padf zal rabu 5

Upload: zal-meira

Post on 06-Apr-2018

304 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    1/87

    PENGURUS

    Majalah

    ANESTESIA& CRITICALCARE

    diterbitkan setiap empat bulan oleh

    Perhimpunan Dokter Spesialis

    Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia

    (IDSAI)

    Pelindung

    Ketua Umum PP IDSAI Bambang Tutuko, dr., SpAnKIC

    Penasehat

    Prof. Dr. Tatang Bisri, dr., SpAnKNA

    Prof. M. Roesli Thaib, dr., SpAnKIC

    Ketua Dewan Majalah/Pemimpin Redaksi

    Prof. Dr. Amir S. Madjid, dr., SpAnKIC

    Mitra Bestari

    Prof. Herlin Megawe, dr., SpAnKIC (Surabaya)

    Prof. Si Chasnak Saleh, dr., SpAnKNA (Surabaya)

    Prof. Dr. Rita Sucahyo, dr., SpAnKIC, KNA (Surabaya)

    Prof. Dr. Eddy Rahardjo, dr., SpAnKIC (Surabaya)

    Prof. Sunaryo, dr., SpAnKIC (Semarang)

    Prof. Marwoto, dr., SpAnKIC, KAR (Semarang)

    Prof. Husni Tanra, dr., SpAnKIC, PhD (Makassar)

    Prof. Dr. St. Mulyata, dr., SpAnKIC (Solo)

    Prof. M. Ruswan Dahlan, dr., SpAnKIC, KAR (Jakarta)

    Prof. A. Himendra Wargahadibrata, dr., SpAnKIC (Bandung)

    Prof. Dr. Tatang Bisri, dr., SpAnKNA, KOA (Bandung)Prof. Kaswiyan A., dr., SpAnKIC (Bandung)

    Prof. Darto Satoto, dr., SpAnKAR (Jakarta)

    Prof. Dr. Amir S. Madjid, dr., SpAnKIC (Jakarta)

    Dr. Hari Bagianto, dr., SpAnKIC (Malang)

    Dr. Syarif Sudirman, dr., SpAn, KAR (Solo)

    Dewan Redaksi

    Sun Sunatrio, dr., SpAnKIC (Jakarta)

    Bambang Tutuko, dr., SpAnKIC (Jakarta)

    Gunawarman, dr., SpAnKAR (Jakarta)

    Susilo Chandra, dr., SpAn, FRCA (Jakarta)

    Indro Mulyono, dr., SpAnKIC (Jakarta)

    Oloan Tampubolon, dr., SpAnKIC, MHKes (Jakarta)

    Arif HM Marsaban, dr., SpAnKAA (Jakarta)Tantani Sugiman, dr., SpAnKIC (Jakarta)

    Aida Rosita Tantri, dr., SpAnKAR (Jakarta)

    Yohannes WH George, dr., SpAnKIC (Jakarta)

    Bambang Wahjuprajitno, dr., SpAnKIC (Surabaya)

    Marsudi Rasman, dr., SpAnKIC (Bandung)

    Ike Sri Redjeki, dr., SpAnKIC, M.Kes (Bandung)

    Hasanul Arifin, dr., SpAn, KIC (Medan)

    Bambang Suryono, dr., SpAnKNA, M.M (Yogyakarta)

    Endang Mela Maas, dr., SpAnKIC (Palembang)

    Az Rii, dr., SpAnKIC (Padang)

    Wayan Suranadi, dr., SpAnKIC (Bali)

    Koordinator Dana dan Iklan

    Eddy Harjanto, dr., SpAnKIC

    Redaktur Pelaksana

    Ratna Farida, dr., SpAn, KAKV

    Rudyanto Sedono, dr., SpAnKIC

    Staf Redaksi

    Pryambodho, dr., SpAnKAR

    Andi Ade Wijaya, dr., SpAnKAP

    Jefferson, dr., SpAnKAKV

    Dita Adianingsih, dr., SpAn

    Vera Irawany, dr., SpAn

    Rethia Syahril, dr.

    R. Besthadi Sukmono, dr.

    Krisna Andria, dr.

    Koresponden

    IDSAI Medan, Padang, Palembang, Bandung, Cirebon, Semarang,

    Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Denpasar, Makassar, Manado,

    Ponanak

    Alamat Redaksi:

    Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/

    RSUPN Cipto Mangunkusumo,

    Jln. Diponegoro 71, Jakarta.

    Telp. 021-31909033. Fax. 021-3923443

    E-mail: [email protected]

    Surat Izin Terbit 71 5 /K/DIT. B I N PRES/XII/78

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    2/87

    Sejawat yang terhormat,

    Pada penerbitan edisi kedua 2010 ini, kami menyajikan ga laporan penelian, ga laporan kasus, satu

    njauan pustaka, dan satu studi pustaka.

    Melengkapi edisi kali ini kami menerbitkan juga diantaranya satu laporan kasus mengenai Penatalaksa-

    naan Edema Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP, dan satu njauan pustaka mengenai Blok Peribulbar: Modali-

    tas Anestesi Rawat Jalan untuk Pembedahan Eviserasi Oalmika.

    Mudah-mudahan tulisan-tulisan yang kami sajikan ini dapat menambah informasi dan bermanfaat bagi

    sejawat.

    Selamat membaca.

    Prof. Dr. dr. Amir S Madjid, SpAn. KIC.

    Pemimpin Majalah Anestesia & Crical Care

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 i

    KATA PENGANTAR

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    3/87

    Hemodynamic Comparison of Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES

    130/0,4 in Caesarean Secon

    Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat dan HES

    130/0,4 untuk Operasi Bedah Sesar

    Aldy Heriwardito

    The Effecveness of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine 7,5 mg Plus 25 mcg

    Fentanyl Compared with 0,5% Hyperbaric Bupivacaine 12,5 mg in Caesarean Secon

    Keefekfan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik 7,5 mg Ditambah Fent-

    anil 25 mcg Dibandingkan dengan Bupivakain 0,5% Hiperbarik 12,5 mg pada Bedah Sesar

    Bintartho A , Pryambodho, Susilo

    Incidence of Throat Complaints Post Endotracheal Intubaon: Comparison of Esmaon and

    Measurement on Cuff Pressure With or Without Equipment in GBPT RSUD dr.Soetomo Surabaya

    Kejadian Gejala Tenggorok Pascaintubasi Endotrakea: Perbandingan Esmasi dan Pengukuran

    Tekanan Kaf Menggunakan Alat dengan Tanpa Alat di GBPT RSUD dr. Soetomo Surabaya

    Herdy Sulistyono H

    Management of Encephalis and Epilepsy in ICU

    Tatalaksana Ensefalis dan Epilepsi di ICU

    Rudy Manalu

    Coagulopathy Bleeding in Intraabdominal Infecon

    Perdarahan Terkait Koagulopa pada Infeksi Intraabdominal

    Diah Widyan

    Treatment of Lung Oedema in VSD and VAP Sepsis

    Penatalaksanaan Edema Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP

    Maria Irawaty

    Intra-operave Awareness in General Anesthesia and the Developement of Post-traumac StressDisorder

    Kesadaran Intraoperaf pada Anestesi Umum dan Pembentukkan Post-traumac Stress Disorder

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 ii

    DAFTAR ISI

    LAPORAN PENELITIAN

    1

    9

    18

    26

    37

    52

    LAPORAN KASUS

    63

    STUDI PUSTAKA

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    4/87

    Maria Blandina

    Intra Peribulbar Block: A Modality in Ambulatory Anesthesia for Ophthalmic Evisceraon Sur-

    gery

    Blok Peribulbar: Modalitas Anestesi Rawat Jalan untuk Pembedahan Eviserasi Oalmika

    Andi Salahuddin

    71

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 iii

    TINJAUAN PUSTAKA

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    5/87

    I LAPORAN PENELITIAN I

    Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat

    dan HES 130/0,4 untuk Operasi Bedah SesarHemodynamic Comparison of Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES130/0,4 in Caesarean Secon

    Aldy Heriwardito

    ABSTRACT

    Background: Spinal anesthesia in caesarean sec-

    on causes a decreasing of blood pressure and uterina pla-

    cental circulaon. Giving crystaloid coloading is not effec-

    ve enough for prevenng the decrease of blood pressure.

    Coloading HES 130/0,4 500 ml has been predicted as a more

    effecve way because it has longer period of intravascular

    effect.

    Method: This study had been done in randomized

    single blinded experimental design. There were 84 subjects

    with ASA I and II that had been in caesarean secon pro-

    cedure by spinal anesthesia. Seven subjects had been ex-

    cluded, and the rest had been divided into 2 groups. Group 1

    consists of 39 subjects as control group that had coloadingRL 1000 mL therapy, group 2 consists of 38 subjects that

    had coloading HES 130/0,4 500 mL therapy. Blood pressure

    and heart rate were checked in every 2 minutes aer spinal

    anesthesia. Aer the baby born, APGAR score is determined

    and pH of umbilical cord were measured.

    Result: There are significant difference in mean

    arteries blood pressure. It can be seen in second minute

    (p=0,025), fourth (p=0,034), 16th (p=0,044), 18th (p=0,08),

    20th (0,06). Mean of the difference in second minute is 7

    mmHg (SD=3,1), the fourth is 7,1 mmHg (SD=3,3), the 16th is

    4,7 mmHg (SD=2,7), the 18th is 7,3 mmHg (SD=2,7), the 20th

    is 7,1 mmHg (SD=2,5). There is no significant difference be-tween two kind of the coloading fluids with umbilical cord

    pH and APGAR score.

    Conclusion: Giving coloading HES 130/0,4 is beer

    than coloading RL in prevenng changes in blood pressure

    at spinal anesthesia in caesarean secon. There is no signifi-

    cant difference in changes of heart rate and umbilical cord

    pH between coloading HES 130/0,4 and RL in spinal anes-

    thesia in caesarean secon.

    Keywords: Spinal Anesthesia, Caesarean secon,

    coloading, HES 130/0,4

    ABSTRAK

    Latar belakang: Anestesia spinal pada bedah sesar

    Aldy HeriwarditoDepartemen Anestesiologi dan Terapi Intensif

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

    menyebabkan penurunan tekanan darah dan sirkulasi

    uteroplasenta. Pemberian coloading cairan kristaloid be-lum cukup efekf mencegah penurunan tekanan darah. Co-

    loading HES 130/0,4 500 mL diharapkan lebih efekf karena

    memiliki efek intravaskular yang lebih lama.

    Tujuan: Mengetahui perbedaan tekanan darah, laju

    nadi, pH tali pusat setelah pemberian cairan coloading HES

    130/0,4 pada anestesia spinal untuk bedah sesar.

    Metode: Penelian ini dilakukan dengan desain eks-

    perimental acak tersamar tunggal mengikutsertakan 84 sub-

    yek ASA I dan II yang menjalani operasi bedah sesar dengan

    anestesia spinal. Tujuh subyek dikeluarkan dari penelian

    dan subyek dibagi dua kelompok. 39 subyek masuk dalam

    kelompok kontrol mendapat coloading RL 1000 mL dan 38

    subyek masuk dalam kelompok perlakuan mendapat co-loading HES 130/0,4 500 mL. Tekanan darah dan laju nadi

    diperiksa seap dua menit setelah anestesia spinal. Setelah

    bayi lahir dilakukan penilaian skor APGAR dan pemeriksaan

    pH tali pusat.

    Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna secara

    stask antara rata-rata tekanan darah arteri rata-rata

    juga didapatkan setelah pemberian coloading pada menit

    kedua (p=0,025), keempat (p=0,034), ke-16 (p=0,044), ke-

    18(p=0,08), ke-20 (0,06). Selisih rata-rata pada menit kedua

    7 mmHg (SD=3,1), keempat sebesar 7,1 mmHg (SD=3,3), ke-

    16 sebesar 4,7 mmHg (SD=2,7), ke-18 sebesar 7,3 mmHg

    (SD=2,7), ke-20 sebesar 7,1 mmHg (SD=2,5). Tidak terdapatperbedaan berbedaan bermakna antara Jenis cairan co-

    loading dengan pH tali pusat dan skor APGAR.

    Kesimpulan: Pemberian coloading HES 130/0,4 lebih

    baik dalam mencegah perubahan tekanan darah dibanding-

    kan dengan coloading RL saat anestesia spinal untuk bedah

    sesar. Tidak terdapat perbedaan perubahan laju nadi dan

    pH tali pusat bayi antara coloading HES 130/0,4 dengan co-

    loading RL saat anestesia spinal untuk bedah sesar.

    Kata Kunci: Anestesia spinal, Bedah Sesar, coloading,

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 1

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    6/87

    HES 130/0,4

    LATAR BELAKANG

    Anestesia spinal masih menjadi pilihan anestesia

    untuk bedah sesar. Anestesia spinal membuat pasien tetap

    dalam keadaan sadar sehingga masa pulih lebih cepat dan

    dapat dimobilisasi lebih cepat. Zat anestesia pada anestesiaspinal yang masuk ke sirkulasi maternal lebih sedikit sehing-

    ga pengaruh terhadap janin dapat berkurang. Pada umum-

    nya, morbiditas ibu dan janin lebih rendah pada prosedur

    anestesia spinal. Selain itu, anestesia spinal lebih superior

    karena menunjukkan angka komplikasi yang lebih sedikit

    pada beberapa kasus, seper preeklampsia berat. Aneste-

    sia spinal juga menjadi pilihan pada kasus plasenta previa

    karena perdarahan yang terjadi lebih sedikit dibandingkan

    dengan bedah sesar dengan anestesia umum.

    Salah satu efek samping anestesia spinal adalah

    hipotensi. Jefferson menemukan insidens hipotensi dite-

    mukan sebesar 52% pada peneliannya dan kejadian hipo-tensi masih dapat terjadi pada 20 menit pertama dilakukan

    anestesia spinal. Hipotensi akan menyebabkan ibu mual

    dan muntah selama operasi, serta bradikardia pada derajat

    yang lebih berat.

    Empat alternaf cara pencegahan hipotensi pada

    anestesia spinal adalah pemberian vasopresor, modifikasi

    teknik regional anestesia, modifikasi posisi dan kompresi

    tungkai pasien, pemberian cairan intravena.

    Usaha meningkatkan volume cairan sentral dengan

    pemberian cairan intravena merupakan cara yang mudah

    dilakukan untuk mencegah hipotensi pada anestesia spinal.

    Cairan yang diberikan dapat berupa kristaloid atau koloid.2

    Teknik pemberian cairan dapat dilakukan dengan preload-

    ing atau coloading. Preloading adalah pemberian cairan

    20 menit sebelum dilakukan anestesia spinal, sedangkan

    coloading adalah pemberian cairan selama 10 menit saat

    dilakukan anestesia spinal.

    Pemberian cairan kristaloid sebagaipreloading dak

    memperlihatkan manfaat untuk mencegah hipotensi.3,8

    Clark dkk. membandingkan kejadian hipotensi antara ke-

    lompok pasien yang diberikan preloading dekstrosa 5%

    dalam ringer laktat sebanyak 1000 mL dan kelompok pasien

    yang dak diberikan preloading sebelum anestesia spinal

    pada pasien yang menjalani bedah sesar. Hasil yang di-

    dapatkan menunjukkan dak ada perbedaan yang bermak-na antara dua kelompok tersebut.

    Coloading kristaloid dapat menjadi pilihan untuk

    mencegah efek samping hipotensi pada anestesia spinal na-

    mun dak menurunkan angka kejadian hipotensi. Hal ini di-

    tunjukkan pada penelian Mojika dkk. yang membanding-

    kan pemberian RL sebagai preloading dan coloading pada

    operasi non-obstetrik.3

    Koloid memiliki keunggulan dibanding kristaloid

    karena bertahan lebih lama intravaskular. Keuntungan lain

    adalah jumlah volume koloid yang diperlukan untuk mence-

    gah hipotensi lebih sedikit dibanding kristaloid.10

    Penelian mengenai pemberianpreloading kristaloidatau koloid sebelum anestesia spinal untuk mencegah pe-

    rubahan hemodinamik telah banyak dilakukan, namun

    belum ada penelian yang membandingkan pemberian

    kristaloid dan koloid pada saat anestesia spinal sebagai co-

    loading sehingga penulis tertarik untuk meneli masalah

    ini. Pada penelian ini penulis akan menggunakan hetar-

    strach (HES) dengan berat molekul 130 dan koefisien sub-

    stusi 0,4 sebagai coloading.

    Penelian yang akan dilakukan memiliki metode

    yang berbeda dari penelian- penelian yang sudah ada.Cairan yang digunakan adalah HES 130/0,4 karena me-

    miliki berbagai kelebihan. Berat molekul yang lebih besar

    dibandingkan dengan penelian Nishikawa menyebabkan

    efek volume yang lebih besar. HES 130/0,4 memiliki efek

    reologi yang lebih baik dibandingkan dengan HES yang lain

    dan gelan, sehingga oksigenasi jaringan lebih baik.15,16 Be-

    rat molekul 130 kD membuat ginjal dak terbebani untuk

    fungsi eliminasi.17

    Pemberian HES akan bertahan lebih dari 20 menit in-

    travaskular sehingga dengan pemberian setengah dari jum-

    lah coloading kristaloid dapat memiliki efek volume yang

    sama namun bertahan lebih lama intravascular.10

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 2

    Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat dan HES 130/0,4 untuk Operasi Bedah Sesar I Hemodynamic Comparisonof Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES 130/0,4 in Caesarean Section

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    7/87

    METODE PENELITIAN

    Penelian ini merupakan penelian yang bersifat

    eksperimental dengan rancangan uji klinik acak tersamar

    tunggal untuk membandingkan pemberian Ringer Laktat

    1000mL dan HES 130/0,4 500mL saat dilakukan spinal anes-

    tesia pada bedah sesar terhadap kejadian hipotensi.

    Populasi penelian adalah pasien yang menjalanioperasi bedah sesar dengan anestesia spinal di RS Budi Ke-

    muliaan dan RS Cipto Mangunkusumo. Penelian dilakukan

    di instalasi bedah pusat RS Budi Kemuliaan dan RS Cipto

    Mangunkusumo periode waktu Februari sampai Mei 2010.

    Kriteria penerimaan adalah pasien wanita hamil berusia 20-

    35 tahun, berat badan 50 80 kg, nggi badan 145-180 cm,

    status fisik ASA I - II, bersedia mengiku penelian. Kriteria

    penolakan adalah hipertensi dalam kehamilan, kehamilan

    risiko nggi, gawat Janin, gemelli, kadar hemoglobin kurang

    dari 8 g/dl, infeksi pada daerah penyunkan, gangguan

    pembekuan darah, hipovolemia berat, peningkatan tekan-

    an intrakranial, deformitas tulang belakang, kelainan kar-diovaskular. Sedangkan kriteria pengeluaran adalah terjadi

    komplikasi selama operasi yang membutuhkan dilakukan

    anestesia umum dalam 20 menit setelah dilakukan aneste-

    sia spinal, kenggian blok sensorik anestesia spinal kurang

    dari dermatom torakal enam, atau lebih dari torakal empat.

    Penelian ini bersifat uji hipotesis terhadap 2 kelom-

    pok numerik dak berpasangan, maka besar sampel dicari

    dengan menggunakan rumus :

    Penulis dak menemukan penelian yang serupa,

    maka peneli melakukan studi preleminari dan di dapatkan

    standar deviasi tekanan darah arteri rata-rata sebesar 5,4.

    Besarnya perbedaan yang dianggap bermakna sebesar lima

    milimeter air raksa. Maka besarnya perhitungan jumlah

    sampel untuk ap kelompok sebesar:

    Dari perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel

    ap kelompok minimal 38 orang. Dengan kemungkinan

    drop outsebesar 10 persen, sehingga jumlah sampel ap

    kelompok sebesar 42 orang.

    Bahan yang digunakan dalam penelian adalah HES

    130/0,4, Ringer Laktat, Jarum Spinal 27G, Spuit 3 cc, Obat-

    obatan seper: Bupivakain 0,5 % Hiperbarik, perlengkapan

    sesuai standar anestesia umum (mesin anestesia, sumberoksigen, alat sucon, stetoskop, laringoskop, ETT, plaster,

    obat emergensi, dan sedasi), monitor tekanan darah non

    invasif, pulse oksimetri, elektrokardiografi.

    Cara kerja penelian adalah sebagai berikut:

    1. Kunjungan pra anestesia :

    Semua pasien yang memenuhi kriteria peneri-

    maan, dicatat nama, umur, berat badan, nggi

    badan, pendidikan.

    Pasien diberikan penjelasan mengenai pene-

    lian dan menandatangani informed consent.

    Penjelasan mencakup kerahasiaan data subyek

    penelian dan hak pasien untuk menolak ataumengundurkan diri dalam penelian.

    Diberikan premedikasi ranidin dan metoklopra-

    mid.

    2. Dilakukan randomisasi sederhana dengan metoda

    amplop, pasien dibagi dalam dua kelompok. Ke-

    lompok pertama akan mendapat coloading HES,

    kelompok kedua akan mendapat coloading Ringer

    laktat. Perlakuan lain adalah sama sesuai standar

    anestesia spinal.

    3. Di kamar operasi dilakukan pemasangan monitor

    NIBP, saturasi oksigen, EKG serta dipasang akses

    intravena 18 G. Dilakukan pengukuran NIBP, lajunadi, dan saturasi yang selanjutnya dicatat sebagai

    nilai praanestesia.

    4. Pasien pada posisi duduk dilakukan anestesia spi-

    nal dengan jarum spinal nomer 27 G pada L2-3,

    setelah didapatkan cairan serebrospinal mengalir

    lancar, dimasukkan zat anestek lokal bupivakain

    0,5% hiperbarik dengan jumlah 12,5 mg (2,5 cc).

    Saat dilakukan pemberian anestek lokal, dilaku-

    kan coloading cairan RL sebanyak 1000mL dalam

    10 menit pada kelompok pertama, dan HES seban-

    yak 500 mL maksimal dalam 10 menit pada kelom-

    pok kedua.

    5. Pasien dibaringkan kembali dan dilakukan pe-nilaian kenggian blok, jika kenggian blok men-

    capai dermatom torakal enam maka operasi dapat

    dimulai, pemeriksaan kenggian blok diulang se-

    ap dua menit dan dicatat kenggian blok maksi-

    mal.

    6. Selama ndakan pasien diberikan oksigen nasal

    kanul 3 liter permenit. Dan mendapat cairan ru-

    matan RL sesuai 10 mL/Kg berat badan.

    7. Dilakukan pengukuran tekanan darah, laju nadi,

    dan saturasi. Selanjutnya dicatat pada ap 2 menit

    selama 20 menit pertama selanjutnya ap 5 menit

    hingga menit ke 30.8. Jika pasien mengalami hipotensi dapat dilakukan

    pemberian 5 mg efedrin dan dapat di ulang seap

    ALDY HERIWARDITO

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 3

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    8/87

    2 menit. Seap pemberian efedrin di catat dalam

    lembar observasi.

    9. Setelah bayi lahir dilakukan pencatatanApgar score

    pada menit pertama dan kelima. Analisa gas darah

    dari tali pusat diperiksa dan dilakukan pencatatan.

    10. Pasien diberikan oxytocin 20 IU drip setelah bayi

    lahir.

    11. Sepuluh menit sebelum operasi selesai diberi obatanalgek ketorolak 30mg IV.

    12. Setelah operasi selesai pasien ke ruang pulih dan

    dilakukan observasi tanda vital.

    HASIL PENELITIAN

    Telah dilakukan penelian untuk mengetahui efek

    hemodinamik pada pemberian coloading Ringer Laktat

    1000 mL dan HES 130/0,4 pada anestesia spinal untuk be-

    dah sesar.

    Penelian ini dilakukan terhadap 84 subyek peneli-

    an yang terbagi dalam dua kelompok secara randomisasisederhana. Subyek penelian memiliki kisaran umur 20 -35

    tahun, berat badan 50-80 kg, dan status fisik ASA I dan ASA

    II. Tujuh subyek penelian dikeluarkan karena kenggian

    blok dak mencapai torakal enam, dan dua diantaranya ha-

    rus dilakukan anestesia umum, sehingga kelompok RL ber-

    jumlah 39 dan kelompok HES 130/0,4 berjumlah 38. Tabel

    1 menunjukkan deskripsi variabel-variabel yang diobservasi

    dan dicatat.

    Tabel 1. Distribusi variabel diantara dua kelompok

    Grup RL Grup HES

    130/0,4

    P

    Umur 29 (SD =

    5,2)

    28 (SD = 3,7) 0,251

    Berat

    Badan

    66,1 (SD =

    7,5)

    66,1 (SD = 8,2) 0, 438

    Tinggi

    Badan

    155 (145-

    168)

    155 (145-168) 0,740

    Tekanan

    Darah

    Arteri

    Rata-rata

    praspinal*

    90 (74-110) 91 (69-110) 0,366

    Laju Nadipraspinal* 89(SD=19,1) 90 (SD=12,4) 0,837

    Keng-

    gian Blok

    T5 (30,1%)

    T6 (69,9 %)

    T5 (26 %)

    T6 (74 %)

    0,431

    Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara

    stask pada tekanan darah sistolik, diastolik, arteri rata-

    rata, dan laju nadi pada pemeriksaan sebelum dilakukan

    anesthesia spinal.

    Hasil ini menunjukkan kedua kelompok memiliki karakter-

    isk yang seragam sebelum dilakukan perlakuan. Terdapat

    perbedaan yang bermakna secara stask antara rata-rata

    tekanan darah sistolik setelah pemberian coloading padamenit kedua (p=0,023) dan ke-16 (p=0,041). Selisih rata-

    rata pada menit kedua sebesar 7 mmHg (SD 2,9), dan pada

    menit ke-16 sebesar 5,9 mmHg (SD 2,84) . (gambar 1)

    Gambar 1. Grafik rata-rata tekanan darah sistolik setelah

    pemberian RL dan HES 130/0,4

    Gambar 2. Grafik rata-rata tekanan darah diastolik setelahpemberian RL dan HES 130/0,4

    Terdapat perbedaan yang bermakna secara stas-

    k antara rata-rata tekanan darah diastolik setelah pem-

    berian coloading pada menit kedua (p=0,042), keempat

    (p=0,036), ke-14 (p=0,029), ke-16 (p=0,020), ke-18(p=0,07),

    ke-20 (0,03), dan ke-25(p=0,027). Selisih rata-rata pada

    menit kedua 5,8 mmHg (SD=2,8), keempat sebesar 6

    mmHg (SD=2,81), ke-14 sebesar 6 (SD=2,7), ke-16 sebe-

    sar 5,3(SD=2,3), ke-18 sebesar 7,3 mmHg (SD=2,62), ke-20

    sebesar 7,5 (SD=2,42), dan ke-25 sebesar 5,5 (2,4). (gambar2).

    Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat dan HES 130/0,4 untuk Operasi Bedah Sesar I Hemodynamic Comparisonof Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES 130/0,4 in Caesarean Section

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 4

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    9/87

    Gambar 3. Grafik rata-rata tekanan darah arteri rata-rata

    setelah pemberian RL dan HES 130/0,4.

    Perbedaan yang bermakna secara stask antara

    rata-rata tekanan darah arteri rata-rata juga didapatkan

    setelah pemberian coloading pada menit kedua (p=0,025),

    keempat (p=0,034), ke-16 (p=0,044), ke-18(p=0,08), ke-20

    (0,06). Selisih rata-rata pada menit kedua 7 mmHg (SD=3,1),

    keempat sebesar 7,1 mmHg (SD=3,3), ke-16 sebesar 4,7

    mmHg (SD=2,7), ke-18 sebesar 7,3 mmHg (SD=2,7), ke-20

    sebesar 7,1 mmHg (SD=2,5). Perbedaan secara stask ra-

    ta-rata laju nadi hanya didapatkan pada menit ke -8 sebesar7,8 (SD= 3,5) dengan nilai p = 0,027 (gambar 4).

    Gambar 4. Grafik rata-rata laju nadi setelah pemberian RL

    dan HES 130/0,4.

    Uji stask yang digunakan untuk menentukan kore-

    lasi antara pH tali pusat dan jenis cairan coloading adalaht-test dak berpasangan. Hasil yang diperoleh adalah nilai

    p sebesar 0,705. Dengan demikian dak ditemukan korelasi

    antara pH talipusat dan jenis cairan coloading.

    Tabel 2. Hubungan antara jenis cairan coloading dan pH.

    Untuk mencari hubungan antara skor apgar dan jenis

    cairan coloading digunakan uji Kolmogorov Smirnov . Hasil

    uji stask menununjukkan dak ada perbedaan yang ber-

    makna antara jenis cairan dan skor Apgar menit pertama

    dan kelima.

    Tabel 3. Hubungan antara jenis cairan dan skor Apgar menitpertama

    Tabel 4. Hubungan antara jenis cairan dan skor Apgar menit

    kelima

    Uji stask yang digunakan untuk menentukan

    hubungan antara perbedaan pemberian efedrin dan jenis

    cairan coloading adalah Komolgorov Smirnov karena syarat

    uji chi kuadrat dak terpenuhi. Tidak didapatkan perbe-

    daan yang bermakna antar jenis cairan coloading dan jum-

    lah pemberian efedrin.

    Uji stask yang digunakan untuk menentukan

    hubungan antara jenis cairan coloading dan efek samping

    hipotensi adalah Komolgorov Smirnov. Tidak didapatkan

    perbedaan yang bermakna antarjenis cairan coloading daninsiden terjadinya efek samping hipotensi.

    ALDY HERIWARDITO

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 5

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    10/87

    Tabel 5. Hubungan antara pemberian efedrin dan jenis cai-

    ran coloading.

    Tabel 6. Hubungan antara jenis cairan coloading dan efek

    samping hipotensi.

    PEMBAHASAN

    Penelian ini adalah penelian jenis cairan coload-

    ing, jenis cairan yang digunakan adalah koloid HES 130/0,4.

    Penelian ini berbeda dari penelian sebelumnya karenamembandingkan secara langsung coloading kristaloid dan

    koloid. Tekanan onkok koloid menjaga cairan lebih lama

    berada dalam intravaskular. Efek volume yang lebih lama

    inilah yang diharapkan membedakan tekanan darah pasca

    spinal antara pemberian cairan RL dan HES 130/0,4.

    Penelian ini menggunakan subyek yang hampir

    sama yaitu ibu hamil. Pemilihan karakterisk subyek pene-

    lian diharapkan mempertajam hasil penelian. Usaha un-

    tuk membatasi karakterisk subyek dengan pembatasan

    usia, nggi badan, dan status fisik ASA. Kenggian blok

    adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap peruba-

    han hemodinamik.

    Sehingga kenggian blok lebih dari kurang dari tor-akal enam dan lebih dari torakal empat dikeluarkan. Faktor-

    faktor yang mempengaruhi kenggian blok juga diseragam-

    kan seper barisitas, volume, dosis anestek lokal, dan

    posisi penyunkan. Karakterisk umur, berat badan, dan

    nggi badan dibatasi sehingga diharapkan kedua kelompok

    memiliki karakterisk tekanan intraabdomen yang hampir

    sama.

    Randomisasi sederhana dilakukan untuk menentu-

    kan kelompok perlakuan. Penggunaan plasebo dihindari

    pada penelian ini untuk mencegah terjadinya hipotensi

    dan bahayanya perfusi organ yang buruk pada subyek

    penelian. Standar yang digunakan adalah coloading RLkarena telah terbuk mencegah terjadinya hipotensi.9

    Perhitungan besar sampel menggunakan standar

    deviasi rerata tekanan darah arteri rata-rata yang dilakukan

    studi sebelum dilakukan penelian ini sebesar 5,4. Perbe-

    daan tekanan darah arteri rata-rata yang diaggap bermakna

    sebesar lima milimeter air raksa.

    Pemeriksaan tekanan darah dan laju nadi sebelum

    dilakukan anestesia spinal menunjukkan dak berbeda

    bermakna secara stask. Kedua kelompok memiliki kara-

    kterisk hemodinamik yang sama.Pemeriksaan rata-rata tekanan darah sistolik yang

    lebih nggi pada kelompok perlakuan (HES 130/0,4) diband-

    ingkan dengan kelompok kontrol (RL) terutama bermakna

    secara stask pada pengukuran menit kedua dan ke-16.

    Rerata tekanan darah arteri rata-rata kelompok perlakuan

    lebih nggi dan berbeda bermakna dibandingkan kelompok

    kontrol pada pengukuran menit kedua, keempat, ke-16, ke-

    18, dan ke-20. Perbedaan tekanan darah yang terjadi sebe-

    sar empat sampai tujuh milimeter air raksa.

    Hasil ini menunjukkan bahwa coloading 500 mL

    HES 130/0,4 memiliki efek mencegah perubahan tekanan

    darah yang lebih baik dibandingkan dengan coloading1000 mL RL. Perbedaan rata-rata tekanan darah terjadi

    hingga menit ke-20 pasca dilakukan anestesia spinal. Efek

    volume intravaskular HES 130/0,4 meningkatkan preload

    jantung yang akhirnya meningkatkan isi sekuncup, dimana

    laju nadi tetap konstan. Penelian ini menunjukkan dak

    adanya perubahan yang besar terhadap laju nadi pada dua

    kelompok. Penelian Karinen 26 menunjukkan preloading

    koloid lebih baik dalam mencegah perubahan hemodin-

    amik dibandingkan dengan kristaloid, dengan demikian ko-

    loid dapat diberikan secara coloading atau preloading un-

    tuk mencegah perubahan hemodinamik. Penelian Karinen

    mengukur tekanan vena sentral pada subyek peneliannya.Didapatkan peningkatan tekanan vena sentral yang signifi-

    kan setelah 10 menit cairan diberikan. Jumlah cairan yang

    lebih besar (15 mL/Kg) diberikan pada penelian Teoh 13 di-

    dapatkan pemberian koloid preloading lebih baik dalam

    meningkatkan curah jantung dibandingkan dengan coload-

    ing sampai ga menit pasca spinal anestesia.

    Penelian ini menggunakan teknik pemberian cai-

    ran secara coloading karena dengan cara ini diharapkan

    preload jantung akan lebih besar. Preloading akan menye-

    babkan pelepasan hormon ANP (Atrial Natriurec Pepde)

    yang lebih besar. ANP dilepaskan karena adanya smulus

    regangan otot jantung, regangan ini terjadi karena jantung

    terisi cairan preloading. Efek pelepasan ANP adalah penu-runan tekanan darah akibat meningkatnya permeabilitas,

    meningkatnya kapasitas vena, dan diuresis.13,14

    Pemberian cairan secara coloading diharapkan dapat

    memaksimalkan ekspansi volume akibat pemberian cairan.

    Pengukuran tekanan darah arteri rata-rata menunjukkan

    nilai rerata yang lebih nggi pada kelompok kontrol hing-

    ga pengukuran menit ke-18 dan ke-20. Hal ini menunjuk-

    kan efek volume HES 130/0,4 masih bertahan intravaskular

    hingga 20 menit pasca coloading. HES 130/0,4 lebih lama

    dalam intravaskular karena memiliki tekanan koloid onkok

    yang besar dan HES memiliki waktu paruh hingga dua jam.

    Meskipun tekanan darah sistolik dan arteri rata-ratakelompok perlakuan lebih nggi, akan tetapi dak terdapat

    perbedaan yang bermakna pada rerata pH tali pusat. Hasil

    Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat dan HES 130/0,4 untuk Operasi Bedah Sesar I Hemodynamic Comparisonof Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES 130/0,4 in Caesarean Section

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 6

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    11/87

    yang serupa juga ditunjukkan pada penelian Nishikawa,12

    Teoh,13 dan Karinen26. Sistem uteroplasenta dak memiliki

    autoregulasi, karena pembuluh darah plasenta sudah berdi-

    latasi penuh. Perfusi uteroplasenta hanya bergantung pada

    tekanan darah ibu hamil. Batas tekanan darah terendah

    yang masih dapat dikompensasi untuk menjamin perfusi

    uteroplasenta manusia yang masih baik sampai saat ini be-

    lum dapat ditentukan.4

    Penelian pada hewan coba menunjukkan penu-

    runan aliran darah uteroplasenta hingga 30% dan kurang

    dari 10 menit masih dapat ditoleransi oleh janin. Hal inilah

    yang membuat pH tali pusat dak berbeda pada dua ke-

    lompok tersebut.

    Penelian Karinen menunjukkan pemeriksaan pul-

    sality indexpada arteri maternal dengan dopler menun-

    jukkan perfusi yang dak berbeda bermakna pada kelom-

    pok yang memiliki insiden hipotensi lebih nggi.26

    Pemeriksaan laktat pada arteri umbilikal pun menun-

    jukkan dak ada perbedaan pada berbagai kelompok yang

    memiliki insiden hipotensi yang berbeda.12Tidak terdapat perbedaan skor apgar yang bermak-

    na antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hasil

    ini juga serupa dengan penelian penelian sebelumnya.

    Autoregulasi sistem uteroplasenta yang membuat perfusi

    janin tetap baik menyebabkan skor apgar tetap baik pula.

    Efedrin diberikan jika tekanan darah arteri rata-rata kurang

    dari 20 % tekanan darah arteri rata-rata pra spinal aneste-

    sia. Hasil penelian ini menunjukkan kebutuhan pemberian

    efedrin yang dak berbeda bermakna antara dua kelom-

    pok.

    Kriteria pemberian vasokonstriktor sangat berkaitan

    dengan hasil ini. Penelian Dyer yang menggunakan krite-ria pemberian vasokonstriktor jika terjadi penurunan 10 %

    dari tekanan darah arteri rata-rata pra anestesia, menun-

    jukkan kebutuhan vasokonstriktor yang lebih besar. Jadi

    kriteria ini menentukan pula kebutuhan dan perbedaan

    yang terjadi antara kelompok perlakuan dan kontrol.

    SIMPULAN

    Pemberian coloading HES 130/0,4 lebih baik dalam

    menjaga tekanan darah dibandingkan dengan coloading

    RL saat anestesia spinal untuk bedah sesar. Tidak terdapat

    perbedaan laju nadi antara coloading HES 130/0,4 dengan

    coloading RL saat anestesia spinal untuk bedah sesar. Tidak

    terdapat perbedaan pH talipusat bayi antara coloading HES130/0,4 dengan coloading RL saat anestesia spinal untuk

    bedah sesar.

    SARAN

    Pemberian cairan masih dianjurkan untuk mencegah

    perubahan hemodinamik dan efek sampingnya pada anes-

    tesia spinal untuk bedah sesar. Kombinasi dengan teknik lain

    dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Perlu

    dilakukan penelian lebih lanjut terhadap efek coloading

    HES 130/0,4 terhadap curah jantung, kadar laktat darah tali

    pusat, dan tekanan onkok koloid ibu hamil dibandingkan

    dengan coloading RL. Perlu dilakukan pula penelian ten-tang jenis dan jumlah cairan koloid terbaik untuk mencegah

    hipotensi.41

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Paech M. Anesthesia for Cesarean Secon. In Palmer

    CM, DAngelo R, eds. Handbook of Obstetric Anesthe-

    sia. Oxford: BIOS Scienfic Publishers Limited; 2002:

    81-113.

    2. Wee MYK, Brown H, Reynolds F. The Naonal Instute

    of Clinical Excellence (NICE) guidelinesfor caesarean

    secons: implicaons for the anaesthest. Internaon-al Journal of Obstetric Anesthesia 2005; 14: p. 147-58.

    3. Mojica JL, Melendez HJ, Bausta LE. The Timing of In-

    travenous Crystaloid Administraon and Incidence of

    Cardiovascular Side Effect During Spinal Anesthesia:

    The Results from a Randomized Controlled Trial.Anesth

    Analg 2002; 94: 432-7.

    4. Skillman C. Effect of graded reducons in uteroplacen-

    tal blood flow on the fetal lamb.Am J Physiol Heart Circ

    Physiol1985; 249(6): 1098-105.

    5. NN. www.anzca.edu.au/fellows/.anaesthesia.anaes-

    thesia./hypotension-during-regional- anaesthesia-for-

    caesarean-birth.html. [Online].; 2009 [cited 2009 Feb-ruari 12. Available from: www.anzca.edu.au/fellows/.

    anaesthesia.anaesthesia./hypotension-during-region-

    al- anaesthesia-for-caesarean-birth.html.

    6. Mercier FJ. Phenylephrine added to prophylacc

    ephedrine infusion during spinal anesthesia for elec-

    ve cesarean secon. Anesthesiology 2001; Sep; 95:

    668-74.

    7. Ben-David B. Low-dose bupivacaine-fentanyl spinal an-

    esthesia for cesarean delivery. Reg Anesth Pain Med

    2000; 25: 235-9.

    8. Morgan PJ. The Effect of Increasing Central Blood Vol-

    ume to Decrease the Incidence of Hypotension Follow-ing Spinal Anesthesia for Cesarean Secon. In Halpern

    SH, Douglas MJ. Evidence Based Obstetric Anesthesia.

    Massacuses: Blackwell Publishing, Inc; 2005, 89-100.

    9. Jefferson. Pencegahan Hipotensi dan Efek Samping

    Hipotensi Akibat Anesthesia Spinal pada Bedah Sesar

    Elekf: Perbandingan Antara Pemberian Ringer Laktat

    Saat Dilakukan Anestesia Spinal dengan 20 menit Sebe-

    lum Tindakan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo; 2005.

    10. Mcllroy DR, Karasch ED. Acute Intravascular Volume Ex-

    pansion with Rapidly Administered Crystalloid or Col-

    loid in the Se ng of Moderate Hypovolemia. Anesth

    Analg 2003; 96: 1572-7.11. Singh U, Saha U. Prevenon of Hypotension Following

    Spinal Anesthesia for Caesarean Secon-Comparison of

    Volume Preloading with Ringer Lactate & 6% Hydroxy-

    etyl Starch (HES 130/0,4).Journal Anaesth Clin Pharma-

    col2009; 25: 54-8.

    12. Nishikawa K, Naho Y, Saito S, Goto F. Comparasion of

    Effects of Rapid Colloid Loading Before and Aer Spinal

    Anesthesia on Maternal Hemodynamics and Neonatal

    Outcomes in Cesarean Secon.Journal of Clinical Mon-

    itoring and Compung 2007; 21: 125-9.

    13. Teoh W. Colloid Preload Versus Coload for Spinal Anes-

    thesia for Cesarean Delivery: The Effects on MaternalCardiac Output.Anesth Analg ; 2009; 108: 1592-8.

    14. Levin E. Natriurec Pepdes. The New England Journal

    ALDY HERIWARDITO

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 7

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    12/87

    of Medicine 1998 Sep; 339(5): 321-8.

    15. Standl T. Hydroxyethyl Starch (HES) 130/0.4 Provides

    Larger and Faster Increases in Tissue Oxygen Tension

    in Comparison with Prehemodiluon Values than HES

    70/0.5 or HES 200/0.5 in Volunteers Undergoing Acute

    Normovolemic Hemodiluon. Anesth Analg 2003; 96:

    936 43.

    16. Onal B, Yuceyar L, Erolcay H, Ercan M. The effect of HESvs. gelan soluons on blood rheology, plasma oncoc

    pressure and serum osmolality. European Journal of

    Anaesthesiology2002; 19: 15-6.

    17. Jungheinrich C. Pharmacokinec and Tolerability of

    an Intravenous Invusion of a New HES 130/0,4 (0,6%,

    500mL) in Mild to Severe Renal Impairment. Anesth

    Analg. 2002; 95: p. 544-5.

    18. Dubois MJ, Vincent JL. Colloid Fluids. In Hahn RG, ed.

    Perioperave Fluid Therapy. New York: Informa Health-

    care USA, Inc.; 2007. p. 153-61.

    19. Waschke K, Frietsc T. Selecon of Adequate Substute

    for Intravascular Volume Replacement. InternaonalJournal of Intensive Care 1999; winter: 135-43.

    20. Afolabi BB. Regional versus general anaesthesia for

    caesarean secon (Review). Cochrane Collaboraon

    2006 Oct; 4(4): 1-44.

    21. Kleinman W, Mikhail M. Spinal, Epidural, & Caudal

    Blocks. In Morgan E, Mikhail M, Murray M, editors.

    Clinical Anesthesiology, Fourth Edion. New York: Mc-

    Graw-Hill Companies, Inc; 2006: 289-323.

    22. Hartman B. The Incidence and Risk Factors for Hypo-

    tension Aer Spinal Anesthesia Inducon: An Analysis

    with Automated Data Collecon. Anesth Analg 2002;

    94: 15219.23. Klasen J. Differing Incidences of Relevant Hypotension

    with Combined Spinal-Epidural Anesthesia and Spinal

    Anesthesia.Anesth Analg 2003; 96: 14915.

    24. Morgan GE. Spinal, Epidural, & Caudal Blocks. In Clini-

    cal Anesthesiology, Fourth Edion. New York: McGraw-

    Hill Companies, Inc; 2006.

    25. Bose M, Kini G, Krishna H. Comparison of Crystaloid

    Preloading versus Crystalloid Coloading to Prevent Hy-

    potension and Bradycardia following Spinal Anesthesia.

    Journal Anesth Clinic Pharmacol2008; 24: 53-6.

    26. Karinen J. Effect of crystalloid and colloid preloading

    on uteroplacental and maternal haemodynamic state

    during spinal anaesthesia for Caesarean secon. BrishJournal of Anaesthesia 1995; 75: 53135.

    27. Park G, Martha A. The Effects of Varying Volumes of

    Crystalloid Administraon Before Cesarean Delivery

    on Maternal Hemodynamics and Colloid Osmoc Pres-

    sure. 1996; 83: 299-303.

    28. Prough DS, Svensen CH. Crystalloid Soluon. In Hahn

    RG. Perioperave Fluid Therapy. New York: Informa

    Healthcare USA, Inc.; 2007: 137-51.

    29. Traylo RJ, Pearl RG. Crystaloid versus Colloid versus Col-

    loid: All Coloid ar not Equal:Anesth Analg; 1996.

    30. Waschke K, Frietsc T. Selecon of Adequate Substute

    for Intravascular Volume Replacement. InternaonalJournal of Intensive Care 1999; Winter.

    Perbandingan Hemodinamik saat Anestesi Spinal antara Coloading Ringer Laktat dan HES 130/0,4 untuk Operasi Bedah Sesar I Hemodynamic Comparisonof Spinal Anesthesia between Coloading Ringer Lactate and HES 130/0,4 in Caesarean Section

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 8

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    13/87

    I LAPORAN PENELITIAN I

    Keefekfan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik 7,5 mg

    Ditambah Fentanil 25 mcg Dibandingkan denganBupivakain 0,5% Hiperbarik 12,5 mg pada Bedah SesarThe Effecveness of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine 7,5 mg Plus 25

    mcg Fentanyl Compared with 0,5% Hyperbaric Bupivacaine 12,5 mg in Caesarean Secon

    Bintartho A, Pryambodho, Susilo

    ABSTRACT

    Background: Hypotension can be a serious threat

    to mother and baby in spinal anaesthesia during caesarean

    secon. In order to decrease the incidence of hypotension,

    we can lower the dose of local anaesthesia and add lipophil-

    ic opioid to keep the quality of analgesia. This study tried to

    compare the used of 7,5 mg hyperbaric bupivacaine 0,5%

    plus 25 mcg fentanyl with 12,5 mg hyperbaric bupivacaine

    0,5% only, a common spinal anaesthesia regiment used in

    Cipto Mangunkusumo General Hospital.

    Method: One hundred and eight parturient, who

    meet the inclusion criteria, divided into 2 groups, 54 parturi-

    ent in group I received 7,5 mg hyperbaric bupivacaine 0,5%

    plus fentanyl 25 mcg, 54 parturient in group II received 12,5mg hyperbaric bupivacaine 0,5% as a control group. Vital

    sign, hypotension, total ephedrine, sensory and motor block

    profile, nausea and voming, pruritus, respiratory depres-

    sion, and APGAR score were observed unl 60 minutes aer

    the spinal anaesthesia.

    Result: Hypotension was found in 13 parturient

    (24,1%) in group I and 23 parturient (42,6%) in group II. Dif-

    ference between groups was stascally significant. Mean

    of total ephedrine was found significantly different (13,04

    (5,98) vs 5,38 (1,38) mg). Sensory block at 60 minutes

    (T6 (T5-T8) vs T6 (T4-T8)) was found stascally different,

    me to reach maximal motor block (6,94 (2,39) vs 4,33(2,89) minutes), maximum motor block (3 (2-3) vs 3 brom-

    age scale), and motor block at 60 minutes (2 (1-3) vs 3 (2-

    3) bromage scale), were found significantly different. Other

    sensory block profile, me to reach Th6 (3,94 (1,4) vs 3,55

    (1,17) minutes), me to reach maximal sensory block (5,83

    (1,22) vs 5,94 (0,91) minutes), and highest sensory block

    (T5 (T4-T6) vs T4 (T3-T6)), were not found different. Nausea

    and voming, pruritus, and APGAR score were not found

    different, and no respiratory depression was found.

    Conclusion: Spinal anaesthesia using combinaon

    of 7,5 mg hyperbaric bupivacaine 0,5% plus fentanyl 25 mcg

    is more effecve compared with 12,5 mg hyperbaric bupiva-caine 0,5% alone for caesarean secon. It has an effecve

    intraoperave analgesia and more stabile hemodynamic

    effect.

    Bintartho A, Pryambodho, SusiloDepartemen Anestesiologi dan Terapi Intensif

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

    Keywords: spinal anaesthesia, bupivacaine, fen-

    tanyl, caesarean secon, hypotension

    ABSTRAK

    Latar belakang: Hipotensi merupakan suatu kom-

    plikasi anestesia spinal yang dapat mengancam pada bedah

    sesar. Salah satu cara untuk mengurangi risiko hipotensi,

    yaitu dengan menurunkan dosis analgesik lokal dan me-

    nambahkan opioid lipofilik untuk mempertahankan kualitas

    analgesia. Penelian ini mencoba membandingkan penggu-

    naan 7,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik ditambah fentanil

    25 mcg dengan 12,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik yang

    sering digunakan di RSCM.

    Metode: Sebanyak 108 parturien yang memenuhikriteria inklusi dibagi secara acak menjadi 2 kelompok, yaitu

    54 parturien pada kelompok I mendapat 7,5 mg bupivakain

    0,5% hiperbarik ditambah fentanil 25 mcg, sedangkan 54

    lainnya pada kelompok II mendapat 12,5 mg bupivakain

    0,5% hiperbarik sebagai kontrol. Dilakukan pencatatan

    berkala mulai dari sebelum hingga 60 menit pasca ndakan

    spinal terhadap beberapa variabel antara lain: tanda vital,

    kejadian hipotensi, jumlah total pemberian efedrin, pro-

    fil blokade sensorik dan motorik, mual muntah, pruritus,

    depresi napas, dan nilai APGAR.

    Hasil: Sebanyak 24,1% (13 pasien) dari kelompok

    I dan 42,6% (23 pasien) dari kelompok II mengalami hipo-tensi, dan perbedaannya bermakna secara stask. Didapa-

    rerata total pemberian efedrin yang berbeda bermakna

    (13,04 (5,98) vs 5,38 (1,38) mg), blokade sensorik saat 60

    menit yang berbeda bermakna secara stask (T6 (T5-T8)

    vs T6 (T4-T8)), waktu tercapainya blokade motorik maksi-

    mal (6,94 (2,39) vs 4,33 (2,89) menit), blokade motorik

    maksimal (3 (2-3) vs 3 skala bromage), blokade motorik saat

    60 menit (2 (1-3) vs 3 (2-3) skala bromage) yang berbeda

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 9

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    14/87

    bermakna. Perbedaan waktu tercapainya blokade sensorik

    senggi T6 (3,94 (1,4) vs 3,55 (1,17) menit), waktu ter-

    capainya nggi blokade sensorik maksimal (5,83 (1,22) vs

    5,94 (0,91) menit), nggi blokade sensorik maksimal (T5

    (T4-T6) vs T4 (T3-T6)) dak berbeda bermakna. Efek samp-

    ing mual muntah, pruritus, dan nilai APGAR menit pertama

    juga dak berbeda bermakna dan dak ditemukan depresi

    napas.Kesimpulan: Anestesia spinal menggunakan 7,5 mg

    bupivakain hiperbarik 0,5% ditambah fentanil 25 mcg lebih

    efekf dibandingkan 12,5 mg bupivakain hiperbarik 0,5%

    pada bedah sesar karena menghasilkan analgesia intraop-

    eraf yang adekuat dan hemodinamik yang lebih stabil.

    Kata kunci: anestesia spinal, bupivakain, fentanil,

    bedah sesar, hipotensi.

    LATAR BELAKANG

    Sejak Augustus Bier memperkenalkan anestesiaspinal pada tahun 1899, penggunaannya semakin luas kare-

    na murah, reliabel, dan efekf.1 Dalam bidang anestesia

    obstetrik, anestesia spinal pun lebih sering digunakan pada

    bedah sesar dibandingkan anestesia umum. Berdasarkan

    data di Instalasi Gawat Darurat RSUPNCM periode Januari

    Juni 2008, 90% dari 645 bedah sesar yang tercatat meng-

    gunakan teknik anestesia spinal.2

    Penggunaan anestesia regional pada bedah sesar

    meningkat karena ngginya risiko komplikasi jalan napas

    pada anestesia umum. Angka mortalitas ibu yang men-

    jalani bedah sesar dengan anestesia umum hampir 17 kali

    lebih nggi dibandingkan setelah penggunaan anestesia re-

    gional.3,4 Keuntungan lain adalah mula kerja dan masa pulih

    anestesia yang cepat, relaf mudah, kualitas blokade sen-

    sorik dan motorik yang baik, serta memungkinkan ibu tetap

    sadar pada saat kelahiran bayinya.4,5

    Namun, hipotensi yang terjadi karena penurunan

    tahanan vaskular sistemik akibat hambatan simpas tetap

    menjadi sebuah permasalahan tersendiri.3,4 Keadaan ini

    dapat membahayakan ibu maupun bayi. Hipotensi berkai-

    tan dengan ngginya blokade spinal. Semakin nggi blokade

    spinal, mekanisme kompensasi akibat hambatan simpa-

    s pun akan semakin ditekan.4,6 Angka kejadian hipotensi

    akibat anestesia spinal pada pasien bedah sesar bervariasi

    dan cukup nggi.7 Chung dkk. (12 mg bupivakain hiperbarik0,5%), mendapatkan insidens hipotensi 80%.8 Penelian

    Riley dkk. dan Siddik-Sayyid dkk. (12 mg bupivakain hiper-

    barik 0,75%), mendapatkan insidens hipotensi sebesar 85%

    dan 87%.9,10 Bryson dkk., serupa dengan Chung, mendapat-

    kan insidens hipotensi yang lebih dari 70%.11 Sementara itu,

    Bogra dkk., Suwardi, dan Akmal (12,5 mg bupivakain hiper-

    barik 0,5%) mendapatkan insidens hipotensi sebesar 50%,

    46%, 42%.12-14

    Penggunaan anestek lokal dengan dosis yang

    lebih kecil dak memblok serabut saraf simpas di daerah

    atas sehingga hipotensi dak terjadi. Penggunaan dosis ke-

    cil akan memperkecil risiko mbulnya toksisitas sistemikobat anestek lokal.15,16 Namun, dosis yang rendah akan

    berpengaruh terhadap kualitas dan durasi anestesia spinal.

    Ginosar dkk. melakukan penelian untuk mencari ED50 dan

    ED95 dari bupivakain untuk anestesia spinal pada bedah

    sesar. Hasilnya didapatkan ED50 dan ED95 adalah sebesar

    7,6 mg dan 11 mg.17 Di RSCM dosis bupivakain yang paling

    sering digunakan pada bedah sesar adalah 12,5 mg.2

    Beberapa peneli menurunkan dosis bupivakain

    dan menambahkan opioid lipofilik intratekal untuk men-

    gurangi hipotensi dan mempertahankan kualitas anestesiayang baik. Fentanil merupakan opioid lipofilik yang banyak

    digunakan dan mudah didapat. Hunt dkk. menyebutkan

    bahwa penambahan 6,25-50 mcg fentanil intratekal akan

    meningkatkan periode analgesia perioperaf pada aneste-

    sia spinal dengan bupivakain hiperbarik, tetapi dak mem-

    pengaruhi onset hambatan sensorik dan motorik.18

    Pada penelian ini, kami mencoba membanding-

    kan anestesia spinal menggunakan 7,5 mg bupivakain 0,5%

    hiperbarik ditambah fentanil 25 mcg dengan 12,5 mg bupi-

    vakain 0,5% hiperbarik pada bedah sesar.

    METODOLOGI

    Penelian eksperimental, uji klinik acak tersamar

    tunggal ini dikerjakan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasi-

    onal Cipto Mangunkusumo, Jakarta setelah mendapatkan

    persetujuan dari Pania Tetap Penilai Ek dan persetujuan

    tertulis dari pasien yang telah mendapatkan penjelasan se-

    belumnya, dalam periode November 2009-Januari 2010.

    Jumlah sampel total adalah 108 orang, yang dirandomisasi

    menjadi dua kelompok.

    Dilakukan randomisasi sederhana berdasarkan am-

    plop pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Pasien -

    dak diberikan premedikasi sedasi. Identas pasien dicatat,

    antara lain: nama, usia, jenis kelamin, berat badan (BB),

    dan nggi badan (TB). Setelah pasien masuk ruang operasi,

    dibaringkan telentang, dipasang monitor EKG, tensimeter,

    saturasi oksigen, dan diberikan oksigen melalui kanul nasal

    2-3 L/menit. Dilakukan pencatatan data awal berupa tekan-

    an darah, frekuensi nadi, dan frekuensi napas. Coloading

    cairan ringer laktat 500 mL dilakukan bersamaan dengan

    anestesia spinal. Sebelum dilakukan anestesia spinal, obat

    anestek lokal disiapkan terlebih dahulu dalam spuit 3 mL.

    Pada kelompok I, diberikan 7,5 mg bupivakain 0,5% hip-

    erbarik ditambah 25 mcg fentanil, dengan total volume 2

    mL. Untuk kelompok II, 12,5 mg diberikan bupivakain 0,5%

    hiperbarik, dengan total volume 2,5 mL. Pasien diposisi-kan miring (lateral dekubitus), kemudian kaki dan kepala

    difleksikan sehingga terlihat membungkuk. Dilakukan n-

    dakan asepk dan ansepk pada lapangan tempat pe-

    nyunkan. Pungsi lumbal dilakukan dengan menggunakan

    jarum Quincke ukuran 27 G pada vertebra lumbal senggi

    garis imajiner Tuffi er atau senggi sela vertebra lumbal 3-4

    atau 4-5. Ujung jarum berada di ruang subaraknoid yang

    ditandai dengan keluarnya cairan serebrospinal dari lumen

    jarum spinal. Anestek lokal kemudian disunkkan dengan

    kecepatan 0,2 mL/dek. Spuit kemudian dilepaskan dari

    jarum spinal dan tampak cairan serebrospinal mengalir

    untuk memaskan posisi ujung jarum spinal tetap beradadi ruang subaraknoid dan anestek lokal telah masuk ke-

    dalam ruang subaraknoid, kemudian jarum dicabut. Segera

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 10

    Keefektifan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik Ditambah Fentanil Dibandingkan dengan Bupivakain 0,5% Hiperbarik padaBedah Sesar I The Efficacy of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine Plus Fentanyl Compared with Hyperbaric Bupivacaine in Caesarean

    Section

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    15/87

    setelah selesai, pasien dikembalikan pada posisi telentang

    horizontal, kepala diganjal bantal dan panggul kanan di-

    ganjal kolf cairan 500 mL. Dilakukan pemantauan tekanan

    darah, frekuensi nadi, pernapasan, dan saturasi oksigen. Di-

    catat tanda vital menit ke-3, 6, 9, 12, 15, 18, 20, 30, 40, 50,

    dan 60 setelah obat habis disunkkan. Jika tekanan darah

    sistolik turun hingga kurang dari 90 mmHg, diberikan efe-

    drin 5 mg intravena. Pemberian efedrin dapat diulang ap60 dek hingga tekanan darah sistolik >90 mmHg. Dilaku-

    kan pencatatan waktu tercapainya hambatan sensorik T6,

    dan nggi blok maksimal dengan menggunakan tes tusuk

    jarum (pinprick) serta hambatan motorik dengan menggu-

    nakan skala Bromage, beserta waktunya. Setelah bayi lahir,

    skor APGAR menit pertama dicatat. Dilakukan pencatatan

    efek samping yang terjadi seper mual muntah dan depresi

    napas. Setelah 60 menit penelian selesai, prosedur selan-

    jutnya sesuai standar yang berlaku di RSCM. Bila sebelum

    operasi selesai pasien mengeluh kesakitan, teknik anestesia

    dapat dikonversi menjadi anestesia umum sesuai standar

    yang berlaku di RSCM. Setelah operasi selesai, pasien diba-wa ke ruang pulih. Untuk tambahan analgek pascaoperasi

    diberikan ketoprofen supositoria. Bila telah memenuhi skor

    Aldree Modifikasi di atas 8, pasien dipindahkan ke ruang

    rawat.

    Data yang didapat dari kedua kelompok akan dio-

    lah dan disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular atau

    diagram. Perhitungan stask dilakukan dengan meng-

    gunakan program komputer Stascal Package for Social

    Science (SPSS) ver. 17.0. Uji stask yang dilakukan adalah

    perbandingan dua proporsi menggunakan uji Chi square

    dan perbandingan nilai rata-rata dengan standar deviasi

    menggunakan uji student t-test independentuntuk melihat

    perbedaan hasil antara dua kelompok dengan perlakuan

    yang berbeda. Nilai kemaknaan p0,05 jika dak menunjukkan

    perbedaan yang bermakna.

    HASIL

    Telah dilakukan penelian untuk menilai keefek-

    fan (kestabilan hemodinamik dan analgesia intraoperasi

    yang baik) anestesia spinal pada pasien yang menjalani

    bedah sesar dengan menggunakan bupivakain 0,5% hiper-

    barik 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg (kelompok I) diband-

    ingkan dengan bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg (kelom-pok II) sebagai kontrol. Penelian dilakukan terhadap 108

    pasien, yang dibagi dalam 2 kelompok, masing-masing 54

    pasien. Tidak ada subjek penelian yang dikeluarkan (drop

    out). Karakterisk demografik pasien yang menjalani pene-

    lian dapat dilihat pada Tabel 1. Perbandingan kelompok I

    dan kelompok II dak ada perbedaan bermakna.

    Efek hemodinamik dinilai berdasarkan angka ke-

    jadian hipotensi dan jumlah efedrin yang diberikan. Se-

    banyak 24,1% (13 pasien) dari kelompok bupivakain 0,5%

    hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg (kelompok

    I) mengalami hipotensi, sedangkan pada kelompok bu-

    pivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg (kelompok II) sebanyak42,6% (23 pasien) yang mengalami hipotensi (Gambar 1).

    Dari uji stask yang dilakukan, perbandingan kedua hasil

    ini menunjukkan perbedaan yang bermakna (p

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    16/87

    bedaan bermakna (p0,05. Dari hasil yang didapat, waktu terca-

    painya kenggian blokade sensorik maksimal dak berbe-

    da bermakna antara kedua kelompok (p>0,05). Kenggian

    blokade sensorik pada menit ke-60 antara kelompok I dan

    kelompok II berbeda bermakna secara stask. Sebaran

    kenggian blokade sensorik terlihat pada Gambar 3 dan 4.

    Perbandingan profil blokade motorik antara kedua kelom-

    pok, yang tergambar dari waktu tercapainya blokade mo-

    torik maksimal, skala blokade motorik maksimal, dan skala

    blokade motorik saat menit ke-60, keganya memberikan

    hasil yang berbeda bermakna secara stask (Tabel 2).

    Gambar 3. Sebaran blokade sensorik maksimal

    Tabel 2. Waktu dan skala blokade motorikVariabel

    Kelom-

    pok 1

    Kelom-

    pok 2P

    Mean

    (SD)

    Mean

    (SD)

    Waktu Tercapainya Blok

    Motorik Maksimal

    6.94

    (2.39)

    4.33

    (2.89)0.001

    Median

    (min-maks)

    Median

    (min-maks)

    Blok Motorik maksimal

    (skala bromage)3 (2-3) 3 0,005*

    Blok Motorik saat 60

    menit (skala bromage)2 (1-3) 3 (2-3) 0,002*

    Menggunakan Uji Mann-Whitney; *menggunakan Uji Chi

    Square

    Efek lain dari teknik anestesia spinal terhadap ibu

    dan bayi yang diobservasi adalah kejadian mual muntah,

    pruritus, depresi napas, dan nilai APGAR menit pertama.

    Hasil yang didapatkan, yaitu mual muntah terjadi pada

    kelompok I dan kelompok II sebanyak 15 (27,8%) dan 17

    (31,5%) pasien, sedangkan efek pruritus terjadi pada 3

    (5,6%) dan 0 pasien.

    Gambar 5. Sebaran nilai APGAR menit pertama

    Gambar 4. Sebaran ketinggian blokade sensorik menit ke-

    60

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 12

    Keefektifan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik Ditambah Fentanil Dibandingkan dengan Bupivakain 0,5% Hiperbarik padaBedah Sesar I The Efficacy of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine Plus Fentanyl Compared with Hyperbaric Bupivacaine in Caesarean

    Section

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    17/87

    Perbandingan yang dilakukan terhadap dua efek samping ini

    dak bermakna secara stask. Pada kedua kelompok dak

    didapatkan efek samping depresi napas. Nilai APGAR me-

    nit pertama dak berbeda bermakna secara stask pada

    kedua kelompok, dengan nilai p 0,893. Pada penelian ini

    didapa nilai APGAR 0 pada 2 kelompok yang disebabkan

    kondisi intrauterine fetal death (IUFD) sebelum dilakukanndakan anestesia dan pembedahan. Datanya dak diikut-

    kan dalam pengolahan uji stask. Sebaran nilai APGAR

    menit pertama dapat dilihat pada Gambar 5.

    PEMBAHASAN

    Penggunaan opioid lipofilik intratekal yang dit-

    ambahkan pada bupivakain hiperbarik semakin populer

    untuk mengurangi dosis anestek lokal dan mempertah-

    ankan kualitas analgesia. Dasar dari penambahan opioid

    pada anestek lokal adalah efek sinergisk yang dihasilkan.

    Blokade kanal ion natrium oleh anestek lokal dan kanal ionkalsium oleh opioid akan saling menguatkan efek.15,19 Pene-

    lian ini membandingkan dua kelompok pasien yang men-

    jalani bedah sesar dengan modalitas anestesia spinal yang

    berbeda. Kelompok I menggunakan obat bupivakain 0,5%

    hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg, sedangkan

    kelompok II menggunakan bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5

    mg sebagai kelompok kontrol. Karakterisk pasien pada ke-

    lompok I dan kelompok II, berdasarkan usia, berat badan,

    nggi badan, dan status ASA dak memiliki perbedaan ber-

    makna. Dengan demikian, kedua kelompok ini layak untuk

    dibandingkan. Demikian pula dengan data dasar tekanan

    darah awal dan frekuensi nadi awal antara kedua kelompok

    juga dak terdapat perbedaan bermakna.

    Pada penelian ini didapatkan angka kejadian

    hipotensi sebesar 42,6% pada kelompok bupivakain 0,5%

    hiperbarik 12,5 mg (kelompok II) sebagai kelompok kontrol.

    Angka yang didapatkan ini hampir sama dengan hasil yang

    dikemukakan oleh beberapa penelian sebelumnya. Bogra

    dkk. pada tahun 2004, melakukan penelian dengan 12,5

    mg bupivakain 0,5% hiperbarik pada 20 pasien mendapat-

    kan angka kejadian hipotensi sebesar 50% pada kelompok

    tersebut.12 Sementara itu, Suwardi (2005) dan Akmal (2008)

    dengan obat yang sama pada 43 dan 90 pasien mendapat-

    kan angka kejadian hipotensi sebesar 46% dan 42%.13,14

    Penelian Bogra, Suwardi, dan Akmal menggunakan pop-ulasi yang sama dengan penelian ini. Berdasarkan hal

    tersebut, rerata risiko hipotensi antara 42-50% dalam peng-

    gunaan bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg untuk bedah

    sesar.

    Dengan menurunkan dosis obat anestek lokal

    pada anestesia spinal diharapkan dapat menurunkan angka

    kejadian hipotensi. Namun, dosis yang rendah berkaitan

    dengan blokade sensorik (analgesia) yang kurang efekf un-

    tuk pembedahan. Untuk mempertahankan kualitas analge-

    sia, ditambahkan opioid lipofilik yang bekerja selekf pada

    jaras nyeri (sensorik).1,4,19 Pada penelian ini obat anestesia

    spinal yang digunakan adalah bupivakain 0,5% hiperbarikdengan dosis 7,5 mg yang ditambah dengan fentanil 25

    mcg. Dengan menggunakan kombinasi obat tersebut di-

    dapatkan angka kejadian hipotensi yang lebih rendah, yaitu

    sebesar 24,1%.

    Pada penelian ini didapatkan penurunan angka

    kejadian hipotensi pada kelompok I dibandingkan kelom-

    pok II yang disebabkan hambatan simpas yang rendah

    akibat penggunaan bupivakain dengan dosis yang lebih

    rendah. Semakin nggi hambatan simpas, semakin nggi

    pula angka kejadian dan semakin berat derajat hipotensiyang terjadi.4,15 Dengan kata lain, penggunaan dosis bupi-

    vakain yang lebih nggi akan menyebabkan kejadian hipo-

    tensi yang lebih nggi pula. Namun, penggunaan dosis bu-

    pivakain yang lebih rendah berisiko menghasilkan analgesia

    yang dak adekuat. Kombinasi 7,5 mg bupivakain 0,5% hip-

    erbarik ditambah 25 mcg fentanil menghasilkan analgesia

    yang adekuat untuk bedah sesar dibandingkan penelian

    lain yang menggunakan kombinasi obat yang sama dengan

    dosis yang berbeda.

    Penelian Kang dkk., menggunakan 5 mg bupiv-

    akain hiperbarik ditambah 25 mcg fentanil dan didapatkan

    insidens hipotensi sebesar 20%, tetapi 13% dikonversi men- jadi anestesia umum.20 Kualitas analgesia yang menurun

    juga ditunjukkan oleh Tolia dkk., yang menggunakan dosis

    bupivakain lebih besar dari penelian Kang. Tolia menggu-

    nakan 7,5 mg bupivakain hiperbarik 0,5% ditambah dengan

    10 mcg fentanil dengan hasil insidens hipotensi yang ren-

    dah (8%), tetapi 4% dikonversi menjadi anestesia umum.3

    Dapat terlihat bahwa semakin kecil dosis bupivakain yang

    digunakan, semakin rendah kejadian hipotensi, tetapi dii-

    ku dengan kualitas analgesia yang menurun. Hal yang

    menarik dari penelian Tolia dibandingkan penelian Kang

    adalah insidens hipotensi yang didapat oleh Tolia lebih ren-

    dah dibandingkan Kang, di mana Tolia menggunakan dosis

    bupivakain yang lebih nggi, tetapi dengan dosis fentanil

    yang lebih rendah.

    Dosis fentanil yang lebih besar juga menimbulkan

    risiko hipotensi yang lebih besar, dengan penggunaan dosis

    anestek lokal yang sama. Hasil yang didapat dari peneli-

    an yang dilakukan Tolia dkk., menunjukkan insidens hipo-

    tensi yang lebih rendah dari hasil yang didapatkan pada

    penelian ini di mana kami menggunakan dosis fentanil

    lebih nggi (10 mcg vs 25 mcg).3 Hunt dkk., menemukan

    hal yang sama dalam peneliannya dengan menggunakan

    dosis fentanil yang beragam dikombinasi dengan dosis bu-

    pivakain yang ditentukan. Beberapa postulat penelian

    menyatakan penggunaan opioid intratekal juga menimbul-kan hipotensi, terutama dengan dosis yang semakin nggi.

    Mekanisme yang mendasari terjadinya hal ini diperkirakan

    akibat blokade nyeri yang baik dan terjadi cepat, menye-

    babkan turunnya kadar katekolamin sehingga menurunkan

    tekanan darah, dan mekanisme lain yang belum diketahui.

    Akan tetapi, kejadian hipotensi ini dapat dicegah dengan

    rehidrasi yang baik.3,18,21 Dosis fentanil 25 mcg yang dit-

    ambahkan pada 7,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik pada

    penelian ini memberikan analgesia intraoperaf yang

    baik dengan kejadian hipotensi yang masih lebih rendah

    jika dibandingkan dengan penggunaan 12,5 mg bupivakain

    0,5% hiperbarik.Hasil penelian ini mendapa penggunaan fent-

    anil 25 mcg intratekal sebagai tambahan 7,5 mg bupivakain

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 13

    SUSILO, PRYAMBODHO, BINTARTHO A

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    18/87

    0,5% hiperbarik, masih memiliki kejadian hipotensi yang

    lebih rendah dibandingkan kombinasi obat yang diberi-

    kan pada penelian sebelumnya. Srivastava dkk. (2004),

    dalam peneliannya menggunakan bupivakain hiperbarik

    10 mg ditambah 25 mcg fentanil, mendapatkan insidens

    hipotensi 52%.22 Suwardi (2005) menggunakan bupivakain

    hiperbarik 10 mg ditambah 10 mcg fentanil, mendapatkan

    insidens hipotensi 39,5% dan analgesia yang baik.13 Sarveladkk. (1999), menggunakan 9 mg bupivakain hiperbarik dit-

    ambah 20 mcg fentanil, mendapatkan insidens hipotensi

    61%, tanpa mempengaruhi penambahan durasi blokade

    sensorik maupun motorik.23 Harsoor dan Vikram (2008)

    menggunakan 8 mg bupivakain hiperbarik ditambah 12,5

    mcg fentanil dan didapatkan kejadian hipotensi 50%.24

    Pada penelian ini didapatkan penggunaan re-

    rata efedrin total yang jauh lebih rendah pada kelompok

    bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 25

    mcg, yaitu sebesar 5,38 (1,38) mg dibandingkan dengan

    13,04 (5,98) mg pada kelompok bupivakain 0,5% hiper-

    barik 12,5 mg. Rerata total jumlah efedrin untuk kelompokII mendeka apa yang didapatkan Neves dkk. (2003) yang

    menggunakan 12,5 mg bupivakain hiperbarik, yaitu 14,17

    (9,92). Demikian pula dengan hasil yang didapatkan Gi-

    nosar dkk. (2004) dengan 14 mg bupivakain, dan Suwardi

    (2005) yang menggunakan 12,5 mg bupivakain hiperbarik

    dan 10 mg bupivakain hiperbarik ditambah fentanil 12,5

    mcg, yaitu sebesar 13,82 (5,73) vs 11,19 (4,15) mg.13,17,25

    Rerata efedrin total untuk kelompok I dibandingkan den-

    gan kelompok II memiliki perbedaan yang bermakna secara

    stask.

    Penggunaan dosis total efedrin yang lebih nggi

    memiliki risiko efek samping yang lebih nggi untuk bedah

    sesar. Efedrin dapat menimbulkan hipertensi reakf, vaso-

    konstriksi pembuluh darah uterus, dan dapat menembus

    sawar darah-plasenta, sehingga mempengaruhi denyut

    jantung janin. Lee dkk., dalam sebuah njauan mengenai

    beberapa penelian penggunaan efedrin untuk mence-

    gah hipotensi, menyatakan bahwa penggunaan dosis lebih

    dari 14 mg berpotensi menimbulkan hipertensi reakf dan

    penurunan pH arteri umbilikalis, tetapi dak berkaitan den-

    gan asidosis fetal ataupun nilai APGAR. Terlepas dari kes-

    impulan mengenai penggunaan efedrin tersebut, hipotensi

    tetap merupakan faktor risiko mayor terjadinya asidosis fe-

    tal.19,26,27 Sayangnya pada penelian ini dak dilakukan pen-

    gukuran terhadap asidosis fetal.Dalam penelian ini dak ditemukan adanya

    pasien yang mengalami bradikardia pada kedua kelompok.

    Bradikardia berkaitan dengan blokade saraf spinal yang

    nggi sehingga dak hanya menghambat simpas tetapi

    juga dapat memblok cardiac accelerator fiberyang keluar

    dari level T1-4. Blokade simpas ditambah dengan volume

    intravaskular yang rendah dan penekanan aortokaval yang

    berat akan menyebabkan penurunan preload, sehingga

    terjadi bradikardia. Selain dak terjadi blokade spinal yang

    nggi, volume intravaskular yang cukup, dan penguran-

    gan efek penekanan aortokaval, penggunaan efedrin pada

    penelian ini juga berperan dalam mencegah bradikardia.Efedrin selain memiliki efek langsung agonis alfa adrener-

    gik (meningkatkan tonus vena dan vasokonstriksi arteriol),

    juga memiliki efek agonis beta adrenergik yang akan me-

    ningkatkan frekuensi denyut jantung dan kontraklitas jan-

    tung.4,15,19

    Blokade sensorik yang dianggap adekuat dalam

    bedah sesar, yaitu tercapainya blokade sensorik senggi

    torakal 6 (T6). Waktu untuk tercapainya blokade sensorik

    senggi dermatom T6 dapat menggambarkan waktu dimu-

    lainya pembedahan. Kelompok I dan kelompok II memilikirerata waktu untuk mencapai kenggian blokade sensorik

    T6 yang dak berbeda bermakna yaitu 3,94 (1,4) menit

    dan 3,55 (1,17) menit. Waktu untuk tercapainya keng-

    gian blokade senggi T6 ini mirip dengan hasil yang di-

    dapatkan Tolia dkk.3 Hasil ini menggambarkan dak ada

    perbedaan waktu yang diperlukan untuk dapat dimulainya

    pembedahan dan analgesia yang cukup untuk dilakukan

    pembedahan antara kedua kelompok. Demikian pula rerata

    waktu tercapainya kenggian blokade sensorik maksimal

    antara kedua kelompok dak berbeda bermakna. Tolia dkk.,

    dengan menggunakan bupivakain hiperbarik 11 mg, bupiv-

    akain hiperbarik 9 mg ditambah fentanil 10 mcg, dan bu-pivakain hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 10 mcg, juga

    mendapatkan dak adanya perbedaan dari dua variabel ini,

    dan sama-sama mendapa kejadian hipotensi yang lebih

    rendah. Hasil yang senada dengan kelompok II pun diutara-

    kan oleh Suwardi, Dahlgren dkk., dan Siddik-Sayyid dkk. Va-

    riasi perbedaan nggi blokade maksimal antara penelian

    yang satu dengan yang lain disebabkan penggunaan obat

    yang berbeda.3,10,13,21

    Kombinasi obat kelompok I dalam penelian ini

    memiliki volume total yang lebih rendah, yaitu 2 mL diband-

    ingkan dengan 2,5 mL pada 0,5% bupivakain hiperbarik 12,5

    mg (kelompok II), sehingga dinjau dari perbandingan vol-

    ume obat pun kombinasi 7,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik

    ditambah dengan fentanil 25 mcg telah diperkirakan sebe-

    lumnya akan menghasilkan angka kejadian hipotensi yang

    lebih rendah. Namun, kombinasi anestek lokal dan opioid

    ini masih menghasilkan analgesia intraoperaf yang cukup

    baik. Hasil ini membawa kita pada pertanyaan apakah ma-

    sih perlu dosis bupivakain 0,5% hiperbarik sebesar 12,5 mg

    untuk bedah sesar. Hal ini tentu membutuhkan penelian

    lanjutan untuk mendapatkan gambaran yang lebih tepat.

    Perbandingan profil blokade motorik kedua kelom-

    pok memberikan hasil yang berbeda bermakna (Tabel 2).

    Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai blokade maksimal

    lebih lama pada kelompok I dibandingkan dengan kelom-pok II, yaitu 6,94 (2,39) vs 4,33 (2,89) menit). Blokade

    motorik maksimal yang dicapai dan blokade motorik pada

    menit ke-60 (menggunakan skala Bromage) lebih rendah

    pada kelompok I dibandingkan dengan kelompok II. Per-

    bedaan ini terjadi karena penggunaan dosis obat aneste-

    k lokal pada kelompok I jauh lebih rendah dibandingkan

    dengan kelompok II, namun blokade yang dimbulkan

    pada kelompok I masih memadai untuk dilakukannya be-

    dah sesar. Blokade serat saraf motorik diketahui memerlu-

    kan dosis dan konsentrasi anestek lokal yang lebih nggi

    bila dibandingkan dengan serat saraf sensorik dan otonom.

    Penggunaan fentanil intratekal menunjukkan selekvitasblokade terhadap jaras saraf sensorik. Hasil yang serupa

    juga didapa pada beberapa penelian sebelumnya yang

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 14

    Keefektifan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik Ditambah Fentanil Dibandingkan dengan Bupivakain 0,5% Hiperbarik padaBedah Sesar I The Efficacy of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine Plus Fentanyl Compared with Hyperbaric Bupivacaine in Caesarean

    Section

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    19/87

    juga menurunkan dosis anestek lokal dan menambahkan

    fentanil intratekal.13,17,18,20,25,28 Sarvela dkk., menyatakan

    hambatan motorik lebih cepat hilang pada penggunaan 9

    mg bupivakain hiperbarik ditambah 20 mcg fentanil. Bryson

    dkk. serta Tolia dkk., menyatakan penggunaan dosis anes-

    tek lokal yang rendah ditambah opioid lipofilik intratekal

    menghasilkan blokade motorik maksimal yang lebih lama

    tercapai, lebih ringan, dan cepat pulih.3,11,19,23 Hasil yang di-dapat ini bermakna bahwa penggunaan 7,5 mg bupivakain

    0,5% hiperbarik ditambah 25 mcg fentanil, menimbulkan

    blokade motorik yang adekuat untuk dilakukannya bedah

    sesar dengan waktu pemulihan yang lebih cepat sehingga

    mempersingkat waktu observasi pasien di ruang pulih.

    Efek lain yang diama pada penelian ini adalah

    kejadian mual muntah, pruritus, depresi napas, serta pen-

    garuhnya terhadap janin yang dilihat dari nilai APGAR me-

    nit pertama. Pada penelian ini didapatkan angka kejadian

    mual muntah yang dak berbeda bermakna, yaitu sebesar

    27,8% pada kelompok I dan 31,5% pada kelompok II. Angka

    kejadian mual muntah pada penelian ini sama denganhasil yang didapat dari penelian Dahlgren dkk. (25%) dan

    Ben-David dkk. (31%).21,28 Munculnya kejadian mual muntah

    dapat diakibatkan oleh banyak faktor antara lain teknik

    anestesia spinal yang berkaitan dengan kejadian hipotensi

    dan hipoksemia pada pusat muntah, rangsangan langsung

    pada pusat muntah akibat penggunaan opioid, adanya nyeri

    viseral saat manipulasi uterus, tarikan omentum atau isi ab-

    domen lain, dan peningkatan tekanan darah yang signifikan

    dan ba-ba akibat pemberian vasopresor.4,6,7,10 Selain itu,

    terdapat perbedaan protokol antara penelian yang satu

    dengan lainnya, seper pemberian premedikasi anemek

    atau tanpa pemberian premedikasi anemek. Ben-David

    dalam peneliannya melaporkan adanya rasa dak nyaman

    saat manipulasi uterus, walaupun hanya sebentar dan -

    dak mengganggu secara keseluruhan dibandingkan dengan

    kedaknyamanan akibat mual muntah. Nyeri viseral saat

    manipulasi atau tarikan organ abdomen dapat mencetus-

    kan mual muntah juga, tetapi dikeluhkan sebagai kejadian

    yang terpisah oleh pasien.28 Hal ini membuat idenfikasi

    penyebab mual muntah menjadi lebih sulit. Borgeat dkk.

    dalam njauannya mengatakan untuk melakukan pene-

    lian mengenai efek samping mual muntah bukanlah hal

    yang mudah, disebabkan banyaknya faktor yang mempen-

    garuhi. Walaupun telah banyak protokol penelian yang di-

    gunakan, masih terdapat beberapa aspek yang menyulitkangeneralisasi dari hasil yang didapatkan.29

    Variasi hasil yang didapatkan pada penelian se-

    belumnya menunjukkan dak jelasnya keterkaitan antara

    mual muntah dengan kombinasi obat yang digunakan un-

    tuk anestesia spinal. Penelian Ben-David dkk., memband-

    ingkan insidens mual muntah pada pemberian bupivakain

    hiperbarik 10 mg dengan bupivakain isobarik 5 mg dit-

    ambah 25 mcg fentanil mendapatkan angka 69% vs 31%.28

    Kang dkk. yang menggunakan bupivakain hiperbarik 8 mg

    dan bupivakain hiperbarik 5 mg ditambah 25 mcg fentanil

    mendapatkan angka 53% dan 40%. Sementara itu, Tolia

    dkk. bahkan melaporkan dak menemukan kejadian mualmuntah pada penggunaan bupivakain hiperbarik 7,5 mg

    dengan penambahan fentanil 10 mcg dan hanya 2% pada

    penggunaan 9 mg bupivakain hiperbarik dengan penamba-

    han fentanil 10 mcg.3,28 Dari perbandingan ga penelian

    berbeda yang sama-sama dak menggunakan premedikasi

    ini, ada hal yang perlu dicerma, yaitu besar angka kejadian

    mual muntah selalu sejalan dengan besar angka kejadian

    hipotensinya (Ben-David 94% vs 31%, Kang 40% vs 20%, To-

    lia 24% vs 8%).

    Penggunaan opioid intratekal dianggap dapat me-nyebabkan terjadinya mual muntah. Beberapa hasil peneli-

    an menyatakan penggunaan morfin intratekal lebih sering

    menyebabkan mual muntah dibandingkan penggunaan

    fentanil.4,15 Siddik-Sayyid menyatakan penggunaan fentanil

    intratekal memiliki efek samping mual muntah yang justru

    lebih rendah dibandingkan fentanil intravena.10,18 Hasil yang

    diperoleh pada penelian ini memberikan kesan penggu-

    naan dosis fentanil intratekal yang lebih nggi menjadi pe-

    nyebab meningkatnya insidens mual muntah, terutama bila

    dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Tolia (nihil pada

    penggunaan 7,5 mg bupivakain hiperbarik ditambah 10 mcg

    fentanil). Namun, Hunt dalam peneliannya menggunakan2,5-50 mcg fentanil, gagal menunjukkan kenaikan insidens

    mual muntah yang konsisten seiring kenaikan dosis fentanil

    yang digunakan.3,18 Hasil dari penelian ini menunjukkan

    bahwa penggunaan fentanil 25 mcg sebagai kombinasi obat

    anestesia spinal untuk bedah sesar pada kelompok I, dak

    meningkatkan angka kejadian mual muntah bila dibanding-

    kan dengan kelompok II. Sebaliknya, angka kejadian mual

    muntah pada kelompok I justru lebih rendah dibandingkan

    kelompok II, walaupun secara stask perbedaannya dak

    bermakna.

    Penggunaan opioid intratekal juga dikatakan me-

    nyebabkan mbulnya pruritus. Pruritus yang disebabkan

    oleh opioid intratekal atau epidural terjadi akibat migrasi

    opioid dalam cairan serebrospinal ke arah kranial dan

    merangsang langsung nukleus trigemini yang terletak super-

    fisial di medula. Collin menyatakan penggunaan morfin leb-

    ih sering menyebabkan pruritus dibandingkan penggunaan

    fentanil intratekal. Pada penelian ini didapa angka ke-

    jadian pruritus yang dak berbeda bermakna. Pruritus yang

    terjadi masih dapat ditoleransi oleh pasien dan dak sam-

    pai memerlukan nalokson. Dahlgren dkk., pada penelian-

    nya hanya menemukan kejadian pruritus ringan ini sebesar

    4%. Tolia, Harsoor, serta Kang, juga mendapatkan insidens

    pruritus ringan yang dak signifikan bermakna pada peng-

    gunaan bupivakain ditambah fentanil intratekal.3,7,20,21,24

    Pada penelian ini dak ada kejadian depresi

    napas pada kedua kelompok. Hasil serupa juga dilaporkan

    oleh penelian sebelumnya yang menggunakan fentanil

    intratekal.3,8,10-13,20-22,28,30,31 Hunt dkk., dalam peneliannya

    menggunakan beragam dosis fentanil intratekal, 2,5-50

    mcg, dak menemukan adanya insidens depresi napas.18

    Gwirtz dkk., melakukan penelian terhadap pasien yang

    menjalani bedah urologi, bedah ortopaedi, bedah umum

    atau vaskular, bedah toraks, dan bedah ginekologi nonob-

    stetrik yang mendapat opioid intratekal, mengemukakan

    kejadian depresi napas sebesar 3%, dengan jumlah sampel

    5069 pasien dan dengan periode waktu yang lama, yaitu tu-juh tahun.32

    Perbandingan nilai APGAR pada kedua kelompok

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 15

    SUSILO, PRYAMBODHO, BINTARTHO A

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    20/87

    dak berbeda bermakna secara stask. Adanya nilai AP-

    GAR 0 pada kedua kelompok disebabkan kondisi janin yang

    telah didiagnosis intrauterine fetal death (IUFD) sebelum

    dilakukan ndakan anestesia maupun pembedahan. Kon-

    disi ini dak termasuk dalam kriteria drop out, tetapi data

    nilai APGAR kega sampel tersebut (1 pada kelompok I dan

    2 dalam kelompok II) dak disertakan dalam pengolahan

    uji stask karena nilai APGAR yang rendah ini dak dise-babkan dan dak berkaitan dengan modalitas anestesia

    spinal yang diteli. Selebihnya, dak ditemui nilai APGAR

    di bawah 7 pada kedua kelompok. Hal ini sesuai dengan

    penelian sebelumnya.3,8,10,13,20-22,28,31 Hasil yang diperoleh

    dari penelian ini menggambarkan bahwa penambahan

    fentanil 25 mcg intratekal dak menimbulkan efek depresi

    yang signifikan pada janin.

    SIMPULAN

    Anestesia spinal menggunakan 7,5 mg bupivakain

    hiperbarik 0,5% ditambah fentanil 25 mcg lebih efekfdibandingkan 12,5 mg bupivakain hiperbarik 0,5% pada be-

    dah sesar karena menghasilkan analgesia intraoperaf yang

    adekuat dan hemodinamik yang lebih stabil.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ganapathy S. Editorial: Walking spinals: A myth or real-

    ity? Can J Anaesth 2001;52:222-4.

    2. Data Rekapitulasi Anestesia Spinal Instalasi Gawat

    Darurat RSUPNCM tahun 2005-2007.

    3. Tolia G, Kumar A, Jain A, Pandey M. Low dose intrathe-

    cal bupivacaine with fentanyl for cesarean delivery. JAnesth Clin Pharmacol2008;24(1):201-4.

    4. Wlody D. Complicaon of regional anesthesia in obstet-

    rics. Clin Obstet Gynecol 2003;46:667-78.

    5. Lee A, Ngan KWD, Gin T. Prophylacc ephedrine pre-

    vent hypotension during spinal anesthesia for cesarean

    delivery. Can J Anaesth 2002;49:588-99.

    6. Ronald D, Miller MD. Anesthesia. 6th ed. New York:

    Churchill Livingstone; 2005. p. 232-329.

    7. Collins VJ. Principles of anesthesiology. 3rded. Philad-

    helphia: Lea-Febiger; 1993. 1199-281; 1445-555.

    8. Chung CJ, Choi SR, Yeo KH, Park HS, Lee SI, Chin YJ.

    Hyperbaric spinal ropivacaine for cesarean delivery: A

    comparison to hyperbaric bupivacaine. Anesth Analg

    2001;93:157-61.

    9. Riley E, Cohen SE, Rubenstein AJ, Flanagan B. Preven-

    on of hypertension aer spinal anesthesia for cesar-

    ean secon: 6% hetastarch versus lactated ringers so-

    luon.Anesth Analg 1995;81:838-42.

    10. Siddik-Sayyid SM, Aouad MT, Jalbout MI, Zalaket MI,

    Berzina CE, Baraka AS. Intrathecal versus intravenous

    fentanyl for supplementaon of subarachnoid block

    during cesarean delivery. Anesth Analg 2002;95:209

    13.

    11. Bryson GL, Macneil R, Jeyaraj LM, Rosaeg OP. Small

    dose spinal bupivacaine for caesarean delivery doesnot reduce hypotension but accelerates motor recov-

    ery. Can J Anesth 2007;54:531-7.

    12. Bogra J, Arora N, Srivastava P. Synergisc effect of intra-

    thecal fentanyl and bupivacaine in spinal anesthesia for

    cesarean secon. BMC Anesthesiol2005;5:5.

    13. Suwardi C. Perbandingan analgesia spinal pada bedah

    sesar antara kombinasi 10 mg bupivakain hiperbarik

    0,5% + 12,5 mcg dengan 12,5 mg bupivakain hiperbarik

    0,5%. FKUI 2005.

    14. Akmal E. Penyebaran anestek lokal dan efek hemo-dinamik pada operasi seksio sesaria dalam anestesia

    spinal. FKUI 2008.

    15. Russel F, Holmqvist ELO. Subarachnoid analgesia for

    caesarean secon. Br J Anaesth 1987;59:347-53.

    16. Richardson MG, Collins HV, Wissler R. Intrathecal plain

    vs hyperbaric bupivacaine with mophine for cesarean

    secon: A comparison of effecveness, side-effects and

    sedaon.Anesthesiology1997;87:A890.

    17. Ginosar Y, Mirikatani E, Drover DR, Cohen SE, Riley ET.

    ED50 and ED95 of intrathecal hyperbaric bupivacaine

    coadministered with opioid in cesarean delivery.Anes-

    thesiology2004;100:676-82.18. Hunt CO, et al. Perioperave analgesia with subarach-

    noid fentanyl-bupivacaine for cesarean secon. Anes-

    thesiology1999;71:535-40.

    19. Stoelng RK. Pharmacology and physiology in anesthet-

    ic pracce. 3rd ed. Philadelphia: Lippinco-Raven; 1999.

    p. 158-81.

    20. Kang FC, Tsai YC, Chang PJ, Chen TY. Subarachnoid fen-

    tanyl with diluted small-dose bupivacaine for cesarean

    secon delivery.Acta Anaesthesiol Sin 1998;36:207-14.

    21. Dahlgren G, Hulstrand C, Jakobsson J, Norman M, Er-

    iksson EW, Marn H. lntrathecal sufentanil, fentanyl,

    or placebo added to bupivacaine for cesarean secon.Anesth Analg 1997;85:1288-93.

    22. Srivastava U, Kumar A, Gandhi NK, Saxena S, Dua D,

    Chandra P, et al. Hyperbaric or plain bupivacaine com-

    bined with fentanyl for spinal anesthesia during caesar-

    ean delivery. Indian J Anaesth 2004;48:44-5.

    23. Sarvela PJ, Halonen PM, Korla KT. Comparaon of in-

    trathecal hypobaric and hyperbaric bupivacain both

    with fentanyl for cesarean secon. Anesth Analg

    1999;89:71:706-10.

    24. Harsoor S,Vikram M. Spinal anaesthesia with low dose

    bupivacaine with fentanyl for caesarean secon. SAARC

    J Anaesth 2008;1(2):142-5.

    25. das Neves JF, Monteiro GA, de Almeida JR, Brun A, Ca-

    zarin N, SantAnna RS, Duarte ES. Spinal anesthesia for

    cesarean secon. Comparave study between isobaric

    and hyperbaric bupivacaine associated to morphine.

    Rev Bras Anestesiol2003;53(5):5738.

    26. Lee A, Ngan Kee WD, Gin T. A dose-response meta-

    analysis of prophylacc intravenous ephedrine for the

    prevenon of hypotension during spinal anesthesia for

    elecve cesarean delivery.Anesth Analg 2004;98:483-

    90.

    27. Van de velde M. Spinal anesthesia in the obstetric pa-

    ent: Prevenon and treatment of hypotension. Acta

    Anaesth Belg 2006;57:383-6.28. Ben-David B, Miller G, Gavriel R, Gurevitch A. Low-dose

    bupivacaine-fentanyl spinal anesthesia for cesarean

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 16

    Keefektifan Anestesia Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik Ditambah Fentanil Dibandingkan dengan Bupivakain 0,5% Hiperbarik padaBedah Sesar I The Efficacy of Spinal Anaesthesia Using 0,5% Hyperbaric Bupivacaine Plus Fentanyl Compared with Hyperbaric Bupivacaine in Caesarean

    Section

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    21/87

    delivery. Reg Anesth Pain Med2000;25:235-9.

    29. Borgeat A, Ekatodramis G, Schenker CA. Postoperave

    nausea and voming in regional anesthesia. A review.

    Anesthesiology2003;98:530-47.

    30. Seyedhejazi M, Madarek E. The effect of small dose

    bupivacaine-fentanyl in spinal anesthesia on hemody-

    namic nausea and vomi ng in cesarean secon. Pak J

    Med Sci2007;23:747-50.31. Belzarena SD. Clinical effect of intratechally adminis-

    tered fentanyl in paents undergoing cesarean secon.

    Anesth Analg 1992;74:653-7.

    32. Gwirtz KH, et al. The safety and effi cacy of intrathecal

    opioid analgesia for acute postoperave pain: Seven

    years experience with 5969 surgical paents at Indiana

    university hospital.Anesth Analg 1999;88:599-604.

    Anestesia & Critical Care Vol 28 No.2 Mei 2010 17

    SUSILO, PRYAMBODHO, BINTARTHO A

  • 8/3/2019 padf zal rabu 5

    22/87

    ABSTRACT

    Background: Along with globalizaon era there are

    much worries about the paent complaints caused by com-

    plicaons of medical procedures. Tracheal intubaon pro-

    cedure rounely conducted for general anesthesia has been

    associated with throat complaints (i.e sore throat, cough,

    and hoarseness) caused by the endotracheal tube cuff trau-

    mac pressure at the tracheal lateral wall.

    Methods: Fiy ASA class 1 and 2 paents, aged 20

    to 60 years undergoing elecve surgeries under general an-

    esthesia with endotracheal intubaon in GBPT dr Soetomo

    Hospital Surabaya were randomized into two groups: treat-

    ment and control groups. The first was using Endotest spe-

    cial device while the later assessed by clinical esmaon.Throat complaints were recorded 20-24 hours aer surgery.

    The cuff inflaons and post operave assessments all con-

    ducted by double blinded technique.

    Result: Air volume injected into endotracheal tube cuff

    in the first group was averaging 5,24 + 1,66 ml, the later

    group cuff pressure was maintained between 25 and 30 cm-

    H2O as recommended by previous studies. The incidence of

    throat complaints was considerably lower (20%) compared

    to other reports in the literature, this study found no sig-

    nificant differences of throat complaints incidence between

    those groups (OR = 0,603, 95% CI = 0,147 to 2,468).

    Conclusion: A simple and cheap met