opportunity after disaster€¦ · edisi kali ini bertemakan “refleksi 9 tahun tsunami”. kami...

44
Aceh, Tsunami & Turki Peringatan 9 Tahun Tsunami Bersyukur Karena Bencana Itu Hikmah 26 Desember Mengenal Musium Tsunami Banda Aceh Opportunity After Disaster

Upload: others

Post on 25-Mar-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

Aceh, Tsunami & Turki

Peringatan 9 Tahun Tsunami

Bersyukur Karena Bencana Itu Hikmah

26 Desember

MengenalMusium Tsunami

Banda Aceh

Opportunity After Disaster

Page 2: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

Dewan RedaksiPenanggung Jawab

Ketua Ikamat: Muhammad Ichsan

Redaksi

Pemimpin Redaksi:Muhajir

Wakil Pemimpin RedaksiCut Tari Ferdayati

EditorPutri Sarah

Wardatul UlaNurul Asmi Amalia

Risda Afriyani

Mitra BestariMuhammad Arhami, M. Kom

Anita Desiani, M. KomMuhammad Nawawi, ST

IlustratorMuhammad Dean Karisa

Hafiz Bunayya

Rubrik SastraM. Iqbal

Fuzna Zakaria

Rubrik AgamaTgk. Munir

Tgk. Bukhari

Rubrik PendidikanRika Hariati

Ghina Urraihal

Rubrik sejarahRaudhana Fitri

Munazzah

Rubrik UmumMisrul hayati

___________________________________Bagi yang ingin mengirimkan tulisan, dapat dikirim ke email [email protected] dengan format tu-lisan maksimal 4 lembar A4 serta mencantumkan nama, email, & kota yg ditempati sekarang.

Sekapur SirihAssalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh.

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Buletin Ikamat (BULEKAT) edisi kedua ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah kita tentukan. Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”.

Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu hingga terselesaikannya edisi kedua ini, walaupun ditengah padatnya studi dan kesibukan lainnya, anggota redaksi BULEKAT serta dengan bantuan warga Ikamat akhirnya bisa menyelesaikan edisi kedua ini dengan baik.

Semoga dengan adanya BULEKAT edisi kedua ini kita dapat belajar serta menambah wawasan demi ter-us berkarya. Akhir kata kami ucapkan selamat membaca.

Salam Redaksi BULEKAT.

Page 3: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

Daftar Isi

1357911131517192128

2931333536

Profil Mahasiswa(i) Aceh di TurkiAzwir Nazar & Putri Sarah

Inter Voice. The Verandah of Loss and Possibility Lilianne Fan

26 Desember Hidayat Ismed

Testimoni Warga IKAMAT

Wawancara: Nahari Agustini. Duta Besar Indonesia - Turki Azwir Nazar & Muhammad Ichsan

Turkey’s Education: Model and Technology Nurlaila Ramadhan S

Opportunity After DisasterLisa Wilda Mumtahani

Asya’da Doğal AfetlerSulih Nur Rohmah

Sejarah Sebagai ManifestasiSaiful Akmal

Musium Tsunami Banda Aceh Ghina Ulraihal

Bersyukur Karena Bencana Itu Hikmah Susilawati Aulya Ibrahim

Kumpulan Puisi Bintang Bumoe

Cerpen: Titip Rindu buat AyahLukmanul Hakim

Peringatan 9 Tahun Tsunami

Wawancara: Muhammad Arhami Untuk Sukses, Harus Beda! Wardatul Ula

Turki Kental Akan Pengaruh Romawi Kuno Misrul Hayati

Aceh, Tsunami dan TurkiAzwir Nazar

Page 4: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

4

ADALAH Jamalon, usianya baru genap 20 tahun. Sehari-hari tinggal di Dayah. Peci hitam yang sudah mulai kusam tak juga lekang dikepalanya yang seperti bulat telur. Kain sarung dan reudak selalu dipakai pemuda berhidung mancung ini. Sama seperti kaum santri dan Tengku Dayah umumnya di Serambi Mekkah. Cita-cita dan tekadnya sudah bulat ingin menjadi Tengku atau alim ulama. Sekilas tiada yang menyangka bahwa anak dari sebuah Desa pesisir dulunya merupakan korban tsunami.

B ocah kecil yang lugu dan selalu tersenyum tersebut kini menjadi seorang santri tampan.

Padahal 9 tahun lalu, saat tragedi tsunami ia terbawa air bah sampai 3 kilometer. Kisahnya pun sangat unik dan menakjubkan. Jamalon yang saat itu baru berusia 11 tahun selamat oleh seekor anjing. Baginya, saat itu anjing adalah sosok pahlawan. “Banyak orang pikir ini lelucon, dan tidak ada yang percaya, tapi Allah mengirimkan saya anjing. Melalui anjing ini saya selamat dalam musibah tsunami” ujarnya mengenang.

Pria berkepala bulat telur dan berkulit putih ini mengisahkan anjing tersebut berwarna hitam putih. Seperti melambangkan siang dan malam. Laksana kegelapan dan cahaya terang benderang. Dalam kepanikan dan timbul tenggelam dalam air yang menggulung antara hidup dan mati dia nekat memeluk anjing lalu memegang erat ekornya. Abrakadabra, bocah yang tidak bisa berenang itu selamat! Iapun terhempas dan kandas ke daratan. Teman-temannya banyak hilang ditelan gelom-bang, terseok dan meninggal tertimpa reruntuhan dan kayu yang menggunung. Anehnya lagi, sang anjing, yang disebutnya pahlawanpun hilang tak berbekas.

“Saya mencarinya dan hendak mengucapkan ter-ima kasih, tapi dia sudah tak ada” ceritanya. Me-mang terjadi perdebatan tajam di relung batinnya. Misteri anjing itu sampai sekarang masih menjadi pertanyaan yang belum tersingkap. Mungkin itu Malaikat, pikirnya. Tapi bila Malaikat apakah mun-gkin merubah bentuk menjadi anjing? Begitu Ja-malon melanjutkan. “Saya ingin tahu siapa pemili-ki pahlawan saya itu, tapi saya tidak mengenalnya”

lanjut penyuka musik ini. Kejadian itu berlangsung sebentar saja, tapi kesannya akan terbawa seumur hidup.

“Alasan Allah memanjangkan umur karena ma-sih memberikan saya kesempatan untuk mene-bus dosa” sebutnya di suatu sore saat kami saling mengingat ie beuna mematikan itu. Bersama anak seusianya, Minggu pagi, 26 Desember 2004 itu ia tengah asik bermain kelereng. Goncangan dahsyat 9,1 SR pagi memecah keceriaan dan membuat Ja-malon bersama anak nelayan lain panik bukan kepalang . Mereka berlari pulang ke rumah dan bertemu sanak keluarga. Tiada firasat apapun. Ya, layaknya anak-anak normal lain. Si mancung ini ma-sih menghitung-hitung kelereng yang dibawanya.

Tapi saat teriakan, “ie laot ka di ek..ie laot ka di ek…”. Mereka berlari sekencang-kencangnya. Tan-gannya terlepas dari pangkuan keluarga. Jamalon terasing dan dilumat air gelombang. Hantamam pohon kelapa tepat mengenai kepalanya. Kepalan-ya berdarah, begitupun hidung dan telinganya ikut berdarah sampai bertemu anjing pahlawannya. Kelingking kaki kanannyapun hampir putus digig-it tikus beberapa saat usai bangkit dari tumpukan kayu. Terlanjang bulat. Rasa haus, lapar sempat dirasakan bocah yang saat itu masih kelas V SD di Aceh Besar itu. Untung, air racun berwarna pekat yang tertelan saat tergulung gelombang berhasil dia muntahkan saat meneguk air toilet di sebuah masjid yang para korban lain ‘berebutan’ tempat dengan mayat-mayat.

Sepenggal cerita ini bukan untuk membuka luka. Bukan pula mengagungkan anjing. Paling tidak, po-tret Jamalon dapat mengisahkan dahsyatnya trage-di tsunami itu. Setiap orang memiliki kisah sendiri. Ini seperti unfinished story. Saya yakin ada ribuan, mungkin ratusan ribu cerita lain tentang tsunami Aceh yang belum sempat ditulis. Saya Insja Allah akan menuliskannya beberapa kisah-kisah demiki-an.

Saya sendiri Saat Gempa dan Tsunami meluluhlan-takkan Aceh sedang mandi di Laut Ulee-Lhee. Salah satu wilayah pantai di kota Banda Aceh yang terpar-ah mengalami kerusakan. Hanya mesjid Baiturra-

Aceh, Tsunami dan TurkiAzwir Nazar

4

Page 5: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

55

him di bibir pantai yang masih kokoh berdiri megah. Menjadi bukti kekuasaan Allah atas bencana yang memangsa lebih 250 ribu orang pada Desember 2004 silam.

Dari pantai ini pula sebuah peninggalan sejarah keajaiban dunia terbentangkan. Sebuah kapal PLTD apung terseret gelombang dan sampai kini bera-da di Pungee BlangCut, di pusat kota Banda Aceh. Konon kapal ini adalah generator listrik milik Pe-rusahaan Listrik Negara (PLN) yang digunakan un-tuk wilayah Banda Aceh demi mengatasi seringnya pemutusan listrik dengan penumbangan tiang oleh orang tak dikenal di masa konflik. Kapal berbobot 2.600 ton tersebut sebelumnya berada di laut dan terseret lebih 3 km ke pemukiman padat penduduk.

Kedua tempat ini kemudian menjadi destinasi wisa-ta dan ziyarah para turis yang datang ke Banda Aceh. Di sela-sela itu juga ada kuburan massal para korban yang tiap tahun diperingati dengan doa ber-sama oleh masyarakat Aceh. Di tempat itu, sebel-umnya berdiri sebuah Rumah Sakit Meraxa. Des-tinasi lain yang menarik adalah museum tsunami dipusat kota dengan arsitektur yang khas sebagai edukasi bencana.

Di seluruh Aceh tsunami diperingati sebagai hari duka yang mendalam. Meski sudah 9 tahun, namun kejadian itu masih dan akan selalu diingat oleh para korban maupun warga Aceh dan Indonesia sebagai musibah terbesar di abad 21. Bendera Merah Putih selalu dikibarkan setengah tiang tiap tanggal 26 De-sember bertanda sebagai musibah nasional.

Tsunami yang menewaskan lebih 230 ribu orang ini meninggalkan banyak cerita duka. Tapi ada pula hikmah yang dirasakan masyarakat Aceh. Tsunami telah membuka pintu nurani dunia yang terketuk pintu untuk membantu Aceh. Solidaritas seluruh dunia terbangun tanpa perintah. Segala jenis orang dan profesi ikut menyumbang untuk Aceh. Damai Acehpun tercipta setelah tsunami. Para pihak yang selama ini bertikai lebih dari 30 tahun akhirnya ber-damai demi Aceh yang lebih baik dan bangkit dari musibah Tsunami dan kunkungan konflik.

Bangsa-bangsa di dunia hadir dengan berbagai bendera. Baik melalui NGO, relawan, maupun pe-merintahnya. Tokoh, selebriti dan pemimpin dunia silih berganti mengunjungi Aceh. Mulai Bill Clinton, Mursi, Jackie Chan sampai Cristiano Ronaldo. Tak ketinggalan aktor Paul Walker (Fast Furious) yang mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu juga membantu Tsunami Aceh. Rehab rekom Acehpun

kebajiran dana trilyunan rupiah. Badan Rehabilita-si dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias dibentuk untuk mengkoordinasikan rehab rekom. Ada pula NGO dan lembaga donor yang membangun langsung ke wilayah bencana.

Sehingga, setelah 9 tahun wajah Aceh sudah ban-yak berubah. Sisa-sisa tsunami hanya sedikit yang bisa ditemukan terutama di Kutaradja. Tumpukan kayu, bangunan roboh, tenda pengungsian, sudah tak lagi ada. Banda Aceh juga sudah jadi kota bersih dan lebih teratur. Rumah-rumah bantuan ada ra-tusan ribu berjejer di sepanjang pesisir pantai dan wilayah relokasi tsunami. Umumnya masyarakat memilih pulang kampung, sebab profesi mengha-ruskannya untuk mencari nafkah. Walau sampai saat ini masih juga ada yang tidak memperoleh ru-mah. Karena keserakahan manusia yang hidup sen-ang karena derita saudaranya.

Rumah BantuanSalah satu rumah bantuan rumah paling bagus adalah bantuan Turki. Ini menjadi rahasia umum di Aceh. Sebagian besar rumah Turki di awasi langsung oleh NGO pemberi bantuan. Terutama terhadap kontraktor nakal yang menelantarkan atau men-gurangi spek bantuan. Palang Merah Turki malah membuat sebuah perkampungan baru di Aceh, yaitu Lampuuk, Kecamatan LhokNga Aceh Besar. Perkampungan yang menjadi primadona wisata sebelum tsunami ini rata dengan tanah terkena hempasan Tsunami. Lagi-lagi hanya masjid Rah-matullah yang berdiri megah menjadi saksi sejarah. Bila anda pernah menonton film “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye, maka masjid Rahmatullah adalah masjid-nya Delisa. Mesjid ini dibangun dari dana penjualan sarang burung walet yang dimiliki Desa Lampu’uk yang terletak di pegunungan kapur. Untuk mensyukuri hal tersebut, maka masyarakat menamakan mesjid ini dengan nama Mesjid Rah-matullah (rahmat Allah). Sehingga seluruh masjid ini di cat putih, sebagaimana warna sarang wallet.

Dibagian belakang Mesjid tersebut (bagian Selatan) masih ada bukti tiang yang roboh dan kerusakan saat hantaman Tsunami. Plus beberapa foto yang dipajang dalam “Miracle Mosque Lampuuk”. Be-berapa bagian masjid yang rusak ini kemudian juga direhab oleh Palang Merah Turki.

Selain membangun rumah, community center Sul-tan Selim, Turki juga berkomitmen dalam bidang pendidikan. Turki melalui Yayasan Pasiad memba-ngun sekolah Internasional pertama di Aceh. Fatih

5

Page 6: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

Bilingual School. Sekolah tersebut menjadi sekolah favorit di Aceh. Siswa siswinya banyak menjuarai berbagai olimpiade di berbagai negara. Kini para alumninya banyak yang melanjutkan kuliah di Tur-ki. Selain juga beasiswa dari yayasan lain dan pe-merintah (YTB) ada sekitar 150 lebih putra putri Aceh kuliah S1, S2 dan S3 yang tersebar di berbagai kota di Bumi Alfatih yang memesona.

Karakter orang Turki yang keras kepala, penidur pagi, dan ramah tak jauh beda seperti orang Aceh. Sehingga masa awal rehab rekon Aceh relawan Tur-ki begitu membaur dengan korban tsunami. Mere-ka juga memproduksi ‘roti jumbo’ yang dibagikan bagi warga yang melintas sore hari di depan kan-tornya di Lhueng Bata, Banda Aceh. Saya baru tahu kalau ternyata ‘roti jumbo’ yang untuk mendapa-tkannya 9 tahun lalu itu dengan antrian panjang bernama ‘ekmek’.

Bitai dan EmperumSelain itu, di Aceh juga ada dua desa yang ber-tautan langsung dengan Turki. Yaitu Desa Bitai dan Emperum. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Ule lhee. Bitai atau warga menyebutnya Makam Tgk di Bitai. Konon katanya Bitai berasal dari Baitul Ma-qdis tapi lidah orang Aceh turun tumurun berubah menyebut Bitai. Kenapa Baitul maqdis? Sebab du-lunya wilayah ini (Palestina) masuk dalam wilayah kekhalifahan Turki Utsmani, sebelum emperium Ruum runtuh. Sebelum tsunami penduduk desa ini berjumlah 1.580 jiwa. Tapi usai tsunami hanya 421 jiwa yang tersisa (2005). Tapi sekarang sudah ramai lagi setelah 9 tahun tsunami. Palang Merah Turki membangun 350 buah rumah disini. Saat itu Wakil Perdana Menteri Turki langsung yang meresmikan rumah-rumah tersebut.

Di Kompleks Teungku di Bitai ini tampak jelas jejak Turki di Aceh. Di dalamnya ada sebuah masjid yang dulunya dijadikan dayah untuk mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat. Kabarnya masjid ini ter-buat dari kayu dan batu, tapi sekarang sudah lebih indah kena sentuhan dan rehab orang Turki. Di da-lam tanah 500 meter persegi ini berjejer makam Tgk Dibitai bersama sahabat dan keluarganya. Tiap marmar-nya berlambang bintang bulan, bertanda bendera Turki. Disini juga bisa dilihat silsilah leng-kap keturunan Turki di Bitai dalam galeri foto yang tersimpan utuh. Mulai dari Syakir Jundi Istanbul Turkiya, Muhammad Jamil Gazi sampai Hasbi bin Tgk Razali dan Lukman bin Tgk Razali.

Ceritanya juga disini menjadi pusat pengajaran dan

pengembangan ilmu agama Islam. Perkembangan Islam di Bitai sangat maju dan terkenal hingga ke manca negara. Banyak orang luar Aceh memper-dalam agama di kampung Turki ini. Lalu mengem-bangkannya ke negara masing-masing.

Aceh-TurkiKisah cinta Aceh Turki bukan isapan jempol. Se-lain perkampungan Turki yang masih tersisa di Darut Dunya. Istilah Kutaradja pada masa Iskan-dar Muda. Banyak pula dokumen, arsip dan surat antara Kerajaan Ustmani dengan Kerajaan Aceh Darussalam. Sejak tahun 1565 dua kerajaan ini su-dah menjalin kerjasama. Dukungan Utsmani terha-dap kesultanan Aceh ditandai dengan pengiriman 500 pasukan dan Armada perang untuk menghalau serangan Portugis. Kapal-kapal Aceh yang sering diganggu penjajah Portugis malah diizinkan me-makai bendera bintang bulan Turki supaya aman di pelayaran dari perompak dan musuh.

Armada dan Pasukan Turki yang dikirim pada masa Sultan Selim II terdiri dari para prajurit tangguh, pembuat senjata, ahli bela diri dan juga insinyur. Mereka kemudian mengajarkan Aceh membuat meriam perunggu dan senjata seperti senapan pu-tar bergagang yang telah diproduksi sendiri pada abad ke 17. Catatan sejarah menyebutkan ekspedi-si itu dipimpin oleh Kurdoglu Hizir Reis . Ini tentun-ya menjadi ancaman serius bagi Portugis di Selat Malaka. Karena Aceh dengan letak yang strategis akan menguasai perdagangan rempah-rempah. Ek-spedisi Turki Ustmani tersebut telah menyebabkan berkembangnya sektor perdagangan, militer, bu-daya dan agama bagi kedua Kerajaan. Rakyat Aceh membayar kapal Turki dengan mutiara dan berlian.

Persekutuan dua kerajaan Islam adikuasa ini (dua lagi yaitu Dinasti Safawi di Iran dan Dinasti Mughal di India) akhirnya dapat mengusir Portugis di Aceh. Fakta sejarah ini bisa diteliti dan didalami dalam buku “The Cambridge History of Southeast Asia” karya Nicholas Tarling (hlm 39). Atau dalam bukun-ya Azyumardi Azra, “Islam in the Indonesian World: an Account of Institutional Formation” (hlm 169). Selain itu, Fernão Mendes Pinto juga menulis ki-sah heroik bagaimana kerajaan Aceh menaklukkan Tano Batak pada tahun 1539 sebagai kekuatan be-sar di Selat Malaka. Tahun 1564 juga menaklukkan Aru dan Johor berkat bantuan dan hubungan diplo-matik dengan Kesultanan Turki Ustmani. Semua itu dikupas William J. Bernstein dalam bukunya, “A Splendid Exchange: How Trade Shaped the World” (hlm 191).

6

Page 7: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

Suatu Pagi Ketika Maut Melambai dan Laut Menggapai Daratan

Pagi tak terbuai

ketika maut menyeringai pada kita yang lalai

Akhirnya pagi itu

ombak mampu menggapai tepian pantai

setelah pergi meninggi di tengah laut

yang ikut berkemelut

Mayat-mayat berserakan

begitu cepat

Ayat-ayat diucapkan

terlambat

Kesedihan remuk tak berbentuk

Kucuran air mata tak bisa mengutuk

sebab pagi itu kita lalai tak bisa menerka

pada laut-Nya yang murka

dan

pada ombak yang tak lagi membelai tepian.

Ankara, Desember 2013

Bintang [email protected]

Sagoe Puisi

Kesultanan Aceh Darussalam juga mengakui Uts-maniyah bahkan memberi gelar utusan Sultan Se-lim II, Kurtoglo Hizir Reiz yang memimpin ekspedisi dengan penanugerahan gelar Sultan Aceh sebagai Gubernur (Wali) Nanggroe Aceh Darussalam. Kisah mengharukan ini ditulis dalam “The Early Turk-ish-Indonesian Relation” oleh Metin Innegollu. Peristiwa-peristiwa ini tak terbantahkan. Sekaligus menggambarkan kebesaran Kerajaan Aceh Darus-salam di masa lalu.

Alhamdulillah, kini para cucunya setelah 9 tahun Tsunami kami bisa berdiri di sini. Bukan saja untuk melanjutkan pendidikan di negeri dua benua yang menjadi primadona dan tapak jelajah para Nabi. Tapi juga seperti adik yang berkunjung ke kampung kakak tertua. Menelusuri kisah dan kasih masa lalu endatu yang akrab bersahabat. Seperti menyam-bung lagi masa lalu, masa kini dan masa depan.

Tsunami Aceh memang taqdir yang tak tertolak. Aceh pun berada di Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia yang langganan gempa. Tapi Tsunami Aceh telah menjadi jembatan cinta kem-bali antara Aceh dan Turki. Sejarah masa lalu yang tertutup debu mulai sedikit demi sedikit dibersih-kan. Apa yang tersembunyi di bawah karpet, mesti dibentangkan. Supaya keramahan dan kesetiaan saudara tetua Turki kepada adiknya Aceh bukan saja kisah usang tanpa makna. Sebaliknya, menjadi tugas penuntut ilmu di pusat khilafah Islam tera-khir untuk mendalami, menelusurinya dan menu-liskannya.

Saya jadi ingat, antrian dulu untuk memperoleh ‘ekmek’ atau ‘roti jumbo’ sudah berganti dengan antrian otobus untuk menembus pagi dingin ke se-kolah. Semoga di masa depan (mungkin setelah 10 tahun peringatan Tsunami) Pemerintah Aceh dapat memiliki house of Aceh di Turki yang berisi buk-ti sejarah masa lalu yang menjadi khazanah dan tamaddun Aceh di masa lalu. Potensi mahasiswa yang beragam seyogyanya menjadi penyambung dan duta untuk membangkitkan lagi sejarah perad-aban Aceh menuju peradaban Dunia. Semoga Pe-merintah Aceh, Wali Nanggroe dan semua kita bercita-cita demikian pual. Sehingga tahun-tahun peringatan tsunami jauh lebih bermakna sebagai spirit untuk bangkit dan belajar atas kegigihan dan persaudaraan pendahulu kita.

*Penulis adalah Mahasiswa Doktor Komunikasi Politik Hacettepe Universitesi, Ankara.

Email : [email protected]

7

Page 8: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

8

Profil Mahasiswa(i) Aceh di Turki

Profil Mahasiswa Tsunami

Wanti Zahratul Aini

“Tulisan Allah dan Muhammad”

M a n i s , sant u n d a n murah s e ny u m . I t -u l a h Wanti Zahratul Aini. Balutan Jilbab dan baju ‘pink’ membuat penampilan

gadis kelahiran Banda Aceh, 13 April 1994 terli-hat anggun. Meski usianya tergolong belia, pem-bawaannya terlihat dewasa. Putri sulung dari tiga bersaudara ini adalah buah cinta pasangan alm Di Iskandar dan almh Siti Safarah.Alumnus Fatih Bilin-gual Scholl Putri di Aceh ini berbagi kisah selamat dari Tsunami yang menimpanya, 9 tahun lalu.

“Saat itu, Wanti sedang menonton film kartun ber-sama adik” ujarnya memulai cerita. Saat duduk santai di depan televisi, tiba-tiba saya teringat den-gan formulir yang harus ditanda-tangani oleh Aba-ti (Abati adalah panggilan wanti buat Ayah). Lalu Wanti mencari sang Ayah di garasi dan luar rumah. Tapi Abati juga tidak ada. Akhirnya, saya memberi-kannya pada Ibu. Kebetulan si Ibu sedang menyua-pi, Labiba, adik Wanti yang baru berusia dua tahun. Kemudian tatkala Ibu membaca formulir tersebut, beliau bertanya,

“Wanti goyang-goyangin kursi ya?”“Nggak ada, Wanti nggak goyangin kursinya kok”

Ibu wanti sempat bingung kenapa kursi yang dia duduki terasa goyang. Lalu Wanti dan Ibunya dike-jutkan oleh Abati yang tiba-tiba masuk ke kamar sambil berkata “Farah, peu na geumpa nyoe?” Gempa pun mulai terasa guncangannya, seolah mengiyakan pertanyaan Abati tadi. Abati kemudi-an meyuruh mereka untuk turun ke bawah. Tanpa pikir panjang mereka menuruti perintah Abati un-tuk turun ke bawah lalu keluar dari rumah.

Sesampainya diluar, ternyata sudah ramai tetang-ga berkumpul sepanjang lorong. Terpancar jelas dari wajah mereka rasa takut dan kebingungan. Merekapun berucap, “ LailahaillaAllah”. Semakin

lama gempa 9 SR yang tidak sampai semenit itu se-makin terasa guncangannya. Hingga untuk berdiri saja rasanya sangat sulit. Wanti pun mulai khawatir karena Abati belum juga keluar dari rumah. Selang beberapa detik kemudian, tampak Abati dengan setengah berlari keluar dari rumah. Ketika sudah melihat Abati di luar Wanti pun mencoba meraih tangan Abati dan ikut lari bersama Abati. Bebera-pa menuju perkarangan Masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.

Tak lama setelah keuarga Wanti sampai ke perka-rangan masjid gempa pun mulai mereda. Terlihat semua orang mengadahkan tangan mereka sambil berdoa. Wanti juga berharap dalam hati supaya ini bukan pertanda buruk. Selesai berdo’a Wanti dan Abati kembali ke rumah. Tapi Wanti melanjutkan makan bersama adik, sementara Abati bersiaga sambil berbincang bersama warga lain di depan rumah. Karena penasaran Wanti memilih makan sambil ‘nguping’ pembiacaraan Abati di teras ru-mah. Lagian takut juga bila ada gempa susulan.

Dugaan Wanti benar adanya, gempa susulan tak terelakkan. Membuat suasana tampak was-was. Tak lama berselang terdengar suara ledakan dua kali. “Kami pikir itu suara ledakan atau gunung meletus” sebut mahasiswi Gazi Universitesi ini.

Pagi naas itu sebenarnya, sekeluarga kami ingin menghadiri pernikahan saudara di Mesjid Raya Baiturrahman. Tapi akhirnya saya bersama saudara sepupu dan adik, Sayyidi tinggal di rumah.

“Wanti baik-baik ya, jaga Adek, jangan main kema-na-mana dulu. Kalau ada apa-apa lari ke perkaran-gan masjid aja ”pesan Abati. Lalu beliau bersama Ibu dan adik ke Mesjid Raya.

Selang beberapa menit kemudian, tiba-tiba ter-dengar suara gemuruh disertai teriakan warga dari ujung lorong.

“ie laot ka i ek” teriak beberapa warga bergantian.

Terlihat dari ujung lorong sana, warga berlari keta-

8

Page 9: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

99

kutan memasuki rumahnya masing-masing men-coba menyelamatkan diri. Tetangga-tetangga yang berada di sekitar rumah Wantipun ikut panik. Tan-pa pikir panjang Wanti langsung mengambil lang-kah lari menuju perkarangan Masjid sesuai dengan pesan Abati. Tapi langsung di cegat oleh teriakan seorang tetangga yang menghimbau agar naik ke lantai II rumah. Sampai di atas, Wanti langsung menuju ke arah balkon dan membuka jendela un-tuk untuk melihat apa yang sedang terjadi. Dalam hitungan detik pun air bah berwarna coklat kehita-man menghantam.

Wanti sangat takut dan mengalihkan pandangan ke arah bawah. Maha Kuasa Allah, entah ini hanya ha-lusinasinya ataukah nyata, Wanti melihat bayan-gan bertuliskan arab “Allah” yang kemudian ber-ganti dengan “Muhammad” di dalam air yang terus mengalir deras menghantam apa yang ada di depannya.

“Lahaulawalaquwwataillabillahil’aliy-il’adhim”. Sempat sayidi menanyakan tentang Aba-ti, Ibu, dan Labiba.

“Kak, Abati gimana kak?Mamak gimana kak? Bagaimana kalau Abati sama Mamak mening-gal kak?” Tanya sayidi dalam tangisannya.

“Adek, kita juga nggak bisa buat apa-apa. Kita cuma bisa berdoa aja sekarang, berdoa supaya Abati, Mamak, sama Labiba juga selamat ya” jawab Wanti.

Setelah beberapa kali gelombang datang yang juga disertai dengan gempa-gempa kecil akhirnya pada sore hari air laut mulai surut dan semua memu-tuskan untuk turun dan pindah ke lokasi pengung-sian. Sesampainya diluar rumah, ketika itu air laut masih setinggi dagu orang dewasa. Seperti mimpi rasanya, semuanya hilang tak bersisa yang terlihat hanya beberapa rumah saja yang masih tegak ber-diri bertahan melawan keganasan hantaman air bah, sekarang hanya tinggal daratan yang di penuhi oleh air laut.Di perjalanan menuju ke tempat pe-ngungsian Lambaro Angan, Wanti melihat banyak mayat tergeletak di kanan dan kiri jalan dengan keadaan yang bermacam-macam. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Wanti dan Sayidi pun selamat sampai ke tempat pengungsian, sedangkan Abati, Ibu dan adiknya paling kecil Labiba tidak.

Pada hari ketiga, datang kerabat Wanti menjem-put mereka dari tampat pegungsian. Ya, keluarga-

lah yang menjadi penyemangat Wanti untuk terus bangkit dari keterpurukan dan melanjutkan hidup dengan penuh semangat sampai saat ini.

Calon dokter yang juga memiliki suara emas ini sangat pintar bernyayi. Beberapa kali dia tampil memukau menyayikan lagu Aceh, Inggris, maupun Turki di panggung. Saat ditanya apakah ada ikut kursus menyanyi, dia mengatakan tidak pernah. Itu hanya bakat alami. Kini ia menjadi salah satu ikon perempuan pejuang Aceh yang sedang menuntut ilmu di bumi AlFatih. Dara yang juga suka lagu Ko-rea ini kini merupakan tahun kedua di Turki. Kita doakan semoga semua keluarganya yang mengala-mi musibah menjadi bidadari-bidadari syurga dan Wanti dapat meraih semua cita-citanya.

9

Page 10: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

10

Safwan Rusli

“Allah Langsung yang Menjaga”

L elaki ganteng dan berkulit hitam manis ini, selalu melempar senyum pada siapa saja ber-temu. Itulah Safwan. Pemilik nama lengkap

Safwan Rusli ini lahir pada tanggal 9 April 1993 Banda Aceh. Buah cinta dari pasangan alm Rusli dan almh Ramlah. Saksi hidup tsunami dan Anak ke - 2 dari 4 bersaudara juga membagikan pengalamnya kepada kita.

“Saya masih berusia 12 tahun, pada Minggu, 26 de-sember 2004 itu” Safwan mengenang. Mahasiswa Universitas Dokuz Eylul kota Izmir ini adalah salah satu korban bencana tsunami. Kejadian tsunami ter-jadi Safwan masih duduk di bangku kelas 6 SD. Hari minggu adalah hari bahagia bagi kita. Sama dengan anak seusianya. Ya, bermalas - malasan dirumah sampai bermain dan menonton TV. Apalagi kalau pagi minggu itu film kartun adalah tontonan favorit.

“Hari ini kita bisa malas-malasan, main ini itu dan yang paling penting adalah film kartun yang di tayangkan di tv.”ujar safwan yang akrab disebut dengan panggi-lan ‘cicem’ ini”. Ketika sedang asik menonton televisi, kira-kira sekitar pukul 08.10, Safwan merasa rumah seperti bergerak, maklum saya dulu belum pernah mengalami yang namanya gempa, kata Safwan.

Ibu Safwan dari luar berteriak meminta safwan untuk keluar. Safwan keluar dan ibunya masuk ke rumah untuk membangunkan adik dan abang sepupunya. Setelah gempa reda, ayah Safwan kembali ke rumah. Kemudian Safwan dan ayahnya pergi ke masjid untuk melihat keadaan masjid. Ketika kembali ke rumahn-ya, Safwan pamit untuk bermain bersama temann-ya. Usai bertemu dan sedikit mengobrol, ia melihat orang-orang berlarian sambil teriak;

“ air laut naik..air laut naik’.

Tapi Safwan mendengarnya lain, ia lari tapi berlawa-nan arah dengan air. Seketika ia melihat ombak tinggi hitam, Safwan pun ketakutan dan berlari secepatn-ya. Setelah berlari, tiba-tiba seperti ada yang mem-berhentikannya dan mendorongnya memasuki pe-karangan sebuah rumah. Safwan masuk dan berdiri menunggu air datang.

Air datang menghantam Safwan dan beberapa orang yang ada di sekitar. Ketika di hantam air, Safwan tidak merasa apa apa dan seperti keajaiban, tangan Saf-wan tersangkut di ventilasi.

“Kalau di pikir logika tidak mungkin tangan saya bisa tersangkut di ventilasi” sebut “Cicem” mengenang. Namun setelah 5 menit, rumah tersebut tenggelam dan alhamdulillah tidak sampai langit langit. Airnya beberapa meter dan keadaan dalam rumah gelap gu-lita. Kemudian pelan-pelan saya berenang berenang mencari lubang untuk keluar dan alhamdulillah bisa keluar. Saya melihat diluar ada ambal yang menga-pung lalu saya tanpa panjang pikir langsung menja-dikannya pelampung, sebut Safwan menambahkan.

Disana ia mendengar ada yang memanggil namanya. Secepatnya Safwan bergegas dan menunggu sam-pai air benar benar surut. Setelah itu mereka pun ke Masjid Baiturrahman. Di masjid ia bertemu dengan tetangganya yang selamat dan mengikuti mereka. Karena tiada keluarga yang bertemu pada hari itu, ia pun di bawa ke kampung sampai sang Paman datang menjemput. Begitulah peristiwa tragis yang dia ala-mi.

Berpisah dengan keluarga tanpa ada salam perpisah-an mungkin terasa sangat sakit. Namun itulah yang ia alami dan ingat. Namun, bagi pria ganteng ini mereka adalah para syuhada yang selalu ada di sampingnya. Meski sudah berada di alam yang berbeda. Kejadi-an tsunami juga telah membuat mahasiswa Tehnik Komputer ini merasa lebih kuat dan lebih mandiri.

Kata Safwan, gurunya dulu pernah berkata, “Keti-ka masih ada orang tua, Allah meminta orang tua menjaga kita dan ketika tidak ada orang tua berarti Allah lah yang langsung menjaga kita” ucapnya me-niru ucapan sang Guru. Kata-kata ini juga yang mem-buat Safwan bisa lebih kuat untuk hidup yang dari awal ia tidak ingin hidup lagi, tapi sekarang menjadi semangat menikmati hidup. Benar sekali anak muda. Bila Allah sudah menjaga, maka sepenuh langit dan bumi pun bersamamu. Allahumma firlahum War-hamhum. (Putri Sarah/Azwir Nazar)

Page 11: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

1111

“Ketika masih ada orang tua, Allah meminta orang tua menjaga kita dan ke-tika tidak ada orang tua berarti Allah lah yang langsung menjaga kita”

Page 12: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

12

T he time has come again to mourn those who lost their lives to the 2004 Aceh tsunami. Nine years have passed since the day of the tragedy,

and every year, on 26 December, time stands still for a few hours and Aceh mourns for hundreds of thou-sands left dead or disappeared in the aftermath of the terrible catastrophe.

Much has been written about the recovery that Aceh has made since the tsunami occurred-- the hous-es and roads that have been built; Banda Aceh’s new airport; the schools that now stand where none had stood before. Some have observed that in Banda Aceh today there is little visible trace of the disaster, aside from the tsunami museum, and several sites, such as the power boat PLTD Apung 1 that was swept more than 2 km inland, that have now been transformed into ‘tsunami monuments’.

The reality, however, is that the deepest scars are those that are invisible, carried within the memories and hearts of the people of Aceh, of those who survived the disaster and the grief of the horrific loss it brought— mothers who risked their lives to save their children, only to watch helplessly as they were washed by the monstrous waves; fishermen who returned from sea to find their entire village destroyed and families lost forever; fathers who lost their sons to the conflict, now losing their daughters to the waves.

To these survivors, the tsunami will always evoke that which is that which is beyond understanding. Their loss will always remain incomprehensible, unspeak-able; their mourning, repeated every year, will never really end; and their recovery, in turn, will never really be complete.

How, then, is it possible to commemorate something that can never be comprehended? Perhaps the answer lies in commemorating not just what was lost to the tsunami, but also what was made possible by it. The way we remember is also a choice about what we take of the past into the future. To some degree, we choose what we remember, what we commemorate, and that shapes the memories, the stories, the personal truths that we carry into the future.

So, as we remember and honour those who died by the tsunami’s waves, let us also reflect on the spaces that those same waves opened up— the greatest hu-manitarian space Aceh had ever seen, particularly sig-nificant following 18 months of martial law and civ-il emergency; the space to slowly build trust, restart peace talks and bring a three-decade conflict to an end; the space for Acehnese to finally shape their own government, to restore their rights of sovereignty, and to learn, slowly, to become a democracy.

My own work with Acehnese human rights defenders and refugees began in 1999, and over the years I have met so many Acehnese who have been through im-mense loss, suffering and sacrifice, and yet live with the determination to strive for the future, even if just for one more day. Loss, suffering and war are part of Aceh’s story. But so are the Acehnese people’s spirit of survival; their refusal to be victims; their devotion to each other, to their land; their commitment to their principles. For me, an outsider who has grown to love Aceh like my own country, Aceh is a land not only of pain, but of inspiration, of defying the impossible.

The Verandah of Loss and PossibilityBy Lilianne Fan26 December 2013 at 08:23

Inter Voice

Page 13: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

1313

Indeed, it is in Aceh where I have learned some my most profound lessons about the strength of the hu-man spirit.

The way the past is remembered will help shape Aceh’s vision of her future. The road to recovery is not simple and straight; rather, it reaches back to the past— to acknowledge, to forgive, to reconcile—as well as to-wards the future. Recovery, then, requires both mem-ory and vision, the ability to move both forwards and backwards and, at certain moments, to simply stand still together to honour the spirits of those we have survived.

*Lilianne Fan is a Research Fellow in the Humanitar-ian Policy Group at the Overseas Development Insti-tute (ODI). Before joining ODI she worked in Myan-mar with the ASEAN Humanitarian Task Force and in Aceh, Indonesia with various organisations, including UNDP and IFC and Oxfam.

Page 14: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

14

Bismillahirrahmanirrahim ...

D an sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, ke-laparan, kekurangan harta, jiwa, dan

buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira ke-pada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucap-kan: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mere-ka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Qs Al-Baqa-rah 2:155-157).

Banyak hikmah dapat kita petik dari berbagai ben-cana dahsyat yang menimpa kitadi bumi ini, begitu pula dengan bencana dahsyat yang menelan sekitar 200.000 lebih korban jiwa pada 26 Desember 2004. Tsunami, asal kata dari bahasa jepang yang bearti-kan “gelombang besar di pelabuhan”, kata yang san-gat asing bagi saya pada saat yang seketika diberi-tahu Bapak saya seusai air bah itu membanjiri kota kami, jujur saat itu yang terlintas dipikiran hanyalah Tsubasa, karakter terkenal tokoh film kartun jepang. Sebagian besar orang mengartikanTsunamiAceh adalah bencana alam murni, sebagian kecil lainnya melihat bahwa tsunami adalah hasil rekayasa senja-ta thermonuklir sebagian pihak asing terselubung. Apapun penyebabnya musibah tetaplah musibah, yang perlu kita petik adalah pelajarannya sebagai makhluk sempurna yang dikaruniai akal pikiran oleh Allah SWT. Jangan sampai peringatan be-sar dari Allah seperti ini malah menyebabkan kita mungkar kepadaNya.

Disini saya ingin bercerita sedikit tentang kenyata-an, karena banyak kejadian-kejadian tak lazim ter-jadi di Bumi Seramoe Mekah pra Tsunami tepatn-ya pada hari raya kristiani atau yang kerap disebut hari natal, tanggal 25 Desember 2004, Banda Aceh yang penduduknya 99,99% muslim bersorak sorak merayakan perayaan tersebut, salah satu dari kera-bat saya yang juga hampir menjadi korbannya men-ceritakan bahwa pada hari tersebut remaja-remaja

26 DESEMBER

Page 15: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

1515

sekitar dibayar kisaran Rp200.000 untuk hadir ke satu-satunya gereja yang ada di kota tersebut. Sia-pa yang tidak mau uang sebesar Rp200.000 apalagi remaja belia, tak tahu-menahu pastinya apa yang mereka lakukan disana seusai ke gereja mereka di-bondong-bondong ke pesisir pantai dan berpes-ta pora hingga larut malam dan bahkan kabarnya ada yang sampai bertelanjang badan. Nauzzubillah semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita semua, saya tak bermaksud menyinggung SARA dalamcer-ita ini namun ini kisah nyata yang perlu diambil pe-lajarannya, karena faktanya sekarang remaja-rema-ja kita mulai lupa dan kembali mengulangi hal-hal yang sama seakan-akan Tsunami tak pernah terjadi.Adapun kisah saya pribadi saat bencana terjadi, adik kandung laki-laki saya yang pada saat itu masih be-rumur 6 tahun sempat hilang tenggelam di guyur air bah tersebut yang tingginya setinggi 2 meter lebih membanjiri kota kami. Kami semua khawatir saling mencari keberadaanya kemana-mana, semua orang pun mencari sanak saudaranya masing-masing.

Singkat cerita beberapa menit kemudian salah seo-rang pemuda yang juga ternyata mantan mahasiswa Ibu saya menemukannya dari dalam genangan air beserta lumpur tak sadarkan diri dengan tangan kanannya menggenggam erat celananya yang ter-lepas dan tangan kirinya berpegangan di salah satu tiang pagar. Kamipun langsung bergegas mem-bawanya ke RSU terdekat dimana para korban berge-latakan di setiap sudut lantai. Syukur Alhamdulillah ada seorang dokter yang kami kenal bergegas meno-long menyediakan bantuan untuk adik.Sampai akh-irnya sadar, adik kami perlahan-lahan menceritakan apa yang ia alami saat itu, saat ombak besar men-jungkir balik tubuhnya, seekor buaya besar datang menghampirinya dan tanpa dia sadari tangannya sudah berpegangan erat ditiang pagar, kami semua menangis tersedu-sedu mendegar secara langsung kisah ini. Kami bersyukur Allah masih memberikan kamiwaktu dan mempercayakan amanah-Nya kepa-da kami.

Disamping makna pribadi yang saya pelajari dari Tsunami saya ingin mengajak kembali rakan-rakan Aceh untuk tidak pernah lupa akan bencana ini. Disisi lain kita sebagai rakyat Aceh khususnya su-dah selayaknya belajar banyak dari Tsunami, seperti contoh dari salah satu bencana yang menimpa Hi-roshima dan Nagasaki pada perang Dunia ke II, Je-pang bangkit kembali seakan-akan semuanya belum berakhir. Aceh pada masa lampau dijuluki “Seram-

biMekah” akan kejayaannya dan kewibawaannya da-lam keislamannya, namun berbeda dengan sekarang semuanya tinggallah julukan belaka. Kejayaan yang pernah diperjuangkan nenek moyang “indatu” kita masa lampau akan tercipta kembali bukan dengan hanya membangga-banggakannya terus menerus tanpa pembangunan yang menyeluruh namun dapat dicapai seiring dengan pembelajaran dan perubah-an dari waktu ke waktu.Sekian cerita singkat saya, semoga bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya, atas kekurangan dan kejanggalan harap dimaafkan.TerimaKasih

1. Karena faktanya sekarang remaja-remaja kita mu-lai lupa dan kembali mengulangi hal-hal yang sama seakan-akan Tsunami tak pernah terjadi

2. Seekor buaya besar datang menghampirinya dan tanpa dia sadari tangannya sudah berpegangan erat ditiang pagar, kami semua menangis tersedu-sedu mendegar secara langsung kisah ini.

WassalamWarahmatullah….!

Hidayat Ismed Anadolu University

Eskişehir, Turki

Page 16: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

16

Sejarah tsunami mengingatkan saya kepada dua hal, keruntuhan dan kebangkitan. 26 De-sember 2004 menjadi sebuah sejarah besar

bagi saya, dimana saat harus menerima kenyata-an kehilangan semua anggota keluarga. Saya dan Aceh pun pernah menangis menahan kesakitan dan berusaha keras untuk bangkit dan tersenyum. Allah menghadiahi hikmah yang besar dibalik musibah besar sehingga saya menjadikan 26 desember seba-gai tanggal lahir yang kedua. Lahir dalam dimensi berbeda hingga akhirnya menyadarkan saya bahwa air mata tak akan sanggup membawa mereka kem-bali. Dengan tetap selalu berdoa kepada allah agar diri yang baru ini semakin bertaqwa, istiqomah, dan rahmah. Tanggal sejarah itu mengajari saya ba-nyak hal.

DINA - ULUDAĞ ÜNIVERSITI, KOTA BURSA

Tsunami. Kenangan yang tak sesederhana untaian alfabetnya. Masih kuat diingatan guncangan alam yang datang tiba-tiba dan

begitu menyentak. Kepanikan yang melanda segala usia dimana saja dia berada. Jerit tangis, teriakan, klakson kendaraan, menyatu dalam keramaian. Juga gulungan air yang menyapu daratan dengan ringan. Iya, itulah Tsunami. Cobaan dan peringatan dari Allah yang tak terlupakan dan tak ingin dilupakan. Tak terlupakan karena kedatangannya yang begitu tiba-tiba dan meninggalkan bekas luka. Dan tak ingin dilupakan agar selalu menjadi sarana pengukur keimanan dalam muhasabah kepada Sang Pencipta.

MISRUL HAYATI - GAZIANTEP UNIVERSITI, KOTA GAZIANTEP

Setelah 9 tahun kejadian tsunami saya sadar bahwa tsunami bukan hanya suatu penderitaan bagi masyarakat Aceh tapi juga sebuah kebe-

runtungan. Bukan sebuah keberuntungan melempar koin atau memenangkan undian, namun lebih kepada keberuntungan mendapat peluang. Seluruh perhatian masyarakat indonesia dan dunia tertuju kepada Aceh. Disinilah peluang kita untuk mengatakan dan mem-buktikan kepada Indonesia dan dunia bahwa Aceh bukan hanya daerah konflik yang sangat menakutkan tetapi daerah yang memiliki Sumber Daya Alam luar biasa dan generasi-generasi intelektual untuk Indone-sia dan dunia.Siti Rahmah

ABANT IZZET BAYSAL UNIVERSITY, KOTA BOLU

Peringatan bencana Tsunami mengingatkan kita pada besar dan maha dahsyatnya kekuasaan Al-lah SWT, mengingatkan kita pada hari dimana

masyarakat Aceh mengalami keterpurukan, kehilang-an, dan kesedihan yang begitu dalam. Sekaligus men-jadi awal dari perubahan dan kebangkitan masyarakat Aceh yang di tandai dengan dibangunnya kembali in-frastruktur, perubahan tatanan masyarakat yang jauh lebih baik hingga berdirinya fasilitas pendidikan mau-pun kesehatan bertaraf international. Semua itu membuka mata kita bahwa harapan selalu ada dan juga membuat kita mengerti betapa ba-nyak orang-orang di luar sana yang begitu peduli ke-pada kita. Semoga pada peringatan 9 tahun bencana Tsunami segala kesakitan, kepedihan, dan kehilangan akan terbayar dengan usaha kita untuk membuat Aceh menjadi yang terbaik.

TEUKU MOHAMMAD IKHSAN - ANADOLU UNI-VERSITY, KOTA ESKISEHIR

IKAMATTestimoni Warga

16

Page 17: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

1717

Alam selalu menyimpan misteri yang tidak pernah bisa diprediksi. 9 tahun yang lalu, gempa besar dan tsunami menghantam

Aceh tercinta. Banyak bangunan yang luluh lantah dan jiwa yang hilang dalam bencana ini.Selalu ada hikmah disetiap cobaan. Banyak manusia-manusia yang tersadar dan bahu-membahu menunjukkan rasa kemanusiaan mereka yang mungkin sedikit ter-pendam selama ini. Banyak yang mulai merefleksi-kan diri dan juga tujuan hidupnya. Sekarang ini, kita melihat Aceh sudah lebih stabil, damai dan ekonominya berkembang. Fokus lebih dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan jangka panjang. Semua yang sudah terjadi dimasa lalu tidak dapat diubah, karena merupakan bagian dari tak-dir. Yang dapat kita lakukan sekarang adalah untuk memperbaiki hal-hal yang buruk dari sebelumnya dan meningkatkan serta menambahkan hal-hal baik. Semoga kita bisa menjadi generasi penerus bangsa ini, yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Men-jadi cahaya dan pelita, sekaligus pelajaran baik un-tuk generasi yang akan datang.

MUHAMMAD DHAFI ISKANDAR - PARIS OUEST NANTERRE UNIVERSITE. PARIS, PRANCIS

9 tahun tsunami, berarti sudah 9 tahun saya me-langkah dari perpisahan sangat menyedihkan yang menjadi batu loncatan terbesar bagi saya.

Masih jelas terlihat disemua fikiran kita, hari ketika 800 ribu lebih saudara kita pergi menghilang, keti-ka hari-hari terburuk masa DOM dihapuskan dengan ombak setinggi 3 meter.Seperti mimpi rasanya, akhirnya kita semua bisa me-langkah untuk kembali memulai hidup, membenah Aceh untuk yang kedua kalinya. Semoga kita bisa mengutip pelajaran dari tragedi ini, atau dari sejarah masa lalu, bagaimana para pejuang kita mengorban-kan semua yg dimilikinya untuk kehormatan tanah air. Atau bagaimana menderitanya kita ketika pengu-asa zalim memerintah. Mungkin sekarang kita hanya melihat Aceh dari kejauhan, tapi saya yakin akan da-tang masa kita sebagai penentu Aceh. Marilah kita kencangkan tali persaudaraan ini. Lihatlah lagi masa lalu, berjanjilah kita akan menuai lagi masa-masa kemenangan. Bersungguh-sunguhlah untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama sehingga kita akan kembali melihat senyuman bangga Cut Nyak Dhien dan Tengku Umar.

AZALIA ANNISA - GAZI UNIVERSITESI, KOTA ANKARA

Bencana tsunami merupakan bencana maha dahsyat yang menimpa masyarakat pesi-sir Aceh dan beberapa negara di sekeliling

Samudera Hindia. Ombak besar dengan keting-gian 15 meter yang menghantam dan merusak se-bagian besar daratan Aceh dan merenggut sekitar 300.000 jiwa saat itu, menyebabkan traumatik be-sar bagi masyarakat Aceh. Bangunan-bangunan ha-nya menyisakan pondasi dan beberapa masjid yang masih utuh atas kekuasaan Allah. Banyak orang tua yang kehilangan anaknya maupun sebaliknya. Menyedihkan!9 tahun lalu tepatnya 26 desember 2004, bencana tsunami masih saja membayangi masyarakat Aceh, sebuah kenangan yang takkan hilang. Tapi kini Aceh kian maju, berkembang, dan semakin pedu-li dengan syariat Islam dengan mental masyarakat yang semakin kuat. Semua doa untuk saudara kita yang menjadi korban bencana besar itu, juga semua pengharapan agar Aceh menjadi bangsa yang maju, bertradisi, bertoleransi, bersyariat, dan berkomit-men.

MUHARRIL ASHARY, UNIVERSITÉ SIDI MO-HAMED BEN ABDELLAH. FÈS, MOROCCO

Bencana alam seperti tsunami jelas merupa-kan peristiwa traumatis, kondisi stres yang kita rasakan setelah munculnya peristiwa

yang sangat mengagetkan, menyakitkan bahkan mengancam keselamatan jiwa sehingga menimbul-kan perasaan takut dan mengerikan. Trauma bila tidak segera ditangani dengan baik akan mempen-garuhi aktivitas kita dan sangat mengganggu. Se-sungguhnya setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah dan menyesuaikan diri terhadap masalah, termasuk dalam menghadapi peristiwa traumatis. Kesiap-siagaan bencana di daerah rawan gempa sangat penting. Kerjasama yang solid antara psi-kolog atau konselor dengan anak anak, orang tua, pendidikan infrastruktur, relawan dan motivator un-tuk mengetahui emosi, psikososial, dan leisure skill (keterampilan rekreasi) untuk memberikan terapi traumatis tsunami dan Sosialisasi tentang dampak tsunami. Jika ada gempa lindungi kepala, jika ada gempa ng-umpet di kolong meja, jika ada gempa hindari dari kaca, jika ada gempa lari ke lapangan terbuka

NURUL WIRDA MURSIDIK - MOSCOW STATE PEDAGOGICAL UNIVERSITY (MSPU). MOS-COW RUSSIAN FEDERATION

17

Page 18: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

18

NAHARI AGUSTINIDUTA BESAR INDONESIA UNTUK TURKI

“Yang Positif Pasti Kita Dukung”

Sejak menjadi Dubes Indonesia Turki, 10 Agus-tus 2010 lalu banyak perubahan positif yang dilakukan Ibu Nahari. Hal tersebut telah mem-

pengaruhi peningkatan jumlah warga dan mahasiswa Indonesia di Turki. Sebagai orang tua Indonesia di bumi dua benua ini beliau sangat ramah dan welcome terhadap tamu dan warga. Azwir Nazar dan Muham-mad Ikhsan mewawancarinya untuk BULEKAT.

Apakabar Ibu ?Alhamdulillah kabar baik. Disini lagi musim dingin. Jaga kesehatan. Tetap memakai pakaian tebal supaya tidak masuk angin. Di Ankara mataharinya cerah, tapi udaranya dingin menusuk.

Turki sendiri minggu ini banyak berita ‘heboh’, bagaimana menurut Ibu ?Iya benar sekali. Saya juga banyak mendapatkan per-tanyaan baik melalui BBM dan media. Tapi Alham-dulillah kita disini baik-baik saja. Aman-aman saja. Mungkin media memberitakan kadang kala agak ber-lebihan. Dulu waktu ribut-ribut di Tahsim, saya juga mendapatkan banyak pertanyaan. Tapi kita baik-baik saja. Itu biasalah kalau ada demo. Namanya juga alam demokrasi.

Ibu sendiri bagaimana perjalanan kariernya sampai disini ? Perjalanan karier saya, kita tahu bah-wa dalam suatu lingkungan ada yang berhasil, ada yang kurang berhasil, ada yang berhasilnya cepat atau se-baliknya. Kalau saya, saya merasa karier saya cukup lancar tanpa ada halangan. Bahwa saya tahu ada pi-hak-pihak atau teman-teman yang lebih pandai mungkin. Sekolahn-ya lebih tinggi, tapi tidak semuanya berjalan mulus. Dari situ saya me-

lihat bahwa dari suatu perjalan karier atau keberhasilan tidak hanya dimodali oleh kepandaian ataupun upaya keras semata, karena ternyata banyak hal-hal lain yang ikut mendukung perjalanan karier kita. Misalnya hubungan kita ke lingkungan harus standar harus sopan. Dan yang terpenting adalah garis tan-gan, itu ada nilai plus yang Tuhan bilang rejeki ataupun musibah tidak bisa dito-lak ataupun dikejar untuk meraihnya. Dan dalam karier saya, satu lagi yang sangat saya yakini adalah restu atau doa orang tua, khusunya ibu. Itu yang sangat saya pegang.

Berapa orang sih warga negara Indo-nesia di Turki Bu ?Sekarang ini lebih kurang ada 1100 orang. Itu yang sudah melapor diri ke kita di KBRI. Data ini bisa terus bertam-bah atau berkurang. Kalau misalnya leb-ih itu mungkin ada yang belum melapor ke KBRI. Begitupun sebaliknya. Bisa saja sudah pulang, tapi tidak melapor. Na-mun secara umum kurang lebih datanya untuk pemilu mendatang segitu. Itu juga sudah termasuk anak-anak yang belum punya hak memilih. Nah dari 1100 itu mahasiswa yang paling banyak. Sekitar sekarang disini mempunyai 700 maha-siswa. Padahal kalau kita lihat tiga tahun

Sagoe Wawancara

18

Foto: Azwir Nazar (kiri) salah satu warga Ikamat bersama Ibu Nahari Agustin (kanan) Duta Besar Indonesia untuk Turki

Page 19: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

1919

lalu terjadi penambahan yang sangat signifikan.

Ibu, sebenarnya fungsi KBRI maupun KJRI itu untuk apa ?Kedutaan Besar RI ini ada di semua neg-ara sahabat yang Indonesia membuka hubungan diplomatik. KBRI ini selalu berada di Ibukota. Contohnya di Tur-ki, kita berada di Ankara. Kurang lebih begitu. Tugasnya politik ekonomi sosial budaya, protocol konsuler seluruhnya dan wilayah tugasnya adalah seluruh turki. Misalnya Turki itu punya 81 atau 83 provinsi. Itu seluruhnya wilayah ker-ja KBRI. Sementara KJRI itu dibikin atau diciptakan untuk membantu tu-gas-tugas KBRI di bidang ekonomi dan kekonsuleran, jadi politik tidak.Dua-duanya punya hubungan dengan mahasiswa. Ekonomi, sosial, budaya, pembinaan masyarakat protokol kon-suler, semuanya punya. KJRI hanya ti-dak membidangi bidang politik. Kita memilih KJRI di Istanbul karena kita tahu banyak kegiatan dan konsentra-si sidang-sidang disana. Masyarakat Indonesia juga yang terbanyak di Is-tanbul, makanya dibikin di Istanbul. Jadi anggaran pembinaan masyarakat semuanya ada di KJRI, tapi sekali lagi mereka tidak membidangi bidang poli-tik. Dan wilayah kerjanya lebih sedikit. KJRI ada 9 provinsi, yaitu provinsi yang tergabung dalam Marmara Region.

Sejauh ini bagaimana bentuk dukun-gan KBRI/KJRI untuk kegiatan ma-hasiswa Bu ?Jadi mahasiswa atau masyarakat itu ada dalam salah satu misi dalam KBRI. Kita tahu fungsi KBRI adalah mening-katkan kerjasama dengan pemerintah setempat, meningkatkan hubungan bi-lateral. Tapi hubungan ke dalam dalam arti untuk warga Negara Indonesia, kita punya satu misi yang tidak kalah pent-ing , yaitu pelayanan warga dan pem-binaan warga. Yaitu melindungi terha-dap permasalahan kasus-kasus hukum, mengupayakan kesejahteraannya, men-dukung kebutuhannya. Cuma berkali kali saya selalu menginfokan bahwa tentu ada keterbatasan sampai dimana

kita bisa membantu dan melindungi, gak semuanya bisa kita cover. Jadi misalnya untuk pembinaan war-ga kita akan mensupport adik-adik pelajar yang punya kegiatan yang sifatnya umum yang tidak hanya bersi-fat satu kelompok atau pribadi. Pokoknya yang posi-tif-positif pasti kita dukung. Kita juga memfasilitasi pertemuan, aula maupun gedung serbaguna untuk ke-giatan mahasiswa.

Terkait tema kita edisi khusus Tsunami Bu, apa pan-dangan Ibu ? Saya percaya gak percaya melihat tragedi itu di tele-visi. Kayak gak percaya itu bisa terjadi. Dengar cerita dari orang, percaya gak percaya. Bagi saya pribadi itu seperti perwujudan kiamat kecil. Ya sekarang sudah 9 (Sembilan) tahun.

Disini ada beberapa mahasiswa khususnya dari Aceh yang korban Tsunami, apa ada pesan khusus Bu ?Saya baru tahu kalau ada banyak mahasiswa Aceh yang korban tsunami belajar disini. Yang pasti pesan umum untuk mahasiswa kita berharap bahwa adik-adik ini berhasil dalam studinya. Tidak terganggu ma-salah-masalah lain yang tidak perlu. Hendaknya man-faatkan waktu selain untuk tugas-tuga akademis, juga untuk menimba pengalaman, dan nilai positif lain. Misalnya untuk berorganisasi itu bagus untuk menam-bah pengalaman dan juga mengisi hari-hari diluar jam kuliah. Tapi tentunya yang sejalan juga yang menun-jang tugasnya. Prioritas keberhasilan, kedua silahkan beraktifitas yang positif, kita akan mendukung.Khusus untuk adik-adik Aceh apalagi yang terkena dampak langsung dari tsunami. Kita tentu bersyukur banyak yang bisa kuliah disini apalagi melakukan hal-hal postifi. Kita ketahui bahwa sejarah masa lalu pada abad ke 16 hubungan dan kunjungan dari kekaisa-ran Ottoman ke Aceh. Ini ada sedikit lebihnya mak-sudnya ada kedekatan sejarah. Kalau adik-adik Aceh mendapat lebih porsinya mungkin dari beasiswa, ya bagus, dimanfaatin aja. Trus terkait adik-adik yang terkena langsung dampak dari tsunami, tentunya kita juga sangat bersimpati dalam arti positif, malah lebih punya nilai plus. Dengan pengalaman pribadi, atau paling tidak dengan keterkaitan keluarga yang menjadi korban tapi tetap bisa melanjutkan studinya, kan tidak semua orang dengan beban psikis begitu bisa berkem-bang. Kalau adik-adik dari aceh lebih banyak disini dan ber-hasil studinya, ini akan lebih membanggakan dengan kondisi itu berhasil. Saya berharap agar kita bisa men-jadikan musibah itu hal yang positif, jadi hikmah men-jadikan lebih semangat dalam menuntut ilmu dan se-terusnya dikembangkan menjadi orang yang berhasil.

19

Page 20: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

20

memory, make the class interactive and make teach-ing and learning become more fun, which can im-prove the presence and level of concentration of the learners. Besides, the advancement of ICT education model in Turkey also includes system information that has embraced “internet based” so that all aca-demic activities have been informed up to date via internet so that makes it easier for learners to access information and their academic activities wherever they are. Even now, distance learning has made a se-lection subsequently offered at postgraduate students so that the process of teaching and learning partially or entirely conducted via the internet with E-Learning model. These advances have been applied at different levels of education from basic level to be used widely at universities in Turkey.

The interesting thing about education in this coun-try is not only at technology, but also on the model of learning SCL (student-centered learning) that has been applied to any education and has adopted wide-spread throughout the Turkish state which is recog-nized as Ogrenci Merkezi. SCL is the latest model of learning had shifted the understanding that teacher is “dictator” in the class. Before the appearing of mod-ern’s model (SCL), influence of conventional model is very strong in Turkey’s education especially in “ma-drasah-madrasah”, a kind of old school in Turkey. This model causes the deadly of students creativity which lead to constraints in running education.In contrast to conventional learner model, a model of Student-Centered Learning emphasizes on the inter-ests, needs and abilities of individual learning, prom-

T urkey now has becomed one of the advanced countries in Asia in the educational field. The State Government which is very popular with

the Leadership of Ustmaniyah continues to make changes and innovations in education, including the change of system and the use of technology (ICT) education.

The learning system in this country has begun to adapt modern ICT-based learning system and edu-cational model (SCL Student Center Learning). Both are positive changes that continue to be applied at various levels of education, from early education (anaokulu), basic education (ilkokul), secondary ed-ucation (ortaokul) to higher education (yuksek okul)Model learning ICT (Information Communication Technologies) have already started to be widely ad-opted in the education of Turkey, this is caused by the influence of the European educational system in this country. Learning ICT model is a model of learning that use the advantages of technology to improve the quality of teaching and learning from the teacher to the learner. The world’s research shows that ICT can lead in the improvement of the methods of learning students and produce better teaching methods. An increasing in absorbance of the students by using ICT technology through curriculum integration sig-nificantly effects in a positive impact, especially in the area of knowledge, understanding, presentation skills, practical skills in a variety of subjects such as mathematics, science, and social studies.

In ICT’s model, teacher can easily stimulate under-standing of learners through audiovisual, improve

TURKEY’S EDUCATIONModel and Technology

Page 21: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

2121

ises the motivation to build a community and makes the passion of learning. This Learning Model as well as to develop quality human resources such as creativity, leadership, self-confidence, self-reliance, discipline, inquiries in thinking, the ability to communicate and work in teams, technical expertise, and global insight to be able to constantly adapt to the changes and developments. In applying student-centered lean-ing, concept learners expected to take active role in the process of learning, self-supporting responsible and initiatively, needs to recognize their study locate sources of information, needs to be answered build and presented knowledge. Even in certain things learners will choose for themselves what lessons they will learn. Because this model believe that any learn-ers have different needs and interests, therefore these choices available to enable them to learn for them-selves in accordance with interest, and their talents, not because of constraints on what should running.

So it is not surprising that in this country you will find that most of the interaction of teacher and student feels so warm, friendly, and fun guides. The teachers here are generally very happy to interact with their student wherever they are, including outside of class. This is done in order to establish the closeness and un-derstanding of the needs and the student’s character.The not less interesting from the country where Hana-fi’s mazhab spread out is that the college education es-pecially for the undergraduate program subsidized by the Government, only additional classes have to pay. The Government of Turkey makes a totality of edu-cational support. The Ministry of National Education

in Turkey (Milli Egitim Bankaligi) holds 100% Destek Egitim slogan which means that the Government fully supports the educational programs. This is apparent by the number of opportunities for the Turkish people even foreign students who are educated in Turkey.

However, prospective college student from this coun-try struggled to get the opportunity for pursuing their higher education. They have to pass the exam. This is a challenge and motivation for them to be able to get a chance. While on the candidate college student foreign they should complete some requirement and undergo procedure selection starting from evaluation value education level last the interview, requirements language and some an additional requirement de-pends on regulation each university.Special thanks to: Bahattin SimSek Hoca and Mehmet Cihat Ustun Hoca

References: ICT dalam dunia pendidikan. http://www.elmoglob-al.com/id/html/ict/01.aspxPongtuluran, Aris. STUDENT - CENTERED LEARN-ING:The Urgency and Possibilities.Universitas Kristen Petra.

Penulis : Nurlaila Ramadhan S - Ataturk University 55 yil. Universitesi Tanitim Katalogu. Kota Erzurum

Page 22: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

22

A ceh and Turkey are separated by more than 12 flight hours, different by 5 hours a day but still we have a similar historical back-ground. Although the stories were leaved

behind, it won’t be abandoned because history is not a thing that should be forgotten. Beside the history we have with Turkey, that is another story we had in 2004, a disaster called Tsunami. Acehnese and Tsuna-mi tragedy is 9 years left behind. A lot of things hap-pened during this 9 years . Fear has changed, lost has became motivation, we have made much hopes what was destroyed to make the better Aceh. 2 years ago we still have NGO that funding development of Aceh, but since the ordinance ask them to leave Aceh, now the development will be continued by us.

In 2004 world was shocked with a magnitude 9.3 un-dersea megathrust earthquake in Indian Ocean that killing over 230.000 people in 14 countries. World moved and helped Aceh in physically and mental-ly. My family and I weren’t there when this tragedy happened, but our heart was hurt as much as the vic-tims. Since that times, as if not to be outdone by oth-er institutions, we the people of Aceh in overseas also trying to collect aid to be sent to the ground of Ren-cong, the grieved Aceh. Day by day the aids, clothes, foods, medicines, entertainments, were collected. But the most equally important during that period were books, stationeries and other school needs. Garage at my house was converted into a storage area aid post, I moved and so relieved as a book lovers, saw half of the objects there are books and stationery and wish the same sense may grow in the hearts of the receivers in Aceh.

Surprisingly, despite almost a year had passed vari-ous types of aid still continued to flow, even though we were not on behalf of any agency, we were purely to help, no-frills on good foundation in the name of

so and so. At that time I was sitting in class 3 of ju-nior high school felt so giddy, sad and helpless. What should I do to help besides taking part in the process of gathering support during holiday, and again I lived far away with the family. So my friends and I toured Dayah (Islamic boarding school) to raise funds and help, whatever it was, and sent through other distrib-utors. I remembered, I read a poem about Tsunami tragedy that made the heart tremble and the audi-ences’ eyes wet drenched caused by sorrow they felt. Aceh’s wound is Indonesia’s wound as well. We, stu-dent at the end of a junior-level students in the hin-terland of Jati Asih, held a prayer, raised funds, took actions, and begged for friends in Aceh so that they could also carry out the final exam as we would face in the coming months.

Three years after the tragedy, 2007, my family and I moved to Aceh. Lots of things had been changed, and continued to be developed. Physically, Aceh recovered in a good way, the rubble of building transformed to be schools, hospitals, shopping center, coffee shops and offices, but inside of Acehnese heart the traumat-ic is still stayed, maybe until today, no one exactly know what inside their mind and heart is. A journal of East-West Centre Education Program by Terrence W. Bigalke said in 2006 his dominant image in Aceh is of Acehnese celebrating the return of life toward nor-mality such as there is a stream of student students walking in the streets near campus, tents being re-placed by mire permanent housing, open-air markets and cafes flourishing again. But on other side we need something more than just a building. We need the people who staying and working in the building, who studying in that really beautiful school, who will turn the shops’ atmosphere and so on.

Behind the disaster there is always magic. Philoso-phers, religious, Indonesian society in general believe

OPPORTUNITY AFTER DISASTER

Page 23: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

2323

it. And that is what we must understand well. In my opinion, one of the remarkable wisdom for the peo-ple of Aceh is an opportunity to gain knowledge more widely. Since 2004 heartbreaking tragedy, hundreds of domestic and foreign agencies scramble to provide assistance not only improve the face of Aceh but also education in Aceh. They helped to re-establish the school building, made an emergency-education pro-gram, revive students’ motivation, even replace the teachers where in some areas almost 90% of them are swept away by waves of tsunami, and some are provid-ing scholarships for those wishing to continue their studies both domestically and abroad.

Scholarship is one of the educational program that keep continue running until now. At the beginning of the first 3 years, many scholarships labeled ‘For Tsu-nami Victims’ are widespread given, but later schol-arship are given for the people of Aceh in general and most of them put Acehnese as priority. Only a few of sponsor that I know like ADS from Australia who pro-vide more quota percentages for Aceh, many country such as Taiwan entrust their scholarship to be man-aged by government institution like LPSDM, and so on. It is something that we should thanks to, we take advantage from and we use as much as possible. The one that later I realized when I got in Turkey is most-ly Indonesian here is also Acehnese, which means we barely dominated Indonesian students in Turkey, I don’t want to be prejudiced because of data limita-tions as well, but may we suppose that this is also one of lessons we got from the incident on 26 December 9 years ago? May we ever be able to see both side of God’s plan and grateful to.

Education in Aceh itself runs well, probably even bet-ter than prior to the tsunami, where the current state was also very unstable due to political and security situation in Aceh which was make a not conducive situation. The most easily way to evaluate education yearly is to look at the UN index of province, post-tsu-nami Aceh has a graduation index that continued to rise although it has never reached the ‘100% graduate’. UN itself still one of educational program that often debated, but vicarious transparency as respect to the activities of the test, which then the results are also transparently presented. After an increase (on aver-age) as many as 12-14% graduation rate per year, in 2013 the Aceh suddenly collapsed as the province with the highest number of failure by national scale. Hopefully there is still a way to improve our education

system of regional areas for increasing its quality.

Whatever has happened in the land of Rencong for these 9 years, for we who stands up and gain knowl-edge in Turkey, the country’ of two continents, espe-cially for anyone who comes from the front porch of Mecca, deservedly not just studying but also prepare ourselves to join education ‘world’ in Aceh later when we return or after completing our education here. Ed-ucation does not should be imply of Teacher Train-ing only, because education is talking about what we can share about life is. Be grateful to you who join the world of Education generally and Teacher Training, ji-had in this pathway such a lit candle which its axis will be never broken eaten by the age and Aceh is a great place for jihad both to establish and maintain educa-tion itself. Congratulations for you who exploring the science of engineering, because in the future it will be so useful to rebuild Aceh’s faces to remain in Aceh per-sonality and continues known to the world. Congrat-ulations for you who deals in political and other social science, because you are going to be the mouthpiece of Aceh to the world in the future. Congratulations for us who are still given the opportunity to see the rise of Aceh, becomes part of the development until the 9th years after Tsunami. Next year will be fulfilled one de-cade after the Tsunami, I hope there’s something real of us that we can give to our struggle land, education land, the porch Mecca, Nanggroe Aceh Darussalam.

Penulis : Lisa Wilda Mumtahani – Egitim Teftisi, plansmasi ve okonomisi, Eskisehir Osmangazi Universitesi. Kota [email protected]

Page 24: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

24

ASYA’DA DOĞAL AFETLER

D oğal afetler dünyanın her yerinde yaşanmakla beraber en çok Asya’da görülür. Birleşmiş Milletler raporuna göre 2011 de doğal afetler-in yüzde doksanı Asya’da yaşandı. Hatta 2012 de dünyada en çok

yaşanan afetler sıralamasında yine Asya ilk sıradaydı. Filipin 33 felaketle ilk sırada yer alırken, Çin ise 22 felaketle ikinci sıradaydı. Yapılan araştırmalara göre, 2011 – 2012 yılları arasında Asya’da 137 defa doğal afet yaşandı.Asya’da en çok yaşanan doğal afetler ; deprem, kasırga, sel, tsunami, volkanik patlamalardır. Bu doğal afetler pek çok insan kaybına sebep oldu.Deprem: En çok kaybın görüldü 3 deprem Çin’de yaşandı. 1920’de Gansu’da 240.000 kişi ölürken, 1976’da Tangshan’da 255.000 kişi, ve 1556’da Shaanxi’de yaklaşık 800.000 civarında insan öldü.Sel : 1931 yılının Mayıs-Ağustos ayları arasında Çin’in Yellow River’inde 3.700.000 – 4.000.000 arası insan öldüğü tahmin ediliyor. Sele bağlı olarak kıtlık, hastalık, ve boğulmadan dolayı kayıplar yaşandı.Volkan: Endonezya’da 1815 yılında Gunung Tambora’nın yüksekliğinin üçte birinin kaybolmasına sebep olacak kadar şiddetli bir volkanik patlama yaşandı. Atmosfere yayılan bu volkanın dumanı dünyanın etrafını kaç kere çevreleyecek güçteydi. Şimdiye kadar kaydedilen en şiddetli volkanik yıkımdı. Aynı zamanda 92.000 insanın ölümüne sebep olan ölümcül bir afetti. 1883’te Gunung Krakatoa yaşanan ikinci volkanik patlamanın sesi Avustralya’dan bile duyulabildi. Avrupa’da bile hissedilen bu patlama 36.000 canlının yaşamına sebep olan bir tsunamiyi tetikledi.Tsunami : 26 Aralık 2004’te Hint Okyanusu’nun tamamına yayılan bir tsu-namiye sebep olan 9,1 şiddetinde bir deprem yaşandı. Bu tsunamiden en çok yara alan 168.000 insanın ölümüyle Endonezya’ydı. Ayrıca bu dalga Soma-li’ye kadar diğer 13 ülkenin insanlarının da ölümüne sebep oldu. Toplamda 230.000 ile 260.000 arasında ölüm yaşandı. Endonezya dışında Hindistan, Sri-lanka ve Taylan da en çok zarar gören ülkeler arasındaydı.Kasırga: En ölümcül tropical kasırga 12 Kasım 1970’te olmuştu. Şimdi Ban-gladeş olarak bilinen Doğu Pakistan ve Hindista’nın West Bengal Şehrin’i vur-du. Bu kasırga 500.000 ile bir milyon arasında insanın boğulmasına sebep oldu.Bütün bu afetlerin en çok Asya’da yaşanmasının sebepleri şunlardır ;iklimsel, meteorolojik, jeolojik, coğrafik ve insan kaynaklı faktörlerdir. Bu afetler in-sanın sosyal,ekonomik ve psikolojik yaşantısına büyük oranda zarar vermek-tedir. Can kaybına sebep olmakta, geçim sıkıntısı çekmelerine sebep olmakta ve ruhsal yönden tahribat yaratmaktadır. Birleşmiş Milletler’den Sanjay Srivastana, 2011 doğal afetlerinin toplam ekonomik kaybı olan 270 US$ yüzde doksan kaybının Asya’ya ait olduğunu

24

Page 25: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

2525

belirtti. Srivastana göre Japonya’da olusan deprem ve tsunami 220 US$ lık kayıp verdi.

UNSDR ve CRED Asyadaki doğal afetlerin etkileri hakkında bazı gerçekleri kaydetti ;1. Asya’da doğal afetlerden toplamda 78 milyon insan etkilendi. 1950’den 2011’e kadar dünya üzerinde doğal afetlerden etkilenen 10 insandan 9’u Asya-da’ydı.2. Doğal felaketler Asya ülkelerinde 15US$ milyar zarara sebep oldu. Bu ülkeler 2012 de yaşanan 83 felaketin çoğunun sel felaketi olduğunu belirtti. Bu afetler 3.100 kişinin ölümüne sebep oldu. 64,5 milyon insanı etkiledi ve son olarak 15US$ milyar ekonomik zarara sebep oldu.

Çoğunlukla Asya’da yaşanan bu doğal afetlerin zararlarını en aza indirmenin yolları vardır:1. Devlet afete hazırlıkla ilgili ulusal politikalar üreterek uygalanabilirliğini sağlamalıdır.2. İl/ilçe düzeyinde yerel yönetimler afete hazırlık çalışmaları yürütmeli ve toplumu bilinçlendirmelidir.3. Medya yapılan çalışmalar hakkında bilgi vererek halkın doğru ve güvenli bilgiye ulaşmasını sağlamalıdır.4. Sivil toplum kuruluşları, halkı bilinçlendirmeli, devlet, belediye ve üniver-siteler ile afete hazırlık çalışmaları konusunda iş birliği yapmalıdır.5. Bireyler, eğitimler alarak bireysel hazırlık yapmalı, devletin çalışmalarını yakından takip etmelidir.6. Güvenli yaşam eğitimini hayatlarının her alanında uygulamalılardır.Toplamda 230.000 ile 260.000 arasında ölüm yaşandı. Endonezya dışında Hindistan, Srilanka ve Taylan da en çok zarar gören ülkeler arasındaydı.

Penulis : Sulih Nur Rohmah - Physics education, Marmara university. Kota [email protected]

25

Page 26: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

26

Sembilan tahun silam, 24 Desember 2006. Tepat pukul 08.00 waktu setempat saya, ayah, ibu, dan semua adik- adik sedang berada di rumah.

Saya beserta beberapa teman juga adik laki-laki yang biasanya menyempatkan diri bermain sepak bola se-tiap minggu pagi di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh entah mengapa hari itu lebih memilih untuk re-hat dan bercengkrama di rumah. Sangat memilukan jika saya menyebutnya itu adalah cengkrama terakh-ir kami. Gempa yang awalnya hanya berupa ayunan sementara semakin lama semakin berubah kentara. Kami semua memutuskan keluar dan berkumpul di halaman rumah. Tangan saya mengenggam batang pohon mangga depan rumah dengan kuat. Air rawa disamping rumah pun bergelegak dengan kencang, seolah ingin tumpah dan menyiramkan lumpur pekat kepada orang disekitarnya. Goncangan yang sangat dahsyat!

Setelah hampir lima menit, gempa berhenti. Suasa-na yang awalnya hening berubah ramai. Tiba-tiba di

tengah keramaian yang perlahan menyeruak, abang sepupu yang tinggal di Lampulo pesisir Banda Aceh menghentikan sepeda motornya dan kemudian ber-kata dengan suara parau: ”Air laut naik ! ” Semua tercekat, nanar dan kebingungan. Sang Pencipta tel-ah menunjukkan Kuasa-Nya. Kamipun terdiam lesu, pasrah dan panik. Sekonyong-konyong kami mulai berpikir ayah yang sudah lama lumpuh dan tidak bisa berjalan akibat stroke. Saya dan adik laki-laki saya mencoba menggotong ayah ke rumah tetangga ber-lantai dua. Tapi setelah mencoba berjalan beberapa meter, kami tersadar tidak akan bisa menembus air laut yang tingginya melampaui rumah dan menyapu semua bangunan bertingkat. Lalu kami pasrah dan bertawakkal diri kepada Rabbul Idzati. Kami memu-tuskan tidak akan lari dan akan menghadapinya ber-sama. Satu persatu kami mulai bertatap wajah, men-yangka itulah saat terakhir kami bisa melihat satu dan lainnya.

Disisi lain, orang-orang yang mulai panik, berham-

Sejarah Sebagai Manifestasi Tsunami 26 Desember 2004

Page 27: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

2727

tangan. Tapi kelakuan kita, seolah memberi isyarat agar ’tsunami’ datang lagi – dalam segala bentukn-ya. Tidak perlu menunjuk jari ke saudara dan saudari. Namun refleksi diri semoga menjadi manifestasi agar kita sadar dan kembali berbudi. Pilkada dan partai lokal tidak akan ada tanpa berkah tsunami. Gaji dan harga tanah yang membumbung tinggi hanya ada saat paska gemba bumi. Tapi itu semua tidak boleh membuat aneuk nanggroe lupa diri dan menjadi orang yang ”hana ie thee droe”

” Sesadar-sadarnya, sembilan tahun normalisasi ke-hidupan terjadi. Sembilan tahun keangkuhan dan ke-sombongan itu kembali. Pembangunan kota seakan tidak berarti bila moralitas tidak kembali hakiki, seh-ingga refleksi diri menjadi manifestasi agar kita sadar dan kembali berbudi. ”

Penulis : Saiful Akmal dari Frankfuk, Jerman

buran keluar rumah ke jalan menuju arah yang tidak menentu. Ada yang lari sambil terjatuh. Ada yang mencoba membelah kerumunan masa yang panik dengan kendaraan, namun terhenti dalam pusaran manusia yang menjerit, berteriak dan berdoa. Semua semakin menjelaskan kondisi yang terpatra dalam Al Qur’an ketika Allah menggambarkan saat kiamat da-lam Surat Abasa ” Pada hari (kiamat) ketika manusia lari (meninggalkan) saudaranya. Dari ibu-bapaknya. Dari istri dan anak-anaknya. Karena setiap manusia pada hari itu punya urusan dan kesibukannya (menye-lamatkan) sendiri.” (Q.S Abasa: 34-37)

Sembilan tahun sudah pergi. Tsunami berlalu dan meninggalkan bekas yang tak terperi bagi saya, kehil-angan orang-orang terkasih adalah ujian terberat yang saya rasakan saat itu. Mungkin ada yang tidak kehi-langan apapun dan siapapun ketika itu, namun tetap tsunami sudah sedikit mengikis keangkuhan manu-sia. Sesadar-sadarnya, sembilan tahun normalisasi kehidupan terjadi. Sembilan tahun keangkuhan dan kesombongan itu kembali. Secara fisik Banda Aceh menjadi kota yang seolah tidak pernah tersentuh oleh gempa dan tsunami. Secara material, manusia-manu-sia Banda, menjadi orang yang merasa seolah aku ter-lahir kembali dan tidak akan mati. Pembangunan kota seakan tidak berarti bila moralitas tidak kembali haki-ki. Demokrasi dan perdamaian hanya sekedar tanda

Page 28: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

28

Musium TsunamiBanda Aceh (Tampak Depan)

B elum sah rasanya bila sudah tiba di Kota Se-rambi Mekkah ini jika belum mengunjungi Masjid Raya Baiturrahman.” itu yang sering diucapkan oleh para pengunjung kota penuh

sejarah ini. Ya, Mesjid Raya Baiturrahman memang menjadi lambang kota ini. Tapi, setelah tragedi tsu-nami 26 Desember 2004 lalu yang memporak-poran-dakan pesisir dan pusat kota Banda Aceh, ada ban-gunan lain yang wajib dikunjungi jika bertandang ke Aceh. Sebuah bangunan yang menjadi tempat peny-impanan, mengenang dan belajar tentang bencana tsunami, yaitu Museum tsunami Aceh. Selain itu ba-ngunan ini juga diharapkan menjadi warisan untuk generasi yang akan datang dan juga sebagai bukti bah-wa tsunami pernah melanda negeri ini.

Pada tanggal 13-23 Agustus 2007 lalu pameran dan sayembara desain Museum Tsunami digelar di ge-dung Aceh Community Center. Dalam pameran ini, telah dipajang 152 desain rencana gedung Museum Tsunami. Sayembara Desain Pra Rencana Museum Tsunami yang dibuka resmi oleh Gubernur Aceh ini dimenangkan oleh M. Ridwan Kamil setelah penu-muman tanggal 17 Agustus 2007, seorang dosen ar-sitektur Institut Teknologi Bandung dengan karyanya yang mengusung tema “Rumoh Aceh as Escape Hill”

Museum Tsunami ini menghabiskan dana 140 milyar untuk pembangunannya. Bentuk dari museum ini jika diperhatikan dari sisi atas museum, maka museum ini akan merefleksikan bentuk gelombang tsunami, dan jika diperhatikan dari sisi samping atau depan, mu-

seum ini tampak seperti sebuah kapal. Museum ini terdiri dari 4 lantai, yang didekorasi begitu indah dan bernuan-sa islami. Bila dilihat dari luar, terlihat kulit luar bangunan yang melambang-kan tarian saman, tarian khas Aceh. Di lantai dasar gedung tsunami ini ter-dapat tempat terbuka seperti geladak yang luas sebagai escape hill.

Space of FearDilantai 2 begitu memasuki gedung museum ini, kita akan menemukan

lorong gelap yang dindingnya terdapat efek air jatuh dengan suara adzan yang terdengar samar-samar.

Lorong gelombang tsu-nami ini memiliki ket-inggian 40 meter. Bagi siapa saja yang phobia dengan gelap atau ma-sih trauma dengan tsu-nami sebaiknya tidak melewati jalur ini, kare-na suasananya sangat mengharukan. Lorong ini disebut Space of Fear.

Space of MemorialSetelah berhasil melewati

lorong gelombang tsunami ini, maka kita akan masuk kesebuah ruang berkaca dan bertingkat yang dipenuhi dengan standing screen yang menyediakan foto-foto pasca tsunami dan kerusakan-kerusakan setelahnya yang disebut dengan Me-morial Hill atau Space of Memorial. Ruangan ini juga didesain gelap, sama seperti Lorong Tsunami agar suasananya tidak be-rubah.

The Light of GodSetelah mengingat-ingat dan melihat-lihat gambar kejadian pasca tsunami itu, pengunjung akan me-masuki ruangan “The Light of God” yang mana ruang ini berbentuk silinder atau semi cerobong dengan tulisan Allah

Musium Tsunami Banda Aceh

28

Page 29: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

2929

dipuncaknya. Pada dinding silindernya terdapat na-ma-nama korban tsunami yang wafat pada bencana

besar tersebut. Tulisan Al-lah yang terdapat dipuncak cerobong bermakna bahwa setiap manusia pasti akan kembali berpulang pada Sang Pencipta. Ruangan ini juga memiliki suasana yang sangat mengharukan, dengan cahaya yang hanya berasal dari tulisan Allah dipuncaknya dan lam-pu-lampu kecil disela-sela

nama korban yang remang-remang, ditambah den-gan suara bacaan Alquran yang begitu menggetarkan hati, bisa membuat kita benar-benar terbawa kembali ke Desember 2004 silam. Banyak pengunjung yang menumpahkan airmatanya diruangan ini walaupun mereka adalah pendatang dari kota lain bahkan neg-ara lain yang tidak mengalami langsung kejadian ini.

Space of HopeSetelah itu perjalanan dilanjutkan dengan menye-brangi Jembatan Harapan “Hope Bridge” atau “Space of Hope”. Disini kita bisa melihat bendera dari 54 neg-ara bergantungan diatas jembatan dan juga batu-ba-tu bundar di sekeliling kolam dibawah jembatan yang jumlahnya sama dengan bendera. Diseti-ap batu terdapat gambar bendera setiap negara yang datang membantu Aceh pasca tsunami, dan juga disetiap batu tertu-lis kata “Damai” dalam bahasa masing-masing negara. Jembatan ini dib-uat agak menanjak, sep-erti kita sedang menuju ketempat yang lebih tinggi, ini merefleksikan, bahwa saat tsunami datang, semua orang mencari tempat berlindung yang lebih tinggi sehingga tidak terbawa arus tsunami.Setelah melewati jembatan ini kita akan memasu-ki ruangan multimedia seperti ruang audio, ruang pamer tsunami (tsunami exhibition room), ruang pre-tsunami, while tsunami, juga post tsunami. Disini kita akan disunguhi film tsunami yang berlangsung selama kurang lebih 15 menit. Kita dapat melihat bagaimana gelombang tsunami itu memporak-po-randakan Nanggroe Aceh Darussalam. Lalu perjala-nan akan dilanjutkan dengan melihat-lihat berbagai

foto-foto yang berkaitan dengan tsunami dan arte-fak tsunami, misalnya jam mati yang menunjukkan pukul 08.17 yang mana pada jam tersebut kejadian itu berlangsung. Juga terdapat miniatur-miniatur tentang tsunami seperti orang yang sedang berada didaerah pesisir sedang mencari ikan atau sedang bermain di pinggir pantai, lalu mereka berlarian karena muncul-nya gelombang besar dari laut.

Dilantai 3 terdapat macam-macam sarana pengeta-huan tentang gempa dan tsunami yang berbasis iptek. Mulai dari sejarah dan potensi tsunami diseluruh titik bumi, simulasi meletusnya gunung berapi diseluruh Indonesia, sampai simulasi gempa yang bisa di setel kekuataannya, bahkan jika berminat kita bisa langsung mencoba simulasi 4D gempa tersebut. Selain itu di lantai 3 juga terdapat musalla, perpustakaan dan tem-pat souvenir. Kita dapat membeli souvenir khas aceh seperti rencong ataupun kaos yang bertulisan Aceh. Disini juga disediakan berbagai kue kering khas Aceh seperti Keukarah, Seupet Kueh, Gula Ue Tarek, dan lain sebagainya.

Dilantai paling atas gedung ini adalah Escape Building atau tempat penyelamatan diri saat tsunami datang. Dari lantai akhir ini kita bisa melihat kota Banda Aceh hampir secara keseluruhan.

Setelah berpetualang didalam museum indah ini, kita tidak harus pusing mencari jalur exit untuk keluar dari sini, karena semuanya sudah ditata secara teratur. Saat keluar kita akan langsung tertuju kearah kolam yang berada dibawah Jembatan Harapan dan disana kita akan disambut oleh orang orang yang sedang me-nikmati pemandangn di pinggir kolam di lantai dasar ini. Kita bisa berfoto untuk mengabadikan kunjungan kita kesini, dan jika beruntung kita juga bisa berfoto bersama para calon pengantin yang melakukan foto pra-wedding disini. Dilantai dasar juga terdapat café, musalla, dan toilet. Jadi setiap pengunjung tidak usah was-was saat berkunjung kesini, karena semuanya ter-sedia.Jadi, saat anda berkunjung ke kota Serambi Mekkah ini, jangan lupa memasukkan Museum Tsunami Aceh ke list jalan-jalan anda setelah Masjid Raya Baiturrah-man. Jika tidak, anda belum di-cap sah berkunjung ke kota ini. Dijamin ini akan menjadi jalan-jalan yang menarik dan akan banyak menambah pengetahuan baru tentang kota diujung Sumatra ini.

Penulis : Ghina Ulraihal, Kota GaziantepGaziantep university [email protected]

29

Page 30: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

30

P agi itu, tepatnya 26 Desember 2004, saya mendapat kabar mengejutkan dari televisi. Gempa bumi dan tsunami telah terjadi di Aceh. Innalillahi wainna ilaihi rojiun, ajal

memang tidak memilih tempat dimana dan kapan akan terjadi.

Sejak kecil saya tinggal di Sumatera Barat, daerah ini termasuk daerah rawan gempa dan bencana-ben-cana alam lainnya, sehingga saya terbiasa dengan gempa-gempa kecil yang sering terjadi di sana. Na-mun, setelah melihat tayangan di televisi tentang tsunami di Aceh, saya hampir tidak percaya melihat kejadian yang luar biasa mengerikan ini.

Pada waktu itu saya tinggal di kota Padang, kota yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari bibir pantai, pantai yang memiliki garis yang sama dengan pantai Aceh tempat terjadinya tsunami. Pasca keja-dian tsunami, masyarakat yang tinggal di sepanjang bibir pantai dihantui kegelisahan. Tidak dapat tidur nyenyak, tidak bisa makan enak, pun tidak bisa ber-pikir dengan tenang. Bagaimana tidak, perumahan penduduk yang jauh saja tersapu tsunami, apalagi yang tingal di tepi pantai. Walhasil pantai yang ta-dinya digemari, sekarang justru ditakuti. Bahkan, sekitar dua minggu setelah tsunami, suasana disana sangat mencekam. Langit yang cerah mudah beru-bah menghitam kelam, angin bertiup kencang sam-pai menerbangkan seng-seng rumah, gempa-gempa kecil pun menambah suasana semakin mencekam. Sampai-sampai tidak ada orang yang mengunci pintu rumahnya untuk berjaga-jaga agar mudah menyelamatkan diri. Ya Allah, kiamatkah yang se-dang terjadi? Sudah siapkah saya kembali pada-Mu? Saya sempat berfikir begitu.

Saat-saat seperti itulah keimanan seseorang teruji. Takut akan kematian juga takut akan kehilangan. Hanya kepasrahan total kepada Tuhan yang mem-

buat hati menjadi tenang. Di saat kita tidak mampu dan berdaya untuk berbuat apa-apa, disanalah kita mampu merasakan kepasrahan, sehingga hanya Allah yang ada.

Beberapa hari setelah bencana itu, saya mendapat informasi bahwa ada korban tsunami dirawat di ru-mah sakit di Padang. Saya tidak menyia-nyiakan kes-empatan ini untuk bertemu langsung orang tersebut. Setelah mencari informasi tampat orang itu dirawat saya segera menemuinya. Saya sempat terkejut, ternyata ia adalah seorang anak berumur 13 tahun. Ia bercerita seperti tidak ada beban dalam hidupnya, padahal semua keluarganya hilang tersapu gelom-bang. Sekali lagi saya terpana. Demikian tegarnya ia menceritakan semua kejadian itu. Tidak ada air mata. Padahal tengkorak kepalanya pecah dan harus men-jalani serangkaian operasi. Ia ceritakan bagaimana ia berpegang pada sebatang pohon kelapa agar tidak terseret arus air dan akhirnya selamat. Ia juga cerita-kan bagaimana ia menahan lapar berhari-hari karena grup penyelamat belum menemukannya, tapi Allah mengirimkan minuman jelly melalui arus air. Bah-kan setelah grup penyelamat menemukannya pun penderitaannya masih belum berakhir karena ia tidak sadarkan diri. Dia dikira sudah meninggal, sehing-ga dikumpulkan di sebuah tempat bersama dengan mayat-mayat. Dengan sekuat tenaga ia merangkak keluar minta pertolongan, namun semua orang sibuk mencari keluarganya. Sampai akhirnya grup penye-lamat menolongnya kembali dan merawatnya sampai saudaranya yang berada di Padang menemukannya. Sungguh, saya hampir keluar ruangan karena tak kuat mendengar kisahnya yang pilu. Akankah saya mampu jika mengalami hal yang seperti itu?

Mungkin kita pernah bertanya, mengapa bencana ha-rus terjadi? Apakah ia musibah, bala, siksaan (fitnah), atau ujian? Apa pun itu, jangan sekali-kali berburuk sangka kepada Allah! Dan jangan pula menuduh dan

Bersyukurlah Karena Bencana itu Hikmah

Page 31: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

3131

menerka-nerka orang-orang yang terkena bencana dengan tuduhan yang tidak berdasar sehingga ben-cana itu datang. Karena hal ini akan menyakiti orang yang sedang tertimpa musibah. Saya sangat miris mendengar beberapa selentingan yang menyatakan penilaian negatif terhadap masyarakat yang tertimpa bencana. Bukannya memberikan pertolongan, malah menambah kesedihan. Hal ini juga saya rasakan keti-ka terjadi gempa bumi di Sumatera Barat.

Karena itu, marilah kita merenung dan melihat kepa-da diri kita, melihat lingkungan kita, maka kita akan mendapatkan jawabannya mengapa bencana itu ter-jadi dan juga apa hikmah yang tersembunyi padanya, karena dibalik bencana pasti mengandung hikmah. Memang bernar bahwa kebanyakan bencana adalah ulah perbuatan manusia. Baik itu perbuatan terhadap alam maupun perbuatan yang berkaitan dengan Tu-han. Namun alangkah baiknya jika kita intropeksi diri dan kemudian memperbaiki diri, karena boleh jadi bencana itu terjadi sebagai musibah atau ujian, dan boleh jadi juga sebagai bala atau siksaan (fitnah). Bagi yang beriman, maka bencana itu adalah musibah atau ujian, namun bagi yang berdosa bencana itu ada-lah bala atau siksaan.

Semua bencana yang terjadi adalah kehendak Allah. Sekarang apakah kita mampu menjadikan musibah sebagai berkah? Ya, bisa. Karena hikmah itulah ber-kah. Bencana yang datang sebagai teguran dan per-ingatan akan membuat kita kembali kepada Allah. Begitu pula bencana yang datang sebagai siksaan juga akan menjadi pelajaran bagi orang-orang disekitarnya untuk kembali mengingat Allah. Bagi yang beriman hendaknya bersabar, dan bagi yang berdosa henda-knya bertaubat. Inilah berkahnya musibah. Menjadi berkah jika kita mampu mengambil hikmahnya dan menjadi berkah jika dengan hikmah itu kita mampu memperbaiki diri untuk menjadi manusia yang be-rakhlak baik pada diri, pada sesama, pada alam, dan pada Tuhan.

Coba bayangkan jika kita selalu hidup aman, tentram dan tidak kurang suatu apapun. Maka kita bisa ter-lena dalam suasana itu, sehingga kita lupa bersyukur kepada Allah. Kita selalu meminta apa yang tidak ada di dalam genggaman, sementara kita lupa men-syukuri apa yang sudah kita miliki. Padalah betapa banyaknya nikmat Allah yang sudah kita dapatkan dan tidak dapat kita hitung. Pernahkah kita menco-ba mensyukuri nikmat Allah tersebut satu-persatu? bagaimana cara kita mensyukurinya? Sementara

menghitungnya pun kita tidak bisa? Padahal berka-li-kali Allah sebutkan dalam surat Ar Rahman

Karena ia tidak sadarkan diri, ia dikira sudah meninggal, sehingga dikumpulkan di sebuah tempat bersama dengan mayat-mayat.

Penulis : Susilawati Aulya Ibrahim - Marmara University, Sosyal Bilimleri Enstitüsü, Hadis Bölumu. Kota [email protected]

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)

kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nik-mat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku san-gat pedih”. Ketahuilah! Janji Allah itu pasti, maka jangan sekali-kali ragukan janji Allah!

Yakinlah!

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Page 32: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

32

Sagoe Puisi

Ditelan Laut

Kita menyambut kematian

dari amuk laut yang menipu

dengan surut tiba-tiba

kemudian tak ragu-ragu ia

menghanyutkan

dan menyapu daratan

(alkisah, tanah adalah kawannya laut

yang zaman dulu sempat berpaut

sebelum berpisah lama),

akhirnya mereka pun dipertemukan-Nya

kembali secara tragis

Pagi itu tanah seperti gadis yang pasrah

dijamah air bah yang mengikis habis

tak peduli pada jerit tangis

yang pecah

dan membuncah

sebelum ratusan ribu nama karam;

selama-lamanya tenggelam

Tersingkaplah duka paling senyap

yang menetap

pada gundukan tanah merah yang telah jadi satu-satunya atap

bagi ratusan tubuh yang tak lagi meratap.

Page 33: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

3333

Aroma KematianMeskipun

dari tahun ke tahun

aroma musibah menyengat

kita harus tabah mengingat

agar kita sadar sangat

kiamat itu (kecil atau besar)

benar-benar dekat

Tsunami Dua-Enam Desember Dua Ribu Empat

sembilan tahun berlalu

serpihan duka itu telah menumbuhkan

perdamain baru

Bintang Bumoe(Ankara, Desember 2013)

Page 34: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

34

Saya harap malam ini sebelum tidur kalian dapat mengulang semua pelajaran hari ini. Jika kalian selalu mengulang pelajaran sebelum tidur, saya

yakin 90% kalian akan berhasil di ujian final 2 ming-gu lagi. Haftaya görüşürüz, sampai ketemu minggu depan.” Ujar seorang dosen menutup pelajaran hari ini dengan sebuah nasehat yang setiap minngunya dia ucapkan tanpa bosan sebelum meninggalkan ru-angan. Beliau adalah sosok dosen yang begitu peduli terhadap mahasiswanya.

“Dostum! Ӧdevin yaptın mı? Sudah mengerjakan tu-gas, Bro ?” kata seorang teman yang duduk di sebe-lahku. “Hangisi? Yang mana?” tanyaku. “5 lembar terjemahan bahasa Turki Ustmani dikumpulkan be-sok, jika tidak mengerjakan tugas maka tidak diiz-inkan masuk”, terangnya. “Kalau itu sih nanti malam juga siap, InsyaAllah”, jawabku sekenanya sambil me-makai baju montku bersiap untuk pulang.”İyi, haydi görüşürüz. Baiklah, sampai jumpa” .

*** Hampir sejam tanganku mengenggam pensil mengerjakan tugas untuk besok pagi, akupun memu-tuskan untuk istirahat sejenak sambil nge-cay, ngeteh. Akupun meraih ponselku yang sengaja ku letakkan agak jauh supaya tidak menganggu selama buat tugas. Dua whatsapp dan satu pesan. “Pesan pasti dari oper-ator”, gumamku. Memang semenjak adanya aplikasi whatsapp, layanan pesan seolah hanya untuk berko-munikasi dengan operator di ponselku.

Assalamu’alaikum Wr.Wb Diharapkan kepada seluruh masyarakat Aceh di Kay-seri untuk berkumpul di rumah Siddiq Abi malam Jum’at jam 18.00. kita mau mengadakan acara mem-peringati 9 tahun tsunami. Diharapkan kehadirannya.Hatiku bergetar setelah membaca pesan yang terus terngiang di kepalaku. Peristiwa 9 tahun lalu hadir dalam pikiranku dan tenggelamlah aku ke dalamnya.

***

“yaasiin, wal qur’anil hakim, innaka laminal mursalin……”Yasinan sudah menjadi tradisi keluarga kami setiap malam Jum’at, walaupun aku dan adikku yang beru-mur 2 tahun lebih muda bagiku belum bisa membaca Al- Qur’an dengan baik, orang tua kami mewajibkan kami untuk ikut serta walaupun hanya mendengar-kan saja. Ketika kutanya menapa ibuku selalu men-jawab ”Jika suatu saat orang tua sudah tiada, Lukman dan Nadia bisa ngirimin pahala bacaan surat yasin ke orang tua, kalau dari kecil malas baca Yasin, nan-ti waktu besarpun akan malas”. Akupun hanya bisa mengangguk mendengar jawaban itu yang kelak baru bisa kupahami maksudnya.

Tidak seperti biasanya, malam ini ayah me-manggilku ke kamarnya. “Kalau besar nanti, Lukman mau jadi apa ?”, tanyanya memulai percakapan. “Luk-man mau jadi pemain bola, Yah, kalau lukman main bolanya bagus, nanti bisa main di klub luar negeri, kan bisa sekalian jalan-jalan,” jawabku polos. Ayah hanya tersenyum mendengar jawaban dari anaknya yang masih berusia 10 tahun. “Kalau kamu mau ke luar negeri kan tidak mesti jadi pemain bola, jika Lukman belajarnya rajin, Lukman bisa dapat beasiswa belajar keluar negeri seperti bang Said yang kuliah di Mesir, lukman bisa dapat ilmu, bisa dapat uang dan bisa me-ringankan beban orang tua,” kata ayah menasehatiku yang kelak menjadi motivasi belajarku. Nasihat demi nasihat terus mengalir dari mulut ayahku, yang ke-banyakan hanya bisa kudengar tanpa bisa kupahami.

*** Dua hari setelahnya, tepatnya hari Ming-gu, setelah Shalat Shubuh aku dan adikku langsung duduk di depan tv berukuran 12 inch yang terletak di ruang tamu sekaligus ruang keluarga. Sedangkan ayahku pergi lari pagi bersama teman kantornya. Akan tetapi, pagi itu ayah mencium kami berdua se-dikit lebih lama dari biasanya. Ketika kami sedang menonton film kartun Doraemon, salah satu kartun

Titip Rindu buatAyah

Sagoe Cerpen

Page 35: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

3535

kesukaan kami, tiba-tiba ibuku berlari dari arah dapur dan berteriak, “Gempa, gempa naakk, cepat keluar!” kamipun segera berlari keluar rumah, dan duduk di depan pagar samping jalan. Ini pertama kalinya kami merasakan gempa yang begitu dahsyat, pohon-pohon di dekat rumah seakan mau tumbang, semua orang berhamburan ke jalanan, hanya kalimat-kalimat Al-lah yang mampu kami ucap tak henti-hentinya. Gem-pa berhenti setelah beberapa menit kemudian. Ibu menyuruh kami tetap di luar, sementara ibu masuk ke rumah untuk melihat keadaan rumah. Tak berselang lama setelah itu, gempa kembali terjadi, dan tiba-tiba ada seorang pengendara motor berteriak dalam baha-sa Aceh, “Ie laot ka jiek, ie laot ka jiek Air laut sudah naik,air laut sudah naik.” Ibuku dengan refleks men-gambil kunci motor yang terletak tak jauh dari pin-tu keluar dan menyuruh kami segera menaiki motor. Banyak orang berlalu-lalang di jalanan, berlari kesana kemari mencari lokasi yang lebih tinggi. Tak sedik-it juga yang mengendarai motornya sekencang-ken-cangnya, akibatnya banyak sekali terjadi kecelakaan di jalan raya saat itu. Ibu membawa kami ke rumah tante Lisha di Mata Ie yang daratannya lebih tinggi dari pada rumah kami di Lamlagang.

Setelah mendengar dari orang- orang bahwa air sudah surut kembali, ibu dan tante Lisha kembali ke Lamlagang dan menyuruh kami untuk tetap di ru-mah. Sejam kemudian, ibu kembali dengan memba-wa beberapa barang yang dibutuhkan. Setiap malam aku bertanya kepada ibuku, “Ayah dimana? ayah ka-pan pulang?”

*** Tanpa kusadari air mata telah membasahi wajahku. Ayah, sekarang aku berada di sini, di Tur-ki. Anakmu ini mendapat beasiswa kuliah di negeri Al-Fatih, seperti yang ayah nasihatkan 9 tahun lalu. Walaupun aku tak tahu pasti dimana letak jasad-mu, tapi ku akan selalu mendoakanmu di sepertiga malamku, disetiap sujudku.

Penulis :Lukmanul HakimPendidikan bahasa turki(Türkçe öğretmenliği)Erciyes üniversitesi,[email protected]

35

Page 36: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

36

Sagoe IKAMAT

Page 37: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

Istanbul

Sembilan tahun telah berlalu, peristiwa gempa berkekuatan 8.9 SR disertai tsunami yang telah menghantam sebagian besar Tanoeh Rencong

dan merenggut ratusan ribu korban jiwa di Aceh. Se-tiap tahunnya warga Aceh melaksanakan kegiatan do’a bersama untuk mengenang para shuhada yang telah tiada, baik di dalam maupun di luar negeri. Tak lupa pula bagi kami, warga Aceh yang bermukim di Istanbul. Dalam kegiatan kali ini kami selaku warga IKAMAT wilayah Istanbul melakukan do’a bersama di rumah seorang tuhapeut (red-perangkatdesa) IKA-MAT, bapak Muhammad Arhami.

Acara dimulai dengan mambaca surah Yasin. Setelah itu, diiringi dengan tausyiah dan doa bersa-ma yang disampaikan oleh Ustadz Rasyidin. Makan

9

9Peringatan

Tahun

Tsunami

37

bersama menjadi penutup acara yang berlangsung khidmad dan berkah ini. Selain sebagai acara doa bersama, acara ini juga sebagai pengerat persauda-raan antar sesama agar dapat saling mendoakan dan mengingat saudara-saudara kita baik yang masih hi-dup maupun telah mendahului kita. Semoga program bersama yang telah dilakukan tersebut dapat lebih menguatkan rasa ukhuwah kita sebagai warga Aceh yang bermukim di Turki,dan juga semoga kegiatan do’a bersama ini diridhai Allah SWT sehingga para syuhada yang telah mendahului kita mendapatkan rahmat-Nya.”Allah onların mekanlarını cennetetsin”.

Penulis : Taufiq Kurniawan dan Novita Sari

Mayarakat IKAMAT di Istanbul mengadakan diskusi ilmiyah dalam peringatan 9 tahun Tsunami Aceh

Page 38: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

38

Ankara

Tak terasa kita sudah memasuki tahun ke 9 sejak bencana alam terdahsyat pada abad ini tsunami yang menerjang kawasan utara

Samudera Hindia pada hari Minggu 26 Desember 2004 silam. Sudah menjadi acara rutin tahunan un-tuk memperingati tsunami yang telah menelan kor-ban meninggal dan hilang dengan menggelar doa dan zikir bersama baik dalam skala besar maupun kecil. Walaupun kami jauh dari Tanah Air bukan berarti kami melupakan bencana yang telah memperbesar nama Aceh di mata dunia.

Acara peringatan tsunami kali ini dilak-sanakan di rumah salah seorang staff Kedutaan Besar Republik Indonesia, bapak Muhammad Ihsan yang beristrikan orang Aceh ibu Dewi di Cankaya, Anka-ra. Acara dimulai jam13.00 waktu Turki yang diawali

dengan membaca Surah Yasin dan doa bersama un-tuk para korban tsunami yang dipimpin oleh Azwir

Mayarakat IKAMAT di Ankara mengadakan pengajian dalam peringatan 9 tahun Tsunami Aceh

Nadzar, mahasiswa S3 jurusan komunikasi politik di Hacettepe Universitesi, Ankara.

Acara dimulai dengan membaca surah Yasin dan doa bersama. Suasana semakin hangat ketika kami saling berkenalan dan menceritakan kenangan kami tentang tsunami. Tsunami memang menyisakan duka, ada beberapa dari teman kami yang kehilangan kedua orang tuanya, adik, kakak, paman, bibi, tante, sanak saudara, dan teman. Namun di balik duka bagi sebagian orang tsunami malah memberikan hal baik seperti kata salah seorang mahasiswa yang hadir “Berkat tsunami saya bisa keluar daerah, keluar kota bahkan ke luar negri sampai ke Turki ini sekarang”. Acara diakhiri dengan makan bersama.

Penulis : Nurul Asmi Amalia

9

9Peringatan Tahun

Tsunami

Page 39: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

3939

Kayseri

Hari ini tepat tanggal 26 Desember 2013 kami dari Ikatan Masyarakat Aceh Turki yang berdomisili di Kayseri mengadakan

acara peringatan 9 tahun Tsunami beserta serangkai-an acara pembentukan kepengurusan Ikamat Kayseri. Walaupun jarak yang begitu jauh dari Indonesia khu-susnya Aceh tempat terjadinya bencana alam tsuna-mi pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu, tidak menyulutkan keinginan kita untuk mengadakan acara peringatan yang sudah terjadi 9 tahun yang lalu ini.

Acara yang diawali dengan pembacaan surah Yasin bersama ini diikuti oleh 16 peserta yang sedang menempuh pendidikan di Turki. acara dilanjutkan dengan pembacaan doa yang dipimpin langsung oleh

saudara Muhammad Siddiq. Selanjutnya acara dilan-jutkan dengan Refleksi ulang Tsunami yang disam-paikan oleh saudara Azman yang sedang menempuh pendidikan doktor di Kayseri.

Acara ini tidak hanya mahasiswa Berasal Aceh saja yang mengikutinya, mahasiswa dari Jawa dan Kalimantan juga ikut serta. Acara ini juga diisi dengan pemutaran video tsunami yang membuat be-berapa peserta menangis karena mengenang dahsyat-nya bencana. Acarapun semakin menyentuh ketika saudara Khifdi Ridho yang berasal dari Banten dan Kamarullah mahasiswa asal Aceh membacakan pui-si tentang tsunami yang begitu indah. Acara diakhiri dengan pembentukan kepengurusan IKAMAT khu-susnya di Kota Kayseri.

Penulis : Kamarullah

Mayarakat IKAMAT di kayseri mengadakan pengajian dalam peringatan 9 tahun Tsunami Aceh

9

9Peringatan Tahun

Tsunami

Page 40: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

Sagoe Wawancara

Muhammmad Arhami Pendiri Ikatan Masyarakat dan Mahasiswa Aceh Turki (IKAMAT) Untuk Sukses, Harus Beda!

IKAMAT adalah sebuah organisasi masyarakat dan ma-hasiswa Aceh di Turki yang didirikan pada 15 Oktober 2011. Ide pendiriannya selain sebagi forum silaturah-mi juga wadah aspirasi masyarakat Aceh. Ikamat juga satu-satunya organisasi penguyuban di Turki. Hal ini karena Aceh punya sejarah masa lalu dengan Turki, dan komunitas terbesar kedua setelah PPI. Maka organisasi ini dianggap penting dan strategis. Siapa dan apa saja kiprah Ikamat di Turki? Redaksi Bulekat mewawancarai Tuha Peut Ikamat ini untuk anda.

Kapan anda pertama sekali ke Turki?Saya pertama ke Turki Oktober 2010 bersama bebera-pa mahasiswa lain dari Indonesia. Alhamdulillah dapat beasiswa dari Pemerintah Turki.

Bagaimana latar belakang pendidikan anda? Saya berasal dari Teupin Raya, Pidie. SD di Panton Labu sampe kelas IV. Ayah saya seorang guru dan Ibu IRT. Saat naik kelas V saya pindah lagi ke Sigli. Kebetulan saya ti-dak duduk di kelas VI karena Guru saya meminta saya untuk langsung ikut Ujian Akhir Nasional lebih awal. SMP dan SMA saya selesaikan dalam keadaan konflik.

Maksudnya?Pada tahun 1989, saat saya SMU ada satu peristiwa yang sangat saya ingat. Pagi-pagi sekali kami dikejutkan oleh suara tembakan dan penemuan mayat. Menyedihkan sekali. Itu masa-masa konflik dulu di Aceh. Masa SMA ini saya merasakan sangat bagaimana sekolah dalam situasi keamanan yang tidak menentu. Kami disuruh jaga malam untuk alasan keamanan. Jadi malamnya jaga di pos kamling, paginya pergi sekolah. Walaupun seminggu sekali, namun cukup membuat rasa deg-de-gan dan tidak nyaman. Saya bisa membagi waktu an-tara belajar dan berinteraksi sosial. Alhamdulillah saya lulus dengan nilai yang bagus.

Lalu?Saya melanjutkan kuliah di MIPA Matematika. Awaln-ya agak sedih karena itu pilihan kedua. Saya takut un-tuk dapat kerja apa nanti setelah kuliah. Meski saat itu MIPA Matematik tidak begitu popular, saya yakin saya bisa berhasil. Saya akan mencari hal berbeda untuk bisa sukses seperti orang lain. Saya tidak boleh pesimis. Akhirnya saya lulus pada tahun 1998. Saya juga sempat

bekerja sebagai implementator sekaligus programmer untuk Sistem Informasi Langganan Terpadu dalam se-buah project untuk PLN di Banda Aceh dan Sabang.

Apa kunci suksesnya?Link (jaringan), teman, dan organisasi adalah hal yang sangat penting. Setelah lulus kuliah, saya mendapat-kan info dari teman organisasi bahwa Politeknik Neg-eri Lhoksemawe sedang membutuhkan staf pengajar untuk bidang matematika. Saya langsung kesana dan bertemu penanggung jawab bidang matematika. Saya mengatakan selain matematika saya juga bisa pemro-graman komputer hasil belajar otodidak. Itulah kelebi-han yang membuat kita berbeda. Lalu sayapun diterima untuk mengajar di Politeknik Negeri Lhoksemawe wa-laupun belum menjadi Dosen Tetap pada tahun 1999.

Lagi-lagi organisasi adalah suatu hal penting, tahun 2000 saya lulus menjadi pegawai tetap di Politeknik Negeri Lhokseumawe, dan wawancara adalah penye-bab besar menurut saya. Wawancara awal memberikan bengaruh besar dalam pekerjaan. Disini saya kembali mengingatkan bahwa organisasi sangat sangat penting. Disini kita dididik untuk berpendapat, mengeluarkan pikiran, ide-ide yang bagus untuk disampaikan. Tanpa organisasi, kita bisa menyampaikan pendapat, namun mungkin tidak mengena, tidak luas, gugup, dan se-bagainya.

Bagaimana anda kemudian bisa sampai di Turki?Tahun 2004 saya menyelesaikan master di Jogjakarta. Tahun 2010 mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah di Turki. Dalam pekerjaan saya tetap dengan mot-to saya, harus berbeda! Ketika orang lain tidak melaku-kan, kita melakukannya. Saya mencari peluang-peluang yang ada untuk melanjutkan pendidikan dan ahirnya saya dapat, pilihannya adalah ke Turki.

Kapan anda mulai menulis?Menulis sudah saya mulai dari tahun 2000. Dan buku pertama saya baru selesai tahun 2005. Ada 3 buku yang sudah terbit. Semua tentang komputer. Dan yang terkahir ini ada satu buku lagi tentang persamaan dif-erensial biasa. Saya berpikir menulis sesuatu yang ber-beda. Karena ada orang yang menulis tapi takut untuk mem-publish. Karena saya staf pengajar saya harus

40

Page 41: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

berani karena menulis dan meneliti adalah bagian dari pekerjaan saya. Dan akan menghasilkan finansial juga dari sisi lainnya. Uang akan datang sesuai denan ke-mampuan yang kita miliki.

Ada 3 tridharma yang wajib dilakukan mahasiswa, di-antaranya adalah melakukan penelitian. Itu saya man-faatkan seluas-luasnya dan saya maknai betul. Akhir dari penelitian tentunya menulis juga. Saya melakukan beberapa penelitian dan beberapa diantara lolos dan didanai di tingkat nasional. Semuanya topik yang ber-beda. Salah satunya tentang bahasa. Saya membuat penelitian tentang bagaimana menerjemahkan baha-sa Indo-Aceh dan sebaliknya. Dan beberapa penelitian lain yang terkait. Saya juga sudah menulis dan sudah diterbitkan.

Karena organisasi itu penting lalu anda membentuk IKAMAT?Benar sekali. Awal pembentukan IKAMAT, saya tidak sendiri, ada juga Bang Nawawi. Waktu itu saya belum kenal baik dengan Nawawi yang sudah lebih awal di Turki. Tapi sudah kontak-kontakan sebelumnya sesudah beberapa bulan saya di Turki. Nawawi mencetuskan ide untuk membentuk organisasi. Saya berpikir sebuah hal bagus sekali. Saya langsung menyetujui dan berjan-ji setelah saya selesai Tomer. (Tomer; les bahasa Turki, red). Dan kalau saya ke Istanbul kita akan sama-sama cetuskan. Sebelumnya Nawawi sempat ke Izmir dan sempat merumuskan banyak ide untuk terbentuknya sebuah organisasi Aceh di Turki.

Setelah ke Istanbul, saya dan Nawawi beserta beberapa pelajar yang ada di Turki, berkumpul dan mecetuskan IKAMAT resmi berdiri, 15 oktober. Saat itu di rumah kak Lena Abidin, di Istanbul bagian Asia. Dengan semangat yang tinggi, kita punya tujuan yang sama, bahwa den-gan ikatan ini kita bisa saling bersilaturrahmi dan saling mensupport. Semangat yang awalnya berapi-api dan kemudian mulai sedikit pudar dan baru kembali men-

cuat pertengahan 2012 hingga lebih berdiri kokoh di 2013.

Kenapa pudar? Apa pembangkit semangatnya?Menurut saya Bulekat sebagai awal pembangkit se-mangat teman-teman kembali. IKAMAT sangat pent-ing sebagai wadah yang memberikan banyak manfaat, walau tidak terlihat saat ini. Dan kita akan merasakan manfaat besar suatu hari nanti. Dengan oranisasi, kita bisa mendapatkan banyak teman, dan dengan itu kita punya link, jaringan yang cukup penting. Karena bagi saya pekerjaan saya dapatkan dari link. IKAMAT juga demikian, kita tidak akan tahu teman teman kita di kota lain tanpa sebuah wadah yang menyatukan kita. Wadah IKAMAT akan membentuk kita menjadi seorang intelektual. Seorang pelajar tidak hanya mendapatkan ilmu di perkuliahan, tapi wadah organisasi ini menga-jarkan kita bagaimana ilmu bermasyarakat, bagaimana ilmu mengeluarkan pendapat, berdiplomasi, bagaima-na menulis, public speaking, dan sebagainya. Hal itu ti-dak akan kita dapatkan jika kita hanya berkutat dengan buku. Bulekat adalah wadah bagi teman-teman untuk menyalurkan bakat dalam menulis. Kita tidak perlu berpikir tulisan salah atau benar, karena akan ada yang mengkoreksi dan mengkritik sebagai bahan perbaikan bagi kita. Dalam organisasi kita juga diajarkan untuk berbeda pendapat, menerima kritikan. Sehinga hal itu-lah yang membangun kita. Kritikan adalah suatu ajang perubahan. Lalu soft skill, bisa memilah dan menye-suaikan diri. Organisasi juga melatih kita untuk tidak kaku, melatih keberanian, membuat kita lebih matang dan dewasa serta paham akan kritikan. Kebiasaan membuat kita bisa dan tidak asing dengan hal tersebut.

Apa harapan untuk IKAMAT? Kita tetap mebina silaturrahmi, modal untuk kita men-jadi kuat. Merasa memiliki, ini adalah organisasi kita, walaupun bukan organisasi besar, kita harus membe-sarkannya, karena ini adalah tempat kita menyalurkan bakat-bakat kita. Sudah saatnya kita semua tetap ber-partisipasi dalam semua kegiatan. Kita telah membukti-kan bahwa IKAMAT adalah organisasi yang disegani dan diperhitungkan. Kebersamaan, kekompakan kita tetap harus kita jaga.

Bang Arhami terakhir ini, kita memperingati 9 Tahun Tsunami, apa maknanya menurut anda dan bagi war-ga IKAMAT?Bagi saya, bermakna luas dan buat pribadi adalah untuk mengingatkan kita kembali akan kejadian 9 tahun silam. Tsunami yang sudah membuat Aceh pada titik nadir paling bawah. Sehingga 9 tahun ini adalah refleksi bagi kita semua untuk membangun Aceh kembali seperti masa lalu sebagai sebuah daerah yang cukup disegani oleh negara-negara lain, seperti masa Iskandar Muda. Sehingga kita bisa menjadikan 9 tahun ini sebagai se-buah pengalaman bagi kita untuk membuat daerah kita lebih bagus dari sebelumnya. (red/lala)

41

Page 42: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

Musim dingin di Gaziantep kembali me-warnai penutupan akhir tahun 2013 kali ini. Pemandangan yang memutih

dibawah hujan salju selalu membawa saya kepa-da suasana pertama kali tiba di Turki pada Feb-ruari 2012 silam. Dibawah cuaca dingin, segenap aktifitas warga Gaziantep masih tetap berjalan seperti biasanya.

Gaziantep adalah sebuah kota di sebelah Tenggara Turki. Kota yang masuk dalam deretan kota tertua di dunia ini menyimpan banyak seja-rah sejak masa kekaisaran Romawi 1700 tahun yang lalu. Kota yang pernah berjuang memper-tahankan kemerdekaannya ketika melawan Per-ancis dan Inggris ini memiliki kebun binatang terbesar ketiga di dunia, kedua di Eropa, dan pertama di Turki yang memiliki luas 1.000.000 m2 dengan jumlah hewan 6.814 ekor. Salah satu pilihan tempat wisata disaat liburan tiba mun-gkin. Selain Kebun binatang , kota ini juga memi-liki sebuah tempat unggulan Museum Arkeoloji terbesar di Eropa “Zeugma Mozaik Muzesi.”

Mengingat museum arkeolagy terkenal di kota ini yang menyimpan banyak peninggalan sejarah dan belum sempat saya kunjungi ini, saya terbayang kepada sebuah biara kuno unik di atas bukit peninggalan suku Athena yang su-dah berumur ratusan tahun yang sempat saya kunjungi bulan lalu ketika mengunjungi Trabzon, kota yang berada di utara Turki dan berbatasan langsung dengan laut hitam.

Sumela Monastery yang berada di kaki tebing curam menghadap lembah Altinde-re ini sangat unik dan menarik perhatian saya. Bagaimana tidak, bangunan itu berdiri gagah dan manis di atas bukit dengan ketinggian 1200 meter. Untuk bisa memasuki inti bangunan biara ini pengunjung bisa menaiki minibus yang terse-dia di sekitar. Atau jika ingin menikmati suasa-na alam pegunungan dan sungai yang mengalir dibawahnya secara seksama bisa menaiki tangga

Turki Kental akanPengaruh Romawi Kuno

42

Page 43: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu

dari kaki gunung yang sangat panjang dan sempit. Karena cuaca yang dingin banyak pengunjung yang memilih menaiki minibus untuk menaiki puncak bi-ara. Selama perjalanan saya terus-menerus mem-bayangkan bagaimana orang dahulu yang hanya didukung dengan peralatan arsitektur sederhana dapat membangun biara diatas bukit pegunungan dengan sangat sempurna ini.

Menurut tradisi local, Biara Sumela didi-rikan pada tahun 386 (pada masa pemerintahan kaisar Theodosius I, 375-395) oleh dua imam Ath-ena-Barnabas dan Sophronius. Mereka menemu-kan sebuah ikon dari perawan tua maria disebuah gua di gunung ini. Makanya mereka memutuskan untuk mendirikan sebuah biara. Oleh karena itu, pada dinding-dinding Biara Sumela dihiasi dengan lukisan-lukisan yang menggambarkan bagian dari Al-Kitab tentang cerita Yesus dan Maria si perawan.

Besarnya pengaruh Romawi kuno yang per-nah mendiami Turki, membuat kita berkesempatan menggali jejak sejarah dari setiap pelosok kotanya. Tidak hanya Trabzon, banyak kota di Turki lainn-ya yang juga menyimpan peniggalan romawi kuno, seperti Kota Antakya, Hatay. Arkeologi Museum yang juga menarik perhatian dunia dengan kolek-si mosaik romawinya terdapat disana. Ketika me-masuki museum tersebut, kita seakan merasakan hidup dimasa romawi dengan mosaik-mosaik besar yang menyimpan banyak cerita. Juga Titus Tun-nel, terowongan besar yang mengelurkan air dari dinding-dindingnya yang juga dibangun pada masa Roma. Disana juga terdapat gua-gua peninggalan para jenderal Prancis. Kota-kota lainnya seperti Is-tanbul dan Izmir yang juga memiliki sejuta cerita romawi menarik lainnya.

Penulis : Misrul Hayati

Mahasiswi jurusan Theology Islam di Gaziantep Universitesi. Kota Gaziantep

43

Page 44: Opportunity After Disaster€¦ · Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami”. Kami menyampaikan terima kasih yang sebe-sar-besarnya kepada semua pihak yang telah memban-tu