outline
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan industri telepon genggam yang sangat pesat dalam 10 tahun
terakhir, secara linear ikut mendorong pertumbuhan industri kartu seluler. Sebagai
produk yang dianggap sebagai komplementer bagi teknologi telepon nirkabel,
maka kartu seluler memiliki peran sentral dan berimbang bagi eksistensi telepon
genggam. Hubungan yang terjadi antara kartu seluler dan telepon genggam adalah
bentuk hubungan yang mutual symbiosis, yaitu saling membutuhkan dan saling
mendukung satu sama lain. Tidak heran maka jumlah operator kartu seluler turut
berkembang seiring dengan bertambahnya merek-merek telepon genggam yang
beredar di pasaran.
Banyaknya merek ponsel yang beredar di pasaran, diimbangi juga dengan
banyaknya operator yang menyediakan jaringan seluler. Ada yang bermain pada
aplikasi sistem Global System Mobile (GSM), seperti: Telkomsel, Indosat,
Excelcomindo, dan Hutchinson, dan ada pula yang beroperasi pada teknologi
Code Division Multiple Access (CDMA), seperti: Telkom, Bakrie Telecom,
Sampurna Telemunikasi, dan Mobile-8.
Beragam merek kartu seluler dengan keunggulan masing-masing pun
bertaburan di pasar seluler, di antaranya:
Telkomsel : Halo, Simpati, Kartu As
Excelcomindo : XL
Indosat : Mentari, IM3, IM2, Matrix
1
Telkom : Flexi
Hutchinson : Three (3)
Mobile-8 : FREN
Bakrie Tel. : ESIA
Masing-masing dari produk-produk tersebut menawarkan berbagai fasilitas
untuk memanjakan konsumennya. Beragam pilihan begitu menggoda konsumen,
sehingga tingkat loyalitas terhadap satu merek kartu seluler menjadi begitu rentan.
Program-program promosi digeber di berbagai media, mencoba untuk
menggoyahkan kesetiaan merek konsumen. Stimulus harga dan tarif dirancang
sedemikian rupa sehingga proses peralihan merek terjadi dengan begitu mudah
dan murah. Demikian pula distribusi yang merata di setiap gerai-gerai kecil,
memberikan akses yang sangat mudah bagi konsumen untuk memperoleh kartu
seluler dengan banyak pilihan yang tersedia di setiap etalase gerai.
Masing-masing operator seluler, hampir setiap bulan meluncurkan program-
program promo unggulan yang begitu memikat perhatian. Benak konsumen
dibanjiri dengan gemuruh iklan, sehingga sikap terhadap satu merek menjadi
sangat sulit untuk terbentuk. Banyak daya tarik program promo dari masing-
masing operator seluler menarik untuk dicoba. Terlebih sebagian besar tipologi
konsumen Indonesia memiliki sensitivitas harga yang tinggi. Sedikit saja terdapat
penawaran yang memungkinkan konsumen bisa menghemat beberapa rupiah,
maka sangat besar peluang terjadinya peralihan merek.
Dalam Tabel 1.1 berikut ini memberikan gambaran betapa program-program
promo yang diluncurkan oleh setiap operator seluler dapat menggugah selera dan
2
minat konsumen untuk beralih atau menambah satu merek kartu seluler yang
bersifat temporer atau situasional.
Tabel 1.1 – Program-Program Promo Unggulan Masing-Masing Operator Seluler Pra Bayar Yang Beroperasi Di Indonesia.
3
4
Program-program promo seperti yang digambarkan dalam Tabel 1.1 di atas,
menjadikan konsumen memiliki begitu banyak pilihan untuk mengalihkan
kesetiaannya terhadap satu merek kartu seluler ke merek lainnya. Peralihan ini
bukan hanya terjadi dalam ruang lingkup, dimana si konsumen benar-benar
5
mengganti nomor yang dipakainya, tetapi peralihan disini juga bermakna seorang
konsumen yang menambah nomor selulernya dengan merek lain. Adalah menjadi
kelaziman saat ini seorang konsumen seluler memiliki lebih dari satu nomor
seluler. Peralihan ini bisa terjadi dalam satu operator, namun dengan produk yang
berbeda, misalnya seorang konsumen memiliki dua nomor seluler yang sama-
sama dikeluarkan oleh Telkomsel, seperti Simpati dan Kartu As. Atau bisa juga
seorang konsumen memiliki dua atau lebih nomor dengan operator berbeda,
misalnya satu nomor Simpati (Telkomsel) dan satunya lagi ESIA (Bakrie Tel.),
dengan berbagai pertimbangan dari masing-masing konsumen.
Penulis melihat bahwa fenomena ini justru lebih sering terjadi pada
konsumen dari golongan usia remaja. Minat untuk mencoba sesuatu yang baru
menjadikan golongan konsumen ini sangat rentan loyalitasnya terhadap sebuah
merek kartu seluler. Ditambah dengan sifat golongan konsumen ini yang sebagian
besar tidak memiliki pendapatan sendiri, sehingga sensitifitas terhadap harga kartu
perdana dengan segala gimmick bonusnya, serta penawaran paket tarif hemat,
menjadikan golongan konsumen ini sangat sering melakukan peralihan merek
kartu seluler.
Kelompok umur remaja di kota Pekanbaru, memiliki jumlah populasi yang
cukup signifikan, dan oleh karenanya kelompok ini memiliki peran penting bagi
banyak operator kartu seluler dalam mempertimbangkan penjualan program-
program yang sengaja disegmentasikan kepada kelompok umur remaja ini.
Pada tabel 1.2 dibawah, penulis menyajikan rekapitulasi jumlah populasi
penduduk di kota Pekanbaru menurut data yang penulis sadur dari Badan Pusat
Statistik Pekanbaru, yang dibedakan berdasarkan kelompok usia.
6
Tabel 1.2 – Jumlah Penduduk Pekanbaru Menurut Kelompok Umur
Sebagai kelompok pelanggan yang secara umum tidak memiliki pendapatan
tetap, maka kelompok usia 10-14 dan 15 – 19 tahun merupakan pelanggan yang
paling rendah loyalitasnya., namun pangsa pasarnya cukup besar, yaitu 25% dari
seluruh populasi di kota Pekanbaru. Mereka sangat mudah dipengaruhi oleh
stimulus pemasaran yang dilakukan oleh produsen, sehingga kelompok ini sangat
rentan bagi terjadinya perilaku brand switching, terutama pada produk-produk
yang low involvement seperti kartu seluler prabayar. Biaya peralihan (switching
barrier) yang rendah dari produk kartu seluler, membuat pelanggan remaja tidak
mengalami kesulitan atau membutuhkan pertimbangan yang tinggi untuk
melakukan perpindahan. Sehingga peran atribut produk, promosi, harga, iklan,
pelayanan, dan lain sebagainya dari operator kartu seluler dapat menjadi
7
pendorong bagi kelompok pelanggan remaja untuk melakukan peralihan merek
kartu seluler.
Karakter pelanggan remaja yang cenderung terbuka terhadap hal-hal baru
menjadikannya rentan terhadap perilaku variety seeking, yaitu perilaku yang
cenderung untuk mencoba sesuatu yang baru. Program-program kartu seluler yang
hampir setiap bulan diluncurkan oleh berbagai operator kartu seluler memancing
rasa ingin tahu yang tinggi bagi pelanggan remaja untuk mencobanya, terlebih
biaya untuk mencoba tersebut dapat dikatakan sangat murah.
Karena seringnya kelompok ini mencoba-coba program kartu seluler baru,
maka mereka memiliki pengalaman yang cukup banyak untuk membanding-
bandingkan kelebihan dan kelemahan dari masing-masing merek kartu seluler.
Dari sini maka terdapat kemungkinan terjadinya ketidakpuasan terhadap merek-
merek kartu seluler tertentu. Dari ketidakpuasan tersebut, maka pelanggan pun
semakin terdorong untuk melakukan brand switching untuk mencari merek kartu
seluler yang paling memenuhi kebutuhan dan keinginannya dalam melakukan
komunikasi.
Dari latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud untuk meneliti
seberapa besar keinginan untuk mencoba-coba (variety seeking) dan
ketidakpuasan pelanggan remaja terhadap kartu seluler prabayar, dan penulis
ingin mengukur besar pengaruh keduanya terhadap perilaku brand switching.
Oleha karena itu, penulis memberi judul penelitian ini menjadi, “Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perilaku Brand Switching Pada Konsumen Remaja
Pengguna Kartu Seluler Prabayar Di Pekanbaru”.
8
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis
menjadikan perumusan masalah penelitian menjadi:
1. Apakah faktor variety seeking dan ketidakpuasan berpengaruh signifikan
terhadap perilaku brand switching pada konsumen remaja pengguna
kartu seluler prabayar di Pekanbaru?
2. Faktor apakah yang paling berpengaruh signifikan terhadap perilaku
brand switching pada konsumen remaja pengguna kartu seluler prabayar
di Pekanbaru?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah faktor variety seeking dan
ketidakpuasan berpengaruh signifikan terhadap perilaku brand switching
pada konsumen remaja pengguna kartu seluler prabayar di Pekanbaru.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor manakah yang paling
berpengaruh signifikan terhadap perilaku brand switching pada
konsumen remaja pengguna kartu seluler prabayar di Pekanbaru.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis
Merupakan syarat akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi,
jurusan Manajemen Pemasaran di Universitas Riau, Pekanbaru.
2. Bagi perusahaan operator kartu seluler
9
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
berharga bagi perusahaan/vendor kartu seluler, berdasarkan bukti
empirik untuk mengetahui bagaimana perilaku konsumen dan faktor-
faktor penyebab terjadinya peralihan merek oleh konsumen.
3. Bagi pihak lain
Sebagai tambahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan yang
membutuhkan hasil penelitian ini, dan dapat digunakan sebagai dasar
bagi penelitian selanjutnya.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : Bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II : Bab ini berisi uraian mengenai landasan-landasan teori yang
relevan dengan pembahasan variabel penelitian.
BAB III : Dalam bab ini, berisi objek penelitian, jenis dan sumber data,
populasi dan sampel, pengukuran serta teknik analisis data.
BAB IV : Dalam bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum
penelitian.
BAB V : Dalam bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian dan
pembahasan yang akan menguraikan secara kuantitatif aspek-
aspek consideration set size dan brand switching.
BAB VI : Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang merupakan intisari dari
bab-bab sebelumnya.
10
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. TELAAH PUSTAKA
1. Perilaku Konsumen
Menurut American Marketing Association, perilaku konsumen diartikan
sebagai interaksi yang dinamis antara kesadaran (cognition), perilaku dan
peristiwa lingkungan dimana manusia melakukan aspek pertukaran tentang
pengalaman kehidupan mereka.
Engel berpendapat bahwa perilaku konsumen diartikan sebagai tindakan
yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan
mengikuti tindakan ini. (James F. Engel & Roger D. Blackwell & Paul W.
Miniard, 1994).
Karena perilaku konsumen sangat mempengaruhi kelangsungan hidup
sebuah produk, maka Dharmesta (1993) mengatakan bahwa tujuan dari
perusahaan adalah untuk menciptakan dan mempertahankan konsumennya agar
kelangsungan hidup produknya dapat dipelihara seiring dengan loyalitas
konsumen terhadap merek produk dari sebuah perusahaan.
Pemahaman terhadap respon yang diberikan konsumen, dengan demikian
memiliki arti penting bagi perusahaan dalam menentukan arah kebijakan sebuah
produk yang akan dikeluarkannya.
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti yang digambarkan
dalam Gambar 2.1 berikut ini:
11
Gambar 2.1 - Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Phillip Kottler dan Armstrong (2001) menggambarkan model perilaku
konsumen yang merupakan hasil pengaruh stimulus dan faktor-faktor seperti yang
terdapat dalam bagan faktor-faktor diatas.
Gambar 2.2. Model Perilaku Konsumen Kottler & Armstrong
Sumber: Kottler & Armstrong (2001)
Faktor Kebudayaan
12
Kebudayaan dikatakan memiliki pengaruh yang paling luas dan paling
mendalam terhadap perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran
yang dimainkan oleh kultur, sub-kultur, dan kelas sosial pembeli.
Kultur, adalah proses penyerapan nilai, persepsi, preferensi, dan
perilaku lingkungan di sekitar konsumen. Kultur adalah faktor penentu
paling pokok dari perilaku seseorang.
Sub-kultur, adalah derivasi atau turunan dari kultur yang lebih besar,
misalnya suku-suku yang merupakan bagian dari kultur Nusantara.
Masing-masing sub-kultur memiliki nilai, persepsi, preferensi, dan
perilaku unik yang oleh pemasar dapat disegmentasikan berdasarkan
homogenitasnya masing-masing.
Kelas sosial, adalah susunan yang relatif permanen dan teratur dalam
suatu masyarakat yang memiliki nilai, minat, dan perilaku yang sama.
Pengukuran kelas sosial dilakukan dari melihat perspekstif pendapatan,
pekerjaan, pendidikan, kekayaan, dan lain-lain.
Faktor Sosial
Kelompok-kelompok kecil seperti keluarga, peran dan status sosial
konsumen akan mempengaruhi perilaku konsumen. Faktor-faktor ini
akan mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap suatu tawaran
produk barang dan jasa.
Kelompok, dimana akan mempengaruhi perilaku seseorang. Kelompok
yang berpengaruh langsung kepada seseorang yang menjadi anggota
kelompok tersebut disebut sebagai kelompok keanggotaan. Ada juga
yang disebut sebagai kolompok primer, dimana anggotanya berinterakasi
13
secara tidak formal, seperti keluarga, pertemanan, dan sebagainya. Lalu
ada kelompok sekunder, yaitu seseorang yang menjadi anggota
kelompok tersebut berinteraksi secara formal namun tidak secara reguler
(hanya sesekali), seperti organisasi.
Kelompok rujukan adalah kelompok yang merupakan titik
perbandingan yang menjadi acuan bagi terbentuknya perilaku seseorang.
Kelompok ini akan mempengaruhi seseorang dalam hal perilaku dan
gaya hidup.
Keluarga, yang merupakan satuan unit masyarakat terkecil. Keluarga
memiliki peran dalam mempengaruhi perilaku seseorang dalam setiap
keputusan pembelian yang akan diambil.
Peran dan status, yang menentukan posisi seseorang dalam
kelompoknya. Tiap peran membawa status yang mencerminkan
penghargaan dari masyarakat.
Faktor Personal
Keputusan pembelian seseorang dipengaruhi pula karakteristik
pribadinya, seperti umur, jabatan, keadaan ekonomi, gaya hidup,
kepribadian, dan konsep diri.
Usia dan tahap daur hidup. Kebutuhan hidup seseorang akan berubah
jenis dan jumlahnya seiring dengan pertambahan usia dan tahap daur
hidupnya. Perubahan ini merupakan dinamika bagi pemasar untuk
mengetahui jenis-jenis kebutuhan sesuai dengan usia konsumen
sasarannya.
14
Pekerjaan. Kebutuhan konsumen disesuaikan dengan pekerjaan dan
jabatan yang mereka miliki, sehingga pemasar sangat berkepentingan
untuk memahami kebutuhan konsumen sesuai dengan jenis pekerjaan
dan jabatan konsumen.
Keadaan ekonomi. Kebutuhan dan keinginan konsumen akan selalu
disesuaikan dengan tingkat pendapatan yang mereka miliki. Dalam hal
ini pemasar harus jeli mengklasifikasikan besaran pendapatan untuk
setiap konsumen sasarannya, agar produk yang ditawarkan dapat diserap
oleh daya beli konsumen.
Gaya hidup. Setiap konsumen mungkin akan memiliki gaya hidup
berbeda sesuai dengan asal kultur, kelas sosial, dan keadaan
ekonominya. Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupannya
yang tercermin dalam setiap minat, aktifitas dan pendapatnya terhadap
suatu fenomena sosial.
Kepibadian dan konsep diri. Tiap orang mempunyai kepribadian yang
unik yang akan mempengaruhi perilakunya. Kepribadian ini mengacu
kepada karakteristik psikologis yang menimbulkan tanggapan beragam
dari setiap individu.
Faktor Psikologis
Pilihan faktor psikologis yang utama adalah:
Motivasi. Kebanyakan dari kebutuhan yang ada tidak cukup kuat untuk
memotivasi seseorang untuk membuat sebuah keputusan. Suatu
kebutuhan akan berubah menjadi motif apabila kebutuhan tersebut telah
15
mencapai tingkat tertentu. Motif adalah suatu kebutuhan yang cukup
menekan seseorang untuk mengejar kepuasan.
Persepsi. Phillip Kotller mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana
individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan masukan informasi
untuk menciptakan suatu gambaran berarti mengenai dunia. Setiap orang
akan memberikan persepsi yang berbeda terhadap rangsangan yang
sama, disebabkan oleh tiga hal di bawah ini:
o Perhatian yang selektif
Artinya, rangsanganyang diberikan harus dapat menarik perhatian
konsumen, dimana pesan yang disampaikan akan hilang dari benak
apabila pesan tersebut tidak menonjol atau dominan mengelilingi
konsumen.
o Gangguan yang selektif
Konsumen akan menyesuaikan informasi yang diterimanya ke dalam
pemahaman pribadinya. Konsepsi dan pengetahuan yang telah ada
pada diri konsumen yang akan melakukan penafsiran atas setiap
informasi yang masuk.
o Mengingat kembali yang selektif
Artinya, konsumen mengingat kembali informasi-informasi yang
menjelaskan keunggulan suatu produk dan melupakan apa yang
dikatakan oleh pesaing.
16
Proses belajar. Proses ini menjelaskan perubahan dalam perilaku
seseorang yang timbul dari pengalaman dan kebanyakan perilaku
manusia merupakan buah dari hasil proses belajar.
Kepercayaan dan sikap. Kepercayaan adalah suatu pemikiran
deskriptif yang dimiliki seseorang tentang sesuatu. Sedangkan sikap
adalah pengorganisasian dari motivasi, emosional, persepsi dan proses
kognitif terhadap suatu hal. Dapat pula dikatakan bahwa sikap
merupakan cara berpikir, merasa dan bertindak sesuai dengan keyakinan
yang menjadi nilai bagi dirinya. Sikap dapat dikelompokkan dalam tiga
komponen, yaitu:
o Komponen kognitif
Terdiri dari kepercayaan konsumen dan pengetahuannya mengenai
suatu objek. Semakin positif kepercayaan yang dimiliki, maka
semakin kuat dukungan dari sisi kognitifnya.
o Komponen afektif
Komponen ini merupakan reaksi emosional sebagai reaksi konsumen
terhadap suatu hal. Reaksi ini dapat menjadi negatif, dalam bentuk
menolak suatu tawaran produk, atau bisa menjadi positif dalam
bentuk menyukai dan menerima suatu tawaran produk.
o Komponen perilaku
Merupakan respon atau tanggapan dari seseorang terhadap objek atau
suatu aktifitas.
17
Sebelum melakukan keputusan pembelian, biasanya konsumen akan
melewati terlebih dahulu tahapan-tahapan pembelian. Tahapan pembelian ini
populer disebut sebagai 5 tahap pembelian yaitu:
Gambar 2.3 - 5 Tahap Pembelian Konsumen
Sumber: Phillip Kottler (2000)
1) Identifikasi masalah, yaitu tahap dimana konsumen menyadari adanya
masalah atau kebutuhan.
2) Pencarian informasi, yaitu tahap dimana konsumen akan berusaha untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkannya untuk memuaskan
keingintahuannya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yang akan
dikonsumsinya.
3) Melakukan evaluasi terhadap alternatif, yaitu tahap dimana konsumen
memroses informasi yang telah diperolehnya, dengan cara memilah-milah
yang paling sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.
4) Keputusan pembelian, berdasarkan hasil evaluasi alternatif yang telah
dilakukan. Keputusan ini dapat berupa tindakan membeli atau tidak membeli.
Keputusan untuk membeli dalam hal ini termasuk untuk memutuskan merek,
toko dan cara pembayaran yang paling dapat memenuhi keinginannya.
5) Evaluasi pasca pembelian, dimana konsumen akan menilai sejauh mana
barang dan jasa yang dibelinya dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
18
Mengidentifikasi
kebutuhan
Mencari alternatif pilihan
Evaluasi pilihan-pilihan
Membeli atau tidak membeli
PerilakuPasca
pembelian
2. Tipe-Tipe Perilaku Konsumen
Pengambilan keputusan oleh konsumen akan berbeda menurut jenis
keputusan pembelian. Aasael membedakan empat tipe perilaku konsumen
berdasarkan kepada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara
merek. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam Gambar 2.4 berikut ini:
Gambar 2.4 - Tipe-Tipe Perilaku Konsumen
Complex Buying Behavior adalah perilaku pembeli yang rumit,
membutuhkan petimbangan dan keterlibatan yang tinggi, dengan menyadari
perbedaan-perbedaan yang bervariasi dan jelas dari sekian merek. Biasanya
dilakukan ketika akan memutuskan pembelian terhadap produk-produk yang
mahal, beresiko atau dapat mencerminkan pencitraan diri pembelinya. Contohnya
adalah membeli mobil, rumah, jam tangan eksklusif,, telepon genggam premium,
dan lain-lain. Karakter pembeli ini biasanya sangat ingin mencari tahu informasi
sebanyak-banyaknya mengenai merek produk yang akan dibelinya.
Dissonance Reducing Buying Behavior adalah perilaku pembeli yang
termasuk dalam high involvement dimana membutuhkan keterlibatan tinggi dari
konsumen dengan menyadari bahwa terdapat hanya terdapat sedikit perbedaan di
antara merek-merek yang menjadi alternatif pilihan. Biasanya dilakukan untuk
pembelian barang yang mahal, beresiko, namun keputusannya relatif lebih cepat
19
sebab tidak banyak perbedaan di antara merek-merek yang ada. Contoh produk
untuk tipe ini adalah telepon genggam kelas pemula dan menengah, keramik, TV,
radio dan lain-lain. Karakter pembeli pada tipe ini adalah mereka yang responsif
terhadap harga atau yang dapat memberikan kenyamanan.
Habitual Buying Behavior termasuk pada kategori low involvement dimana
keterlibatan konsumen dalam melakukan pertimbangan adalah rendah, dan
cenderung membeli produk hanya berdasarkan kebiasaan, dan bukan terikat
kepada merek tertentu. Setelah pembelian pun mereka tidak akan melakukan
evaluasi purna beli, karena mereka merasa telah mengenal produk dan telah
melakukan pembelian yang berulang. Contoh produk pada tipe ini adalah
pembelian gula, deterjer, air mineral, dan lain sebagainya.
Variety Seeking Buying Behavior juga termasuk ke dalam kategori low
involvement, dimana tujuan konsumen dalam membeli adalah untuk keragaman
dan bukan untuk kepuasan. Sehingga merek merupakan hal yang mutlak dan
ketersediaan produknya di pasar juga akan sangat berpengaruh signifikan, sebab
konsumen dapat dengan mudah beralih ke merek lain. Biasanya produk-produk
pada tipe ini adalah dari jenis yang berharga murah dan sering dibeli oleh
konsumen.
Menurut Kahn, Kalwan dan Monson (1986), variety seeking adalah perilaku
konsumen untuk mencari keberagaman merek produk yang ingin dibelinya.
Perilaku dapat ini muncul akibat pengalaman masa lalu terhadap suatu merek dan
variasi penawaran yang banyak tersedia di pasaran, lalu konsumen melakukan
pencarian informasi untuk menentukan alternatif-alternatif pilihan yang paling
mungkin untuk dilakukannya.
20
3. Proses Pembelajaran Dari Pengalaman Masa Lalu
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan-perubahan perilaku yang
terjadi sebagai hasil akibat adanya pengalaman. Perubahan-perubahan yang terjadi
dapat bersifat permanen maupun temporer. Hasil pembelajaran akan memberikan
tanggapan tertentu dari konsumen sesuai dengan bentuk rangsangan yang
diterimanya. Perilaku yang dipelajari tidak hanya menyangkut perilaku yang
tampak, tetapi juga yang tidak tampak, seperti sikap, kepribadian, dan faktor
lainnya.
Proses pembelajaran bagi konsumen terjadi pada pasca pembelian, yaitu
ketika konsumen akan menanggapi rangsangan yang diterimanya dari produk
yang dikonsumsi tersebut. Tanggapan ini bisa positif apabila rangsangan yang
dirasakannya mampu memenuhi atau melampaui harapannya, dan sebaliknya akan
berbalik negatif apabila rangsangan yang diterima tidak sesuai dengan
harapannya.
Tanggapan dan persepsi konsumen sangat dipengaruhi oleh pengalamannya
di masa lalu. Apabila konsumen merasa puas, maka tanggapannya akan diperkuat
secara positif dan ada kecenderungan tanggapan tersebut akan berulang dengan
cara mengkonsumsinya kembali. Tetapi apabila konsumen merasa tidak puas,
maka tanggapannya akan melemah, dan cenderung untuk melakukan pencarian
alternatif merek yang lebih mampu untuk memenuhi harapannya. Jadi, dalam
setiap pembelian konsumen akan selalu mempelajari sesuatu.
4. Pengetahuan Konsumen
21
Pengetahuan konsumen merupakan salah satu pembahasan teori perilaku
konsumen mengenai perbedaan individu. Pengetahuan adalah segala informasi
yang tersimpan di dalam ingatan seseorang (Setiadi, 2004).
Dalam ilmu perilaku konsumen, pengetahuan dapat dibedakan menjadi:
1) Pengetahuan episodik
Pengetahuan yang dibatasi oleh lintasan waktu. Contohnya adalah
pengetahuan mengenai kapan terakhir seorang konsumen mengonsumsi
atau membeli mobil.
2) Pengetahuan semantik
Pengetahuan yang digeneralisasikan yang memberi arti bagi seseorang.
Contohnya adalah stigma bahwa wanita adalah tipe pembelanja yang
boros.
3) Pengetahuan prosedural
Mengacu kepada pengertian bagaimana sebuah fakta digunakan, yang
biasanya berbentuk pengukuran-pengukuran ilmiah, baik statistik
ataupun matematis. Contohnya adalah tagline iklan yang secara
bombastis mengklaim bahwa 7 dari 10 wanita menggunakan produk
sampo merek tertentu.
Sedangkan pengetahuan (knowledge) itu sendiri dikategorikan menjadi:
1) Product knowledge
Adalah analisis konsumen akan kesadarannya (awareness) terhadap
merek dan citra sebuah produk.
2) Purchase knowledge
22
Adalah pengetahuan non teknis produk, yaitu mengenai kapan dan
dimana pembelian produk dilakukan.
3) Usage knowledge
Pengetahuan mengenai bagaimana sebaiknya suatu produk digunakan
sehingga fungsi produk dan daya tahannya dapat optimal.
5. Pencarian Informasi Produk Oleh Konsumen
Proses pencarian ini merupakan tahap kedua dari proses pembelian lima
tahap, yang bertujuan untuk mencari sumber-sumber informasi mengenai suatu
merek produk, dan melakukan penilaian atas informasi tersebut. Pencarian
informasi dapat bersifat aktif atau pasif, serta internal atau eksternal.
Pencarian aktif, berupa kunjungan ke satu atau beberapa gerai (retailer)
untuk melihat langsung fisik produk dan melakukan perbandingan-perbandingan.
Pencarian pasif, berupa mencari informasi dengan memanfaatkan iklan dari
media. Proses ini biasanya merupakan awal proses pencarian informasi
konsumen, dimana ia akan berusaha mendapatkan terlebih dahulu informasi awal,
berupa penjelasan fitur produk, harga, dan lokasi pembelian.
Pencarian internal, berasal dari komunikasi antar individu (interpersonal
communication), dimana rekan komunikasi tersebut kemungkinan besar akan
memberikan pengaruh kepada konsumen. Word of mouth dapat dikategorikan
dalam pencarian internal.
Pencarian eksternal, adalah pencarian informasi yang diperoleh dari media
massa dan dari aktifitas pemasaran perusahaan, seperti publikasi, launching, iklan,
pameran, agen, retailer, dan lain-lain.
23
Proses pencarian informasi tidak hanya menyangkut pada masalah produk,
namun juga melibatkan informasi mengenai lokasi pembelian, purna jual, harga,
cara pembayaran, dan lain-lain, yang merupakan faktor penilaian konsumen yang
diperolehnya dari proses pencarian informasi.
6. Variety Seeking
Kebutuhan untuk mencari variasi adalah perilaku konsumen untuk
melepaskan suatu kejenuhan karena keterlibatan rendah pada produk. Perilaku ini
dicirikan dengan sedikitnya pencarian informasi dan pertimbangan alternatif atau
pilihan. Konsep variety seeking sering terjadi pada convenience goods, dan jarang
terjadi pada kategori produk shooping dan specialty (Howard, dalam Mayasari,
2005:21). Variety seeking adalah komitmen secara sadar untuk membeli merek
lain karena terdorong untuk terlibat atau mencoba hal baru, rasa ingin tahu
terhadap hal baru, novelty (kesenangan baru), atau untuk mengatasi masalah
kejenuhan terhadap hal yang lama atau biasanya (Peter & Olson, 2000, dan
Setyaningrum, 2005:7).
Beberapa tipe konsumen yang mencari variasi adalah sebagai berikut
(Schiffman dan Kanuk, 2007:115):
a) Perilaku pembelian yang bersifat penyelidikan (exploratory purchase
behavior), merupakan keputusan perpindahan merek untuk mendapatkan
pengalaman baru dan kemungkinan alternatif yang lebih baik.
b) Penyelidikan pengalaman orang lain (vicarious exploration), konsumen
mencari informasi mengenai suatu produk yang baru atau alternatif yang
berbeda, kemudian mencoba menggunakannya.
24
c) Keinovatifan pemakaian, konsumen telah menggunakan atau
mengadopsi suatu produk dengan produk yang lebih baru dengan
teknologi yang lebih tinggi, seperti pada produk elektronik yang model
dan fungsinya sering mengalami perubahan.
Hoyer dan Ridgway dalam Setyaningrum (2005:8) mengemukakan suatu
model tentang exploratory purchase behavior yang digambarkan dalam gambar
berikut ini:
25
Gambar 2.5 - Model Teoritikal Exploratory Purchase Behavior
26
Pada gambar 2.5 diatas menjelaskan mengenai 5 faktor utama yang
menyebabkan konsumen melakukan eksplorasi pembelian. Kelima faktor tersebut
adalah variety seeking, strategi keputusan, faktor-faktor situasional normatif dan
ketidakpuasan pada produk/merek sebelumnya, serta strategi pemecahan masalah.
Variety seeking merupakan faktor yang paling dominan dalam memengaruhi
konsumen untuk melakukan eksplorasi pembelian.
Karakter dogmatis, otoriter, tidak memiliki motivasi untuk berubah, tidak
memiliki keinginan untuk menjadi unik, dan tidak berani mengambil resiko dapat
menghambat individu untuk mencari variasi.
Demikian pula jika karakteristik produk sedikit alternatif mereknya, waktu
antar pembelian relatif lama, keterlibatan tinggi, perbedaan antar merek tinggi,
dan loyalitas merek yang tinggi, juga dapat menghalangi seseorang untuk
melakukan pencarian variasi.
Ketika individu tidak puas dan ia juga merupakan tipikal konsumen yang
suka mencari variasi, maka ia akan lebih termotivasi untuk berpindah merek. Hal
ini akan lebih mudah terjadi pada produk low involvement , dimana switching
barriernya rendah bagi konsumen tersebut. Pada produk jenis ini, konsumen tidak
banyak mencari informasi dan hanya melakukan evaluasi alternatif yang terbatas,
sehingga ada kemungkinan variety seeking akan memoderasi hubungan
ketidakpuasan konsumen dengan keputusan perpindahan merek.
7. Consideration Set Size
Peter & Olson (2000) mendefinisikan consideration set size atau yang
disebut sebagai seperangkat pertimbangan ini sebagai kumpulan dari semua
27
kemungkinan merek yang dievaluasi konsumen secara serius ketika membuat
keputusan pembelian, memasukkan merek yang sudah familiar dalam
membangkitkan perangkat dan merek-merek yang ditemukan secara sengaja
(dengan mencari informasi) ataupun yang tidak disengaja. Dari definisi tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa varian merek yang dipertimbangkan oleh
konsumen dapat muncul dari:
a. Merek-merek yang sudah familiar digunakan (berasal prior experience
dan product knowledge)
b. Merek yang ditemukan secara sengaja (dari proses information search)
c. Merek yang ditemukan secara tidak sengaja
Sementara Nenungadi (1990) mendefinisikan consideration set sebagai
kumpulan merek yang dibeli berdasarkan ingatan pada saat pemilihan secara teliti.
Kesimpulan yang relatif sama juga dikemukakan oleh Kardes (1993) yang hanya
mendefinisikan consideration set sebagai sekumpulan merek yang memang telah
ada dalam ingatan.
Semakin banyak merek yang dipertimbangkan maka konsumen cenderung
semakin kesulitan untuk membuat keputusan pembelian berdasarkan informasi
yang ada di dalam ingatannya saja. Oleh karena itu Menon & Kahn (1995)
mengatakan bahwa untuk memberikan dorongan keyakinan psikologis pada
konsumen sebelum mengambil keputusan pembelian, ia membutuhkan informasi
eksternal agar dapat memuaskan keingintahuannya. Hal inilah yang menyebabkan
faktor pencarian informasi juga menjadi faktor penting dalam pembentukan
consideration set size.
28
8. Brand Switching
Sebagai akibat dari perilaku variety seeking yang dilakukan, maka
konsumen cenderung untuk beralih (brand switching) dari merek yang satu ke
merek yang lain, yang disebabkan oleh keberagaman merek yang ditawarkan
pasar untuk suatu item yang diinginkannya (Menon & Khan, 1995).
Penyebab lain brand switching dapat disebabkan karena konsumen merasa
mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan pada merek produk
sebelumnya, dan ketidaktahuan konsumen akan merek produk tersebut. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan oleh Keaveney (1995) dalam penelitiannya yang
mengatakan bahwa kebanyakan perilaku beralih merek dalam industri jasa
disebabkan oleh ketidaktahuan konsumen dan juga harga yang ditawarkan.
Penilaian konsumen terhadap merek dapat juga timbul dari variabel
pengalaman konsumen pada merek produk sebelumnya. Pengalaman itu
melahirkan pembelajaran yang mendorong sikap emosional terhadap suatu merek
tertentu.
Hal tersebut sejalan dengan penjelasan teori yang disampaikan oleh Beatty,
Kahle dan Homer yang dikutip di dalam hasil penelitian Dharmesta (1999), yang
mengatakan bahwa komitmen merek dapat didefinisikan sebagai kesertaan
emosional atau perasaan. Ketidakpuasan emosional konsumen dari pengalaman
terdahulu atas suatu merek produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik
untuk mencari merek lain di luar merek yang biasanya. Pencarian ini dapat
dilakukan dengan cara mengeksplorasi informasi dari berbagai media cetak,
elektronik ataupun interpersonal.
29
9. Brand Switchers (Konsumen Yang Berpindah Merek)
Chinho Lin, dkk (2000:283) mendefinisikan brand switcher sebagai
sejumlah pembeli atau konsumen yang akan beralih merek ke merek lain, paling
tidak pada saat mereka menentukan pilihannya yang terkini.
Gambar 2.6 - Market Structure Of Repeat Purchasing
And Brand Switching
Pada gambar diatas, menjelaskan bahwa kesetiaan konsumen terhadap
merek tertentu dengan berhubungan dengan karakteristik konsumen yang hanya
ingin membeli satu merek. Kelompok inilah yang disebut sebagai brand loyal
customers. Konsumen yang tidak loyal terhadap satu merek tertentu,
dikategorikan sebagai potential switchers, dimana kelompok ini cenderung tidak
terikat pada satu merek, dan mereka dapat segera beralih merek apabila
mendapatkan rangsangan pemasaran, ketidakpuasan maupun hanya sekedar untuk
Brand Switchers
Potensial Switchers
Loyal Customer
Brand Switcher
Loyal Customer
Potential Switcher
Sumber: Chinho Lin, 2000:283
30
mencoba sesuatu yang baru. Sedangkan pada lingkaran ketiga adalah kelompok
yang telah melakukan peralihan merek.
10. Kepuasan Dan Ketidakpuasan Konsumen
Kepuasan adalan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara kinerja yang dipikirkan kinerja yang diharapkan.
Sedangkan ketidakpuasan terjadi apabila kinerja suatu produk tidak sesuai dengan
persepsi dan harapan konsumen (Kotler dan Keller, 2007:177). Kepuasan
merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja
bekerja dibawah harapan maka pelanggan akan merasa tidak puas. Sebaliknya jika
kinerja bekerja melebihi harapan, maka pelanggan akan merasa puas. Kepuasan
dan ketidakpuasan didapatkan dari hasil pengalaman mengonsumsi barang atau
jasa tertentu sebelumnya. Salah satu model yang menunjukkan kepuasan dan
ketidakpuasan pelanggan dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.7 - Model Kepuasan Dan Ketidakpuasan Konsumen
Sumber: Mowen & Minor, 2000:90
Product Usage Consumption
Expectancy Confirmation Product PerfomanceExpectation of product performance
Emotional response Atribution of causesEvaluation of exchange quality
Customer’s satisfaction or dissatisfaction
31
11. Loyalitas
Loyalitas dapat didefinisikan sebagai seperangkat perilaku mendalam yang
mampu menciptakan penjualan, pembelian, pembelian ulang, dan pembelian
terhadap produk-produk lain dari produsen atau merek yang sama, dan
merekomendasikannya kepada orang lain (Newell, 2000).
Dari segi definisi, Mowen dan Minor (1998), loyalitas diartikan sebagai
kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap suatu merek,
memiliki komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan
pembeliannya di masa datang.
Dalam literatur-literatur pemasaran menyatakan bahwa loyalitas dapat
dipahami dari dua dimensi sebagai berikut:
1) Loyalty is behavioral, artinya loyalitas dapat dipahami sebagai konsep
yang menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian,
profitabilitas pembelian (Dick & Basu, 1994). Pendekatan ini sering
disebut sebagai pendekatan perilaku (behaviorial approach).
2) Loyalty is attitude, artinya loyalitas dipahami sebagai komitmen
psikologis pelanggan terhadap objek tertentu (Dharmesta, 1999).
Pemahaman ini serring disebut sebagai pendekatan attitudinal
(attitudinal approach).
12. Tahap Perkembangan Loyalitas
Kepuasan konsumen dalam jangka panjang akan mampu menciptakan
loyalitas, yang berkembang melalui empat tahap, yaitu tahap koginitif, afektif,
konatif dan tindakan. Proses tersebut berlangsung secara sistematik, artinya
32
konsumen akan loyal lebih dahulu kepada sisi kognitifnya, baru kemudian kepada
tahap afektif, konatif dan tindakan (Dharmesta dan Oliver, 1999). Penjelasan
keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut:
a. Loyalitas kognitif
Di tahap ini, konsumen menggunakan basis informasi yang menunjuk
kepada satu merek tertentu di atas merek lainnya. Karena loyalitas hanya
didasarkan kepada kognisi (pemikiran) saja, maka tahapan ini dirasakan
belum dapat dikatakan sebagai loyalitas konsumen yang sebenarnya.
b. Loyalitas afektif
Unsur perasaan atau emosional terlibat di dalam tahap ini. Loyalitas
muncul sebagai akibat dorongan faktor kepuasan, sebab perasaan puas
akan mendorong kepada perilaku membeli ulang di masa mendatang.
Namun demikian, loyalitas afektif dipandang hanya sebagai awal dari
indikator sebuah kesetiaan, namun posisinya telah lebih kuat dari
loyalitas kognitif, sebab emosional konsumen telah merasuk ke dalam
benak konsumen, sehingga akan lebih sulit untuk dilunturkan.
c. Loyalitas konatif
Loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup
komitmen mendalam untuk melakukan pembelian, karena telah
menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu untuk
mencapai tujuan. Komitmen seperti ini sudah melampaui afek. Afek
hanya menunjukkan kecenderungan motivasional, sedangkan komitmen
melakukan menunjukkan suatu keinginan untuk menjalankan tindakan.
33
d. Loyalitas tindakan
Aspek konatif atau niat untuk melakukan adalah kondisi yang mengarah
pada kesiapan bertindak dan pada keinginan untuk mengatasi hambatan
untuk mencapai tindakan tersebut. Artinya, tindakan merupakan hasil
pertemuan antara dua kondisi tersebut. Apabila loyalitas telah sampai
pada tahapan ini, maka dapat dikatakan bahwa inilah wujud dari
loyalitas konsumen yang sebenarnya.
Perilaku setelah pembelian merupakan tahap evaluasi pasca pembelian,
dimana pada tahap ini konsumen menilai kembali kualitas pelayanan yang
diterimanya, baik yang memuaskan maupun yang tidak memuaskan. Konsumen
yang puas akan melakukan tindakan pasca pembelian, yang dapat berupa
pembelian ulang, pembentukan loyalitas, dan menyebarluaskan kepada orang lain
(word of mouth). Sebaliknya, konsumen yang tidak puas akan melakukan
peralihan (switching) dan menyebarkan berita negatif kepada orang lain atas
pengalamannya yang tidak menyenangkan atau tidak memuaskan dirinya.
Gambar 2.8. Bentuk Tindakan Pasca Pembelian
Sumber: Kurtz & Clow (1998)
34
Pasca Pembelian
Re-purchase
Negative word of mouth
Switching
Positive word of mouth
LoyaltyPuas
Tidak puas
Untuk mencapai kepada tingkatan tertinggi dari loyalitas pelanggan, maka
proses yang dilalui secara sistematis, menurut Kotler, adalah:
1) Kesadaran (awareness)
Tahap ini merupakan pembentukan kesadaran konsumen untuk
memosisikan produk yang ditawarkan perusahaan sebagai rangsangan
untuk melakukan tindakan pembelian.
2) Pembelian awal (initial purchase)
Adalah langkah terpenting yang harus diperhatikan oleh perusahaan agar
konsumen mendapatkan kesan pertama yang baik.
3) Evaluasi pasca pembelian (post purchase evaluation)
Setelah melakukan pembelian, konsumen akan menilai kembali
kepantasan pengorbanan yang dikeluarkannya, dengan pemenuhan
kepuasannya.
4) Keputusan akan membeli kembali (decision of re-pruchase)
Jika konsumen merasa puas, maka besar kemungkinan ia akan
mempertimbangkan atau bahkan memutuskan untuk membeli kembali.
5) Pembelian kembali (re-purchase)
Ini adalah tahap akhir dari tahapan pembentukan loyalitas, dimana
dianggap konsumen benar-benar setia dan akan melakukan pembelian
berulang secara terus menerus.
Sedangkan bagi konsumen sendiri, status keterikatan mereka terhadap
produk barang atau jasa dapat digambarkan melalui bagan perkembangan status
konsumen berikut ini:
35
Gambar 2.9 - Tahap Pengembangan Konsumen
Sumber: Kottler (2000)
13. Penelitian Pendahuluan
Purwanto Waluyo dan Agus Pamungkas, berjudul “Analisis Perilaku
Brand Switching Konsumen Dalam Pembelian Produk Handphone di
Semarang”. Dalam penelitian ini, variety seeking merupakan moderating
variabel yang dibentuk dari consideration set size (seperangkat ukuran
36
Suspect
Members
Client
Repeat customers
First time customers
Prospect
Advocates/ambassador
Partners
Populasi secara luas yang berpeluang untuk menjadi pelanggan
Perusahaan sudah menganggap pelanggan sebagai mitra kerja, meskipun secara organisasional, mereka berada di luar struktur.
Pelanggan loyal yang mempromosikan secara luas, tanpa imbalan, karena kecintaannya kepada produk dan perusahaan (produsen)
Pelanggan yang sudah dianggap sebagai bagian dari organisasi perusahaan, yang perannya didengar dan dipertimbangkan.
Konsumen yang sudah menjadi pelanggan perusahaan, dan secara intensif melakukan pembelian ulang, dengan atau tanpa diingatkan oleh perusahaan
Konsumen yang merasa puas dan memasuki tahap tindakan untuk melakukan pembelian ulang
Konsumen yang untuk pertama kalinya membeli dan mengkonsumsi produk yang dijual perusahaan
Calon pelanggan yang sudah didekati oleh perusahaan
pertimbangan), yang terdiri dari pengalaman terdahulu, pengetahuan produk dan
pencarian informasi. Sementara variabel pengalaman terdahulu disimpulkan
memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan terhadap produk
handphone, yaitu sebesar thitung 2,390 > ttabel 1,64. Kepuasan konsumen disimpulkan
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap perpindahan merek, yaitu thitung -3,277
> ttabel 1,64. Dengan hasil negatif tersebut, maka disimpulkan bahwa jika
konsumen sudah merasa puas, maka ia tidak akan melakukan perpindahan merek
(brand switching). Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap brand switching apabila konsumen merasakan ketidakpuasan terhadap
merek atau produk kartu seluler. Sedangkan consideration set size sebagai faktor
pembentuk variety seeking, dalam penelitian tersebut memiliki pengaruh
signifikan terhadap brand switching, yaitu thitung 4,262 > ttabel 1,64.
B. HIPOTESIS
Berdasarkan pengamatan dan pembelajaran teori yang ada, serta perumusan
masalah di atas, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian ini sebagai
berikut:
1. H1 : Faktor variety seeking dan ketidakpuasan berpengaruh signifikan
terhadap perilaku brand switching pada konsumen remaja
pengguna kartu seluler prabayar di Pekanbaru.
2. H2 : Variety seeking merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap perilaku brand switching pada konsumen remaja
pengguna kartu seluler prabayar di Pekanbaru.
C. VARIABEL PENELITIAN & INDIKATOR
37
Dalam penelitian ini, berdasarkan rumusan masalah di atas maka terdapat
dua variabel yang akan diteliti, yaitu variabel independen (bebas) dan variabel
dependen (terikat), yang merupakan variabel yang dipergunakan dalam jenis
penelitian asosiatif kausatif (sebab akibat). Berdasarkan perumusan masalah di
atas, maka penulis menentukan variabel penelitian menjadi:
1. Variabel bebas X1, Variety seeking
2. Variabel bebas X2, Ketidakpuasan
3. Variabel bebas Y, Brand Switching
Gambar 2.10 - Hubungan Variabel Variety Seeking & Ketidakpuasan Terhadap Brand Switching.
Tabel 2.1 – Konsep Operasional Variabel
Variety Seeking(X1)
Ketidakpuasan(X2)
Brand Switching
(Y)
Simultan
Parsial
38
BAB III
39
METODELOGI PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan terhadap penduduk kota Pekanbaru kelompok usia
remaja, yaitu antara usia 10-14 tahun dan 15 – 19 tahun. Dan untuk keperluan
pengumpulan data, maka penulis akan melakukan pengumpulan data di titik
berkumpulnya remaja Pekanbaru usia sekolah menengah pertama dan atas, seperti
di:
a. Perpustakaan umum daerah
b. Sekolah-sekolah menengah atas di Pekanbaru
c. Sekolah-sekolah menengah pertama di Pekanbaru
d. Sentra-sentra penjualan telepon seluler dan voucher pulsa, seperti di
Senapelan Plaza dan Mal Pekanbaru.
2. Populasi Dan Sampel
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penduduk kota
Pekanbaru kelompok umur 10-14 tahun dan 15 – 19 tahun yang menggunakan
kartu seluler. Gabungan jumlah populasi remaja kelompok usia tersebut menurut
data dari Badan Pusat Statistik Riau adalah berjumlah 144.561 orang.
Untuk mendapatkan sampel yang tepat dalam memberikan tanggapannya,
maka penulis menentukan kriteria khusus bagi populasi untuk dapat dijadikan
responden, atau dalam artian, penulis mempergunakan metode purposive
sampling untuk memilih sampel yang dianggap paling dapat mewakili objek
penelitian. Kriteria yang penulis pergunakan adalah, populasi yang telah
40
melakukan brand switching sedikitnya 2 kali dalam setahun terakhir (Mei 2009
hingga Mei 2010). Hal ini perlu penulis lakukan dengan mempertimbangkan
keakuratan tanggapan dari responden yang memang telah berpengalaman dalam
melakukan brand switching kartu seluler.
Sedangkan untuk menentukan banyaknya jumlah sampel (Sample Size),
penulis mempergunakan rumus SLOVIN, sebagai berikut:
Dimana: n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Deviasi atau jumlah tingkat kesalahan
Tingkat kesalahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebesar
10%, sehingga jumlah sampelnya ditentukan sebagai berikut:
Dari hasil olah rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel yang penulis
genapkan menjadi 100 orang responden.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data penelitian adalah dengan metode-metode sebagai
berikut:
Kuesioner, untuk mengumpulkan data primer yang dibutuhkan.
Studi Pustaka, yang terdiri dari buku-buku penunjang, jurnal-jurnal
penelitian bidang pemasaran, khususnya yang berhubungan dengan
41
perilaku konsumen, serta artikel-artikel lainnya yang relevan dengan
penelitian ini.
Observasi, dimana penulis turun ke lapangan untuk mengumpulkan data-
data yang cukup mengenai merek-merek produk kartu seluler yang
beredar di pasaran saat ini. Selain turun lapangan, penulis juga
melakukan observasi media cetak dan elektronik yang menayangkan
iklan-iklan kartu seluler.
4. Teknik Analisis Data
Skala pengukuran yang dipergunakan adalah skala Likert. Oleh karena skala
data pada pengukuran Likert masih dianggap sebagai skala ordinal, sementara
dalam proses analisis regresi diharuskan untuk mempergunakan skala interval,
maka penulis terlebih dahulu akan melakukan transformasi skala ordinal ke
interval dengan metode Method of Successive Interval (MSI), dengan prosedur
sebagai berikut:
1) Perhatikan setiap butir jawaban responden yang disebarkan
2) Pada setiap butir ditentukan berapa orang yang mendapatkan skor
1,2,3,4 dan 5, yang disebut sebagai frekuensi.
3) Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya
disebut dengan proporsi.
4) Tentukan nilai proporsi kumulatif dengan jalan menjumlahkan nilai
proporsi secara berurutan perkolom skor.
5) Gunakan tabel distibusi normal, hitung tabel z untuk setiap proporsi
kumulatif yang diperoleh.
42
6) Tentukan nilai tinggi densitas untuk setiap nilai z yang diperoleh
(dengan menggunakan tabel tinggi densitas)
7) Tentukan nilai skala dengan menggunakan rumus:
8) Tentukan nilai transformasi dengan rumus:
Y = NS + 1+ NS min
Jenis analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
Analisis regresi, yaitu suatu analisis yang mengukur pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat. Karena dalam penelitian ini
menggunakan lebih dari satu variabel bebas, maka analisis yang
dipergunakan adalah regresi linear berganda. Persamaan regresi linear
berganda adalah:
Y = a + 1 + 2 + ei
Y = Brand Switching
a = Konstanta, yaitu nilai Y apabila variabel X = 0
1 = Koefisien X1, apabila koefisien X2 = 0
β2 = Koefisien X2, apabila koefisien X1 = 0
X1 = Variabel variety seeking
X2 = Variabel ketidakpuasan
ei = faktor-faktor pengganggu (faktor lainnya)
Uji F (Uji simultan)
Pengujian terhadap hipotesis 1 (H1) adalah dengan mempergunakan
metode pengujian simultan (Uji F) yang mengukur pengaruh semua
43
variabel independen (X1, dan X2) terhadap perubahan perilaku variabel
dependen (Y). Formulasi pengujian simultan adalah sebagai berikut:
Dimana,
Dimana: F = Nilai hitung simultan
R2 = Nilai kuadrat regresi
n = Jumlah sampel
m = Jumlah variabel independen
1 = Jumlah variabel dependen
Level f signifikan atau tingkat keyakinan penulis dalam penelitian ini
adalah 95%, sehingga menjadi sebesar 5% atau 0,05.
Formulasi hipotesis dirumuskan sebagai berikut:
H0 : Tidak ada pengaruh signifikan variabel bebas secara simultan
terhadap variabel terikat
Ha : Terdapat pengaruh signifikan variabel bebas secara simultan
terhadap variabel terikat.
Kriteria uji hipotesis pertama (H1) untuk menentukan apakah H0 diterima
atau ditolak, dirumuskan sebagai berikut:
1. Jika F hitung > F tabel : maka Ho ditolak, yang artinya bahwa seluruh
variabel bebas secara bersama-sama memang memiliki pengaruh
44
signifikan terhadap variabel terikat, atau variabel X menjelaskan
perubahan pada variabel Y.
2. Jika F hitung < F tabel: maka Ho diterima, yang artinya bahwa seluruh
variabel X secara simultan tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap variabel Y, sehingga variabel bebas yang diuji tidak dapat
menjelaskan perubahan pada variabel terikat.
Uji T (Uji parsial)
Untuk menguji hipotesis 2 (H2), maka akan dipergunakan pengujian
parsial (Uji-t), untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel bebas
secara individu terhadap perubahan perilaku variabel terikat.
Sebagaimana yang berlaku pada uji F, maka untuk mendapatkan
kesimpulan hipotesis untuk uji t, juga berlaku formulasi sebagai berikut:
H0 : Tidak ada pengaruh signifikan variabel bebas secara parsial
terhadap variabel terikat
Ha : Terdapat pengaruh signifikan variabel bebas secara parsial
terhadap variabel terikat.
Kriteria untuk menentukan penerimaan atau penolakan H0 adalah
sebagai berikut:
1. Jika thitung > ttabel : maka Ho ditolak, yang artinya bahwa variabel bebas
(X1 dan X2) secara terpisah (parsial) memiliki pengaruh signifikan
terhadap variabel terikat, atau variabel X dapat menjelaskan
perubahan pada variabel Y.
45
2. Jika thitung < ttabel: maka Ho diterima, yang artinya bahwa variabel
bebas (X1 dan X2) secara terpisah (parsial) tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap variabel Y, sehingga variabel bebas yang diuji
tidak dapat menjelaskan perubahan pada variabel terikat.
Rumusan statistik untuk mencari nilai thitung setiap variabel bebas adalah
sebagai berikut:
Dimana: X = variabel
bebas
Y = variabel terikat
n = Jumlah sampel
46
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David. A., 1997, Manajemen Ekuitas Merek, Mitra Utama, Jakarta
Assael, Henry, 1998, Consumer Behavior and Marketing Action, 6th Edition, New York University.
Badan Pusat Statistik, Pekanbaru, 2010
Chinho, Lin,et al., 2000, A Study Of Market Structure: Brand Loyalty And Brand Switching Behaviors For Durable Household Appliances, International Journal Of Market Research, vol. 42, issue 3, p. 277-364
Dharmmesta , Basu Swastha, dan T. Hani Handoko, 2008. Manajemen Pemasaran – Analisis Perilaku Konsumen, BPFE, Jogjakarta.
Dharmmesta, Basu S (1993), Perilaku Berbelanja Konsumen Era 90’an dan Strategi Pemasaran, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, September, h. 29-40.
Engel, Blackwell & Miniard. 1994, Perilaku Konsumen, PT Binarupa Aksara, Jakarta.
Istijanto, 2009. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Junaidi, Shellyana, dan Basu S. Dharmmesta, 2002, Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen, Karakteristik Kategori Produk, Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek, Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, vol. 17., no. 1, hal. 91-102
Kahn, Barbara E (1998), "Dynamic Relationship With Customer: High-Variety Strategis", Journal of the academy of Markeing Science, Vol. 26, No. 1 pages 45-53
Keaveney, Susan M. (1995), "Customer Switching Behavior in Service Industries: An Exploratory Study", Journal of Marketing,Vol. 59, April, p. 71-82.
Kottler, Phillip, dan Kevin Keller, 2007, Manajemen Pemasaran, penerbit Indeks, Jakarta.
____________, & Armstrong, 2001, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Penerbit Erlangga, Jakarta
Majalah PULSA Januari 2010
47
Mayasari, Iin, 2005, Pengaruh Aspek Internal Individu Pada Perilaku Pencarian Variasi Serta Dampaknya Pada Loyalitas Kesikapan, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.
Menon, Satya and Khan, Barbara E (1995), "The Impact of Context on Variety Seeking in Product Choices", Journal of Consumer Research, Vol.22 (December), p.285-295
Nenungadi, Praskash (1990), "Recall and Customer Consideration Sets: Influencing Choice Without Altering Brand Evaluations", Journal of Consumer Research, Vol. 19, (Set), p. 256-270.
Mowen, John C., dan Minor, 1998, Perilaku Konsumen, Erlangga, Jakarta
Peter, Paul J., dan Jerry C. Olson, 2000, Consumer Behavior And Marketing Strategy, McGraw Hill, New York, US
Priyatno, Duwi , 2009. SPSS Untuk Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariate, Penerbit ANDI, Jogjakarta.
Rangkuti, Freddy. 2006, Measuring Customer Satisfaction, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Riduwan, 2008, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung.
Schiffman, Leon G, and Leslie L. Kanuk, 2007, Perilaku Konsumen, Indeks, Jakarta
Setyaningrum, Ari, 2005, Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen dan Variety Seeking Terhadap Keputusan Perpindahan Merek, UNIKA Atmajaya, Jakarta
Simamora, Bilson, 2003, Membongkar Kotak Hitam Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
________________, 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta..
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Bisnis, Penerbit Alfabeta, Bandung.
Sunyoto, Danang, 2009. Analisis Regresi & Uji Hipotesis, Medpress, Jogjakarta.
Tjiptono, Fandy, 2008, Strategi Pemasaran, Penerbit ANDI, Jogjakarta.
Triton, P.B, 2008, Strategic Marketing, Penerbit Tugu, Yogyakarta.
48
Umar, Husein, 2008, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Raja Grafindo Persada, Jakarta
www.telkomsel.com
www.xl.co.id
www.indosat.co.id
www.myesia.com
www.telkomflexi.com
www.three.co.id
www.infoseluler.com, 2010
Waluyo, Purwanto & Pamungkas, Agus. 2003. Jurnal Riset “Analisis Perilaku Brand Switching Konsumen Dalam Pembelian Produk Handphone Di Semarang”.
49
Lampiran 1: Model & Daftar Pertanyaan Kuesioner
Kepada Yth : Bapak/Ibu/Sdr/I
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau
Perihal : Permohonan Pengisian Kuesioner
Judul : Analisis Pengaruh Consideration Set Size Terhadap Perilaku
Brand Switching
Konsumen Kartu Seluler Pra Bayar Pada Mahasiswa Fakultas
Ekonomi
Universitas Riau
Dengan hormat,
Sehubungan dengan persyaratan penelitian yang harus saya penuhi dalam
rangka untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen
Universitas Riau, bersama ini perkenankanlah saya memohon kesediaan
Bapak/Ibu/Sdr/I untuk mengisi daftar pertanyaan dalam kuesioner ini.
I. Petunjuk Pengisian
1. Beri tanda (x) pada kolom yang anda pilih sesuai keadaan yang
sebenarnya.
2. Arti dari kode huruf-huruf pada tabel jawaban kuesioner adalah sebagai
berikut:
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
R = Ragu-ragu
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
II. Karakteristik Responden
Jenis Kelamin : Lk / Pr
Umur : Tahun
50
*Coret yang tidak perlu
Pendapatan rata-rata perbulan:
< Rp 1.000.000
Rp 1.000.000 – Rp 1.999.000
Rp 2.000.000 – Rp 2.999.000
Rp 3.000.000 – Rp 3.999.000
> Rp 4.000.000
51
52
53