“out of sundaland” (oppenheimer, 1998)_ perdebatan terbaru (2008) _ geotrek indonesia
DESCRIPTION
Ilmu AlamTRANSCRIPT
Geotrek Indonesia
“MEMANDANG ALAM DENGAN PENGERTIAN, JAUH LEBIH
BERARTI DAN MENYUKAKAN HATI DARIPADA HANYA
MENYAKSIKAN KEELOKANNYA.” (ALBERT HEIM, 1878)
Rekan-rekan yang suka membaca atau mempelajari buku-buku tentang
migrasi manusia modern berdasarkan analisis genetika molekuler (DNA),
pasti pernah membaca nama Stephen Oppenheimer. Oppenheimer
adalah salah satu tokoh utama bidang ini, yang produktif menuliskan
hasil-hasil risetnya. Saat ini, Oppenheimer yang semula seorang dokter
anak dan pernah bertugas di Afrika, Malaysia, dan Papua New Guinea;
adalah research associate di Institute of Human Sciences, Oxford
University.
Salah satu bukunya yang terkenal “Out of Eden : the Peopling of the
World” (2004), cetakan terbarunya baru saya beli dua minggu lalu. Ini
adalah sebuah buku yang komprehensif tentang sejarah penghunian
semua daratan di Bumi oleh manusia modern berdasarkan analisis DNA
pada semua bangsa. Oppenheimer memang pernah terlibat dalam
suatu proyek raksasa untuk pemetaan genome manusia seluruh dunia.
Dari situ ia mendapatkan data untuk menyusun bukunya. Melalui buku
ini, kita bisa menebak dengan mudah bahwa Oppenheimer adalah
seorang pembela pemikiran migrasi manusia : Out of Africa, dan
menyerang Multiregional. Saya tak akan menceritakan buku tersebut,
saya akan bercerita tentang bukunya yang lain, yang menyulut
perdebatan.
Tahun 1998, Oppenheimer menerbitkan buku yang menggoncang
kalangan ilmuwan arkeologi dan paleoantropologi,”Eden in the East :
The Drowned Continent of Southeast Asia”. Buku ini penting bagi kita
sebab Oppenheimer mendasarkan tesisnya yang kontroversial itu atas
geologi Sundaland. Secara singkat, buku ini mengajukan tesis bahwa
Sundaland adalah Taman Firdaus (Taman Eden), suatu kawasan
berbudaya tinggi, tetapi kemudian tenggelam, lalu para penghuninya
mengungsi ke mana-mana : Eurasia, Madagaskar, dan Oseania dan
menurunkan ras-ras yang baru. Dari buku Oppenheimer inilah pernah
muncul sinyalemen bahwa Sundaland adalah the Lost Atlantis – benua
berkebudayaan maju yang tenggelam.
“Out of Sundaland” (Oppenheimer, 1998):Perdebatan Terbaru (2008)
Jun
13
Tesis Oppenheimer (1998) jelas menjungkirbalikkan konsep selama ini
bahwa orang-orang Indonesia penghuni Sundaland berasal dari
daratan utama Asia, bukan sebaliknya. Apakah Oppenheimer benar ?
Penelitian dan perdebatan atas tesis Oppenheimer telah berjalan 10
tahun. Saya ingin menceritakan beberapa perdebatan terbaru.
Sebelumnya, saya ingin sedikit meringkas tesis Oppenheimer (1998)
itu.
Dalam “Eden in the East: the Drowned Continent of Southeast Asia”,
Oppenheimer berhipotesis bahwa bangsa-bangsa Eurasia punya nenek
moyang dari Sundaland. Hipotesis ini ia bangun berdasarkan penelitian
atas geologi, arkeologi, genetika, linguistk, dan folklore atau mitologi.
Berdasarkan geologi, Oppenheimer mencatat bahwa telah terjadi
kenaikan muka laut dengan menyurutnya Zaman Es terakhir. Laut naik
setinggi 500 kaki pada periode 14.000-7.000 tahun yang lalu dan telah
menenggelamkan Sundaland. Arkeologi membuktikan bahwa Sundaland
mempunyai kebudayaan yang tinggi sebelum banjir terjadi. Kenaikan
muka laut ini telah menyebabkan manusia penghuni Sundaland
menyebar ke mana-mana mencari daerah yang tinggi. Terjadilah
gelombang besar migrasi ke arah Eurasia.
Oppenheimer melacak jalur migrasi ini berdasarkan genetika, linguistik,
dan folklore. Sampai sekarang orang-orang Eurasia punya mitos
tentang Banjir Besar itu, menurut Oppenheimer itu diturunkan dari
nenek moyangnya. Hipotesis Oppenheimer (1998) yang saya sebut
“Out of Sundaland” punya implikasi yang luas. Bahkan ada yang
menyebutkan bahwa Taman Firdaus (Eden) itu bukan di Timur Tengah,
tetapi justru di Sundaland. Adam dan Hawa bukanlah ras
Mesopotamia, tetapi ras Sunda (!). Nah…implikasinya luas bukan ?
Hipotesis Oppenheimer (1998) segera menyulut perdebatan baik di
kalangan ahli genetika, linguistik, maupun mitologi. Saya akan
meringkas beberapa perdebatan pro dan kontra yang terbaru (2007-
2008). Di buku-bukunyanya yang terbaru (Out of Eden, 2004; dan
Origins of the British, 2007), Oppenheimer tak menyebut sekali pun
tesis Sundaland-nya itu.
Sanggahan terbaru datang dari bidang mitologi dalam sebuah
Konferensi Internasional Association for Comparative Mythology yang
berlangsung di Edinburgh 28-30 Agustus 2007. Dalam pertemuan itu,
Wim van Binsbergen, seorang ahli mitologi dari Belanda, mengajukan
sebuah makalah berjudul “A new Paradise myth? An Assessment of
Stephen Oppenheimer’s Thesis of the South East Asian Origin of West
Asian Core Myths, Including Most of the Mythological Contents of
Genesis 1-11″. Makalah ini mengajukan keberatan-keberatan atas
tesis Oppenheimer bahwa orang-orang Sundaland sebagai nenek
moyang orang-orang Asia Barat. Binsbergen (2007) menganalisis
argumennya berdasarkan complementary archaeological, linguistic,
genetic, ethnographic, dan comparative mythological perspectives.
Menurut Binsbergen (2007), Oppenheimer terutama mendasarkan
skenario Sundaland-nya berdasarkan mitologi. Pusat mitologi Asia
Barat (Taman Firdaus, Adam dan Hawa, kejatuhan manusia dalam
dosa, Kain dan Habil, Banjir Besar, Menara Babel) dihipotesiskan
Oppenheimer sebagai prototip mitologi Asia Tenggara/Oseania,
khususnya Sundaland. Meskipun Oppenheimer telah menerima
tanggapan positif dari para ahli arkeologi yang punya spesialisasi Asia
Tenggara, Oppenheimer tak punya bukti kuat atau penelitian detail
untuk arkeologi trans-kontinental dari Sundaland ke Eurasia.
Binsbergen (2007) menantang hipotesis Oppenheimer atas argumen
detailnya menggunakan comparative mythology. Beberapa keberatan
atas hipotesis tersebut : (1) keberatan metodologi (bagaimana mitos
di Sundaland/Oseania yang umurnya hanya abad ke-19 AD dapat
menjadi nenek moyang mitos di Asia Barat yang umurnya 3000 tahun
BC ?), (2) kesulitan teoretis akan terjadi membandingkan dengan yakin
mitos yang umurnya terpisah ribuan tahun dan jaraknya lintas-benua,
juga yang sebenarnya isi detailnya berbeda; (3) pandangan
monosentrik (misal dari Sundaland) saja sudah tak sesuai dengan
sejarah kebudayaan manusia yang secara anatomi modern (lebih muda
daripada Paleolitikum bagian atas); (4) Oppenheimer tak memasukkan
unsur katastrofi alam yang bisa mengubah jalur migrasi manusia.; (5)
mitos bahwa Banjir Besar menutupi seluruh dunia harus ditafsirkan
atas pandangan dunia saat itu, bukan pandangan dunia seperti
sekarang.
Dalam pertemuan comparative mythology sebelumnya (Kyoto, 2005,
Beijing 2006), Binsbergen mengajukan pandangan yang lebih luas dan
koheren tentang sejarah panjang Old World mythology yang
mengalami transmisi yang komplek dan multisentrik, tak rigid
monosentrik seperti hipotesis Oppenheimer (1998). Winsbergen juga
mendukung tesisnya itu berdasarkan genetika molekuler menggunakan
mitochondrial DNA type B.
Itulah sanggahan terbaru atas tesis Oppenheimer (1998).
Dukungan terbaru untuk hipotesis Oppenheimer (1998), baru-baru ini
datang dari sekelompok peneliti arkeogenetika yang sebagian
merupakan rekan sejawat Oppenheimer. Kelompok peneliti dari
University of Oxford dan University of Leeds ini mengumumkan hasil
peneltiannya dalam jurnal “Molecular Biology and Evolution” edisi Maret
dan Mei 2008 dalam makalah berjudul “Climate Change and Postglacial
Human Dispersals in Southeast Asia” (Soares et al., 2008) dan “New
DNA Evidence Overturns Population Migration Theory in Island
Southeast Asia” (Richards et al., 2008).
Richards et al. (2008) berdasarkan penelitian DNA menantang teori
konvensional saat ini bahwa penduduk Asia Tenggara saat ini (Filipina,
Share this:
Like this:
One blogger likes this.
Like
Indonesia, dan Malaysia) datang dari Taiwan 4000 (Neolithikum) tahun
yang lalu. Tim peneliti menunjukkan justru yang terjadi adalah
sebaliknya dan lebih awal, bahwa penduduk Taiwan berasal dari
penduduk Sundaland yang bermigrasi akibat Banjir Besar di Sundaland.
Pemecahan garis-garis mitochondrial DNA (yang diwarisi para
perempuan) telah berevolusi cukup lama di Asia Tenggara sejak
manusia modern pertama kali datang ke wilayah ini sekitar 50.000
tahun yang lalu. Ciri garis-garis DNA menunjukkan penyebaran populasi
pada saat yang bersamaan dengan naiknya mukalaut di wilayah ini dan
juga menunjukkan migrasi ke Taiwan, ke timur ke New Guinea dan
Pasifik, dan ke barat ke daratan utama Asia Tenggara – dalam 10.000
tahun.
Sementara itu Soares et al. (2008) menunjukkan bahwa haplogroup E,
suatu komponen penting dalam keanekaragaman mtDNA (DNA
mitokondria), berevolusi in situ selama 35.000 tahun terakhir, dan
secara dramatik tiba-tiba menyebar ke seluruh pulau-pulau Asia
Tenggara pada periode sekitar awal Holosen, pada saat yang
bersamaan dengan tenggelamnya Sundaland menjadi laut-laut Jawa,
Malaka, dan sekitarnya. Lalu komponen ini mencapai Taiwan dan
Oseania lebih baru, sekitar 8000 tahun yang lalu. Ini membuktikan
bahwa global warming dan sea-level rises pada ujung Zaman Es
15.000-7.000 tahun yang lalu, sebagai penggerak utama human
diversity di wilayah ini.
Oppenheimer dalam bukunya “Eden in the East” (1998) itu berhipotesis
bahwa ada tiga periode banjir besar setelah Zaman Es yang memaksa
para penghuni Sundaland mengungsi menggunakan kapal atau berjalan
ke wilayah-wilayah yang tidak banjir. Dengan menguji mitochondrial
DNA dari orang-orang Asia Tenggara dan Pasifik, kita sekarang punya
bukti kuat yang mendukung Teori Banjir. Itu juga mungkin sebabnya
mengapa Asia Tenggara punya mitos yang paling kaya tentang Banjir
Besar dibandingkan bangsa-bangsa lain.
Nah, begitulah, cukup seru mengikuti perdebatan yang meramu
geologi, genetika, biologi molekuler, linguistik, dan mitologi ini. Pihak
mana yang mau didukung atau disanggah ? Sebaiknya, masuklah lebih
detail ke masalahnya agar argumen kita kuat, begitulah menilai
perdebatan.
Press This Twitter 1 Facebook
← Ngrayong Sandstones – Shelf
versus Deepwater: The
Debate Continues
Origin of Petroleum: Biogenic
and/or Abiogenic →
Leave a Reply
Posted in Buku, Geo-Histori, Geotrek Indonesia, Tokoh
Tagged DNA, Eden in the East, Eurasia, mitochondrial DNA, Oppenheimer,
Out of Africa, Out of Eden, Stephen Oppenheimer, Sundaland
Edit
Related
Out Of Sundaland" (Op… Konspirasi Sejarah & … "The Darwin Compend…
In "Buku" In "Geo-Histori" In "Buku"
Enter your comment here...
My Tweets
Search Search
REC ENT POSTS
The Molluca Sea Collisional Orogen
Lima Puluh Tahun Eksplorasi Angkasa Luar
Flora Pegunungan Jawa (van Steenis, 1972, 2006)
Cekungan Pembuang Dibuang Sayang: Fenomena Terbaru
Mengeluarkan Meratus dan Bayat dari Jalur Subduksi Kapur Akhir (?)
Geotrek Pacet, 23-24 November 2013
Di Atas Wajah Merapi
Gumuk Pasir Pantai Parangkusumo, Yogyakarta: Pahami, Cintai, Jaga
Indonesia: A Mozaic of Puzzles, A Mozaic of Terranes
Terangkat dari Lautan 16-8 Juta Tahun yang Lalu
Kaitan Tektonik Madura – Sidoarjo (?)
Pulau Madura: Kerumitan Deformasi Geologi
Ekstremitas Van der Tuuk (1824-1894)
Metta: Arkeolog Sangiran Pertama Kelahiran Sangiran
Right Understanding of Regional Geology will Result in Right Steps
of Exploration
Meneliti Geologi, Menggali Artefak dan Fosil (Sangiran, 6-8
September 2013)
Kepulauan Seribu
Blog at WordPress.com. | The Reddle Theme.
Sidik Jari Batu
Dibelah-belah Sesar Sumatra
Konglomerat Bancuh FM., Menanga, Lampung: Benturan Kapur Tengah
Terrane Woyla Vs. Mergui (?)
ARC HIVES
Select Month
TOPIC S
Buku
Geo-Histori
Geologi
Geotrek Indonesia
Gunung Api
Ilmu Alam
Indonesia
Sejarah
Tokoh
REC ENT COMMENTS
wispaten on Relasi Hominid dan “Adam…
wispaten on Kronologi “Manusia Perta…
Oi on Sultan Agung 1628-1629 M: Meng…
agus on Perbukitan Menoreh dan Nanggul…
Herman Moechtar on Relasi S1 – S2 – S3 dan P…
META
Site Admin
Log out
Entries RSS
Comments RSS
WordPress.com