikaruniakan langsung oleh Allah SWT ke dalam qalb orang

yang beriman. Dalam pengertian syar’i, iman adalah meyakini dengan hati,

mengucapkan lisan lalu mengamalkan dengan anggota badan. Yang

diyakini, diucapkan, diamalkan oleh orang yang beriman semata – mata

hanya peribadatan yang diambil dari perintah dalam Al-quran dan sunnah

Nabi SAW saja. Orang yang beriman hanya akan mengikuti apa yang

diperintahkan Allah dan Rasul Nya serta menjauhi segala larangan-Nya,

sehingga dengan begitu qalbu menjadi bersih dari kotoran – kotoran dan hal

tercela. Ketika qalbunya telah bersih dari segala hama kotoran, maka dalam

ibadahnya baik yang bersifat mahdhah atupun ghairu mahdhah seorang yang

beriman akan merasa selalu ditatap oleh Rabb-nya. Bahkan, ia seakan – akan

melihat Rabb-nya itu dengan mata kepalanya sendiri. Mengenai hal tersebut,

Rasulullah SAW telah bersabda, “Hendaklah kamu beribadah kepada Allah

seakan – akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka

sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim)

10

Page 11: PAI Kelompok 6 (1)

G. Rasul dan Sifat-sifatnya

Para rasul yang diutus Allah adalah laki laki merdeka yang telah dipilih

dengan sempurna dan dilengkapi dengan keistimewaan yang tidak dimiliki

makhluk biasa. Begitu pula telah diberikan kepada mereka sifat-sifat

kesempurnaan dengan tujuan untuk menguatkan risalah yang dibawa.

Sebagai penyampai ajaran agama, para rasul mesti mempunyai sifat-sifat

yang mendukung akan tugas kerasulannya. Oleh karena itu, paling tidak ada 4

sifat yang mesti melekat pada diri seorang rasul, yaitu shidiq (jujur), amanah

(terpercaya), tabligh (menyampaikan risalah), dan fathanah (cedas dan cekatan).

Sebaliknya, para rasul memiliki sifat-sifat kebalikan dari sifat-sifat diatas yakni

sifat mustahil. Sementara itu, diluar wilayah tugas kerasulan, mereka juga

memiliki sifat-sifat sebagaimana umumnya manusia, seperti kebutuhannya untuk

makan dan minum, tidur, istirahat, dan lain-lain.4

1. Sifat Wajib Rosul

a. Shidiq (Jujur)

Setiap rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Apa yang telah

disampaikan kepada manusia baik berupa wahyu atau kabar harus sesuai

dengan apa yang telah diterima dari Allah, tidak boleh dilebihkan atau

dikurangkan. Dalam arti lain apa yang disampaikan kepada manusia pasti

benar adanya, karena memang bersumber dari Allah. Makanya setiap rasul

pasti jujur dalam pengakuan atas kerasulannya. Dan kita sebagai manusia

harus meyakinkanya dan beri’tikad bahwa semua yang datang dari Rasul baik

perkataan atau perbuatan adalah benar dan hak. Karena apa yang diucapkan

atau diperbuat oleh para rasul bukan menurut kemauannya sendiri. Ucapan

dan perbuatannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan atau risalah

yang diterima dari Allah.

Sebagai bukti atas kebenaran para rasul, mereka telah dibekali dengan

mukjizat-mukjizat yang harus diyakini oleh setiap muslim kebenaranya. Dan

tidak mungkin harus diyakini dan diteladani jika mereka (para rasul) itu tidak

4 Yasid, Abu. 2004. Islam Akomodatif : Rekonstruksi Pemahaman Islam Sebagai Agama Universal. Yogyakarta: LKis. Hal : 12-13

11

Page 12: PAI Kelompok 6 (1)

jujur. Tentu setelah itu apa yang telah diperintahkan Allah melalui perantaraan

para rasul, kita sebagai muslim harus mengikuti dengan taat dan apa yang

dilarang oleh Allah kita tinggalkan.

….. � �ه�وا ف�انت �ه� ع�ن �م� �ه�اك ن و�م�ا ف�خ�ذ�وه� س�ول� الر� �م� �اك آت و�م�آ

Allah berfirman : ”…..Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah

dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (QS. Al-Hasyr

[59] : 7)

b. Amanah (Terpercaya)

Amanah berarti bisa dipercaya baik dhahir atau bathin. Sedangkan yang

dimaksud di sini bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap

ucapan dan perbuatannya. Para rasul akan terjaga secara dhahir atau bathin

dari melakukan perbuatan yang dilarang dalam agama, begitu pula hal yang

melanggar etika.

�م ين� أ �س�ول ر� �م� �ك ل %ي إ ن

“Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus)

kepadamu,” (QS. Asy-syuara [26]: 143)

Maka hal yang muhal atau mustahil jika rasul itu terjerumus ke dalam

perzinahan, pencurian, meminum minutan keras, berdusta, menipu dan lain

sebagainya. Rasul tidak mungkin memiliki sifat hasud, riya’, sombong, dusta

dan sebagainya. Jika para rasul telah melanggar etika berarti mereka telah

bekhianat dan Allah tidak menyukai manusia yang berkhianat.

ائ ن ين� الخ� �ح ب) ي � ال �ه� الل إ ن�

Allah berfirman,  “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

berkhianat.”(QS. Al-Anfal [8] : 58)

c. Tabligh (Menyampaikan Risalah)

12

Page 13: PAI Kelompok 6 (1)

Sudah menjadi kewajiban para rasul untuk menyampaikan kepada manusia

apa yang diterima dari Allah berupa wahyu yang menyangkut didalamnya

hukum agama. Jika Allah memerintahkan para rasul untuk menyampaikan

wahyu kepada manusia, maka wajib bagi manusia untuk menerima apa yang

telah disampaikan dengan keyakinan yang kuat sebagai bukti atau saksi akan

kebenaran wahyu itu.

/ يبا ح�س �ه ب الل �ف�ى و�ك �ه� الل � إ ال / ح�دا� أ و�ن� �خ�ش� ي � و�ال �ه� و�ن �خ�ش� و�ي �ه الل �ت اال ر س� %غ�ون� �ل �ب ي �ذ ين� ال

Allah berfirman, “(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah

Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada

seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat

Perhitungan.” (QS. Al-Ahzab [33] : 39).

Hal ini bisa dikiyaskan bahwa jika Allah memberikan wahyu kepada para

rasul untuk tidak disampaikan atau dirahasiakan kepada manusia, maka tidak

wajib bagi manusia untuk mempelajarinya. Sedangkan menyampaikan adalah

hal yang wajib dan menyembunyikan adalah hal yang terlaknat dan tercela.

d. Fathanah (Cerdas dan Cekatan)

Dalam menyampaikan risalah Allah, tentu dibutuhkan kemampuan,

diplomasi, dan strategi khusus agar wahyu yang tersimpan didalamnya hukum

hukum Allah dan risalah yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh

manusia. Karena itu, seorang rasul wajib memiliki sifat cerdas. Kecerdasan ini

sangat berfungsi terutama dalam menghadapi orang-orang yang

membangkang dan menolak ajaran Islam.

Maka diharuskan bagi kita untuk meyakini bahwa para rasul itu adalah

manusia yang paling sempurna dalam penampilan, akal, kekuatan berfikir,

kecerdasan dan pembawaan wahyu yang diutus pada zamannya. Kalau saja

para rasul itu tidak sesuai dengas sifat-sifatnya maka mustahil manusia akan

menerima dan mengakuinya. Sifat-sifat itu merupakan satu hujjah bagi

mereka agar apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik.

13

Page 14: PAI Kelompok 6 (1)

ق�و�م ه ع�ل�ى اه يم� �ر� إ ب �اه�آ �ن �ي آت �آ �ن ت ح�ج� و�ت ل�ك�

Allah berfirman: “Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim

untuk menghadapi kaumnya.” (QS. Al-An’am [6] : 83)

2. Sifat Mustahil Rosul

a. Kidzib (Bohong)

Kidzib artinya adalah dusta. Semua Rasul adalah manusia-manusia yang

dipilih oleh Allah SWT sebagai utusan-Nya. Mereka selalu memperoleh

bimbingan dari Allah SWT sehngga terhindar dari sifat-sifat tercela. Setiap

rasul benar ucapannya dan benar pula perbuatannya. Sifat dusta hanya dimiliki

oleh manusia yang ingin mementingkan dirinya sendiri, sedangkan rasul

mementingkan umatnya.

�ى أ ر� م�ا �ف�ؤ�اد� ال �ذ�ب� ك م�ا

Allah SWT berfirman : “Hatinya tidak mendustakan apa yang dilihatnya.”

(QS. An-Najm [53] : 11)

b. Khianat (Berkhianat atau tidak dipercaya)

Khiyanah artinya adalah berkhianat atau curang. Tidak mungkin seorang

rasul berkhianat atau ingkar janji terhadap tugas-tugas yang diberikan Allah

SWT kepadanya. Orang yang khianat terhadap kepercayaan yang telah

diberikan kepadanya adalah termasuk orang yang munafik, rasul tidak

mungkin menjadi seorang yang munafik.

c. Kitman (menyembunyikan)

Kitman artinya adalah menyembunyikan. Semua ajaran yang disampaikan

oleh para rasul kepada umatnya tidak ada yang pernah disembunyikan.

Jangankan yang mudah dikerjakan dan difahami dengan akal fikiran, yang

14

Page 15: PAI Kelompok 6 (1)

sulit pun akan disampaikan olehnya seperti peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi

Muhammad SAW.

Tugas rasul di dunia ini adalah menyampaikan wahyu Allah SWT kepada

umat manusia sebagai pedoman hidup. Semua rasul bersifat tabligh atau

menyampaikan wahyu dan mustahil bersifat kimaan atau menyembunyikan

wahyu yang diamanatkan kepada dirinya. Dengan penuh semangat dan rasa

tanggung jawab, para rasul melaksanakan tugas-tugasnya walaupun harus

menanggung segala resiko yang akan terjadi. Contohnya, Nabi Ibrahim AS

mendapat resiko dari Raja Namrud dan rakyatnya sehingga beliau dibakar.

Nabi Musa AS bersama kaumnya (Bani Israil) bersusah payah menyelamatkan

diri dari kejaran tentara Raja Fir’aun sehingga nyaris tertangkap olehnya. Nabi

Muhammad SAW berlumuran darah saat dilempari batu oleh penduduk Thaif

dan nyaris terbunuh saat akan hijrah ke Madinah. Kesemuanya itu merupakan

resiko yang harus dihadapi para rasul dalam melaksanakan tugas sucinya.

و�ن� �ر� �ف�ك �ت ت � ف�ال� أ �ر� �ص ي �ب و�ال �ع�م�ى األ� �و ى ت �س� ي ه�ل� ق�ل� إ ل�ي� �و�ح�ى ي م�ا � إ ال �ب ع� ت

� إ ن�أ

Allah SWT berfirman : “Aku tidak mengikuti kecuali yang diwahyukan

kepadaku, katakanlah apakah sama orang yang buta dengan orang yang

melihat? Maka apakah kamu tidak memikirkannya.” (QS. Al-An’am [6] :

50)

d. Baladah (Bodoh)

Baladah artinya adalah bodoh. Seorang rasul mempunyai tugas yang berat.

Rasul tidak mungkin seorang yang bodoh. Jika rasul bodoh, maka ia tidak

akan dapat mengemban amanat dari Allah SWT. Jadi, mustahil rasul memiliki

sifat bodoh.

15

Page 16: PAI Kelompok 6 (1)

Allah SWT berfirman : “Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang yang

mengerjakan ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS.

Al-A’raf [7] : 199)

3. Sifat Jaiz Bagi Rosul

Allah telah mengutus para rasul kepada manusia dan telah dihiasi dengan sifat

kesempurnaan melebihi makhluk Allah yang lain, namun mereka tidak akan

terlepas dari fitrah kemanusian yang ada dalam dirinya. Seorang rasul tetaplah

sebagai seorang manusia biasa yang berprilaku sebagaimana manusia. Simak

firman Allah SWT yang menegaskan tentang Muhammad sebagai manusia biasa.

Allah berfirman : “Katakan (Muhammad), ‘sungguh, aku hanyalah seorang

manusia seperti juga kamu sekalian, yang diwahyukan kepadaku, bahwa

tuhanmu itu tuhan yang Mahatunggal. Maka tetaplah kamu berada pada jalan

yang lurus (untuk) menuju kepada-Nya, dan celaka besarlah bagi orang-orang

yang mempersekutukan-Nya,’” (QS Fussilat [41] : 6)

Ayat diatas adalah pembelajaran Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad

SAW untuk menegaskan kepada seluruh ummat manusia, bahwa dirinya hanyalah

manusia biasa seperti pada umumnya. Hal itu sering disebut sebagai sifat jaiz

yang dimiliki para nabi dan rasul, yaitu A’radhul Basyariyah, artinya mereka juga

memiliki sifat-sifat sebagaimana manusia pada umumnya.5

BAB III

PENUTUP

5 Syahban, Joko. 2008. Berbisnis Bersama Tuhan. Jakarta: Hikmah. Hal : 165

16

Page 17: PAI Kelompok 6 (1)

A. KESIMPULAN

Keimanan seseorang berbanding lurus dengan akhlaknya, sehingga

keimanan merupakan landasan bagi akhlaq seseorang. Wujud keimanan itu

sendiri dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari baik dalam bentuk lisan

maupun perbuatan. Diantara tanda- tanda orang beriman adalah akan bergetar

hatinya ketika disebut nama Allah SWT, bertambah keimanannya ketika

dibacakan ayat-ayat Allah, senantiasa bertawakal kepada Allah, mendirikan

sholat dan menafkahkan sebagai rejeki, memelihara amanah dan menepati

janji, berjihad di jalan Allah dan gemar menolong sesama.

B. REKOMENDASI

Berkenaan dengan makalah ini kita menghimbau agar penerapan keimanan

dalam kehidupan sehari-hari dapat lebih teraplikasi. Sehingga, akan tercipta

suatu keselarasan antara kehidupan rohani, sosial, maupun duniawi. Dan kami

harapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca.

C. PENUTUP

Demikianlah makalah yang kami buat semoga bermanfaat bagi orang yang

membacanya dan menambah wawasan bagi orang yang membaca makalah ini.

Dan penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kata dan

kalimat yang tidak jelas, mengerti, dan lugas mohon dimaklumi.

Sekian penutup dari kami semoga berkenan di hati dan kami ucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya. Wassalamualaikum Wr. Wb.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: PAI Kelompok 6 (1)

Syahban, Joko. 2008. Berbisnis Bersama Tuhan. Jakarta: Hikmah. Hal : 165

Wahyuddin, Achmad, M. Ilyas, M. Saifulloh, Z. Muhibbin. 2009. Pendidikan Agama

Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo. Hal: 36-38

Yasid, Abu. 2004. Islam Akomodatif : Rekonstruksi Pemahaman Islam Sebagai Agama

Universal. Yogyakarta: LKis. Hal : 12-13

18