omsk audiogram audiometri
DESCRIPTION
kedokteran medis medical THTTRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Tinjauan Pustaka
II.1.1 Telinga
II.1.1.1 Anatomi
Telinga merupakan organ pendengaran yang juga berfungsi untuk mengatur
keseimbangan, telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu, telinga luar, telinga tengah
dan telinga dalam.
a. Telinga luar : terdiri dari daun telinga, liang telinga hingga membran
timpani sebagai batas antara telinga luar dan telinga tengah.
b. Telinga tengah : terdiri dari membran timpani, tuba eustachius dan tulang
pendengaran ( Maleus, Inkus dan Stapes).
c. Telinga dalam : terdiri dari koklea (rumah siput) beserta kanali
semirikularis (Soepardi et.al 2007, hlm. 10-15).
II.1.1.2 Fisiologi
Aurikula mengumpulkan suara lalu liang telinga memperbesar suara dalam
rentang (2-4 kHz) yang kemudian menggetarkan membran timpani sehingga
terjadi perubahan energi suara menjadi energi mekanik. Di telinga tengah getaran
yang diterima membran timpani kemudian menggetarkan tulang pendengaran
maleus, inkus dan stapes. Dari stapes gelombang menggetarkan jendela oval
sehingga menggerakan cairan di dalam kokhlea dan menyebabkan membran
basilaris bergetar.
Proses tersebut menyebabkan terjadinya defleksi sel rambut di dalam organ
corti, sehingga terjadi perubahan potensial berjenjang (potensial di reseptor) di sel
reseptor kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel.Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmitter ke sinaps yang akan menimbulkan perambatan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke lobus
temporalis untuk presepsi suara (Sherwood 2011, hlm. 176-185).
5
6
II.1.1.3 Gelombang Suara
Gelombang suara dipengaruhi banyak faktor antara lain kekerasan atau
kekuatan (loudness), amplitudo, nada dan frekuensi. Semakin besar amplitudo
maka semakin besar suara yang dihasilkan, semakin tinggi frekuensi maka
semakin tinggi nada. Frekuensi yang dapat didengar oleh manusia berkisar dari 20
sampai maksimum 20.000 siklus per detik (cps, hertz). Jumlah nada yang dapat
dibedakan orang biasa adalah sekitar 2000 hertz ( Ganong 2008, hlm. 185-186).
II.1.2 Otitis Media Supuratif Kronik
II.1.2.1 Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik yang
merupakan gejala lanjutan dari otitis media yang ditandai dengan keluarnya pus
secara persisten melalui membran timpani yang telah mengalami perforasi (WHO
2004).
II.1.2.2 Etiologi
OMSK yang tersering disebabkan oleh Proteus mirabilis (31%) dan
Pseudomonas aeruginosa (26,7%) (Ghonaim et.al 2011, p.172-181). Selain
bakteri tersebut, OMSK juga dapat disebabkan oleh bakteri lain, seperti :
Streptococus pneumoniae, Staphylococus aureus, Haemophilus influenzae,
Micrococcus catarrhalis, Eschericia coli, Streptococcus pyogenes, dan Klebsiella
sp (WHO, 2004). Selain disebabkan oleh infeksi bakteri, OMSK juga dapat pula
disebabkan oleh infeksi jamur. Spesies jamur yang paling sering ditemukan pada
penderita OMSK adalah Candida sp dan Aspergillus sp (Prakash et.al 2013, p.5-
7).
II.1.2.3 Epidemiologi
OMSK terjadi di seluruh dunia ,akan tetapi angka kejadian tertinggi
didapatkan dinegara-negara berkembang yaitu 72 kasus dari 1000 penduduk.
OMSK dapat terjadi pada anak dan dewasa menurut penelitian Kolo, et.al di
Nigeria dari 2003-2008 didapatkan range usia yang terinfeksi adalah dari usia 4
tahun hingga 73 tahun (Kolo et.al 2011, p.59-61). Prevalensi penderita OMSK
7
lebih banyak pada wanita daripada laki-laki, perbandingannya mencapai 2 : 1
(Yazdi et.al 2011, p.37-41).
II.1.2.4 Klasifikasi
Menurut Soepardi et al (2007) OMSK terbagi menjadi berbagai klasifikasi
menurut tipe, keparahan, dan sekret yang ada pada penderita. Tipe atau jenis
OMSK ditentukan berdasarkan letak perforasi di membran timpani, terbagi atas :
a. Sentral : perforasi terletak di pars tensa
b. Marginal : tepi perforasi langsung terhubung dengan anulus atau sulkus
timpanikum
c. Atik : perforasi terletak di pars flaksida
Sedangkan berdasarkan keparahan OMSK terbagi atas :
a. Tipe aman (tipe mukosa / tipe benigna) : hanya mengenai bagian mukosa
tidak sampai ke tulang, biasanya letak perforasi ada di tengah, tanpa
kolesteatoma dan jarang sampai menimbulkan komplikasi berat.
b. Tipe bahaya (tipe tulang / tipe maligna) : OMSK yang disertai dengan
adanya kolesteatoma, biasanya letaknya terdapat di atik atau marginal
dengan perforasi subtotal, biasanya disertai kolesteatoma.
Berdasarkan sekret yang keluar :
a. OMSK aktif : sekret keluar melalui cavum timpani secara aktif
b. OMSK tenang : cavum timpani hanya terlihat basah atau kering
II.1.2.5 Faktor risiko
Faktor risiko utama pada OMSK adalah adanya riwayat Otitis Media Akut
(OMA) karena OMA dapat berlanjut menjadi OMSK, hal ini dipengaruhi oleh
beberapa hal, seperti pemberian antibiotik yang tidak adekuat, adanya infeksi pada
saluran pernafasan atas, adanya riwayat allergi, infeksi virus dan pengaruh
immunologis (WHO 2004). Sama dengan halnya OMA yang dapat berlanjut
menjadi OMSK, Otitis media (OM) berulang juga dapat menyebabkan terjadinya
OMSK (Asroel et.al 2013, hlm.567-570).
Virus dari ISPA
Pertahanan mukosiliar menurunKolonisasi dan adhesi bakteri meningkat
Adenoid : bakteri reservoar
OMA
Refluks mikroorganisme dari nasofaring ke telinga
tengah
Hidung tersumbat
Bakteri (+ viral) infeksi asenden ke atas via
tuba eustachii
8
II.1.2.6 Gejala klinis
Untuk gejala lokalis penderita mengeluhkan adanya telinga yang berair
disertai keluarnya cairan kental berbau (pus), adanya nyeri berat hingga sakit
kepala persisten yang baru hilang apabila pus telah mengalir keluar sakit
sementara untuk gejala sistemik didapatkan general malaise disertai demam
dengan suhu rendah (Sulabh 2013, p.76-81). Pada pasien OMSK dengan
kolesteatoma keluhan terbanyak adalah adanya penurunan fungsi pendengaran.
Kadangkala pada bagian telinga yang terinfeksi dapat terbentuk polip atau
jaringan granulasi (Asroel et.al 2013, hlm.567-570).
II.1.2.7 Diagnosis
Diagnosis pada OMSK dibuat berdasarkan gejala klinis yang muncul dan
juga pemeriksaan THT, seperti :
a. Audiometri : digunakan untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan
pendengaran.
b. Kultur dan uji resistensi dari sekret telinga ,untuk mengetahui kuman
penyebab.
c. Foto rontgen mastoid.
( Soepardi et.al 2007, hlm.71-72)
Selain hal yang telah disebutkan sebelumnya, penggunaan otoscopy juga
dapat sangat bermanfaat untuk mendapat hasil diagnosis yang akurat. Otoscopy
digunakan apabila didapatkan riwayat infeksi saluran pernafasan atas, dengan
menunjukan gejala gangguan pendengaran dan otalgia (Shaikh et.al 2010, p.362).
II.1.2.8 Patofisiologi
9
Sumber : Lee et.al 2014
Bagan 1 Patofisiologi OMSK
II.1.2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMSK bermacam – macam berdasarkan tujuannya terbagi
menjadi untuk menyembuhkan penyakit serta mencegah komplikasi dan untuk
menyembuhkan penyakit beserta memperbaiki pendengaran. Tindakan yang
dilakukan terhadap penderita OMSK dilakukan berdasarkan tipe, terbagi menjadi
tipe aman dan tipe bahaya.
a. Tipe aman
Pada tipe aman pengobatan hanya dengan medikamentosa saja dengan
tujuan konservatif. Bila didapatkan sekret yang keluar terus menerus,
telinga dibersihkan dengan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret
berkurang, telinga diberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotik dan kortikosteroid yang kemudian dilanjutkan dengan
pemberian antibiotik peroral yaitu ampisilin atau eritromisin (Soepardi
et.al 2007, hlm.71-74).
b. Tipe bahaya
Prinsip penanganan tipe bahaya adalah dengan mastoidektomi baik
dengan timpanoplasti atau tanpa timpanoplasti, pengobatan dengan
medikamentosa hanya bersifat sementara pada tipe bahaya sebelum
pembedahan ( Soepardi et.al 2007, hlm. 71-74).
1) Mastoidektomi sederhana
Tindakan ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang tidak sembuh
dengan pengobatan konservatif. Pada tindakan ini ruang mastoid
dibersihkan dari jaringan patologik tujuannya adalah agar telinga tidak
kembali berair lagi. Pada tindakan ini fungsi pendengaran tidak
diperbaiki (Soepardi et.al 2007, hlm.71-74).
2) Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas. Pada tindakan ini ruang mastoid
dibersihkan dari jaringan patologik. Dinding batas antara telinga luar,
telinga tengah dan ruang mastoid diruntuhkan sehingga ketiga ruangan
10
tersebut menjadi satu. Tujuannya adalah untuk membuang jaringan
serta mencegah komplikasi ke intrakranial (Soepardi et.al 2007,
hlm.71-74).
3) Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah
atik, tetapi belum merusak cavum timpani. Tindakan ini dikenal juga
sebagai operasi Bondy. Yang dilakukan pada tindakan ini adalah
seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga
direndahkan. Tujuannya adalah membuang jaringan patologik serta
mempertahankan pendengaran yang masih tersisa (Soepardi et.al
2007, hlm.71-74).
4) Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal
juga sebagai timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi dilakukan pada
membran timpani. Tujuannya adalah mencegah berulangnya infeksi
telinga tengah pada OMSK tipe aman yang menetap. Operasi ini
dilakukan pada OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian
yang ringan, yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani
(Soepardi et.al 2007, hlm.71-74).
5) Timpanoplasti
Tindakan ini dilakukan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan
yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan
dengan pengobatan konservatif. Tujuannya adalah selain untuk
menyembuhkan, juga dilakukan untuk memperbaiki fungsi
pendengaran. Pada tindakan ini, hal yang dilakukan adalah selain
merekonstruksi membran timpani seringkali dilakukan rekonstruksi
tulang pendengaran. Berdasarkan rekonstruksi tulang pendengaran,
timpanoplasti terbagi atas tipe II, III, IV dan V (Soepardi et al, 2007,
hlm.71-74).Sebelum rekonstruksi terlebih dahulu dilakukan eksplorasi
cavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi untuk membersihkan
jaringan patologis. Biasanya operasi ini memerlukan dua tahap,
11
dengan selang waktu antara 6- 12 bulan (Soepardi et.al 2007, hlm. 71-
74).
6) Timpanoplasti dengan pendekatan ganda
Tindakan ini dapat dilakukan pada tipe aman maupun tipe bahaya
berdasarkan luasnya jaringan granulasi. Tujuannya adalah untuk
menyembuhkan dan juga memperbaiki pendengaran tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga (mastoidektomi radikal).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di cavum timpani,
dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang
telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanostomi
posterior. Akan tetapi tindakan ini pada tipe bahaya diduga dapat
menyebabkan timbulnya kolesteatoma kembali (Soepardi et.al 2007,
hlm. 71-74).
II.1.3 Audiometri
II.1.3.1 Definisi
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui derajat pendengaran
seseorang berdasarkan frekuensi diukur dalam siklus per detik dengan satuan
hertz (Hz) dan intensitas level nya dalam satuan desibel (dB) (Amundsen, 2010).
audiometri diukur dengan menggunakan audiometer. Pada alat ini, intensitas nada
dipertahankan di tingkat tertentu ( Boies 2012, hlm.50-56).
II.3.2 Audiometri nada murni
Audiometer nada murni adalah suatu alat yang menghasilkan bunyi yang
relatif bebas bising. Terdapat beberapa pilihan nada terutama dari oktaf C : 125,
250, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000Hz. Ada juga nada-nada dengan setengah
oktaf seperti 750, 1500, 3000 dan 6000Hz. Audiometer memiliki tiga bagian
penting, yaitu : osilator untuk menghasilkan bunyi, peredam yang memungkinkan
untuk intensitas bunyi dan suatu transduser (earphone atau penggetar tulang dan
terkadang pengeras suara) untuk merubah energi listrik menjadi energi akustik
(Boies, 2012, hlm.50-56).
12
Nada murni (pure tone) merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu
frekuensi dan dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik, sementara frekuensi itu
sendiri adalah nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya
harmonis sederhana. Bunyi suara yang mampu didengar manusia berkisar antara
20-18.000Hz.
Ambang dengar ialah merupakan nada murni terlemah pada frekuensi
tertentu yang masih dapat didengar oleh seseorang. Ambang dengar terbagi atas
dua hal, yaitu menurut konduksi udara (AC) atau menurut konduksi tulang (BC).
Bila AC ataupun BC dihubungkan dengan garis, maka akan didapatkan
audiogram, dimana kita bisa menentukan jenis dan derajat ketulian (Soepardi et.al
2007, hlm. 18-22).
Ruangan yang dibutuhkan untuk melakukan tes audiometri adalah ruangan
yang tenang atau ruangan yang sudah dilakukan peredaman sehingga tidak
terdapat bunyi bising (Amundsen 2010, p.453-457)
II.1.3.3 Jenis dan derajat ketulian
Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal atau tuli. Jenis
ketulian terbagi atas tuli konduktif, tuli sensori dan tuli campuran. Derajat
ketulian dapat dihitung dengan menggunakan indeks fletcher yaitu :
AMBANG DENGAR (AD) = AD 500Hz + AD1000Hz+AD2000Hz+AD4000Hz
4
Dalam menentukan derajat ketulian yang perlu dihitung hanya ambang
dengar hantaran udara(AC) saja. Derajat ketulian (Berlaku di poli THT RSPAD
Gatot Soebroto Jakarta) :
a. Normal : 0 - 20 dB
b. Tuli ringan : > 20 – 40 dB
c. Tuli sedang : > 40 – 70 dB
d. Tuli berat : > 70 – 90 dB
e. Tuli sangat berat: > 90
13
Pada OMSK biasanya menyebabkan gambaran tuli konduktif (Soepardi et.al
2007, hlm.20).
II.2 Kerangka Teori
Bagan 2 Kerangka Teori Penelitian
Peningkatan derajat
pendengaran
Terapi operatif
Terjadi penurunan derajat
pendengaran
Uji audiometri
Terjadi perforasi = membran timpani
rusak
OMSK
Sekresi mukus berlebih
OMA berulang
Tipe Aman
Uji audiometri
Tipe Bahaya
Terapi konservatif
14
II.3 Kerangka Konsep
Bagan 3 Kerangka Konsep Penelitian
II.4 Hipotesis Penelitian
H0 : Hasil audiometri penderita OMSK pasca terapi operatif memburuk
atau sama dibanding hasil sebelumnya.
H1 : Hasil audiometri penderita OMSK pasca terapi operatif membaik
dibandingkan hasil sebelumnya.
II.5 Hasil Penelitian Sebelumnya
Menurut hasil penelitian Sengupta et al (2010, p.171-176) dalam penelitian
dengan judul Surgical Management Treatment of CSOM and Outcome yang
dilakukan terhadap 40 pasien dengan usia 6-70 tahun yang terdiri dari 19 laki-laki
dan 21 wanita didapatkan hasil bahwa penderita yang melakukan terapi operatif
pada OMSK mengalami peningkatan pendengaran sebesar 35%, dengan
perbandingan hasil sebagai berikut :
Tabel 1 Perbandingan hasil audiogram sebelum dan sesudah terapi operatif pada penelitian sebelumnya
Status pendengaran Preoperatif Postoperatif
Normal 0 6
Varibel Independen
Tingkat audiogramSebelum terapi
Ringan Sedang Berat Sangat berat
Variabel Dependen
Tingkat audiogramSetelah terapi
Normal Ringan Sedang Berat Sangat berat
15
Ringan 12 13
Sedang 23 17
Berat 5 4