obsesi harus tinggi - ftp.unpad.ac.id · aku sedih karena kondisi sepak bola indonesia berada di...

1
BUNGA PERTIWI ADEK PUTRI S EPINTAS seperti ten- tara yang masih aktif. Mungkin karena pe- nampakannya yang tegap dan gagah serta kepa- lanya yang plontos. Namun boleh juga gayanya yang selalu sporty, dengan kaus dan sport shoes sering ia kenakan saat santai atau berolahraga. Sosok yang satu ini memang telah lama berkecimpung di du- nia olahraga. Dengan pangkat cukup tinggi, mayor jenderal (purn) TNI, I Gusti Kompy- ang (IGK) Manila yang akrab disapa Manila ini punya andil besar dalam persepakbolaan nasional. Berbagai posisi prestise per- nah ia jajal. Mulai dari mana- jer tim nasional Indonesia, pe ngurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) bidang wasit, hingga menjadi deputi chef de mission kontingen Indonesia di Asian Games XIV pada 2002 di Busan, Korea Se- latan, ia lakoni. Pribadinya yang tegas ter- kadang sering menimbulkan salah persepsi orang lain. Namun, banyak pula yang mengakui sikapnya itu me- rupakan cerminan dari ke- cintaannya pada sepak bola dan ketidakinginannya jika olahraga ini dikungkungi pihak-pihak tertentu. Seperti yang ia tunjukkan baru-baru ini. Manila selalu bersuara keras dan berusaha untuk mengevaluasi dunia olahraga, khususnya sepak bola ketika terjadi hal yang tidak lazim. Semisal sejak akhir tahun lalu, ia terus-menerus mende- sak dilakukannya reformasi di tubuh PSSI yang dalam 10 tahun ke belakang paceklik prestasi. “Itu karena PSSI su- dah tidak profesional lagi dan koruptif,” ujarnya beberapa waktu lalu saat ditemui Media Indonesia. Ia pun berpantun: Tali raa tali sepatu Semua maa harus bersatu Pantun itu pun menguatkan tudingan bawa PSSI telah di- jadikan sarang maa. Pria yang sudah paham betul tentang seluk beluk tubuh PSSI menilai terdapat tiga sumber korupsi di badan tertinggi sepak bola nasional ini. Pertama, dalam hal tiket. Kedua, pembelian pemain dan pelatih yang harus dilakukan melalui agen dan harus mem- bayar ini-itu ke PSSI. Terakhir, soal pengaturan wasit. Manila pun berani mengung- kapkan bahwa korupsi tiket adalah hal utama dan yang paling sering terjadi. “Waktu saya masih jadi pelatih Persija, saya heran setiap Persija main di Lebak Bulus, stadion penuh dengan penonton, tapi panitia penyelenggara bilang rugi terus. Ini kan aneh namanya,” ungkap pria kelahiran Singa- raja, 8 Juli 1942, di Jakarta. Agak mirip dengan soal pengaturan wasit. Manila ingat betul ketika ia menjadi Ketua Badan Wasit Seluruh Indone- sia (BWSI) pada 2008. Ketua Umum PSSI Nurdin Halid pernah meneleponnya untuk mengganti wasit yang memim- pin laga Jawa Timur melawan Papua pada PON Kalimantan Timur 2001 silam. Manila pun bercerita, 10 me- nit sebelum nal, Nurdin yang saat itu tengah berada di dalam Rutan Salemba menelepon di- rinya untuk mengganti wasit. Alasannya, wasit yang ingin diganti itu pernah membuat kesalahan ketika memimpin laga PSM Makassar versus Persiwa Wamena. Alasan ke- dua, wasit berpotensi membuat kerusuhan. “Saya tentu saja menolak permintaannya. Makanya saya bilang PSSI itu seperti pantun, “Tali raa tali sepatu, sesama mafia harus bersatu,” beber Manila diiringi tawa lebar. Tidak itu saja, Manila berani menilai individu. Ia katakan ini demi kemajuan sepak bola na- sional, sebuah taruhan kepen- tingan yang jauh lebih besar. Dalam pandangannya, Ketua Umum PSSI Nurdin Halid adalah orang pintar dan meng- halalkan segala cara untuk mencapai keinginannya. “Dia bisa mengubah orang yang bicara kejelekannya menjadi berbeda,” ujarnya. Mantan staf ahli Panglima ABRI tahun 1993 ini mengaku geram saat hujatan kepada Nurdin begitu kencang na- mun yang dihujat cuek bebek. Menurutnya, orang seperti Nurdin jika di Jepang pasti su- dah harakiri. Justru saat ini Manila meng- aku sedih karena kondisi sepak bola Indonesia berada di titik nadir. Ia pun mengenang ketika memangku jabatan sebagai manajer timnas di SEA Games XVI Filipina tahun 1991, yang berani bertindak tegas. “Tidak ada itu timnas jalan-jalan mela- kukan kunjungan seperti yang terjadi saat Piala AFF 2010 lalu. Timnas harus fokus berlatih dan bertanding,” katanya. Sikap tegas Manila itu pun dirasakan banyak pemain tidak sia-sia karena berhasil mengan- tarkan skuat Garuda meraih medali emas. Prestasi kinclong Manila pun dibuktikannya kembali ketika Persija menjadi juara Liga Bank Mandiri pada 2001 silam dengan menghem- paskan PSM Makassar 3-2 di partai nal yang dilangsungkan di Gelora Bung Karno, Senayan. “Itu karena keyakinan. Saya selalu memiliki keyakinan,” ucapnya. Obsesi Harapan Manila adalah In- donesia dapat menjadi negara yang maju di dunia sepak bola. Kendati juara Piala AFF 2010 lalu adalah Malaysia, menurut Manila, kemenangan Indonesia 2-1 pada leg kedua merupa- kan kebangkitan sepak bola nasional. Ia berharap, untuk SEA Games XXVI 2011 mendatang, skuat Garuda dapat meraih medali emas. Kalau itu berha- sil, lanjutnya, target berikutnya adalah Juara Piala AFF men- datang. Jika Indonesia menjadi juara Piala AFF berikutnya, target selanjutnya adalah meraih medali emas di Asian Games, menjadi juara Piala Asia, dan meraih emas di Olimpiade. “Terakhir, menjadi juara dunia. Supaya berkembang dan maju, kita harus memiliki target yang tinggi,” jelasnya. Untuk itu Manila menyaran kan agar timnas jangan merasa puas jika menjadi juara dengan bertanding di negeri sendiri. Menurutnya, kebanggaan itu lebih besar ketika meraih gelar juara di negeri orang. Manila juga berharap agar masyarakat Indonesia dapat membantu perbaikan PSSI ke depannya. “Apalagi saat ini sudah zamannya keterbukaan informasi. Jangan ditutup- tutupi lagi. Terutama soal pe- ngelolaan dana di PSSI. Harus transparan,” tandasnya.(M-1) [email protected] Penghargaan : Satya Lencana GOM VIII Satya Lencana Wira Dharma Satya Lencana Penegak Satya Lencana Kesetiaan VII Satya Lencana Kesetiaan XXIV Satya Lencana Seroja Satya Lencana Bintang Yudha Darma Lifetime Achievement Award 2009 dari Tabloid Bola Tak tanggung-tanggung, medali emas SEA Games XVI Filipina tahun 1991 pun berhasil ia raih berkat kepiawaiannya menjadi manajer tim nasional. OBSESI HARUS TINGGI IGK MANILA PENGANTAR Untuk merayakan Ulang Tahun ke-41 Media Indonesia, kami menyajikan 41 sosok yang berkontribusi bagi kebangkitan persepakbolaan Indonesia. Berikut ini ialah sosok ke-24, IGK Manila. Apalagi saat ini sudah zamannya keterbukaan informasi. Jangan ditutup-tutupi lagi. Terutama soal pengelolaan dana di PSSI. Harus transparan.” 17 SABTU, 12 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA S O SOK Nama lengkap : I Gusti Kompyang Manila Tempat, tanggal lahir : Singaraja, 8 Juli 1942 Pendidikan : Akademi Militer Nasional tahun 1962 Seskoad tahun 1977 Pangkat terakhir : Mayor Jenderal TNI BIODATA Menyemai Bibit Muda TIDAK hanya si kulit bundar yang diurus, mantan jenderal bintang dua ini sekarang juga sibuk membina atlet usia dini. Setelah pensiun dari militer pada 1997, Manila memang telah bulat tekad untuk meng- abdikan diri pada dunia olah- raga. Kenapa membidik binaan usia dini? Alasannya seder- hana, “Agar prestasi tinggi da- pat terjangkau, harus dimulai dari membina atlet usia dini,” ujarnya saat ditemui di kawa- san Cikini, Jakarta. Di usia 68 tahun, Manila mengaku masih bersemangat membina atlet usia dini. Karena itulah dia dipercaya untuk me- lakukan pembinaan di bawah naungan Direktorat Pembinaan TK dan SD Kementerian Pendi- dikan Nasional. Tangan dingin fan Manchester United ini telah mencetak se- jumlah prestasi di dunia olah- raga anak-anak. Sebut saja, tiga kali berturut-turut meraih gelar juara ASEAN Primary School Sport Olympiad (APSSO) pada 2007, 2008, dan 2009. Dalam ajang olahraga bagi anak-anak sekolah dasar (SD) di tingkat regional itu Manila bertindak sebagai ketua kon- tingen Indonesia. Menurutnya, pembinaan anak usia dini ini sejatinya sangatlah penting. Pemerintah, menurutnya, su- dah sepantasnya mendukung pembinaannya terutama untuk pendanaan karena masih mi- nimnya perhatian swasta untuk menyisir bibit-bibit muda di sekolah formal. “Dana itu un- tuk honor pelatih, sewa tempat latihan, menggelar kompetisi,” ujar Manila. Ia pun menuturkan, tidak hanya dibina, para atlet usia dini juga harus diikutsertakan dalam kompetisi-kompetisi untuk mempertebal motivasi. Bermula dari kompetisi, atlet- atlet ini akan memiliki rasa persaingan untuk meningkat- kan prestasi hingga mereka ikut dalam Pekan Olahraga Nasional (PON). “PON berha- sil jika ada pemecahan rekor dan jika ini terjadi, pembinaan yang dilakukan sudah bagus. Tinggal bagaimana menindak- lanjutinya,” ujarnya. Pemecahan rekor yang di- maksud adalah rekor nasional, rekor Asia Tenggara, dan rekor Asia. Di samping itu, juara PON menurut Manila idealnya harus tersebar di berbagai daerah. “Jangan hanya lahir dari Pulau Jawa. Pulau lainnya juga harus memiliki juara. Misalnya, tuan rumahnya Kalimantan Selatan, paling tidak dia bisa meraih gelar juara. Itu impian saya,” tandas anggota Persatuan Jalan Kaki Senayan-Jakarta (Perjaka Senja) ini. Manila pun mengatakan la- hirnya atlet-atlet top dunia tak jarang berlatar belakang pendi- dikan formal. Sehingga ia yakin, dari puluhan juta anak usia dini di sekolah pasti terdapat pribadi-pribadi yang berbakat di bidang olahraga. (NG/M-1) MI/SUSANTO MI/USMAN ISKANDAR

Upload: truongtu

Post on 03-Jul-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: OBSESI HARUS TINGGI - ftp.unpad.ac.id · aku sedih karena kondisi sepak bola Indonesia berada di titik nadir. Ia pun mengenang ketika memangku jabatan sebagai manajer timnas di SEA

BUNGA PERTIWI ADEK PUTRI

SEPINTAS seperti ten-tara yang masih aktif. Mungkin karena pe-nampakannya yang

tegap dan gagah serta kepa-lanya yang plontos. Namun boleh juga gayanya yang selalu sporty, dengan kaus dan sport shoes sering ia kenakan saat santai atau berolahraga.

Sosok yang satu ini memang telah lama berkecimpung di du-nia olahraga. Dengan pangkat cukup tinggi, mayor jenderal (purn) TNI, I Gusti Kompy-ang (IGK) Manila yang akrab disapa Manila ini punya andil besar dalam persepakbolaan nasional.

Berbagai posisi prestise per-nah ia jajal. Mulai dari mana-jer tim nasional Indonesia, pe ngurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) bidang wasit, hingga menjadi deputi chef de mission konti ngen Indonesia di Asian Games XIV pada 2002 di Busan, Korea Se-latan, ia lakoni.

Pribadinya yang tegas ter-kadang sering menimbulkan salah persepsi orang lain. Namun, banyak pula yang mengakui sikapnya itu me-rupakan cerminan dari ke-cintaannya pada sepak bola dan ketidakinginannya jika olahraga ini dikungkungi

pihak-pihak tertentu.Seperti yang ia tunjukkan

baru-baru ini. Manila selalu bersuara keras dan berusaha untuk mengevaluasi dunia olahraga, khususnya sepak bola ketika terjadi hal yang tidak lazim.

Semisal sejak akhir tahun lalu, ia terus-menerus mende-sak dilakukannya reformasi di tubuh PSSI yang dalam 10 tahun ke belakang paceklik prestasi. “Itu karena PSSI su-dah tidak profesional lagi dan koruptif,” ujarnya beberapa

waktu lalu saat ditemui Media Indonesia.

Ia pun berpantun:Tali rafi a tali sepatuSemua mafi a harus bersatuPantun itu pun menguatkan

tudingan bawa PSSI telah di-jadikan sarang mafi a. Pria yang sudah paham betul tentang seluk beluk tubuh PSSI menilai terdapat tiga sumber korupsi di badan tertinggi sepak bola nasional ini.

Pertama, dalam hal tiket. Kedua, pembelian pemain dan pelatih yang harus dilakukan melalui agen dan harus mem-bayar ini-itu ke PSSI. Terakhir, soal pengaturan wasit.

Manila pun berani mengung-kapkan bahwa korupsi tiket adalah hal utama dan yang paling sering terjadi. “Waktu saya masih jadi pelatih Persija, saya heran setiap Persija main di Lebak Bulus, stadion penuh dengan penonton, tapi panitia penyelenggara bilang rugi terus. Ini kan aneh namanya,” ungkap pria kelahiran Singa-raja, 8 Juli 1942, di Jakarta.

Agak mirip dengan soal pengaturan wasit. Manila ingat betul ketika ia menjadi Ketua Badan Wasit Seluruh Indone-sia (BWSI) pada 2008. Ketua Umum PSSI Nurdin Halid pernah meneleponnya untuk mengganti wasit yang memim-pin laga Jawa Timur melawan Papua pada PON Kalimantan Timur 2001 silam.

Manila pun bercerita, 10 me-nit sebelum fi nal, Nurdin yang saat itu tengah berada di dalam Rutan Salemba menelepon di-rinya untuk mengganti wasit. Alasannya, wasit yang ingin diganti itu pernah membuat kesalahan ketika memimpin laga PSM Makassar versus Persiwa Wamena. Alasan ke-dua, wasit berpotensi membuat kerusuhan.

“Saya tentu saja menolak permintaannya. Makanya saya

bilang PSSI itu seperti pantun, “Tali rafi a tali sepatu, sesama mafia harus bersatu,” beber Manila diiringi tawa lebar.

Tidak itu saja, Manila berani menilai individu. Ia katakan ini demi kemajuan sepak bola na-sional, sebuah taruhan kepen-tingan yang jauh lebih besar.

Dalam pandangannya, Ketua Umum PSSI Nurdin Halid adalah orang pintar dan meng-halalkan segala cara untuk mencapai keinginannya. “Dia bisa mengubah orang yang bicara kejelekannya menjadi berbeda,” ujarnya.

Mantan staf ahli Panglima ABRI tahun 1993 ini mengaku geram saat hujatan kepada Nurdin begitu kencang na-mun yang dihujat cuek bebek. Menurutnya, orang seperti Nurdin jika di Jepang pasti su-dah harakiri.

Justru saat ini Manila meng-aku sedih karena kondisi sepak bola Indonesia berada di titik nadir.

Ia pun mengenang ketika memangku jabatan sebagai manajer timnas di SEA Games XVI Filipina tahun 1991, yang berani bertindak tegas. “Tidak ada itu timnas jalan-jalan mela-kukan kunjungan seperti yang terjadi saat Piala AFF 2010 lalu. Timnas harus fokus berlatih dan bertanding,” katanya.

Sikap tegas Manila itu pun dirasakan banyak pemain tidak sia-sia karena berhasil mengan-tarkan skuat Garuda meraih medali emas. Prestasi kinclong

Manila pun dibuktikannya kembali ketika Persija menjadi juara Liga Bank Mandiri pada 2001 silam dengan menghem-paskan PSM Makassar 3-2 di partai fi nal yang dilangsungkan di Gelora Bung Karno, Senayan. “Itu karena keyakinan. Saya selalu memiliki keyakinan,” ucapnya.

ObsesiHarapan Manila adalah In-

donesia dapat menjadi negara yang maju di dunia sepak bola. Kendati juara Piala AFF 2010 lalu adalah Malaysia, menurut Manila, kemenangan Indonesia 2-1 pada leg kedua merupa-kan kebangkitan sepak bola nasional.

Ia berharap, untuk SEA Games XXVI 2011 mendatang, skuat Garuda dapat meraih medali emas. Kalau itu berha-sil, lanjutnya, target berikutnya adalah Juara Piala AFF men-datang.

Jika Indonesia menjadi juara Piala AFF berikutnya, target selanjutnya adalah meraih medali emas di Asian Games, menjadi juara Piala Asia, dan meraih emas di Olimpiade. “Terakhir, menjadi juara dunia. Supaya berkembang dan maju, kita harus memiliki target yang tinggi,” jelasnya.

Untuk itu Manila menyaran kan agar timnas jangan merasa puas jika menjadi juara dengan bertanding di negeri sendiri. Menurutnya, kebanggaan itu lebih besar ketika meraih gelar juara di negeri orang.

Manila juga berharap agar masyarakat Indonesia dapat membantu perbaikan PSSI ke depannya. “Apalagi saat ini sudah zamannya keterbukaan informasi. Jangan ditutup-tutupi lagi. Terutama soal pe-ngelolaan dana di PSSI. Harus transparan,” tandasnya.(M-1)

[email protected]

Penghargaan :

Satya Lencana GOM VIII

Satya Lencana Wira Dharma

Satya Lencana Penegak

Satya Lencana Kesetiaan VII

Satya Lencana Kesetiaan XXIV

Satya Lencana Seroja

Satya Lencana Bintang Yudha Darma

Lifetime Achievement Award 2009 dari Tabloid Bola

Tak tanggung-tanggung, medali emas SEA Games XVI Filipina tahun 1991 pun berhasil ia raih berkat kepiawaiannya menjadi manajer tim nasional.

OBSESI HARUS TINGGII G K M A N I L A

PENGANTARUntuk merayakan Ulang Tahun ke-41 Media Indonesia, kami menyajikan 41 sosok yang berkontribusi bagi kebangkitan persepakbolaan Indonesia. Berikut ini ialah sosok ke-24, IGK Manila.

Apalagi saat ini sudah zamannya

keterbukaan informasi. Jangan ditutup-tutupi lagi. Terutama soal pengelolaan dana di PSSI. Harus transparan.”

17SABTU, 12 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA SOSOK

Nama lengkap : I Gusti Kompyang Manila

Tempat, tanggal lahir : Singaraja, 8 Juli 1942

Pendidikan :

Akademi Militer Nasional tahun 1962

Seskoad tahun 1977

Pangkat terakhir :

Mayor Jenderal TNI

BIODATA

Menyemai Bibit Muda

TIDAK hanya si kulit bundar yang diurus, mantan jenderal bintang dua ini sekarang juga sibuk membina atlet usia dini. Setelah pensiun dari militer pada 1997, Manila memang telah bulat tekad untuk meng-abdikan diri pada dunia olah-raga.

Kenapa membidik binaan usia dini? Alasannya seder-hana, “Agar prestasi tinggi da-pat terjangkau, harus dimulai dari membina atlet usia dini,” ujarnya saat ditemui di kawa-san Cikini, Jakarta.

Di usia 68 tahun, Manila mengaku masih bersemangat membina atlet usia dini. Karena itulah dia dipercaya untuk me-lakukan pembinaan di bawah naungan Direktorat Pembinaan TK dan SD Kementerian Pendi-dikan Nasional.

Tangan dingin fan Manchester United ini telah mencetak se-jumlah prestasi di dunia olah-raga anak-anak. Sebut saja, tiga kali berturut-turut meraih gelar juara ASEAN Primary School Sport Olympiad (APSSO) pada 2007, 2008, dan 2009.

Dalam ajang olahraga bagi anak-anak sekolah dasar (SD) di tingkat regional itu Manila bertindak sebagai ketua kon-tingen Indonesia. Menurutnya, pembinaan anak usia dini ini sejatinya sangatlah penting.

Pemerintah, menurutnya, su-

dah sepantasnya mendukung pembinaannya terutama untuk pendanaan karena masih mi-nimnya perhatian swasta untuk menyisir bibit-bibit muda di sekolah formal. “Dana itu un-tuk honor pelatih, sewa tempat latihan, menggelar kompetisi,” ujar Manila.

Ia pun menuturkan, tidak hanya dibina, para atlet usia dini juga harus diikutsertakan dalam kompetisi-kompetisi untuk mempertebal motivasi. Bermula dari kompetisi, atlet-atlet ini akan memiliki rasa persaingan untuk meningkat-kan prestasi hingga mereka ikut dalam Pekan Olahraga Nasional (PON). “PON berha-sil jika ada pemecahan rekor dan jika ini terjadi, pembinaan yang dilakukan sudah bagus. Tinggal bagaimana menindak-

lanjutinya,” ujarnya.Pemecahan rekor yang di-

maksud adalah rekor nasional, rekor Asia Tenggara, dan rekor Asia. Di samping itu, juara PON menurut Manila idealnya harus tersebar di berbagai daerah. “Jangan hanya lahir dari Pulau Jawa. Pulau lainnya juga harus memiliki juara. Misalnya, tuan rumahnya Kalimantan Selatan, paling tidak dia bisa meraih gelar juara. Itu impian saya,” tandas anggota Persatuan Jalan Kaki Senayan-Jakarta (Perjaka Senja) ini.

Manila pun mengatakan la-hirnya atlet-atlet top dunia tak jarang berlatar belakang pendi-dikan formal. Sehingga ia yakin, dari puluhan juta anak usia dini di sekolah pasti terdapat pribadi-pribadi yang berbakat di bidang olahraga. (NG/M-1)

MI/SUSANTO

MI/USMAN ISKANDAR