outsourcing

28
’’OUTSOURCING SEBUAH PENGINGKARAN KAPITALISME TERHADAP HAK-HAK BURUH’’ By ABDUL KHOLEK, SOSIOLOGI '04 email: [email protected] UNIVERSITAS SRIWIJAYA (Oleh : Abdul Kholek) BAGIAN SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masyarakat kapitalis umumnya ditandai oleh terciptanya polarisasi sosial diantara para pemilik kapital dengan pekerja. (Revrisond Bawsir, 1999 : 4). Kebebasan kaum kapitalis adalah kebebasan yang ditopang oleh penguasaan fakor- faktor produksi, dengan faktor-faktor produksi kaum kapitalis memiliki kemampuan untuk memanipulasi dan membeli kebebasan yang dimiliki komponen masyarakat lainnya. Termasuk kebebasan yang dimiliki oleh para pejabat negara. Kondisi dunia yang telah dihegemoni oleh kekuatan kapitalisme global mencengkram seluruh sendi-sendi kehidupan. Dua sifat utama dari kapitalisme yaitu eksploitatif dan ekspansif. Kedua wajah kapitalisme ini berjalan beriringan sehingga

Upload: cici-cweety

Post on 29-Nov-2014

5.369 views

Category:

Education


2 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: outsourcing

’’OUTSOURCING SEBUAH PENGINGKARAN KAPITALISME TERHADAP HAK-HAK BURUH’’

By ABDUL KHOLEK, SOSIOLOGI '04email: [email protected]

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

(Oleh : Abdul Kholek)

BAGIAN SATU PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini masyarakat kapitalis umumnya ditandai oleh terciptanya polarisasi sosial

diantara para pemilik kapital dengan pekerja. (Revrisond Bawsir, 1999 : 4). Kebebasan kaum

kapitalis adalah kebebasan yang ditopang oleh penguasaan fakor-faktor produksi, dengan faktor-

faktor produksi kaum kapitalis memiliki kemampuan untuk memanipulasi dan membeli

kebebasan yang dimiliki komponen masyarakat lainnya. Termasuk kebebasan yang dimiliki oleh

para pejabat negara.

Kondisi dunia yang telah dihegemoni oleh kekuatan kapitalisme global mencengkram

seluruh sendi-sendi kehidupan. Dua sifat utama dari kapitalisme yaitu eksploitatif dan ekspansif.

Kedua wajah kapitalisme ini berjalan beriringan sehingga pencapaian tujuan kapitalisme untuk

meningkatkan akumulasi modal semakin masive.[1] Menurut Tabb dalam Susetiawan (2009 : 6),

bahwa konstruksi kelembagaan untuk mengatur tata dunia dilakukan melalui organisasi atau

agen-agen internasional antara lain WTO (World Trade Organization), GATT (General

Agreement on Trade and Tariff), Bank Dunia (World Bank), IMF (International Monetary Fund)

dan berbagai lembaga lainnya.

Globalisasi memperluas pergerakan modal dan memberi tempat yang makin penting bagi

korporasi besar dunia (MNCs). Di Indonesia kita menyaksikan sebuah pergeseran yang menandai

Page 2: outsourcing

makin kuatnya ekspansi kapitalis global. Hingga mencengkram seluruh basis perekonomian

nasional, dari perekonomian skala besar sampai perekonomian rakyat kecil. Ekspansi besar-

besaran perusahaan multi nasional disertai juga dengan tuntutan mekanisme kerja baru yang

memperkenalkan sistem hubungan kerja yang fleksibel dalam bentuk outsourcing dan kerja

kontrak.

Semua mekanisme kerja dimaksudkan untuk meraih keuntungan yang lebih besar dengan

mengurangi tanggung jawab pemilik modal atau pengusaha terhadap masa depan pekerjaannya.

Kata kunci yang selalu mereka ungkapkan yaitu efisiensi yang hampir identik dengan kue

keuntungan yang makin besar (Rekson Silaban, 2009:4).

Indonesia pasca reformasi setelah tumbangnya rezim diktator, terbukanya alam kebebasan

memberikan efek positif bagi setiap warga negara untuk berserikat dalam organisasi-organisasi

masyarakat. Begitu juga kelompok buruh semakin tergorganisir dalam memperjuangkan hak-hak

mereka. Walaupun demikian belumlah selesai masalah perburuhan dinegeri ini.

Rekson Silaban (2009 : 48) mencatat beberapa masalah utama perburuhan pasca reformasi

yaitu masalah pengangguran dan berimplikasi pada meningkatnya jumlah pekerja sektor

informal, masalah pendidikan dan komposisi, sistem pengupahan, praktek outsourcing dan

kontrak, masalah sistem pengawasan tenaga kerja, dan masalah jaminan sosial tenaga kerja.

Masalah tersebut menjadi isu-isu yang cukup sexy apalagi pada saat kampanye partai

politik. Agenda yang selalu menjadi perdebatan yang tidak pernah habis-habisnya karena isu

tersebut tetap dijaga sebagai alat kepentingan politik. Dalam paper ini yang menarik untuk

dianalisis yaitu masalah outsourcing sebagai sebuah mekanisme perburuhan yang lahir dari rahim

kapitalisme modern.

Outsourcing merupakan bentuk nyata dari prinsip fleksibelitas pasar kerja dan dapat ditemukan

dihampir seluruh bagian dalam rangkaian proses produksi (Rekson Silaban, 2009 : 71). Selain itu

outsoursing juga didefinisikan sebagai pengalihan sebagian atau seluruh pekerjaan dan atau

wewenang kepada pihak lain guna mendukung strategi pemakaian jasa outsourcing baik pribadi,

Page 3: outsourcing

perusahaan divisi atau pun sebuah unit dalam perusahaan (Komang Priamda, 2008 : 12).

Outsourcing memiliki dua jenis pertama, outsourcing pekerjaan yang berkaitan dengan

pemborongan pekerjaan pada pihak lain, kedua, outsourcing manusia. Tipe outsourcing yang

kedua merupakan praktek yang memberikan efisiensi pada tingkat tertentu dalam operasional

bisnis, namun merugikan secara serius kepentingan buruh dipihak lain. Praktek inilah yang

ditentang oleh gerakan buruh di Indonesia khususnya. Apalagi setelah disahkannya UU No. 13

Tahun 2003, praktek sistem kerja kontrak merajarela bagaikan jamur di musim hujan. Nyaris

semua perusahaan memberlakukannya dalam bentuk kontrak kerja yang pendek dan outsourcing.

Pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003 adalah landasan hukum bagi perusahaan outsourcing dan

pengusaha berkonspirasi mempraktekkan outsourcing. Bunyinya sebagai berikut : "Perusahaan

dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui

perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja atau buruh yang dibuat secara

tertulis". Berdasarkan pasal inilah pemerintah telah mengakui pemberlakuan sistem kerja kontrak

dan outsourcing yang dahulu kala merupakan salah satu bentuk penjajahan koloni asing atas

Indonesia di perusahaan-perusahaan perkebunan yang ada di Indonesia.

Dari uraian diatas yang menjadi permasalahan utama paper ini yaitu begaimana

mekanisme outsourcing menjadi sebuah sistem perburuhan yang mengingkari hak-hak buruh,

dengan persfektif teori alienasi dan nilai surplus Karl Marx. Dan menganalisis keterkaitan

hubungan perburuhan dalam sistem outsourcing, yaitu bagaimana posisi buruh, perusahaan

outsourcing dan perusahaan pengguna outsourcing. Selain itu akan ditampilkan data-data gejolak-

gejolak yang muncul dari sistem outsourcing.

1.2. Rumusan Masalah

Outsourcing merupakan mekanisme perburuhan diera modern, sebagai imbas dari

eksploitasi dan ekspansi perusahaan multi nasional dalam lingkaran kapitalisme global. Menilik

uraian latar belakang tersebut maka yang menjadi rincian permasalahan dalam makalah

"Outsourcing Sebuah Pengingkaran Kapitalisme Terhadap Hak-Hak Buruh" yaitu sebagai beikut :

Page 4: outsourcing

1. Bagaimana mekanisme outsourcing dalam industri di Indonesia ?, bagaimana hubungan

buruh serta kedudukan buruh dalam sistem tersbut ?

2. Bagaimana indikasi-indikasi pengingkaran hak-hak buruh dalam sistem outsourcing ?,

bagiamana alienasi dan nilai surplus yang terjadi dalam sistem tersebut ?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami outsourcing

sebagai sebuah pengingkaran kapitalisme terhadap hak-hak buruh.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui mekanisme outsourcing yang diberlakukan dalam industri di Indonesia

2. Untuk menggambarkan keterkaitan hubungan kerja antara buruh, perusahaan outsourcing,

dan perusahaan pengguna outsourcing

3. Untuk menggambarkan posisi buruh dalam sistem outsourcing dan melihat implikasi-

implikasi penindasan hak-hak buruh oleh sistem tersebut

1.4. Kerangka Teoritis

Kapitalisme dalam persfektif Marx, tidaklah secara sederhana berarti sebuah sistem

produksi bagi pasar, tetapi juga sistem yang dalam keadaan kekuatan buruh telah menjadi

komoditi yang diperjualbelikan di pasar seperti objek-objek pertukaran lainnya (Dawam

Rahardjo, 1987 : 39). Kondisi inilah yang mewarnai sistem perburuhan dewasa ini. Sistem

outsourcing telah melegalkan perbudakan buruh, eksploitasi secara besar-besaran, pengurasan

keringat dan tenaga buruh demi akumulasi modal yang sebesar-besarnya.

Tenaga kerja merupakan komoditi yang dikebiri hak-hak kemanusiaannya. Inilah wajah

dari kapitalisme sebagai sebuah sistem yang menggerogoti tubuh-tubuh buruh dengan harga dan

Page 5: outsourcing

imbalan yang tidak seimbang. Hal ini tentunya sangat ironis, buruh sebagai tulang punggung

produksi tidak mendapatkan upah yang sesuai dengan kerja yang mereka lakukan. Menurut

Lipson dalam Raharjo (1987 : 44), bahwa esensi dari kapitalisme yaitu sistem upah yang dalam

keadaan ini, buruh tidak mempunyai hak pemilikan terhadap barang-barang yang dibuatnya;

buruh tidak menjual buah-buahan dari kerjanya, melainkan kerja itu sendiri.

Sistem perburuhan melalui outsourcing merupakan anak kandung dari rahim kapitalisme.

Memahami fenomena tersebut dapat menggunakan alat analisis dari dua teori besar Marx yaitu

teori nilai surplus untuk melihat mekanisme outsourcing dan teori alienasi untuk melihat kondisi

buruh didalam sistem outsourcing.

Analisis Marx mengenai keterasingan didalam produksi kapitalis, bertolak pada suatu fakta

ekonomi kontemporer bahwa makin maju kapitalisme, akan semakin miskin pula buruh (Anthony

Gidden, 2007 : 13). Begitu juga dalam hubungan perburuhan dewasa ini, sifat ekploitatif sistem

kapitalis semakin kuat mencengkram buruh, dengan berbagai mekanisme perburuhan untuk

memberikan surplus bagi produksi mereka.

Menurut Marx dalam Ritzer (2008 : 54), bahwa kerja bukan sebagai sebuah ekspresi dari tujuan,

tidak ada objektivasi. Tetapi buruh bekerja berdasarkan tujuan kapitalis yang menggaji dan

mengupah mereka. Kerja dijadikan sebagai reduksi untuk mencapai tujuan dari kapitalis.

Alienasi memiliki beberapa dimensi, yang akan digunakan dalam melihat sistem perburuhan

melalui outsourcing. Pertama, buruh teralienasi dari aktivitas produktif, dalam pengertian bahwa

buruh tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka, melainkan mereka bekerja untuk

kapitalis. Kedua, buruh teralienasi dari produk hasil kerja mereka. Buruh tidak memiliki hak

untuk memiliki produk hasil produksi mereka, karena produk tersebut hak milik kapitalis. Ketiga,

buruh teralienasi dari sesama pekerja. Keempat, buruh tealienasi dari kemanusiaan mereka

sendiri, hal ini dikarenakan kerja tidak lagi menjadi transformasi dan pemenuhan sifat dasar

manusia (Ritzer dan Gidden, 2008 : 56-57).

Selain demensi alienasi akan dilihat juga nilai surplus dari mekanisme outsourcing. Nilai surplus

muncul sebagai akibat dari eksploitasi dan dominasi dari kapitalisme tidak hanya sekedar

Page 6: outsourcing

distribusi kesejahteraan dan kekuasan yang tidak seimbang. Paksaan tidak dianggap sebagai

kekerasan, malah dianggap sebagai kebutuhan pekerja itu sendiri yang hanya bisa dipenuhi

melalui upah.

Nilai surplus merupakan nilai lebih yang dihasilkan oleh buruh dalam bekerja. Seorang buruh

yang mampu menghasilkan suatu produksi dalam waktu beberapa jam untuk mencapai targetan

pokok, dan sisa waktunya adalah nilai surplus bagi kapitalis untuk mendapatkan produk tanpa

imbalan ke faktor produksi yaitu buruh. Hak-hak tersebut diambil alih oleh kapitalis, Marx

menyebut rasio antara kerja yang diperlukan dan kerja surplus sebagai tingkat nilai surplus atau

tingkat pemerasan (Anthony Gidden, 2007 : 61).

Kedua pisau analisis tersebut akan menjadi acuan dalam analisis sistem perburuhan outsourcing.

Dalam melihat outsoursing ada dua pendekatan yaitu dari sisi perusahaan (penguasa modal) dan

dari persfektif buruh. Persfektif dasar dengan landasan yang berbeda memberikan penafsiran

yang juga berbeda pula. Praktek outsourcing merupakan gejala global yang dapat dipandang

sebagai ikon dari globalisasi. Outsourcing merupakan bagian dari mekanisme pasar yang

dimaksudkan untuk melakukan efisiensi dalam industri, tetapi dari sisi lain menimbulkan

ketidakpastian kerja (Rekson Silaban, 2009 : 67). Kontroversi sistem outsourcing memunculkan

perdebatan panjang antara pihak perusahaan dengan kaum buruh, salah satu diuntungkan dan

yang lainnya dirugikan.

BAGIAN DUA ANALISIS DAN WACANA

2.1. Mekanisme Outsourcing Dalam Industri Di Indonesia.

Perkembangan kapitalisme di era modern telah mencapai pada puncaknya menghegemoni

dunia. Kondisi ini didukung oleh kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang

berkembang cukup pesat. Batas-batas Negara menjadi tidak penting lagi, hanya batas formalitas

teritorial yang ada, tetapi tidak mampu membendung pernyebaran ide-ide, inovasi, teknologi

sehingga dunia menjadi sebuah kampung global. Menurut James J (2003 : 174), globalisasi

merupakan pengintegrasian internasional individu-individu dengan jaringan-jaringan informasi

serta institusi ekonomi, sosial, dan politik yang terjadi secara cepat dan mendalam, dalam takaran

Page 7: outsourcing

yang belum dialami sejarah dunia sebelumnya.

Outsourcing merupakan turunan dari kapitalisme global. Dikatakan juga sebagai anak

kandung yang lahir dari rahim kapitalis, kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari sifat dasar kapitalis

yaitu eksploitatif dan ekspansif. Perusahaan-perusahaan transnasional dan multi nasional,

semakin kuat mengcengkram Negara-negara yang sedang berkembang. Ekspansi dan eksploitasi

yang besar-besaran dilakukan demi akumulasi modal. Sebagai contoh perusahaan NIKE selama

periode 1989-1994 membuka lokasi pabrik baru di Cina, Indonesia dan Thailand dimana upah

sangat rendah.

Ekspansi besar-besaran perusahaan transnasional diiringi juga dengan model dan format

kerja yang mereka persiapkan (outsourcing), untuk diterapkan di wilayah pengembangan

perusahaan. Ini merupakan implementasi dari ciri globalisasi dimana perusahaan transnasional

melakukan peningkatan konsentrasi dan monopoli berbagai sumberdaya dan kekuatan ekonomi

(Martin Khor, 2001 : 12). Karena itu globalisasi adalah proses yang tidak adil dengan distribusi-

distribusi keuntungan maupun kerugian yang juga tidak seimbang.

Dari penjelasan diatas dapat diasumsikan bahwa perkembangan outsourcing di Indonesai

sebagai salah satu negara berkembang merupakan imbas dari hegemoni kapitalis. Outsourcing di

Indonesia sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1980-an, model kerja ini disahkan

keberlakuannya melalui keputusan Menteri Perdagangan RI No. 264/KP/1989 Tentang Pekerjaan

Sub-kontrak Perusahaan Pengelola di Kawasan Berikat.

Industri awal yang bersentuhan dengan outsource adalah industri perminyakan. Bahan

bakar yang dimanfaakan oleh konsumen akhir, mengalami proses panjang dan melalui berbagai

perusahaan outsourcing. Dimulai dari pemilik konsesi lahan, eksplorasi hingga produksi,

transportasi, semuanya dilakukan oleh perusahaan yang berbeda (Komang Priambada, 2008 : 21).

Dewasa ini hampir seluruh industri baik kecil maupun skala besar yang dimiliki oleh para

kapitalis melalukan praktek outsourcing. Ada beberapa alasan industri melakukan outsourcing

yaitu pertama, efisiensi kerja dimana perusahaan produksi dapat melimpahkan kerja-kerja

operasional kepada perusahaan outsourcing; kedua, resiko operasional perusahaan dapat

Page 8: outsourcing

dilimpahkan kepada pihak lain. Sehingga pemanfaatan faktor produksi bisa dimaksimalkan

dengan menekan resiko sekecil mungkin; ketiga, sumber daya perusahaan yang ada dapat

dimanfaatkan untuk kebutuhan lain yang lebih fokus dalam meningkatkan produksi; keempat,

mengurangi biaya pengeluaran (capital expenditure) karena dana yang sebelumnya untuk

investasi dapat digunakan untuk biaya operasional; kelima perusahaan dapat mempekerjakan

tenaga kerja yang terampil dan murah; keenam, mekanisme kontrol terhadap buruh menjadi lebih

baik.

Pengesahan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, merupakan landasan

hukum bagi pelegalan sistem outsourcing yang menguntungkan pihak penguasa modal dan

sebaliknya merugikan kaum buruh. Berbagai aksi protes menentang sistem outsourcing

merupakan salah satu bentuk dari resistensi terhadap kepitalisme. Dalam persfektif buruh,

outsorcing menjadi sebuah batu penghalang bagi peningkatan kelayakan hidup bagi mereka.

Upah yang murah, tidak adanya jaminan sosial dan lain sebagainya adalah indikasi dari

pengingkaran kapitalisme terhadap hak-hak buruh yang mencederai human rigth.

Untuk mempertegas mengenai mekanisme tersebut berikut uraian mengenai hubungan

buruh dan kedudukan buruh dalam model kerja outsourcing :

2.1.1. Hubungan Buruh

Hubungan industrial di Indonesia sepanjang perjalanannya sering menunjukkan bahwa

buruh ditempatkan sebagai faktor produksi mirip sebagai faktor produksi yang dikonstruksikan

Karl Marx. Outsourcing didefinisikan sebagai model kerja yang menambahkan unsur 'pelaksana

perkerjaan' diantara relasi buruh dan modal (Rita Olivia, 2008 : 9). Kondisi tersebut menjadikan

hubungan perburuhan semakin kabur, dan memperlemah bergaining position buruh terhadap

pemilik modal.

Dalam model kerja outsourcing adanya pergeseran ruang lingkup hubungan industrial.

Awalnya yang terkenal dengan istilah tripartit atau hubungan antara buruh, pengusaha dan

pemerintah (Susetiawan, 2000:173). Dalam model outsourcing menjadi empat lingkaran

hubungan yaitu buruh, perantara atau broker (perusahaan oustsourcing), perusahaan inti (pemilik

Page 9: outsourcing

modal) dan pemerintah. Outsourcing sebagai sebuah model perburuhan baru, melalui beberapa

tahapan dalam perekrutan. Ketersediaan tenaga kerja yang tinggi di pasar tenaga kerja

mengakibatkan turunnya harga buruh. Menurut Marx tersedianya tentara-tentara cadangan yang

banyak mengakibatkan terjadinya penindasan terhadap hak-hak buruh. Eksploitasi, PHK dan lain

sebagainya diputuskan secara sepihak oleh pemilik modal.

Hubungan industrial dalam model kerja outsourcing, menjadikan buruh tidak mempunyai

kejelasan dalam hubungan, berimbas pada tidak jelasnya posisi buruh bagaimana mereka

menuntut hak-haknya. Buruh dituntut untuk memenuhi persyaratan dalam outsourcing, jam kerja

yang padat, upah yang tidak seimbang, tidak adanya kesempatan untuk bergabung dalam

organisasi buruh, karena waktu yang habis dalam kontrak kerja. Pelanggaran terhadap perjanjian

akan langsung berakibat pada pemberhantian secara langsung oleh manajemen perusahaan

outsourcing. Dan digantikan oleh tenaga-tenaga outsourcing lainnya sebagai tentara-tentara

cadangan.

Kondisi ini membebaskan industri-industri pengguna dari kewajiban-kewajiban terhadap

buruh kecuali hanya memberikan upah dari kerja buruh. Menurut Komang Priambada (2008 :

31), pihak pengusaha berpendapat bahwa "Dari mana pekerja itu direkrut, bagaimana datangnya

dan lain-lain adalah bukan urusan kita sebagai pemakai". Inilah satu kondisi yang

memperlihatkan bahwa pekerja adalah barang dagangan dan outsourcing tidak lain hanyalah

triffiking yang dilegalkan.

Hubungan yang terjadi antara buruh dengan perusahaan outsourcing dan perusahaan pengguna

(pemilik modal), adalah hubungan ketergantungan. Tentunya tipe ketergantungan (dependensi)

yang terjadi yaitu ketergantungan yang tidak seimbang. Eggi Sudjana (2001 : 27), menjelaskan

bahwa kekuasaan yang menumpuk di tangan kelompok pemberi upah atau borjuis dalam

mengelola dan menguasai sumber-sumber daya yang terbatas. Sehingga dalam prakteknya

hubungan ketergantungan ini berjalan dengan berat sebelah, karena prinsip para kapitalis yaitu

memaksimalkan keuntungan yang menekankan pada efisiensi dan produktivitas, sehingga buruh

sering dieksploitasi.

Hubungan peruburuhan dalam sistem oousourcing sebagimana yang telah disebutkan diatas

Page 10: outsourcing

sangat merugikan kaum buruh. Penolakan dan terjadinya konflik perbruhan merupakan sebauh

kegagalan poduk hukum dalam menampung dan mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada

mereka. Terjadilah hubungan yang tidak sehat disatu sisi pengusaha diuntungkan dan dilain sisi

buruh dirugikan. Inilah gambaran hubungan buruh dalam sistem outsourcing.

2.1.2. Kedudukan Buruh

Buruh dalam model kerja outsourcing menjadi sosok barang yang diperjualbelikan dengan

harga murah, tidak harus menunggu rongsok dan bisa langsung mengganti dengan barang yang

lain, dengan kualitas yang lebih bagus dan harga yang murah. Buruh adalah alat atau faktor

produksi setelah modal, signifikannya peran buruh sehingga ketidakhadiran buruh, berakibat pada

tidak akan tercipta akumulasi modal (capital). Idealnya buruh ditempatkan ditempat yang layak

dan dihargai dengan nilai yang tinggi, kerena merakalah yang turut langsung menciptakan produk

yang akan dikonsumsi konsumen.

Kanyataannya bahwa buruh selalu dikebiri disubordinatkan dan gerakan-gerakannya

selalu dilemahkan, karena dianggap akan membahayakan pemilik modal. Inilah wajah

kapitaslime, wajah penindasan terhadap hak-hak buruh. Outsourcing adalah model kerja yang

mencederai makna HAM dan Demokrasi. Celia Mather, (2008 : 28) mengungkapkan bahwa

outsourcing mengakibatkan tiga masalah utama yaitu pertama, tersingkirnya buruh dari meja atau

kesepakatan negosiasi; kedua, tidak adanya tanggung jawab hukum perusahaan terhadap buruh;

ketiga berkurangnya buruh tetap sehingga semua buruh masuk kedalam outsourcing, kondisi

buruh dalam ketidakpastian. Menurut Celia Mather (2008 : 37), perusahaan inti melalui kontrator

penyedia jasa memberikan upah yang jauh lebih rendah daripada buruh tetap, mereka terhindar

dari penyediaan tunjangan-tunjangan seperti pensiun, asuransi kesehatan, kematian atau

kecelakaan, sakit dibayar, cuti dibayar, tunjangan melahirkan. Berikut dalam Tabel 1 Gambaran

perbandingan hak buruh tetap (Permanent), dan buruh kontrak (Outsorcing) :

Tabel. 1

Gambaran Perbandingan Hak Buruh Tetap (Permanent)

Page 11: outsourcing

dan Buruh Kontrak (Outsorcing)

Hak-hak Buruh Buruh Tetap Buruh Kontrak

Upah Pokok (UP) Minimal UMK

Tunjangan Masa Kerja (TMK)

UP=UMK+TMK

Hanya UMK

Premi kehadiran Dapat Tidak dapatTunjangan Jabatan Pada posisi tertentu ada Tidak dapatJaminan Sosial Tenaga Kerja

Dapat Tidak dapatJaminan Kecelakaan KerjaJaminan Kematian Jaminan Hari TuaJaminan Kesehatan (Bagi buruh dan Keluarga)

Uang Makan dan Transport

Dapat Tidak dapat (Termasuk di dalam upah pokok)

Hak Cuti:

Tahunan, Haid, dan cuti hamil

Dapat, untuk buruh perempuan yang hamil mendapat cuti 3 bulan dengan dibayar upahnya

Tidak dapat, buruh perempuan ketika hamil diputus kontraknya.

Tunjangan Hari Raya Dapat Tidak DapatPesangon Dapat (dilindungi oleh

Undang-Undang)Tidak Dapat

Kebebasan berserikat Ada dan dapat dijalankan

Buruh takut berserikat karena langsung dapat diputus hubungan kerjanya

Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja

Kolektif melalui PKB Individu yang ditandatangani di awal

Sumber : Position paper KBC (Komite Buruh Cisadane), April 2004, hasil pendataan terhadap 150 perusahaan di Tangerang 2003-2004.

Keberadaan buruh berstatus outsorcing pada gilirannya akan melemahkan perjuangan

kolektif buruh melalui serikat buruh, sebagai elemen pemaksa bagi terpenuhinya hak-hak buruh.

Sebab, buruh outsourcing bergerak sebagai individu yang mengadakan hubungan kerja dengan

perusahaan secara langsung, atau buruh yang disalurkan oleh lembaga outsourcing (jasa penyalur

Page 12: outsourcing

tenaga kerja), kepada perusahaan, para pihak yang terlibat dalam perjanjian dalam hal ini adalah

jasa penyalur tenaga kerja dan perusahaan, sementara buruh outsorcing sendiri berada di bawah

kendali jasa penyalur.

2.2. Indikasi Pengingkaran Hak-Hak Buruh Dalam Sistem Outsourcing

Pengingkaran hak-hak buruh dalam model kerja outsourcing, sebagian telah dijelaskan

dalam pembahasan terdahulu. Indikasi pelanggaran kapitalis (pemilik modal) dapat dilihat dari

laporan Organisai Nirlaba "Global Alliance for Workers and Communities" mengenai kondisi

kerja di sembilan Perusahaan NIKE. Hasil laporan dari wawancara dengan 4.450 buruh, bahwa

terjadi penyiksaan dan perlakuan tidak sewajarnya oleh pekerja kontrak (outsourcing), sejumlah

30 persen buruh mengaku pernah melihat atau mengalami pelecehan atau penyiksaan baik secara

verbal maupun fisik, termasuk pelecehan seksual (Sri Haryani, 2002 : 45). Laporan tersebut

merupakan sebagian kecil dari gambaran bagaimana kondisi buruh dalam sistem outsouring.

Untuk memperjelas mengenai indikasi tersebut disini akan digunakan persfektif alienasi dan nilai

surplus Karl Marx.

2.2.1. Alienasi Buruh Dalam Sistem Outsourcing

Manusia merupakan mahluk produktif yang mampu menggunakan seperangkat

kemampuannya untuk bekerja. Kerja adalah sebuah proses dimana manusia dan alam terlibat

dalam sebuah kegiatan produktif. Manusia mempunyai kemampauan untuk mengatur, memulai,

dan mengontrol reakasi-reaksi material antara dirinya dan alam.

Marx dalam teori alienasi mengungkapkan empat bentuk alienasi, dalam menganalisis

buruh dan perkembangan buruh pada masa kapitalisme awal. Perkembangan kapitalisme dan juga

perangkat-perangkat pendukungnya semakin menguatkan eksploitasi dan ekspansi. Buruh

outsourcing baik secara struktural maupun fungsional teralienasi. Sistem outsourcing yang

melibatkan broker sebagai pihak perantara penyedia buruh, dan juga perusahaan inti yang

memanfaatkan buruh telah melakukan praktek alienasi yang tidak bisa ditolerir. Praktik ini

sesungguhnya mirip "jual beli manusia" (human trafficking) yang dilegalisasi oleh negara.

Page 13: outsourcing

Beberapa indikator dari alienasi buruh dalam sistem kerja outsourcing yaitu, pertama;

buruh kehilangan kesempatan untuk menyalurkan dan mengontrol sendiri hasilnya kerjanya.

Dalam bahasa Marx, buruh teralienasi dari aktivitas produktif, dalam pengertian bahwa buruh

tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka, melainkan mereka bekerja untuk kapitalis

(Ritzer, 2008 : 56)

Buruh dicetak dan dibentuk seperti mesin yang bekerja untuk pemilik mesin. Buruh

kehilangan kreativitas dan kemampuan dasarnya sebagai mahluk produktif untuk mencukupi

kebutuhan sendiri. Mereka telah kehilangan hak-hak untuk menciptakan produk sesuai dengan

keinginan dan untuk kebutuhan mereka sendiri. Outsourcing melanggengkan perangkap terhadap

buruh yang sudah lama terbentuk. Kondisi ini juga didukung dengan kuatnya penguasaan broker

dan perusahaan inti terhadap buruh. Senada dengan gambaran diatas dalam kongres ICEM

menyatakan bahwa kami memandang outsourcing sebagai bentuk dari perbudakan dan

ketidakadilan bagi kemanusiaan (Celia Mather, 2008 : 39).

Kedua, buruh teralienasi dari produk hasil kerja mereka. Buruh tidak memiliki hak untuk

memiliki produk hasil produksi mereka, karena produk tersebut hak milik kapitalis. Asumsi ini

masih dalam satu rangkaian dengan tipe aleinasi yang pertama. Buruh diposisikan sebagai faktor

produksi yang memproduksi barang untuk kepentingan kapitali dan akan mereka jual dipasar.

Sebagai contoh buruh outsourcing di perusahan Nike, tidak dapat serta merta dapat memiliki hasil

dari kerjanya. Meraka bisa memiliknya ketika mereka membeli produk itu dipasar tetapi harganya

tidak bakanlan terjangkau oleh mereka.

Ketiga, buruh teralienasi dari sesama pekerja. Fenomena ini sebenarnya telah lama terjadi,

tetapi dalam kasus kerja outsourcing ada varian lain, tidak seperti yang ditemukan pada

kapitalisme awal, dimana hubungan buruh hanya antara kelas borjuis dan proletar (buruh).

Keterasingan pekerja sesama pekerja outsourcing mencapai pada puncaknya, mereka menjadi

aktor yang harus loyal karena perjanjian outsourcing telah mereka sepakati. Persyarakatan yang

memberatkan pihak buruh sehingga pelanggaran terhadap perjanjian akan mengakibatkan

pemecatan. Struktur yang dibangun benar-benar menjadi kekautan yang menghegemoni buruh

untuk tunduk. Sehingga berimplikasi mereka tidak tidak dapat berinteraksi dengan buruh-buruh

Page 14: outsourcing

yang lain. Selain itu ada juga kecenderungan buruh outsourcing tidak dapat masuk kedalam

serikat-serikat buruh karena waktu kontrak yang terbatas, dan terjadi hambatan untuk merekrut

buruh kedalam serikat buruh yang akan memperjaungkan hak-hak dasar mereka.

Keempat, buruh tealienasi dari kemanusiaan mereka sendiri, hal ini dikarenakan kerja

tidak lagi menjadi transformasi dan pemenuhan sifat dasar manusia. Kondisi ini juga terjadi

dalam sistem kerja outsourcing, regulasi-regulasi yang cukup kuat mencengkram buruh

menjadikan buruh tidak merdeka sepenuhnya. Buruh hanya menerima gaji yang minimum

dengan pengerukan tenaga dan usaha yang maksimum. Outsourcing atau kerja kontrak

memposisikan buruh dalam keadaan yang sangat sulit, tidak mempunyai posisi tawar yang

memadai, sehingga penindasan terhadap hak-hak buruh menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dalam sistem tersebut.

2.2.2. Nilai Surplus Dalam Sistem outsourcing

Buruh outsoursing sangat rentan dengan eksploitasi secara besar-besaran oleh pemilik

modal atau kapitalisme. Sistem outsourcing mengakibatkan buruh bena-benar berada pada titik

kulminasi, tidak mampu berbuat apapun demikian juga untuk membela hak-haknya. Penerapan

outsourcing yang dilegalkan dengan adanya undang-udang memberikan landasan hukum

dibolehkannya praktek pengingkaran terhadap hak-hak buruh oleh negara.

Kerja buruh seharusnya di nilai dengan harga dan bayaran yang seimbang. Idealnya begitu

yang diharapkan oleh buruh baik secara personal maupun dalam gerakan kolektif srikat buruh.

Tuntutan akan pemenuhan hak-hak dasar menjadi agenda utama dalam setiap aksi-aksi serikat

buruh. Walaupun demikian tuntutan itu belum terwujud hingga saat ini.

Salah satu tujuan outsourcing yaitu untuk efisiensi dan mengurangi biaya produksi. Nilai

surplus merupakan keuntungan yang telah dipersiapkan atau sudah direkayasa dalam sistem

outsouricing melalui perjanjian kerja. Ada kepentingan pemilik modal yang mendominasi dalam

mekanisme tersebut. Menarik lebih jauh bahwa dibalik semua proses ini adalah wujud dari

ketergantungan negara berkembang (satelit) terhadap negara maju (metropolis). Menurut Frank

kapitalisme pada dasarnya ingin mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, kaum kapitalisme

Page 15: outsourcing

dinegara-negara metropolis bekerjasama dengan pejabat pemerintah negara satelit. Akibat dari

kerjasama antara modal asing dan pemerintah muncullah kebijakan-kebijakan pemerintah yang

menguntungakan modal asing dan borjuasi lokal dengan mengorbankan kepentingan rakyat

banyak negara tersebut (Arief Budiman, 2000 : 66).

Nilai surplus yang diungkapkan Marx, mengasumsikan bahwa buruh berada pada posisi

yang dikeruk dan dieksploitasi secara maksimal oleh kapitalis. Buruh di ingkari haknya, dijadikan

mesin yang bekerja patuh dengan batas waktu yang tidak tidak ditentukan. Sebagai contoh dalam

waktu enam jam seorang buruh sudah selesai dan mampu untuk melaksankan kewajiban dasar

kerja mereka, tetapi lebih dari waktunya masih diperas oleh kapitalisme untuk keuntungan

mereka, inilah bentuk dari nilai surplus. Marx menyebut rasio antara kerja yang diperlukan dan

kerja suplus sebagai tingkat nilai surplus atau tingkat pemerasan (Anthony Giddens, 2007 : 61).

Sistem outsourcing merupakan bentuk dari pemerasan terhadap nilai surplus yang

dihasilkan buruh. Pada masa kolonial pengambilan nilai surplus dilakukan dengan perburuhan

yang tidak manusiawi melalui kerja paksa, misal sistem pajak dan penanaman tanaman wajib

bagi para petani, sehingga eksploitasi massal terjadi di berbagai tempat dan kapasitas.

Pada era ini negara memberikan kelonggaran kepada pihak kapitalis untuk

melanggengkan usahanya dengan sistem outsourcing yang dilindungi oleh undang-undang. Lalu

dimanakah peran negara dalam melindungi hak-hak buruh ini menjadi permasalahan lain lagi

dalam bingkai permasalahan perburuhan yang cukup luas. Inilah yang selalu diperjuangkan oleh

serikat-serikat buruh agak keadilan negara didalam memberikan perlindungan dan memberikan

hak-hak rakyat tercapai.

Dalam banyak kasus, kesempatan penulis wawancara dengan salah satu buruh outsouring

perusahaan Transnasional Philips di Batam. Informan merupakan salah satu supervisor di

perushaan tersebut, menurut dia bahwa mereka bekerja dibawah tekanan, dimana tergetan-

targetan harus dicapai secara maksimal. Ketika tergetan tersebut belum tercapai maka dalam

waktu 24 jam mereka harus lembur untuk memproduksi barang yang di tergetkan tersebut, hari

liburpun mereka tetap masuk. dan bahkan ketika tergetan tersebut tercapai, saat pesanan atau

order untuk penjulan dipasar meningkat maka targetan-targetan tersebut semakin di persempit

Page 16: outsourcing

dalam artian mereka harus menyelesaiakan tergartan dalam jangka waktu yang lebih sedikit,

kemudian lebih waktu tersebut di kuras lagi untuk mengerjakan targetan yang berikutnya. Kerja

seperti ini sudah menjadi rutinitas yang kami lakukan, protes-protes tidak pernah dilakukan oleh

karyawan disini (Informan Buruh Outsourcing PT. Philips di Batam)

Inilah gambaran dari banyak kasus yang menimpa buruh, mereka dalam

ketidakberdayaan, kerja dalam tekanan dan kepatuhan yang luar biasa sehingga kesadaran kelas

sulit untuk tumbuh, hal ini karena mereka tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berinterkasi

sesama pekerja apalagi dengan serikat-serikat buruh. Sistem outsoursing adalah modela rekayasa

kerja yang paling menguntungkan pihak kapitalisme. Nilai surplus merupakan salah satu dari

banyak keuntungan yang diambil oleh pihak kapitalisme, melalui perusahaan-perusahaan mereka

yang telah mennyebar dan menjalar keseluruh negara khususnya negara-negara berkembang,

yang sekaligus dijadikan pasar, dan akumulasi modal mengalir keluar yaitu kepihak kapitalis.

Hal ini senada dengan pendapat Paul Baran, bahwa munculnya kekuatan ekonomi asing dalam

bentuk modal kuat dari dunia barat ke negara-negara dunia ketiga, membuat surplus yang terjadi

disana, diambil alih oleh kaum pendatang, melalui berbagai macam cara. Maka yang terjadi di

negara-negara pinggiran bukanlah akumulasi modal melainkan penyusutan modal (Arief

Budiman, 2000 : 58).

BAGIAN AKHIR

3.1. Kesimpulan

Outsourcing merupakan perkembangan dari mekanisme perburuhan di era modern. Sistem kerja

tersebut merupakan penjelmaan dari sifat kapitalisme yaitu ekspansif dan eksploitatif yang telah

menghegemoni negara-nagara berkembang. Model kerja outsourcing merupakan pencederaan dan

pengabaian terhadap hak-hak dasar buruh, oleh pihak kapitalis. Disyahkannya Undang-Undang

No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang memperbolehkan makanisme kerja

outsourcing, merupakan landasan hukum formal bagi penindasan dan penghisapan hak-hak

buruh. Selain itu sistem tersebut sesungguhnya mirip "jual beli manusia" (human trafficking)

Page 17: outsourcing

yang dilegalisasi oleh negara.

Ada beberapa indikator yang ditemui dalam sistem kerja outsourcing

ü Model kerja outsoursing sebagai anak kandung dari kapitalis, sebagai wujud dari pengingkaran

terhadap hak-hak buruh.

ü Model kerja tersebut mengabaikan hak-hak buruh, dalam hubungan, kedudukan, terjadi alienasi

dan pengurusan buruh (nilai surplus).

ü Model kerja outsourcing obnormal, tidak memanusiakan masusia, mencederai hak azasi

manusia (human right).

3.2. Saran

Dengan berbagai anomali-anomali dari model kerja tersebut, sehingga perlunya penguatan

organisasi buruh untuk menghadang laju outsourcing dan menjadikan outsourcing sebagai isu

sentral dalam perjuangan hak-hak buruh.

REFERENSI

Buku :

Budiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. 2000. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Damam, Raharjo. 1987. Kapitalisme Dulu Dan Sekarang. Jakarta. PT. New Aqua Press.

Giddens, Anthony. 2007. Kapitalisme Dan Teori Sosial Modern. Jakarta. UI-PRESS

Haryani, Sri. 2002. Hubungan Industrial Di Indonesia. Yogyakarta. AMP YKPN

Khor, Martin. 2001. Globalisasi Perangkap Negara-Negara Selatan. Yogyakarta. Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.

Mather, Celia. 2008. Menjinakkan Sang Kuda Troya, Perjuangan Serikat Buruh Menghadang Sitem Kontrak/Outsourcing. Jakarta. TURC (Trade Union Right Centre)

Page 18: outsourcing

Priambudi, Komang. 2008. Outsourcing Versus Serikat Kerja. Jakarta. Alihdaya Publishing.

Revrisond, Bawsir. 1999. Kapitalisme Perkoncoan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Ritzer, George dan Douglas J Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta Kencana Prenada Media Group.

Silaban,Rekson. 2009. Reposisi Gerakan Buruh, Peta Jalan Gerakan Buruh Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.

Sudjana, Eggi. 2002. Buruh Menggugat Persfektif Islam. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.

Susetiawan. 2000. Konflik Sosial, Kajian Hubungan Buruh Perusahaan dan Negara Di Indonesia. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Susetiawan. 2009. Pembangunan dan Kesejahteraan Yang Terpasung, Ketidakberdayaan Para Pihak Melawan Konstruksi Neoliberalisme. Jogjakarta. FISIP UGM

Undang-Udang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 2008. Pustaka Widyatama. Yogyakarta

Wibowo, I dan Francis Wahono. 2003. Neoliberalisme. Yogyakarta. Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.

Data Internet dan Jurnal :

Jurnal Analisis dokumentasi hak asasi manusia, Hak ekosob, pasar dan pemerintah. Maret april 2008. ELSAM. Jakarta.

Gambaran Buruh Outsourcing. 2007. Esti Nuringdyah. http//:www.soulfdistortion.wordpress.com/2007. Waktu 1 Januari 2010. Pukul 22.12 Wib.