oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam...

65

Upload: others

Post on 16-Aug-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan
Page 2: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

Oktober 2018

Beberapa minggu yang lalu, kami meluncurkan Singalong dan dalam beberapa hari selanjutnya, kami sadar bahwa publikasi ini mesti ditulis dalam bahasa Indonesia (yup, seharusnya ini bukan hal yang mengejutkan!). Di luar dugaan, reaksi dan antusiasme dari teman-teman setanah air jauh lebih besar dari kawan-kawan kami asal luar negeri, yang artinya dugaan kami benar: warga Indonesia haus akan literatur kopi yang mumpuni.

Mulai dari edisi ini, kalian akan melihat jauh lebih banyak artikel dan esai yang ditulis dalam bahasa Indonesia, yang memaparkan cerita-cerita kopi setanah air sembari kita mempelajari lebih dalam tentang tangan-tangan yang menciptakan kenikmatan di cangkir kopi kita.

Mari berkenalan dengan Sholi Pohan, pengajar kopi dari Sumatra yang dengan loyal memberi kopi premium gratis kepada teman-teman petaninya, mendengarkan bincang-bincang kopi dengan Adi Taroepratjeka, Instruktur Q-Grader pertama dari Indonesia, tentang mengapa kopi jagung tidak seburuk itu, dan mencari cangkir-cangkir kopi yang beraneka ragam di tengah-tengah kemeriahan upacara Bali.

Kami juga percaya bahwa fiksi dapat menyampaikan kisah nyata dengan berbeda daripada non-fiksi. Jadi di edisi ini, kalian akan dapat menjumpainya lebih banyak lagi. Dari puisi tentang kopi Wanen yang pekat dan enak tanpa susu dan gula, hantu yang merindukan kopi, hingga rangkaian ilustrasi cat air yang mengisahkan kenikmatan tak terlihat dalam meminum kopi. Mari berkontemplasi tentang kisah-kisah ini.

Tanpa menunda-menunda lagi, ayo kita mulai Singalong.

- Singalong

Page 3: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

October 2018

A few weeks ago, we launched Singalong and within days, we knew immediately this has to be in Indonesian (yes, this shouldn ’t come as a shock to us!). To our surprise, the response and enthusiasm from our local coffee drinkers and doers are significantly larger than our non-Indonesian friends, which just proves our theory: Indonesians are thirsty for proper coffee literature.

So, in this edition onwards, you will see more Indonesian-written essays and articles as we map the coffee stories in the archipelago and dwell deeper into the hands that meticulously work their magic into our cup of tubruk.

Get to know Sholi Pohan, a coffee educator from Sumatra who generously gives free cups of premium coffee to his fellow farmers, a coffee conversation with Adi Taroepratjeka, Indonesia’s first Q-Grader Instructor, as he argues why kopi jagung is not bad at all, then find various colorful cups of coffee among the festivities and extravagance of Balinese ceremonies.

We also believe that fiction explores everyday stories differently than non-fiction. So in this edition, you will find more of those; from the illustrious kopi Wanen that is dark and mysterious without milk and sugar, a ghost that is looking for a cup of coffee, to a series of watercolor drawings that paint the invisible deliciousness of coffee-drinking. Feel free to contemplate on these stories.

Without further ado, let’s Singalong.

- Singalong

Page 4: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

Coffee is a poetr y, too. Here is a cup of poetr y that amasses dreams and memories . Kopi Wanen dar i Dusun Senja -Wulan Dewi Saraswat i

What is i t about kop i tubruk that draws us in , beyond the f lavors and aroma? A ser ies of watercolor pa int ings .Sehar i untuk Kopi Har ian -Andri Nur Oesman

Gett ing rea l with kopi Robusta and why underest imat ing them can mis lead people . Cof fee Conversat ion with Adi Taroeprat jeka-Aul ia Mediksa

A stor y about a tradit iona l cof fee roaster y that star ted in 1970.Kopi Tradit iona l Kokoh Berdir i Meski Digempur Kopi Modern -Putu Ju l i Sastrawan

Amongst Ba l i ’s radiant colors , f ind cups of cof fee that keep the ceremonies awake and l ive ly. A photo essay.A Moment in Time -Tony Van der Hout

Fict ion. Par t 2A Tradit iona l Way to Make Cof fee Par t 2 -Rober t F in layson

Cof fee educator Shol i Pohan reminds us why farmers , too, need to dr ink premium cof fee they produce . Good Cof fee is Good for Orang Utan - Ir fan Kor tschack

THE PLAYLISTpg. 1

pg . 6

pg . 15

pg. 26

pg. 33

pg. 46

pg. 50

Page 5: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

1

KOPI WANEN DARI DUSUN SENJA

WULAN DEWI SARASWATI

Wanen coffee comes from the word wanen, which means brave in Balinese. It’s called Wanen Coffee because it is served without milk, cream, or sugar. It doesn’t need cakes or complementary dishes. Just local coffee brewed with the right temperature so customers can enjoy its full flavors. Wanen Coffee is one of the local coffees from Senja Village in Jembrana, and is prepared by Nanoq Da Kansas, owner of Rompyok Kopi in this village. This coffee shop is located in the border area or the western end of Bali Island and is often visited by various customers ranging from truck drivers to officials, even travelers who are crossing to the other island.

Kopi Wanen berasal dari kata wanen yang dalam bahasa Bali berarti berani. Dinamai Kopi Wanen karena kopi ini mampu disajikan sendiri tanpa susu, krim, ataupun gula. Tidak perlu kue, ataupun hidangan pendamping. Cukup kopi yang diseduh dengan suhu yang pas maka pelanggan mampu menikmati dan merasakan manfaatnya. Kopi Wanen merupakan salah satu kopi lokal dari Dusun Senja di Jembrana, dan diramu oleh Nanoq Da Kansas, pemilik kedai Rompyok Kopi di dusun tersebut. Kedai kopi ini berada di daerah perbatasan atau ujung barat Pulau Bali dan sering disinggahi oleh berbagai pelanggan mulai dari sopir truk hingga pejabat, bahkan pengelana yang hendak menyebrang.

Page 6: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

2

Peramu Kopi dari Dusun Senja

Dia yang tengah menunggu pengembara, berharap lidah-lidah baru mampir merasakan bulir kopi dari kebunnyaaroma baru yang dihidangkan kelak akan singgah di hidung para pencari gairah

namun katanya, kopi adalah kesendirian bila sang pengembara mampir, maka hidangkan Kopi Wanen, kopi yang sunyibersama kecap pahit yang diseduh keringat petani dan buih panas yang melarutkan serpihan sepi

sebentar lagi kopi dihidangkan nikmatilah sampai ampasmaka kau akan paham cerita pekerja tanah di Dusun Senjayang menenun nasib bersama biji kopi

sebab secangkir kopi pada petangadalah panen kopi yang matang,meski tumbuh di tengah petak-petak rumah

2018

Page 7: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

3

Terjebak Hujan di Rompyok Kopi

Anak sekolahan yang tengah menyesatkan diri dalam kata dan sastra singgah di Rompyok Kopi dari Selatan hingga Utara bergerumul menikmati ujung tahun bersama

maka peramu kopi yang berambut ikal berkacamata bulat, mulai membuka gerainyatamu dipersilakan duduk nyamandi bawah atap jerami dengan kursi kayu

sembari tamu berdialog dan membaca buku,dia asik menyalakan perapian dan menghitung cangkir menakar serbuk kopi hitam, juga memantau suhu air serbuk kopi yang bermandikan didihan air melahirkan uap aroma yang segar adukan kopi yang ritmissenada dengan gerimis hujan kala itu

“Halo adik-adik ini Kopi Wanen sudah siap,aku hidangkan ini agar kalian makin berani!” katanya sambil membagikan kopi satu per satu.

“Silakan nikmati, ini kopi asli dari Dusun saya. Sungguh nikmat bukan terjebak hujan di sini?” tambahnya.

2018

Page 8: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

4

Aroma yang Sembunyi Untuk Nanoq Da Kansas

Aroma kopi yang berasal dari kedaimumenyembuhkan memar luka para petani ladang, juga pengembara yang lajang

di saat tanah adalah siasat politik atau ketika upah semakin mencekik

kopimu meneduhkan

menumbuhkan harapan petani juga menitipkan pesankepada pekerja laut yang lupa pulang

mulai dari petani yang tengah menunggu panen hingga pekerja kantor yang menanti pensiun,asik bercakap-cakap lepas di kedaimu menunggumu menyajikan kopi terbaik

mereka saksikan pertunjukan sederhana saat suara seduhan kopi, mampu menghangatkan hati denting adukanmu berhasil menyejukkan penat juga aroma yang sembunyi namun mereka bisa menciumnya

tak sabar lidah mereka diselimuti kopimu yang telanjang tanpa susu, tanpa madu

“Rayakan hari dengan kopi, nyalakan gairah kembali!” serumu.

Seperti siang hari, tak ada lagi yang mampu membuatnyaselain semesta dan dirimu

2018

Page 9: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

5

WULAN DEWI SARASWATIcomes from Busung Biu Village in Buleleng. She is an Indonesian language teacher at Cinta Bahasa and is active at Mahima Community and Kalangan Teater. Her anthology poetry book called Seribu Pagi Secangkir Cinta was published in 2017.

WULAN DEWI SARASWATI berasal dari Desa Busung Biu, Buleleng. Ia adalah guru bahasa Indonesia untuk penutur asing di Yayasan Cinta Bahasa dan aktif bergabung di Komunitas Mahima dan Teater Kalangan. Antologi puisinya bertajuk Seribu Pagi Secangkir Cinta telah terbit pada tahun 2017.

Ibadah Kopi

Sepasang pemuja waktu datang entah siang, entah petang kopi senantiasa disulang sebagai tanda riang

Mereka pun memohon nikmatuntuk perjalanan sampai akhirat agar tiada tangis yang menjerit tak ada ragu yang menghimpit

Perayaan kopi akhir tahunbersama kawan di dusunadalah ibadah yang santun juga kesatuan yang rukun

Kelak, mereka pun tahu kopi tak selalu dengan susujuga tak melalu pakai madu cukup seduh sampai hangat suhu

karena itulah berkat yang tak akan berkhianat sebab itulah bahagiayang semakin dipuja

2018

Page 10: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

6

SEHARI UNTUK KOPI HARIAN

ANDRI NUR OESMAN

For anyone who’s familiar with coffee, many enjoy it as an addiction. For me, it’s unlikely to take just one cup of coffee. as seen from these illustrations, I need a minimum of three cups of the drugs to be satisfied.

First in the morning, then at noon to accompany work, then in the evening surrounded by a warmhearted gathering with friends.

Now, plenty of these friends begin to open new spaces to enjoy coffee, which is a call for coffee-adventure, each coffee shops with their own unique atmosphere, so you can stretch your mind as wide as the sky. I hope this illustration will inspire you to venture out and widen your horizon. Or at least, inspire you to learn more about coffee, so you

Untuk yang sudah mengenal kopi, tidak sedikit yang menjadikannya sebuah candu. Saya tidak mungkin menghabiskan satu cangkir saja.Seperti yang dikisahkan dalam karya ini, minimal tiga cangkir candu itu baru bisa terpuaskan.

Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan. Kini banyak kawan-kawan yang membuka ruang untuk menikmati kopi, yang artinya saatnya bertualang, menikmati masing-masing kedai kopi dengan atmosfer ruang yang beragam, agar wawasanmu meluas seperti angkasa. Semoga karya yang terinspirasi kopi ini, turut menginspirasimu untuk bertualang memperluas wawasan. Atau paling tidak, menginspirasimu untuk

Page 11: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

7

SEHARI UNTUK KOPI HARIAN

begin to feel the love for coffee and Indonesia blossoming within.

As the saying goes: if you don’t know, you won’t love. Enjoy!

mengenal kopi. Agar tumbuh rasa sayang pada kopi dan Indonesia.

Karena katanya: tak kenal maka tak sayang. Selamat menikmati!

Page 12: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

8

Page 13: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

9

Page 14: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

10

Page 15: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

11

Page 16: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

12

Page 17: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

13

Page 18: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

14

1.Pantai Karang, Sanur.2.Infinity Coffee, Sanur.3.Infinity Coffee, Sanur.4.Pantai matahari terbit, Sanur.5.Pantai Karang, Sanur.

6.Kopi Kiosk Pantai, Sanur.7.Kopi Kiosk, Sanur.8.25:PM, Legian.9.Hayati Coffee, Yogyakarta.10.Kopi Kiosk, Sanur.

11.Kuta Square, Kuta.12.Kopi Kultur, Sanur.13.Kopi Kultur, Sanur.14.Cangkruk Coffee Bike

Denpasar

LOKASI TIAP FRAME

ANDRI NUR OESMAN tumbuh besar di Padang, Sumatera Barat, dan sejak dini sudah mencintai kegiatan gambar-menggambar dan film. Pada tahun 2010, Andri pindah ke Depok untuk menempuh program studi Arsitektur di Universitas Indonesia. Kini tinggal di Denpasar dan fokus mengembangkan diri pada media cat air dan aktif berkegiatan di Urban Sketchers Bali. IG : @anuroe

ANDRI NUR OESMAN grew up in Padang, West Sumatra, and falls in love with drawing and films since the early age. In 2010, Andri moved to Depok to study Architecture in Indonesian University. Now he lives in Denpasar and spends time focusing on watercolor drawings and is an active member at Urban Sketcher Bali. IG: @anuroe

Page 19: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

15

COFFEE CONVERSATION WITH ADI TAROEPRATJEKA

AULIA MEIDISKA

SOAL RASA MEMANG BERBEDA - BEDAWE ALL INDEED HAVE DIFFERENT TASTES

Adi Taroepratjeka, instruktur Q-Grader Arabika pertama diIndonesia, bukanlah sosok yang asing

“Saya selalu mendeskripsikan kopi sebagai sebuah perjalanan. Kopi yang enak itu adalah kopi yang unik, kopi yang bisa bercerita.” Adi Taroepratjeka

“I always describe coffee as a journey. A delicious coffee must be unique, coffee that can tell stories. “Adi Taroepratjeka

Adi Taroepratjeka, the first Arabica Q-Grader instructor in Indonesia,is not a stranger to coffee lovers inIndonesia. He has brought coffeestories through Coffee Story on

Page 20: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

16

bagi penikmat kopi di Indonesia. Ia pernah membawakan berbagai kisah kopi melalui Coffee Story di Kompas TV dan masih aktif mengajar di 5758 Coffee Lab di Bandung. Namun di bincang-bincang kali ini, Adi tidak akan membicarakan citarasa espresso atau single origin, namun kopi tubruk dan 3-in-1. Mengapa? Karena di tengah-tengah perdebatan yang sengit mengenai jenis kopi apa yang pantas untuk diminum, ada sentimen yang seringkali terlupakan, yaitu kenikmatan kopi itu sendiri yang sakral dan amat personal.

Photo by Steffy Marcella

Kompas TV and still teaches at 5758 Coffee Lab in Bandung. But in this interview, Adi will not discuss espresso or single origin flavors, but kopi tubruk and instant 3-in-1 coffee. Why? Because amidst the heated debate about what type of coffee is worth drinking, there is a feeling that is often forgotten, namely the enjoyment of coffee itself which is sacred and very personal.

It is a common knowledge that people in Indonesia are keen to follow whatever is trending

Page 21: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

17

Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat di Indonesia banyak mengikuti apa yang sedang terjadi di luar negeri. Menurut Adi, masyarakat Indonesia pada dasarnya belum dapat berinovasi di industri kopi. Sampai saat ini, seringkali kita mendasarkan selera kita pada apa yang dianggap bagus dan enak di luar negeri, dan percaya bahwa itulah yang benar. Sehingga belakangan ini, seperti yang terlihat dari interior coffee shops, konsep, hingga alat seduh, banyak faktor dari luar negeri yang kita ambil dan terapkan di tanah sendiri.

Satu kasus yang sederhana adalah kopi instan. Adi berpendapat bahwa stigma yang dibuat masyarakat terhadap kopi instan yang dicampur jagung, dapat menjadi bumerang bagi jutaan petani di Indonesia. “Sebenarnya mencampur kopi dengan jagung adalah bagian dari budaya kita. Di daerah tertentu di

internationally. Adi believes, Indonesian people basically haven’t got the capability in making innovations in the coffee industry. Until now, we often establish our tastes on what is considered good and delicious abroad and believe that is the right thing. It can be seen from the interior of the coffee shops, concepts, to the brewing equipment, many aspects from abroad are taken and applied in our country.

One simple case is instant coffee. Adi believes that the stigma about instant coffee which is mixed with corn can harm millions of farmers in Indonesia. “Actually, mixing coffee with corn is a part of our culture. In

Jika tidak ada lagi kopi jagung, berapa banyak petani kopi jagung yang kehilangan pekerjaan, begitu pula dengan para buruh pabrik kopi instan yang teramat banyak itu.

Without this corn coffee business, Adi felt that the harmonization of life in the coffee industry would be disrupted. He imagined that if there were no more corn coffee, how many corn coffee farmers would lose their jobs, as well as the huge number of instant coffee factory workers.

Page 22: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

18

negara kita bahkan mencampur kopi dengan bahan lain seperti dengan kacang hijau, kelapa dan lainnya. Namun karena terdapat persepsi yang menilai mencampur kopi dengan bahan tertentu seakan-akan suatu yang salah, maka degradasi budaya pun terjadi. Padahal sah-sah saja,” cerita Adi.

Sepanjang observasi Adi, pasar kopi jagung sangat besar dan bisnis kopi jagung membutuhkan banyak usaha lebih daripada memproduksi kopi biasa. Jagung yang dipakai untuk campuran adalah jagung impor karena Indonesia belum bisa memasok jumlah jagung yang

certain regions of our country, we even mix coffee with other ingredients such as green beans, coconut and others. However, because there is a perception that mixing coffee with certain ingredients is considered wrong, then cultural degradation ensues. Though actually there’s nothing wrong with it,” said Adi.

Based on Adi’s observation, the market for corn coffee is very large and the corn coffee business requires a lot more effort than producing regular coffee. The corn used for the mixture is imported because Indonesia cannot supply

Photo by Mark L Chaves dari The Rwa Bhineda of Bali’s Coffee Culture

Page 23: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

19

cukup untuk dicampur dalam pembuatan kopi instan tersebut. Bahkan bibitnya pun bibit impor. Tanpa adanya bisnis kopi jagung ini, Adi merasa harmonisasi kehidupan di industri kopi akan terganggu. Dia membayangkan jika tidak ada lagi kopi jagung, berapa banyak petani kopi jagung yang kehilangan pekerjaan, begitu pula dengan para buruh pabrik kopi instan yang teramat banyak itu.

Lanjut Adi, “Lagipula sebenarnya kopi instan itu memberikan rasa yang stabil dan konsisten. Diseduh

enough corn to be mixed in instant coffee. Even the seeds are imported. Without this corn coffee business, Adi felt that the harmonization of life in the coffee industry would be disrupted. He imagined that if there were no more corn coffee, how many corn coffee farmers would lose their jobs, as well as the huge number of instant coffee factory workers.

Adi continued, “Moreover, actually instant coffee provides a stable and consistent taste. Brewed in any way it tastes the same. It is suitable for

Photo by Mark L Chaves dari The Rwa Bhineda of Bali’s Coffee Culture

Page 24: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

20

dengan cara apapun rasanya akan sama. Cocok untuk orang-orang yang memang menyukai rasa yang konsisten. Saat pulang ke rumah saya juga menikmati kopi instan dan bahkan saya memiliki hobi yang unik yaitu mengumpulkan kopi instan 3-in-1 dari berbagai negara lain dengan tujuan untuk mempelajari rasa kopi yang dimiliki negara-negara tersebut. Begitu pula saat memberikan training pada barista, saya sering meminta mereka untuk mencoba kopi-kopi 3-in-1 itu supaya mereka pun memahami bahwa rasa kopi memang sangat berbeda-beda.”

Sayangnya, pembicaraan yang memanas tentang kopi tidak diikuti dengan pemahaman mengenai sejarah dan kebiasaan menyeduh dan meminum kopi yang beraneka ragam di Indonesia. Akibatnya, salah kaprah

people who really like a consistent taste. When I returned home I also enjoyed instant coffee and I even had a unique hobby of collecting 3-in-1 instant coffee from various countries to learn about the coffee’s taste in those countries. Likewise, when giving training to baristas, I often ask them to try those 3-in-1 coffees so that they also understand that there are various tastes of coffee.”

Unfortunately, the conversation about coffee is rarely followed by an understanding of the history and the various habit of brewing and drinking coffee in Indonesia. As a result, misunderstanding arises. There was a time when the mainstream trend was coffee must be bitter, no sugar allowed. Then came the new trend that promotes milk coffee using sweetened condensed milk, where actually the way to enjoy coffee like this has existed for such a long time.

For example, in Aceh and other areas in Indonesia, there are many coffee shops that use sweetened condensed milk. But the invention of these boundaries suddenly created a label for the coffee drinkers who add sugar or sweetened condensed

“Layaknya penerjemah, tugas Q-grader adalah untuk menceritakan kualitas kopi. Termasuk, mengetahui kapan kami mesti mengesampingkan selera kami tentang kopi yang ada di depan kami.”

“Like a translator, the Q-grader’s task is to tell the quality of coffee.”

Page 25: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

21

pun menjadi umum. Pada suatu periode pernah terdapat tren yang mengusung opini bahwa kopi itu harus pahit, tidak menggunakan gula. Lalu munculah ke permukaan tren baru yang mempromosikankopi susu dengan menggunakan susu kental manis, di mana sebenarnya cara menikmati kopi seperti ini sudah ada sejak dulu. Semisal di Aceh, terdapat banyak warung-warung kopi yang menggunakan susu kental manis. Begitu pula di beberapa area lain di Indonesia. Namun kemudian batasan-batasan yang diciptakan inilah yang seakan-akan membuat para penikmat yang menambahkan gula atau susu kental manis pada kopi terlihat “berdosa”.

milk as “sinful”. In fact, taste is a very personal matter. However, people often find difficulties in expressing what they like or not due to social pressure which is also strengthened by the current existence of social media.

“I feel too subjective when I say the taste of coffee in a particular coffee shop is not delicious. Because basically I’m not very fussy about the tasting notes. I can’t say whether the coffee is good or not, but if I were asked and demanded to answer about the taste, I will say that the coffee taste simply doesn’t suit my preference, in a language that is as simple as possible.

Photo by Tony Van der Hout

Page 26: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

22

Sejatinya, selera itu adalah soal yang sangat pribadi. Akan tetapi masyarakat kerap kali belum bisa mengatakan mana yang dia suka dan mana yang tidak karena adanya tekanan sosial yang juga diperkuat oleh keberadaan media sosial saat ini.“Saya merasa terlalu subyektif saat saya mengatakan satu rasa kopi di satu coffee shop tertentu itu tidak enak. Karena pada dasarnya saya juga tidak pernah rewel akan masalah taste notes. Saya tidak bisa bilang tidak enak, tapi jika ditanya dan dipaksa untuk menjawab bagaimana rasanya menurut saya, saya akan mengatakan rasa kopi itu bukan rasa kopi yang sesuai dengan selera saya, dengan bahasa yang sesederhana mungkin. Bukan tidak enak,” terangnya kemudian.

“Ketika saya berada di satu daerah dan saya butuh kafein namun sedang tidak ingin bertaruh apakah coffee shop di sekitaran itu sesuai dengan selera atau tidak, saya biasanya akan

It’s not that the coffee is not good,” he explained. “When I was in an area and I needed caffeine, but I didn’t want to gamble with whether the surrounding coffee shops can meet my preference, I would usually prefer Starbucks, even though there are many people who doubt their coffee. I think Starbucks has its own standards, so I no longer need to guess whether it suits me or not. “

Adi believes that Indonesians are less accustomed to discussion, so that their views are easily led by trends or general opinions.

As one of the first participants from Indonesia to obtain Q-grader certification, the most valuable lesson for Adi is to a deeper comprehension of himself as a coffee brewer. “Like a translator, the Q-grader’s task is to tell the quality of coffee. Including, knowing when we should put aside our preference for the coffee served in front of us. The other most important thing is that I have the big responsibility to stay humble because basically that influences other people’s opinion about taste. “

Aware of the depth and richness of the world of coffee, Adi admitted that, “coffee is a journey.” He continued, “A delicious coffee must be unique, coffee that can tell stories. That is also one of the reasons I remain in this industry. I can learn a lot from the people I meet, from those who order coffee, from baristas who serve orders and see

Adi berpendapat bahwa orang Indonesia kurang dibiasakan untuk berdiskusi, sehingga pandangannya mudah digiring oleh tren atau pendapat yang umum.

Page 27: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

23

lebih memilih Starbucks, meski kini banyak yang sedikit memincingkan mata akan kopinya. Menurut saya Starbucks memiliki standar tersendiri sehingga saya tidak lagi perlu menebak-nebak apakah cocok dengan saya atau tidak.”

Sebagai salah satu peserta pertama dari Indonesia yang mendapatkan sertifikasi Q-grader, pelajaran paling berharga untuk Adi adalah mengenali dirinya sendiri sebagai peramu kopi dengan lebih dalam. “Layaknya penerjemah, tugas Q-grader adalah untuk menceritakan kualitas kopi. Termasuk, mengetahui kapan kami mesti mengesampingkan selera kami tentang kopi yang ada di depan kami. Hal lain yang paling penting adalah saya jadi memiliki tanggung jawab yang besar untuk tidak merasa sok jago karena pada dasarnya itulah yang mempengaruhi dasar pemikiran orang lain soal rasa.”

how they interact with guests. “

According to Adi, it is a distorted perception when baristas think that they must master everything, not only brewing coffee. In fact, the process of brewing coffee is a magical process where one can turn solid particles into liquid. When they want to master all skills from roasting, brewing to latte art, that’s when their focus will diminish. In the end they no longer focus on the taste created from each of the brewing processes.

“Imagine that roasting is like an artist who is given a blank sheet of paper and a set of painting tools where in the end they will produce a work. Can a child do the same thing? –Yes he can. But are the results the same? –No it is not “, he said.

Therefore, baristas should “play around” and practice with various tools to activate the spirit of innovation in creating unique tastes.However, back to taste and preference, even the champion

Adi believes that Indonesians are less accustomed to discussion, so that their views are easily led by trends or general opinions.

Photo by Mark L Chaves dari The Rwa Bhineda of Bali’s Coffee Culture

Page 28: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

24

Sadar akan dalamnya dan kayanya dunia kopi, Adi mengakui bahwa, “kopi adalah sebuah perjalanan.” Lanjutnya, “Kopi yang enak itu adalah kopi yang unik, kopi yang bisa bercerita. Itu juga yang menjadi salah satu alasan saya bertahan di industri ini. Saya bisa belajar banyak dari orang-orang yang saya temui, dari yang memesan kopi, dari barista-barista yang melayani pesanan dan melihat bagaimana mereka berinteraksi dengan tamu.”

Menurut Adi, adalah persepsi yang menyimpang ketika para barista berpikir bahwa mereka harus serba bisa, tidak hanya sekadar menyeduh kopi. Padahal proses menyeduh kopi adalah proses yang magis di mana seseorang dapat mengubah partikel padat menjadi cair. Saat mereka mulai ingin menguasi semua kemampuan

Baristas must be able to restrain themselves when discussing about taste; that no matter how rich their knowledge of coffee is, in the end, the taste falls to the palate, then to the heart, the place where we remember the scent of the coffee we like most.

Translated by Daniel Prasetyo

AULIA MEIDISKA is a writer who has traveled extensively in various lifestyle magazines in Indonesia including Cosmopolitan Indonesia, HighEnd Magazine and Hellobali. Now she spends her days as a part-time worker and content strategist while sipping one or two cups of coffee a day.

Photo by Mark L Chaves dari The Rwa Bhineda of Bali’s Coffee Culture

Page 29: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

25

mulai dari roasting, brewing hingga latte art, saat itulah fokus mereka akan berkurang. Pada akhirnya mereka tidak lagi fokus akan rasa yang diciptakan dari setiap proses penyeduhan tersebut.“Bayangkan bahwa roasting itu seperti seorang seniman yang diberikan selembar kertas kosong dan sekumpulan alat lukis di mana pada akhirnya mereka akan menghasilkan sebuah karya. Apakah seorang anak kecil bisa melakukan hal yang sama? –Bisa. Tapi apakah hasilnya sama? –Tidak,” ungkapnya. Oleh sebab itu, sehubungan dalam menghasilkan rasa yang memiliki cerita, para barista seyogyanya “bermain-main” dan berlatih dengan berbagai alat untuk menggiatkan semangat berinovasi dalam menciptakan rasa yang unik.

Walaupun, kembali lagi kepada rasa dan selera, bahkan para Barista Championship sekalipun harus dapat mengontrol dirinya sendiri dalam membicarakan rasa; bahwa seberapun kayanya ilmu mereka tentang kopi, pada akhirnya, rasa itu jatuh ke lidah, kemudian ke hati, tempat di mana kita mengingat harumnya kopi yang paling kita sukai.

AULIA MEIDISKA telah menulis sedari kecil, yang kemudian menuntunnya ke kehidupan penuh warna di berbagai majalah gaya hidup termasuk Cosmopolitan Indonesia, HighEnd Magazine dan hellobali. Kini ia menjalani hari-hari sebagai pekerja paruh waktu dan penyiasat konten sambil menyesap segelas-dua gelas kopi sehari.

Page 30: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

26

KOPI TRADISIONAL:

KOKOHBERDIRI MESKIDIGEMPUR KOPI MODERN

PUTU JULI SASTRAWAN

Nengah is the current owner of a small traditional Robusta roastery in Klungkung, Bali. Started in 1970, this family-owned business was closed down in 1986 for a saddening (yet common) reason that no one had the time and fortune to manage it. It was in 2002, Nengah, one of the owner’s children who previously worked as a bus driver, took over the business.

With his own ways of managing and roasting, Nengah takes care and rebuilds this small roastery. He roasts only 10 kg a day, an amount enough to sell to his neighbors and to pay the bills. Even in his modesty, he is popular among the local communities as Nengah Gianyar, the only traditional coffee roaster from a district that doesn’t even grow coffee.

Page 31: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

27

Dimulai sejak tahun 1970, ketika cikar masih marak di jalanan, pabrik kopi rumahan itu telah mengalami berbagai jatuh bangun, termasuk ditutup pada tahun 1986 karena tidak ada generasi penerusnya. Seperti kebanyakan generasi penerus, anak-anak dari pemilik pabrik kopi ini memilih untuk bekerja di bidang lain yang lebih menjanjikan. Barulah pada tahun 2002, Nengah, salah satu anak dari pemilik pabrik ini, memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai supir angkot untuk meneruskan usaha orangtuanya.

Waktu berlalu, tempat ngopi berubah, tapi kopi tradisional abadi. Itu adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan bagaimana pabrik kopi robusta tradisional di desa Paksebali, Klungkung, Bali, tetap bertahan sampai saat ini.

Nengah from Klungkung, Bali

Page 32: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

28

Di pabrik kopi ini, semua dikerjakan Nengah sendiri, disamping karena jumlah produksi yang sedikit, juga karena dia sudah mengenal kopi yang dia buat. “Uli negen beruk aneh pak sube nawang ngolah kopi (sejak kecil Bapak sudah tahu cara mengolah kopi),” jelas Nengah sambil tertawa. Tak seperti pabrik kopi pada umumnya, pabrik kopi ini tak begitu besar, lebih mirip usaha rumahan ketimbang pabrik, tanpa embel-embel apa pun.

Walaupun dibangun secara sederhana, Nengah sangat percaya bahwa kopinya sangat enak. Desa Paksebali sendiri bukanlah desa dengan kebun kopi. Wilayahnya lebih banyak ditumbuhi pohon kelapa, pisang dan beberapa buah lokal lainnya. Masyarakat di sana pun kebanyakan berprofesi sebagai buruh dan pengrajin sarana dan prasana upacara pura. Tak mengherankan banyak orang tahu nama Nengah Gianyar karena dia adalah satu-satunya orang yang memanfaatkan kopi sebagai mata pencaharian penunjang ekonomi keluarganya.

Sejak pabrik kopi keluarganya ini dipegang oleh Nengah, dia memberi nama kopinya dengan nama Kopi Subali. Menurut penuturan Nengah, penjualan terbanyak biasanya bulan Agustus atau bulan tertentu saat ada kegiatan upacara-upacara adat. Saat ada upacara pernikahan, pengabenan dll, kopi yang dibuat Nengah akan menjadi pilihan orang-orang di desa. Dia tidak pernah mengirimkan kopinya ke coffee shop karena dia belum bisa memproduksi kopi lebih dari 10 kg perhari. “Sing ngidaang ngirim pesu, anggo dini gen telah.

Proses sangrai menggunakan tungku tradisional dengan bantuan kayu bakar, ini dilakukan selama enam puluh menit, sampai biji kopinya berwarna sedikit gelap. Dia menuturkan kopi yang dihasilkan dari proses sangrai dengan kayu bakar terasa lebih nikmat dibandingkan dengan kompor gas.

Page 33: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

29

Yen ngidaang ngirim palingan sing bes liu (tidak bisa mengirim keluar, untuk orang-orang di sini saja sudah habis. Kalau pun bisa kirim keluar, jumlahnya tidaklah banyak).” Ketika ditanya apakah ingin memproduksi lebih banyak lagi, dia menjawab, “amone gen bisane, amone kanggoang (segini aja bisanya, cukup segini).”

Nengah memang tidak memiliki kebun, dia memperoleh biji kopi dari saudagar yang mengambilkan kopi di Buleleng. Jadi saat memilih biji kopi, di sanalah dia bisa mengatur biji kopi mana yang akan diolahnya pertama. Dia selalu berusaha menjaga cita rasa kopinya agar tetap sama, tapi walaupun terkadang sulit dilakukan karena dia tidak punya kebun kopi sendiri.

Dari proses pembuatan bahkan sampai proses nanti ketika diseduh, kopi yang dibuat Nengah masih menggunakan cara-cara tradisional dan tanpa bahan pengawet apapun. Proses sangrai menggunakan tungku tradisional dengan bantuan kayu bakar, ini dilakukan selama enam puluh menit, sampai biji kopinya berwarna sedikit gelap. Dia menuturkan kopi yang dihasilkan dari proses sangrai dengan kayu bakar terasa lebih nikmat dibandingkan dengan kompor gas.

Proses yang dijalani dengan hati-hati tidak berarti Nengah berani memasang harga tinggi. Mengingat sejarah pabrik kopinya sendiri, Nengah memang berharap Kopi Subali dapat dinikmati oleh masyarakat lokal. Ada beberapa ukuran kemasan Kopi Subali yang dia buat, mulai dari 50g, 250g,

Penjualan terbanyak biasanya bulan Agustus atau bulan tertentu saat ada kegiatan upacara-upacara adat. Saat ada upacara pernikahan, pengabenan dll, kopi yang dibuat Nengah akan menjadi pilihan orang-orang di desa.

Page 34: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

30

sampai 500g, yang dapat dibeli dengan harga 5000 rupiah. Nengah sendiri berjuang keras untuk dapat berdiri seperti sekarang. Ia menceritakan bagaimana ia mengumpulkan uang untuk membeli mesin penggiling kopi. Siang malam ia bekerja sebagai sopir angkot untuk mengumpulkan modal. Dia bercerita bahwa dulu untuk membeli mesin seharga lima juta rupiah, susahnya minta ampun. Apalagi saat itu anaknya masih kecil-kecil. Setelah dia memiliki cukup uang untuk membeli mesin penggiling, barulah dia berhenti menjadi sopir angkot karena menjadi sopir angkot pada waktu itu tidak terlalu mendatangkan banyak penghasilan. Dia ingin melanjutkan apa yang orang tuanya sudah mulai. Dia optimis apa yang dilakukan membuahkan hasil, meskipun hasil tersebut tidak datang secara tiba-tiba. Benar saja, bulan demi bulan terlewati, dan masyarakat desa percaya dengan apa yang dilakukan, bahkan sampai sekarang.

Ada kegalauan yang Nengah rasakan ketika dia dihadapkan dengan kopi modern yang memiliki kemasan yang lebih bagus daripada kopinya, meskipun rasanya jauh lebih rendah dari kopi yang dia buat. Dia ingin memiliki kopi dengan kemasan mewah dan bisa sewaktu-waktu menjadi oleh-oleh ketika

Page 35: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

31

berkunjung ke desanya, tapi dia merasa kesulitan jika kopinya harus menggunakan kemasan yang mahal karena sudah jelas harga kopinya akan meningkat dan secara tidak langsung orang desa pun akan kesulitan menjangkau harga kopi yang dia jual.

Bagi Nengah sendiri, apa yang dilakukannya adalah hal yang sangat biasa. Dia bekerja hanya untuk membuat roda perekonomiannya terus berputar. Sepuluh kilogram atau lebih, Nengah telah menunjukkan pada kita bagaimana kopi tradisional masih tetap bertahan di tengah gempuran kopi sachet rasa-rasa. Kopi adalah soal selera. Orang berhak memilih kopi jenis apa yang disukai dan di mana kopi itu dinikmati. Nengah pun sudah memantaskan pilihannya untuk melanjutkan apa yang orang tuanya mulai, melanjutkan cinta yang sudah ditanam sejak 1970.

Foto oleh penulis

PUTU JULI SASTRAWAN adalah mahasiswa Pascasarjana Ilmu Linguistik Wacana Sastra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana. Ia menulis kumpulan cerpen Lelaki Kantong Sperma (2018) dan menjadi Editor katalog Minikino Film Week 4; International Short Films Festival (2018).

PUTU JULI SASTRAWAN is curently taking a Master’s degree for Linguistic and Literature Studies at Udayana University. He writes a collection of short stories titled Lelaki Kantong Sperma (2018) and is the catalogue editor at Minikino Film Week 4; International Short Films Festival (2018).

Page 36: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

32

Enjoying our essays so far?Got topic suggestions?

We’d love to hear from [email protected]

hello!hello!

Page 37: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

33

A MOMENT IN TIME

TONY VAN DER HOUT

Fotografi telah memberikan saya kesempatan untuk merekam berbagai momen yang tersimpan dalam Waktu. Hidup di Bali memberikan skenario yang tidak habis-habisnya dan pengalaman yang bagi saya tidak terbandingkan.

Kebudayaannya yang sangat hidup tidak pernah mengecewakan saya. Berwarna, membuat penasaran, menarik perhatian, tidak ada momen yang kelabu. Masyarakat Bali memiliki kecintaan terhadap hal-hal yang spektakuler dan dramatis; dan ini adalah suatu undangan terbuka bagi kita yang mencintai bahasa visual berbagai macam upacara.

Selama tinggal di Bali, saya tidak pernah menyimak keberadaan kopi dan sangat sangat terkejut dengan hasil yang saya dapat. Sekarang saya tidak pernah tidak melihat kopi di upacara-upacara yang ada, baik privat maupun religius.

Doing Photography has given me an opportunity to record certain images that will preserve a Moment in Time. Living in Bali has presented endless scenarios and experiences I feel is unmatched anywhere in the World.

Its Living Culture never ceases to amaze me. Colorful, intriguing, and engaging, never a dull moment. The Balinese have a Love for the Spectacular and Dramatic; this is an open invitation for us who love the visual language of ceremony.

All this time living in Bali, I never thought about coffee and was so so surprised in the results I got. I now never stop looking for coffee at Ceremonies, Private or Religious…

Page 38: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

34

Page 39: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

35

Page 40: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

36

Ibu dagang kopi (coffee seller) since she was a maiden ‘till now as a Grandmother... and still loves it. Great storyteller as well

Page 41: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

37

Page 42: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

38

Page 43: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

39

Gambelan Juice (coffee) the orchestra never seems to function until they have a Coffee

Page 44: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

40

Ibu PKK (women orga-nization) serves coffee to both God and Man, only the Gods not in a Glass...

Page 45: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

41

Page 46: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

42

During preparation for Funerals the deceased is provided with both meals complete with a hot Coffee

Page 47: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

43

Page 48: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

44

“Lets get a coffee in the Temple kitchen.....Eh ok....But I actually don’t like Coffee...Just pretend...my best friend...One day you will

Page 49: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

45

TONY VAN DER HOUT comes from Netherlands and has been living in Indonesia for the last 40 years. In conjunction with photography, he runs a successful antique business.

TONY VAN DER HOUT berasal dari Belanda dan telah tinggal di Indonesia selama 40 tahun terakhir. Selain fotografi, ia menjalani bisnis antik yang berjalan dengan sukses.

Page 50: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

46

A TRADITIONAL WAY TO MAKE COFEE PART 2

A Serial Novel: Chapter IIROBERT FINLAYSON

Plummeting, the rider, a short, thin fellow, thick black hair waved up in front as if startled at what it saw, a kind of rotting jacket, something resembling trousers, formed one aerial arc varying in trajectory with that of a nearby motorcycle, from which he had parted company, the motorcycle being an ordinary motorcycle that was neither a ‘duck’ nor a ‘street racer’ nor a large-capacity machine from one of the so-called iconic, global brands favoured by celebrities, politicians, generals and others of the criminal classes but, rather, a machine of modest horsepower, its livery dominated by a faded, patchy black, with remains of decals that might once have indicated the make and model but had long since given way to the rigours of the climate and neglect, its left-turn indicator continuing to blink as it had for days, weeks, months, years, unnoticed, uncared for, a sign of pure decoration, a party light.

Use, the name deployed by most who knew him although his identity card, lost when dinosaurs still walked the Earth, had something entirely different written upon it, a name of many words of many syllables, heavy, burdensome, weighing him down, which had been forgotten along with the card, and so it was with some surprise that as he entered his arc, his cigarette firmly clasped between his lips, lips that had never enjoyed the art of kissing, kissing being unsupported,

Page 51: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

47

perhaps for health reasons, such as inadequate dental hygiene, between Use and his wife, Hurling, mother of his three children, Kindness, Beautiful and Praise be to God, he remembered.

The motorcycle’s trajectory ended on the edge of a small hill of plastic bags filled with decomposing vegetable matter, snack-food bags, plastic bottles, food containers and utensils, diapers and sanitary napkins, the vegetable matter a treasure trove for the myriad of insects, animalcules and microbes which grew as fat as their forms allowed, whereas the various plastics had the fairies of decomposition perplexed, resisting the transformation of the essential substance into some other substance, the motorcycle joining several others of its type, three nearby small trucks and several passenger cars.

Use’s trajectory impaled him upon one of the branches of a Ficus benjamina, through the heart, whereupon he expired, unlike his cigarette, which burnt on undisturbed to his lips, kissing them with a gentle red burn, as the various creatures of decomposition set to their tasks as peace descended once more upon the forest in the hole.

Smoke curls from Mamma’s mouth, bees buzz round, had planned to nectarize a favourite patch of flowers just obliterated by the plunge of metallic device, hence, a change of plans, some stress, a young leopard pads past aloof, uninterested, The Sparkling One lessens, fades at the extremities, etheralizing, nodding off, dozing, buzzing warmly, until from between Mamma’s thighs up and out squirts a long stream, rainbowing, splashing torrentially at His Skinniness’s suddenly alert, sparking, opaqued feet, pooling, shooting up a fountain, forming a shape, growing taller, shortening, growing again, translucent white hair streams cascading in sheets, whirlpooling breasts, a belly lake, arms and legs rivers on end, a babel accompanying each eddy, current, fall, sounds fairy, human, animal, plant, microbial, a cacophony, roaring, suddenly silent, roaring again, tongues of spray scattering words, gutturals, hisses to the forest’s four corners, one hundred percent humidity of accusations, murmurs, undercurrents, declarations, jokes, insults, prayers.

Page 52: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

48

– Not convinced, hardly human, tosses off His Shiningness, and look at my coffee, Younger Sister, it’s all cold water!

The torrents stabilize, somethings like lights of a shipwreck appear in a Sargasso Sea of face, a jellying wave coagulates into a flat nose, ears are sails in a mist, a whirlpool folds into a mouth…

– Convinced, who are you to be convinced? Take a look at yourself, you tangle of misfiring wiring!

Mamma gently squeezes her thighs, slows the torrent, fells the spray, eddies the rivers, pools the whirls, rolls her head, puffs a jet of mud, baking earth, for skin of supple, chocolate limbs, blackened hair, purple stain’d mouth, standing somewhat still, absolutely naked, almost human.

Time wanders after the bees. Peace settles, as a wisp of Mamma’s smoke swirls, begins to shape

– Here we go again, sparkles His Sharpness –ether itself, drifting into an arm, a leg, oh, a head-shape floats off, drifts to where there was a belly, floats, settles...

– Sisters, it seems to me you had better get yourselves to a salon, says You Know Who.

Prompting some protests from both Her Wateriness and Her Airiness, at which point the ghostly energy of the human formerly known to his family, friends and associates as Use, takes a seat on Mamma’s pounding log, big sigh, says

– Missus, could I get a smoke and a coffee, been a hell of a morning, black three sugars.

No one understands, foreigners always hard to hear, can’t speak the language properly, first they’re dropping in uninvited, next they’re acting like they fit in, know the customs, best to ignore them, hope they’ll go away, chat among ourselves, and so, says Mr Electric…

– You know they’re going to think I have three wives.

Page 53: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

49

– Three wives! You’d be lucky to find a watermelon who’d take you [Etcetera, etcetera], suggests Her Storminess.The air darkens, winds rise from all quarters, roaring, a tornado, a typhoon!

– Throw me into the briar patch, observes His Celestial Striker, and, ladies, if we balance — two of the female and two of the male — it’ll be more harmonious.

A smoke puff ejects from Mamma’s mouth, and Her reshapes as His Winds of the Four Quarters, a plump little cloud, dusty greyish jacket, orange-of-sorts baggy pants, worn black shoes with holes, not much of a sole, everything flapping in their own breezes, even the mouth, which gently puffs seaside sand all over the Queen of the Seas and Inland Waters, the Rains and Springs, forming a lovely, watery-blue housefrock.

– How about it, Missus, I’m dying for a coffee and a smoke, says Use’s Ghost.

ROBERT FINLAYSON drinks 5-7 large cups of kopi tubruk a day, preferably from his ibu mertua in Jawa Tengah, which she hand picks, drys in the sun, then roasts with kelapa and beras.

ROBERT FINLAYSON meminum 5-7 gelas kopi tubruk besar dalam sehari, terutama dari ibu mertuanya di Jawa Tengah, yang ia pilih buahnya sendiri, keringkan di bawah matahari, kemudian dipanggang dengan kelapa dan beras.

KOPI YANG BAIK, BAIK PULA BAGI ORANG UTAN

Photo by Irwin Dulan

Page 54: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

50

KOPI YANG BAIK, BAIK PULA BAGI ORANG UTANGOOD COFFEE IS GOOD FOR ORANG UTAN

IRFAN KORTSCHAK

Sumatra adalah kawasan dengan alam yang kaya, dengan keadaan geografis yang bergejolak. Baru-baru ini, sekitar seratus ribu tahun yang lalu, letusan vulkanik terbesar yang pernah dialami Bumi menciptakan kaldera terbesar di dunia, yang sekarang menjadi Danau Toba, danau terdalam di seluruh dunia. Letusan lainnya yang lebih kecil menyebabkan munculnya puncak baru di tengah danau, yang kemudian runtuh dan membentuk Pulau Samosir, pulau di dalam pulau, juga yang terbesar di dunia.

Sumatra is an environmentally rich, geographically turbulent region. Quite recently, a mere hundred thousand years ago, the most powerful volcanic explosion the Earth has ever experienced created the world’s largest caldera, which became Lake Toba, the world’s deepest lake. Another, smaller explosion created a peak in the middle of the lake, which crumbled to form Samosir Island, the largest inland island in the world.

Page 55: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

51

Sekitar 50 km di selatannya, terbentang kecamatan Tapanuli Selatan, yang berbukit-bukit dan berhutan lebat, yang merupakan habitat asli orangutan Tapanuli yang terancam punah. Wilayah ini juga merupakan kampung halaman suku Mandheling dan Ankola, yang merupakan bagian dari masyarakat Batak yang ekstrovert dan lantang. Di dataran tingginya, para petani menanam kopi Mandheling Ankola Sipirok, yang dikenal penduduk setempat dengan sebutan Sipirok, kadang-kadang dengan menggunakan kompos organik di lahan tumpangsari bersamaan dengan aren, yang memberikan cita rasa yang berbeda pada kopi Sipirok.

About 50 km south lies the sub-district of South Tapanuli, hilly and densely forested, home to the endemic, critically endangered, Tapanuli orangutan. It is also home to the Mandheling and Ankola ethnic groups, part of the boisterous, extroverted Batak people. In the highlands, farmers grow Mandheling Ankola Sipirok coffee, known locally simply as Sipirok, sometimes using organic compost in plots intercropped with sugar palm, which gives Sipirok coffee its distinctive flavour.

Page 56: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

52

Sholi Pohan, orang asli Sipirok dan juga pakar kopi yang bekerja di Conservation International untuk merancang dan memimpin program-program pelatihan bagi para petani kopi, sangat membanggakan kopi yang diproduksi di wilayah ini. Ia juga meyakini bahwa pengelolaan kopi ini belum mencapai potensi penuhnya, dan ciri-ciri uniknya masih belum dikenal oleh pasar kelas atas. Menurutnya, para petani masih belum menggunakan teknik produksi yang optimal. Sejak tahun 2005 hingga 2012, setelah tsunami, ia bekerja di Aceh di Takengon dan di dataran tinggi Gayo, yang mengandalkan kopi sebagai hasil pertanian utama dan kontributor besar bagi perekonomian.

Sholi Pohan, a native of Sipirok and a coffee expert employed by Conservation International to design and lead training programs for coffee farmers, is intensely proud of the coffee produced in the region. He also believes it hasn’t yet achieved its full potential nor have its unique qualities been recognized by the high-end market. He says that farmers still don’t use optimal production techniques. From 2005 to 2012, following the tsunami he worked in Aceh in Takengon and the Gayo Highlands, where coffee is a major crop and large contributor to the economy.

Page 57: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

53

“Para petani di Dataran Tinggi Gayo lebih maju sekitar 15 tahun dibandingkan para petani di sini,” ujarnya. “Mereka memahami pentingnya memilih tanaman yang baik dan menggunakan teknik yang ramah lingkungan yang mengakibatkan peningkatan hasil panen dengan kualitas yang lebih baik.”

Ketika ia kembali ke kampung halamannya, ia mendapati betapa para petani tidak mengetahui cara melakukan tumpangsari kopi dengan pohon buah-buahan dan sayuran, pohon rindang, cara mengendalikan erosi, serta cara menggunakan kompos organik dan insektisida.

Salah satu alasan yang meyebabkan Conservation International terlibat adalah betapa menguntungkannya bagi lingkungan apabila petani menghasilkan kopi kelas tinggi di lahan-lahan berukuran kecil daripada menanam kopi jenis yang lebih murah di lahan yang lebih luas karena keterbatasan lahan yang ada. Pendapatan yang lebih tinggi dari lahan yang lebih kecil akan menghindarkan penggunaan lahan taman nasional oleh petani, yang merupakan tempat tinggal orangutan, harimau, dan spesies langka lainnya. Meskipun Sholi mengatakan bahwa teknik pamen para petani telah mengalami peningkatan setelah adanya pelatihan, ia masih meyakini bahwa para petani belum benar-benar memahami tanaman mereka sendiri.

“Farmers in the Gayo Highlands are about fifteen years ahead of farmers here,” he said. “They understand the importance of selecting good plants and use environmentally-sound techniques that result in increased yields and higher quality.”

When he came home to his natal village, he found that farmers had little knowledge of intercropping coffee with fruit trees and vegetables, shade trees, controlling erosion, and organic compost and insecticide.

One of the reasons that Conservation International was involved was that it’s better environmentally if farmers produce high-grade coffee on small blocks of land rather than cheaper varieties on larger blocks because there is only so much land available. Higher

The shop offers seven types of local, premium coffee. It isn’t a money-making venture... Most of the patrons are local farmers, who can drink as many cups as they want, of as many different types, free of charge.

Page 58: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

54

“Kebanyakan petani tidak meminum kopi berkualitas tinggi; seringnya hanya kopi robusta yang bergula banyak,” ujarnya.

Meskipun para petani yang mengikuti kursus pelatihan umumnya mempercayainya, mereka tidak memiliki pemahaman intuitif terhadap proses yang mereka lakukan.

“Mencoba meningkatkan teknik produksi mereka seperti mengajari orang buta mengecat!” kata Sholi. “Mereka sama sekali tidak mengerti apa yang membedakan kopi yang enak dan yang tidak enak!”

Untuk menambah pengetahuan para petani tersebut, Sholi membuka Coffee Shop Angkola Kopi Sipirok di

incomes from smaller plots help keep farmers out of the national parks that are home to orangutan, tigers and other endangered species.

While Sholi says that farmers’ cultivation techniques have improved through training, he also believes that farmers simply don’t understand their own crop.

“Most farmers don’t drink high-quality coffee; mostly just heavily-sugared robusta,” he says.

While farmers in the training courses generally trusted him, they had little intuitive understanding of the processes they were engaged in.

Warung ini menyediakan tujuh jenis kopi premium lokal. Ini bukan untuk mencari keuntungan... Kebanyakan pelanggannya adalah petani lokal, yang boleh minum sebanyak yang yang mereka mau, dari jenis apa saja yang ada, secara gratis.

Page 59: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

55

ruang tak terpakai di tempat bisnis ekspor kopi keluarganya. Warung kopi ini selayaknya warung kopi kecil yang bisa kita temukan di mana saja di wilayah pedesaan Indonesia: sederhana, dengan bangku besar dan meja biasa. Namun demikian, warung kopi ini dilengkapi dengan pemanggang dan penggiling kopi berkualitas tinggi, dan diawaki dua pemuda dengan sertifikasi dalam pencicipan kopi.

Warung ini menyediakan tujuh jenis kopi premium lokal. Ini bukan untuk mencari keuntungan. Keuntungan terbesar Sholi berasal dari penjualan biji kopi ke penyalur kopi di Jakarta, Medan, dan kota-kota besar lainnya. Kita bisa saja membeli biji kopi di warung ini, tetapi tidak ada banyak

“Trying to improve their production techniques was like trying to teach a blind person to paint!” says Sholi. “They had no idea what makes the difference between good coffee and bad!”

To improve farmers’ knowledge, Sholi set up the Angkola Kopi Sipirok Coffee Shop in some spare space attached to the family-run, coffee-exporting business. The shop appears like any other grubby little warung that you find anywhere in rural Indonesia: unadorned, with rough benches and basic tables. However, it is equipped with a high-quality coffee roaster and grinder and is staffed by two lads with coffee-tasting certification.

Page 60: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

56

orang yang melewati desa terpencil ini. Kebanyakan pelanggannya adalah petani lokal, yang boleh minum sebanyak yang mereka mau, dari jenis apa saja yang ada, secara gratis. Sholi membuka warung ini hanya karena ia ingin para petani memahami kopi yang mereka hasilkan, untuk menghargai hasil panen mereka. Ia pun mendorong para petani untuk memanfaatkan warungnya sebagai tempat memperluas jaringan, untuk datang dan bicara tentang kopi, bertukar kiat-kiat dalam menanam, bertukar informasi mengenai pasar.

Mursal Sutami Lubis adalah salah seorang dari sekelompok kecil petani yang tengah berkumpul di warung itu, meraba dan merasakan biji-biji kopi dengan jemari mereka, sambilberbincang tentang kopi. Di hadapannya, sebuah gelas yang berisi kopi hitam tanpa gula.

The shop offers seven types of local, premium coffee. It isn’t a money-making venture. The vast majority of Sholi’s business comes from selling beans to wholesalers in Jakarta, Medan and Indonesia’s other urban centres. You can buy beans at the shop but not many people pass through this remote village. Most of the patrons are local farmers, who can drink as many cups as they want, of as many different types, free of charge. Sholi mainly runs it because he wants farmers to learn about the coffee they produce, to appreciate it. He encourages them to use the shop as a networking centre, to come and talk about coffee, to exchange tips about how to grow it, to exchange information about the market.

Mursal Sutami Lubis is one of a small group of farmers gathered in the shop, fingering green beans and talking about their crops. Before him is a glass filled with black, unsweetened coffee.

Sipping it, he leans back appreciatively and says, “Lemon, with

“Buyers could tell us that our beans were poor quality and we couldn’t argue. We knew we were being fooled but we couldn’t do anything.”

Page 61: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

57

Selepas menyesapnya, ia bersandar dan berujar, “Lemon, dengan sedikit aroma aren!”

Ia kemudian menyesap gelas yang lain, dan berkata, “Yang ini ada aroma cokelatnya!”

Mursal sepakat dengan Sholi bahwa, sebelum ini, dia sama sekali tidak tahu banyak tentang hasil panennya.

“Pembeli bisa saja bilang biji kopi kami berkualitas buruk dan kami tidak bisa berkata apa-apa. Kami tahu kami dibodohi, tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya.

a hint of palm sugar!”

He then sips from another glass and remarks, “This one has the aroma of chocolate!”

Mursal agrees with Sholi that, until recently, he didn’t really know much about the crop he produced.

“Buyers could tell us that our beans were poor quality and we couldn’t argue. We knew we were being fooled but we couldn’t do anything,” he says.

Mursal complains about how the lack of global recognition for Sipirok

Page 62: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

58

Mursal mengeluhkan tentang dampak tidak adanya pengakuan atas kopi Sipirok terhadap harga yang diterimanya. Ia hampir selalu menggunakan teknik pertanian organik, membuat kompos dari limbah sayuran dan kotoran hewan. Ia tahu bahwa di banyak tempat lainnya, kopi yang diproduksi secara organik dapat dijual dengan harga premium. Namun para pembelinya tidak mau membayar lebih dan menyamakannya dengan kopi yang ditanam dengan bahan kimia. Menurutnya, satu-satunya cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan membangun merek bagi kopi dari daerah ini.

“Sebagian besar kopi yang dijual dengan label ‘Mandheling’ bahkan tidak ditanam di Mandheling,”

coffee affects the prices he receives. He mostly uses organic farming techniques, producing compost from vegetable waste and animal manure. He knows that in a lot of places, organically-produced coffee attracts premium prices. But the dealers often don’t pay any extra and just throw it into the same sacks as coffee produced with chemicals. He thinks that the only way to overcome this is to build a brand for coffee from the district.

“Most of the coffee sold as ‘Mandheling’ isn’t even grown in Mandheling,” he says. “Traders use that name because people know it. People outside the region often haven’t even heard of Sipirok coffee.”

Page 63: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

59

Sholi nods and agrees, saying, “It’s not good enough to grow great coffee. People around the world need to hear the word ‘Sipirok’ and think ‘great coffee!’ The price you get for coffee depends a lot on people’s perceptions. After you’ve got a good reputation, all you need to do is to make sure you keep the quality up. And if farmers get paid more, they will be motivated to keep on growing good coffee. A lot of the value people place on coffee comes from perceptions. If we improve those perceptions, farmers will go on producing quality coffee on small plots using environmentally-sound, labour-intensive techniques just because they make more money that way!”

Around the table, the group of farmers nod approvingly and sip their coffee, enjoying the lemon and sugar-palm notes.

IRFAN KORTSCHAK is long-term resident of Indonesia. He is a writer, translator, editor and pop anthropologist. He has worked on conservation projects involving coffee farmers, forest conservation, and green agriculture. Find him at www.wayang.net

All photos credited to writer

katanya. “Para pedagang menggunakan nama itu karena sudah terkenal. Orang luar daerah banyak yang sama sekali belum tahu tentang kopi Sipirok.”

Sholi mengangguk dan sepakat, lalu berkata, “Belum cukup hanya dengan menanam kopi yang bagus. Orang-orang di seluruh dunia ketika mendengar kata “Sipirok” harus berpikir ‘kopi enak!’ Harga yang kita dapatkan untuk kopi kita sangat bergantung pada cara pandang orang. Setelah kita mendapatkan reputasi yang baik, yang harus kita lakukan adalah memastikan agar kualitasnya terjaga. Dan apabila petani menerima pendapatan yang lebih banyak, mereka akan termotivasi untuk terus menanam kopi yang baik. Sebagian besar nilai yang diberikan orang pada kopi datangnya dari persepsi. Kalau kita meningkatkan persepsi itu, petani akan terus menghasilkan kopi berkualitas di lahan kecil menggunakan teknik

“Pembeli bisa saja bilang biji kopi kami berkualitas buruk dan kami tidak bisa berkata apa-apa. Kami tahu kami dibodohi, tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya.

Page 64: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

60

ramah lingkungan dan padat karya karena mereka tahu dengan cara itu mereka bisa menghasilkan uang lebih banyak!”

Di sekeliling meja, kelompok petani tadi mengangguk setuju sembari menikmati cita rasa lemon dan aren dari kopi yang mereka sesap.

Translasi oleh Daniel Prasetyo

IRFAN KORTSCHAKsudah sejak lama tinggal di Indonesia. Dia adalah penulis, translator, editor, dan pop antropologis. Dia telah bekerja di berbagai proyek konservasi yang melibatkan petani kopi, perlindungan hutan, dan green agrikultur.

Temukan dia di www.wayang.net

Photo dari penulis

Page 65: Oktober 2018 - sanggaroorg.files.wordpress.com · Untuk menemani pagi, untuk menemani siang dalam berkarya, dan tidak lupa menemani malam kala bercengkrama dalam hangatnya pertemanan

61

CONTACT [email protected]

WANT TO SUBMIT?We accept written essays, photo essays, and illustrations about the coffee scene in Indonesia

BE OUR CONTRIBUTING PARTNERSupport this project by sponsoring our selected essays

JADI KONTRIBUTOR KAMIDukung proyek ini dengan mensponsori esai-esai yang terpilih

INGIN MENGIRIMKAN-KARYA?Kami menerima esai, foto esai, dan ilustrasi tentang dunia kopi di Indonesia

everyday coffee reading with an Indonesian focus