outline

75
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan industri telepon genggam yang sangat pesat dalam 10 tahun terakhir, secara linear ikut mendorong pertumbuhan industri kartu seluler. Sebagai produk yang dianggap sebagai komplementer bagi teknologi telepon nirkabel, maka kartu seluler memiliki peran sentral dan berimbang bagi eksistensi telepon genggam. Hubungan yang terjadi antara kartu seluler dan telepon genggam adalah bentuk hubungan yang mutual symbiosis, yaitu saling membutuhkan dan saling mendukung satu sama lain. Tidak heran maka jumlah operator kartu seluler turut berkembang seiring dengan bertambahnya merek-merek telepon genggam yang beredar di pasaran. Banyaknya merek ponsel yang beredar di pasaran, diimbangi juga dengan banyaknya operator yang menyediakan jaringan seluler. Ada yang bermain pada aplikasi sistem Global System Mobile (GSM), seperti: Telkomsel, Indosat, Excelcomindo, dan Hutchinson, dan 1

Upload: afred-suci

Post on 24-Jun-2015

2.058 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Outline

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan industri telepon genggam yang sangat pesat dalam 10 tahun

terakhir, secara linear ikut mendorong pertumbuhan industri kartu seluler. Sebagai

produk yang dianggap sebagai komplementer bagi teknologi telepon nirkabel,

maka kartu seluler memiliki peran sentral dan berimbang bagi eksistensi telepon

genggam. Hubungan yang terjadi antara kartu seluler dan telepon genggam adalah

bentuk hubungan yang mutual symbiosis, yaitu saling membutuhkan dan saling

mendukung satu sama lain. Tidak heran maka jumlah operator kartu seluler turut

berkembang seiring dengan bertambahnya merek-merek telepon genggam yang

beredar di pasaran.

Banyaknya merek ponsel yang beredar di pasaran, diimbangi juga dengan

banyaknya operator yang menyediakan jaringan seluler. Ada yang bermain pada

aplikasi sistem Global System Mobile (GSM), seperti: Telkomsel, Indosat,

Excelcomindo, dan Hutchinson, dan ada pula yang beroperasi pada teknologi

Code Division Multiple Access (CDMA), seperti: Telkom, Bakrie Telecom,

Sampurna Telemunikasi, dan Mobile-8.

Beragam merek kartu seluler dengan keunggulan masing-masing pun

bertaburan di pasar seluler, di antaranya:

Telkomsel : Halo, Simpati, Kartu As

Excelcomindo : XL

Indosat : Mentari, IM3, IM2, Matrix

1

Page 2: Outline

Telkom : Flexi

Hutchinson : Three (3)

Mobile-8 : FREN

Bakrie Tel. : ESIA

Masing-masing dari produk-produk tersebut menawarkan berbagai fasilitas

untuk memanjakan konsumennya. Beragam pilihan begitu menggoda konsumen,

sehingga tingkat loyalitas terhadap satu merek kartu seluler menjadi begitu rentan.

Program-program promosi digeber di berbagai media, mencoba untuk

menggoyahkan kesetiaan merek konsumen. Stimulus harga dan tarif dirancang

sedemikian rupa sehingga proses peralihan merek terjadi dengan begitu mudah

dan murah. Demikian pula distribusi yang merata di setiap gerai-gerai kecil,

memberikan akses yang sangat mudah bagi konsumen untuk memperoleh kartu

seluler dengan banyak pilihan yang tersedia di setiap etalase gerai.

Masing-masing operator seluler, hampir setiap bulan meluncurkan program-

program promo unggulan yang begitu memikat perhatian. Benak konsumen

dibanjiri dengan gemuruh iklan, sehingga sikap terhadap satu merek menjadi

sangat sulit untuk terbentuk. Banyak daya tarik program promo dari masing-

masing operator seluler menarik untuk dicoba. Terlebih sebagian besar tipologi

konsumen Indonesia memiliki sensitivitas harga yang tinggi. Sedikit saja terdapat

penawaran yang memungkinkan konsumen bisa menghemat beberapa rupiah,

maka sangat besar peluang terjadinya peralihan merek.

Dalam Tabel 1.1 berikut ini memberikan gambaran betapa program-program

promo yang diluncurkan oleh setiap operator seluler dapat menggugah selera dan

2

Page 3: Outline

minat konsumen untuk beralih atau menambah satu merek kartu seluler yang

bersifat temporer atau situasional.

Tabel 1.1 – Program-Program Promo Unggulan Masing-Masing Operator Seluler Pra Bayar Yang Beroperasi Di Indonesia.

3

Page 4: Outline

4

Page 5: Outline

Program-program promo seperti yang digambarkan dalam Tabel 1.1 di atas,

menjadikan konsumen memiliki begitu banyak pilihan untuk mengalihkan

kesetiaannya terhadap satu merek kartu seluler ke merek lainnya. Peralihan ini

bukan hanya terjadi dalam ruang lingkup, dimana si konsumen benar-benar

5

Page 6: Outline

mengganti nomor yang dipakainya, tetapi peralihan disini juga bermakna seorang

konsumen yang menambah nomor selulernya dengan merek lain. Adalah menjadi

kelaziman saat ini seorang konsumen seluler memiliki lebih dari satu nomor

seluler. Peralihan ini bisa terjadi dalam satu operator, namun dengan produk yang

berbeda, misalnya seorang konsumen memiliki dua nomor seluler yang sama-

sama dikeluarkan oleh Telkomsel, seperti Simpati dan Kartu As. Atau bisa juga

seorang konsumen memiliki dua atau lebih nomor dengan operator berbeda,

misalnya satu nomor Simpati (Telkomsel) dan satunya lagi ESIA (Bakrie Tel.),

dengan berbagai pertimbangan dari masing-masing konsumen.

Penulis melihat bahwa fenomena ini justru lebih sering terjadi pada

konsumen dari golongan usia remaja. Minat untuk mencoba sesuatu yang baru

menjadikan golongan konsumen ini sangat rentan loyalitasnya terhadap sebuah

merek kartu seluler. Ditambah dengan sifat golongan konsumen ini yang sebagian

besar tidak memiliki pendapatan sendiri, sehingga sensitifitas terhadap harga kartu

perdana dengan segala gimmick bonusnya, serta penawaran paket tarif hemat,

menjadikan golongan konsumen ini sangat sering melakukan peralihan merek

kartu seluler.

Kelompok umur remaja di kota Pekanbaru, memiliki jumlah populasi yang

cukup signifikan, dan oleh karenanya kelompok ini memiliki peran penting bagi

banyak operator kartu seluler dalam mempertimbangkan penjualan program-

program yang sengaja disegmentasikan kepada kelompok umur remaja ini.

Pada tabel 1.2 dibawah, penulis menyajikan rekapitulasi jumlah populasi

penduduk di kota Pekanbaru menurut data yang penulis sadur dari Badan Pusat

Statistik Pekanbaru, yang dibedakan berdasarkan kelompok usia.

6

Page 7: Outline

Tabel 1.2 – Jumlah Penduduk Pekanbaru Menurut Kelompok Umur

Sebagai kelompok pelanggan yang secara umum tidak memiliki pendapatan

tetap, maka kelompok usia 10-14 dan 15 – 19 tahun merupakan pelanggan yang

paling rendah loyalitasnya., namun pangsa pasarnya cukup besar, yaitu 25% dari

seluruh populasi di kota Pekanbaru. Mereka sangat mudah dipengaruhi oleh

stimulus pemasaran yang dilakukan oleh produsen, sehingga kelompok ini sangat

rentan bagi terjadinya perilaku brand switching, terutama pada produk-produk

yang low involvement seperti kartu seluler prabayar. Biaya peralihan (switching

barrier) yang rendah dari produk kartu seluler, membuat pelanggan remaja tidak

mengalami kesulitan atau membutuhkan pertimbangan yang tinggi untuk

melakukan perpindahan. Sehingga peran atribut produk, promosi, harga, iklan,

pelayanan, dan lain sebagainya dari operator kartu seluler dapat menjadi

7

Page 8: Outline

pendorong bagi kelompok pelanggan remaja untuk melakukan peralihan merek

kartu seluler.

Karakter pelanggan remaja yang cenderung terbuka terhadap hal-hal baru

menjadikannya rentan terhadap perilaku variety seeking, yaitu perilaku yang

cenderung untuk mencoba sesuatu yang baru. Program-program kartu seluler yang

hampir setiap bulan diluncurkan oleh berbagai operator kartu seluler memancing

rasa ingin tahu yang tinggi bagi pelanggan remaja untuk mencobanya, terlebih

biaya untuk mencoba tersebut dapat dikatakan sangat murah.

Karena seringnya kelompok ini mencoba-coba program kartu seluler baru,

maka mereka memiliki pengalaman yang cukup banyak untuk membanding-

bandingkan kelebihan dan kelemahan dari masing-masing merek kartu seluler.

Dari sini maka terdapat kemungkinan terjadinya ketidakpuasan terhadap merek-

merek kartu seluler tertentu. Dari ketidakpuasan tersebut, maka pelanggan pun

semakin terdorong untuk melakukan brand switching untuk mencari merek kartu

seluler yang paling memenuhi kebutuhan dan keinginannya dalam melakukan

komunikasi.

Dari latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud untuk meneliti

seberapa besar keinginan untuk mencoba-coba (variety seeking) dan

ketidakpuasan pelanggan remaja terhadap kartu seluler prabayar, dan penulis

ingin mengukur besar pengaruh keduanya terhadap perilaku brand switching.

Oleha karena itu, penulis memberi judul penelitian ini menjadi, “Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Perilaku Brand Switching Pada Konsumen Remaja

Pengguna Kartu Seluler Prabayar Di Pekanbaru”.

8

Page 9: Outline

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis

menjadikan perumusan masalah penelitian menjadi:

1. Apakah faktor variety seeking dan ketidakpuasan berpengaruh signifikan

terhadap perilaku brand switching pada konsumen remaja pengguna

kartu seluler prabayar di Pekanbaru?

2. Faktor apakah yang paling berpengaruh signifikan terhadap perilaku

brand switching pada konsumen remaja pengguna kartu seluler prabayar

di Pekanbaru?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah faktor variety seeking dan

ketidakpuasan berpengaruh signifikan terhadap perilaku brand switching

pada konsumen remaja pengguna kartu seluler prabayar di Pekanbaru.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor manakah yang paling

berpengaruh signifikan terhadap perilaku brand switching pada

konsumen remaja pengguna kartu seluler prabayar di Pekanbaru.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis

Merupakan syarat akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi,

jurusan Manajemen Pemasaran di Universitas Riau, Pekanbaru.

2. Bagi perusahaan operator kartu seluler

9

Page 10: Outline

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang

berharga bagi perusahaan/vendor kartu seluler, berdasarkan bukti

empirik untuk mengetahui bagaimana perilaku konsumen dan faktor-

faktor penyebab terjadinya peralihan merek oleh konsumen.

3. Bagi pihak lain

Sebagai tambahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan yang

membutuhkan hasil penelitian ini, dan dapat digunakan sebagai dasar

bagi penelitian selanjutnya.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : Bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika

penulisan.

BAB II : Bab ini berisi uraian mengenai landasan-landasan teori yang

relevan dengan pembahasan variabel penelitian.

BAB III : Dalam bab ini, berisi objek penelitian, jenis dan sumber data,

populasi dan sampel, pengukuran serta teknik analisis data.

BAB IV : Dalam bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum

penelitian.

BAB V : Dalam bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian dan

pembahasan yang akan menguraikan secara kuantitatif aspek-

aspek consideration set size dan brand switching.

BAB VI : Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang merupakan intisari dari

bab-bab sebelumnya.

10

Page 11: Outline

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. TELAAH PUSTAKA

1. Perilaku Konsumen

Menurut American Marketing Association, perilaku konsumen diartikan

sebagai interaksi yang dinamis antara kesadaran (cognition), perilaku dan

peristiwa lingkungan dimana manusia melakukan aspek pertukaran tentang

pengalaman kehidupan mereka.

Engel berpendapat bahwa perilaku konsumen diartikan sebagai tindakan

yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan

produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan

mengikuti tindakan ini. (James F. Engel & Roger D. Blackwell & Paul W.

Miniard, 1994).

Karena perilaku konsumen sangat mempengaruhi kelangsungan hidup

sebuah produk, maka Dharmesta (1993) mengatakan bahwa tujuan dari

perusahaan adalah untuk menciptakan dan mempertahankan konsumennya agar

kelangsungan hidup produknya dapat dipelihara seiring dengan loyalitas

konsumen terhadap merek produk dari sebuah perusahaan.

Pemahaman terhadap respon yang diberikan konsumen, dengan demikian

memiliki arti penting bagi perusahaan dalam menentukan arah kebijakan sebuah

produk yang akan dikeluarkannya.

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti yang digambarkan

dalam Gambar 2.1 berikut ini:

11

Page 12: Outline

Gambar 2.1 - Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Phillip Kottler dan Armstrong (2001) menggambarkan model perilaku

konsumen yang merupakan hasil pengaruh stimulus dan faktor-faktor seperti yang

terdapat dalam bagan faktor-faktor diatas.

Gambar 2.2. Model Perilaku Konsumen Kottler & Armstrong

Sumber: Kottler & Armstrong (2001)

Faktor Kebudayaan

12

Page 13: Outline

Kebudayaan dikatakan memiliki pengaruh yang paling luas dan paling

mendalam terhadap perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran

yang dimainkan oleh kultur, sub-kultur, dan kelas sosial pembeli.

Kultur, adalah proses penyerapan nilai, persepsi, preferensi, dan

perilaku lingkungan di sekitar konsumen. Kultur adalah faktor penentu

paling pokok dari perilaku seseorang.

Sub-kultur, adalah derivasi atau turunan dari kultur yang lebih besar,

misalnya suku-suku yang merupakan bagian dari kultur Nusantara.

Masing-masing sub-kultur memiliki nilai, persepsi, preferensi, dan

perilaku unik yang oleh pemasar dapat disegmentasikan berdasarkan

homogenitasnya masing-masing.

Kelas sosial, adalah susunan yang relatif permanen dan teratur dalam

suatu masyarakat yang memiliki nilai, minat, dan perilaku yang sama.

Pengukuran kelas sosial dilakukan dari melihat perspekstif pendapatan,

pekerjaan, pendidikan, kekayaan, dan lain-lain.

Faktor Sosial

Kelompok-kelompok kecil seperti keluarga, peran dan status sosial

konsumen akan mempengaruhi perilaku konsumen. Faktor-faktor ini

akan mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap suatu tawaran

produk barang dan jasa.

Kelompok, dimana akan mempengaruhi perilaku seseorang. Kelompok

yang berpengaruh langsung kepada seseorang yang menjadi anggota

kelompok tersebut disebut sebagai kelompok keanggotaan. Ada juga

yang disebut sebagai kolompok primer, dimana anggotanya berinterakasi

13

Page 14: Outline

secara tidak formal, seperti keluarga, pertemanan, dan sebagainya. Lalu

ada kelompok sekunder, yaitu seseorang yang menjadi anggota

kelompok tersebut berinteraksi secara formal namun tidak secara reguler

(hanya sesekali), seperti organisasi.

Kelompok rujukan adalah kelompok yang merupakan titik

perbandingan yang menjadi acuan bagi terbentuknya perilaku seseorang.

Kelompok ini akan mempengaruhi seseorang dalam hal perilaku dan

gaya hidup.

Keluarga, yang merupakan satuan unit masyarakat terkecil. Keluarga

memiliki peran dalam mempengaruhi perilaku seseorang dalam setiap

keputusan pembelian yang akan diambil.

Peran dan status, yang menentukan posisi seseorang dalam

kelompoknya. Tiap peran membawa status yang mencerminkan

penghargaan dari masyarakat.

Faktor Personal

Keputusan pembelian seseorang dipengaruhi pula karakteristik

pribadinya, seperti umur, jabatan, keadaan ekonomi, gaya hidup,

kepribadian, dan konsep diri.

Usia dan tahap daur hidup. Kebutuhan hidup seseorang akan berubah

jenis dan jumlahnya seiring dengan pertambahan usia dan tahap daur

hidupnya. Perubahan ini merupakan dinamika bagi pemasar untuk

mengetahui jenis-jenis kebutuhan sesuai dengan usia konsumen

sasarannya.

14

Page 15: Outline

Pekerjaan. Kebutuhan konsumen disesuaikan dengan pekerjaan dan

jabatan yang mereka miliki, sehingga pemasar sangat berkepentingan

untuk memahami kebutuhan konsumen sesuai dengan jenis pekerjaan

dan jabatan konsumen.

Keadaan ekonomi. Kebutuhan dan keinginan konsumen akan selalu

disesuaikan dengan tingkat pendapatan yang mereka miliki. Dalam hal

ini pemasar harus jeli mengklasifikasikan besaran pendapatan untuk

setiap konsumen sasarannya, agar produk yang ditawarkan dapat diserap

oleh daya beli konsumen.

Gaya hidup. Setiap konsumen mungkin akan memiliki gaya hidup

berbeda sesuai dengan asal kultur, kelas sosial, dan keadaan

ekonominya. Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupannya

yang tercermin dalam setiap minat, aktifitas dan pendapatnya terhadap

suatu fenomena sosial.

Kepibadian dan konsep diri. Tiap orang mempunyai kepribadian yang

unik yang akan mempengaruhi perilakunya. Kepribadian ini mengacu

kepada karakteristik psikologis yang menimbulkan tanggapan beragam

dari setiap individu.

Faktor Psikologis

Pilihan faktor psikologis yang utama adalah:

Motivasi. Kebanyakan dari kebutuhan yang ada tidak cukup kuat untuk

memotivasi seseorang untuk membuat sebuah keputusan. Suatu

kebutuhan akan berubah menjadi motif apabila kebutuhan tersebut telah

15

Page 16: Outline

mencapai tingkat tertentu. Motif adalah suatu kebutuhan yang cukup

menekan seseorang untuk mengejar kepuasan.

Persepsi. Phillip Kotller mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana

individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan masukan informasi

untuk menciptakan suatu gambaran berarti mengenai dunia. Setiap orang

akan memberikan persepsi yang berbeda terhadap rangsangan yang

sama, disebabkan oleh tiga hal di bawah ini:

o Perhatian yang selektif

Artinya, rangsanganyang diberikan harus dapat menarik perhatian

konsumen, dimana pesan yang disampaikan akan hilang dari benak

apabila pesan tersebut tidak menonjol atau dominan mengelilingi

konsumen.

o Gangguan yang selektif

Konsumen akan menyesuaikan informasi yang diterimanya ke dalam

pemahaman pribadinya. Konsepsi dan pengetahuan yang telah ada

pada diri konsumen yang akan melakukan penafsiran atas setiap

informasi yang masuk.

o Mengingat kembali yang selektif

Artinya, konsumen mengingat kembali informasi-informasi yang

menjelaskan keunggulan suatu produk dan melupakan apa yang

dikatakan oleh pesaing.

16

Page 17: Outline

Proses belajar. Proses ini menjelaskan perubahan dalam perilaku

seseorang yang timbul dari pengalaman dan kebanyakan perilaku

manusia merupakan buah dari hasil proses belajar.

Kepercayaan dan sikap. Kepercayaan adalah suatu pemikiran

deskriptif yang dimiliki seseorang tentang sesuatu. Sedangkan sikap

adalah pengorganisasian dari motivasi, emosional, persepsi dan proses

kognitif terhadap suatu hal. Dapat pula dikatakan bahwa sikap

merupakan cara berpikir, merasa dan bertindak sesuai dengan keyakinan

yang menjadi nilai bagi dirinya. Sikap dapat dikelompokkan dalam tiga

komponen, yaitu:

o Komponen kognitif

Terdiri dari kepercayaan konsumen dan pengetahuannya mengenai

suatu objek. Semakin positif kepercayaan yang dimiliki, maka

semakin kuat dukungan dari sisi kognitifnya.

o Komponen afektif

Komponen ini merupakan reaksi emosional sebagai reaksi konsumen

terhadap suatu hal. Reaksi ini dapat menjadi negatif, dalam bentuk

menolak suatu tawaran produk, atau bisa menjadi positif dalam

bentuk menyukai dan menerima suatu tawaran produk.

o Komponen perilaku

Merupakan respon atau tanggapan dari seseorang terhadap objek atau

suatu aktifitas.

17

Page 18: Outline

Sebelum melakukan keputusan pembelian, biasanya konsumen akan

melewati terlebih dahulu tahapan-tahapan pembelian. Tahapan pembelian ini

populer disebut sebagai 5 tahap pembelian yaitu:

Gambar 2.3 - 5 Tahap Pembelian Konsumen

Sumber: Phillip Kottler (2000)

1) Identifikasi masalah, yaitu tahap dimana konsumen menyadari adanya

masalah atau kebutuhan.

2) Pencarian informasi, yaitu tahap dimana konsumen akan berusaha untuk

mendapatkan informasi yang dibutuhkannya untuk memuaskan

keingintahuannya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yang akan

dikonsumsinya.

3) Melakukan evaluasi terhadap alternatif, yaitu tahap dimana konsumen

memroses informasi yang telah diperolehnya, dengan cara memilah-milah

yang paling sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.

4) Keputusan pembelian, berdasarkan hasil evaluasi alternatif yang telah

dilakukan. Keputusan ini dapat berupa tindakan membeli atau tidak membeli.

Keputusan untuk membeli dalam hal ini termasuk untuk memutuskan merek,

toko dan cara pembayaran yang paling dapat memenuhi keinginannya.

5) Evaluasi pasca pembelian, dimana konsumen akan menilai sejauh mana

barang dan jasa yang dibelinya dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

18

Mengidentifikasi

kebutuhan

Mencari alternatif pilihan

Evaluasi pilihan-pilihan

Membeli atau tidak membeli

PerilakuPasca

pembelian

Page 19: Outline

2. Tipe-Tipe Perilaku Konsumen

Pengambilan keputusan oleh konsumen akan berbeda menurut jenis

keputusan pembelian. Aasael membedakan empat tipe perilaku konsumen

berdasarkan kepada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara

merek. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam Gambar 2.4 berikut ini:

Gambar 2.4 - Tipe-Tipe Perilaku Konsumen

Complex Buying Behavior adalah perilaku pembeli yang rumit,

membutuhkan petimbangan dan keterlibatan yang tinggi, dengan menyadari

perbedaan-perbedaan yang bervariasi dan jelas dari sekian merek. Biasanya

dilakukan ketika akan memutuskan pembelian terhadap produk-produk yang

mahal, beresiko atau dapat mencerminkan pencitraan diri pembelinya. Contohnya

adalah membeli mobil, rumah, jam tangan eksklusif,, telepon genggam premium,

dan lain-lain. Karakter pembeli ini biasanya sangat ingin mencari tahu informasi

sebanyak-banyaknya mengenai merek produk yang akan dibelinya.

Dissonance Reducing Buying Behavior adalah perilaku pembeli yang

termasuk dalam high involvement dimana membutuhkan keterlibatan tinggi dari

konsumen dengan menyadari bahwa terdapat hanya terdapat sedikit perbedaan di

antara merek-merek yang menjadi alternatif pilihan. Biasanya dilakukan untuk

pembelian barang yang mahal, beresiko, namun keputusannya relatif lebih cepat

19

Page 20: Outline

sebab tidak banyak perbedaan di antara merek-merek yang ada. Contoh produk

untuk tipe ini adalah telepon genggam kelas pemula dan menengah, keramik, TV,

radio dan lain-lain. Karakter pembeli pada tipe ini adalah mereka yang responsif

terhadap harga atau yang dapat memberikan kenyamanan.

Habitual Buying Behavior termasuk pada kategori low involvement dimana

keterlibatan konsumen dalam melakukan pertimbangan adalah rendah, dan

cenderung membeli produk hanya berdasarkan kebiasaan, dan bukan terikat

kepada merek tertentu. Setelah pembelian pun mereka tidak akan melakukan

evaluasi purna beli, karena mereka merasa telah mengenal produk dan telah

melakukan pembelian yang berulang. Contoh produk pada tipe ini adalah

pembelian gula, deterjer, air mineral, dan lain sebagainya.

Variety Seeking Buying Behavior juga termasuk ke dalam kategori low

involvement, dimana tujuan konsumen dalam membeli adalah untuk keragaman

dan bukan untuk kepuasan. Sehingga merek merupakan hal yang mutlak dan

ketersediaan produknya di pasar juga akan sangat berpengaruh signifikan, sebab

konsumen dapat dengan mudah beralih ke merek lain. Biasanya produk-produk

pada tipe ini adalah dari jenis yang berharga murah dan sering dibeli oleh

konsumen.

Menurut Kahn, Kalwan dan Monson (1986), variety seeking adalah perilaku

konsumen untuk mencari keberagaman merek produk yang ingin dibelinya.

Perilaku dapat ini muncul akibat pengalaman masa lalu terhadap suatu merek dan

variasi penawaran yang banyak tersedia di pasaran, lalu konsumen melakukan

pencarian informasi untuk menentukan alternatif-alternatif pilihan yang paling

mungkin untuk dilakukannya.

20

Page 21: Outline

3. Proses Pembelajaran Dari Pengalaman Masa Lalu

Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan-perubahan perilaku yang

terjadi sebagai hasil akibat adanya pengalaman. Perubahan-perubahan yang terjadi

dapat bersifat permanen maupun temporer. Hasil pembelajaran akan memberikan

tanggapan tertentu dari konsumen sesuai dengan bentuk rangsangan yang

diterimanya. Perilaku yang dipelajari tidak hanya menyangkut perilaku yang

tampak, tetapi juga yang tidak tampak, seperti sikap, kepribadian, dan faktor

lainnya.

Proses pembelajaran bagi konsumen terjadi pada pasca pembelian, yaitu

ketika konsumen akan menanggapi rangsangan yang diterimanya dari produk

yang dikonsumsi tersebut. Tanggapan ini bisa positif apabila rangsangan yang

dirasakannya mampu memenuhi atau melampaui harapannya, dan sebaliknya akan

berbalik negatif apabila rangsangan yang diterima tidak sesuai dengan

harapannya.

Tanggapan dan persepsi konsumen sangat dipengaruhi oleh pengalamannya

di masa lalu. Apabila konsumen merasa puas, maka tanggapannya akan diperkuat

secara positif dan ada kecenderungan tanggapan tersebut akan berulang dengan

cara mengkonsumsinya kembali. Tetapi apabila konsumen merasa tidak puas,

maka tanggapannya akan melemah, dan cenderung untuk melakukan pencarian

alternatif merek yang lebih mampu untuk memenuhi harapannya. Jadi, dalam

setiap pembelian konsumen akan selalu mempelajari sesuatu.

4. Pengetahuan Konsumen

21

Page 22: Outline

Pengetahuan konsumen merupakan salah satu pembahasan teori perilaku

konsumen mengenai perbedaan individu. Pengetahuan adalah segala informasi

yang tersimpan di dalam ingatan seseorang (Setiadi, 2004).

Dalam ilmu perilaku konsumen, pengetahuan dapat dibedakan menjadi:

1) Pengetahuan episodik

Pengetahuan yang dibatasi oleh lintasan waktu. Contohnya adalah

pengetahuan mengenai kapan terakhir seorang konsumen mengonsumsi

atau membeli mobil.

2) Pengetahuan semantik

Pengetahuan yang digeneralisasikan yang memberi arti bagi seseorang.

Contohnya adalah stigma bahwa wanita adalah tipe pembelanja yang

boros.

3) Pengetahuan prosedural

Mengacu kepada pengertian bagaimana sebuah fakta digunakan, yang

biasanya berbentuk pengukuran-pengukuran ilmiah, baik statistik

ataupun matematis. Contohnya adalah tagline iklan yang secara

bombastis mengklaim bahwa 7 dari 10 wanita menggunakan produk

sampo merek tertentu.

Sedangkan pengetahuan (knowledge) itu sendiri dikategorikan menjadi:

1) Product knowledge

Adalah analisis konsumen akan kesadarannya (awareness) terhadap

merek dan citra sebuah produk.

2) Purchase knowledge

22

Page 23: Outline

Adalah pengetahuan non teknis produk, yaitu mengenai kapan dan

dimana pembelian produk dilakukan.

3) Usage knowledge

Pengetahuan mengenai bagaimana sebaiknya suatu produk digunakan

sehingga fungsi produk dan daya tahannya dapat optimal.

5. Pencarian Informasi Produk Oleh Konsumen

Proses pencarian ini merupakan tahap kedua dari proses pembelian lima

tahap, yang bertujuan untuk mencari sumber-sumber informasi mengenai suatu

merek produk, dan melakukan penilaian atas informasi tersebut. Pencarian

informasi dapat bersifat aktif atau pasif, serta internal atau eksternal.

Pencarian aktif, berupa kunjungan ke satu atau beberapa gerai (retailer)

untuk melihat langsung fisik produk dan melakukan perbandingan-perbandingan.

Pencarian pasif, berupa mencari informasi dengan memanfaatkan iklan dari

media. Proses ini biasanya merupakan awal proses pencarian informasi

konsumen, dimana ia akan berusaha mendapatkan terlebih dahulu informasi awal,

berupa penjelasan fitur produk, harga, dan lokasi pembelian.

Pencarian internal, berasal dari komunikasi antar individu (interpersonal

communication), dimana rekan komunikasi tersebut kemungkinan besar akan

memberikan pengaruh kepada konsumen. Word of mouth dapat dikategorikan

dalam pencarian internal.

Pencarian eksternal, adalah pencarian informasi yang diperoleh dari media

massa dan dari aktifitas pemasaran perusahaan, seperti publikasi, launching, iklan,

pameran, agen, retailer, dan lain-lain.

23

Page 24: Outline

Proses pencarian informasi tidak hanya menyangkut pada masalah produk,

namun juga melibatkan informasi mengenai lokasi pembelian, purna jual, harga,

cara pembayaran, dan lain-lain, yang merupakan faktor penilaian konsumen yang

diperolehnya dari proses pencarian informasi.

6. Variety Seeking

Kebutuhan untuk mencari variasi adalah perilaku konsumen untuk

melepaskan suatu kejenuhan karena keterlibatan rendah pada produk. Perilaku ini

dicirikan dengan sedikitnya pencarian informasi dan pertimbangan alternatif atau

pilihan. Konsep variety seeking sering terjadi pada convenience goods, dan jarang

terjadi pada kategori produk shooping dan specialty (Howard, dalam Mayasari,

2005:21). Variety seeking adalah komitmen secara sadar untuk membeli merek

lain karena terdorong untuk terlibat atau mencoba hal baru, rasa ingin tahu

terhadap hal baru, novelty (kesenangan baru), atau untuk mengatasi masalah

kejenuhan terhadap hal yang lama atau biasanya (Peter & Olson, 2000, dan

Setyaningrum, 2005:7).

Beberapa tipe konsumen yang mencari variasi adalah sebagai berikut

(Schiffman dan Kanuk, 2007:115):

a) Perilaku pembelian yang bersifat penyelidikan (exploratory purchase

behavior), merupakan keputusan perpindahan merek untuk mendapatkan

pengalaman baru dan kemungkinan alternatif yang lebih baik.

b) Penyelidikan pengalaman orang lain (vicarious exploration), konsumen

mencari informasi mengenai suatu produk yang baru atau alternatif yang

berbeda, kemudian mencoba menggunakannya.

24

Page 25: Outline

c) Keinovatifan pemakaian, konsumen telah menggunakan atau

mengadopsi suatu produk dengan produk yang lebih baru dengan

teknologi yang lebih tinggi, seperti pada produk elektronik yang model

dan fungsinya sering mengalami perubahan.

Hoyer dan Ridgway dalam Setyaningrum (2005:8) mengemukakan suatu

model tentang exploratory purchase behavior yang digambarkan dalam gambar

berikut ini:

25

Page 26: Outline

Gambar 2.5 - Model Teoritikal Exploratory Purchase Behavior

26

Page 27: Outline

Pada gambar 2.5 diatas menjelaskan mengenai 5 faktor utama yang

menyebabkan konsumen melakukan eksplorasi pembelian. Kelima faktor tersebut

adalah variety seeking, strategi keputusan, faktor-faktor situasional normatif dan

ketidakpuasan pada produk/merek sebelumnya, serta strategi pemecahan masalah.

Variety seeking merupakan faktor yang paling dominan dalam memengaruhi

konsumen untuk melakukan eksplorasi pembelian.

Karakter dogmatis, otoriter, tidak memiliki motivasi untuk berubah, tidak

memiliki keinginan untuk menjadi unik, dan tidak berani mengambil resiko dapat

menghambat individu untuk mencari variasi.

Demikian pula jika karakteristik produk sedikit alternatif mereknya, waktu

antar pembelian relatif lama, keterlibatan tinggi, perbedaan antar merek tinggi,

dan loyalitas merek yang tinggi, juga dapat menghalangi seseorang untuk

melakukan pencarian variasi.

Ketika individu tidak puas dan ia juga merupakan tipikal konsumen yang

suka mencari variasi, maka ia akan lebih termotivasi untuk berpindah merek. Hal

ini akan lebih mudah terjadi pada produk low involvement , dimana switching

barriernya rendah bagi konsumen tersebut. Pada produk jenis ini, konsumen tidak

banyak mencari informasi dan hanya melakukan evaluasi alternatif yang terbatas,

sehingga ada kemungkinan variety seeking akan memoderasi hubungan

ketidakpuasan konsumen dengan keputusan perpindahan merek.

7. Consideration Set Size

Peter & Olson (2000) mendefinisikan consideration set size atau yang

disebut sebagai seperangkat pertimbangan ini sebagai kumpulan dari semua

27

Page 28: Outline

kemungkinan merek yang dievaluasi konsumen secara serius ketika membuat

keputusan pembelian, memasukkan merek yang sudah familiar dalam

membangkitkan perangkat dan merek-merek yang ditemukan secara sengaja

(dengan mencari informasi) ataupun yang tidak disengaja. Dari definisi tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa varian merek yang dipertimbangkan oleh

konsumen dapat muncul dari:

a. Merek-merek yang sudah familiar digunakan (berasal prior experience

dan product knowledge)

b. Merek yang ditemukan secara sengaja (dari proses information search)

c. Merek yang ditemukan secara tidak sengaja

Sementara Nenungadi (1990) mendefinisikan consideration set sebagai

kumpulan merek yang dibeli berdasarkan ingatan pada saat pemilihan secara teliti.

Kesimpulan yang relatif sama juga dikemukakan oleh Kardes (1993) yang hanya

mendefinisikan consideration set sebagai sekumpulan merek yang memang telah

ada dalam ingatan.

Semakin banyak merek yang dipertimbangkan maka konsumen cenderung

semakin kesulitan untuk membuat keputusan pembelian berdasarkan informasi

yang ada di dalam ingatannya saja. Oleh karena itu Menon & Kahn (1995)

mengatakan bahwa untuk memberikan dorongan keyakinan psikologis pada

konsumen sebelum mengambil keputusan pembelian, ia membutuhkan informasi

eksternal agar dapat memuaskan keingintahuannya. Hal inilah yang menyebabkan

faktor pencarian informasi juga menjadi faktor penting dalam pembentukan

consideration set size.

28

Page 29: Outline

8. Brand Switching

Sebagai akibat dari perilaku variety seeking yang dilakukan, maka

konsumen cenderung untuk beralih (brand switching) dari merek yang satu ke

merek yang lain, yang disebabkan oleh keberagaman merek yang ditawarkan

pasar untuk suatu item yang diinginkannya (Menon & Khan, 1995).

Penyebab lain brand switching dapat disebabkan karena konsumen merasa

mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan pada merek produk

sebelumnya, dan ketidaktahuan konsumen akan merek produk tersebut. Hal ini

sebagaimana yang diungkapkan oleh Keaveney (1995) dalam penelitiannya yang

mengatakan bahwa kebanyakan perilaku beralih merek dalam industri jasa

disebabkan oleh ketidaktahuan konsumen dan juga harga yang ditawarkan.

Penilaian konsumen terhadap merek dapat juga timbul dari variabel

pengalaman konsumen pada merek produk sebelumnya. Pengalaman itu

melahirkan pembelajaran yang mendorong sikap emosional terhadap suatu merek

tertentu.

Hal tersebut sejalan dengan penjelasan teori yang disampaikan oleh Beatty,

Kahle dan Homer yang dikutip di dalam hasil penelitian Dharmesta (1999), yang

mengatakan bahwa komitmen merek dapat didefinisikan sebagai kesertaan

emosional atau perasaan. Ketidakpuasan emosional konsumen dari pengalaman

terdahulu atas suatu merek produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik

untuk mencari merek lain di luar merek yang biasanya. Pencarian ini dapat

dilakukan dengan cara mengeksplorasi informasi dari berbagai media cetak,

elektronik ataupun interpersonal.

29

Page 30: Outline

9. Brand Switchers (Konsumen Yang Berpindah Merek)

Chinho Lin, dkk (2000:283) mendefinisikan brand switcher sebagai

sejumlah pembeli atau konsumen yang akan beralih merek ke merek lain, paling

tidak pada saat mereka menentukan pilihannya yang terkini.

Gambar 2.6 - Market Structure Of Repeat Purchasing

And Brand Switching

Pada gambar diatas, menjelaskan bahwa kesetiaan konsumen terhadap

merek tertentu dengan berhubungan dengan karakteristik konsumen yang hanya

ingin membeli satu merek. Kelompok inilah yang disebut sebagai brand loyal

customers. Konsumen yang tidak loyal terhadap satu merek tertentu,

dikategorikan sebagai potential switchers, dimana kelompok ini cenderung tidak

terikat pada satu merek, dan mereka dapat segera beralih merek apabila

mendapatkan rangsangan pemasaran, ketidakpuasan maupun hanya sekedar untuk

Brand Switchers

Potensial Switchers

Loyal Customer

Brand Switcher

Loyal Customer

Potential Switcher

Sumber: Chinho Lin, 2000:283

30

Page 31: Outline

mencoba sesuatu yang baru. Sedangkan pada lingkaran ketiga adalah kelompok

yang telah melakukan peralihan merek.

10. Kepuasan Dan Ketidakpuasan Konsumen

Kepuasan adalan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul

setelah membandingkan antara kinerja yang dipikirkan kinerja yang diharapkan.

Sedangkan ketidakpuasan terjadi apabila kinerja suatu produk tidak sesuai dengan

persepsi dan harapan konsumen (Kotler dan Keller, 2007:177). Kepuasan

merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja

bekerja dibawah harapan maka pelanggan akan merasa tidak puas. Sebaliknya jika

kinerja bekerja melebihi harapan, maka pelanggan akan merasa puas. Kepuasan

dan ketidakpuasan didapatkan dari hasil pengalaman mengonsumsi barang atau

jasa tertentu sebelumnya. Salah satu model yang menunjukkan kepuasan dan

ketidakpuasan pelanggan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.7 - Model Kepuasan Dan Ketidakpuasan Konsumen

Sumber: Mowen & Minor, 2000:90

Product Usage Consumption

Expectancy Confirmation Product PerfomanceExpectation of product performance

Emotional response Atribution of causesEvaluation of exchange quality

Customer’s satisfaction or dissatisfaction

31

Page 32: Outline

11. Loyalitas

Loyalitas dapat didefinisikan sebagai seperangkat perilaku mendalam yang

mampu menciptakan penjualan, pembelian, pembelian ulang, dan pembelian

terhadap produk-produk lain dari produsen atau merek yang sama, dan

merekomendasikannya kepada orang lain (Newell, 2000).

Dari segi definisi, Mowen dan Minor (1998), loyalitas diartikan sebagai

kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap suatu merek,

memiliki komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan

pembeliannya di masa datang.

Dalam literatur-literatur pemasaran menyatakan bahwa loyalitas dapat

dipahami dari dua dimensi sebagai berikut:

1) Loyalty is behavioral, artinya loyalitas dapat dipahami sebagai konsep

yang menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian,

profitabilitas pembelian (Dick & Basu, 1994). Pendekatan ini sering

disebut sebagai pendekatan perilaku (behaviorial approach).

2) Loyalty is attitude, artinya loyalitas dipahami sebagai komitmen

psikologis pelanggan terhadap objek tertentu (Dharmesta, 1999).

Pemahaman ini serring disebut sebagai pendekatan attitudinal

(attitudinal approach).

12. Tahap Perkembangan Loyalitas

Kepuasan konsumen dalam jangka panjang akan mampu menciptakan

loyalitas, yang berkembang melalui empat tahap, yaitu tahap koginitif, afektif,

konatif dan tindakan. Proses tersebut berlangsung secara sistematik, artinya

32

Page 33: Outline

konsumen akan loyal lebih dahulu kepada sisi kognitifnya, baru kemudian kepada

tahap afektif, konatif dan tindakan (Dharmesta dan Oliver, 1999). Penjelasan

keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut:

a. Loyalitas kognitif

Di tahap ini, konsumen menggunakan basis informasi yang menunjuk

kepada satu merek tertentu di atas merek lainnya. Karena loyalitas hanya

didasarkan kepada kognisi (pemikiran) saja, maka tahapan ini dirasakan

belum dapat dikatakan sebagai loyalitas konsumen yang sebenarnya.

b. Loyalitas afektif

Unsur perasaan atau emosional terlibat di dalam tahap ini. Loyalitas

muncul sebagai akibat dorongan faktor kepuasan, sebab perasaan puas

akan mendorong kepada perilaku membeli ulang di masa mendatang.

Namun demikian, loyalitas afektif dipandang hanya sebagai awal dari

indikator sebuah kesetiaan, namun posisinya telah lebih kuat dari

loyalitas kognitif, sebab emosional konsumen telah merasuk ke dalam

benak konsumen, sehingga akan lebih sulit untuk dilunturkan.

c. Loyalitas konatif

Loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup

komitmen mendalam untuk melakukan pembelian, karena telah

menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu untuk

mencapai tujuan. Komitmen seperti ini sudah melampaui afek. Afek

hanya menunjukkan kecenderungan motivasional, sedangkan komitmen

melakukan menunjukkan suatu keinginan untuk menjalankan tindakan.

33

Page 34: Outline

d. Loyalitas tindakan

Aspek konatif atau niat untuk melakukan adalah kondisi yang mengarah

pada kesiapan bertindak dan pada keinginan untuk mengatasi hambatan

untuk mencapai tindakan tersebut. Artinya, tindakan merupakan hasil

pertemuan antara dua kondisi tersebut. Apabila loyalitas telah sampai

pada tahapan ini, maka dapat dikatakan bahwa inilah wujud dari

loyalitas konsumen yang sebenarnya.

Perilaku setelah pembelian merupakan tahap evaluasi pasca pembelian,

dimana pada tahap ini konsumen menilai kembali kualitas pelayanan yang

diterimanya, baik yang memuaskan maupun yang tidak memuaskan. Konsumen

yang puas akan melakukan tindakan pasca pembelian, yang dapat berupa

pembelian ulang, pembentukan loyalitas, dan menyebarluaskan kepada orang lain

(word of mouth). Sebaliknya, konsumen yang tidak puas akan melakukan

peralihan (switching) dan menyebarkan berita negatif kepada orang lain atas

pengalamannya yang tidak menyenangkan atau tidak memuaskan dirinya.

Gambar 2.8. Bentuk Tindakan Pasca Pembelian

Sumber: Kurtz & Clow (1998)

34

Pasca Pembelian

Re-purchase

Negative word of mouth

Switching

Positive word of mouth

LoyaltyPuas

Tidak puas

Page 35: Outline

Untuk mencapai kepada tingkatan tertinggi dari loyalitas pelanggan, maka

proses yang dilalui secara sistematis, menurut Kotler, adalah:

1) Kesadaran (awareness)

Tahap ini merupakan pembentukan kesadaran konsumen untuk

memosisikan produk yang ditawarkan perusahaan sebagai rangsangan

untuk melakukan tindakan pembelian.

2) Pembelian awal (initial purchase)

Adalah langkah terpenting yang harus diperhatikan oleh perusahaan agar

konsumen mendapatkan kesan pertama yang baik.

3) Evaluasi pasca pembelian (post purchase evaluation)

Setelah melakukan pembelian, konsumen akan menilai kembali

kepantasan pengorbanan yang dikeluarkannya, dengan pemenuhan

kepuasannya.

4) Keputusan akan membeli kembali (decision of re-pruchase)

Jika konsumen merasa puas, maka besar kemungkinan ia akan

mempertimbangkan atau bahkan memutuskan untuk membeli kembali.

5) Pembelian kembali (re-purchase)

Ini adalah tahap akhir dari tahapan pembentukan loyalitas, dimana

dianggap konsumen benar-benar setia dan akan melakukan pembelian

berulang secara terus menerus.

Sedangkan bagi konsumen sendiri, status keterikatan mereka terhadap

produk barang atau jasa dapat digambarkan melalui bagan perkembangan status

konsumen berikut ini:

35

Page 36: Outline

Gambar 2.9 - Tahap Pengembangan Konsumen

Sumber: Kottler (2000)

13. Penelitian Pendahuluan

Purwanto Waluyo dan Agus Pamungkas, berjudul “Analisis Perilaku

Brand Switching Konsumen Dalam Pembelian Produk Handphone di

Semarang”. Dalam penelitian ini, variety seeking merupakan moderating

variabel yang dibentuk dari consideration set size (seperangkat ukuran

36

Suspect

Members

Client

Repeat customers

First time customers

Prospect

Advocates/ambassador

Partners

Populasi secara luas yang berpeluang untuk menjadi pelanggan

Perusahaan sudah menganggap pelanggan sebagai mitra kerja, meskipun secara organisasional, mereka berada di luar struktur.

Pelanggan loyal yang mempromosikan secara luas, tanpa imbalan, karena kecintaannya kepada produk dan perusahaan (produsen)

Pelanggan yang sudah dianggap sebagai bagian dari organisasi perusahaan, yang perannya didengar dan dipertimbangkan.

Konsumen yang sudah menjadi pelanggan perusahaan, dan secara intensif melakukan pembelian ulang, dengan atau tanpa diingatkan oleh perusahaan

Konsumen yang merasa puas dan memasuki tahap tindakan untuk melakukan pembelian ulang

Konsumen yang untuk pertama kalinya membeli dan mengkonsumsi produk yang dijual perusahaan

Calon pelanggan yang sudah didekati oleh perusahaan

Page 37: Outline

pertimbangan), yang terdiri dari pengalaman terdahulu, pengetahuan produk dan

pencarian informasi. Sementara variabel pengalaman terdahulu disimpulkan

memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan terhadap produk

handphone, yaitu sebesar thitung 2,390 > ttabel 1,64. Kepuasan konsumen disimpulkan

tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap perpindahan merek, yaitu thitung -3,277

> ttabel 1,64. Dengan hasil negatif tersebut, maka disimpulkan bahwa jika

konsumen sudah merasa puas, maka ia tidak akan melakukan perpindahan merek

(brand switching). Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui pengaruhnya

terhadap brand switching apabila konsumen merasakan ketidakpuasan terhadap

merek atau produk kartu seluler. Sedangkan consideration set size sebagai faktor

pembentuk variety seeking, dalam penelitian tersebut memiliki pengaruh

signifikan terhadap brand switching, yaitu thitung 4,262 > ttabel 1,64.

B. HIPOTESIS

Berdasarkan pengamatan dan pembelajaran teori yang ada, serta perumusan

masalah di atas, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian ini sebagai

berikut:

1. H1 : Faktor variety seeking dan ketidakpuasan berpengaruh signifikan

terhadap perilaku brand switching pada konsumen remaja

pengguna kartu seluler prabayar di Pekanbaru.

2. H2 : Variety seeking merupakan faktor yang paling berpengaruh

terhadap perilaku brand switching pada konsumen remaja

pengguna kartu seluler prabayar di Pekanbaru.

C. VARIABEL PENELITIAN & INDIKATOR

37

Page 38: Outline

Dalam penelitian ini, berdasarkan rumusan masalah di atas maka terdapat

dua variabel yang akan diteliti, yaitu variabel independen (bebas) dan variabel

dependen (terikat), yang merupakan variabel yang dipergunakan dalam jenis

penelitian asosiatif kausatif (sebab akibat). Berdasarkan perumusan masalah di

atas, maka penulis menentukan variabel penelitian menjadi:

1. Variabel bebas X1, Variety seeking

2. Variabel bebas X2, Ketidakpuasan

3. Variabel bebas Y, Brand Switching

Gambar 2.10 - Hubungan Variabel Variety Seeking & Ketidakpuasan Terhadap Brand Switching.

Tabel 2.1 – Konsep Operasional Variabel

Variety Seeking(X1)

Ketidakpuasan(X2)

Brand Switching

(Y)

Simultan

Parsial

38

Page 39: Outline

BAB III

39

Page 40: Outline

METODELOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan terhadap penduduk kota Pekanbaru kelompok usia

remaja, yaitu antara usia 10-14 tahun dan 15 – 19 tahun. Dan untuk keperluan

pengumpulan data, maka penulis akan melakukan pengumpulan data di titik

berkumpulnya remaja Pekanbaru usia sekolah menengah pertama dan atas, seperti

di:

a. Perpustakaan umum daerah

b. Sekolah-sekolah menengah atas di Pekanbaru

c. Sekolah-sekolah menengah pertama di Pekanbaru

d. Sentra-sentra penjualan telepon seluler dan voucher pulsa, seperti di

Senapelan Plaza dan Mal Pekanbaru.

2. Populasi Dan Sampel

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penduduk kota

Pekanbaru kelompok umur 10-14 tahun dan 15 – 19 tahun yang menggunakan

kartu seluler. Gabungan jumlah populasi remaja kelompok usia tersebut menurut

data dari Badan Pusat Statistik Riau adalah berjumlah 144.561 orang.

Untuk mendapatkan sampel yang tepat dalam memberikan tanggapannya,

maka penulis menentukan kriteria khusus bagi populasi untuk dapat dijadikan

responden, atau dalam artian, penulis mempergunakan metode purposive

sampling untuk memilih sampel yang dianggap paling dapat mewakili objek

penelitian. Kriteria yang penulis pergunakan adalah, populasi yang telah

40

Page 41: Outline

melakukan brand switching sedikitnya 2 kali dalam setahun terakhir (Mei 2009

hingga Mei 2010). Hal ini perlu penulis lakukan dengan mempertimbangkan

keakuratan tanggapan dari responden yang memang telah berpengalaman dalam

melakukan brand switching kartu seluler.

Sedangkan untuk menentukan banyaknya jumlah sampel (Sample Size),

penulis mempergunakan rumus SLOVIN, sebagai berikut:

Dimana: n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Deviasi atau jumlah tingkat kesalahan

Tingkat kesalahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebesar

10%, sehingga jumlah sampelnya ditentukan sebagai berikut:

Dari hasil olah rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel yang penulis

genapkan menjadi 100 orang responden.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data penelitian adalah dengan metode-metode sebagai

berikut:

Kuesioner, untuk mengumpulkan data primer yang dibutuhkan.

Studi Pustaka, yang terdiri dari buku-buku penunjang, jurnal-jurnal

penelitian bidang pemasaran, khususnya yang berhubungan dengan

41

Page 42: Outline

perilaku konsumen, serta artikel-artikel lainnya yang relevan dengan

penelitian ini.

Observasi, dimana penulis turun ke lapangan untuk mengumpulkan data-

data yang cukup mengenai merek-merek produk kartu seluler yang

beredar di pasaran saat ini. Selain turun lapangan, penulis juga

melakukan observasi media cetak dan elektronik yang menayangkan

iklan-iklan kartu seluler.

4. Teknik Analisis Data

Skala pengukuran yang dipergunakan adalah skala Likert. Oleh karena skala

data pada pengukuran Likert masih dianggap sebagai skala ordinal, sementara

dalam proses analisis regresi diharuskan untuk mempergunakan skala interval,

maka penulis terlebih dahulu akan melakukan transformasi skala ordinal ke

interval dengan metode Method of Successive Interval (MSI), dengan prosedur

sebagai berikut:

1) Perhatikan setiap butir jawaban responden yang disebarkan

2) Pada setiap butir ditentukan berapa orang yang mendapatkan skor

1,2,3,4 dan 5, yang disebut sebagai frekuensi.

3) Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya

disebut dengan proporsi.

4) Tentukan nilai proporsi kumulatif dengan jalan menjumlahkan nilai

proporsi secara berurutan perkolom skor.

5) Gunakan tabel distibusi normal, hitung tabel z untuk setiap proporsi

kumulatif yang diperoleh.

42

Page 43: Outline

6) Tentukan nilai tinggi densitas untuk setiap nilai z yang diperoleh

(dengan menggunakan tabel tinggi densitas)

7) Tentukan nilai skala dengan menggunakan rumus:

8) Tentukan nilai transformasi dengan rumus:

Y = NS + 1+ NS min

Jenis analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

Analisis regresi, yaitu suatu analisis yang mengukur pengaruh variabel

bebas terhadap variabel terikat. Karena dalam penelitian ini

menggunakan lebih dari satu variabel bebas, maka analisis yang

dipergunakan adalah regresi linear berganda. Persamaan regresi linear

berganda adalah:

Y = a + 1 + 2 + ei

Y = Brand Switching

a = Konstanta, yaitu nilai Y apabila variabel X = 0

1 = Koefisien X1, apabila koefisien X2 = 0

β2 = Koefisien X2, apabila koefisien X1 = 0

X1 = Variabel variety seeking

X2 = Variabel ketidakpuasan

ei = faktor-faktor pengganggu (faktor lainnya)

Uji F (Uji simultan)

Pengujian terhadap hipotesis 1 (H1) adalah dengan mempergunakan

metode pengujian simultan (Uji F) yang mengukur pengaruh semua

43

Page 44: Outline

variabel independen (X1, dan X2) terhadap perubahan perilaku variabel

dependen (Y). Formulasi pengujian simultan adalah sebagai berikut:

Dimana,

Dimana: F = Nilai hitung simultan

R2 = Nilai kuadrat regresi

n = Jumlah sampel

m = Jumlah variabel independen

1 = Jumlah variabel dependen

Level f signifikan atau tingkat keyakinan penulis dalam penelitian ini

adalah 95%, sehingga menjadi sebesar 5% atau 0,05.

Formulasi hipotesis dirumuskan sebagai berikut:

H0 : Tidak ada pengaruh signifikan variabel bebas secara simultan

terhadap variabel terikat

Ha : Terdapat pengaruh signifikan variabel bebas secara simultan

terhadap variabel terikat.

Kriteria uji hipotesis pertama (H1) untuk menentukan apakah H0 diterima

atau ditolak, dirumuskan sebagai berikut:

1. Jika F hitung > F tabel : maka Ho ditolak, yang artinya bahwa seluruh

variabel bebas secara bersama-sama memang memiliki pengaruh

44

Page 45: Outline

signifikan terhadap variabel terikat, atau variabel X menjelaskan

perubahan pada variabel Y.

2. Jika F hitung < F tabel: maka Ho diterima, yang artinya bahwa seluruh

variabel X secara simultan tidak memiliki pengaruh signifikan

terhadap variabel Y, sehingga variabel bebas yang diuji tidak dapat

menjelaskan perubahan pada variabel terikat.

Uji T (Uji parsial)

Untuk menguji hipotesis 2 (H2), maka akan dipergunakan pengujian

parsial (Uji-t), untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel bebas

secara individu terhadap perubahan perilaku variabel terikat.

Sebagaimana yang berlaku pada uji F, maka untuk mendapatkan

kesimpulan hipotesis untuk uji t, juga berlaku formulasi sebagai berikut:

H0 : Tidak ada pengaruh signifikan variabel bebas secara parsial

terhadap variabel terikat

Ha : Terdapat pengaruh signifikan variabel bebas secara parsial

terhadap variabel terikat.

Kriteria untuk menentukan penerimaan atau penolakan H0 adalah

sebagai berikut:

1. Jika thitung > ttabel : maka Ho ditolak, yang artinya bahwa variabel bebas

(X1 dan X2) secara terpisah (parsial) memiliki pengaruh signifikan

terhadap variabel terikat, atau variabel X dapat menjelaskan

perubahan pada variabel Y.

45

Page 46: Outline

2. Jika thitung < ttabel: maka Ho diterima, yang artinya bahwa variabel

bebas (X1 dan X2) secara terpisah (parsial) tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap variabel Y, sehingga variabel bebas yang diuji

tidak dapat menjelaskan perubahan pada variabel terikat.

Rumusan statistik untuk mencari nilai thitung setiap variabel bebas adalah

sebagai berikut:

Dimana: X = variabel

bebas

Y = variabel terikat

n = Jumlah sampel

46

Page 47: Outline

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David. A., 1997, Manajemen Ekuitas Merek, Mitra Utama, Jakarta

Assael, Henry, 1998, Consumer Behavior and Marketing Action, 6th Edition, New York University.

Badan Pusat Statistik, Pekanbaru, 2010

Chinho, Lin,et al., 2000, A Study Of Market Structure: Brand Loyalty And Brand Switching Behaviors For Durable Household Appliances, International Journal Of Market Research, vol. 42, issue 3, p. 277-364

Dharmmesta , Basu Swastha, dan T. Hani Handoko, 2008. Manajemen Pemasaran – Analisis Perilaku Konsumen, BPFE, Jogjakarta.

Dharmmesta, Basu S (1993), Perilaku Berbelanja Konsumen Era 90’an dan Strategi Pemasaran, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, September, h. 29-40.

Engel, Blackwell & Miniard. 1994, Perilaku Konsumen, PT Binarupa Aksara, Jakarta.

Istijanto, 2009. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Junaidi, Shellyana, dan Basu S. Dharmmesta, 2002, Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen, Karakteristik Kategori Produk, Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek, Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, vol. 17., no. 1, hal. 91-102

Kahn, Barbara E (1998), "Dynamic Relationship With Customer: High-Variety Strategis", Journal of the academy of Markeing Science, Vol. 26, No. 1 pages 45-53

Keaveney, Susan M. (1995), "Customer Switching Behavior in Service Industries: An Exploratory Study", Journal of Marketing,Vol. 59, April, p. 71-82.

Kottler, Phillip, dan Kevin Keller, 2007, Manajemen Pemasaran, penerbit Indeks, Jakarta.

____________, & Armstrong, 2001, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Penerbit Erlangga, Jakarta

Majalah PULSA Januari 2010

47

Page 48: Outline

Mayasari, Iin, 2005, Pengaruh Aspek Internal Individu Pada Perilaku Pencarian Variasi Serta Dampaknya Pada Loyalitas Kesikapan, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.

Menon, Satya and Khan, Barbara E (1995), "The Impact of Context on Variety Seeking in Product Choices", Journal of Consumer Research, Vol.22 (December), p.285-295

Nenungadi, Praskash (1990), "Recall and Customer Consideration Sets: Influencing Choice Without Altering Brand Evaluations", Journal of Consumer Research, Vol. 19, (Set), p. 256-270.

Mowen, John C., dan Minor, 1998, Perilaku Konsumen, Erlangga, Jakarta

Peter, Paul J., dan Jerry C. Olson, 2000, Consumer Behavior And Marketing Strategy, McGraw Hill, New York, US

Priyatno, Duwi , 2009. SPSS Untuk Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariate, Penerbit ANDI, Jogjakarta.

Rangkuti, Freddy. 2006, Measuring Customer Satisfaction, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Riduwan, 2008, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Schiffman, Leon G, and Leslie L. Kanuk, 2007, Perilaku Konsumen, Indeks, Jakarta

Setyaningrum, Ari, 2005, Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen dan Variety Seeking Terhadap Keputusan Perpindahan Merek, UNIKA Atmajaya, Jakarta

Simamora, Bilson, 2003, Membongkar Kotak Hitam Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

________________, 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta..

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Bisnis, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Sunyoto, Danang, 2009. Analisis Regresi & Uji Hipotesis, Medpress, Jogjakarta.

Tjiptono, Fandy, 2008, Strategi Pemasaran, Penerbit ANDI, Jogjakarta.

Triton, P.B, 2008, Strategic Marketing, Penerbit Tugu, Yogyakarta.

48

Page 49: Outline

Umar, Husein, 2008, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Raja Grafindo Persada, Jakarta

www.telkomsel.com

www.xl.co.id

www.indosat.co.id

www.myesia.com

www.telkomflexi.com

www.three.co.id

www.infoseluler.com, 2010

Waluyo, Purwanto & Pamungkas, Agus. 2003. Jurnal Riset “Analisis Perilaku Brand Switching Konsumen Dalam Pembelian Produk Handphone Di Semarang”.

49

Page 50: Outline

Lampiran 1: Model & Daftar Pertanyaan Kuesioner

Kepada Yth : Bapak/Ibu/Sdr/I

Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau

Perihal : Permohonan Pengisian Kuesioner

Judul : Analisis Pengaruh Consideration Set Size Terhadap Perilaku

Brand Switching

Konsumen Kartu Seluler Pra Bayar Pada Mahasiswa Fakultas

Ekonomi

Universitas Riau

Dengan hormat,

Sehubungan dengan persyaratan penelitian yang harus saya penuhi dalam

rangka untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen

Universitas Riau, bersama ini perkenankanlah saya memohon kesediaan

Bapak/Ibu/Sdr/I untuk mengisi daftar pertanyaan dalam kuesioner ini.

I. Petunjuk Pengisian

1. Beri tanda (x) pada kolom yang anda pilih sesuai keadaan yang

sebenarnya.

2. Arti dari kode huruf-huruf pada tabel jawaban kuesioner adalah sebagai

berikut:

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

R = Ragu-ragu

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

II. Karakteristik Responden

Jenis Kelamin : Lk / Pr

Umur : Tahun

50

Page 51: Outline

*Coret yang tidak perlu

Pendapatan rata-rata perbulan:

< Rp 1.000.000

Rp 1.000.000 – Rp 1.999.000

Rp 2.000.000 – Rp 2.999.000

Rp 3.000.000 – Rp 3.999.000

> Rp 4.000.000

51

Page 52: Outline

52

Page 53: Outline

53