one map - pwk.its.ac.idpwk.its.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/181009-kuliah-umum-its...pada...

30
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SEKRETARIAT TIM PERCEPATAN KEBIJAKAN SATU PETA KULIAH TAMU, JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA - ITS Surabaya, 09 OKTOBER 2018 1 UPAYA PENYELESAIAN PERMASALAHAN TUMPANG TINDIH KAWASAN HUTAN, TATA RUANG, HAK PERTANAHAN, DAN IZIN PERTAMBANGAN Indonesia ONE MAP

Upload: hakiet

Post on 24-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

SEKRETARIAT TIM PERCEPATAN KEBIJAKAN SATU PETA

KULIAH TAMU, JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA - ITS

Surabaya, 09 OKTOBER 2018

1

UPAYA PENYELESAIAN PERMASALAHAN TUMPANG TINDIH KAWASAN HUTAN,

TATA RUANG, HAK PERTANAHAN, DAN IZIN PERTAMBANGAN

Indonesia

ONE MAP

2

Berbagai pemangku

kepentingan menggunakan

peta dengan format dan

standar yang berbeda-beda

dalam menjalankan

aktivitasnya.

PEMERINTAH

SWASTA

MASYARAKAT

LSM

IMPLIKASI DARI TIDAK ADANYA SATU PETA

KONFLIK DI

PERBATASAN DAERAH

Dua kepala daerah

menerbitkan izin di

lokasi yang sama.

SENGKETA TANAH

Sengketa tanah akibat

tumpang tindih lebih

dari 1 jenis perizinan

pada lokasi yang

sama.

PEMBANGUNAN

YANG TIDAK SESUAI

DENGAN TATA

RUANG

?

Lokasi

pembanguna

n tidak

sesuai

dengan tata

ruang.

Diperlukan satu peta yang akurat dan akuntabel, serta digunakan oleh seluruh pemangku

kepentingan dalam mendukung aktivitasnya.

MENGAPA DIBUTUHKAN KEBIJAKAN SATU PETA?

Tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta

Pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000

(Diundangkan pada tanggal 4 Februari 2016)

TARGET

PENCAPAIAN

Acuan perbaikan data spasial

Akurasi perencanaan tata ruang

Akurasi dalam penyusunan

kebijakan dan pengambilan

keputusan

1

Sebagai acuan untuk:

PERPRESNO. 9 TAHUN 2016

TUJUAN KEBIJAKAN SATU PETA

REFERENSI

STANDAR

BASIS DATA

GEO-PORTAL

MANFAAT KEBIJAKAN SATU PETA

KEGIATAN UTAMA KEBIJAKAN SATU PETA

Kompilasi Integrasi Sinkronisasi

85PETA TEMATIK

19KEMENTERIAN/

LEMBAGA

34PROVINSI

PRODUK

KEBIJAKAN

SATU PETA

3

OVERVIEW KEBIJAKAN SATU PETA

4

MANFAAT KEBIJAKAN SATU PETA DALAM MENDUKUNG

BERBAGAI KEBIJAKAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Produk Kebijakan Satu Peta dapat bermanfaat dalam mendukung implementasi berbagai kebijakan nasional dan daerah yang tepat

sasaran, transparan, dan akuntabel.

KEMUDAHAN DAN

KEPASTIAN

BERUSAHA/BERINVESTAS

I

Investor dapat dengan

cepat mengetahui kepastian

status lahan untuk mendukung

investasi di berbagai sektor.

Mendukung peningkatan

efisiensi dan kepastian

perolehan perizinan, serta

menigkatkan Ease of Doing

Business dan mendukung iklim

investasi.

KEBIJAKAN

PEMERATAAN

EKONOMI

Mendukung implementasi

kebijakan pertumbuhan dan

pemerataan ekonomi yang

efektif dan tepat sasaran.

Data spasial menjadi dasar

pengambilan keputusan dalam

Reforma Agraria untuk

redistribusi lahan yang tepat

sasaran dan akuntabel kepada

rakyat.

PERCEPATAN

PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR

Mendukung percepatan

penyediaan infrastruktur

dan kawasan strategis (KEK,

KI, Pusat Logistik Terpadu

Pariwisata)

Penyelesaian konflik ruang

yang menghambat penyediaan

proyek strategis dapat

diselesaikan lebih cepat, serta

mendukung berkembangnya

pusat-pusat pertumbuhan baru

dari proyek strategis yang

tersedia.

PENYELESAIAN

KONFLIK

PEMANFAATAN

RUANG DAN

PERIZINAN

Mendukung penyelesaian

konflik pemanfaatan ruang

yang telah terjadi dan

mencegah terjadinya konflik

pemanfaatan ruang ke

depannya.

Data spasial menjadi dasar

pengambilan keputusan untuk

perbaikan kualitas Rencana

Tata Ruang dan penyelesaian

konflik pemanfaatan ruang dan

perizinan, sehingga dapat

terhindar dari konflik tumpang

tindih ke depannya.

5

CAPAIAN KOMPILASI DAN INTEGRASI KEBIJAKAN SATU PETA

Kompilasi peta tematik eksisting dari K/L/D telah selesai dilakukan.

Hasil Kompilasi peta tematik telah diintegrasi terhadap peta dasar. CAPAIAN KOMPILASI CAPAIAN INTEGRASI

Keterangan :

Pelaksanaan Integrasi sejak 2017

Pelaksanaan Integrasi sejak 2018

Pelaksanaan Integrasi sejak 2016

Telahterintegrasi

dari 84 IGT1)

80

Telahterintegrasi

dari 80 IGT

73

Telahterintegrasi

dari 79 IGT

72

Telahterintegrasi

dari 79 IGT

72

Telahterintegrasi

dari 78 IGT

65

Telahterintegrasi

dari 77 IGT

66Telahterintegrasi

dari 83 IGT

79

Hasil kegiatan Integrasi dapat mulai diakses dalam geoportal sesuai kewenangan akses masing-masing. K/L/D dapat

menggunakan data spasial hasil Integrasi tersebut sebagai acuan pengambilan keputusan berbasis spasial. Ke depannya,

K/L/D harus senantiasa melakukan pemutakhiran terhadap data spasial tersebut.

1) IGT (Informasi Geospasial Tematik)/ peta tematik

6

INPUT PROSES OUTPUT

IGT hasilIntegrasi

1. SPATIAL OVERLAP ANALYSIS

Dilakukan dengan overlay IGT dan identifikasi tumpang tindih antar Peta Tematik.

: indikasibermasalah

: tidak bermasalah : tidak bermasalah, jika memenuhi syarat

Peta Indikatif Tumpang TindihAntar peta tematik

2. ANALISIS PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH

c. Prioritisasi Isu Tumpang Tindih:• Berdasarkan indikator impact-effort• Mempertimbangkan usulan K/L/P

dan arahan strategis

Hasil analisa tumpang tindih Rumusan penyelesaian

permasalahan tumpang tindih

Perbaikan peta tematik danpenyesuaian produk hukum

3. DEBOTTLENECKING TUMPANG TINDIH

Survey lapangan dan penyelesaian tumpang tindih melalui rapat koordinasi/FGD yang melibatkan K/L/P dan seluruh pemangku kepentingan terkait

Sekretariat Tim PKSP melakukan Monitoring dan Evaluasi pada setiap Proses Sinkronisasi

Status kemajuan:Sudah selesai untuk identifikasitumpang tindih di wilayah Kalimantan

Status kemajuan:Sudah dimulai dengan analisispendahuluan terhadap permasalahantumpang tindih yang teridentifikasi

b. Validasi Permasalahan Tumpang Tindihbersama K/L Walidata ke pemda terkait

a. AnalisisAnalisis hukum, analisis dampak sosio-ekonomi, serta analisis daya dukung dandaya tampung lingkungan.

PRINSIP DASAR & METODOLOGI SINKRONISASI KEBIJAKAN SATU PETA

1 2 3

**Keterangan Tipologi Tumpang Tindih:

Untuk mendukung percepatan penyelesaian permasalahan tumpang tindih dibutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh K/L/P dalam

mengidentifikasi permasalahan tumpang tindih serta merumuskan dan mengimplementasikan penyelesaiannya.

7

Sekretariat Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta

Luas Wilayah Kalimantan

Tumpang Tindih dengan Tipologi** &

di wilayah Kalimantan yang IGT RTRWK-nya telah Dikompilasi :

7.708.375 Ha

53.919.827 Ha

5.023.726 Ha

Luas Tumpang Tindih di

Kawasan Hutan

2.684.649 Ha

Luas Tumpang Tindih di

Kawasan Non Hutan

Total Jumlah Lokus

Tumpang Tindih 381.045

: indikasi bermasalah: tidak bermasalah : tidak bermasalah, jika memenuhi syarat2 32

32

Luas Wilayah Kalimantan yang IGT RTRWK-

nya telah Dikompilasi*

38.868.588 Ha

Luas Area Tumpang Tindih

% TUMPANG TINDIH DI

MASING-MASING PROVINSI :

27%

13%

26%

38%

11%

19,8%dari Luas Wilayah Kalimantan yang

IGT RTRWK-nya telah Dikompilasi

*Terdapat 10 kabupaten/kota di wilayah Kalimantan yang IGT RTRWK-nya belum dikompilasi karena belum Perda atau baru Perda pada tahun 2018

1

HASIL IDENTIFIKASI TUMPANG TINDIH ANTAR PETA TEMATIK DI KALIMANTAN

8

UPAYA PEMERINTAH DALAM PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH ANTAR PETA

TEMATIK MASIH BERSIFAT SEKTORAL/PARSIAL

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung penyelesaian permasalahan

tumpang tindih antar Peta Tematik (IGT). Namun, saat ini penyelesaian tumpang tindih

tersebut masih bersifat sektoral dan belum dapat menyelesaikan permasalahan tumpang

tindih IGT antar sektor. Sehingga, ke depannya diperlukan produk hukum baru yang

mengatur penyelesaian permasalahan tumang tindih IGT antar sektor.

PENYELESAIAN

TUMPANG

TINDIH IGT

ANTAR

SEKTOR

?

Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat di dalam Kawasan Hutan

(Perpres No. 88/2017)

Perubahan peruntukan dan fungsi Kawasan Hutan oleh Kementerian LHK

(PP No. 104/2015)

Penyelesaian penguasaan tanah (sertifikasi) masyarakat di APL oleh Kementerian ATR/BPN

(Program PTSL)

Program C&C (Clear and Clean) wilayah Izin Usaha Pertambangan oleh Kementerian ESDM

(Permen ESDM No. 43/2015)

Sinkronisasi Lahan Sawah dan Jaringan Irigasi oleh Badan Informasi Geospasial

Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit

(Inpres No. 8/2018)

9

UNTUK DIDISKUSIKAN

Apakah memungkinkan untuk

IGT dan data tambahan

tersebut disampaikan

kepada Sekretariat Tim

PKSP untuk mendukung

pelaksanaan Sinkronisasi?

ISU STRATEGIS

Penyelesaian permasalahan

tumpang tindih antar IGT

PKSP memerlukan

pertimbangan dari IGT dan

data lainnya di luar IGT

pada rencana aksi PKSP

(contoh: IGT IPPKH, PIPPIB,

data Izin yang sedang dalam

proses penegakan hukum,

data produksi perusahaan/

sektor).

: indikasi bermasalah

: tidak bermasalah

: tidak bermasalah, jika memenuhi syarat

Lokus tumpang tindih tipologi perlu ditentukan bermasalah/tidaknya. Untuk penentuan

tersebut, diperlukan IGT dan data keterpenuhan syarat (contoh: IPPKH, P2LB) dari K/L/D terkait.

1

2

3

2

2

Keterangan:

Penambahan IGT telah diatur dalam Perpres No.9/2016 Pasal 5 ayat (3):

“Tim Percepatan KSP dapat menambahkan IGT di luar IGT yang telah ditetapkan dalam rencana aksi

Perpres No. 9/2016, termasuk IGT yang disiapkan oleh BIG”

: belum perda RTRW

HASIL IDENTIFIKASI TUMPANG TINDIH DALAM KAWASAN HUTAN DI

WILAYAH KALIMANTAN

10

Analisis Pareto pada Skema Kombinasi Tumpang Tindih

antar IGT di Provinsi Kalimantan Timur

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

200

0

400

50

350

300

450

250

100

150

% Luas

60%

Luas ( Ribuan Ha)

47

9 12

83%81%

87%

Lain

-lain

(54

skem

a

kom

bina

si)

13

301

100%

117

76%

10

85%

8 11

66

101

65

198

47%

135

3

44

66%

129

7

55%

188

141

2

228

4

72%

1

18%

29%38%

248

435

Keterangan:

Tumpang tindih yang melibatkan IGT sektor Kehutanan

Tumpang tindih yang tidak melibatkan IGT sektor Kehutanan

Skema Tumpang Tindih antar IGT

PENJELASAN TUMPANG TINDIH:

1. IUP pada Pola Ruang RTRW yang tidak

sesuai

2. Kawasan Hutan pada SK Menhut dan

RTRW tidak sesuai. Terdapat Izin

Pemanfaaatan Hutan pada Kawasan

Hutan yang tidak sesuai tersebut.

3. Kawasan Hutan pada SK Menhut dan

RTRW tidak sesuai

4. Izin Pemanfaatan Hutan dan IUP di

Kawasan Hutan boleh tumpang tindih

jika memenuhi syarat

5. Izin Pemanfaatan Hutan tumpang

tindih dengan IUP di Kawasan Hutan

6. Izin Pemanfaatan Hutan terletak di APL

(Non Kawasan Hutan)

7. Izin Pemanfaatan Hutan tumpang

tindih dengan Izin Pemanfaatan Hutan

lainnya

8. WK Migas Konvensional tumpang tindih

dengan WK Migas Non Konvensional di

APL

9. IUP boleh bersyarat (IPPKH) di

Kawasan Hutan Produksi dan Hutan

Lindung

10. Izin Pemanfaatan Hutan boleh

tumpang tindih di Kawasan Hutan jika

memenuhi syarat

11. IUP dan Hak Atas Tanah tumpang tindih

di APL

12. IUP dan Izin Pemanfaatan Hutan

tumpang tindih di APL

13. Kawasan APL pada SK Menhut dan

RTRW tidak sesuai

Sekretariat Tim PKSP telah mengidentifikasi signifikansi permasalahan

tumpang tindih di Provinsi Kalimantan Timur (dalam pareto chart berikut).

Penyelesaian 13 skema tumpang tindih dengan luas terbesar akan

berkontribusi pada selesainya 87% permasalahan tumpang tindih di Provinsi

Kalimantan Timur.

11

ISU STRATEGIS

Peraturan perundang-

undangan saat ini

memungkinkan perubahan

peruntukan/fungsi Kawasan

Hutan atas dasar

permohonan.

Belum ada peraturan

perundang-undangan yang

mengatur perubahan

peruntukan/fungsi Kawasan

Hutan tanpa melalui

permohonan.

MEKANISME PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN (PPTKH)

(Perpres No. 88/2017)

MEKANISME PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

(PP No. 104/2015)

Permohonan dari pihak

yang memanfaatkan

Kawasan Hutan kepada

Bupati/Walikota

• Bupati/Walikota menyampaikan

permohonan verifikasi kepada Tim Inver.

• Tim Inver melakukan verifikasi dan memberikan

rekomendasi PPTKH, serta menyampaikannya

kepada Gubernur.

• Gubernur menyampaikan rekomendasi

PPTKH kepada Ketua Tim Percepatan PPTKH.

Keputusan

PPTKH dari

Menteri LHK

Permohonan pelepasan/

tukar menukar Kawasan

Hutan dari pemohon

kepada Menteri LHK

Menteri LHK menugaskan Tim

Terpadu untuk melakukan penelitian

dan penyusun rekomendasi

Keputusan perubahan

peruntukan/fungsi Kawasan Hutan

dari Menteri LHK

ISU STRATEGIS SINKRONISASI KEBIJAKAN SATU PETA

Perbedaan jangka waktu SK Perkembangan Kawasan Hutan (SK Menhut) dan revisi Perda RTRW mengakibatkan terjadinya

perbedaan peruntukan dan fungsi Kawasan Hutan

12

Perbedaan Jangka Waktu Perkembangan Kawasan Hutan (SK Menhut) dan Revisi Perda

RTRW mengakibatkan Perbedaan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan

UNTUK DIDISKUSIKAN

Ke depannya, diperlukan koordinasi

dan harmonisasi agar delineasi,

fungsi, dan peruntukan Kawasan

Hutan pada SK Menhut dan RTRW

Provinsi/Kabupaten/Kota selaras.

Revisi Perda RTRW dan SK

Perkembangan Kawasan Hutan

memiliki jangka waktu yang

berbeda.

Perbedaan jangka waktu SK

Perubahan Kawasan Hutan dan

Revisi Perda RTRW menyebabkan

ketidaksesuaian antara Pola

Peruntukan Ruang di RTRW dan Pola

Ruang Kawasan Hutan (SK Menhut).

ISU STRATEGIS

RT

RW

Kaw

asan

Hu

tan

Tahun Ke-0 Tahun Ke-5

Pengesahan Perda RTRW

sesuai dengan SK Menhut

Peninjauan Kembali Perda RTRW

pada Kondisi Lingkungan Strategis

Bencana Alam

Perubahan Batas Wilayah

Daerah/ Negara

Peninjauan Kembali

Perda RTRW

Revisi Perda

Pencabutan dan

Penetapan Perda Baru

Selama rentang waktu 5 tahun

SK Penunjukan/

Penetapan

Kawasan Hutan

yang Menjadi

Referensi Perda

RTRW

Gubernur dapat

mengajukan perubahan

fungsi dan/atau

peruntukan (secara

provinsial) dalam rangka

revisi RTRW

Perubahan Fungsi dan/atau Peruntukkan

Kawasan Hutan secara Parsial

(Setiap tahun terbit SK Perkembangan Kawasan Hutan)

IMPLIKASI PERUBAHAN

PERUNTUKAN ATAU

FUNGSI KAWASAN HUTAN

TERHADAP POLA RUANG

RTRWK DI PROVINSI

KALIMANTAN TIMUR

Asumsi:

Kawasan Hutan pada Pola

Ruang RTRWK telah sama

dengan Kawasan Hutan pada

SK Menhut di tahun penyusunan

RTRW (tahun 2014)

Kawasan Hutan (SK Menhut) dan

Kawasan Hutan (RTRWK) tidak sesuai

Kawasan Hutan (SK Menhut) dan

Kawasan Hutan (RTRWK) sesuai

93%8.172.490 Ha

7%636.074 Ha

13

Hasil identifikasi tumpang tindih antar IGT di Provinsi Kalimantan Timur

Luas Wilayah Kalimantan Timur8.808.564 Ha Peta Indikatif Tipologi Tumpang Tindih antar

Peta Tematik di Wilayah Kalimantan Timur

Di APLDi Kawasan Hutan

: indikasi bermasalah

: tidak bermasalah

: tidak bermasalah, jika memenuhi syarat

1

2

3

2

1Mencakup 8 dari 10 kabupaten/kota di Kalimantan Timur karena 2 kabupaten/kota belum memiliki Perda RTRW (Kab. Berau dan Kab. Mahakam Ulu)2Keterlanjuran: izin/hak yang tidak sesuai terbit sebelum Perda RTRW disahkan atau Kawasan Hutan ditunjuk/ditetapkan; Pelanggaran: izin/hak yang tidak sesuai terbit setelah Perda RTRW disahkan atau Kawasan Hutan

ditunjuk/ditetapkan; % keterlanjuran dan pelanggaran dihitung terhadap lokus tumpang tindih yang dapat diidentifikasi waktu terbit dan berakhirnya.

Tumpang Tindih Tipologi dan :32

Lain-Lain

1.357.184 Ha (57%)

Lain-Lain

1.021.100 Ha (43%)

9.890 Ha (1%) 1.347.293 Ha (99%)

Tumpang Tindih yang

Melibatkan Hak Atas Tanah

% lokus tumpang tindih

kategori keterlanjuran2

% lokus tumpang tindih

kategori pelanggaran2

16%

78%

6%

73,00%

19,62%

7,38%

% lokus tumpang tindih

kategori keterlanjuran

dan pelanggaran

(1.728.561 Ha)

(6.430.280 Ha)

(649.723 Ha)

: belum perdaRTRW sehingga tidakdimasukkandalamperhitungan

Tumpang Tindih yang

Melibatkan Hak Atas Tanah

833.772 Ha (82%)187.328 Ha (18%)

1%

99%

: indikasi bermasalah

: tidak bermasalah

: tidak bermasalah, jika memenuhi syarat

: belum perda RTRW, sehingga tidakdimasukkan dalam perhitungan

Legenda:

14

Analisis Pareto pada Skema Kombinasi Tumpang Tindih

antar IGT di Provinsi Kalimantan Timur

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

200

0

400

50

350

300

450

250

100

150

% Luas

60%

Luas ( Ribuan Ha)

47

9 12

83%81%

87%

Lain

-lain

(54

skem

a

kom

bina

si)

13

301

100%

117

76%

10

85%

8 11

66

101

65

198

47%

135

3

44

66%

129

7

55%

188

141

2

228

4

72%

1

18%

29%38%

248

435

Keterangan:

Tumpang tindih yang melibatkan RTRW dan/atau Hak Atas Tanah

Tumpang tindih yang tidak melibatkan RTRW dan/atau Hak Atas Tanah

Skema Tumpang Tindih antar IGT

PENJELASAN TUMPANG TINDIH:

1. IUP pada Pola Ruang RTRW yang tidak

sesuai

2. Kawasan Hutan pada SK Menhut dan

RTRW tidak sesuai. Terdapat Izin

Pemanfaaatan Hutan pada Kawasan

Hutan yang tidak sesuai tersebut.

3. Kawasan Hutan pada SK Menhut dan

RTRW tidak sesuai

4. Izin Pemanfaatan Hutan dan IUP di

Kawasan Hutan boleh tumpang tindih jika

memenuhi syarat

5. Izin Pemanfaatan Hutan tumpang tindih

dengan IUP di Kawasan Hutan

6. Izin Pemanfaatan Hutan terletak di APL

(Non Kawasan Hutan)

7. Izin Pemanfaatan Hutan tumpang tindih

dengan Izin Pemanfaatan Hutan lainnya

8. WK Migas Konvensional tumpang tindih

dengan WK Migas Non Konvensional di

APL

9. IUP boleh bersyarat (IPPKH) di Kawasan

Hutan Produksi dan Hutan Lindung

10. Izin Pemanfaatan Hutan boleh tumpang

tindih di Kawasan Hutan jika memenuhi

syarat

11. IUP dan Hak Atas Tanah tumpang

tindih di APL

12. IUP dan Izin Pemanfaatan Hutan

tumpang tindih di APL

13. Kawasan APL pada SK Menhut dan

RTRW tidak sesuai

Sekretariat Tim PKSP telah mengidentifikasi signifikansi permasalahan tumpang tindih di Provinsi

Kalimantan Timur (dalam pareto chart berikut). Penyelesaian 13 skema tumpang tindih dengan luas terbesar

akan berkontribusi pada selesainya 87% permasalahan tumpang tindih di Provinsi Kalimantan Timur.

15

Tumpang tindih yang teridentifikasi, di antaranya disebabkan oleh

Ketidaksinkronan

RTRW Provinsi dengan RTRW Kabupaten/Kota

LUAS WILAYAH KALIMANTAN

YANG SUDAH MEMILIKI RTRW-K*

38.868.588Ha

LUAS WILAYAH YANG

TIDAK SINKRON

RTRW-P DAN RTRW-K13.340.057Ha

28,5%DARI LUAS WILAYAH YANG

SUDAH MEMILIKI RTRW-K

RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki tingkat

ketelitian peta di skala yang berbeda-beda:

RTRW Provinsi skala 1:250.0001

RTRW Kabupaten skala 1:50.0002

RTRW Kota 1:25.0003

Meskipun memiliki tingkat ketelitian peta yang

berbeda, terdapat perbedaan peruntukan pola

ruang RTRWP dan RTRWK pada lokus yang sama.

Hal tersebut berpotensi menimbulkan multitafsir dan

tidak konsistennya pemanfaatan ruang di daerah.

*Terdapat 8 kabupaten/kota di wilayah Kalimantan yang RTRWK-nya belum memiliki RTRW-K, sehingga belum dianalisis dalam analisis tumpang tindih ini

UNTUK

DIDISKUSIKAN

Bagaimana upaya

Kementerian ATR/BPN

dan Pemda dalam

menyelaraskan Pola

Peruntukan Ruang antara

RTRWP dan RTRWK

melalui mekanisme revisi

Perda RTRW?28%

13%

43%

31%

29%

% KETIDAKSINKRONAN POLA RUANG

RTRW-P DENGAN RTRW-K:

Contoh Ketidaksinkronan Pola Peruntukan Ruang antara RTRWP dan RTRWK:

KUTAIKARTANEGARA

KUTAI TIMUR

KUTAI BARAT

Legenda

Wilayah_Administrasi

NAMOBJP

Hutan Produksi Konversi (HPK)

Hutan Produksi Terbatas (HPT)

Hutan Produksi Tetap (HP)

Kawasan Hutan Lindung

Perkebunan

Permukiman

Tanaman Pangan dan Holtikultura

Tubuh Air

RTRWKK_Kaltim

NAMOBJKK

Areal Penggunaan Lainnya (APL)

Badan Air

Bandara

Budidaya Hortikultura

Budidaya Perkebunan

Budidaya Tanaman Pangan

Buffer Zone Hutan Lindung

Cagar Alam

Cagar Budaya

DLKp

Daerah Militer

Danau

Danau Retensi/Rawa

Fasilitas Sosial Kota

Gosong Karang

Holding Zone

Hutan Kota

Hutan Lindung

Hutan Lindung (HL)

Hutan Produksi

Hutan Produksi Dapat Dikonversi

Hutan Produksi Konversi

Hutan Produksi Terbatas

Hutan Produksi Terbatas (HPT)

Hutan Produksi Tetap

Hutan Produksi Tetap (HP)

Hutan Produksi yang dapat Dikonversi

Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK)

Hutan Rakyat

IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja)

Industri

Industri Besar

Industri Kecil

Industri Sedang

Industri Skala Besar

Jalur Hijau Jalan

Karang Hidup

Kawasan Agro Wisata

Kawasan Balikpapan Islamic Centre

Kawasan Bandara

Kawasan Bandara Baru Samarinda

Kawasan Budidaya Laut

Kawasan Cagar Alam Geologi

Kawasan DOME

Kawasan Fasilitas Pemerintah

Kawasan Gereja

Kawasan Hutan Bakau

Kawasan Hutan Kota

Kawasan Hutan Lindung

Kawasan Hutan Produksi

Kawasan ITK

Kawasan Industri

Kawasan Jalur Migrasi Satwa

Kawasan Kebun Raya

Kawasan Konservasi

Kawasan Konservasi Berhutan Bakau

Kawasan Masjid Agung Balikpapan

Kawasan Minapolitan

Kawasan Pantai Berhutan Bakau

Kawasan Pantai Berhutan Bakau (Mangrove)

Kawasan Pariwisata

Kawasan Pelabuhan

Kawasan Penangkaran Buaya

Kawasan Perdagangan dan Jasa

Kawasan Perikanan

Kawasan Perikanan Darat

Kawasan Perkantoran

Kawasan Perkebunan

Kawasan Permukiman

Kawasan Pertahanan dan Keamanan

Kawasan Pertambangan Migas

Kawasan Pertanian Tanaman Hortikultura

Kawasan Pertanian Tanaman Pangan

Kawasan Perumahan

Kawasan Peruntukan Industri

Kawasan Peruntukan Pertanian

Kawasan Peternakan

Kawasan RTH Kota (Makam, Lapangan, Taman)

Kawasan Rawan Banjir

Kawasan Rawan Longsor

Kawasan Resapan Air

Kawasan Ruang Terbuka Hijau

Kawasan Sekitar Danau/Waduk

Kawasan Sekitar Sungai

Kawasan Sempadan Jalan TOL

Kawasan Sempadan Pantai

Kawasan Sempadan Sungai

Kawasan Stadion Olahraga

Kawasan Suaka Alam/KSA

Kawasan Suaka Alam/Kawasan Perlindungan Alam (KSA/KPA)

Kawasan Suaka Alam/Pelestarian Alam

Kawasan TPA

Kawasan Tambang

Kawasan Terminal

Kawasan Transmigrasi

Kawasan Waduk dan Embung

Kawasan Wanawisata

Kawasan Wisata

Kwsn Perikanan

Kwsn Perkebunan

Kwsn. Daerah Gambut

Mangrove

Militer

Padang Lamun

Pantai Berhutan Bakau (Mangrove)

Pariwisata Buatan

Pasir

Pasir Lumpur

Pelabuhan

Pemerintahan

Perdagangan dan Jasa

Perikanan Budidaya

Perikanan Darat

Perikanan Tangkap

Perikanan Tangkap < 4 Mil

Perkebunan

Perlindungan Plasma Nutfah Darat

Permukiman

Permukiman Pedesaan

Permukiman Perdesaan

Permukiman Perkotaan

Pertanian

Pertanian Lahan Basah

Pertanian Lahan Kering

Pertanian Tanaman Pangan

Peternakan

Pondok Pesantren Syarif Hidayatullah

Pulau Mangrove

Pulau-pulau Kecil

RSUD

Rencana Perluasan HLSW

Resapan Air

Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau Kota

Sempadan Danau

Sempadan Danau atau Waduk

Sempadan Mata Air

Sempadan Pantai

Sempadan Sungai

Sungai

TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah)

TPU (Taman Pemakaman Umum)

Taman Hutan Raya

Taman Kota

Taman Nasional

Taman Nasional Kutai

Tambak

Tanaman Pangan dan Holtikultura

Terumbu Karang

Tubuh Air

malaysia

KUTAIKARTANEGARA

KUTAI TIMUR

KUTAI BARAT

Legenda

Wilayah_Administrasi

NAMOBJKK

Badan Air

Hutan Lindung

Hutan Produksi

Hutan Produksi Konversi

Hutan Produksi Terbatas

Kawasan Tambang

Kwsn Perkebunan

Permukiman Pedesaan

Pertanian Lahan Basah

Pertanian Lahan Kering

Sempadan Sungai

RTRWKK_Kaltim

NAMOBJKK

Areal Penggunaan Lainnya (APL)

Badan Air

Bandara

Budidaya Hortikultura

Budidaya Perkebunan

Budidaya Tanaman Pangan

Buffer Zone Hutan Lindung

Cagar Alam

Cagar Budaya

DLKp

Daerah Militer

Danau

Danau Retensi/Rawa

Fasilitas Sosial Kota

Gosong Karang

Holding Zone

Hutan Kota

Hutan Lindung

Hutan Lindung (HL)

Hutan Produksi

Hutan Produksi Dapat Dikonversi

Hutan Produksi Konversi

Hutan Produksi Terbatas

Hutan Produksi Terbatas (HPT)

Hutan Produksi Tetap

Hutan Produksi Tetap (HP)

Hutan Produksi yang dapat Dikonversi

Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK)

Hutan Rakyat

IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja)

Industri

Industri Besar

Industri Kecil

Industri Sedang

Industri Skala Besar

Jalur Hijau Jalan

Karang Hidup

Kawasan Agro Wisata

Kawasan Balikpapan Islamic Centre

Kawasan Bandara

Kawasan Bandara Baru Samarinda

Kawasan Budidaya Laut

Kawasan Cagar Alam Geologi

Kawasan DOME

Kawasan Fasilitas Pemerintah

Kawasan Gereja

Kawasan Hutan Bakau

Kawasan Hutan Kota

Kawasan Hutan Lindung

Kawasan Hutan Produksi

Kawasan ITK

Kawasan Industri

Kawasan Jalur Migrasi Satwa

Kawasan Kebun Raya

Kawasan Konservasi

Kawasan Konservasi Berhutan Bakau

Kawasan Masjid Agung Balikpapan

Kawasan Minapolitan

Kawasan Pantai Berhutan Bakau

Kawasan Pantai Berhutan Bakau (Mangrove)

Kawasan Pariwisata

Kawasan Pelabuhan

Kawasan Penangkaran Buaya

Kawasan Perdagangan dan Jasa

Kawasan Perikanan

Kawasan Perikanan Darat

Kawasan Perkantoran

Kawasan Perkebunan

Kawasan Permukiman

Kawasan Pertahanan dan Keamanan

Kawasan Pertambangan Migas

Kawasan Pertanian Tanaman Hortikultura

Kawasan Pertanian Tanaman Pangan

Kawasan Perumahan

Kawasan Peruntukan Industri

Kawasan Peruntukan Pertanian

Kawasan Peternakan

Kawasan RTH Kota (Makam, Lapangan, Taman)

Kawasan Rawan Banjir

Kawasan Rawan Longsor

Kawasan Resapan Air

Kawasan Ruang Terbuka Hijau

Kawasan Sekitar Danau/Waduk

Kawasan Sekitar Sungai

Kawasan Sempadan Jalan TOL

Kawasan Sempadan Pantai

Kawasan Sempadan Sungai

Kawasan Stadion Olahraga

Kawasan Suaka Alam/KSA

Kawasan Suaka Alam/Kawasan Perlindungan Alam (KSA/KPA)

Kawasan Suaka Alam/Pelestarian Alam

Kawasan TPA

Kawasan Tambang

Kawasan Terminal

Kawasan Transmigrasi

Kawasan Waduk dan Embung

Kawasan Wanawisata

Kawasan Wisata

Kwsn Perikanan

Kwsn Perkebunan

Kwsn. Daerah Gambut

Mangrove

Militer

Padang Lamun

Pantai Berhutan Bakau (Mangrove)

Pariwisata Buatan

Pasir

Pasir Lumpur

Pelabuhan

Pemerintahan

Perdagangan dan Jasa

Perikanan Budidaya

Perikanan Darat

Perikanan Tangkap

Perikanan Tangkap < 4 Mil

Perkebunan

Perlindungan Plasma Nutfah Darat

Permukiman

Permukiman Pedesaan

Permukiman Perdesaan

Permukiman Perkotaan

Pertanian

Pertanian Lahan Basah

Pertanian Lahan Kering

Pertanian Tanaman Pangan

Peternakan

Pondok Pesantren Syarif Hidayatullah

Pulau Mangrove

Pulau-pulau Kecil

RSUD

Rencana Perluasan HLSW

Resapan Air

Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau Kota

Sempadan Danau

Sempadan Danau atau Waduk

Sempadan Mata Air

Sempadan Pantai

Sempadan Sungai

Sungai

TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah)

TPU (Taman Pemakaman Umum)

Taman Hutan Raya

Taman Kota

Taman Nasional

Taman Nasional Kutai

Tambak

Tanaman Pangan dan Holtikultura

Terumbu Karang

Tubuh Air

malaysia

Perda No. 1 Tahun 2016

RTRW Provinsi

Kalimantan Timur

Perda No. 9 Tahun 2013

RTRW Kab. Kutai

Kartanegara

Legenda

Pola Ruang RTRWP

Hutan Produksi Konversi (HPK)

Hutan Produksi Terbatas (HPT)

Hutan Produksi Tetap (HP)

Kawasan Hutan Lindung

Perkebunan

Permukiman

Tanaman Pangan dan Holtikultura

Tubuh Air

Pola Ruang RTRWK

Badan Air

Hutan Lindung

Hutan Produksi

Hutan Produksi Konversi

Hutan Produksi Terbatas

Kawasan Tambang

Kwsn Perkebunan

Permukiman Pedesaan

Pertanian Lahan Basah

Pertanian Lahan Kering

Sempadan Sungai

Kawasan

Tambang

Hutan

Lindung

Hutan

Produksi

Perkebunan

Hutan

Produksi

Tetap

16

Sebagian besar tumpang tindih pemanfaatan lahan teridentifikasi dalam kategori

keterlanjuran, yang mengindikasikan izin pemanfaatan lahan terbit sebelum RTRW ditetapkan

UNTUK DIDISKUSIKAN

a. Bagaimana strategi Kementerian

ATR/BPN dalam perbaikan kualitas

RTRW, sehingga ke depannya tidak

terjadi lagi permasalahan tumpang tindih

akibat perubahan pola ruang RTRW yang

mengakibatkan ketidaksesuaian dengan

Izin/Hak Atas Tanah yang telah terbit

(bukan dalam rangka pemutihan).

b. Bagaimana tindak lanjut terhadap

wilayah yang belum memiliki Perda

RTRW? Apakah dimungkinkan perlakuan

moratorium izin pemanfaatan ruang

selama belum memiliki RTRW?

Banyaknya permasalahan tumpang tindih

yang teridentifikasi dalam kategori

keterlanjuran mengindikasikan Izin/Hak Atas

Tanah terbit sebelum RTRW ditetapkan,

serta adanya indikasi perubahan pola

ruang RTRW yang mengakibatkan

perubahan kesesuaian pemanfaatan ruang.

ISU STRATEGIS

% lokus tumpang tindih kategori keterlanjuran

% lokus tumpang tindih kategori pelanggaran

% lokus tumpang tindih kategori keterlanjuran dan pelanggaran

Keterangan:

16%

78%

6%

Ke depannya, IGT PKSP agar dapat

dimanfaatkan untuk mendukung

penyusunan RTRW berkualitas, sesuai

dengan daya dukung lingkungan, serta

mendukung pemanfaatan ruang yang

bertanggung jawab dan terhindar dari tumpang

tindih.

Rencana

Tata Ruang

Pemanfaatan Lahan

17

Hasil Identifikasi Tumpang Tindih IUP Pertambangan di Provinsi Kalimantan Timur

Luas Wilayah Kalimantan Timur8.808.564 Ha

Peta Indikatif Tipologi Tumpang Tindih IUP di Non

Kawasan Hutan (APL)

: indikasi bermasalah

: tidak bermasalah

: tidak bermasalah, jika memenuhi syarat

1

2

3

2

1Mencakup 8 dari 10 kabupaten/kota di Kalimantan Timur karena 2 kabupaten/kota belum memiliki Perda RTRW (Kab. Berau dan Kab. Mahakam Ulu)2Keterlanjuran: IUP yang tidak sesuai terbit sebelum RTRW disahkan atau Kawasan Hutan ditunjuk/ditetapkan; Pelanggaran: IUP yang tidak sesuai terbit setelah RTRW disahkan atau Kawasan Hutan

ditunjuk/ditetapkan; % keterlanjuran dan pelanggaran hanya dihitung terhadap lokus tumpang tindih yang dapat diidentifikasi waktu terbit dan berakhirnya.

Tumpang Tindih Tipologi dan :32

73,00%

19,62%

7,38%

(1.728.561 Ha)

(6.430.280 Ha)

(649.723 Ha)

Tumpang tindih yang melibatkan IUP Tumpang tindih lainnya

1.197.987 Ha (50,37%)

Di APL Di Kawasan Hutan

1.180.297 Ha (49,63%)

612.415 Ha (51%) 585.572 Ha (49%)

Operasi Produksi Eksplorasi

1.137.960 Ha (95%) 60.027 Ha (5%)

73%

27%

69%

31%

% lokus tumpang tindih

kategori keterlanjuran2

% lokus tumpang tindih

kategori pelanggaran2

Peta Indikatif Tipologi Tumpang Tindih IUP

di Kawasan Hutan

: indikasi bermasalah

: tidak bermasalah

: belum perda RTRW, sehingga tidak dimasukkandalam perhitungan

Legenda:

: indikasi bermasalah

: tidak bermasalah

: belum perda RTRW, sehingga tidak dimasukkandalam perhitungan

Legenda:

13.498 Ha IUP

(11 SK) tidak dilengkapi data tanggal

mulai dan/atau berakhir

18

Analisis Pareto pada Skema Kombinasi Tumpang Tindih

antar IGT di Provinsi Kalimantan Timur

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

200

0

400

50

350

300

450

250

100

150

% Luas

60%

Luas ( Ribuan Ha)

47

9 12

83%81%

87%

Lain

-lain

(54

skem

a

kom

bina

si)

13

301

100%

117

76%

10

85%

8 11

66

101

65

198

47%

135

3

44

66%

129

7

55%

188

141

2

228

4

72%

1

18%

29%38%

248

435

Keterangan:

Tumpang tindih yang melibatkan IUP

Tumpang tindih yang tidak melibatkan IUP

Skema Tumpang Tindih antar IGT

PENJELASAN TUMPANG TINDIH:

1. IUP pada Pola Ruang RTRW yang tidak

sesuai

2. Kawasan Hutan pada SK Menhut dan

RTRW tidak sesuai. Terdapat Izin

Pemanfaaatan Hutan pada Kawasan

Hutan yang tidak sesuai tersebut.

3. Kawasan Hutan pada SK Menhut dan

RTRW tidak sesuai

4. Izin Pemanfaatan Hutan dan IUP di

Kawasan Hutan boleh tumpang tindih

jika memenuhi syarat

5. Izin Pemanfaatan Hutan tumpang

tindih dengan IUP di Kawasan Hutan

6. Izin Pemanfaatan Hutan terletak di APL

(Non Kawasan Hutan)

7. Izin Pemanfaatan Hutan tumpang tindih

dengan Izin Pemanfaatan Hutan lainnya

8. WK Migas Konvensional tumpang tindih

dengan WK Migas Non Konvensional di

APL

9. IUP boleh bersyarat (IPPKH) di

Kawasan Hutan Produksi dan Hutan

Lindung

10. Izin Pemanfaatan Hutan boleh tumpang

tindih di Kawasan Hutan jika memenuhi

syarat

11. IUP dan Hak Atas Tanah tumpang

tindih di APL

12. IUP dan Izin Pemanfaatan Hutan

tumpang tindih di APL

13. Kawasan APL pada SK Menhut dan

RTRW tidak sesuai

Sekretariat Tim PKSP telah mengidentifikasi signifikansi

permasalahan tumpang tindih di Provinsi Kalimantan Timur

(dalam pareto chart berikut). Penyelesaian 13 skema tumpang

tindih dengan luas terbesar akan berkontribusi pada selesainya

87% permasalahan tumpang tindih di Provinsi Kalimantan Timur.

19

Identifikasi Permasalahan Tumpang Tindih IUP Pertambangan yang Perlu Segera

Ditindak Lanjuti

UNTUK DIDISKUSIKAN

a. Dalam penyelesaian tumpang tindih

antara IUP dengan IGT lainnya apakah

dimungkinkan penciutan sebagian WIUP

atau pencabutan IUP dilakukan tanpa

permohonan?

b. Apakah perlakuan penyelesaian

tumpang tindih terhadap IUP

Eksplorasi dan Operasi Produksi

berbeda?

c. Bagaimana tindak lanjut Sinkronisasi

IUP komoditas sejenis? Apakah upaya

Clear and Clean Kementerian ESDM

akan dilanjutkan jika masih terdapat

tumpang tindih di sektor ESDM?

ISU STRATEGIS

Penyelesaian tumpang tindih internal sektor

pertambangan telah ditindaklanjuti oleh

Kementerian ESDM melalui program C&C.

Namun, Sekretariat PKSP mengidentifikasi

masih adanya IUP komoditas sejenis

yang saling tumpang tindih.

Selain itu, belum ada kebijakan/ peraturan

perundang-undangan yang mengatur

penyelesaian permasalahan tumpang tindih

antara IUP dengan IGT lainnya.

Terdapat beberapa upaya penyelesaian permasalahan tumpang tindih sektor pertambangan

yang telah dilakukan berdasarkan Regulasi eksisting:

Evaluasi penerbitan

IUP melalui

penerbitan sertifikat

Clear and Clean

(C&C)

Penciutan

sebagian/seluruh

wilayah IUP

Penciutan

sebagian/seluruh

wilayah IUP

Penghentian

sementara aktivitas

pertambangan

Perjanjian kerjasama

untuk penyelesaian

tumpang tindih IUP

dan HGU yang terbit

setelah diterbitkannya

Izin Lokasi.

Namun, masih teridentifikasi tumpang tindih sesama IUP, serta tumpang tindih antara IUP dengan IGT

lainnya di Provinsi Kalimantan Timur.

DILAKUKAN OLEH

KEMENTERIAN ESDM

DILAKUKAN BERDASARKAN

PERMOHONAN PEMEGANG IUP

DILAKUKAN DENGAN

PERJANJIAN KERJASAMA

50,37 %1.197.987 HaPermasalahan tumpang

tindih di Provinsi Kalimantan

Timur melibatkan IUP

921 HaDi antaranya merupakan

tumpang tindih antara

IUP komoditas sejenis

(IUP Batubara)

Tumpang tindih antara IUP dengan IGT lainnya di Provinsi Kalimantan

Timur adalah sebagai berikut:

50.000

0

500.000

IUP dengan 1

Izin/Hak atas

Tanah Lain

Hanya IUP

490.277

IUP dengan 2

Izin/Hak atas

Tanah Lain

342.370

IUP dengan 3

Izin/Hak atas

Tanah Lain

Luas (Ha)

287.1381.469

IUP dengan 4

Izin/Hak atas

Tanah Lain

76.733

0,1%

24,0%

40,9%

28,6%

6,4%

20

Hasil Identidikasi Tumpang Tindih IUP pada Kawasan

Hutan Lindung (HL) dan Hutan Konservasi (KSA/KPA)

UNTUK DIDISKUSIKAN

a. Terhadap IUP yang berada di Kawasan

Kawasan Hutan Konservasi (KSA/KPA)

apakah dimungkinkan untuk melakukan

penciutan sebagian WIUP atau pencabutan IUP

tanpa dilakukan berdasarkan permohonan ?

b. Terhadap IUP yang berada di Kawasan HL, jika

tidak dilakukan dengan Pola Tambang Bawah

Tanah (Underground Mining) apakah

dimungkinkan untuk melakukan penciutan

sebagian WIUP atau pencabutan IUP tanpa

dilakukan berdasarkan permohonan ?

ISU STRATEGIS

• Terdapat 20.757 Ha IUP di Provinsi

Kalimantan Timur berada di

Kawasan Hutan Konservasi

(KSA/KPA). Kegiatan Pertambangan

tidak dapat dilakukan pada

Kawasan KSA/KPA.

• Terdapat 3.263 Ha IUP di Provinsi

Kalimantan Timur teridentifikasi

berada di Kawasan Hutan Lindung

(HL), yang boleh dilakukan di

Kawasan HL jika dilakukan

dengan pola penambangan bawah

tanah (underground mining) dan

telah dilengkapi dengan IPPKH

(Permen LHK No. 50/2016).

KETENTUAN KEGIATAN PERTAMBANGAN PADA KAWASAN HUTAN

(Permen LHK No. 50/2016)

Klasifikasi

Kawasan Hutan

Ketentuan Aktivitas

Pertambangan

Hutan Produksi

(HP, HPT, HPK)

Hutan Lindung

(HL)

Hutan Konservasi

(KSA/KPA)

Harus dilengkapi dengan

Izin Pinjam Pakai

Kawasan Hutan (IPPKH)

• Hanya dapat dilakukan

untuk pola penambangan

bawah tanah

• Harus dilengkapi dengan

Izin Pinjam Pakai

Kawasan Hutan (IPPKH)

x

Kegiatan pertambangan

tidak dapat dilakukan di

Kawasan Hutan KSA/KPA

SEKRETARIAT TIM PKSP MENGIDENTIFIKASI SEJUMLAH IUP DI KAWASAN HL DAN KSA/KPA

Hasil identifikasi tumpang tindih berikut telah mengecualikan 13 IUP yang ada dalam daftar lampiran

Keppres No. 41/2004

: 77,77% (452.161 Ha) IUP di Kawasan Hutan Produksi (HP)

Keterangan:

: 15,42% (89.670 Ha) IUP di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT)

: 2,68% (15.564 Ha) IUP di Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK)

: 0,56% (3.263 Ha) IUP di Kawasan Hutan Lindung (HL)

: 3,57% (20.757 Ha) IUP di Kawasan Hutan Konservasi (KSA/KPA)

Indikasi ketidaksesuaian dengan ketentuan pada PermenLHK No. 50/2016 !

TERIMA KASIH

21

22

TIM PERCEPATAN

Ketua : Menko Perekonomian

Anggota :

1. Menteri PPN/Kepala BAPPENAS

2. Menteri Keuangan

3. Menteri Dalam Negeri

4. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

5. Menteri Agraria dan Tata Ruang

6. Sekretariat Kabinet

TIM PELAKSANA

Ketua : Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG)

Wakil Ketua 1 : Deputi Bidang Pengembangan Regional, Kementerian PPN/BAPPENAS;

Wakit Ketua 2 : Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri;

SEKRETARIAT

Sekretaris : Deputi VI, Kemenko Perekonomian

Wakil Sekretaris 1 : Deputi II, Kantor Staf Presiden

Wakil Sekretaris II : Deputi IGT, BIG

SATGAS 1(Kompilasi dan Integrasi)

SATGAS 2(Sinkronisasi)

POKJA DAN WALIDATA

TEKNIS

KOORDINASI

PENGAMBILAN

KEPUTUSAN

SUSUNAN TIM KEBIJAKAN SATU PETA

23

2016

2018

2019

Ko

mp

ilasi

dan

Inte

gra

siIn

form

asiG

eosp

asia

lTem

atik

(IG

T)

Sin

kro

nis

asi/

Pen

yele

saia

nK

on

flik

anta

rIG

T d

anP

emu

takh

iran

IGT

KEBIJAKAN SATU PETA

IGT Status dan

Perencanaan Ruang

IGT Status

1. IGT Batas Negara (Darat dan Laut)

2. IGT Batas Wilayah Administrasi (Provinsi,

Kab/Kota, Desa)

3. IGT kehutanan (SK Penetapan, SK Penunjukan,

IUPHHK, HTR, KHDTK)

4. IGT Migas dan Minerba (IUP/KP, Izin WK Migas)

5. IGT Pertanahan Skala Luas (HGU, HPL, HGB)

6. IGT Tanah Ulayat

7. IGT Perizinan Lokasi (Kab/Kota)

8. IGT Kawasan Khusus (KEK, Kaw. Industri,

KPBPB

9. IGT Transmigrasi (Lokasi, Kawasan)

IGT Perencanaan Ruang

1. PP RTRWN

2. Perda RTRW (Kab/Kota dan Provinsi)

3. IGT RPJMN

4. IGT RKP

5. Perpres RTR Kaw. Strategis Nasional

6. IGT Wilayah Pertahanan

7. IGT Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi, Bagian RZWP3K

dan RTR Laut Nasional

IGT Transportasi dan Utilitas

1. Pelabuhan Perikanan

2. Pelabuhan Umum dan Penyeberangan

3. Terminal dan Bandar Udara

4. Jaringan Jalan dan Kereta Api

5. Jaringan Utilitas (Serat Optic, Pipa Migas, SPAM, IPAL-IPLT, TPA)

6. Jaringan Kelistrikan (Pembangkit, Gardu Induk, Sutet)

7. Bendungan, Sabo DAM, Irigasi, Pengaman Pantai dan Rusunawa

IGT Lingkungan

1. Air Tanah dan Air Permukaan

2. Neraca SD Alam (Hutan, Air, Lahan)

3. Penggunaan Tanah

4. IGT Penutup Lahan

5. Lahan Gambut

6. Struktur, Geologi dan Jenis Batuan

7. Struktur dan Jenis Tanah

8. Curah Hujan dan Energi

9. Daerah Aliran Sungai

10. Kawasan Rawan Bencana

IGT Potensi Kawasan

1. Lahan Baku Sawah

2. Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)

3. Bentang Alam Karst

4. IGT Sumberdaya (Geologi, Mineral)

5. Morfologi dan Morfometri Bentang Lahan

6. Potensi Desa (Podes)

7. Cagar Budaya

8. Kawasan Konservasi (Darat Dan Perairan)

IGT Potensi

Peta Dasar RBI

skala 1:50.000

Peta Tematik

(IGT)

Kebijakan Satu Peta sebagai acuan perbaikan data IGT masing-masing sektor dan perencanaan

pemanfaatan ruang (Perpres 9/2016 Pasal 2 ayat (2))

PETA TEMATIK (IGT) KEBIJAKAN SATU PETA

24

Proses Perizinan(PP 15/2010)

PengaturanRencana Tata Ruang Skala Peta

Arahan Pemanfaatan Ruang Sektoral

Pengaturan Zonasi Pengembangan

Kawasan

Pengaturan Zonasi Pemanfaatan

Ruang Kawasan

Dasar untuk Penerbitan Perizinan Lokasi, AMDAL, dan Administrasi

Pertanahan

Dasar Pemberian Izin Pemanfaatan Ruang /

Lokasi

Dasar Pemberian Izin Bangunan, KDB, KLB

Dasar Pelaksanaan RTRWN dalam

Penyusunan RTRW Prov

RTRW Nasional

(PP N0. 26 Tahun 2008)

RTRW Kab/Kota

(Perda Kab/Kota)

Rencana Rinci (Detail)Tata Ruang Kecamatan

(SK Gub/Bupati/Walikota)

RTR Pulau/Kepulauan

(Perpres)

RTR Kawasan Strategis Nasional

(Perpres)

RTR Kawasan Strategis Provinsi

(Perda Prov)

Lembar Kerja / Urban Design Guideline

(SK Kepala Dinas Tata Kota)

1 : 1.000.000

1 : 500.000

1 : 50.000

1 : 50.000

1 : 50.000

1 : 25.000

1 : 10.000

1 : 5.000

1 : 2.000

1 : 1.000

Pedoman Penetapan Lokasi dan Fungsi

Ruang untuk Investasi

RTRW Provinsi

(Perda Prov) 1 : 250.000

Mengapa peta dengan

skala 1:50.000?

Peta dengan skala 1:50.000

digunakan dalam/sebagai dasar

untuk Penerbitan Izin

Contoh :

Izin di Kawasan Hutan

Izin Usaha Pertambangan

Izin di bidang Migas

Izin di bidang Transportasi

Izin di bidang Ketenagalistrikan

Izin di bidang Pekerjaan Umum

Izin di bidang Pertanian

Izin Lokasi

HGU, HGB, HPL

AMDAL.

PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA SKALA 1:50.000

25

Di tahun 2018, sebanyak 70,6% Perda RTRW Provinsi & 88,7% Perda RTRW Kabupaten/Kota telah memasukimasa Peninjauan Kembali (PK).

Dibutuhkan percepatan pendefinitifan batasadministrasi wilayah agar konflik

pemanfaatan lahan dapat diminimalisir.

100%(34 Prov

sudah Perda)

70.6%(24 Prov memasukimasa PK thn. 2018)

92.5%(470 Kab/Kota sudah Perda)

7.5%(38 Kab/Kota belum Perda)

29.4%(10 Prov belummemasuki masa PK)

88.7%(417 Kab/Kota memasukimasa PK thn. 2018)

11.3%(53 Kab/Kota belummemasuki masa PK)

PROVINSI

KAB/KOTA

Muatan IGT pembentuk Peta Tatakan belum sepenuhnya tersedia dalam kualitas baik dan terdapat substansi yang bersifat dinamis, sehingga

menjadi tantangan strategis bagi kegiatan Integrasi dan Sinkronisasi Kebijakan Satu Peta.

ISU BATAS ADMINISTRASI WILAYAH

Jumlah total segmen batasadministrasi Provinsi danKabupaten/Kota

977segmen

Hingga Januari 2018, sebanyak 52% Batas Administrasi masih indikatif

66.5%

Segmen

indikatif

33.5%

Segmen

definitif

48 %

Segmen

indikatif

52 %

Segmen

definitif

Juli 2018Juni 2016

ISU KAWASAN HUTAN

Penunjukan Kawasan Hutan

Penetapan Kawasan Hutan

• Baru 55% Kawasan Hutan Penunjukan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan HutanPenetapan,

• Sehingga, masih banyak peta PenunjukanKawasan Hutan skala 1:250.000 yang dijadikanacuan perizinan di skala 1:50.000.

Pengaturan penunjukan/penetapan kawasanhutan yang akurat untuk menghindari

perkembangan kawasan hutan yang sangatdinamis dan menimbulkan potensi konflik

pemanfaatan ruang.

ISU RTRW

Jumlah total Provinsi danKabupaten/Kota di Indonesia 542

Perbaikan kualitas RTRW dengan mengacupada batas administrasi wilayah definitif dankawasan hutan yang akurat, serta perbaikan

nomenklatur Pola Ruang sesuai PermenATR/BPN No.1/2018

1 2 3

ISU STRATEGIS DALAM PENYEDIAAN IGT KEBIJAKAN SATU PETA

26

KOMPILASI INTEGRASI SINKRONISASI

Hasil pengumpulan IGT eksisting

dari 19 K/L Walidata dan Pemerintah

Daerah di 34 provinsi.

IGT yang telah terintegrasi

terhadap IGD dan standar

pemetaan yang sama.

Penyelesaian permasalahan

tumpang tindih dan terhindar dari

tumpang tndih ke depannya.

Sekretariat PKSP

IGT dari 19 K/L

Walidata + RBI dari

BIG

IGT dari Pemda di

34 Provinsi

RBI (Peta Dasar)

IGT (Peta Tematik)

Dilakukan perbaikan

teknis untuk perbaikan

kualitas peta tematik di

atas peta dasar

Peta Tematik A

Peta Tematik B

Peta Tematik C

Peta Tematik D

Dilakukan penyelesaian

konflik tumpang tindih

antar peta tematik

KEGIATAN UTAMA KEBIJAKAN SATU PETA

Output Output Output

27

PROSES KOMPILASI IGT KEBIJAKAN SATU PETA

KOMPILASI merupakan kegiatan pengumpulan peta tematik yang dimiliki oleh

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah untuk seluruh wilayah Indonesia

VERIFIKASI IGT

Pada proses Kompilasi, dilakukan verifikasiIGT yang berupa: Format file berupa shapefile Kesesuaian sistem proyeksi (WGS84) Kelengkapan atribut Kelengkapan metadata

Database SekretariatKebijakan Satu Peta

19 Kementerian/Lembaga

IGT (shapefile)

Dokumenpendukung

34 Pemerintah Daerah Provinsi508 Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

BERITA ACARA KOMPILASI IGT

Kompilasi masing-masing IGT dari K/L/D dilengkapi dengan Berita Acara, yang berisi:

Perjanjian kerahasiaan penggunaanIGT hanya untuk kegiatan internal PKSP.

Komitmen K/L/D untuk turut sertadalam proses perbaikan IGT.

28

PROSES INTEGRASI IGT KEBIJAKAN SATU PETA

INTEGRASI merupakan kegiatan koreksi dan verifikasi Informasi Geospasial Tematik (IGT) terhadap Informasi

Geospasial Dasar (IGD)

Koreksi IGT terhadapBatas AdministrasiWilayah

Koreksi IGT terhadapGaris Pantai

Konsistensi logis Akurasi posisi Akurasi tematik Akurasi temporal

BERITA ACARA INTEGRASI IGT

Integrasi masing-masing IGT difasilitasi olehSekretariat PKSP dan hasilnya didokumentasikandalam Berita Acara, yang berisi:

Ketentuan bahwa data spasial hasilIntegrasi akan digunakan dalampelaksanaan tugas dan fungsi K/L terkait.

Kesediaan K/L untuk melakukanperubahan terhadap dokumen legal pendukung IGT apabila diperlukan.

Ketentuan bahwa hasil Integrasi akandigunakan sebagai input dalam kegiatanSinkronisasi.

KOREKSI IGT

PERBAIKAN KUALITAS

29

PROSES SINKRONISASI PETA TEMATIK KEBIJAKAN SATU PETA

SINKRONISASI merupakan kegiatan kegiatan penyelarasan antar peta tematik yang sudah terintegrasi pada peta dasar yang sama. Penyelarasan ini mencakup penyelesaian isu tumpang tindih antar peta tematik dan penyelarasan produk hukum terkait.

SINKRONISASI IGT

SEBELUM SINKRONISASI

SETELAH SINKRONISASI

IGT yang telah diperbaiki

SK Menhut yang

telah direvisi

Tumpang tindih (4 Skema):

• IGT Kawasan Hutan: Hutan Produksi Konversi

dan Hutan Produksi

• IGT RTRW: Hutan Produksi

• IGT Izin: IUP

• IGT Transmigrasi

Rekomendasi Sinkronisasi :

• Pelepasan Kawasan Hutan (HPK

dan HP) pada bagian yang

tumpang tindih dengan Lokasi

Transmigrasi

• Perubahan SK Menhut sesuai

hasil pelepasan Kawasan Hutan

• Harmonisasi RTRW

30

DIUNDUH / DOWNLOAD DILIHAT / READ DITUTUP / LOCKED

Ketentuan berbagi data produk

Kebijakan Satu Peta diatur melalui:

1. Keppres No. 20/2018 tentang

Kewenangan Akses untuk

Berbagi Data dan IG melalui

JIGN

2. Permenko No. 6/2018 tentang

Kewenangan Akses Berbagi

Data dan IG melalui JIGN

3. Permenko No. 7/2018 tentang

Tata Kelola Berbagi Data dan

IG Melalui JIGN

BERBAGI DATA MELALUI JARINGAN INFORMASI GEOSPASIAL NASIONAL (JIGN)

Kewenangan akses:

KEGIATAN BERBAGI DATA KEBIJAKAN SATU PETA

Hasil kegiatan Integrasi dapat mulai diakses oleh K/L/P sesuai dengan kewenangannya melalui Jaringan Informasi

Geospasial Nasional pada Launching Kebijakan Satu Peta. Sehingga, IGT produk PKSP dapat menjadi acuan dalam

pengambilan keputusan berbasis spasial ke depannya.