oaa
DESCRIPTION
antipsikosisTRANSCRIPT
TUGAS
OBAT ANTIPSIKOSIS TIPIKAL
Oleh:
Rashidah Bte M. Jalil (041087050109)
Pembimbing :
dr. Bintang
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
1
OBAT ANTIPSIKOTIK
Antipsikotik merupakan salah satu obat golongan psikotropik. Obat psikotropik adalah obat
yang mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (WHO,1966). Antipsikotik atau
dikenal juga dengan istilah neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik.
Antipsikotik bekerja dengan menduduki reseptor dopamin, serotonin dan beberapa reseptor
neurotransmiter lainnya. Antipsikotik tipikal (kadang-kadang disebut sebagai antipsikotik
konvensional atau neuroleptik konvensional) adalah kelas obat antipsikotik pertama kali
dikembangkan pada tahun 1950 dan digunakan untuk mengobati psikosis (khususnya,
skizofrenia), dan biasanya digantikan oleh obat antipsikotik atipikal. Khas antipsikotik juga
dapat digunakan untuk pengobatan mania akut, agitasi, dan kondisi lainnya.
Berdasarkan afinitas terhadap reseptor dopamin tipe 2 (D2) dan efek samping yang
ditimbulkannya, obat ini dibagi ke dalam dua kelompok yakni antipsikotik generasi pertama
(tipikal) dan antipsikotik generasi kedua ( atipikal).
1. Antipsikotik Tipikal
- Berikatan kuat dengan reseptor dopamine tipe 2.
- Diberikan saat pasien mengalami gejala positif.
- Efek antipsikotik terlihat beberapa hari atau minggu setelah mengkonsumsi obat. Perbaikan
gejala didapat setelah obat menduduki reseptor dopamine di mesolimbik.
- Lebih sering menyebabkan gejala ekstrapiramidal.
2. Antipsikotik Atipikal
- Bekerja pada reseptor dopamine dan serotonin.
- Diberikan saat pasien mengalami gejala negatif.
- Efek samping tersering gejala ekstrapiramidal yang lebih ringan dan penambahan berat
badan.
2
Antipsikotik Generasi Pertama (Tipikal) Antipsikotik Generasi Kedua (Atipikal)
a. High Potency
- Haloperidol
- Flupenazin
- Pimozid
b. Low Potency
- Klorpromazin (CBZ/ Largactil)
- Proclorperazin
- Tioridazin
- Aripiprazol
- Clozapine
- Olanzapin
- Paliperidon
- Risperidon
- Ziprasidon
- Quatiapine
Klasfikasi obat Tipical Antipsikosis menurut struktur molekular
Phenothiazine
Chlorpromazine • Fluphenazine • Mesoridazine • Periciazine • Perphenazine • Prochlorperazine • Promazine • Thioridazine/Sulforidazine • Trifluoperazine • Triflupromazine
Indoles Molindone
Butyrophenones Azaperone • Benperidol • Bromperidol • Droperidol • Haloperidol • Trifluperidol
Thioxanthenes Flupentixol • Chlorprothixene • Thiothixene • Zuclopenthixol
Diphenylbutylpiperidines Fluspirilene • Penfluridol • Pimozide
Other Loxapine
Antipsikotik tradisional dipecah menjadi rendah potensi dan klasifikasi potensi tinggi.
Fluphenazine dan haloperidol adalah contoh antipsikotik khas potensi tinggi, dan klorpromazin
adalah contoh dari potensi rendah antipsikotik. Antipsikotik tipikal potensi tinggi cenderung
dikaitkan dengan lebih efek samping ekstrapiramidal (EPS) dan kurang histaminic (misalnya
sedasi), alfa adrenergik (misalnya orthostasis) dan antikolinergik (mulut kering misalnya) efek
3
samping, sementara antipsikotik rendah potensi yang khas cenderung untuk dikaitkan dengan
kurang lebih H1 EPS tapi,, alpha1 dan efek samping muskarinik.
Klasifikasi Obat Tipikal Mengikit Potensiasi.
Potency Examples Adverse effect profile
high-potency fluphenazine and haloperidol
more extrapyramidal side effects (EPS),less histaminic (e.g. sedation), alpha adrenergic (e.g. orthostasis) and anticholinergic effects (e.g. dry mouth)
low-potency chlorpromazine less EPS but more H1, α1, and muscarinic blocking effects
Baik "potensi rendah" atau "potensi tinggi," dengan mengacu pada dosis rata-rata yang
diperlukan untuk efek terapeutik. Obat potensi rendah memerlukan dosis yang relatif besar dan
lebih mungkin untuk menghasilkan sedasi, hipotensi, dan efek antikolinergik, mereka kurang
mungkin, namun, untuk menghasilkan efek samping ekstrapiramidal. Obat potensi tinggi,
sebaliknya, membutuhkan dosis yang relatif kecil dan kurang cenderung menghasilkan sedasi,
hipotensi, dan efek antikolinergik dan lebih mungkin untuk menghasilkan efek samping
ekstrapiramidal.
4
Gambar 1: Struktur Molekular Obat Typical
5
Gambar 2: Struktur Molekular Obat Typical
6
Efek Terapetik lainnya
1. Antiemetik
2. Sedasi
3. Menghilangkan cegukan
4. Pengobatan bipolar disorder (acute mania)
Obat tipikal antipsikosis biasanya digunakan untuk membantu mengobati penyakit atau kondisi
seperti psikosis, skizofrenia dan mania. Mereka juga dapat digunakan untuk membantu
mengelola agitasi, dan perilaku impulsif. Golongan tipikal ini dapat digunakan dalam dosis yang
lebih kecil untuk membantu mengobati cemas atau panik. Beberapa dari obat ini juga digunakan
untuk mengobati pusing, mual dan muntah. Mereka kadang-kadang disebut 'neuroleptik'.
Antagonis reseptor dopamin dapat di subkasifikasikan sesuai dengan struktur kimia atau efek
klinis. Dalam bagian yang berikut agen ini akan diklasifikasikan menurut struktur kimianya.
Menurut sistem ini, agen diklasifikasikan sebagai rendah, sedang, dan tinggi-potensi agen.
Metode ini mungkin lebih berguna untuk dokter karena memberikan informasi tentang
jumlah obat yang diperlukan untuk efek klinis dan kemungkinan penting bagi efek yang
merugikan.
(Sumber: Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharnacology, 4th Edition.
7
Dosis Obat Tipikal Antipsikosis
Efek Samping Antipsikotik3
1. Gejala ekstrapiramidal
Gejala ekstrapiramidal timbul akibat blokade reseptor dopamine 2 di basal ganglia (putamen,
nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus subthalamikus, dan globus palidus). Akibatnya,
terjadi ketidakseimbangan mekanisme dopaminergik dan kolinergik sehingga sistem
ekstrapiramidal terganggu. Paling sering disebabkan antipsikotik tipikal potensi tinggi.
Gejala ini dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:
a. Reaksi Distonia Akut (ADR)
Terjadi spasme atau kontraksi involunter akut dari satu atau lebih kelompok otot skelet.
Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot
ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik dan sikap
badan yang tidak biasa. Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari
8
setelah pengobatan antipsikosis dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini
terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan
neuroleptik dosis tinggi yang berpotensi tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi
distonia akut dapat menjadi penyebab utama dari ketidakpatuhan pemakaian obat.
b. Akatisia
Akatisia merupakan gejala ekstrapiramidal yang paling sering terjadi akibat antipsikotik.
Kemungkinan terjadi pada sebagian besar pasien terutama pada populasi pasien lebih
muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup, keinginan untuk tetap bergerak
dan sulit tidur. Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan
tidak nyaman yang ekstrim. Hal ini menjadi salah satu penyebab ketidakpatuhan
pengobatan.
c. Sindrom Parkinson
Merupakan gejala ekstrapiramidal yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis pertama
antipsikosi atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan bertahun-tahun.
Manifestasinya meliputi gaya berjalan membungkuk, hilangnya ayunan lengan, akinesia,
tremor dan rigiditas. Akinesia menyebabkan penurunan spontanitas, apati dan kesukaran
untuk memulai aktifitas normal. Terkadang, gejala ini dikelirukan dengan gejala negatif
skizofrenia.
d. Tardive Diskinesia
Manifestasi gejala ini berupa gerakan dalam bentuk koreoatetoid abnormal, gerakan otot
abnormal, involunter, mioklonus, balistik, atau seperti tik. Ini merupakan efek yang tidak
dikehendaki dari obat antipsikotik. Hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif
akibat supersensitif reseptor dopamine di puntamen kaudatus. Prevalensi tardive
diskinesia diperkirakan terjadi 20-40% pada pasien yang berobat lama. Sebagian kasus
sangat ringan dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Faktor
predisposisi meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis tinggi
atau jangka panjang.
9
2. Neuroleptic Malignant
Neuroleptic malignant adalah suatu sindrom yang terjadi akibat komplikasi serius dari
penggunaan obat antipsikotik. Sindrom ini merupakan reaksi idiosinkratik yang tidak
tergantung pada kadar awal obat dalam darah. Sindrom tersebut dapat terjadi pada dosis
tunggal antipsikotik (phenotiazine, thioxanthene, atau neuroleptikal atipikal). Biasanya
berkembang dalam 4 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan. SNM sebagian besar
berkembang dalam 24-72 jam setelah pemberian antipsikotik atau perubahan dosis (biasanya
karena peningkatan). Sindroma neuroleptik maligna dapat menunjukkan gambaran klinis
yang luas dari ringan sampai dengan berat. Gejala disregulasi otonom mencakup demam,
diaphoresis, tachipnea, takikardi dan tekanan darah meningkat atau labil. Gejala ek,d
strapiramidal meliputi rigiditas, disfagia, tremor pada waktu tidur, distonia dan diskinesia.
Tremor dan aktivitas motorik berlebihan dapat mencerminkan agitasi psikomotorik. Konfusi,
koma, mutisme, inkotinensia dan delirium mencerminkan terjadinya perubahan tingkat
kesadaran.
3. Peningkatan berat badan
Paling sering karena pengobatan antipsikotik atipikal. Nafsu makan yang meningkat erat
kaitannya dengan blokade reseptor alpha1- adrenergic dan Histaminergic.
4. Peningkatan prolactin
Blokade reseptor dopamine 2 di hipotalamus menyebabkan berkurangnya pembentukan
prolactin release factor. Akibatnya, faktor inhibitor prolaktin ke hipofisis berkurang
sehingga terjadi peningkatan kadar prolaktin. Pada perempuan didapati sekresi payudara,
sedangkan pada pria didapati ginekomasti.
5. Efek blokade reseptor kolinergik
- Pandangan kabur
- Mulut kering (kecuali klozapin yang meningkatkan salvasi)
- Penurunan kontraksi smooth muscle sehingga terjadi konstipasi dan retensi urin.
10
6. Efek blokade reseptor adrenergik : hipotensi ortostatik.
Gambar 4. Klasifikasi Obat Neouroleptik dan Efek Samping Obat
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Finkel R, Clark MA. Neuroleptics (e-book). Lippincott Williams&Wilkins. 2009.
2. Sadock, B.J, Sadock, V,A. Sussman, N. Kaplan & Sadock’s Pocket Handbook of
Psychiatric Drus Treatment, 4th ED. Lippincott Williams & Wilkins.122-142. 2006
3. Psycoactive and Neuroleptic Drugs. Kamaluddin, UNSRI. 2008
12