laporan tugas mandiri teknik oleokimia

Upload: wu-cia-yong

Post on 10-Mar-2016

243 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gg

TRANSCRIPT

LAPORAN TUGAS MANDIRI TEKNIK OLEOKIMIANama: Andre Prasetia WinataNim: 130405090Kelompok : Empat belas

BiodieselBiodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak nabati misalnya: minyak sawit, minyak kelapa, minyak kemiri, minyak jarak pagar, dan minyak berbagai tumbuhan yang mengandung trigliserida. Biodiesel memiliki persamaan sifat fisis dan sifat kimia dengan petroleum diesel ( solar ) sehingga biodiesel dapat juga dijadikan salah satu campuran solar yang digunakan untuk bahan bakar mesin-mesin diesel.Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif pengganti solar menghasilkan kadar polusi yang renda, tidak mengandung sulfur sehingga ramah terhadap lingkungan, dapat diperbaharui karena dapat diuraikan kembali ( biodegradable ) dapat digunakan pada mesin-mesin diesel convensional tanpa perlu memodifikasi atau penambahan converter kit. Emisi gas buang kenderaan diesel yang menggunakan bahan bakar biodiesel lebih tidak beracun dibanding dengan menggunkan solar , karena penggunaan biodesel pada mesin diesel akan mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar, karbon monoksida yang sangat beracun dan partikel kasar seperti debu dan karbon, dapat dicampur dengan solar, pada campuran 20% dengan solar dapat mengurangi partikel 20%, CO2 sebesar 21%,biodiesel 100% dapat menurunkan emisi CO2 sampai 100%, emisi SO2 sampai 100%, emsi CO anta 10-50 %, emisi HC antara 10-50 %, (Tritoatmojo, 1995 ) Biodiesel memiliki efek pelumasan yang tinggi sehingga dapat memperpanjang umur mesin, memiliki angka setana relatif tinggi ( diatas 50 ) megurangi ketukan pada mesin sehingga mesin bekerja lebih mulus, aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun, dapat diproduksi secara lokal dan bahan bakunya mudah diperoleh. Pada prinsipnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilkan melalui proses yang disebut reaksi esterifikasi asam lemak bebas atau reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol dengan bantuan katalis dan dari reaksi ini akan dihasilkan metil ester/etil ester asam lemak dan gliserol :

Bahan Baku Produksi Biodiesel1 Minyak NabatiBiodiesel dapat diperoleh dari minyak nabati dan lemak hewani, dari minyak nabati seperti kelapa sawait, jarak pagar, kelapa, minyak jelanta, kemiri. Minyak nabati mengandung 90-98% trigliserida dan sejumlah kecil monogliserida dan digliserida. Trigliserida atau triasilgliserol adalah ester dari tiga asam lemak rantai panjang yang terikat pada satu gugus gliserol. Rumus kimia trigliserida adalah CH2COOR-CHCOOR'-CH2-COOR", dimana R, R dan R" masing-masing adalah sebuah rantai alkil yang panjang atau asam lemak jenuh dan tak jenuh dari rantai karbon. Dalam minyak nabati pada umunya terdapat lima jenis asam lemak yaitu: asam stearat, asam palmitat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam stearat dan asam palmitat termasuk jenis asam lemak jenuh, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat termasuk asam lemak tak jenuh, Asam lemak tumbuhan pada umumnya terdapat dalam bentuk lemak dan minyak, lemak dan minyak yang tergolong lipida berfungsi sebagai sumber energi dan cadangan makanan, asam lemak merupakan senyawa potensial dari sejumlah besar kelas lipid dialam yang berupa ester, gliserol dan sterol. Lemak atau lipida terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Lemak dan minyak dalam bijibijian berfungsi sebagai sumber energi. Penguraian lemak secara kimiawi akan menghasilkan jumlah energi yang lebih besar sekitar dua kali lipat dibanding dengan energi yang dihasilkan dari penguraian karbohidrat. Asam lemak bebas ( keasaman ) dalam konsentrasi tinggi yang terdapat dalam nabati sangat merugikan, karena dapat menurunkan kwalitas atau akan mempengaruhi sifat fisis dan sifat kimia dari bahan bakar, untuk itulah perlu dilakukan usaha untuk mengurangi dan mencegah terbentukya kadar asam lemak bebas yang tinggi. Meningkatkan kadar asam dalam minyak nabati dapat terjadi karena: pemanenan buah yang tidak tepat waktu, pasca panen ( penimpanan digudang yang terlampau lama ), proses pengeringan dan penggilingan, selang waktu antara pengilingan dan pemerasan, suhu pada saat pemerasan ( tidak boleh diatas suhu 600C ) dan proses hidrolisa selama pembuatan biodiesel. jika asam lemak terlepas dari trigliseridanya maka akan menjadi lemak asam bebas (free fatty acids = FFA). Minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan kandungan FFA yaitu: 1.Refined Oil: minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5%2.Minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4% 3.Minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20% Berdasarkan kadungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel dapat dibedakan atas dua bagian yaitu: 1. Transeseterifikasi dengan menggunakan katalis basah untuk refined oil atau minyak nabati dengan kandungan FFA rendah. 2. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan kandungan FFA yang tinggi di lanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basah.

Tabel 1 Jenis Tanaman Bahan Baku Biodiesel

2 AlkoholKekentalan minyak nabati dapat dikurangi dengan memotong cabang rantai carbon melalui proses transesterifikasi dengan menggunakan alkohol rantai pendek. Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel karena metanol ( CH3OH ) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau lebih stabil dibandingkan dengan etanol ( C2H5OH ), metanol memiliki satu ikatan carbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan carbon, sehingga lebih mudah memperoleh pemisahan gliserol dibanding dengan etanol, untuk mendapatkan hasil biodiesel yang sama penggunaan etanol 1,4 kali lebih banyak dibanding dengan metanol. Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastik dan karet, terbuat dari batu bara Metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Pemisahan gliserin dengan menggunakan etanol lebih sulit dari metanol dan jika tidak berhati-hati akan berakhir dengan emulsi. Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang murni 99%. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m3, sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 g/m3.3 KatalisUntuk memisahkan minyak nabati dari gliserol dalam reaksi transesterifika perlu ditambahkan katalis. Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut terkonsumsi oleh keseluruhan reaksi atau merupakan suatu zat antara yang aktif, tanpa katalis proses pembuatan biodiesel dengan reaksi transesterifikasi dapat berlangsung pada temperature 2500C. Ketika reaksi selesai, kita akan mendapatkan massa katalis yang sama seperti pada awal kita tambahkan. Katalis yang dapat digunakan dapat berupa katalis homogen atau heterogen.a) Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan pada reaksi transesterifika adalah katalis basa/alkali seperti kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida (NaOH). Penggunaan katalis homogen ini mempunyai kelemahan yaitu: bersifat korosif, berbahaya karena dapat merusak kulit, mata, paru-paru bila tertelan, sulit dipisahkan dari produk sehingga terbuang pada saat pencucian,mencemari lingkungan, tidak dapat digunakan kembali. Keuntungan dari katalis homogen adalah tidak dibutuhkannya suhu dan tekanan yang tinggi dalam reaksi.b) Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produksi. Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan pada reaksi transeseterifikasi adalah CaO, MgO. Keuntungan menggunakan katalis ini adalah: mempunyai aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang ringan, masa hidup katalis yang panjang biaya katalis yang rendah, tidak korosif, ramah lingkungan dan menghasilkan sedikit masalah pembuangan, dapat dipisahakan dari larutan produksi sehingga dapat digunakan kembali. Dalam reaksi transesterifikasi katalis akan memecahkan rantai kimia minyak nabati hingga rantai ester minyak nabati akan terlepas, begitu ester terlepas alkohol akan segera bereaksi dengannya dan membentuk biodiesel, sedangkan gliserin dan katalis yang tersisa akan mengendap setelah reaksi selesai. Penggunaan katalis tidak boleh terlampau banyak ataupun terlampau sedikit, penggunaan katalis yang terlampau banyak reaksi transesterifikasi akan menghasilkan emulsi, dan jika sedikit mengakibatkan pemisahan gliserol dan metil ester tidak sempurna.

Reaksi TransesterifikasiLemak/minyak dapat diubah menjadi metil ester melalui reaksi transesterifikasi. Pada reaksi transesterifikasi diperlukan adanya katalis. Reaksi ini dapat digambarkan seperti Gambar 2.1 di bawah ini:

Gambar 1 Skema Reaksi TransesterifikasiReaksi transesterifikasi diatas merupakan reaksi antara trigliserida dengan alkohol membentuk metil ester asam lemak (MEAL) dan gliserol sebagai hasil samping reaksi. Proses ini akan dapat berlangsung dengan mengunakan katalis alkali / basa pada tekanan atmosfer dan temperatur 60oC dengan menggunakan alkohol, katalis yang biasa dugunakan adalah kalium hidroksida atau natrium hidroksida. Pembentukan metil ester asam lemak merupakan salah satu reaksi penting dalam pemberian nilai tambah pada lemak dan minyak yang bertujuan untuk menurunkan nilai viskositas atau kekentalan dari minyak dan lemak tersebut.Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor penting antara lain : 1. Lama Reaksi Semakin lama waktu reaksi semakin banyak produk yang dihasilkan karena keadaan ini akan memberikan kesempatan lebih banyak terhadap molekul-molekul reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Yao, J (2010) juga telah meneliti pengaruh lama reaksi terhadap reaksi transesterifikasi minyak biji kapas dengan menvariasikan lama reaksi 1- 5 jam, diperoleh hasil metil ester drastis meningkat pada lama reaksi 1 dan 2 jam, sedangkan dengan lama reaksi 3- 5 jam perubahan hasil metil ester tidak drastis meningkat. Jannu, H (2010) melihat pengaruh lama reaksi terhadap peningkatan kadar metil ester dari turunan minyak kemiri.2. Perbandingan alkohol dengan minyak Secara stoikiometri jumlah alcohol yang dibutuhkan untuk reaksi 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol . Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati sangat mempengaruhi dengan metil ester yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Perbandingan molar antara alkohol dan minyak nabati ,untuk mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar dari 98% berat adalah 6 : 1 sedangkan pada rasio molar 1:3 adalah 74- 89% (Freedman, B. 1984). Sama halnya dengan yang dilkakukan Yao, J yang juga menvariasikan perbandingan mol methanol : minyak pada transesterifikasi minyak biji kapas dengan perbandingan mol 3 : 1 ; 9 : 1 ; 12 : 1 (mol/mol) dan diperoleh hasil metil ester yang maksimal dengan perbandingan mol 12 : 1 (mol/mol). 3. Konsentrasi katalis Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 250C. katalis yang biasa digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti kalium hodroksida dan natrium hidroksida Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan menghasilkan konversi minyak nabati menjadi ester yang optimum ( 94 - 99% ) dengan jumlah katalis 0,5 1,5 % dari berat minyak nabati. Jumlah katalis KOH yang efektif untuk menghasilkan konversi yang optimum pada reaksi transesterifikasi adalah 1% dari berat minyak nabati .Jumlah katalis dalam suatu reaksi mempengaruhi jumlah metil ester yang dihasilkan, dimana diharapkan dengan bertambahnya jumlah katalis dalam jumlah minyak yang sama akan menghasilkan jumlah metil ester yang lebih banyak.4. Suhu Reaksi Reaksi pembentukan metil ester dapat dilkaukan dalam berbagai suhu reaksi, tergantung pada jenis trigliserida yang digunakan. Jika suhu reaksi semakin tinggi, laju reaksi juga akan semakin cepat. Seperti yang dilakukan Guan, G yaitu reaksi transesterifikasi dengan menvariasikan beberapa faktor dan salah satunya membandingakan suhu reaksi dari 40o C, 60oC, dan 80o C dan dihasilkan yield reaksi paling besar pada suhu 80o C.Sama halnya dengan Yao, J (2010) juga menvariasikan suhu reaksi. Pada percobaannya dia melalukan reaksi pada suhu 170o - 200o C dan diperoleh hasil yang lebih banyak pada penggunaan suhu reaksi yang lebih tinggi. Jain, S (2010) juga telah meneliti pengaruh waktu pada reaksi transesterifikasi minyak jarak pagar dengan variasi 20, 30, 40, 50, 60, 70 dan 80o C) dan diperoleh hasil yang maksimal pada suhu 80o C. 5. Pengaruh air dan kandungan asam lemak bebas Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus bebas air, karena air akan bereaksi dengan katalis sehingga jumlah katalis akan berkurang dan harus memiliki angka asam lemak bebas lebih kecil dari 1. 6. Pengadukan Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen antara gliserida dan alkohol pada saat terjadi reaksi. Pada kenyataannya alkohol merupakan pelarut yang sangat buruk untuk gliserida, sehingga reaksi transesterifikasi tidak berlangsung baik terutama awal reaksi. Pengadukan dilaporkan sebagai salah satu cara untuk mencapai homogenitas antara gliserida dan alkohol. 7. Kosolvent Eter Metode transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel merupakan reaksi yang lambat karena berlangsung dalam dua fase, permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penambahan kosolvent kedalam campuran minyak nabati, metanol dan katalis, sehingga penambahan kosolvent bertujuan untuk membentuk sistem larutan menjadi berlangsung dalam satu fase. Reaksi transesterifikasi tanpa kosolvent ternyata berlangsung lambat dan menghasilkan metil ester yang kurang signifikan dibanding penambahan kosolvent. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kelarutan antara minyak nabati dengan metanol, dalam metanol campuran reaktan membentuk dua lapisan ( membentuk dua fase ) dan diperlukan waktu beberapa saat agar minyak nabati dapat larut di dalam metanol. Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan transper massa (perbedaan kelarutan minyak nabati dan metanol) adalah dengan menambahkan kosolvent kedalam campuran. Kosolvent sebaiknya tidak mengandung air, larut dalam alkohol ( metanol ), memiliki titik didih yang dekat dengan metanol .Yang dapat digunakan sebagai Kosolvent diantaranya: dietil eter, THF ( tetrahidronfuran ), 1,4-dioxane, metal tersier butil ester ( MTBE ) dan diisopropyl eter. Minyak nabati telah dilarutkan dalam metanol menggunakan katalis basa maupun dalam campuran metanol dimetil eter, dengan sistem campuran metanol dimetil eter pada suhu 800C selama dua jam diperoleh FAME 97,1% sedangkan tanpa dimetil eter pada lama reaksi dua jam hanya menghasilkan FAME 20%. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengaruh kosolvent membuat reaksi tahap awal dalam keadaan homogen sehingga reaksi lebih cepat berlangsung, berbeda dengan jika hanya menggunakan metanol reaksi belangsung dalam dua fase.1 Reaksi Transesterifikasi dengan Katalis BasaKatalis basa merupakan katalis yang paling sering digunakan untuk reaksi transesterifikasi.Beberapa peneliti sebelumnya telah banyak meneliti transesterifikasi dengan katalis basa homogen dan heterogen. Berdasarkan peneliti sebelumnya seperti Sibarani, H (2001) telah berhasil melakukan transesterifikasi dengan katalis KOH dengan yield reaksi 76,75 %. Zhu telah melakukan transesterifikasi minyak jarak. pagar dengan katalis CaO, diperoleh yield reaksi besar disamping itu katalis padat ini juga lebih mudah dipisahkan . Tobing, M (2009) berhasil melakukan transesterifikasi terhadap minyak jarak merah (Rincinus Communis) dengan katalis CaO dan MgO menghasilkan metil ester asam lemak. Bangun, N juga telah berhasil mengubah minyak kelapa sawit menjadi metil ester menggunakan katalis NaOH dan KOH. Selain memiliki tingkat korosif yang tinggi, katalis ini juga tidak dapat digunakan kembali sehingga katalis dibuang dalam bentuk larutan. Siboro, J (2010) berhasil melakukan transesterifikasi minyak kacang tanah dengan katalis CaO dengan yield 73,42 %. Penggunaan katalis basa dalam reaksi transesterifikasi akan mempercepat reaksi 4000 x dibanding katalis asam, sehingga transesterifikasi dengan katalis basa seperti yang telah dimanfaatkan sebelumnya dilakukan dengan waktu reaksi yang lebih singkat. Namun dengan katalis basa akan lebih banyak sabun yang terbentuk pada saat reaksi berlangsung.2 Reaksi Transesterifikasi dengan Kataslis AsamPenggunaan katalis asam dalam reaksi transesterifikasi sudah berhasil dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, pada umumnya katalis yang digunakan yaitu katalis asam homogen. Seperti yang dilakukan oleh Rachmaniah, O (1999) telah meneliti studi kinetika transesterifikasi minyak mentah dedak dengan katalis HCl menghasilkan biodiesel dengan yield reaksi 25 50 %. Sedangkan Guan telah meneliti transesterifikasi minyak jarak dengan katalis H2SO4, asam benzen sulfonat, dan asam p- toluene sulfonat. Pada akhir reaksi diperoleh kesimpulan yield reaksi dengan asam p- toluene sulfonat > asam benzensulfonat > H2SO4.Namun peneliti selanjutnya lebih tertarik untuk menggunakan katalis heterogen-homogen seperti yang dilakukan Yuliskan, F. (2006) berhasil melakukan transesterifikasi dengan menggunakan katalis campuran Fe2(SO4)3. x H2O / H2SO4 dengan perbandingan 1:1 mengubah minyak goreng bekas menjadi biodiesel. Dengan sifat keasaman katalis yang lebih kecil.Penggunaan katalis asam homogen seperti asam sulfat dan asam sulfonat pada reaksi transesterifikasi umumnya memerlukan waktu reaksi yang lebih lama karena dilakukan pada suhu rendah. Katalis ini juga cenderung lebih sulit dipisahakan (diperoleh kembali) karena katalis ini dapat mengkontaminasi gliserol yang merupakan hasil samping reaksi, sehingga tingkat kemurnian metil ester yang diperoleh akan lebih rendah. Untuk meningkatkan kualitas katalis yang bersifat asam maka telah dilakukan berbagai sintesa seperti pada bahan polimer, diharapkan dengan rantai karbon yang lebih panjang akan dapat meningkatkan aktivitas katalis. Adanya katalis heterogen yang bersifat asam seperti diatas, membuat reaksi transesterifikasi dengan katalis asam lebih menguntungkan, dimana bahan baku minyak / lemak yang sifat keasamannya tinggi (diatas 1%) dapat didaya-gunakan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat.3 Reaksi Transesterifikasi Tanpa KatalisReaksi transesterifikasi pada umumnya memakai metode katalisis dengan katalis asam/basa. Metode penggunaan katalis memiliki beberapa kerugian antara lain: biaya produksi yang cukup tinggi, sistem pencucian basah (menggunakan air) sehingga dapat merusak komponen metil ester. Sehingga ada peneliti yang berpikir untuk melakukan transesterifikasi dengan metode non- katalis. Susila, W telah berhasil melakukan transesterifikasi dari minyak biji karet menjadi biodiesel metode non katalis superheated methanol . Dengan metode ini digunakan suhu reaksi yang tinggi 270 290o C, rasio metanol dengan minyak (140 : 1 , 150 : 1, 160 : 1) dan pada tekanan yang tinggi. Dalam arti metode non katalis harus dilakukan pada kondisi yang optimum dan lebih berbahaya dari metode katalis, disamping itu yield reaksi yang diperoleh hanya dalam jumlah kecil

Proses Pembuatan Biodiesel1 Ekstraksi MinyakEkstraksi minyak dari bahan baku adalah langkah proses pertama dari kedua PPO dan pengolahan biodiesel. Mengenai skala produksi dan infrastruktur, ada dua jenis proses produksi yang mendasar untuk minyak nabati: Industri: terpusat produksi dengan mempersempit di pabrik-pabrik industri besar Pengepressan skala kecil: desentralisasi cold press yang di lakukan langsung di lahan pertanian atau di koperasiDi fasilitas cold press skala kecil, biji minyak dibersihkan secara langsung dan mekanis ditekan pada suhu maksimum 40 C. Padatan tersuspensi dipisahkan dengan penyaringan atau sedimentasi. Sebagai produk samping, press cake yang tersisa dengan kandungan minyak lebih dari 10%, yang digunakan sebagai pakan ternak yang kaya protein (Paul & Kemnitz 2006 p. 15). Karena biaya produksi yang lebih tinggi, produksi minyak desentralisasi oleh petani tidak diterapkan secara luas hari ini, meskipun kesempatan penghasilan tambahan bagi petani diberikan. Selain itu, produk sampin dapat langsung digunakan untuk memberi makan hewan.Cara umum dalam ekstraksi minyak adalah pengolahan bahan baku di pusat industri tanaman skala besar. Pertama, bahan baku harus di pre-treated. Untuk proses ilustrasi yang lebih baik, pengolahan minyak lobak digunakan di sini sebagai contoh untuk ekstraksi minyak. Alur proses di tunjukkan pada Gambar 2.2.Dalam pre-treatment benih lobak harus dikeringkan terlebih dahulu, tetapi hanya jika akan disimpan untuk lebih dari sepuluh hari. Dalam hal ini, kandungan air khas biji lobak, yaitu sekitar 15%, harus dikurangi menjadi 9%. Selanjutnya, biji lobak dibersihkan. Selain itu, biji lain yang berukuran lebih besar, seperti biji bunga matahari, harus dikupas.Setelah di pre-treatment maka benih akan hancur, dan suhu dan kadar air di sesuaikan. Penyesuaian dari kadar air tertentu penting karena kadar terlalu tinggi membuat penetrasi pelarut akan lebih sulit, sedangkan jika kadarnya terlalu rendah meningkatkan kekerasan dan akibatnya juga membuat penetrasi pelarut menjadi lebih sulit. Pengeporasian suhu di atas 80 C diperlukan untuk menonaktifkan mikroorganisme dan untuk menghindari pengotoran gumapalan protein melalui press through. Selain itu biji yang hancur dapat lebih mudah ditembus oleh pelarut dan aliran minyak lebih baik karena lebih cair.Setelah penyesuaian, biji minyak akan ditekan pada temperatur yang lebih tinggi (80 C) dari pada suhu pada proses presssing skala kecil. Dengan demikian sekitar 75% dari total kandungan minyak lobak dapat diekstraksi. Hasil minyak mentah kemudian disaring dan dedikeringkan dan minyak murni akhir dapat digunakan untuk pemurnian lebih lanjut untuk PPO ( pure plant oil ) atau untuk produksi biodiesel.Ketika proses pengepressan biji lobak, press cake yang tersisa sebagai produk samping masih mengandung sisa 25% dari kandungan minyak biji lobak total dan karena itu harus diperlakukan lebih lanjut. Pertama, press cake harus dihancurkan kemudian menambahkan pelarut, pelarut yang biasanya digunakan adalah heksana, dapat mengekstrak minyak pada suhu hingga 80 C. Hasil dari langkah proses adalah campuran minyak dengan heksana, juga disebut miscella, dan disebut ekstraksi biji. Pelarut dipisahkan dari kedua senyawa dan didaur ulang untuk proses.Setelah langkah-langkah proses ini, minyak masihmemiliki komponen yang tidak diinginkan. Maka komponen tersebut di buang dengan menggunakan proses pemurnian. Produk akhir adalah minyak yang memiliki kualitas baik.

Gambar 2 Contoh Proses Ekstraksi Biji LobakProses ekstraksi minyak untuk tanaman biji minyak lainnya adalah mirip dengan biji lobak. Beberapa langkah-langkah proses mungkin ditambahkan atau dimodifikasi. Misalnya beberapa biji harus dikupas, yang lain tidak. Namun demikian produk akhir akhir selalu minyak mentah. Setelah pemurnian, yang dijelaskan selanjutnya, minyak tanaman bisa langsung digunakan sebagai PPO. Untuk digunakan sebagai biodiesel itu harus transesterifikasi.2 Pemurnian MinyakProses pemurnian atau penyulingan minyak adalah proses penting untuk menciptakan PPO dan mempersiapkan minyak nabati untuk proses transesterifikasi biodiesel. Hal ini penting dalam rangka untuk membuang zat yang tidak diinginkan, seperti fosfatida, asam lemak bebas, lilin, tokoferol dan pewarna. Zat ini dapat berdampak pada lamanya penyimpanan minyak dan menghambat proses lebih lanjut. Selama tahap penyulingan pertama ini massa minyak (4-8%) dan kandungan pelarut akan dikurangi.Karena proses pemurnian tergantung pada kualitas minyak nabati, maka langkah-langkah pemurnian tergantung pada sumber bahan baku. Ada juga ada alternatif penyulingan dan beberapa langkah pemurnian digabungkan. Namun proses pemurnian minyak secara sederhana ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 3 Proses Kimia Penyulingan MinyakLangkah pemurnian pertama dari penyulingan minyak adalah pemisahan fosfatida, juga dikenal sebagai proses degumming. Hal ini diperlukan karena fosfatida membuat minyak menjadi keruh selama penyimpanan dan mereka juga menaikan kandungan air. Fosfatida dapat dihilangkan dengan dua cara yang berbeda, yaitu: degumming air dan degumming asam. Fosfatida larut dapat dihilangkan dengan degumming air. Dengan demikian air ditambahkan ke minyak pada 60-90 C dan campuran dipisahkan dengan pemisahan sentrifugal dari fase air dan fase minyak. Degumming asam diterapkan pada fosfatida yang tidak dapat terhidrasi. Zat asam seperti asam sitrat atau asam fosfat ditambahkan. Mittelbach & REMSCHMIDT juga meringkas manfaat dari menggunakan sejumlah kecil metanol dalam langkah proses atau penerapan hidrolisis enzimatik untuk secara efektif memisahkan kedua fosfatida larut dan tidak larut.Langkah kedua adalah pemurnian deacidification. Ini merupakan langkah penting untuk minyak nabati untuk menghilangkan rasa tengik dan asam lemak bebas (FFA) dapat di cegah. kandungan dari FFA dalam di minyak murni tidak dimurnikan adalah antara 0,3 dan 6%. Dalam langkah ini juga senyawa fenol, senyawa lemak teroksidasi, logam berat dan fosfatida akan di pisahkan. Pemurnian semua zat ini tidak hanya penting untuk minyak nabati, tetapi juga untuk bahan bakar produksi karena berdampak pada lama masa penyimpanan dan mempengaruhi proses transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel. Beberapa metode deacidification yang digunakan: Netralisasi dengan alkali: Ini adalah metode yang paling diterapkan. FFA yang disabunkan dengan larutan alkali dan sabun yang dihasilkan dipisahkan. Distilasi: Untuk alternatif ini lebih banyak energi yang dibutuhkan. Deacidification dengan esterifikasi: Hal ini dilakukan dengan esterifikasi FFA dengan gliserin. Deacidification dan ekstraksi pewarna dan bau dengan berbagai pelarut: (. Z B. etanol, furfural, propana).Pada langkah ketiga bleaching, zat pewarna akan dihilangkan. Langkah proses ini meningkatkan lama penyimpanan biofuel. Bleaching biasanya dilakukan oleh zat menyerap, seperti pemutihan bumi, silika gel atau karbon aktif. Tapi juga oksigen, ozon, hidrogen peroksida dan panas (200 C) dapat digunakan untuk bleaching. Pada langkah deodorisasi zat berbau (keton, aldehid) dikeluarkan oleh distilasi uap. Pada langkah akhir dehidrasi harus dilakukan, karena kandungan air dapat menurunkan konversi dalam proses transesterifikasi produksi biodiesel. Penghilangan air yang baik dicapai dengan distilasi pada tekanan tereduksi atau dengan cara mengalirkan aliran nitrogen ke bahan lemak.3 TransesterifikasiProses transesterifikasi kimia selama produksi biodiesel mengubah struktur molekul lemak. Dengan demikian sifat fisik dari minyak akan berubah. Meskipun bahkan pure plant oil (PPO) dapat digunakan dalam mesin diesel yang dimodifikasi, biodiesel, yang dibuat oleh langkah transesterifikasi, memiliki beberapa keunggulan. Satu keuntungan adalah viskositas rendah biodiesel bila dibandingkan dengan PPO. Peningkatan viskositas merugikan dan mempengaruhi durasi dalam injeksi bahan bakar, tekanan, dan atomisasi dari mesin diesel. Biodiesel sangat mirip dengan diesel fosil sehingga dapat dikonsumsi dalam mesin diesel pada umumnya yang sedikit dilakukan modifikasi.Transesterifikasi, juga disebut alkoholisis, adalah proses dimana molekul minyak olahan adalah "craked" dan gliserin akan dipisahkan, sehingga menghasilkan sabun gliserin dan meti atau etil ester (biodiesel). Lemak dan minyak organik trigliserida yang memiliki tiga rantai hidrokarbon dan dihubungkan dengan gliserol. Ikatan akan di putud oleh hidrolisis untuk membentuk asam lemak bebas. Asam lemak ini kemudian dicampur atau direaksikan dengan metanol atau etanol membentuk metil atau etil ester asam lemak (ester asam monocarbon). Campuran kedua substansi akan mengendap keluar meninggalkan gliserin di bagian bawah dan biodiesel (metil, etil ester) di atas. Sekarang pemisahan dua zat ini harus dilakukan sepenuhnya dan cepat untuk menghindari reaksi terbalik. Reaksi transesterifikasi ini sering dikatalisasi oleh penambahan asam atau basa. Reaksi transesterifikasi kimia ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Proses Transesterifikasi Trigliserida dengan MetanolUntuk proses transesterifikasi, biasanya alkohol metanol dan etanol yang digunakan. Secara teoritis transesterifikasi dapat juga diolah dengan alkohol sekunder yang atau lebih tinggi.Transesterifikasi dengan metanol, juga disebut metanolisis, adalah metode yang paling umum untuk produksi biodiesel. Methanol dengan harga yang lebih rendah dan reaktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan alkohol lainnya. Reaksi ini dapat terjadi dengan memanaskan campuran minyak 80-90 persen, 10-20 persen metanol, dan sejumlah kecil katalis. Untuk reaksi tersebut diperlukan pencampuran semua bahan dengan baik, karena kelarutan metanol dalam minyak nabati relatif rendah. Biodiesel yang dihasilkan dari proses metanolisis adalah metil ester asam lemak (FAME).Metanol biasanya adalah produk fosil, pemanfaatan bioetanol dalam reaksi ethanolysis sering dibahas sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan, karena memungkinkan produksi bahan bakar terbarukan sepenuhnya. Selain itu, etanol jauh lebih tidak beracun dan sedikit meningkatkan kadar panas dan nomor cetane yang dihasilkan. Tapi, di sisi lain, untuk ethanolysis lebih banyak energi yang dibutuhkan dan sering terjadinya masalah dengan pemisahan ester dan fase gliserin. Biaya energi proses tampaknya lebih tinggi juga. Biodiesel yang dihasilkan oleh proses ethanolysis juga disebut asam lemak etil ester (FAEE).Meskipun ada proses transesterifikasi yang berlangsung dengan tidak adanya katalis , tetapi reaksi biasanya dilakukan dengan menggunakan katalis karena alasan ekonomi. Reaksi non-katalitik terlalu lambat dan diperlukan energi yang tinggi. Keuntungan dari proses non katalitik adalah penciptaan ester murni dan gliserin bebas sabun. Beberapa jenis katalis dapat digunakan: bahan Alkaline bahan asam senyawa logam transisi Silikat LipaseAsam dan basa katalisis dapat dibagi antara homogen dan heterogen katalisis. Dengan demikian, katalisis basa sejauh ini adalah reaksi yang paling umum digunakan untuk produksi biodiesel. Natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH) adalah katalis basa yang paling umum, karena dengan menggunakan mereka, transesterifikasi dapat terjadi pada suhu yang lebih rendah. Proses khas menghasilkan volume biodiesel setara dengan volume minyak nabati.Kesimpulannya, karena berbagai minyak dan lemak yang dapat digunakan untuk menghasilkan biodiesel, ada rentang yang lebih besar dalam karakteristik bahan bakar biodiesel dari bahan bakar etanol. Etanol sebenarnya adalah salah satu molekul yang sangat spesifik, sedangkan biodiesel adalah campuran dari molekul yang agak bervariasi, tergantung pada bahan baku minyak atau lemak yang digunakan untuk memproduksi bahan bakar. Misalnya beberapa minyak memiliki ikatan yang lebih pendek atau lebih jenuh yang karakteristik yang mempengaruhi viskositas dan mudah terbakar dari biodiesel.

Gambar 5 Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel Dengan Minyak Yang Memiliki Kandungan FFA rendah

Gambar 6 Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel Dengan Minyak Yang Memiliki Kandungan FFA TinggiPerbedaan antara gambar 2.5 dan 2.6 adalah dimana pada gambar 2.5 tidak terdapat dialam alir untuk reaksi esterifikasi karena bahan baku minyak yang digunakan dalam gambar 2.5 merupakan minyak dengan kandungan FFA remdah sehingga tidak perlu adanya pre-treatment dalam hal ini mereaksikan minyak dengan reaksi esterifikasi terlebih dahulu, tetapi dalam gambar 2.6 terdapat diagram alir reaksi esterifikasi sebelum reaksi trasesterifikasi yang di karenakan bahan baku yang digunakan merupakan minyak dengan kandungan FFA tinggi sehingga diperlukan pre-treatment untuk menurunkan kandungan FFA.