oleokimia tk2b

22
5/18/2018 OleokimiaTK2B-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/oleokimia-tk2b 1/22  KARYA TULIS ILMIAH PROSES INDUSTRI KIMIA II INDUSTRI OLEOKIMIA Oleh: ABDI RAZQA MUBARAQ (1312051) AGRI FALINDO (1312042) ARIF AHMAD YUSUF (1312062) FIKRI RUMANTA (1312078) GAGAS FITRIAN ALIANSYAH (1312043) REZA WARNI (1212049) TEKNIK KIMIA POLITEKNIK ATI PADANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I TAHUN AJARAN 2014-2015 

Upload: uncrownedking

Post on 04-Nov-2015

49 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Oleokimia

TRANSCRIPT

  • KARYA TULIS ILMIAH

    PROSES INDUSTRI KIMIA II

    INDUSTRI OLEOKIMIA

    Oleh:

    ABDI RAZQA MUBARAQ (1312051)

    AGRI FALINDO (1312042)

    ARIF AHMAD YUSUF (1312062)

    FIKRI RUMANTA (1312078)

    GAGAS FITRIAN ALIANSYAH (1312043)

    REZA WARNI (1212049)

    TEKNIK KIMIA

    POLITEKNIK ATI PADANG

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I

    TAHUN AJARAN 2014-2015

  • i

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI .................................................................................................................... i

    BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

    1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3

    2.1 Oleokimia ................................................................................................. 3

    2.2 Palm Kernel Oil ....................................................................................... 4

    2.3 Metylester dan Alkohol Lemak ................................................................ 6

    2.4 Gliserol ..................................................................................................... 8

    2.5 Pembentukan Hidrogen ............................................................................ 10

    BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................ 11

    3.1 Pertanyaan ................................................................................................ 11

    3.2 Jawaban .................................................................................................... 11

    BAB IV PENUTUP ..................................................................................................... 18

    4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 18

    4.2 Saran ........................................................................................................ 19

    Daftar Pustaka .................................................................................................................. 20

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Industri oleokimia di Indonesia merupakan industri yang memiliki backup

    bahan baku yang sangat melimpah karena Indonesia merupakan produsen bahan

    baku bagi industri ini yakni CPO terbesar di dunia. Meskipun memiliki industri

    bahan baku yang melimpah, namun perkembangan industri ini masih kalah

    dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang kapasitas

    produksinya mencapai dua kali lipat dari Indonesia.

    Sebagai gambaran, Indonesia menguasai sekitar 12 persen permintaan

    oleochemical dunia yang mencapai enam juta metrik ton per tahun, sementara

    Malaysia mencapai 18,6 persen. Industri hilir Malaysia mampu mengolah CPO

    menjadi lebih dari 120 jenis produk bernilai tambah tinggi, sedangkan Indonesia

    baru belasan produk. Malaysian Palm Oil Board (MPOB), yang merupakan

    institusi tertinggi dalam pelaksanaan kebijakan industri kelapa sawit di Malaysia

    adalah institusi di balik kesuksesan sawit Malaysia.

    Industri oleokimia merupakan industri yang strategis karena selain

    keunggulan komparatif yakni ketersediaan bahan baku yang melimpah juga

    memberikan nilai tambah produksi yang cukup tinggi yakni di atas 40 persen dari

    nilai bahan bakunya yakni CPO dan PKO.

    Meskipun belum seberkembang Malaysia, namun industri oleokimia

    Indonesia tumbuh dalam beberapa tahun terakhir dengan penambahan kapasitas

    dalam beberapa tahun terakhir baik yang sedang dilaksanakan maupun

    direncanakan. Terdapat beberapa pemain baru dan juga penambahan kapasitas

    produksi dari pemain yang sudah ada. Adanya beberapa rencana investasi baru

    menunjukkan bahwa industri ini cukup diminati dan akan berkembang di masa

    mendatang.

    Penambahan kapasitas ini tepat meskipun secara global, kapasitas

    produksi dunia masih lebih besar dari kebutuhan produk oleokimia, namun

    pertumbuhan permintaan masih terus terjadi dengan level sekitar 5 persen per

    tahun sehingga prospek industri ini cukup menjanjikan. Industri ini tidak lepas

  • 2

    dari permasalahan di dalam negeri yang salah satunya adalah jaminan pasokan

    bahan baku berupa CPO yang belum sepenuhnya teratasi karena produksi CPO

    lebih banyak diekspor daripada dipasok ke industri dalam negeri.

    Atas latar belakang di atas penulis tertarik untuk membuat karya tulis

    ilmiah mengenai industri oleokimia.

    1.2 Tujuan

    Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:

    1. Mengetahui apa itu oleokimia

    2. Mengetahui produk-produk turunan oleokimia

    3. Mengetahui pentingnya mempelajaru studi tentang oleokimia

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Oleokimia

    Oleokimia (oleochemicals) adalah segala produk kimia yang diturunkan

    dari trigliserida hewani maupun nabati, meskipun terkandung unsur petrokimia

    di dalamnya (Rupilius and Ahmad, 2006). Oleokimia adalah analog dari

    petrokimia dengan perbedaan sumber bahan baku. Oleokimia dinilai lebih alami

    karena berbahan baku terbarukan berupa minyak dari hewan dan tumbuhan

    dibandingkan petrokimia yang menggunakan bahan baku tidak terbarukan dari

    minyak bumi.

    Bahan baku umum yang digunakan dalam oleokimia antara lain lemak

    sapi, lemak babi, minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, minyak

    kedelai, dan sebagainya. Setiap bahan baku memiliki karakteristik yang khas

    berupa komposisi asam lemak penyusun trigliserida dalam minyak tersebut. Maka

    dari itu, penggunaan bahan baku untuk membuat berbagai macam produk akhir

    bervariasi, disesuaikan dengan karakteristik produk yang ingin dihasilkan. Produk

    oleokimia dasar meliputi metil ester, asam lemak, alkohol lemak, dan

    gliserol.Produk tersebut kemudian diolah kembali menjadi produk jadi oleh

    industri-industri lain seperti industri makanan, kosmetik, maupun farmasi.

    Oleokimia di Indonesia memiliki masa depan yang cerah mengingat

    produksi sawit dan kelapa, yang menjadi bahan baku sebagian besar industri

    oleokimia, memiliki jumlah yang besar di Indonesia. Industri oleokimia

    Indonesia yang saat ini masih berkembang dan terdaftar dalam ASEAN

    Oleochemical Manufacturers Group (AOMG) adalah PT. Ecogreen

    Oleochemicals, PT. Soci Mas, PT. Musim Mas, dan PT. Nubika Jaya. Selain itu

    terdapat pula PT.Wilmar yang terletak di Surabaya. Bahan baku industri

    oleokimia di Indonesia pada umumnya adalah minyak kelapa dan minyak inti

    sawit. Kedua minyak tersebut dipilih karena karakteristiknya yang cocok untuk

    memproduksi alkohol lemak dengan rantai sedang (12 hingga 16).Produk

    oleokimia Indonesia sebagian besar digunakan oleh industri deterjen termasuk

    sabun, pasta gigi, dan shampo, kosmetik, dan farmasi.

  • 4

    2.2 Palm Kernel Oil

    Di antara beberapa tanaman penghasil minyak nabati, sawit (palm) adalah

    salah satu tanaman yang paling diminati untuk menjadi bahan baku oleokimia.

    Bagian tanaman sawit yang kaya akan minyak adalah bagian buah dan intinya.

    Kandungan minyak sawit adalah 45 hingga 55% dari massamesocarp atau daging

    buah.Sedangkan inti sawit, kernel, mengandung 50% minyak (Better Corps

    International, 1999).

    Minyak inti sawit dipilih menjadi bahan baku oleokimia karena

    mengandung asam lemak C12 hingga C16 dalam jumlah besar bila dibandingkan

    dengan minyak lain. Asam lemak tersebut, terutama C12 dan C14 sangat baik bila

    dijadikan deterjen setelah diubah menjadi alkohol lemak.Alkohol lemak dengan

    panjang rantai karbon 12 hingga 14 memiliki sisi hidrofil dan hidrofob yang tepat

    untuk menjadi bahan dasar deterjen. Industri consumer goods yang memproduksi

    sabun, pasta gigi, dan benda semacamnya sangat membutuhkan alkohol lemak

    tersebut. Minyak nabati lain yang komposisinya mirip dengan minyak inti sawit

    adalah minyak kelapa. Akan tetapi, kelapa adalah salah satu bahan makanan yang

    umum bagi masyarakat sehingga pasokan minyak kelapa kurang banyak akibat

    persaingan dengan pembuatan kelapa sebagai bahan makanan.Kandungan asam

    lemak dalam beberapa sumber oleokimia tersaji pada (McCurry, 2008).

    Tabel 2.1 Kandungan Asam Lemak dalam Beberapa Sumber (McCurry, 2008 dan

    Corley, 2008)

    C8:0 C10:0 C12:0 C14:0 C16:0 C16:1 C18:0 C18:1 C18:2 C18:3

    C20:0

    C22:0

    C20:1

    C22:1

    Kedelai 0,3 7-11 0,1 3-6 22-34 50-60 2-10 5-10

    Rapeseed 2-5 0,2 1-2 10-15 10-20 5-10 0,9 50-60

    Sawit 1-6 32-47 1-6 40-52 2-11

    Kelapa 5-9 4-10 44-51 13-18 7-10 1-4 5-8 1-3

    Inti Sawit 2-6 2-7 41-55 14-19 6-11 0,5-5 10-20 0,4-5

    Minyak sawit dan minyak inti sawit diproduksi dari ekstraksi buah sawit.

    Ekstraksi tersebut melibatkan proses sterilization,pressing, dan pemisahan. Proses

    detailnya adalah sebagai berikut :

    1. Tandan buah segar (fresh fruit bunches) disterilisasi dengan kukus

    untuk mencegah hidrolisis trigliserida oleh enzim yang terkandung

    dalam buah.

  • 5

    2. Buah dipisahkan dari tandannya (66,6 % buah per tandan buah segar)

    melalui proses stripping

    3. Buah yang terpisah direaksikan dengan kukus sebelum ditekan

    (pressing) menjadi minyak dan cake

    4. Minyak yang telah terpisah dipisahkan kembali dari pengotor padat

    dengan screening dan clarification sebelum dimurnikan kembali

    menjadi minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO)

    5. Cake mengandung biji (nut) dan inti (kernel) dan dipisahkan dari

    seratnya

    6. Biji kemudian dikeringkan dan dipecah hingga menghasilkan kernel

    (6,7% kernel per tandan buah segar)

    7. Kernel kemudian ditekan untuk menghasilkan minyak inti sawit

    mentah (crude palm kernel oil, CPKO)

  • 6

    Gambar 2.2 Diagram Alir Pemrosesan Minyak Sawit

    2.3 Methylester dan Alkohol Lemak

    Methylester adalah asam lemak yang telah mengalami esterifikasi dengan

    metanol sehingga memiliki gugus metil pada ujung gugus karbonilnya.

  • 7

    Methylester adalah salah satu intermediet untuk memproduksi alkohol

    lemak.Methyester pada umumnya diproduksi dari reaksi transesterifikasi asam

    lemak atau trigliserida dengan metanol dibantu katalis asam atau basa. Metylester

    sering digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak diesel (biodiesel).

    Alkohol lemak adalah hasil reduksi dari asam lemak atau methylester

    berupa alkohol dengan rantai karbon panjang (lebih dari 8 karbon). Alkohol lemak

    pada umumnya digunakan sebagai bahan deterjen karena strukturnya

    memungkinkan alkohol lemak memiliki sifat hidrofil (suka air) dan hidrofob

    (suka minyak) dalam satu senyawa. Pada umumnya, alkohol lemak direaksikan

    dengan sulfat untuk membentuk senyawa sulfonat yang memiliki sifat hidrofil

    lebih baik daripada alkohol lemak biasa. Senyawa lain yang sering direaksikan

    dengan alkohol lemak adalah etilen oksida, epoksida dengan dua atom karbon.

    Alkohol yang bereaksi dengan etilen epoksida akan membentuk ikatan-ikatan eter

    sehingga menghasilkan etoksilat, alkohol lemak dengan rantai etoksi yang

    berulang. Sifat hidrofil etoksilat juga lebih baik daripada alkohol lemak

    biasa.Senyawa yang paling sering digunakan dalam industri deterjen adalah kedua

    senyawa tersebut, sulfonat dan etoksilat.

    Gambar 2.3 Distribusi Penggunaan Alkohol Lemak Dunia

    (Rupilius and Ahmad, 2006)

    Alkohol lemak adalah produk utama dari kebanyakan industri

    Oleochemicals. Alkohol lemak dihasilkan dari reduksi methylester atau asam

  • 8

    lemak.Reaksi reduksi tersebut menggunakan hidrogen sebagai reduktor dan

    katalis campuran tembaga demi mendukung efektivitas dan efisiensi reaksi.

    Reaksi yang terjadi adalah :

    RCO2CH3(l) + 2H2(g) + katalis RCH2OH(l) + CH3OH(l)

    RCO2H(l) + 2H2(g) + katalis RCH2OH(l) + H2O(l)

    dengan mekanisme reaksi tiga tahap yaitu :

    RCH2CO2CH3 + 3H2 RCH2CH2OH + CH3OH

    RCH2CO2CH3 + RCH2CH2OH RCH2CO2CH2CH2R + CH3OH

    RCH2CO2CH2CH2R + H2 2RCH2OH

    atau

    RCH2CO2H + 3H2 RCH2CH2OH + H2O

    RCH2CO2H + RCH2CH2OH RCH2CO2CH2CH2R + H2O

    RCH2CO2CH2CH2R + H2 2RCH2OH

    Temperatur yang tinggi pada saat operasi juga memungkinkan terjadinya

    reaksi samping berupa dehidrasi alkohol membentuk olefin. Namun, reaksi

    tersebut dikontrol agar tidak mengganggu jumlah produksi alkohol lemak sebagai

    produk utama.

    RCH2CH2OH RCH=CH2 + H2O

    RCH=CH2 + H2 RCH2CH3

    2.4 Gliserol

    Gliserol adalah poliol, senyawa dengan gugus hidroksil lebih dari satu,

    dengan tiga atom karbon. Setiap karbon pada gliserol memiliki satu gugus

    hidroksi sehingga sifat dari gliserol sedikit polar dan larut baik dalam air karena

    adanya ikatan hidrogen. Gliserol bebas jarang ditemukan di alam.Gliserol

    umumnya didapat sebagai hasil samping hidrolisis trigliserida yang merupakan

    senyawa pembentuk utama minyak hewani dan nabati. Reaksi pembentukan

    gliserol dari trigliserida umumnya dari reaksi trigliserida dengan asam atau basa

    atau melalui transesterifikasi trigliserida dengan metanol.

  • 9

    Gambar 2.4 Pembentukan Gliserol dari Reaksi Hidrolisis Trigliserida

    Gambar 2.5 Pembentukan Gliserol dari Reaksi Transesterifikasi Trigliserida

    Gliserol digunakan dalam pembuatan sabun, kosmetik, dan obat-obatan.

    Gliserol juga memiliki potensi sebagai bahan baku peledak dan bahan baku

    poliuretan. Industri bahan makanan juga sering menggunakan gliserol sebagai

    bahan baku pembuatan emulsifier makanan yang umumnya berupa monogliserida

    atau digliserida. Gliserol dapat diproduksi sebagai refined glycerol, gliserol yang

    telah dipisahkan dari air dengan kemurnian hingga 99%.

  • 10

    Gambar 2.6 Penggunaan Gliserol Dunia (Rupilius and Ahmad, 2006)

    2.5 Pembentukan Hidrogen

    Salah satu bahan baku dalam produksi alkohol lemak adalah hidrogen.

    Hidrogen berfungsi sebagai reduktor dalam reaksi utama pembentukan alkohol

    lemak dari asam lemak maupun methyl ester. Hidrogen dapat diproduksi secara

    mandiri dengan bahan baku gas alam. Pembuatan hidrogen tersebut ditangani oleh

    Section 109 Hydrogen Production.Pertimbangan untuk membuat hidrogen sendiri

    adalah efisiensi biaya dan keterjaminan terhadap keberadaan pasokan hidrogen.

    Prinsip pembentukan hidrogen adalah reaksi pergeseran gas air (water gas shift,

    WGS) yang merupakan reaksi antara karbonmonoksida dengan uap air

    membentuk hidrogen.

    CO(g) + H2O(g) CO2(g) + H2(g) Ho298 = -41,1 kJ mol

    -1

    Hidrogen juga dapat diperoleh dari reaksi antara gas alam maupun

    hidrokarbon dengan uap air, atau pembakaran tidak sempurna gas alam, ataupun

    dengan gasifikasi batubara.

    CH4(g) + H2O(g) CO(g) + 3H2(g)

    CnHm(l) + nH2O(g) nCO(g) + (n + m/2)H2(g)

    CH4(g) + O2(g) CO(g) + 2H2(g)

    C(s) + H2O(g) CO(g) + H2(g)

    Pembuatan gas hidrogen tersebut pada umumnya dibantu dengan katalis

    logam oksida seperti besi maupun tembaga.Reaksi pembentukan hidrogen pada

    umumnya dilakukan pada temperatur tinggi, (>300 oC), dan tekanan tinggi.

  • 11

    BAB III

    PEMBAHASAN

    3.1 Pertanyaan

    Adapun pertanyaan yang diajukan adalah:

    1. Apa saja produk turunan dari oleokimia?

    2. Bagaimana cara memperoleh metilester?

    3. Apa itu surfaktan?

    3.2 Jawaban

    Adapun jawaban dari pertanyaan yang telah diajukan adalah:

    1. Produk-produk Oleokimia.

    a. Fatty acid (asam lemak)

    Asam lemak merupakan oleokimia yang paling banyak diperlukan.

    Secara umum, produksi asam lemak di dunia lebih besar dibandingkan

    konsumsinya. Asam lemak yang berasal dari Amerika dan Eropa pada

    umumnya disintesis dari tallow, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak

    rapeseed dan lain-lain. Asam lemak dapat dibuat degan cara splitting CPO

    atau PKO pada suhu dan tekanan tinggi. Selanjutnya asam lemak tersebut

    didistilasi atau difraksionasi untuk memperoleh asam lemak dengan

    kemurnian tinggi.

    Sementara itu produk sampingnya yang berupa gliserin setelah

    dimurnikan akan menghasilkan gliserin yang sesuai dengan standar

    farmasi. Produk-produk turunan dari asam lemak sepeti fatty ester, fatty

    alcohol, dan fatty amina lainnya digunakan untuk menggantikan produk-

    produk petrokimia.

    b. Fatty ester

    Fatty ester sebagian besar ( 80%) diubah menjadi fatty alcohol,

    yang kemudian diproses lebih lanjut menjadi produk hilir terutama

    suftaktan. Disamping itu fatty ester juga digunakan sebagai bahan bakar

    pengganti minyak diesel. Metil ester dapat dibuat dengan cara

    transesterifikasi CPO atau PKO dengan methanol pada suhu 60oC dan

    tekanan satu atmosfir. Selanjutnya dilakukan distilasi dan fraksionasi

  • 12

    untuk memperoleh metal ester dengan kemurnian tinggi. Produk samping

    yang dihasilkan pada proses ini adalah gliserin yang dapat digunakan

    sebagai bahan baku industry farmasi dan kosmetik.

    c. Fatty alkohol

    Fatty alkohol merupakan oleokimia dasar yang paling banyak

    digunakan sebagai bahan baku surfaktan seperti fatty alkohol sulfat (FAS),

    fatty alkohol etoksilat (FAE) dan fatty alokohol etoksi sulfat (FAES).

    Sekitar 70% fatty alcohol digunakan untuk membuat surfaktan nonionic

    dan anionic. Fatty alkohol dapat dibuat dari asam lemak maupun metal

    ester dengan cara hidrogenasi pada suhu dan tekanan tinggi menggunakan

    katalis kimia. Selanjutnya dilakukan distilasi untuk menghasilkan fatty

    alkohol dengan kemurnian tinggi.

    d. Fatty amina

    Fatty amina merupakan turunan nitrogen dan paling banyak

    digunakan untuk membuat senyawa ammonium quartener seperti senyawa

    distearyl-dimethylammonium yang digunakan sebagai pelembut pakaian

    dan hair conditioners.

    e. Gliserin

    Gliserin dapat dibuat dari minyak atau lemak alami sebagai hasil

    samping dari asam lemak, ester atau sabun, Meskipun merupakan produk

    samping, gliserin umumnya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Mulai

    tahun 1980-2010, produksi gliserin sintetik (dari minyak bumi) mulai

    menurun, sementra produksi gliserin alami semakin meningkat.

    f. Bioemollent dari asam lemak sawit

    Industri kosmetik merupakan konsumen minyak nabati dan asam

    lemak yang sangat potensial Salah satu bahan baku kosmetik yang banyak

    digunakan dalam hampir seluruh formulasi produk kosmetik adalah

    emollient. Fungsi emollient adalah sebagai pelembut dan pelembab kulit

    pada produk kosmetik yang berbentuk krim, lotion, lipstick dan sabun .

    Produk emollient yang dibuat dari minyak sawit disebut bioemollient,

    mempunyai keunggulan yang tidak dijumpai pada produk sintetis dari

  • 13

    minyak bumi. Emollient disintesis dengan cara esterifikasi antara asam

    lemak dengan alkohol.

    g. Biodiesel sawit

    Biodiesel sawit dapat dibuat dari hampir semua fraksi sawit seperti

    CPO, palm kernel oil (PKO), refined bleached and deodorized palm oil

    (RBDPO) dan olein. Pada prinsipnya biodiesel atau metal ester diproduksi

    melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida pada minyak sawit

    dengan methanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis

    basa. Gliserol akan terpisah di bagian bawah reaktor sehingga dengan

    mudah dapat dipisahkan. Ester yang terbentuk selanjutnya dicuci dengan

    air untuk menghilangkan sisa kalatis dan methanol. Proses dapat dilakukan

    secara curah (bach) atau disambung (continuous) pada suhu 50-70o C.

    Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan baku

    adalah kandungan asam lemak bebas dan harga. Untuk asam lemak yang

    mengandung asam lemak bebas > 1% perlu dilakukan perlakuan

    pendahuluan berupa penetralan atau penghilangan asam lemak

    (deasidifikasi). Proses ini dapat dilakukan dengan penguapan, saponifikasi

    atau esterifikasi asam dengan katalis padat.

    Biodiesel atau metal ester dapat diolah lebih lanjut menjadi

    berbagai produk oleokimia yang biasanya dibuat dari asam lemak nabati.

    Apabila harga jual biodiesel kurang menarik, pengolahan lebih lanjut

    biodiesel menjadi produk-produk oleokimia merupakan salah satu

    alternatif pemanfaatan biodiesel.

    2. Pengolahan metil ester

    a. Produksi minyak kelapa murni

    Minyak kelapa murni (MKM) atau virgin coconut oil (VCO) diproduksi

    dari buah kelapa tua menggunakan metode Mappiratu dan Masyahoro

    (2008), yakn diproduksi secara fermentasi dan dimurnikan menggunakan

    metode kromatografi kolom adsorpsi yang dikombinasikan dengan metode

    pemanasan terkendali. Analisis terhadap produk minyak kelapa dilakukan

  • 14

    dengan menetapkan kadar air dengan metode Oven dan kadar asam lemak

    bebas dengan metode titrasi (AOAC,1995) serta penetapan komposisi

    asam lemak dengan metode Kromatografi Gas (Mappiratu, 2007).

    b. Penentuan kondisi produksi metil ester asam lemak

    Penentuan kondisi produksi metil ester asam lemak dalam reaktor

    berpengaduk dilakukan melalui penerapan pengadukan dan waktu reaksi

    terhadap fraksi massa metil ester asam lemak yang terbentuk. Kecepatan

    pengadukan yang diterapkan antara 200 dan 900 rpm dengan selang

    pengamatan 100 rpm, sedangk waktu reaksi yang diterapkan antara 10 dan

    60 menit dengan selang waktu pengamatan 10 menit. Komposisi reaksi

    yang diterapkan adalah rasio metanol/VCO/NaOH 1 : 2 : 0,02 atas dasar

    volume/volume/berat (v/v/b). Fraksi massa metil ester asam lemak yang

    terbentuk ditentukan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis

    (KLT) Preparatif (Mappiratu, 2007). Plat KLT diaktifkan dalam oven suhu

    100oC selama 60 menit, kemudianditandai tempat penotolan dengan pensil

    setelah plat dalam keadaan dingin. Sampel metil ester asam lemak produk

    reaksi metanolisis ditotolkan pada plat KLT, kemudian dimasukkan ke

    dalam chamber (pengembang) yang berisi 30 ml eluen campuran

    heksana/dietil ester/asam formiat 80 : 20 : 2 (v/v/v) dan telah dijenuhkan

    selama 1 jam. Elusi (penyimpanan plat dalam chamber) berlangsung

    sekitar 2 jam, kemudian dikeluarkan, dibiarkan pada suhu ruang hingga

    kering, kemudian dimasukkan ke dalam chamber lain yang telah

    dijenuhkan dengan uap iodium untuk penampak noda. Plat dikeluarkan

    dari chamber setelah noda tampak berwarna kuning. Batas setiap noda

    ditandai dengan pensil, kemudian dikerik dan ditampung dalam

    erlenmeyer terpisah.

    Hasil kerikan noda triasilgliserol (TAG) , metil ester asam lemak

    (MEAL) diekstrak menggunakan pelarut heksana sebanyak 3 x 5 ml, noda

    monoasilgliserol (MAG) diekstrak menggunakan pelarut dietil eter

    sebanyak 3 x 5 ml, dan noda diasilgliserol (DAG) diekstrak menggunakan

    campuran heksana/dietil eter 1 : 1 (v/v) sebanyak 3 x 5 ml. Ekstrak yang

  • 15

    diperoleh diuapkan pelarutnya dengan nitrogen, kemudian disempurnakan

    dalam oven analitik suhu 100 o C sampai beratnya tetap.

    c. Produksi metil ester asam lemak dan gliserol

    Produksi metil ester asam lemak dan gliserol dilakukan

    menggunakan kondisi reaksi terbaik hasil percobaan sebelumnya. Produk

    reaksi metanolisis dimasukkan ke dalam corong pemisah, kemudian

    dipisahkan lapisan bawah (lapisan yang mengandung metanol, gliserol,

    natrium klorida, asam klorida sisa dan air) dari lapisan atas yang

    mengandung metil ester asam lemak. Lapisan bawah yang disebut lapisan

    gliserol, dimurnikan menggunakan empat cara:

    Cara pertama: dilakukan melalui ekstraksi metil ester asam lemak

    terikut yang dilanjutkan dengan netralisasi, pemisahan metanol sisa

    menggunakan distilasi vakum dan pemisahan air dan garam yang

    terbentuk menggunakan cara penguapan (cara ini selanjutnya disebut cara

    pemurnian menggunakan ekstraksi dan netralisasi).

    Cara kedua: dilakukan melalui ekstraksi metil ester asam lemak

    terikut yang dilanjutkan dengan kromatografi pertukaran ion, pemisahan

    metanol sisa dan air menggunakan cara yang sama seperti sebelumnya

    (cara ini selanjutnya disebut cara pemurnian ekstraksi dan pertukaran ion).

    Cara ketiga: dilakukan tanpa melakukan ekstraksi metil ester asam

    lemak terikut, tetapi langsung dilakukan netralisasi yang diikuti dengan

    pemisahan metanol sisa, air dan garam (cara ini selanjutnya disebut cara

    pemurnian tanpa ekstraksi).

    Cara keempat: dilakukan tanpa melakukan ekstraksi metil ester

    asam lemak sisa dan netralisasi, tetapi langsung dilakukan distilasi vakum

    yang dilanjutkan dengan penguapan (cara ini selanjutnya disebut cara

    pemurnian tanpa ekstraksi dan netralisasi).

    Gliserol yang dihasilkan baik sebelum maupun sesudah pemurnian

    ditentukan tingkat kemurniannya menggunakan metode titrasi sebagai

    berikut:. Gliserol yang akan ditentukan kemurniannya ditimbang sebanyak

    1,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml secara kuantitatif

    dan ditepatkan volumenya dengan air distilata (selanjutnya disebut larutan

  • 16

    gliserol). Dibuat larutan asam periodat dengan cara melarutkan asam

    periodat 0,54 g dengan 10 ml air distilata, kemudian 190 ml asam asetat

    glasial sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam dua erlenmeyer 250 ml (kode

    A dan B), Erlenmeyer berkode A (A1 dan A2) ditambahkan 50 ml larutan

    gliserol dan erlenmeyer berkode B (B1 dan B2) ditambahkan 50 ml air

    distilata, kemudian ditutup dengan gelas arloji dan disimpan selama 30

    menit. Erlenmeyer A dan B ditambahkan 2 ml larutan kalium iodida (KI)

    yaitu 7,5 g KI dalam 50 ml distilata, kemudian dititrasi dengan larutan

    natrium tiosulfat 0,01 N sampai warna coklat hampir hilang. Selanjutnya

    ditambahkan 2 ml larutan pati 1% dan dilanjutkan titrasinya hingga warna

    biru hilang (larutan tidak berwarna). Cara yang sama dilakukan terhadap

    gliserol murni.

    Lapisan atas atau lapisan metil ester asam lemak dicuci dengan air

    destilata sebanyak tiga kali yang dilanjutkan dengan pembebasan air

    terikut menggunakan natrium sulfat anhidrat. Metil ester asam lemak

    murni disimpan untuk dilakukan penelitian lanjut.

    d. Pemisahan metil ester asam lemak rantai sedang dari rantai panjang

    Pemisahan metil ester asam lemak rantai sedang dari rantai panjang

    dilakukan menggunakan metode distilasi fraksionasi. Pada tahap ini

    dilakukan fraksinasi dengan 6 fraksi masing-masing fraksi I, II, III, IV, V

    dan fraksi VI. Fraksi I sampai V adalah fraksi yang distilatnya ditampung

    berturut-turut 10% dari volume yang didistilasi (masing-masing 10 ml),

    sedangkan fraksi VI adalah fraksi yang tidak terdistilasi (volumenya 50

    ml). Setiap fraksi dianalisis komposisi metil ester asam lemak

    menggunakan metode Kromatogrfi Gas. Fraksi yang mengandung metil

    ester asam lemak rantai sedang (metil kaprilat, metil kaprat dan metil

    laurat) di atas 50% dinyatakan sebagai metil ester asam lemak rantai

    sedang, sedang fraksi yang mengandung metil ester asam lemak rantai

    panjang (metil miristat sampai metil linoleat) di atas 50% dinyatakan

    sebagai metil ester asam lemak rantai panjang, yang dalam penelitian ini

    disebut biodiesel .

  • 17

    3. Surfaktan

    Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar yang

    suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik)

    sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari

    minyak dan air. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang bekerja

    menurunkan tegangan permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat

    ganda molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif,

    negatif ataupun netral, bagian polar mempunyai gugus hidroksil semetara

    bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang panjang.

    Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi dan

    limbahnya dapat mencemarkan lingkungan, ka rena sifatnya yang sukar

    terdegradasi, selain itu minyak bumi merupakan sumber bahan baku yang

    tidak dapat diperbarui.

    Surfaktan banyak ditemui di bahan deterjen, kosmetik, farmasi dan

    tekstil. Produk pangan seperti es krim juga menggunakan surfaktan

    sebagai bahannya. Karena sifatnya yang menurunkan tegangan

    permukaan, surfaktan dapat digunakan sebagai bahan pembasah (wetting

    agent), bahan pengemulsi (emulsion agent) dan sebagai bahan pelarut

    (solubilizing agent).

    Jenis-jenis Surfaktan:

    1. Surfaktan anionik, surfaktan yang bagian alkilnya terikat suatu anion.

    Contohnya garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat

    2. Surfaktan kationik, surfaktan yang bagian alkilnya terikat suatu kation.

    Contohnya garam alkil trime- thil amonium, garam dialkil-dimethil

    amonium, garam alkil dimethil benzil amonium.

    3. Surfaktan nonionik, surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.

    Contohnya ester gliserin, ester sorbitan, ester sukrosa, polietilena alkil

    amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol

    amina dan alkil amina oksida.

    4. Surfaktan amfoter, surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan

    positif dan negatif. Contohnya asam amino, betain, fosfobetain.

  • 18

    BAB IV

    PENUTUP

    4.1 Kesimpulan

    Setelah dilakukan penguraian materi dan diskusi, maka dapat ditarik

    kesimpulan:

    1. Oleokimia (oleochemicals) adalah segala produk kimia yang diturunkan dari

    trigliserida hewani maupun nabati, meskipun terkandung unsur petrokimia di

    dalamnya. Oleokimia adalah analog dari petrokimia dengan perbedaan sumber

    bahan baku.

    2. Adapun produk turunan dari oleokimia adalah:

    a. Fatty acid (asam lemak)

    Asam lemak merupakan oleokimia yang paling banyak diperlukan. Secara

    umum, produksi asam lemak di dunia lebih besar dibandingkan konsumsinya.

    b. Fatty ester

    Fatty ester sebagian besar ( 80%) diubah menjadi fatty alcohol, yang

    kemudian diproses lebih lanjut menjadi produk hilir terutama suftaktan.

    c. Fatty alkohol

    Fatty alkohol merupakan oleokimia dasar yang paling banyak digunakan

    sebagai bahan baku surfaktan seperti fatty alkohol sulfat (FAS), fatty alkohol

    etoksilat (FAE) dan fatty alokohol etoksi sulfat (FAES).

    d. Fatty amina

    Fatty amina merupakan turunan nitrogen dan paling banyak digunakan

    untuk membuat senyawa ammonium quartener seperti senyawa distearyl-

    dimethylammonium yang digunakan sebagai pelembut pakaian dan hair

    conditioners.

    e. Gliserin

    Gliserin dapat dibuat dari minyak atau lemak alami sebagai hasil samping

    dari asam lemak, ester atau sabun,

    f. Bioemollent dari asam lemak sawit

    Industri kosmetik merupakan konsumen minyak nabati dan asam lemak

    yang sangat potensial Salah satu bahan baku kosmetik yang banyak digunakan

    dalam hampir seluruh formulasi produk kosmetik adalah emollient.

  • 19

    g. Biodiesel sawit

    Biodiesel sawit dapat dibuat dari hampir semua fraksi sawit seperti CPO,

    palm kernel oil (PKO), refined bleached and deodorized palm oil (RBDPO)

    dan olein.

    3. Bahan bakar minyak bumi merupakan salah satu kebutuhan utama yang banyak

    digunakan di berbagai negara. Saat ini kebutuhan akan bahan bakar semakin

    meningkat seiring semakin meningkatnya populasi dan semakin berkembangnya

    teknologi, akan tetapi cadangan sumber daya minyak bumi yang berasal dari fosil

    semakin menipis karena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui. Karena itulah

    penting untuk mempelajari studi tentang oleokimia, dengan produk-produk

    turunannya dapat membantu mengurangi pemakaian sumber daya dari fosil

    sehingga ketergantungan akan sumber non-hayati dapat ditekan.

    4.2 Saran

    Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, disarankan agar penulis

    menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Penulis diharapkan untuk banyak

    membaca dan mengkaji, lalu banyak mengumpulkan jurnal atau buku untuk

    dijadikan bahan. Penulis juga diharapkan memahami dan mempelajari materinya

    sebelum dipresentasikan, sehingga dapat membuat audien lebih paham.

  • 20

    DAFTAR PUSTAKA

    Departemen Perindustrian. 2009. Gambaran Sekilas Industri Minyak Sawit.

    Departemen Perindustrian, Jakarta.

    Departemen Perindustrian. 2009. Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan

    Pengkajian Peluang Pasar Serta peluang Investasinya di Indonesia.

    Departemen Perindustrian Jakarta.

    Fitramadan, L. 2009, Kajian Profil metil Ester Asam Lemak Minyak kelapa dari

    Berbagai Waktu Reaksi Metanolisis, Skripsi, Fakultas Matematikan dan

    Ilmu Pengetahuan Alam UNTAD, Palu.

    Hafizah, M.R. 2009. Analisis Penawaran Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia:

    Pendekatan Error Corection Model. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Kristian, N., 2005, Pembuatan MCT (Medium Chain Tiglyceride) dari Ester Metil

    Kaprat dan Kaprilat, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

    Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan

    Produk Turunannya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

    Zuhrina, Masyithah. Optimasi Sintesis Surfaktan Alkano lamida Dari Asam

    Laurat Dengan Dietanolamina Dan N-Metil Glukamina Secara Enzimatik.

    http://petanihebat.com/kelapa-sawit/pertanian/tanaman-perkebunan/teknologi-

    pertanian/produk-produk-oleokimia-kelapa-sawit.html

    http://datacon.co.id/perkembangan-industri-oleokimia-di-indonesia