moralitas publik para elite di titik nadir - lsi.co.id · 3 mereka yang menyatakan ragu atau tidak...

25
Lingkaran Survei Indonesia Juli 2013 1 MORALITAS PUBLIK PARA ELITE DI TITIK NADIR

Upload: lamanh

Post on 26-Aug-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Lingkaran Survei Indonesia Juli 2013

1

MORALITAS PUBLIK PARA ELITE DI TITIK NADIR

Kata Pengantar Moralitas Publik Para Elite di Titik Nadir

2

Dalam negara demokrasi, elite politik seyogyanya memiliki komitmen terhadap

moralitas publik yang tinggi. Karena di tangan para elite, rakyat menyerahkan

mandatnya untuk mengatur dan membuat kebijakan yang sesuai dengan kehendak

pemberi mandat. Namun, makin panjang usia demokratisasi di Indonesia, keraguan

terhadap moralitas publik para elit justru memuncak. Yang dimaksud dengan moralitas

publik elite adalah komitmen para elite politik untuk mencontohkan atau mempraktikan

kebajikan seperti yang tergambar dalam kebijakan publiknya atau perilaku politiknya.

Hanya sebesar 37.5 % publik yang menyatakan bahwa mereka percaya dengan

komitmen moralitas publik para elite politik. Sedangkan mayoritasnya yaitu sebesar 51.

5 % tidak percaya bahwa para elite memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan hal-

hal yang baik dalam kebijakan atau perilakunya. Sisanya menyatakan tidak tahu/tidak

jawab.

Demikian salah satu temuan survei Lingkaran Survei Indonesia. LSI kembali

mengadakan survei khusus mengenai moralitas publik para elite politik. Survei ini

dilakukan melalui quick poll pada tanggal 3 – 5 Juli 2013. Survei menggunakan metode

multistage random sampling dengan 1200 responden dan margin of error sebesar +/-

2,9 %. Survei dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia. Kami juga melengkapi survei

dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview.

3

Mereka yang menyatakan ragu atau tidak percaya dengan komitmen moralitas

publik para elite merata di semua segmen masyarakat Indonesia. Baik mereka

yang tinggal di desa, maupun mereka yang tinggal di kota. Baik perempuan

maupun laiki-laki. Mereka yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Mereka

yang berstatus ekonomi tinggi maupun mereka yang berstatus ekonomi rendah.

Namun demikian mereka yang laki-laki lebih tinggi tingkat keraguannya dibanding

dengan mereka yang perempuan. Karena laki-laki umumnya lebih peduli

berdiskusi atau mengakses berita-berita politik dibanding perempuan. Begitupun

mereka yang tinggal di kota, berpendidikan tinggi, dan dari berstatus ekonomi

menengah atas lebih tinggi tingkat keraguannya terhadap komitmen moral para

elite. Mereka yang tinggal di kota, berpendidikan tinggi, dan berstatus ekonomi

menengah atas lebih banyak mengakses berbagai berita tentang politik,ekonomi,

dan pemerintahan dari beragam media.

Jika dibanding dengan survei yang sama di tahun-tahun sebelumnya, maka

ketidakkepercayaan publik terhadap komitmen moralitas publik para elite di survei

kali ini paling tinggi. Pada survei yang sama di tahun 2005, tingkat

ketidakpercayaan publik terhadap komitmen moral politisi hanya sebesar 34.6 %.

Pada tahun 2009, survei yang sama, tingkat ketidakpercayaan publik terhadap

komitmen moral politisi meningkat namun masih dibawah mayoritas yaitu sebesar

39. 6 %. Kini tingkat ketidakpercayaan publik terhadap komitmen moral para

politisi makin memuncak menjadi sebesar 51.5 %. Artinya jika dibanding tahun

2005, maka mereka yang tidak percaya dengan komitmen moral politisi meningkat

sebesar +/- 17 %.

4

o0o-

Mengapa kepercayaan publik terhadap komitmen moralitas publik para elite

rendah? Dari hasil survei dan riset kualitatif yang dilakukan, LSI melihat ada tiga

faktor penyebab. Pertama, publik menilai tidak banyak elit atau politisi yang bisa

dijadikan teladan bagi masyarakat. Kedua, kuatnya persepsi di publik bahwa

banyak politisi yang hipokrit artinya bertindak tidak sesuai dengan ucapannya.

Dan Ketiga, publik melihat semakin lebarnya jarak antara klaim keyakinan dan

ajaran agama dengan perilaku para elite.

Pertama, tak banyak politisi yang bisa dijadikan teladan. Mayoritas publik

menyatakan bahwa tak banyak elite politik yang bisa dijadikan teladan. Hanya

sebesar 47.10 % publik yang menyatakan bahwa para elite politik dapat dijadikan

contoh atau teladan dalam berperilaku. Sedangkan mayoritas publik yaitu sebesar

52. 10 % menyatakan lebih banyak elite yang tidak bisa dijadikan contoh atau

teladan. Banyaknya perilaku para elite politik yang bertentangan dengan etika

normatif sehar-hari ataupun agama membuat publik mengalami krisis tokoh yang

patut diteladani. Banyaknya politisi yang terlibat kasus korupsi dan kasus moral

(perselingkuhan dan lain-lain) membuat publik ragu terhadap komitmen moral

politisi tersebut.

5

Kedua, publik juga menilai bahwa para elite cenderung melakukan sikap

dan tindakan yang hipokrit. Artinya bahwa apa yang seringkali disampaikan

oleh elite di depan publik, seringkali tidak sesuai dengan apa yang dilakukan

oleh elite tersebut. Publik menilai bahwa elite seakan-akan memiliki dua

wajah. “Wajah publik” yaitu kecenderungan elite untuk selalu berkata-kata

yang baik ruang-ruang publik. Dan “wajah komunal” dimana elit tak dapat

menyembunyikan kepentingan komunal atau pribadinya di ruang-ruang

privat sehingga membuat kebijakan atau berperilaku yang hanya

mementingkan diri sendiri atau kelompoknya. Mayoritas publik yaitu sebesar

65. 30 % publik menyatakan bahwa apa yang biasanya diucapkan elite

berbeda dengan perbuatannya. Publik menilai elite politik berbicara hal-hal

yang baik namun tidak mempraktekannya.

Ketiga, disparitas antara klaim ajaran agama dan perilaku para elite. Publik

juga menilai bahwa semakin ada jarak antara klaim ajaran agama elit dan

praktek politiknya. Dalam survei ini juga ditemukan bahwa mayoritas publik

meyakini bahwa elit partai politik yang seringkali membawa nama agama

lebih banyak bertindak yang bertentangan dengan ajaran agama. Sebesar

36.5 % menyatakan lebih banyak politisi yang bertindak bertentangan

dengan ajaran agama. Dan sebesar 37.5 % menyatakan lebih banyak

politisi yang bertindak sesuai dengan ajaran agama.

6

Dari hasil riset kualitatif yang juga dilakukan oleh LSI, semakin adanya

disparitas antara klaim keyakinan dan ajaran agama dengan perilaku elite

terlihat dari empat indikator berikut ini. Pertama, Kementrian Agama justru

dinilai paling korup oleh KPK. KPK pernah merilis hasil surveinya di tahun

2011 yang menyatakan bahwa skala integritas Kementrian Agama paling

rendah jika dibanding dengan kementerian lainnya. Kasus terbaru di

Kementrian Agama yang menguatkan opini publik bahwa terjadi kesenjangan

antara klaim agama dengan perilaku elite adalah kasus korupsi pengadaan

kitab suci (Quran). Kasus ini sungguh mengganggu logika dan nurani publik.

Kedua, partai yang mengklaim diri sebagai partai berbasis agama (dakwah)

justru mantan pucuk pimpinannya terlibat kasus korupsi. Kasus korupsi impor

sapi yang diduga dilakukan oleh mantan Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishaq

juga menganggu logika dan nurani publik. Kesalehan pribadi yang dilandasi

oleh keyakinan dan ketaatan menjalankan ajaran pribadi ternyata tak mampu

membendung “syahwat” pribadi yang koruptif.

Ketiga, tindakan kekerasan dan main hakim sendiri yang dilakukan oleh

ormas agama terentu menambah keyakinan adanya kesenjangan antara

klaim ajaran agama dengan perilaku. Atas nama agama, Ormas agama ini

melakukan tindak main hakim sendiri kepada kelompok lain yang dianggap

berbeda. Tindakan kekerasan ini terutama ditujukan kepada kelompok

minoritas.

7

Keempat, meski Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di

dunia, namun peringkat korupsi di Indonesia termasuk yang paling tinggi di

dunia. Seperti dirilis oleh lembaga Transparansi Internasional, Indonesia

duduk di peringkat ke-118 peringkat indeks persepsi korupsi dari 174 negara

di dunia. Indeks persepsi korupsi di Indonesia mencapai 32 poin. Indonesia

berjarak 24 poin dari Somalia yang jadi negara terkorup. Indonesia terpaut

58 poin dari Denmark yang dinilai sebagai negara paling bersih dari korupsi

tahun 2012.

Survei ini juga mengukur sejauh mana puasa Ramadhan nantinya bisa

berdampak pada kepercayaan publik terhadap komitmen moral para elit.

Survei ini menanyakan kepada masyarakat, apakah mereka percaya atau

tidak, jika selama bulan Ramadhan nantinya para politisi akan bekerja

sesuai dengan ajaran agamanya. Sebesar 38.7% menyatakan mereka

percaya politisi akan bekerja sesuai dengan ajaran agama. Dan sebesar

39.2 % menyatakan mereka tidak percaya.

Bagi penganut Agama Islam, puasa Ramadhan seringkali dijadikan

momentum untuk mengevaluasi diri, meningkatkan kualitas diri, dan

melakukan perbaikan perilaku. Hikmah dan pelajaran puasa Ramadhan ini

juga diharapkan bisa dipetik oleh para elite. Mayoritas publik berharap

bahwa puasa Ramadhan bisa dimanfaatkan oleh para elite politik untuk

melakukan perbaikan perilaku. Meskipun hanya minoritas yang yakin bahwa

para elite politik akan bisa memanfaatkan momentum puasa sebagai awal

8

Bagi penganut Agama Islam, puasa Ramadhan seringkali dijadikan

momentum untuk mengevaluasi diri, meningkatkan kualitas diri, dan

melakukan perbaikan perilaku. Hikmah dan pelajaran puasa Ramadhan ini

juga diharapkan bisa dipetik oleh para elite. Mayoritas publik berharap

bahwa puasa Ramadhan bisa dimanfaatkan oleh para elite politik untuk

melakukan perbaikan perilaku. Meskipun hanya minoritas yang yakin bahwa

para elite politik akan bisa memanfaatkan momentum puasa sebagai awal

melakukan perbaikan perilaku. Hanya 36.5 % publik yang yakin bahwa

puasa Ramadhan dapat dijadikan momentum para politisi untuk melakukan

perbaikan perilaku. Sementara sebesar 40.2 % menyatakan bahwa perilaku

politisi tidak akan berubah meski di bulan Ramadhan. Perilaku politisi di

bulan Ramadhan akan sama saja dengan bulan-bulan lainnya.

Lingkaran Survei Indonesia

Minggu, 7 Juli 2013

Narasumber : Rully Akbar (0856.8049.040)

Moderator : Dewi Arum (0812.8038.24.07)

Tim Riset LSI

(Arman Salam,Adjie Alfaraby, Ardian Sopa, Ade Mulyana, Rully Akbar, Fitri Hari,Dewi Arum)

REKOR MURI Survei Paling Akurat dan Presisi

9

6 Rekor terbaru MURI

( Museum Rekor Indonesia)

Paling Presisi 1. Quick Count yang diumumkan tercepat (1 jam setelah TPS ditutup)

2. Quick Count akurat secara berturut-turut sebanyak 100 kali

3. Quick Count dengan selisih terkecil dibandingkan hasil KPUD yaitu

0,00 % (Pilkada Sumbawa, November 2010)

Prediksi Paling Akurat 1. Survei prediksi pertama yang akurat mengenai Pilkada yang

diiklankan

2. Survei prediksi akurat Pilpres pertama yang diiklankan

3. Survei prediksi akurat Pemilu Legislatif pertama yang diiklankan

METODOLOGI SURVEI

• Quick Poll dengan “Smartphone LSI”

• Metode sampling : multistage random

sampling

• Jumlah responden awal : 1200

responden

• Margin of error : 2.9%

Survei dilengkapi dengan Riset Kualitatif (FGD, Indepth & Analis Media)

Pengumpulan Data : 3 – 5 Juli 2013

10

Mayoritas Ragu dengan Komitmen Moral Para Elite

11

Hanya 37.5 % yang percaya dengan komitmen moral para politisi

Kategori Prosentase

Sangat percaya, cukup percaya 37.5 %

Kurang dipercaya, tidak dipercaya sama sekali 51.5 % Tidak Tahu / Tidak Jawab 11.0 %

Q : Sebarapa percayakah bapak ibu bahwa para elite politik/politisi bisa dipercaya komitmennya untuk melalukan hal-hal yang baik dalam kebijakan atau perilakunya?

Keraguan terhadap Komitmen Moral Elite

Berada di Titik Terendah

12

Dibanding 8 tahun lalu (2005), ketidak percayaan terhadap komitmen moralitas

publik para elite meningkat +/- 17 %

Kepercayaan terhadap elite politik

2005 2009 Juli 2013

Tidak Percaya 34.6 % 39.6 % 51. 5 %

Q : Sebarapa percayakah bapak ibu bahwa para elite politik bisa dipercaya komitmennya untuk melalukan hal-hal yang baik dalam kebijakan atau perilakunya?

Mereka yang tinggal di desa maupun kota

Tak Percaya dengan komitmen moral elite

13

Kategori Percaya Tidak Percaya TT/TJ

Desa 39.20 % 50.30 % 10.50 %

Kota 35.70% 56.40% 7. 9%

Kategori Percaya Tidak Percaya TT/TJ

Laki - Laki 35. 00 % 55. 70 % 9. 30 %

Perempuan 40.90 % 47.80% 11. 30%

Q : Sebarapa percayakah bapak ibu bahwa para elite politik bisa dipercaya komitmennya untuk melalukan hal-hal yang baik dalam kebijakan atau perilakunya?

Mereka yang tinggal di kota, dan laki-laki lebih tinggi tingkat ketidakpercayaannya

Ketidakpercayaan terhadap

Moralitas Publik Elite

Merata di Semua Segmen Pendidikan

14

Kategori Percaya Tidak Percaya TT/TJ

Tamat SD/Dibawahnya 38.30% 50.20% 11.5 %

Tamat SLTP/Dibawahnya 40.80% 49.20% 10.0 %

Tamat SLTA/Dibawahnya 38.02% 53.50% 8.48 %

Tamat Kuliah/Pernah Kuliah 34.45% 56.20% 9.35 %

Q : Sebarapa percayakah bapak ibu bahwa para elite politik bisa dipercaya komitmennya untuk melalukan hal-hal yang baik dalam kebijakan atau perilakunya?

Baik yang kaya maupun miskin

Ragu dengan komitmen moral para Elite

15

Kategori Percaya Tidak Percaya TT/TJ

Menengah Bawah 39.70% 49.20% 11.10 %

Menengah-Menengah 36.75% 51.00% 12.25 %

Menengah atas 35.02% 55.40% 9.58 %

Q : Sebarapa percayakah bapak ibu bahwa para elite politik bisa dipercaya komitmennya untuk melalukan hal-hal yang baik dalam kebijakan atau perilakunya?

16

Apa yang menjadi penyebab merosotnya

kepercayaan publik terhadap komitmen

moral para elite?

Pertama Mayoritas Publik Menilai Tak banyak Elite yang Bisa Dijadikan Teladan

17

Sebesar 52.10 % publik menilai bahwa banyak elit politik tak

bisa diteladani

Pernyataaan %

Lebih banyak elite politik yang bisa menjadi teladan

47.10 %

Lebih banyak elite politik yang tidak bisa menjadi teladan

52.10 %

Tidak Tahu / Tidak Jawab 0. 80 %

Q : Menurut bapak/ibu, apakah lebih banyak elite politik yang bisa menjadi contoh bagi

warga masyarakat dalam berperilaku?

Kedua Mayoritas Publik Menilai Banyak Politisi yang Hipokrit

18

Q : Dari dua pernyataan dibawah ini mengenai perilaku para elite politik. Manakah yang

bapak/ibu setujui?

Hanya 26.70 % publik yang menilai politisi tidak hipokrit

Pernyataaan %

Apa yang diucapkan elite sama dengan apa yang dilakukannya. Elite politik mempraktekan ucapan dalam perbuatannya

26. 70 %

Apa yang diucapkan elite berbeda dengan perbuatannya. Elite politik berbicara hal-hal yang baik namun tidak dipraktekan.

65. 30 %

Tidak Tahu / Tidak Jawab 8.00 %

19

Hanya 36.5 % publik yang menilai politisi bertindak sesuai dengan keyakinan dan ajaran agamanya.

Ketiga

Mayoritas Publik Menilai Ada jarak antara klaim agama & perilaku elite

Pernyataaan %

Politisi selama ini bertindak sesuai dengan ajaran agama 36. 5 %

Politisi selama ini bertindak bertentangan dengan ajaran agamanya

37. 5 %

Tidak Tahu / Tidak Jawab 26.0 %

Q : Dari dua pernyataan dibawah ini mengenai perilaku para elite politik. Manakah yang

bapak/ibu setujui?

20

Kesenjangan antara klaim agama dan perilaku elit (1)

Kementrian Agama Justru dinilai paling korup

KPK pernah merilis hasil surveinya di tahun 2011 yang menyatakan bahwa skala integritas Kementrian Agama paling rendah jika dibanding dengan kementerian lainnya. Kasus terbaru di Kementrian Agama yang menguatkan opini publik bahwa terjadi kesenjangan antara klaim agama dengan perilaku elite adalah kasus korupsi pengadaan kitab suci (Quran).

Kitab sumber moralitas (kitab suci) pun dikorupsi

21

Kesenjangan antara klaim agama dan perilaku elit (2)

Petinggi Partai Berbasis AgamaTerlibat Kasus Korupsi

PKS yang berasaskan Islam, dikenal memiliki proses kaderisasi yang ketat dan selektif. Selalu menggunakan jargon dan doktrin agama yang mendasar kepada kadernya. Namun mantan presiden partainya, menjadi pesakitan KPK karena diduga terlibat kasus korupsi impor sapi. Kesalehan pribadi yang dilandasi oleh keyakinan dan ketaatan menjalankan ajaran agama ternyata tak mampu membendung “syahwat” pribadi yang koruptif.

22

Kesenjangan antara klaim agama dan perilaku elit (3)

Ormas agama tertentu seringkali melakukan tindak

kekerasan dan main hakim sendiri

Atas nama keyakinan dan ajaran agama, ormas agama tertentu melakukan tindakan main hakim sendiri disertai dengan kekerasan kepada kelompok-kelompok minoritas. Banyak juga terjadi tindakan main hakim sendiri terhadap perilaku masyarakat yang menurut mereka menyimpang dan tidak sesuai dengan ajaran agama. Di sisi lain, aparat penegak hukum (negara) terkesan melakukan pembiaran terhadap aneka kekerasan dan tindakan main hakim sendiri.

23

Kesenjangan antara klaim agama dan perilaku elit (4)

Penduduk mayoritas muslim namun termasuk negara

paling korup

Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Islam terbesar di dunia, namun Indonesia termasuk negara yang masih paling korup. Seperti dirilis oleh lembaga Transparansi Internasional, Indonesia duduk di peringkat ke-118 peringkat indeks persepsi korupsi dari 174 negara di dunia. Indeks persepsi korupsi di Indonesia mencapai 32 poin. Indonesia berjarak 24 poin dari Somalia yang jadi negara terkorup. Indonesia terpaut 58 poin dari Denmark yang dinilai sebagai negara paling bersih dari korupsi tahun 2012.

24

Momentum puasa Ramadhan

diharapkan bisa menjadi momentum

perbaikan perilaku elite.

Meski hanya 36.5 % publik yang yakin

ada perubahan perilaku elit politik

selama Ramadhan. Sementara

sebesar 40.2 % menyatakan perilaku

elite politik tidak akan berubah meski

di bulan Ramadhan.

Jika tidak ada perubahan. Maka publik

semakin apatis terhadap elit karena

hipokrasi kolektif yang semakin

mencolok dilihat publik.

Publik Berharap Perubahan Perilaku Elite Pada Bulan Ramadhan

25