oselu. . 0 4 5 6 7 8 (!) 10 11 12 13 14 15 18 19 20 ~1 22...

2
·-~ \ o Selu. . o RabiJ 0 Kamls 0 Jumat 0 Sabtu RASAnymn,m dan tenterarn bagi kelompok minoritas di negeri ini nampaknya masih tetap menjadi barang langka. Dalam berbagaikasus yang terjadi, tidakjarang bahwa kelompok minoritas selalu terbclenggu dengan rasa ketakutan dan ancaman darl kaum mayoritas, Mli1ggu 4567 8 (!) 10 11 12 13 18 19 20 ~1 22 23 24 25 26 27 28 14 15 29 30 31 OPeb OMar OApr OMel OJun O·Jul OAgs .• Sep OOkt Terusiknya ~=-~~~----~~ ~------------~I Pluralisme an sa ONoV ODes P eristiwa paling mutakhir adalah penyerangan seke- lompok orang terhadap kelompok minoritas Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur. Peristiwa yang kurang lebih samajuga sudah pernah menimpa ke- lompok ini pada Desember 2011lalu. Hal yang samajuga pernah di- alami kelompok minoritas Ahmadi- yah dalam berbagai kesempatan. Demikianjuga terhadap kelompok umat kristiani tidakjarang terjadi berbagai bentuk kekerasan yang pada akhirnya menimbulkan konflik yang tidakjarang menelan korbanjiwa. Berbagai peristiwa itu seolah menjadi bagian tidak terpisahkan dari perja- . lanan bangs a ini. Persoalan itu tentu menunjukkan bagaimana sesungguhnya nilai keru- kunan masih saja menjadi barang langka bagi bangsa ini. Kendati UUD 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa kebebasan dalam menjalan- kan ibadah merupakan salah satu hak dasar manusia, fakta menunjukkan kebebasan yang satu ini seakan men- jadi barang langka yang sulit direali- sasikan. Sebenarnya, bangsaini sudah terlalu lelah dengan suguhan tindak kekerasan yang sering dipertontonkan oleh oknum-oknum tertentu terhadap para penganut agama, khususnya dengan pengikut minoritas. Padahal, negara melalui UUD 1945 sudah me- negaskan bahwa kebebasan beribadah, termasuk menjalankan kegiatan iba- dahnya adalah merupakan hak setiap orang. Negara menjadi penanggung- jawab penuh manakala terjadi situasi yang berusaha untuk menghalangi aktivitas ibadah setiap orang. Namun realitanya, kebebasan beragama masih saja menjadi barang mahal. Bahkan pemerintah tidakja- rang melakukan pembiaran terhadap berbagai bentuk intervensi pihak lain terkait dengan pelaksanaan kebebasan beragama. Sehingga tidak menghe- rankan bila kemudian bermunculan berbagai aksi teror dan intimidasi ter- hadap penganut agama tertentu. Kegagalan Negara Bercermin pada berbagai peris- tiwa kekerasan, khususnya terhadap OLEH: JANPATAR SIMAMORA kekerasan dalam hal menjalankan ibadah bagi kaum minoritas, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya negara telah gagal dalam memberi- kan kenyamanan dan perlindungan terhadap praktik kebebasan ber- agama di negeri ini. Sejumlah fakta yang terjadi belakangan bisa dijadi- kan tolok ukur. Pertama, begara melalui aparat penegak hukum telah lalai memberi- kan perlindungan terhadap setiap warga begara dalam menjalankan ke- giatan keagamaannya. Berbagai ben- tuk kekerasan yang terjadi terhadap para penganut agama minoritas semestinya tidak perlu terjadi ketika negara melalui aparat keamanan dapat bertindak sigap dan responsif dalam menanggapi berbagai sinyak konflik yang ada selama ini. Kedua, bentuk regulasi yang digulirkan pemerintah terkait dengan kebebasan beribadahjustrujauh dari semangat kebebasan beragama dan nilai-nilai pluralisme sebagaimana yang dituangkan dalam sila-sila Pan- casila. Bahkan regulasi yang dicip- takan terkesan membangun penyum- batan terhadap kebebasan beragama. Hal ituterbukti dari keluarnya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala DaerahjWakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Keruku- nan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah. Regulasi yang satu ini menjelas- kan bahwa permohonan pendirian rumah ibadah diajukan oleh Panitia Pembangunan Rumah Ibadah kepada BupatijWalikota guna memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (1MB) rumah ibadah. Namun dalam pen- gajuannya, terdapat sejumlah dalil yangjustru sangat berpotensi untuk menyulut konflik horizontal. Konflik Horizontal Salah satu ketentuan yang paling berpotensi menyulut konflik horizon- tal adalah pada pasal13 ayat (2) yang , menyatakan bahwa pendirian rumah ibadah harus mendapat persetujuan dari minimal 60 warga setempat yang Kllplni Humas Unp;ad 2012 -:

Upload: lenga

Post on 08-Apr-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

·-~

\

o Selu. .o RabiJ 0 Kamls 0Jumat 0 Sabtu

RASAnymn,mdan tenterarnbagi kelompok

minoritasdi negeri ininampaknyamasih tetap

menjadi baranglangka. Dalamberbagaikasusyang terjadi,tidakjarang

bahwa kelompokminoritas selalu

terbclenggudengan rasa

ketakutan danancaman darl

kaum mayoritas,

• Mli1ggu4 5 6 7 8 (!) 10 11 12 13

18 19 20 ~1 22 23 24 25 26 27 2814 1529 30 31

OPeb OMar OApr OMel OJun O·Jul OAgs .• Sep OOkt

Terusiknya~=-~~~----~~ ~------------~IPluralisme an sa

ONoV ODes

Peristiwa paling mutakhiradalah penyerangan seke-lompok orang terhadapkelompok minoritas Syiahdi Sampang, Madura, Jawa

Timur. Peristiwa yang kurang lebihsamajuga sudah pernah menimpa ke-lompok ini pada Desember 2011lalu.

Hal yang samajuga pernah di-alami kelompok minoritas Ahmadi-yah dalam berbagai kesempatan.Demikianjuga terhadap kelompokumat kristiani tidakjarang terjadiberbagai bentuk kekerasan yang padaakhirnya menimbulkan konflik yangtidakjarang menelan korbanjiwa.Berbagai peristiwa itu seolah menjadibagian tidak terpisahkan dari perja- .lanan bangs a ini.

Persoalan itu tentu menunjukkanbagaimana sesungguhnya nilai keru-kunan masih saja menjadi baranglangka bagi bangsa ini. Kendati UUD1945 dengan tegas menyebutkanbahwa kebebasan dalam menjalan-kan ibadah merupakan salah satu hakdasar manusia, fakta menunjukkankebebasan yang satu ini seakan men-jadi barang langka yang sulit direali-sasikan.

Sebenarnya, bangsaini sudahterlalu lelah dengan suguhan tindakkekerasan yang sering dipertontonkanoleh oknum-oknum tertentu terhadappara penganut agama, khususnyadengan pengikut minoritas. Padahal,negara melalui UUD 1945 sudah me-negaskan bahwa kebebasan beribadah,termasuk menjalankan kegiatan iba-dahnya adalah merupakan hak setiaporang. Negara menjadi penanggung-jawab penuh manakala terjadi situasiyang berusaha untuk menghalangiaktivitas ibadah setiap orang.

Namun realitanya, kebebasanberagama masih saja menjadi barangmahal. Bahkan pemerintah tidakja-rang melakukan pembiaran terhadapberbagai bentuk intervensi pihak lainterkait dengan pelaksanaan kebebasanberagama. Sehingga tidak menghe-rankan bila kemudian bermunculanberbagai aksi teror dan intimidasi ter-hadap penganut agama tertentu.

Kegagalan NegaraBercermin pada berbagai peris-

tiwa kekerasan, khususnya terhadap

OLEH: JANPATAR SIMAMORA

kekerasan dalam hal menjalankanibadah bagi kaum minoritas, dapatdisimpulkan bahwa sesungguhnyanegara telah gagal dalam memberi-kan kenyamanan dan perlindunganterhadap praktik kebebasan ber-agama di negeri ini. Sejumlah faktayang terjadi belakangan bisa dijadi-kan tolok ukur.

Pertama, begara melalui aparatpenegak hukum telah lalai memberi-kan perlindungan terhadap setiapwarga begara dalam menjalankan ke-giatan keagamaannya. Berbagai ben-tuk kekerasan yang terjadi terhadappara penganut agama minoritassemestinya tidak perlu terjadi ketikanegara melalui aparat keamanandapat bertindak sigap dan responsifdalam menanggapi berbagai sinyakkonflik yang ada selama ini.

Kedua, bentuk regulasi yangdigulirkan pemerintah terkait dengankebebasan beribadahjustrujauh darisemangat kebebasan beragama dannilai-nilai pluralisme sebagaimanayang dituangkan dalam sila-sila Pan-casila. Bahkan regulasi yang dicip-takan terkesan membangun penyum-batan terhadap kebebasan beragama.Hal ituterbukti dari keluarnyaPeraturan Bersama Menteri Agamadan Menteri Dalam Negeri No. 9 danNo. 8 tentang Pedoman PelaksanaanTugas Kepala DaerahjWakil KepalaDaerah dalam Pemeliharaan Keruku-nan Umat Beragama, PemberdayaanForum Kerukunan Umat Beragamadan Pendirian Rumah Ibadah.

Regulasi yang satu ini menjelas-kan bahwa permohonan pendirianrumah ibadah diajukan oleh PanitiaPembangunan Rumah Ibadah kepadaBupatijWalikota guna memperolehIzin Mendirikan Bangunan (1MB)rumah ibadah. Namun dalam pen-gajuannya, terdapat sejumlah dalilyangjustru sangat berpotensi untukmenyulut konflik horizontal.

Konflik HorizontalSalah satu ketentuan yang paling

berpotensi menyulut konflik horizon-tal adalah pada pasal13 ayat (2) yang ,menyatakan bahwa pendirian rumahibadah harus mendapat persetujuandari minimal 60 warga setempat yang

Kllplni Humas Unp;ad 2012-:

dibuktikan dengan tanda tangan dankemudian harus disahkan oleh kepaladesa atau lurah setempat. Persyarat-an berikutnya tertuang dalam pasal14ayat (2) yang menegaskan bahwapendirian rumah ibadat harus me-ngantongi sejumlah syarat, yaitu daf-tar nama dan tanda tangan penggunarumah ibadah minimal 90 orang yangkemudian harus disahkan oleh pejabatsetempat. Pada bagian terakhir dije-laskan bahwa semua syarat dimaksudakan komplit bila mendapat rekomen-dasi tertulis dari kepala kantor depar-temen agarna KabupatenjKota.

Dari seluruh ketentuan itu, nam-pak dengan jelas bahwa pendirianrumah ibadah seolah dipersepsikansebagai bentuk perbuatan yang dapatmengacaukan ketenteraman publik.Padahal, dapat dipastikan bahwa ti-ada satu pun agama yang melakukankegiatan ibadah dengan menciptakankerusuhan dan membuat keonaran.Lalu mengapa mesti dipersulit ?

Pasal28E UUD 1945 dengan tegasmenyatakan setiap orang memilikikebebasan dalam memeluk agamanyaserta menjalankannya sesuai denganajaran agamanya rriasing-masing.Di samping itu, Pancasila sebagaiideologi negara juga telah mengakuidan mengikat negeri dengan anekaragarn etnis, agama dan budaya inidalam satu tali persaudaraan, yaitubangsa Indonesia. Karenanya,jangansampai pluralisme bangsajustruterusik hanya karena ulah segelintirorang yang berusaha mempertajamsekat perbedaan yang dapat memicukeretakan persaudaraan bangsa ini.

Justru pluralisme bangsa harusdijadikan kekuatan dalam memba-ngun bangsa Indonesia yang lebihbermartabat serta diperhitungkandalam perhelatan internasional. Ke-beragaman yang dimiliki bangsa iniharus ditempatkan sebagai bentukkekayaan dan kekuatan yang harusdikelola dengan baik. Kalau kemudi-an nilai pluralisme itujustru sudahterkoyak di negeri sendiri, makabagaimana mungkin kita mampubangkit dan bersaing dengan ne-gara-negara maju? .

"Penulis, Peserta Program DoktorIlmuHukum UnpadBandung