pai 59_kresna yusuf rouhillah
TRANSCRIPT
SOAL
1. Menurut ilmu menduduki peranan yang sangat vital dalam kontek beragama
islam. Mengapa? Jelaskan hal-hal yang terkait didalamnya yang mencakup
kedudukan menuntut ilmu disertai macam dan contohnya, serta tuliskan
dalil beserta terjemahannya secara lengkap dari:
Al Qur’anul Karim
Al Sunnah ( Al hadis)
Atsar (perkataan sahabat)
Qaul ( perkataan) Ulama-ulama Salaf (terdahulu)
2. Apa yang bisa kita uraikan tentang prinsip-prinsip ajaran agama islam (
Aqidah, Syari’ah, Akhlak)? Jelaskan dari ketiga prinsip-prinsip tadi serta
hubungan ketiganya serta tuliskan dalilnya beserta terjemahannya secara
lengkap dari:
Al Qur’anul Karim
Al Sunnah ( Al hadis)
Atsar (perkataan sahabat)
Qaul ( perkataan) Ulama-ulama Salaf (terdahulu)
3. Sumber-sumber yang dijadikan ajaran atau hukum dalam agama islam
adalah Al Quran, Al Hadis, dan Ijtihad (ijma’, qiyas, dll). Jelaskan tentang
bagaimana memahami Nash Al Quran,Al Hadis, dan Ijtihad (ijma’, qiyas, dll)
yang dijadikan Hujjah/dalil/refrensi untuk menentukan sebuah
hukum/fatwa-fatwa yang bersifat kontemporer? Siapa saja orang yang
berkompeten dibidang ini ( jelaskan syarat-syaratnya) dan berikan contoh
hukum/fatwa yang bersifat kontempporer?
Jawaban
1. Menuntut ilmu dalam beragama islam adalah sesuatu yang diwajibkan
bagi setiap muslim, baik itu menuntut ilmu agama atau ilmu
pengetahuan lainnya. Ilmu yang akan bertambah terus yang tidak
pernah habis-habisnya sebagai kunci untuk memperoleh apa yang dicita-
citakan dalam hal duniawi ataupun ukhrawi yang harus direalisasikan
dengan usaha dan mengamalkan. Rosulullah bersabda: “ Nabi Sulaiman
disuruh memilih antara harta benda, kerajaan dan ilmu. Maka dia
NAMA : KRESNA YUSUF ROUHILLAH
NIM : 141910101094
KELAS : PAI 59
memilih ilmu, akhirnya dia diberi pula kerajaan dan harta benda”. ( H.R
Ad-Dailami)
Ini berarti, dengan ilmu segala sesuatu dapat tercapai, selama ia
istiqomah dan ada dalam jalan Allah SWT. Maka dengan istiqomah dan
ber-amar ma’ruf nahi munkar baik dalam nenuntut ilmu ataupun
mengamalkannya secara otomatis ia akan mampu menjalankan hidup
dengan baik guna tercapainya apa yang dimaksud.
Kedudukan ilmu
Ilmu adalah istilah yang berasal dari kata yunani yaitu scientia yang
bewrarti ilmu, atau dalam kaidah bahasa arab berasal dari kata ‘ilm yang
berarti pengetahuan. Ilmu atau sains adalah pengkajian sejumlah
pernyataan-pernyataan yang terbukti menjadi hukum-hukum umum.
Ibnu Munir berkata “ ilmu adalah syarat benarnya perkataan dan
perbuatan, keduanya tidak akan bernilai kecuali deangan ilmu, maka
ilmu harus ada sebelum perkataan dan perbuatan, karena ilmu
merupakan pembenar niat. Sedangkan amal tidak akan diterima kecuali
dengan niat yang benar”.
Dalam pengertian lain “ ilmu itu modal, tak punya ilmu keuntungan apa
yang bisa didapat, ilmu adalah kunci untuk membuka pintu kebaikan
kesuksesan, kunci untuk menjawab pertanyaan dan masalah didunia.
Peranan ilmu pengetahuan dalam kehidupan seseorang sangat besar,
dengan ilmu pengetahuan, derajat manusia akan berada antara yang
satu dengan yang lainnya, seperti firman Allah SWT dalam surah Al-
Mujaadilah ayat:11, yang berbunyi:
ها يأ ين ي حوا ف ٱلذ ٱلمجلس ءامنوا إذا قيل لكم تفسذ ف يفسح ٱفسحوا لكم إوذا قيل ٱللذ وا ف ٱنش وا يرفع ٱنش
ين ٱللذ منكم و ٱلذ ين ءامنوا ٱلذ وتوا ٱلعلم أ درجت
و ١١بما تعملون خبري ٱللذ11. Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Dalam QS. Fathir [35]:27-28, Allah menguraikan sekian banyak makhluk lahir dan
fenomena alam, lalu ayat tersebut ditutup dengan menyatakan bahwa : yang takut
kepada Allah dari hamba-hambaNya hanyalah ulama. Ini menunjukkan bahwa ilmu
dengan pandangan Al Quran bukan hanya ilmu agama. Disisi laen itu juga ilmu
menunjukkan bahwa ilmu haruslah menghasilkan khasyyah, yakni rasa takut dan
kagum kepada Allah, yang pada gilirannya mendorong yang berilmu untuk
mengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya untuk kepentingan umum.
Menuntut ilmu merupakan suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk merubah
tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baek, karena pada dasarnya ilmu
merupakan jalan menuju kebanaran dan meninggalkan kebodohan. Menuntut ilmu
merupakan ibadah sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.
ابن رواة) مسلم طلبالعلمفريضةعلىكل .وسلم علية اللة صلى اللة رسول قل .قل ملك بن انس عن
(والبيهقي عدي
Artinya:
“menuntut ilmu diwajibkan atas orang islam laki-laki dan perempuan”
Mu’ads bin Jabbal berkata :” tuntutlah ilmu, karena mempelajari ilmu karena
mengharapkan wajah Allah itu mencerminkan khasyyah, mencarinya adalah ibadah,
mengkajinya adalah tasbih, menuntutnya adalah jihad, mengajarnya untuk keluarga
adalah taqarrub”.
Rosulullah bersabda :” tuntutlah ilmu dari buayan sampai liang lahat” dan “
tuntutlah ilmu sekalipun kenegeri cina”
Nabi Muhammad Saw bersabda:
“ barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah
ia memiliki ilmu ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan bahagia) diakhirat,
wajiblah ia mengetahui ilmunya pula ; dan barang siapa yang menginginkan kedua-
duanya, wajiblah ia memilliki ilmu kedua-duanya” (HR Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu didunia yang memberi manfaat dan
berguna untuk menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan
kita didunia, agar tiap-tiap muslim jangan picik , dan agar setiap muslim dapat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan.
Hukum-hukum menuntut ilmu:
1. Hukum fardhu ‘ain yang dipelajari oleh mukallaf yaitu yang perlu diketahui
untuk meluruskan ‘aqidah yang wajib dicapai oleh seluruh muslim dan yang
perlu diketahui untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang di
fardhukan, seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Selain itu juga dipelajari ilmu
akhlak untukn mengetahui adab sopan santun yang perlu kita laksanakan
dan tingkah laku yang kita tinggalkan.
2. Hukum fardhu kifayah yaitu ilmu yang mempelajari tentang ilmu-ilmu yang
hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu filsafat, ilmu hadist dll.
Dalam ilmu ushul fiqih ada kaidah yang berbunyi :
“arti yang pokok dalam arm adalah menunjukkan wajib” ( kitab As-sullam, halaman
13; dan kitab ushul fiqh, halaman 31)
Menurut ungkapan ucapan seorang ulama besar, Imam Syafii ( Rahimahullah
)berkata : “ barang siapa yang tidak cinta terhadap ilmu, maka tidak ada kebaikan
padanya, dan janganlah diantara kamu dengannya terjalin hubungan intim dan
tidak perlu kenal dengannya, sebab orang yang tidak mau belajar ilmu, tentu ia tidak
akan mengetahui cara-cara beribadah dan tidak akan melaksanakan ibadah sesuai
dengan ketentuan-ketentuannya. Seandainya ada seseorang yang beribadah
kepada Allah SWT. Seperti ibadahnya para malaikat dilangit, tetapi tanpa dilandasi
dengan ilmu, maka ia termasuk orang-orang yang merugi.
Al Hasan Rohimahullah berkata, “ andaikata tidak ada orang-orang yang berilmu
tentu manusia tak berbeda dengan binatang”.
د ب ن الل عب د عن عو نهع الل رضي مس بي قال : قال رجل : اث نت ي ن ف ي إ ال الحسد : وسلم عليه الل صلى الن
لط الا ما الل أتاه الحق في هلك ته على فس مة الل أتاه رجل و , ك بها ي ق ض ى ف هو ال ح رواه) وي عل مها
(البجاري
Artinya :
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda :”Janganlah ingin seperti orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah al-Hikmah dan ia berprilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada orang lain (HR Bukhari).
Hadist Nabi Muhammad Saw:
رة ف علي ه ب ا لع ل م ومن أرادهماف علي ه ب ا لع ل م اآلخ ن ياف علي ه ب ا لع ل م ومن أراد (رواهالطبراني) من أرادالدArtinya
Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu (HR. Thabrani)
2.‘Aqidah
‘Aqidah menurut bahasa arab berasal dari kata al-aqdu yang berati ikatan, at-
tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang
artinya mengokohkan (menetapkan) dan ar-rabthu biquw-wah yang artinya
mengikat dengan kuat, sedangkan menurut istilah ‘Aqidah adalah iman yang teguh
dan pasti yang tidak ada keraguannya sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Dengan kata lain ‘Aqidah adalah sesuatu yang dipercayai dan diyakini kebenarannya
oleh hati manusia, sesuai ajaran islam dengan berpedoman kepada Al Quran dan
Hadist.
‘Aqidah islam meliputi:
Percaya adanya Allah dan segala sifat-sifat-Nya
Percaya adanya makaikat-malaikat Allah
Percaya kepada kitab-kitab Allah
Percaya kepada nabi dan rosul-rosul Allah
Percaya kepada hari akhir dan sesuatu yang terjadi pada saat itu
Percaya kepada qodho dan qadar
Beberapa dalil tentang aqidah. Diantaranya adalah firman Allah:
أطاعالله الرسولف قد يط ع من
“barangsiapa yang taat kepada rasul maka sungguh dia telah taat kepada Allah.”(QS.An-nisaa:80)
Dan firman-Nya:
وأط يعواالرسوللعلكم ت ر حمون
“Taatlah kalian kepada rasul semoga kalian dirahmati.”
(QS.An-Nuur:56)
Dan firman-Nya Jalla wa’alaa:
افإ نما ت ولو ملوعلي كم ماعلي ه ماحقل أط يعوااللهوأط يعواالرسولفإ ن ال بلغال مب ين إ ال تدواوماعلىالرسول تط يعوهت ه حمل تم وإ ن
“Katakanlah: “Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”.
(QS.An-Nuur:54)
Dan Allah Azza wajalla berfirman:
ال كاف ر ين ب افإ ناللهاليح ت ولو قل أط يعوااللهوالرسولفإ ن “Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.
(QS.Ali Imran:32)
Dan ayat-ayat yang masih banyak lagi dari kitabullah Azza wajalla.
Dan telah datang pula perintah dari Allah Azza wajalla untuk mengikuti RAsul-Nya Shallallahu alaihi wasallam berupa perintah untuk menjadikannya sebagai suri tauladan dalam banyak tempat (dalam al-qur’an).
Allah Azza wajalla berfirman:
لكم ذنوبكم و ب ب كماللهوي غ ف ر بوناللهفاتب عون ييح كن تم تح فور قل إ ن اللهيم رح
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.Ali Imran:31)
Dan Allah Azza wajalla juga berاfirman:
مي ال النب ي ورسول ه م نب اللهالذ فآم نوب الله يي تدون وكل مات ه واتب عوهلعلكم ت ه
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.
Tingkatan aqidah Islam
1) Tingkat Taqlid
Yaitu menerima suatu kepercayaan dari orangain tanpa
mengetahui alasan-alasannya. Sikap taqlid ini dilarang oleh
agama Islam.
2) Tingkat Ilmul Yaqin
Yaitu suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu yang
bersifat teoritis.
3) Tingkat Ainul Yaqin
Yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan mata
kepala secara langsung tanpa perantara.
4) Tingkat Haqqul Yaqin
Yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan dan
penghayatan pengamalan (empiris).
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting.
Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran
Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun
di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan
yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan
untuk sekedar menahan atau menanggung beban apa saja, bangunan
tersebut akan runtuh dan hancur berantakan. Allah swt berfirman,
ي رجوالق آء ر بهف لي عف ك ان ص الاو ال يشركبعم ن ا م لع م ال ر به ب ا
Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan
Tuhannya (di akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak
menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S.
al-Kahfi: 110)
قل ياأي هاالناسإ نيرسولالله إ لي كم جم يعااالذ يلهمل كالسماوات ر ض ي يويم يت وال هويح فآم نواب الله ورسول ه النب الإ لهإ ال مي ال ي
م ن تدونالذ يي ت ه ب الله وكل مات ه واتب عوهلعلكم
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman
kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia,
supaya kamu mendapat petunjuk".
(QS: Al-A'raf Ayat: 158)
Syari’ah
Secara Etimologi
Kata Syari’ah berasal dari bahasa Arab, dari kata Syara’a yang berarti jalan.
Syari’ah Islam berarti jalan dalam agama Islam atau peraturan dalam Islam.
» Secara Terminologi
Syari’ah adalah suatu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan seluruh ciptaan Tuhan di alam semesta.
Berdasarkan pengertian diatas, syari’ah dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu :
1. Ibadah. Ibadah adalah peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
2. Mu’amalah. Mu’amalah adalah peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan manusia dengan seluruh alam.
ujuan Syari’ah Islam yang : paling utama adalah untuk membangun kehidupan manusia atas dasar ma’rufat ( kebaikan-kebaikan ) dan membersihkannya dari munkarat ( keburukan-keburukan ).
1. Ma’rufat adalah nama untuk semua kebajikan atau sifat-sifat yang baik, yang sepanjang masa telah diterima sebagai sesuatu yang baik oleh hati nurani manusia.
Syari’ah Islam membagi ma’ruf itu dalam 3 kategori, yaitu :
a. Fardhu : wajib.
b. Sunah : anjuran.
c. Mubah : boleh.
2. Munkarat adalah nama untuk segala dosa dan kejahatan yang sepanjang masa telah dikutuk oleh watak manusia sebagai sesuatu yang jahat.
Syari’ah Islam membagi munkarat itu dalam 2 kategori, yaitu :
a. Haram.
b. Makruh
Dalil-dalil tentang syari’ah
Artinya:
"Maka putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (dengan) meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu." (TMQ. Al-Ma’idah [5]: 48).
Artinya: "Dan putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari apa yang telah diturunkan Allah kepadamu" (TMQ. Al-Ma’idah [5]: 49)
Rasulullah SAW bersabda: "Bahawasanya Imam itu bagaikan perisai, dari belakangnya umat berperang dan dengannya umat berlindung." [HR. Muslim]
Rasulullah SAW bersabda: "Dahulu para nabi yang mengurus Bani Israil. Bila wafat seorang nabi diutuslah nabi berikutnya, tetapi tidak ada lagi nabi setelahku. Akan ada para Khalifah dan jumlahnya akan banyak." Para Sahabat bertanya,’Apa yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi menjawab,’Penuhilah bai’at yang pertama dan yang pertama itu saja. Penuhilah hak-hak mereka. Allah akan meminta pertanggungjawaban terhadap apa yang menjadi kewajipan mereka." [HR. Muslim].
"Para imam mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad) rahimahumullah telah sepakat bahawa Imamah (Khilafah) itu wajib adanya, dan bahawa umat Islam wajib mempunyai seorang imam (khalifah) yang akan meninggikan syiar-syiar agama serta menolong orang-orang yang tertindas dari yang menindasnya..."
Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar jilid 8 hal. 265 menyatakan: "Menurut golongan Syiah, minoriti Mu’tazilah, dan Asy A’riyah, (Khilafah) adalah wajib menurut syara’." Ibnu Hazm dalam Al Fashl fil Milal Wal Ahwa’ Wan Nihal juz 4 hal. 87 mengatakan: "Telah sepakat seluruh Ahlus Sunnah, seluruh Murji`ah, seluruh Syi’ah, dan seluruh Khawarij, mengenai wajibnya Imamah (Khilafah)."
Akhlak
Dalam kamus besar bahasa indonesia online kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti; kelakuan.[1]. Sebenarnya kata akhlak berasal dari bahasa Arab, dan jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia bisa berarti perangai, tabiat[2] . Sedang arti akhlak secara istilah sebagai berikut; Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M) mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbanganserta Imam ghozali mengartikan akhlak sebagai naluri alami dari jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan sopan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perilaku/perbuatan manusia.
Macam-macam akhlak
1. Akhlak terhadap diri sendiri 2. Aklak terhadap keluarga (Orang tua, akhlak terhadap adik/kakak) 3. Akhlak terhadap teman/sahabat, teman sebaya 4. Akhlak terhadap guru
5. Akhlak terhadap orang yang lebih muda dan lebih tua 6. Akhlak terhadap lingkungan hidup/linkungan sekitar
Dalil-dalil tentang akhlak
Firman Allah subhanahu wa ta’ala
ل ع ل ىخلقع ظيمو إنك
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berakhlak yang agung. ( QS. Al-Qalam : 4 )
Firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
ن ا يو ال بص ارو اذكرعب ا ولال ي و ي عقوب إب ر اهيم و إسح اق
Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada
mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri
akhirat.(QS.Shaad : 46 )
aqidah.Adapun filosofi lain, aqidah, syariah, dan akhlak bagaikan suatu pohon, di
mana aqidah merupakan akar, syariah merupakan batang dan akhlak adalah
dedaunan. Syariah dan akhlak akan tumbang tanpa adanya aqidah yang
mengakarinya.
Aqidah mendasari hukum, hukum tanpa akhlak menjadi kezaliman.
3. Sumber-sumber Ajaran atau hukum Agama Islam adalah
A. Al Qur’an
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah. Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti
segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.
1. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
2. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
3. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
4. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat
Isi kandungan Al Qur’an dilihat dari segi kuantitas dan kualitas.
1. Segi Kuantitas
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan 77.439 kosa kata
2. Segi Kualitas
Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam
2. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
3. Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku – perilaku tercela.
Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:
1. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan tuhannya.
2. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.
Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:
1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib
3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas
5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan kesejahteraan.
6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti zakat, infaq dan sedekah.
Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci dan ada yang garis besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan dengan masalah ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum bersifat ta’abud (dalam rangka ibadah kepada Allah SWT), namun tidak tertutup peluang bagi akal untuk memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam (hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan muamalah, seperti perekonomian, ketata negaraan, undang-undang sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan seringkali hanya disebutkan nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman. Selain ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak sekali.
B. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:
“Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya”. (HR Imam Malik)
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai berikut.
1. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Qur’an menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam firmannya :
ثان و........ و نال سم .......... الرج Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)
2. Ayat diatas juga diperkuat olehMemberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat umum. Misalnya, ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar. Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan cara-cara melaksanakan haji. Rincian semua itu telah dijelaskan oelh rasullah SAW dalam haditsnya. Contoh lain, dalam Al Qur’an Allah SWT mengharamkan bangkai, darah dan daging babi. Firman Allah sebagai berikut:
م و ٱلميتة عليكم حر مت هلذ لغري ٱلزنير ولم ٱدلذ أ وما ۦبه ٱللذ
ية و ٱلموقوذة و ٱلمنخنقة و كل ٱنلذطيحة و ٱلمتد أ بع وما إلذ ما ٱلسذ
يتم وما ذبح لع ٱنلصب ذكذ ن ت س وأ تقسموا زلم ب
ٱل لكم فسق لوم ٱذ
ين يئس كملت ٱلوم ٱخشون كفروا من دينكم فل تشوهم و ٱلذأ
تممت عليكم نعمت ورضيت لكم دينا ٱلسلم لكم دينكم وأ
ثم فإنذ ٱضطرذ فمن ف ممصة غري متجانف ل ٣غفور رذحيم ٱللذ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib
dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah
putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang
(QS: Al-Maidah Ayat: 3)
Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits
2. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting
3. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhi
Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu:
1. Rawinya bersifat adil 2. Sempurna ingatan 3. Sanadnya tidak terputus 4. Hadits itu tidak berilat, dan 5. Hadits itu tidak janggal
C. Akal Pikiran ( Ar-Ra’yu atau Ijtihad )
Akal pikiran manusia memenuhi syarat untuk berijtihad yang menjadi sumber
hukum Islam yang ketiga ini dalam kepustakaan yang disebut arra’yu atau ijtihad
saja. Ijtihad menurut bahasa berasal dari kata “Jahada” artinya Mencurahkan
segala kemampuan atau “ menanggung beban kesulitan”.
Arti Ijtihad Menurut Istilah Ahli Ushul fiqh Imam as-Syaukani menjelaskan
definisi ijtihadnya sebagai berikut:
a. Mencurahkan kemampuan
b. Hukum Syara’
c. I’tiqadiyyah ( mencurahkan kemampuan guna mendapatkan hukum
ilmiah )
d. Dengan cara mengambil istimbat
Imam Syaukani berkata: Penambahan kata “faqih” tersebut merupakan suatu
keharusan, sebab pencurahan kemampuan yang dilakukan oleh orang bukan faqih
tidak disebut ijtihad menurut istilah.
Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. Syarat-syarat mujtahid adalah:
a. Mengetahui al-Qur’anul Karim
b. Mengetahui as-Sunnah
c. Mengetahui bahasa Arab
d. Mengetahui tempat-tempat Ijma’
Mengetahui hukum-hukum yang telah disepakati para Ulama sehingga tidak
terjerumus memberi fatwa yang bertentangan dengan hasil Ijma’
sebagaimana juga ia harus mengatahui nash-nash dalil guna menghindari
fatwa yang berbeda dengan nash tersebut.
e. Mengetahui Ushul Fiqih
Suatu ilmu yang diciptakan oleh para fuquha Islam guna meletakkan kaidah-
kaidah dan cara untuk mengambil istimbat hukum dari nash mencocokkan
cara pengambilan hukum yang tidak ada nash hukumnya.
f. Mengetahui maksud-maksud Syariah
h. Bersifat adil dan taqwa
i. Menguasai ilmu-ilmu sosial
j. Dilakukan secara kolektif bersama para ahli.
Metode-metode Berijtihad
1. Ijma’ adalah kebulatan pendapat fuquha mujtahid diantara imat Islam pada
suatu masa atas sesuatu hukum sesudah masa Nabi Muhammad S.a.w. ( Abdul
Wahab Khallaf, 1996:64 ).
Contoh ijma’ di Indonesia adalah mengenai kebolehan beristri lebih dari seseorang
berdasarkan ayat Al-Qur’an surat an-Nisa (4) ayat 3
لذ تقسطوا ف إون ٱف لتم ٱخفتم أ ن نكحوا ن مث لن ساء ٱما طاب لكم م
دن لك أ يمنكم ذ
و ما ملكت أ
حدة أ لذ تعدلوا فو
ع فإن خفتم أ ث ورب وثل
لذ تعولوا ٣أ
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Dengan syarat-syarat tertentu, selain dari kewajiban berlaku adil yang disebut dalam
ayat tersebut, dituangkan didalam UU Perkawinan.
2. Qiyas secara etimologi adalah mengukur dan menyamakan. Qiyas secara
terminologi adalah menyamakan masalah baru yang tidak terdapat ketentuan
hukumnya didalam Al-Qur’an atau Sunnah Nabi Muhammad dengan masalah yang
sudah ada ketetapan hukumnya didalam Al-Qur’an atau Sunnah Nabi Muhammad
berdasarkan atas adanya persamaan illat ( penyebab atau alasan ) hukum.
Contoh Qiyas adalah dilarang minum minuman khamar ( sejenis minuman
yang memabukkan yang dibuat dari buah-buahan ) yang terdapat dalam Al-Qur’an
surah Al-Maidah(5)ayat 90.
ها يأ ين ي ما ٱلذ إنذ نصاب و ٱلميس و ٱلمر ءامنوا
زلم و ٱل
ن عمل رجس ٱل م
يطن ٩٠لعلذكم تفلحون ٱجتنبوه ف ٱلشذ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk
berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah : 90)
Yang dilarang karena illatnya yaitu minuman itu memabukkan.
3. Istidal adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan.
Misalnya menarik kesimpulan dari adat istiadat dan hukum agama yang diwahyukan
sebelum Islam.
4. Masalih al-mursalah adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak
terdapat ketentuannya baik didalam Al-Qur’an maupun kitab-kitab Hadis,
berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarak atau kepentingan umum.
Contohnya adalah memungut pajak penghasilan untuk kemaslahatan atau
kepentingan masyarakat dalam rangka pemerataan pendapat atau pengumpulan
dana yang diperlukan untuk memelihara kepentingan umum yang sama sekali tidak
disinggung dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul ( A. Azhar basyir, 1983:3 )
5. Istihsan adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari
ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial. Secara etimologi
istihsan adalah memandang sesuatu yang baik, sedangkan menurut istilah berarti
memandang lebih baik meninggalkan ketentuan dalil yang bersifat khusus untuk
mengamalkan ketentuan dalil yang bersifat umum yang dipandang lebih kuat.
Contohnya hak milik yang dimiliki seseorang hanya dapat dicabut kalau tidak
disetujui pemiliknya. Contoh lain yaitu wanita sejak dari kepalanya sampai kakinya
aurat kemudian diberikan oleh Allah SWT dan RasulNya keizinan kepada manusia
untuk melihat beberapa bagian badannya bila menganggap perlu atas ingin
menikahinya.
6. Istihsab adalah menetapkan sesuatu menurut keadaan sebelumnya sehingga
terdapat suatu dalil yang menunjukkan perubahan keadaan atau menjadikan
hukum yang telah ada ditetapkan pada masa lampau secara kekal menurut keadaan
sehingga terdapat dalil yang menunjukkan atas perubahannya ( abdul Wahhab
Khallaf, 1996:64 ).
Contohnya adalah aabila seorang pria mengawini seorang wanita, kemudian
meninggalkan pasangannya tanpa proses cerai dan mengawini perempuan lagi.
Perkawinan yang kedua tidak syah apabila seoranng pria itu tidak bisa membuktikan
bahwa dia telah bercerai dengan istri pertama dan selama itu pula status
perkawinan yang syah adalah pertama. Contoh lain adala seorang mengadakan
perjanjian utang-piutang dengan orang, lalu apabila utang tersebut telah dibayar
tanpa menunjukkan suatu bukti atau saksi. Dalam kasus ini berdasarkan istihsab
orang tersebut masih mempunyai utang karena belum ada bukti yang menyatakan
bahwa perjanjian utang-piutang tersebut telah berakhir.
7. Adat-istiadat atau urf yang tidak bertentangan dengan hukum Islam yang dapat
dikukuhkan tetap terus berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.
Contohnya adalah kebiasaan yang berlaku di Dunia perdagangan pada masyarakat
tertentu melalui inden misalnya jual-beli buah-buahan di pohon yang dipetik sendiri
oleh pembelinya, melamar waniti dengan memberikan sebuah tanda ( pengikat ),
pembayaran mahar secara tunai atau utang atas persetujuan kedua belah pihak dal
lain-lain. ( Mukhtar Yahya,1979:119,A. Azhar Basyir, 1983:4).
Dalil fiqih adalah Al Qur’an, hadits, ijma’ mujtahidin dan qiyas. Sebagian ulama menambahkan yaitu istihsan, istidlal, ‘urf dan istishab.
Hukum-hukum itu ditinjau dari pengambilannya terdiri atas empat macam.
1. Hukum yang diambil dari nash yang tegas, yakni adanya dan maksudnya menunjukkan kepada hukum itu Hukum seperti ini tetap, tidak berubah dan wajib dijalankan oleh seluruh kaum muslim, tidak seorangpun berhak membantahnya. Seperti wajib shalat lima waktu, zakat, puasa, haji dan syarat syah jual beli dengan rela. Imam syafi’ie berpendapat apabila ada ketentuan hukum dari Allah SWT, pada suatu kejadian, setiap muslim wajib mengikutinya.
2. Hukum yang diambil dari nash yang tidak yakin maksudnya terhadap hukum-hukum itu. Dalam hal seperti ini terbukalah jalan mujtahid untuk berijtihad dalam batas memahami nas itu. Para mujtahid boleh mewujudkan hukum atau menguatkan salah satu hukum dengan ijtihadnya. Umpamanya boleh atau tidakkah khiar majelis bagi dua orang yang berjual beli, hukum yanash dibedakan menjadi dua yaitu:
Hukum yang ada nas, baik secara qa’i (pasti) maupun zanni (dugaan), tetapi pada suatu masa telah sepakat (ijma’) mujtahidin atas hukum-hukumnya Seperti bagian kakek seperenam, dan batalnya perkawinan seorang muslimah dengan laki-laki non muslim. Di sini tidak ada jalan untuk ijtihad, bahkan setiap muslim wajib mengakui untuk menjalankannya. Karena hukum yang telah disepakati oleh mujtahdidin itu adalah hukum untuk seluruh umat, dan umat itu menurut Rasulullah SAW tidak akan sepakat atas sesuatu yang sesat. Mujtahidin merupakan ulil amri dalam mempertimbangkan, sedangkan Allah SWT menyuruh hambanya menaati ulil amri. Sungguhpun begitu, kita wajib betul-betul mengetahui bahwa pada huku itu telah terjadi ijma’ (sepakat) ulama mujtahidin. Bukan hanya semata-mata hanyan didasarkan pada sangkaan yang tidak berdasarkan penelitian.
Hukum yang tidak ada dari nas, baik qat’i ataupun zanni, dan tidak pula ada kesepakatan mujtahidin atas hukum itu. Seperti yang banyak terdapat
dalam kitab-kitab fiqih mazhab. Hukum seperti ini adalah hasil pendapat seorang mujtahid. Pendapat menurut cara yang sesuai denngan akal pikirannya dan keadaan lingkungannya masing-masing diwaktu terjadinya peristiwa itu. Hukum-hukum seperti itu tidak tetap, mungkin berubah dengan berubahnya keadaan atau tinjauannya masing-masing. Maka mujtahid dimasa kini atau sesduahnya berhak membantah serta menetapkan hukum yang lain. Sebagaimana mujtahid pertama telah memberi (menetapkan) hukum itu sebelumnya. Ia pun dapat pula mengubah hukum itu dengan pendapatnya yang berbeda dengan tinjauan yang lain, setelah diselidiki dan diteliti kembali pada pokok-pokok pertimbangannya. Hasil ijtihad seperti ini tidak wajib dijalankan oleh seluruh muslim. Hanya wajib bagi mujtahid itu sendiri dan bagi orang-orang yang meminta fatwa kepadanya, selama pendapat itu belum diubahnya.
o Orang yang berkompeten dalam bidang ini adalah Majelis Ulama
Indonesia dan Kementerian Agama. Syarat-sayatnya adalah sebagai
berikut:
Organisasi islam yang didukung oleh komunitas islam dan membantu
peribadatan pendidikan dan dakwah setempat, mempunyai kantor
permanen staf yang berkualitas
Memiliki komisi fatwa minimum tiga ulama dan ilmuan atau auditor halal
Memiliki standar prosedur yang meliputi administrasi pengujian pabrik dan
prosedur komisi fatwa MUI
Memiliki jaringan yang luas dan menjadi anggota WHFC
Memiliki kapabilitas bekerja sama dalam mengawasi produk halal
o Contoh hukum fatwa kontemporer, Hukum mewarnai rambut
dengan warna tertentuMewarnai rambut dengan warna hitam
murni adalah haram, karena sabda Rasululloh ShalAllohu ‘alaihi wa
sallam, yang artinya: “Ubahlah uban ini dan jauhkalah ia dari warna
hitam”Adapun jika ia mencampurinya dengan warna lain hingga agak
hitam, maka hal itu tidak mengapa, tetapi Mengubah warna uban
adalah sunnah yang diperintahkan oleh Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa
sallam, dan ia dapat diubah dengan warna apa saja selain hitam
karena Rasulullah saw telah melarang hal tersebut.