nurul khoiriah - repository.uinjkt.ac.id
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI LOKAL KNG.RT1
PENGHASIL FITOHORMON AUKSIN DAN JGEA7
PENGHASIL FITOHORMON SITOKININ
NURUL KHOIRIAH
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012 M/ 1433 H
IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI LOKAL KNG.RT1
PENGHASIL FITOHORMON AUKSIN DAN JGEA7
PENGHASIL FITOHORMON SITOKININ
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi BIologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
NURUL KHOIRIAH
106095003213
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012 M/ 1433 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Oktober 2012
Nurul Khoiriah
ABSTRAK
Nurul Khoiriah. Identifikasi Isolat Bakteri Lokal KNG.RT1 penghasil
fitohormon Auksin dan JGEA7 Penghasil Fitohormon Sitokinin. Skripsi
S1.program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Identifikasi merupakan hal yang penting untuk mengetahui jenis serta
karakteristik suatu bakteri. Isolat KNG.RT1 dan JGEA7 adalah isolat bakteri lokal
penghasil fitohormon auksin dan sitokinin yang diisolasi dari daerah sekitar
rizosfer dan endofit tanaman di kab. Tangerang dan kab. Bogor. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengidentifikasi isolat bakteri lokal KNG.RT1 penghasil
fitohormon auksin dan JGEA7 penghasil fitohormon sitokinin. Dalam penelitian
ini dilakukan pengamatan sifat morfologi koloni bakteri, pengamatan morfologi
sel, pengujian fisiologi dengan reaksi kimia, lalu bakteri diidentifikasi dengan
analisis molekuler dari amplifikasi gen pengkode 16S rRNA kemudian ditentukan
urutan nukleotida dengan sekuensing. Pada tahap akhir, dilakukan komparasi
dengan data base GenBank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat
KNG.RT1 bersifat Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak berspora, motil,
dapat menghidrolisis pati, mampu menghasilkan enzim triptonase, mampu
menfermentasikan asam campuran dan dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit.
Sedangkan isolat bakteri JGEA7 bersifat Gram positif, berbentuk batang pendek,
membentuk endospora, dapat menghidrolisis pati, mampu menghasilkan enzim
triptonase, dapat memfermentasikan asam campuran dan dapat mereduksi nitrat
menjadi nitrit. Hasil analisis data sekuensing pada isolat KNG.RT1 menunjukkan
adanya homology sebesar 98% dengan Pseudomonas stutzeri 16S ribosomal RNA
gene, partial sequence dan pada isolat JGEA7 menunjukkan adanya homology
sebesar 98% dengan Bacillus sp. TSH22w gene for 16S ribosomal RNA, partial
sequence.
Kata Kunci: Bakteri Penghasil Auksin, Bakteri Penghasil Sitokinin, Identifikasi
bakteri, Pseudomonas stutzeri, Bacillus sp.
ABSTRACT
Nurul Khoiriah. The Identifications of Local Bactery Isolate KNG.RT1
Producing of Fitohormon Auxine and JGEA7 Producing of Fitohormon
Sitokinine. Thesis. Departement of Biology. Faculty of Science and
Technology. State Islamic University of Jakarta.
Identification is an important thing to know the variety and the characteristics of
bactery. KNGR.RT1 and JGEA7 localy bacteria isolate produce fitohormone
auxine and sitokinine isolated from region around rhizosfer and endofit plant in
Tangerang and Bogor. The purpose of this research is to identificate local bactery
isolate KNG.RT1 that produce auxin and JGEA7 that produce sitokinin. In this
research, the characteristic of colonial bactery morphology was observe a cell
morphology and examined the physiology using chemistry reaction, and
identificated by using moleculer analysis from the implication of oncode gene 16s
rRNA and then it is determined sequence nucleotida by sequencing. At the last
step, the result was compared by Gen Bank data base. This research show that
KNG.RT1 isolation has some characteristic such as: negative gram, short root
shape, no spora, motil, it can hydrolysis of starch, producing tryptonase enzyme,
fermenting mixed acid, and reducing nitrat become a nitrit. JGEA7 bactery
isolation has some characteristic such as: positive Gram, short root shape, forming
endospore, it can hydrolysis a starch, producing tryptonase enzyme, fermenting
mixed acid, and reducing nitrat become a nitrit. The result of isolate KNG.RT1
show the homology about 98% with Pseudomonas stutzeri 16S ribosomal RNA
gene, partial sequence and isolate JGEA7 show the homology about 98% with
Bacillus sp. TSH22w gene for 16S ribosomal RNA, partial sequence.
Keyword : the producing of phytohormone auxine bactery, the producing of
phytohormone sytokinine, identification of bactery, Pseudomonas
stuszery, Bacillus sp.
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya yang telah memberi nikmat Iman dan Islam hingga saat ini.
Shalawat dan salam marilah kita selalu limpahkan kepada baginda alam,
Habibana wa nabiyana Muhammad SAW, Uswatun Hasanah yang telah
membawa kita dari jaman jahiliyyah menuju jaman yang penuh dengan teknologi
dan sains, yang menghantarkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “ Identifikasi Isolat Bakteri Lokal KNG.RT1 Penghasil Fitohormon
Auksin dan JGEA7 Penghasil Fitohormon Sitokinin“. Sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas bimbingan dan saran-saran serta motivasi kepada :
1. Kedua orangtua tercinta, Abah dan Umi yang selalu memberikan kasih
sayang sepanjang masanya, memanjatkan do,a yang tiada henti, serta
pengorbanan yang tak terkira untuk penulis.
2. Dr. rer.nat Abu Amar dan Dra. Nani Radiastuti, M. Si, selaku pembimbing I
dan Pembimbing II, yang dengan sabar memberikan pengarahan dan
bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
3. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi.
4. Dr. Sopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dosen-dosen Program Studi Biologi yang telah memberikan ilmu
pengetahuan selama penuls menuntut ilmu di Prodi Biologi Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Lilis selaku Kepala Laboratorium Bioteknologi LIPI-Cibinong.
ii
7. Ir. Darti, M. Si, selaku Kepala Laboratorium Mikrobiologi Institut Teknologi
Indonesia (ITI) Serpong
8. Kak Tika dan kak Mira, Laboran Bioteknologi, LIPI-Cibinong.
9. Pak Saryadi, Laboran Mikrobiologi Institut Teknologi Indonesia ITI Serpong
10. Kakak-kakak tercinta yang telah memberikan motovasi untuk tetap
bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Keponakan-keponakan tersayang yang telah memberikan keceriaan untuk
penulis.
12. Isti’anah, Hizkia Botulini Sebayang dan Gama Aditya Putra sebagai temen
seperjuangan penelitian.
13. Sahabat-sahabat Biologi angkatan 2006 yang selalu memberikan canda tawa
nya dalam suka dan duka serta persahabat yang tiada akhir.
Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya untuk melengkapi ilmu pengetahuan. Akhir
kata
Jakarta, Oktober 2012
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3. Hipotesis ...................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1. Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri .......................................... 6
2.1.1. Karakterisasi Morfologi Bakteri ...................................... 7
2.1.2. Pengujian Fisiologis dengan Reaksi Biokimia ............... 11
2.1.3. Analisis Molekular ......................................................... 13
2.2. Empat Kategori Besar Bakteri ................................................ ... 13
2.3. Gen 16s rRNA ........................................................................ .... 18
2.4. Bakteri Penghasil Fitohormon Ausin ........................................... 19
2.5. Bakteri Penghasil Fitohormon Sitokinin ...................................... 20
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 22
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 22
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................. 22
3.3. Cara Kerja .................................................................................... 23
3.3.1. Pembuatan Media ............................................................. 23
3.3.1.1. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) ............. 23
iv
3.3.1.2. Pembuatan Media Nutrient Broth (NB) ............ 23
3.3.1.3. Pembuatan Media Agar Semisolid .................... 23
3.3.1.4. Pembuatan Media Trypton Broth ...................... 24
3.3.1.5. Pembuatan Media MR-VP ................................ 24
3.3.1.6. Pembuatan Media Agar Pati .............................. 24
3.3.1.7. Pembuatan Media Nitrat .................................... 24
3.3.1.8. Pembuatan Media Fermentasi Karbohidrat ........ 25
3.3.2. Peremajaan Bakteri .......................................................... 25
3.3.3. Identifikasi Isolat Bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 ........... 25
3.3.3.1. Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri .............. 25
3.3.3.2. Pengamatan Morfologi Sel Bakteri ................... 25
3.3.3.3. Pengujian Fisiologis dengan Reaksi Biokimia .. 27
3.3.3.4. Analisis Molekular ............................................ 29
3.3.3.4.1. Isolasi DNA ....................................... 29
3.3.3.4.2. PCR .................................................... 31
3.3.3.4.3. Elektroforesis .................................... 32
3.3.3.4.4. Purifikasi ........................................... 33
3.3.3.4.5. Sekuensing ........................................ 35
3.4. Analisis Data ................................................................................ 35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 36
4.1. Karakteristik Morfologi Koloni Isolat Bakteri Lokal
KNG.RT1 dan JGEA7 ................................................................ 36
4.2. Karakteristik Morfologi Sel Isolat Bakteri Lokal
KNG.RT1 dan JGEA7 ............................................................... 37
4.3. Pengujian Fisiologis dengan Reaksi Biokimia
pada Isolat Bakteri Lokal KNG.RT1 dan JGEA7 ....................... 41
4.4. Analisis Molekular ...................................................................... 49
4.4.1. Amplifikasi Gen 16s rRNA .............................................. 49
4.4.2. Sikuen Gen 16S rRNA pada Isolat Bakteri Lokal
KNG.RT1 dan JGEA7 .................................................... 51
v
4.4.3. Analisis Bioinformatika Sikuen Gen 16S rRNA
pada Isolat Bakteri Lokal KNG.RT1 dan JGEA7 .......... 59
4.5. Karakteristik Bakteri Pseudomonas stutzeri ............................... 63
4.6. Karakteristik Bakteri Bacillus sp. ............................................... 64
BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 66
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 66
5.2. Saran ........................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 67
LAMPIRAN ...................................................................................................... 72
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
vi
Gambar 1. Perbedaan Dinding Sel Bakteri Gram negatif dan Gram positif ...... 9
Gambar 2. Morfologi Koloni pada Isolat Bakteri Lokal
KNG.RT1 dan JGEA7...................................................................... 36
Gambar 3. Hasil Pewarnaan Gram dan Bentuk Sel isolat Bakteri Lokal
KNG.RT1 dan JGEA7 ..................................................................... 37
Gambar 4. Hasil Pewarnaan Spora pada Isolat Bakteri Lokal KNG.RT1 ......... 39
Gambar 5. Hasil Pewarnaan Spora pada Isolat Bakteri Lokal JGEA7 .............. 39
Gambar 6. Hasil Uji Fermentasi Karbohidrat .................................................... 43
Gambar 7. Hasil Uji Hidrolisis Pati ................................................................... 44
Gambar 8. Hasil Uji MR-VP .............................................................................. 45
Gambar 9. Hasil Uji Indol .................................................................................. 46
Gambar 10. Hasil Uji Reduksi Nitrat ................................................................. 47
Gambar 11. Hasil Purifikasi PCR Produk dalam Gel Agarosa 1% ................... 50
DAFTAR TABEL
HALAMAN
vii
Tabel 1. Proses PCR dalam Amplifikasi DNA ................................................. 32
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sifat Biokimia
pada Isolat Bakteri Lokal KNG.RT1 dan JGEA7 ................................ 42
Tabel 3. Urutan nukleotida gen 16s rRNA isolat bakteri Lokal KNG.RT1
dalam format FASTA Hasil Sikuen gen 16s rRNA ............................. 51
Tabel 4. Urutan nukleotida gen 16s rRNA isolat bakteri JGEA7
dalam format FASTA Hasil Sikuen gen 16s rRNA ............................. 54
Tabel 5. Hasil Urutan sikuen parsial gen 16s rRNA isolat bakteri KNG.RT1
dan JGEA7 hasil contig menggunakan program BioEdit dalam
format FASTA ..................................................................................... 56
Tabel 6. Hasil Analisis Bioinformatika Gen 16s rRNA pada Isolat
Bakteri Lokal KNG.RT1 ....................................................................... 61
Tabel 7. Hasil Analisis Bioinformatika Gen 16s rRNA pada Isolat
Bakteri Lokal JGEA7 ........................................................................... 62
DAFTAR LAMPIRAN
HALAMAN
viii
Lampiran 1. Kerangka Berpikir ......................................................................... 72
Lampiran 2. Bagan Kerja ................................................................................... 73
Lampiran 3. Komposisi Media ............................................................................ 74
Lampiran 4. Reagen dan Indikator ..................................................................... 76
Lampiran 5. Elektroforegram Hail Sikuensing Parsial Gen 16S rRNA ............. 77
Lampiran 6. Hasil Analisis Bioinformatika pada “GeneBank” NCBI
menggunakan program BLASTN ................................................. 84
Lampiran 7. Perbandingan Karakteristik Isolat Bakteri Lokal KNG.RT1
dengan Pseudomonas stutzeri ....................................................... 88
Lampiran 8. Perbandingan Karakteristik Isolat Bakteri Lokal KNG.RT1
dengan Bacillus sp. ....................................................................... 89
Lampiran 9. Perangkat Alat dan bahan saat Penelitian ...................................... 90
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian modern sangat bergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia
diantaranya pupuk sintetis, fungisida dan pestisida. Bahan-bahan kimia tersebut
baik disadari maupun tidak telah mengakibatkan tekanan pada lingkungan.
Kesadaran akan dampak negatif dari penggunaan bahan-bahan kimia tersebut,
ditunjang dengan adanya perkembangan di bidang bioteknologi, telah mendorong
berkembangnya produk-produk alternatif yang ramah lingkungan, termasuk di
dalamnya produk mikroba penghasil senyawa yang dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman (fitohormon)
Secara Alamiah, tanaman dapat memenuhi kebutuhan hormon melalui
kemampuannya dalam mensintesis fitohormon atau mendapatkannya dari mikroba
yang hidup di rhizosfer (Hindersah et al., 2003) maupun mikroba endofit
(Hallmann, 2001). Fitohormon dibagi menjadi 6 golongan yaitu auksin, sitokinin,
giberelin (GA), etilen, brasinosteroid, dan absisat (Teale et al., 2006).
Berbagai hasil penelitian melaporkan bahwa beberapa kelompok mikroba
mampu menghasilkan senyawa yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman.
Sebagai contoh, bakteri Rhizobium yang terseleksi mampu menstimulasi
pertumbuhan, baik pada tanaman Leguminoceae (tanaman kacang-kacangan)
maupun yang bukan Legumonoceae pada skala lapangan. Bakteri tersebut terbukti
mampu memproduksi fitohormon yaitu sitokinin dan auksin (Hoflich,1995). Hasil
2
penelitian lain menyebutkan bahwa Streptomyces griseoviridis juga mampu
memprodukasi auksin yaitu IAA (Indol-3-Acetic Acid) secara in vitro. Metabolit
ini dapat berperan sebagai stimulator pertumbuhan tanaman, tetapi pada skala
lapangan produksi IAA ini perlu dikaji lebih lanjut (Hindersah dan Simarmata,
2004).
Penelitian lain menyebutkan bahwa Pseudomonas fluorescens mampu
merangsang pertumbuhan akar jagung pada kondisi hidroponik dengan
menghasilkan IAA. Spesies dari genus Pseudomonas lainnya yaitu Pseudomonas
putida juga dilaporkan mampu mempercepat pertumbuhan tanaman. Bakteri
Rhizobium yang terseleksi mampu menstimulasi pertumbuhan, baik pada tanaman
Leguminoceace (tanaman kacang-kacangan) maupun yang bukan Legumonoceace
pada skala lapangan. Bakteri tersebut mampu memproduksi fitohormon yaitu
sitokonin dan auksin (Hoflich, 1995). Ahmad et al. (2005) mengisolasi
Pseudomonas sp. dan Azotobacter sp. dari tanaman Sesbania aculeate dan Vigna
radiate. Hasil tersebut melaporkan bahwa Pseudomonas sp. diketahui dapat
menghasilkan auksin sebanyak 53,2 μg/ml sedangkan Azotobacter sp.
menghasilkan 32,8 μg/ml.
Pada tahun 2008 Hidayat melakukan penelitian tentang “Isolasi dan
seleksi Bakteri Penghasil Fitohormon Auksin”. Hidayat mengisolasi 53 isolat
murni bakteri yang terdiri dari 34 bakteri rhizosfer dan 19 isolat bakteri endofit,
hasil penelitian tersebut melaporkan dari 53 isolat murni didapatkan 24 isolat
bakteri yang positif menghasilkan fitohormon auksin. Dimana konsentrasi
fitohormon tertinggi dihasilkan oleh isolat dengan kode KNG.RT1 yang di isolasi
3
dari rizosfer tanaman kangkung dengan konsentrasi 10.998 ppm. Pada tahun yang
sama, Theresiawati juga melakukan penelitian tentang “Isolasi dan Seleksi Bakteri
Penghasil Fitohormon Sitokinin”. Theresiawati mengisolasi 56 isolat murni
bakteri yang terdiri dari 40 bakteri rhizosfer dan 16 isolat bakteri endofit, hasil
penelitian tersebut melaporkan dari 56 isolat murni didapatkan 16 isolat bakteri
yang positif menghasilkan fitohormon Sitokinin. Salah satunya adalah isolat
dengan kode JGEA7 yang di isolasi dari endofit akar jagung dengan konsentrasi
3,894 ppm. Isolat ini di duga tidak hanya menghasilkan sitokinin semata, akan
tetapi dapat menghasilkan fitohormon auksin.
Kedua isolat dalam penelitian di atas belum teridentifikasi jenisnya, oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi bakteri,
dimana bakteri yang telah teridentifikasi nanti akan dijadikan inokulum cair
dengan formula tertentu yang kemudian akan digunakan untuk berbagai keperluan
riset maupun diproses lebih lanjut oleh para pengembang agrobioteknologi.
Di masa mendatang, industri-industri pertanian semakin dituntut untuk
menggunakan sistem organik (hayati) dalam setiap aktivitasnya, sehingga produk
mikroba penghasil hormon pertumbuhan tanaman yang ramah lingkungan
memiliki peluang pasar yang menjanjikan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Spesies apakah Isolat Bakteri Lokal KNG.RT1 yang memiliki kemampuan
menghasilkan fitohormon auksin dan isolat bakteri lokal JGEA7 yang
memiliki kemampuan menghasilkan fitohormon sitokinin?
4
2. Apakah karakteristik dari isolat bakteri lokal KNG.RT1 berbeda dengan
isolat bakteri lokal JGEA7?
2.3. Hipotesis
1. Bakteri yang umum memiliki kemampuan menghasilkan fitohormon
auksin dan sitokinin adalah bakteri dari genus Pseudomoas, Azotobacter,
Bacillus dan Rhizobium.
2. Karakteristik dari isolat bakteri lokal KNG.RT1 berbeda dengan isolat
bakteri lokal JGEA7.
2.4. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi jenis bakteri dari isolat bakteri lokal KNG.RT1 yang
memiliki kemampuan menghasilkan fitohormon auksin dan JGEA7 yang
memiliki kemampuan menghasilkan fitohormon sitokinin.
2. Mengetahui karakteristik isolat bakteri lokal KNG.RT1 yang memiliki
kemampuan menghasilkan fitohormon auksin dan isolat bakteri lokal
JGEA7 yang memiliki kemampuan menghasilkan fitohormon sitokinin.
2.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada tiga
sasaran utama yakni:
a. Peneliti
Isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 yang telah diidentifikasi memiliki
kemampuan menghasilkan fitohormon dari golongan auksin dan sitokinin
diharapkan dapat dijadikan kultur koleksi yang sewaktu-waktu dapat
digunakan untuk keperluan riset.
5
b. Pengembang Agrobioteknologi
Isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 yang telah diidentifikasi memiliki
kemampuan menghasilkan fitohormon dari golongan auksin dan sitokinin
diharapkan dapat diproses lebih lanjut dengan produksi skala besar untuk
produk siap pakai oleh petani.
c. Petani
Isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 yang telah diidentifikasi dan diproses
lebih lanjut oleh pengembang agrobioteknologi diharapkan dapat berguna
untuk petani sehingga petani mudah menggunakan hasil produksi tersebut.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri
Identifikasi adalah penggunaan kriteria yang ditetapkan untuk klasifikasi
dan nomenklatur untuk mengidentifikasi mikroorganisme dengan
membandingkan ciri-ciri yang belum diketahui jenisnya dengan ciri-ciri yang
sudah diketahui jenisnya. Identifikasi mikroorganisme yang telah diisolasi perlu
pencirian, deskripsi, dan perbandingan yang cukup dengan deskripsi yang telah
dipublikasikan untuk mikroorganisme lain yang serupa (Pelczar dan Chan, 1986).
Teknik identifikasi mikroba merupakan langkah lanjutan dari hasil isolasi.
Untuk identifikasi dan determinasi hasil biakan murni ditentukan berdasarkan
morfologi individu, sifat pewarnaan, morfologi koloni, sifat-sifat biokimia
(fisiologis), patogenitas, dan serologinya. Akan tetapi, pada mikroba tertentu
terkadang tidak diperlukan pengujian lengkap seperti di atas. (Waluyo, 2008).
Proses awal identifikasi mikroba yakni dengan mengamati morfologi individu
secara mikroskopik dan pertumbuhannya pada berbagai macam medium. Karena
suatu mikroba tidak dapat dideterminasi hanya dengan berdasarkan sifat-sifat
morfologinya saja, maka perlu dilihat sifat-sifat biokimia dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhannya. Mikroba yang morfologinya sama mungkin saja
berbeda kebutuhan nutrisinya dan persyaratan ekologi lainnya. Demikian juga
patogenisitas dapat dipakai untuk membantu identifikasi dan determinasi mikroba
7
tersebut. Bila suatu mikroba memiliki sifat-sifat yang hampir sama, maka
dilanjutkan uji serologinya (Fardiaz, 1992).
Karakterisasi dilakukan pada isolat bakteri yang telah lolos seleksi dengan
cara melakukan berbagai pemeriksaan laboratoris agar isolat bakteri tersebut dapat
dikelompokkan dalam suatu golongan (Feliatra, 1999). Karakterisasi yang
umumnya dilakukan meliputi :
2.1.1. Karakterisasi Morfologi Bakteri
Karakterisasi morfologi bertujuan untuk mengamati baik morfologi koloni
maupun morfologi sel bakteri pada isolat bakteri yang telah lolos seleksi. Ketika
ditumbuhkan dalam media yang bervariasi, mikroorganisme akan menunjukkan
penampakan makroskopis yang berbeda-beda pada pertumbuhannya. Perbedaan
ini disebut dengan karakteristik kultur, yang digunakan sebagai dasar untuk
memisahkan mikroorganisme dalam kelompok taksonomik (Capuccino dan
Sherman, 1992). Isolat bakteri yang diperoleh diamati morfologi koloni dengan
melihat bentuk koloni, warna, tepian dan elevasi pada medium agar lempeng, agar
tegak dan agar miring. Sedangkan morfologi sel ditentukan dengan melihat olesan
biakan yang sudah diwarnai dibawah mikroskop dan melihat bagaimana bentuk
sel, sifat gram dan kemampuan membentuk spora dari bakteri tersebut (Pelczar
dan Chan, 2006).
8
2.1.1.1. Morfologi Koloni Bakteri
Karakterisasi morfologi bertujuan untuk mengamati baik morfologi koloni
maupun morfologi sel bakteri pada isolat bakteri yang telah lolos seleksi. Ketika
ditumbuhkan dalam media yang bervariasi, mikroorganisme akan menunjukkan
penampakan makroskopis yang berbeda-beda pada pertumbuhannya. Perbedaan
ini disebut dengan karakteristik kultur, yang digunakan sebagai dasar untuk
memisahkan mikroorganisme dalam kelompok taksonomik (Capuccino dan
Sherman, 1992). Menurut Fardiaz (1992), pengamatan morfologi koloni yang
tumbuh pada agar cawan dapat dibedakan dalam besarnya, warna,
penampakannya apakah keruh (opaque) atau bening, bentuk penyebarannya,
bentuk kemunculan di atas pagar, dan bentuk permukaan.
2.1.1.2. Morfologi Sel Bakteri
a) Pewarnaan Gram
Sifat terhadap pewarnaan Gram adalah suatu yang fundamental untuk
identifikasi bakteri, karena reaksi gram dihubungkan dengan banyaknya sifat-sifat
morfologi bakteri tersebut (Jawetz, et.al., 2005). Penyebab perbedaan bakteri
dalam pewarnaan Gram adalah struktur dinding sel dan komposisi dinding sel
bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram negatif memiliki kandungan
lipid dalam persentase lebih tinggi dibandingkan kandungan lipid yang dimiliki
bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram negatif mempunyai dinding sel
yang lebih tipis dibandingkan dinding sel bakteri Gram positif, perlakuan dengan
alkohol terhadap bakteri Gram negatif menyebabkan larutnya lipid/lemak oleh
9
larutan pemucat (alkohol) atau dengan kata lain lipid terekstraksi sehingga
memperbesar daya rembes atau permeabilitas dinding sel Gram negatif. Kompleks
kristal violet-iodium yang telah memasuki dinding sel selama langkah awal dalam
proses pewarnaan, dapat terekstraksi dari dinding sel bakteri. Sedangkan pada
bakteri Gram positif kandungan lipidnya lebih rendah dan dinding sel bakteri yang
lebih tebal akan menyusut oleh perlakuan larutan pemucat (alkohol) karena
terjadinya dehidrasi, hal ini menyebabkan pori-pori mengecil, permeabilitasnya
berkurang sehingga kompleks kristal violet-iodium tidak dapat tereksitasi dari
dalam dinding sel (Pelczar dan Chan, 2006).
Gambar 1. Perbedaan struktur dinding sel bakteri gram negatif dan positif
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung peptidoglikan jauh lebih
sedikit dan peptidoglikan ini mempunyai ikatan silang peptide antara unit-unit
glikan dan peptida yang bersifat kurang fleksibel dibandingkan dengan yang
dijumpai pada bakteri Gram positif, maka pori-pori pada petidoglikan bakteri
10
Gram negatif tetap cukup besar sekalipun setelah diberi larutan pemucat (alkohol),
sehingga memungkinkan ekstraksi komplek kristal violet-iodium. Sedangkan pada
dinding sel bakteri Gram positif mengandung lapisan peptidoglikan yang lebih
banyak sehingga dengan diberi larutan pemucat (alkohol) akan mengurangi
diameter pori-pori pada lapisan peptidoglikan dan menyebabkan kompleks kristal
violet-iodium terperangkap di dalam dinding sel bakteri Gram positif (Waluyo,
2008).
b) Pewarnaan Spora
Letak spora di dalam sel serta ukurannya selama pembentukkan tidaklah
sama bagi setiap spesies, hal ini penting pada proses identifikasi. Ada spora yang
dibentuk di tengah-tengah sel (sentral), terminal yaitu spora yang dibentuk di
ujung sel, dan subterminal yaitu dibentuk dekat ujung sel (Prescott et al., 2002).
Diameter spora dapat lebih besar atau lebih kecil dari diameter sel vegetatifnya.
Karena itu, adanya, letak serta ukuran endospora sangat bermanfaat didalam
pencirian dan identifikasi bakteri (Pelczar, 1986).
Bakteri dari genus Bacillus mampu bertahan hidup dalam tanah dalam
jangka waktu yang lama karena kemampuannya membentuk endospora
(Schaechter, 2004). Fase endospora dibentuk ketika kondisi lingkungan kurang
mendukung pertumbuhannya, misalnya kekurangan karbon, nitrogen, fosfat
(Waluyo, 2008). Struktur ini merupakan bentuk kehidupan yang paling resisten,
tahan terhadap desikasi, pemanasan, sinar UV, radiasi gamma, bahan kimia toksik
dan kekeringan serta perubahan kondisi lingkungan (Constantin, 2008).
11
c) Uji Motilitas
Motalitas merupakan salah satu ciri penting pengkarakterisasian bakteri.
Sifat ini diakibatkan oleh adanya alat cambuk yang disebut flagella sehingga sel
bakteri dapat berenang didalam lingkungan air (Indawrati et al., 2002). Untuk
mengetahui kemampuan bakteri dalam pergerakannya biasanya dilakukan uji
motilitas yakni dengn menanam bakteri pada media agar semi solid dengan
menusukkannya dengan ose tegak lurus pada media tersebut.
2.1.2. Pengujian fisiologis dengan reaksi biokimia
a) Uji kebutuhan oksigen dengan medium NB
Uji kebutuhan oksigen dilakukan untuk mengetahui sifat pertumbuhan
bakteri dengan menggunakan medium NB. Sifat pertumbuhan yang diamati
adalah aerob, anaerob, fakultatif atau mikroaerofil.
b) Uji Katalase
Uji katalase ini dilakukan untuk membedakan mikroorganisme yang memiliki
enzim katalase yang digunakan untuk mendegredasi hidrogen peroksida yang
bersifat toksik (Lay, 1994).
c) Uji fermentasi karbohidrat
Uji fermentasi karbohidrat bertujuan untuk mengetahui kemampuan isolat
bakteri dalam menghidrolisis karbohidrat dengan menggunakan tiga jenis gula,
yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa (Lay, 1994).
12
d) Uji hidrolisis pati
Uji hidrolisis pati untuk melihat kemampuan bakteri dalam menghidrolisis
pati dengan cara menghasilkan enzim amilase. Pati merupakan polisakarida yang
memiliki berat molekul yang tinggi, karena ukurannya yang besar, polisakarida
tidak mampu diserap oleh membran sel (Capuccino dan Sherman, 1992).
e) Uji indol
Uji indol digunakan untuk mengetahui apakah dalam proses pertumbuhannya
bakteri dapat membentuk indol dari asam amino essential triptofan (Lay, 1994).
f) Uji fermentasi gula, H2S, dan gas dengan TSIA
Uji ini menggunakan medium TSIA yang mengandung glukosa, laktosa dan
ferosulfat.
g) Uji MR-VR
Uji MR bertujuan untuk menentukan kemampuan mikroorganisme untuk
mengoksidasi glukosa dan menstabilkan konsentrasi asam yang tinggi sebagai
produk akhir. Sedangkan uji VP untuk membedakan kemampuan mikroorganisme
untuk menghasilkan produk akhir non-asam atau netral seperti asetilmetilkarbonil
dari asam organik yang dihasilkan dari metabolisme glukosa (Lay, 1994).
13
h) Uji Sitrat
Uji sitrat digunakan untuk melihat kemampuan mikroorganisme untuk
menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi (Capuccino
dan Sherman, 1992).
i) Uji hidrolisis urea
Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menghidrolisis
urea dengan menggunakan enzim urease dan mengubah pH media dari pH netral
menjadi basa (Lay, 1994).
2.1.3. Analisis Molekular
Dengan prosedur laboratorium yang telah tersedia, kita dapat menentukan
komposisi basa (kandungan guanin + sitokinin atau GS) DNA suatu
mikroorganisme tertentu dan kemudian membandingkannya dengan komposisi
basa DNA pada mikroorganisme lainnya. Derajat kekerabatan atau kesamaan
DNA pada berbagai mikroorganisme dapat ditentukan pula dengan percobaan
hibridisasi. Dalam teknik ini utasan tunggal DNA mikroorganisme dipertemukan
dengan utasan tunggal DNA mikroorganisme yang lain. Derajat penyatuan
kembali utasan-utasan tunggal ini mencerminkan derajat kesamaannya (Pelczar,
1986).
2.2. Empat Kategori Besar Bakteri
Untuk identifikasi mikroba, meskipun ada skema klasifikasi yang diakui
secara internasional, namun skema klasifikasi yang paling terkenal dan paling
14
umum digunakan yakni mengacu pada “Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology” (Holt et al., 1994).
Secara garis besar kelompok bakteri dapat digolongkan menjadi 4 kategori
besar, yakni :
1. Kategori Besar I : Eubacteria Gram Negatif dengan Dinding Sel, yang
terdiri 16 Grup
Prokariota memiliki struktur dinding sel yang kompleks (tipe Gram
Negatif) baik pada susunan dinding luar maupun dinding dalam, dengan lapisan
peptidoglikan yang tipis (yang terdiri dari asam muramat) dan komplemen yang
bervariasi di bagian luar dan antara lapisan-lapisan itu. Biasanya organisme
tersebut jika diwarnai menunjukkan Gram negatif. Bentuk sel biasanya berbentuk
oval, lurus, melengkung, batang, heliks atau filament, beberapa yang lain
berbentuk kapsul atau selubung (Holt et al., 1994). Reproduksi dengan
pembelahan biner, tetapi beberapa kelompok dengan pertunasan, pembelahan
ganda (pleurocapsales). Myxobacteria membentuk badan buah dan mikrospora.
Beberapa yang lain bergerak dengan cara berenang, meluncur, dan tidak bergerak.
Anggota dari kategori ini bakteri fototropik atau nonfototopik (lithotrofik dan
heteritrofik) dan bersifat aerobik, anarobik, anaerob fakultatif, dan mikroaerofilik;
beberapa anggotanya merupakan parasit obligat interseluler.
15
2. Kategori Besar II : Eubacteria Gram Positif dengan Dinding Sel, yang
terdiri 6 Grup
Kategori ini merupakan prokariot dengan susunan dinding sel tipe Gram
positif. Sel dapat berbentuk sphere, batang, atau filament; batang dan filament
tidak bercabang, tetapi beberapa menunjukkan percabangan. Reproduksi secara
umum dengan pembelahan biner; beberapa memproduksi endospora atau spora
pada hifa. Kategori tersebut tidak bersifat fotosintetik; umumnya kemosintetik
heterotrofik dan bersifat aerob, anaerob, anaerob fakultatif, dan mikroaerofil.
Anggota kategori ini bakteri asporogenous dan sporogenous, seperti pada
actinomycetes (Pelczar dan Chan,1986).
3. Kategori Besar III : Eubacteria tanpa Dinding Sel, terdiri hanya 1 Grup
saja, yakni Mycoplasma atau Mollicula
Kategori ini tidak memiliki dinding sel dan tidak mensintesis prekursor
peptidoglikan. Organisme kategori ini tertutup oleh suatu unit membran, yakni
membran plasma. Sel bersifat sangat pleomorfik dan ukurannya bervariasi mulai
yang besar sampai yang sangat kecil (0,2 mikrometer). Umumnya berbentuk
filament bercabang. Reproduksi dengan pertunasan, fragmentasi, dan atau
pembelahan biner. Biasanya nonmotil, tetapi beberapa spesies dengan pergerakan
meluncur. Tidak berspora. Sel terwarnai menjadi Gram negatif. Banyak
memerlukan media kompleks untuk pertumbuhan (tekanan osmotik tinggi) dan
menembus permukaan medium padat membentuk koloni berbentuk “telur dadar”.
Kebanyakan spesies memerlukan kolesterol dan asam amino rantai panjang untuk
16
pertumbuhan. Komplek guanin dan sitosin dalam ARN ribosom 43-48 mol%
(lebih rendah 50-54 mol% dari dinding Eubacteria Gram positif dan Gram
negatif); guanin dan sitosin dari ADN 23-46 mol% dan ukuran genom
mycoplasma lebih sedikit daripada prokariotik yakni 0,5-0,1 x 109 dalton.
Mycoplasma bersifat saprofitik, parasitik, atau patogenik, dan bersifat patogen
penyebab penyakit pada binatang, tanaman, dan jaringan.
4. Kategori Besar IV : Archeobacteria, yang terdiri 5 Grup
Archaeobacteria dominan sebagai mikroba daratan dan akuatik, terdapat
secara anerob atau hipersalin atau hydrothermal dan geothermal; juga terdapat
bersimbiosis dengan saluran pencernaan pada binatang. Kategori bakteri ini terdiri
dari aerob, anaerob, dan aerob fakultatif yang dapat tumbuh secara
khemolithoototrof, organototrof, atau organototrof fakultatif. Archaeebacteria
dapat bersifat mesofil, atau thermofil yang dapat tumbuh pada suhu di atas 100ºC.
Archaeobacteria memiliki sifat unik secara biokimia yakni adanya eter
lemak, isopropyl gliserol. Ketiadaan murein pada dinding sel menyebabkan reaksi
terhadap antibiotika ß-laktam. Lengan umum dari tARNs terdiri pseudouridin
atau 1-metilpseudouridin. Sekuen 5S, 16S, dan 23S rARNs sangat berbeda antara
eubakteria dan eukariota.
Beberapa ciri molekuler Archaeobacteia: (a) perpanjangan faktor 2 (EF-
2) terdiri asam amino diftalmida dan ADP-ribosable oleh racun difteria, (b)
sekuens asam amino dari protein “A” ribosomal homolog dengan eukariotik
protein (L-7/L-12), (c) initiator tARN metionil bukan formilated, (d) beberapa
17
gen tARN berpasangan dengan basa “AU”, (f) ARN polymerase adalah
multikomponen enzim dan peka terhadap antibiotik rimfamisin dan streptolidigin,
(g) seperti halnya AND polymerase dari eukariot; replikasi AND Archaeobacteria
polymerase tidak dihambat oleh aphidicolin atau butilfenil-dGTP, dan sintesis
protein dihambat oleh anisomisin bukan oleh kloramfenikol. Archaeobacteria
otototrofik tidak dapat mengasimilasi karbon dioksida melalui siklus Calvin.
Archaeobacteria ototrof tidak dapat mengasimilasi karbon dioksida melalui siklus
Calvin. Pada Methanobacterium, CO2 diikat melalui jalur asetil CoA sedangkan
Acidianus dan Thermoproteus CO2 diikat melalui jalur reduksi asam
trikarboksilat.
Hasil pewarnaan Gram kemungkinan dapat Gram positif atau Gram
negatif. Spesies yang bersifat Gram positif pada dinding selnya memiliki
pseudomurein, metahanochondrotin, dan heteropolisakarida; sedangkan pada
Gram negatif karena memiliki lapisan permukaan (gliko-) protein. Sel nya
memiliki keragaman bentuk. Diameter sel antara 0,1-15 mikron dan panjang
filamen dapat mencapai 200 mikron. Perbanyakan sel dapat dengan pembelahan
biner, perkuncupan, fragmentasi dan mekanisme yang belum diketahui. Sel dapat
berwarna merah, ungu, jingga, coklat jeruk, kuning, hijau, hitam kekuningan dan
putih.
Secara umum Archaeobacteria terdiri (a) Archaeobacteria methanogenik,
(b) Archaeobacteria pereduksi sulfat, (c) Archaeobacteria halofilik ekstrem, (d)
Archaeobacteria tanpa dinding sel, dan (e) Thermofilik Sº-metaboliser.
18
Dari empat kategori besar di atas (Kategori I, Kategori II, Kategori III,
dan Kategori IV) dibagi menjadi 35 GRUP. Masing-masing grup adalah :
Kategori Besar I : Eubacteria Gram negatif, GRUP 1 sampai dengan
GRUP 16.
Kategori Besar II : Eubacteria Gram positif dengan dinding sel dari GRUP
17 samapi dengan GRUP 29.
Kategori Besar III : Eubacteria tanpa dinding sel dari hanya terdiri dari 1
GRUP, yakni MYCOPLASMA (GRUP 30).
Kategori Besar IV : Archeobacteria terdiri GRUP 31 sampai dengan
GRUP 35.
2.3. Gen 16S rRNA
RNA di dalam sel dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok RNA yang berhubungan dengan ekspresi gen yaitu mRNA, tRNA dan
kelompok rRNA yang tidak berhubungan dengan ekspresi gen. Ribosomal RNA
merupakan salah satu makromolekul yang menarik karena molekul ini bersifat
stabil, terdapat sekitar 83% dari keseluruhan RNA dalam sel dan merupakan
kerangka ribosom yang sangat berperan dalam mekanisme translasi. Semua rRNA
identik secara fungsional yakni terlibat dalam produksi protein, walaupun
demikian sekuen-sekuen dibagian tertentu terus berevolusi dan mengalami
perubahan pada level struktur primer sambil mempertahankan struktur sekunder
dan tersier yang homolog (Gutell et al., 1994).
19
Kemampuannya mewakili semua informasi filogenetik dan kepraktisannya
menyebabkan sekuen 16S rRNA lebih sesuai digunakan untuk identifikasi bakteri
daripada menggunakan 5S rRNA atau 23S rRNA (Drancourt, 2000). Aplikasi
molekular untuk menganalisis keragaman mikroba melalui analisis gen 16S rRNA
sesuai untuk mengidentifikasi mikroorganisme karena gen ini terdapat pada semua
organisme prokariot. Molekul 16S rRNA memiliki daerah-daerah berbeda berupa
sekuen yang konservatif dan sekuen lain yang sangat variatif (Bottger, 1996).
Strategi yang sering digunakan untuk melihat keragaman mikroba yang meliputi
tahap-tahap isolasi DNA dari komunitas alami, amplifikasi gen 16S rRNA
menggunakan PCR, penapisan klon-klon untuk variabilitas genetik, pemilihan
klon unik untuk disekuen dan menentukan klon filogeniknya (Marchesi et al.,
1998). Gen 16S rRNA bersifat relatif stabil dalam sel bakteri dari pada rRNA
yang biasanya didegradasi dan hanya terdapat pada fase-fase tertentu saja
(Drancourt, 2000).
2.4. Bakteri Penghasil Auksin
Selain dapat mensintesis sendiri, tanaman juga dapat memperoleh
fitohormon auksin dari mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman tersebut.
Mikroba-mikroba tersebut biasanya hidup di daerah rhizosfer dan endofit
tanaman. Strain bakteri Rhizozobium sp. yang hidup dalam bintil akar kacang-
kacangan seperti Rhizobium japonicum yang diisolasi dari akar kacang kedelai,
Rhizobium leguminosarium dari bintil akar kacang turi, Rhizobium lupini dari
bintil akar kacang merah, dan Rhizobium phaseoli yang diisolasi dari akar kacang
hijau telah lama dikenal sebagai bakteri-bakteri penghasil auksin. Isolat bakteri
20
Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas putida yang diisolasi dari akar
jagung serta strain aktinomicetes seperti Streptomyces griseoviridis dapat
mendapatkan auksin jenis IAA (Cappuyuns et al., 2004).
Tanaman dengan spesies endofit tertentu mampu tumbuh lebih cepat dan
terlihat dominan dari tanaman yang lain karena produksi fitohormon. Mikroba
endofit strain Epicoccum purpurascens dan Aureobasidium pullullan mampu
memproduksi IAA dan Indol-3-Acetonitrile secara in vitro. Endofit strain
Balansia sp. dan Acremonium coenophialum mampu memproduksi IAA dan
hormon auksin yang lain secara in vitro (Wilson, 1995). Endofit Hypoxylon
serpens yang diisolasi dari tembakau mampu memproduksi sitokinin. Auksin dan
sitokinin juga dapat diperoleh dari endofit Steril red yang diisolasi dari gandum
dan rye-grass (Hallmann, 2001).
Biosintesis mikrobial IAA dalam tanah dapat dipacu dengan adanya
triptofan yang berasal dari eksudat akar atau sel-sel yang rusak (Arshad &
Frankerberger, 1991). Terdapat lintasan-lintasan metabolik yang dapat mengubah
triptofan menjadi IAA pada beberapa organ atau jaringan tanaman yang telah
diteliti (Heddy, 1996).
2.5. Bakteri Penghasil Sitokinin
Kemampuan Azotobacter dalam memproduksi fitohormon sitokinin dan
auksin dilaporkan pertama kali oleh Vancura dan Macura pada tahun 1960
(Vancura, 1988). Sampai saat ini sejumlah penelitian telah membuktikan
kemampuan rizobakter Azotobacter chroococcom, A. beijerinckii, A. paspali
maupun A. vinelandii dalam memproduksi fitohormon terutama sitokinin . Taller
21
dan Wong (1989) membuktikan adanya sitokinin dari jenis zeatin ribosida (ZR),
Zeatin (Z), isopenteniladenosin (2iPR), isopenteniladenin (2iP), metiltiozeatin
(MSZ) dan metiltioisopentenil-adenin (MS2iP) yang diekskresikan oleh A.
vinelandii (Kakimoto, 2003).
Abbas dan Okon (1993) memperlihatkan bahwa kemampuan A. paspali
untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman berhubungan dengan kapasitasnya
dalam mensintesis faktor tumbuh. Sejumlah isolat Azotobacter yang dikulturkan
pada suhu kamar maupun 30ºC selama 60 jam mensekresikan fitohormon
sitokinin, atau giberelin ke dalam media pertumbuhan bebas N. Di dalam
supernatant kultur cair A. chroococcum, yang diisolasi dari rizosfer jagung,
dengan kepadatan 109 cfu/ml terdapat kinetin dan benziladenin-9-glukosida
masing-masing dengan konsentrasi 0.0197 dan 0.004 μg/ml.
Azotobacter sp., diisolasi dari rizosfir tomat, yang dikulturkan di media
bebas N mengekskresikan (Giberelid Acid) GA1 sebanyak 13.57 µg/mL dan
sitokinin sebanyak 10.13 µg/mL (Hindersah et al., 2001). Analisis HPLC fase
terbalik pada kultur isolat Azotobacter yang diisolasi dari rizosfir bibit lettuce
memperlihatkan adanya 0.04 ppm sitokinin, 1.9 ppm GA3, 0.9 ppm GA5 dan 1.0
ppm GA7 tetapi tidak terdeteksi adanya auksin (Hindersah et al., 2003).
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2011 di
Labratorium Mikrobiologi, Institut Teknologi Indonesia (ITI), Serpong,
Tangerang Selatan untuk pengamatan morfologi bakteri dan pengujian fisiologis
secara biokimia dan di Laboratorium Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Cibinong-Bogor untuk uji Molekular.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sentrifuge, tabung
sentrifuge, mikro pipet, pipet tips, gelas ukur, Beaker Glass, timbangan analitik,
spatula, cawan petri, tabung reaksi, hot plate, magnetic stirrer, incubator shaker,
laminar air flow, jarum ose, tabung PCR, water bath, mesin PCR, elektroforesis
kit, UV transluminator, pipet tetes, kapas, alumunium foil, pipet tip, mikro pipet.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat murni bakteri
penghasil fitohormon auksin (KNG.RT 1) dan isolat bakteri penghasil fitohormon
sitokinin (JGEA7) yang diperoleh dari BPPT serpong, Genomic DNA Mini Kit
(Merk: Genaid), ethanol pekat, reagen PCR (buffer, dNTP, enzyme Taq
23
Polimerase, MgCl2), TAE 1X, Agarose, primer 9 F (5’-GAG TTT GAT CCT
GCC TCA G-3’) 20 pmol, primer 1541 R (5’-AAG GAG GTG ATC CAG CC-
3’) 20 pmol, DNA template, loading dye, media Nutrient Agar, nutrient Broth,
laruan H2O2 3%, NaCl, Larutan pewarnaan gram, malacit green, reagen Erhlich,
merah metil, larutan KOH, asam sulfanilat, asam naftilamin.
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Pembuatan Media
3.3.1.1. Media Nutrient Agar (NA)
Sebanyak 0,5 gram pepton, 0,3 gram beef ekstrak dan 1,5 gram agar-agar
dilarutkan dalam 100 ml akuadest. Media NA dipanaskan dengan menggunakan
hot plate dan magnetic stirrer agar larut, kemudian disterilisasi menggunakan
autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit pada tekanan 1 atm.
3.3.1.2. Media Nutrient Broth (NB)
Sebanyak 0,5 gram pepton, dan 0,3 gram beef ekstrak dilarutkan dalam
100 ml akuadest. Media NA dipanaskan dengan menggunakan hot plate dan
magnetic stirrer agar larut, kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf dengan
suhu 1210C selama 15 menit pada tekanan 1 atm.
3.3.1.3. Media Agar Semi Solid
Sebanyak 0,5 gram pepton, 0,3 gram beef ekstrak dan 1 gram agar-agar
dilarutkan dalam 100 ml akuadest. Media NA dipanaskan dengan menggunakan
24
hot plate dan magnetic stirrer agar larut, kemudian disterilisasi menggunakan
autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit pada tekanan 1 atm.
3.3.1.4. Media Trypton Broth
Sebanyak 1 gram trypton dilarutkan dalam 100 ml akuadest. Media
tersebut dipanaskan dengan menggunakan hot plate dan magnetic stirrer agar
larut, kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C selama 15
menit pada tekanan 1 atm.
3.3.1.5. Media MR-VP
Sebanyak 5 gram pepton, 5 gram glukosa, dan 5 gram K2HPO4 dilarutkan
dalam 100 ml akuadest. Media tersebut dipanaskan dengan menggunakan hot
plate dan magnetic stirrer agar larut, kemudian disterilisasi menggunakan
autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit pada tekanan 1 atm.
3.3.1.6. Media Starch Agar
Sebanyak 0,5 gram pepton, 0,3 gram beef ekstrak, 0,2 gram soluble starch
dan 1,5 gram agar-agar dilarutkan dalam 100 ml akuadest. Media tersebut
dipanaskan dengan menggunakan hot plate dan magnetic stirrer agar larut,
kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit
pada tekanan 1 atm.
3.3.1.7. Media Nitrat
Sebanyak 5 gram pepton, 3 gram beef ekstrak, dan 3 gram KNO3
dilarutkan dalam 100 ml akuadest. Media tersebut dipanaskan dengan
25
menggunakan hot plate dan magnetic stirrer agar larut, kemudian disterilisasi
menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit pada tekanan 1 atm.
3.3.1.8. Media Fermentasi Karbohidrat
Sebanyak 5 gram pepton, 3 gram beef ekstrak, dan 3 gram KNO3
dilarutkan dalam 100 ml akuadest. Media tersebut dipanaskan dengan
menggunakan hot plate dan magnetic stirrer agar larut, kemudian disterilisasi
menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit pada tekanan 1 atm.
3.3.2. Peremajaan Isolat bakteri
Satu ose isolat murni masing-masing bakteri dari medium stok
diinokulasikan ke dalam media agar miring NA segar dan media NB, kemudian
diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.
3.3.3. Identifikasi Isolat Bakteri Lokal KNGRT1 dan JGEA7
3.3.3.1.Pengamatan Sifat Morfologi Koloni Isolat Bakteri
Isolat bakteri ditumbuhkan pada medium NA dan dilakukan pengamatan
pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar lempeng yaitu bentuk, tepian,
elevasi, permukaan warna (Metting, 1993).
3.3.3.2. Pengamatan Morfologi Sel
a. Pewarnaan Gram
Satu tetes larutan NaCl diteteskan pada kaca objek. 1 ose isolat bakteri
lokal diambil dan dicampurkan dengan NaCl 0,85%. Preparat dibiarkan
kering dengan cara diangin-anginkan, dan difiksasi sebanyak 3 kali diatas
26
nyala api kemudian dibiarkan dingin. Kemudian dilakukan pewarnaan gram
yakni dengan cara diberi tetesan larutan kristal violet selama ± 2-3 menit,
dicuci dengan aquadest dan selanjutnya ditetesi dengan larutan lugol pada
seluruh permukaan preparat selama ± 1-2 menit. preparat dicuci dengan
aquadest dan di cuci kembali dengan alkohol 96% hingga bersih. Kemudian
di cuci dengan air, lalu diberi tetesan larutan safranin selama ± 1-2 menit.
Preparat di cuci kembali dengan aquadest dan dikeringkan setelah itu di amati
di bawah mikroskop (Waluyo, 2008).
b. Pewarnaan Spora
Satu tetes larutan NaCl diteteskan pada kaca objek. Kemudian di ambil 1
ose isolat bakteri lokal dan dicampurkan dengan NaCl 0,85%. Preparat
dibiarkan kering dengan cara diangin-anginkan, dan difiksasi sebanyak 3 kali
di atas nyala api kemudian dibiarkan dingin. Kemudian diberi tetesan Malacit
Green, dibiarkan selama 2-3 menit di atas penangas air. Lalu preparat di
angkat dan dibiarkan dingin, selanjutnya dibilas dengan aquadest. Beri tetesan
safranin, dibiarkan selama 30 detik,lalu dibilas dengan aquadest, dan
dikeringkan setelah itu diamati di bawah mikroskop. Sel vegetatif akan
terlihat berwarna merah dan sporanya akan terlihat berwarna hijau (Madigan
et al., 2009).
c. Uji Motilitas
Satu ose biakan diinokulasikan kedalam medium agar semisolid dengan
cara ditusukkan secara tegak dan 1 tabung medium tidak diinokulasi sebagai
27
kontrol. Kemudian diinkubasi pada temperatur 37oC selama 24 jam, setelah
itu diamati perubahan yang terjadi. Hasil positif menunjukkan media menjadi
keruh seluruhnya dan negatif apabila keruh hanya pada daerah tusukan saja.
3.3.3.3. Penguji Fisiologis dengan reaksi Biokimia
Mengikuti cara kerja yang disebutkan dalam Hadioetomo (1993) dan
Amar et al., (2002) yang meliputi :
1. Uji Katalase
Satu ose isolat bakteri lokal diambil dari hasil peremajaan bakteri. Isolat
diletakkan pada kaca objek kemudian ditetesi H2O23%. Kemudian diamati
adanya gelembung O2 (oksigen) yang terbentuk.
2. Uji Fermentasi Karbohidrat
Satu ose biakan diinokulasikan kedalam seri medium (glukosa, laktosa,
sukrosa dan maltosa). Satu seri medium tidak diinokulasi dan digunakan sebagai
kontrol. Kemudian diinkubasi pada temperatur 35oC selama 48 jam, setelah itu
diamati reaksi yang terjadi. Indikator pembentukan asam laktat apabila terjadi
perubahan warna medium menjadi kuning tanpa pembentukan gas pada tabung
durham. Uji akan bersifat fermentasi asam campuran apabila warna medium
berubah dan diikuti pembentukan gas pada tabung durham dan uji akan bersifat
fermentasi alkohol apabila terbentuk gas pada tabung durham tanpa diikuti
perubahan warna medium.
28
3. Uji Hidrolisis Pati
Starch agar dimasukkan dalam cawan petri. Isolat bakteri diinokulasi
dengan cara menempatkan satu mata ose biakan ditengah cawan petri kemudian
disebarkan seluas 0,5 cm dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37oC,
setelah diinkubasi, ditambahkan beberapa tetes larutan iodium di atas permukaan
koloni isolat bakteri yang tumbuh, uji akan bernilai positif apabila di sekeliling
koloni terbentuk zona bening dan ini akan menandakan terjadinya proses
hidrolisis pati dan uji akan bernilai negatif di sekeliling koloni terbentuk warna
biru kehitaman.
4. Uji Indol
Satu ose isolate bakteri diinokulasikan ke dalam Trypton Broth dan 1
tabung media tidak diinokulasi sebagai kontrol. Kemudian diinkubasi pada suhu
35±1ºC selama 24 jam, 1 atm. Setelah itu, ditambahkan 1 tetes larutan covac
sampai terbentuk cincin merah. Hasil positif akan menunjukkan terbentuknya
cincin merah dan negatif tidak terbentuk cincin merah.
5. Uji MR
Satu ose isolat bakteri diinokulasikan kedalam media perbenihan MR dan
1 tabung media tidak di inokulasi sebagai kontrol. Kemudian diinkubasi pada
suhu 37ºC selama 24 jam. Setelah itu, sebanyak 0,2 ml ditambahkan larutan
KOH 40% selama 15 menit pada media MR. Hasil positif akan menunjukkan
perubahan warna dari bening menjadi warna pink-merah dan hasil negatif akan
menunjukkan perubahan warna dari bening menjadi kuning kecoklatan.
29
6. Uji VP
Satu ose isolat bakteri diinokulasikan kedalam media perbenihan VP dan 1
tabung media tidak di inokulasi sebagai kontrol. Kemudian diinkubasi pada suhu
37ºC selama 24 jam. Setelah diinkubasi, kedua isolat di tambahkan 5-10 tetes
barit A dan B pada media VP. Hasil positif akan menunjukkan perubahan warna
dari kuning menjadi merah.
7. Uji Nitrat
Satu ose biakan diinokulasikan kedalam tabung yang telah berisi media
pertumbuhan NB dan 1 tabung tidak di inokulasi sebagai kontrol, kemudian
diinkubasi 24 jam pada suhu 37 ºC. Setelah itu, ditambahkan 5 tetes larutan A
(Asam Sulfanilat) dan 5 tetes larutan B (Alfa naftilamin) dan diamati perubahan
warna yang terjadi. Jika terjadi perubahan warna, maka biakan ditambahkan
sedikit serbuk Zn dan diamati perubahan yang terjadi.
3.3.3.4. Analisis Molekular, Meliputi:
a) Isolasi DNA, dilakukan menggunakan Genomic DNA Mini Kit (GeneAid)
1. Preparasi Sampel (Pra-lisis)
Jika Bakteri gram negatif: kultur sel bakteri dipindahkan (hingga 1x109)
kedalam 1,5 ml tabung mikrosentrifuge, kemudian sentrifuge selama 1 menit
dengan kecepatan 13.000 rpm (full speed). Kemudian buang supernatannya dan
ditambahkan 200 µl GT Buffer kedalam tabung kemudian divortex. Inkubasi
selama 5 menit dalam suhu ruang.
30
Jika Bakteri Gram Positif: kultur sel bakteri dipindahkan (hingga 1x109)
kedalam 1,5 ml tabung mikrosentrifuge, kemudian sentrifuge selama 1 menit
dengan kecepatan 13.000 rpm. Kemudian buang supernatannya dan
ditambahkan 200 µl lysozym Buffer kedalam tabung kemudian divortex.
Sampel diinkubasi selama 10 menit dalam suhu ruang, selama inkubasi, tabung
dikocok setiap 2-3 menit.
2. Lisis Sel
Sebanyak 200 µl GB buffer ditambahkan kedalam sampel, kemudian di
vortex selama 5 detik. Kemudian sampel diinkubasi selama 10 menit pada suhu
70oC. selama inkubasi, sampel dalam tabung di balikkan (kocok) setiap 3
menit.
3. Pengikatan DNA
Setelah diinkubasi ditambahkan 200 µl ethanol pekat kedalam sampel dan
di vortex selama 10 detik. GD kolom ditempatkan kedalam tabung koleksi
ukuran 2 ml, kemudian pindahkan semua campuran (termasuk semua endapan
sampel) kedalam GD kolom. Sentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm selama
2 menit. Tabung koleksi yang berisi cairan (pengotor) dilepaskan dan GD
kolom ditempatkan kedalam tabung koleksi yang baru.
4. Pencucian
Sebanyak 400 µl W1 buffer ditambahkan ke dalam GD kolom, kemudian
disentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm selama 30 detik. Tabung koleksi
31
yang berisi cairan (pengotor) dilepaskan dan GD kolom ditempatkan kembali
kedalam tabung koleksi yang baru. kemudian disentrifuge kembali selama 3
menit dengan kecepatan penuh untuk mengeringkan matriks kolom.
5. Pengelusian DNA
GD kolom yang telah kering dipindahkan kedalam tabung mikrosentrifuge
berukuran 1,5 ml yang bersih. Kemudian ditambahkan 100 µl elusi buffer atau
TE buffer kedalam bagian tengah dari matriks kolom. Larutan didiamkan
selama 3-5 menit atau sampai buffer elusi atau TE terserap oleh matriks.
Kemudian disentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm selama 30 detik untuk
mengelusi DNA yang telah dipurifikasi.
b) Polymerase Chain Reaction (PCR)
Untuk melakukan amplifkasi DNA , dibuat larutan pereaksi PCR yang
terdiri atas: 20 µl dH2O, 25 µl 5x buffer (ready mix), 2 µl primer 9F 20 pmol, 2 µl
primer 1541R 20 pmol, 1 µl DNA template (menggunakan Kappa ready mix
master kit for PCR) yang kemudian ditempatkan dalam satu ependorf tube volume
500 µl. Reagen mix tersebut di aduk dengan rata menggunakan vortex, dan di
sentrifuges dengan kecepatan 13.000 rpm selama 3 menit. Kemudian di
“flashing”, selanjutnya dimasukkan dalam takaran PCR Thermal Cycler MP, lalu
dilakukan pengesetan program PCR.
32
Tabel 1. Proses PCR dalam amplifikasi DNA pada isolat bakteri lokal
KNG.RT1 dan JGEA7
Reaksi Siklus Suhu Lama Reaksi
Pre Denaturasi 1 kali 96°C 5 menit
Siklus PCR
Denaturasi
Annealing
Ekstensi
30 kali
96
55
72
30 detik
30 detik
1 menit
Elongasi 1 kali 72 7 menit
Stand by - 4 ∞
c) Elektroforesis
Hasil PCR di elektroforesis dalam 1% gel agarosa dengan cara menimbang
agarosa 1 g untuk dilarutkan ke dalam bufer (Tris Acetate EDTA) TAE 1x hingga
volume 100 ml. Larutan agarosa dilarutkan dalam microwave. Kemudian dituang
dalam plate yang diberi sisir dan ditunggu sampai beku. Gel agarose yang telah
membeku kemudian dimasukkan kedalam baki elektroforesis (kit) yang telah
berisi larutan buffer TAE 1x hingga permukaan gel agarose terendam sempurna.
Parafilm disiapkan untuk mencampurkan loading dye 6x sebanyak 2 µl dengan
sampel DNA produk amplifikasi sebanyak 10 µl dengan menggunakan
mikropipet, kemudian campuran tersebut dimasukkan dalam sumur gel agarose.
Selanjutnya dibuat catatan mengenai nomor sumuran dan jenis sampel DNA yang
dimasukkan agar tidak keliru.
33
Selanjutnya kabel dihubungkan dari sumber arus ke tangki. Sumber arus
dinyalakan, lalu voltase diatur dan waktu running hingga diperoleh angka 100 V
dan 30 menit dengan cara menekan tombol yang sesuai pada sumber arus.
Elektroforesis dijalankan dengan cara menekan tombol run pada sumber arus.
Elektroforesis akan berhenti apabila waktu yang ditetapkan sudah habis, yang
ditandai oleh adanya bunyi alarm. Kemudian sumber arus dimatikan dan baki
diangkat dari tangki elektroforesis. Gel dikeluarkan dan direndam dalam buffer
TAE 1x selama 10 menit. Setelah itu gel diletakkan di atas UV transluminator.
Kemudian UV transluminator dinyalakan dan diamati pita-pita DNA yang
tervisualisasi.
d). Purifikasi, dilakukan menggunakan Gel/PCR DNA Fragment extraction kit
(Geneaid)
1. Penguraian Gel
Gel agarose yang mengandung fragmen DNA diambil atau diiris.
Selanjutnya irisan gel dipindahkan kedalam tabung sentifuge ukuran 1,5 ml.
Sebanyak 500 µl DF Buffer ditambahkan kedalam sampel dan di vortex,
selanjutnya sampel diinkubasi pada suhu 55-60o C selama 10 menit atau sampai
irisan gel benar-benar larut. Selama inkubasi,setiap 2-3 menit sampel dibolak-
balikkan setelah itu sampel campuran yang telah larut didinginkan pada suhu
ruang.
34
2. Pengikatan DNA
DF kolom ditempatkan kedalam sebuah tabung koleksi 2 ml, kemudian
sebanyak 800 µl sampel campuran dipindahkan dari hasil langkah pertama tadi
kedalam DF kolom. Sampel disentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm selama 30
detik, kemudian tabung koleksi yang berisi cairan (pengotor) dilepaskan dan DF
kolom ditempatkan kembali ke dalam tabung koleksi 2ml.
3. Pencucian
Sebanyak 400 µl W1 buffer ditambahkan ke dalam DF kolom dan sampel
dimikrosentrifuge selama 30 detik, selanjutnya tabung koleksi yang berisi cairan
(pengotor) dilepaskan dan DF kolom ditempatkan kembali kedalam tabung
koleksi 2 ml. Sebanyak 600 µl buffer pencuci (yang sudah ditambahkan ethanol
pekat) ke dalam DF kolom dan didiamkan selama 1 menit selanjutnya
dimikrosentrifuge selama 30 detik dan tabung koleksi dilepaskan. Tempatkan
kembali DF kolom kedalam tabung koleksi 2 ml, sampel di mikrosentrifuge
kembali selama 3 menit untuk mengeringkan matriks kolom.
4.Pengelusian DNA
DF kolom yang telah kering dipindahkan ke dalam tabung mikrosentrifuge
1,5 ml, kemudian ditambahkan 15-50 µl buffer elusi/TE ke dalam bagian tengah
dari matriks kolom. Selanjutnya, didiamkan selama 2 menit atau sampai buffer
elusi/TE terserap oleh matriks. Sampel di sentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm
selama 2 menit untuk mengelusi DNA yang telah dipurifikasi.
35
e). Sequencing
Sampel yang telah dipurifikasi dilakukan elektroforesis kembali kemudian
dilakukan sekuensing di Lab. First Base Singapura untuk mengetahui urutan basa
DNA nya. Hasil sekuen kemudian dijajarkan dengan data GenBank menggunakan
program BLAST-N (Basic Local Alignment Search Tool-Nucleotide) dari situs
NCBI (National Center for Biotechnology Information) untuk mengetahui
kemiripan spesies dari kedua isolat yang di analisis.
3.4. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan metode deskriftif, data yang
diperoleh dipaparkan secara rinci dengan menyertakan tabel hasil uji serta
gambar-gambar pendukung.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Morfologi Koloni Isolat KNG.RT1 dan JGEA7
Pengamatan karakterisasi morfologi pada isolat bakteri lokal KNG.RT1
dan JGEA7 dilakukan untuk mengamati baik morfologi koloni maupun morfologi
sel bakteri pada isolat bakteri yang telah lolos seleksi.
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi koloni bakteri, menunjukkan
bahwa isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 memiliki ciri-ciri yang berbeda secara
pengamatan makroskopis (lihat gambar 2.), isolat bakteri lokal KNG.RT1
mempunyai bentuk morfologi menyebar tidak teratur, warna koloni gading, jika
dilihat dari arah tepi bentuknya lobat atau tidak rata dan elevasinya datar.
Sedangkan koloni dari isolat bakteri lokal JGEA7 mempunyai bentuk morfologi
bulat dengan tepi berserabut, warna koloni gading, jika dilihat dari arah tepi
bentuknya lobat dan elevasinya datar.
Gambar 2. Bentuk morfologi koloni pada Isolat Bakteri KNG.RT1 dan JGEA7
Umur : 24 Jam; Medium : Nutrient Agar
37
Menurut Capuccino dan Sherman (1992), apabila mikroorganisme
ditumbuhkan dalam media yang bervariasi akan menunjukkan penampakan
makroskopis yang berbeda-beda pada pertumbuhannya. Perbedaan ini disebut
dengan karakteristik kultur, yang digunakan sebagai dasar untuk memisahkan
mikroorganisme dalam kelompok taksonomik.
4.2. Karakteristik Morfologi Sel Isolat KNG.RT1 dan JGEA7
Berdasarkan hasil pengamatan mofologi sel bakteri pada isolat bakteri
lokal KNG.RT1 dan JGEA7 yang meliputi pengamatan pewarnaan Gram,
pewarnaan spora dan uji motilitas menunjukkan hasil yang berbeda diantara
keduanya. Pada hasil pengamatan pewarnaan Gram, isolat bakteri KNG.RT1
menunjukkan Gram yang berbeda dengan isolat bakteri JGEA7. Isolat KNG.RT1
menghasilkan Gram negatif dengan bentuk sel batang pendek dengan warna sel
pink-merah, sedangkan isolat bakteri JGEA7 menghasilkan Gram positif, bentuk
batang pendek dengan warna sel ungu.
Gambar 3. Hasil Pewarnaan Gram dan bentuk sel pada Isolat Bakteri KNG.RT1 (A) dan
JGEA7 (B) Umur : 24 Jam; Medium : Nutrient Agar ; Perbesaran : 1000 x
dengan menggunakan mikroskop cahaya di Laboratorium Mikrobiologi ITI-
Serpong.
Isolat Bakteri KNG.RT1 Isolat Bakteri JGEA7
A B
38
Penyebab terjadinya perbedaan hasil pewarnaan Gram pada isolat bakteri
lokal KNG.RT1 dan JGEA7 adalah komposisi dan struktur dinding sel bakteri.
Isolat bakteri lokal KNG.RT1 memiliki kandungan lipid dalam persentase lebih
tinggi dengan struktur dinding sel yang lebih tipis, berbeda pada isolat bakteri
lokal JGEA7 memiliki kandungan lipid lebih rendah dengan struktur dinding sel
bakteri yang lebih tebal.
Berbagai jenis bakteri telah diidentifikasi sebagai bakteri yang mampu
menghasilkan fitohormon yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Sebagian
besar berasal dari kelompok bakteri Gram negatif dengan jumlah strain paling
banyak dari genus Pseudomonas dan beberapa dari genus Serratia (kloepper,
1993). Selain itu ada juga yang berasal dari genus Azotobacter, Azospirillum,
Acetobacter dan Bacillus (Glick, 1995). Meskipun sebagian besar genus Bacillus
(Bakteri Gram positif) tidak tergolong pengkoloni akar, beberapa strain tertentu
dari genus ini ada yang mampu melakukannya, sehingga dapat digolongkan
sebagi bakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Sifat terhadap pewarnaan Gram
adalah suatu yang fundamental untuk identifikasi bakteri, karena reaksi gram
dihubungkan dengan banyaknya sifat-sifat morfologi bakteri tersebut (Jawetz,
et.al.,2005).
Selanjutnya, berdasarkan hasil pengamatan pewarnaan spora isolat bakteri
lokal KNG.RT1 tidak dapat membentuk spora, hal ini diketahui dari tidak ada sel
spora yang terbentuk ketika di amati di mikroskop (lihat gambar 4.) sedangkan
pada isolat bakteri lokal JGEA7 dapat membentuk sel spora. Ada dua tipe spora
yang terbentuk, yang pertama yang terbentuk dalam sel, yang disebut dengan
39
endospora dan spora yang terbentuk diluar sel yang disebut eksospora
(Constantin, 2008). Isolat bakteri JGEA7 termasuk kedalam spora yang terbentuk
di dalam sel yakni jenis endospora. Endospora yang dimilik oleh isolat bakteri
lokal JGEA7 berada posisi subterminal yang sedang mengalami pembengkakan,
karena itu ada atau tidak adanya spora, letak serta ukuran endospora sangat
bermanfaat didalam pencirian dan identifikasi bakteri (Pelczar dan Chan, 1986).
Gambar 5. Hasil Pewarnaan Spora dan Posisi Spora pada Isolat Bakteri JGEA7, Umur : 24
Jam; Medium : Nutrient Agar ; Perbesaran : 1000 x dengan menggunakan
mikroskop cahaya di Laboratorium Mikrobiologi ITI-Serpong.
Spora Bakteri
Sel Vegetatif
Sel Vegetatif
(Non spora)
Gambar 4. Hasil Pewarnaan Spora pada Isolat Bakteri KNG.RT1 (tidak terdapat spora)
Umur : 24 Jam; Medium : Nutrient Agar ; Perbesaran : 1000 x dengan
menggunakan mikroskop cahaya di Laboratorium Mikrobiologi ITI-Serpong.
40
Yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam menghasilkan spora
dimungkinkan karna perbedaan bagian jaringan tanaman yang di isolasi pada
isolat bakteri lokal KNG.RT1 dan JGEA7. Isolat bakteri lokal KNG.RT1 diisolasi
dari ranting tanaman kangkung, dimana pada daerah tersebut biasa terpapar
dengan udara dan tidak terganggu dengan adanya berbagai penyesuaian habitat
seperti tingkat keasaman tanah, temperatur, kelembapan, dll. Sedangkan isolat
bakteri lokal JGEA7 diisolasi dari endofit akar tanaman jagung, dimana pada
daerah jaringan akar tersebut biasanya memiliki cekaman lingkungan yang lebih
besar serta banyak terjadi kompetisi dengan bakteri lainnya. Oleh sebab itu,
makanya isolat bakteri lokal JGEA7 ini dapat membentuk spora untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Endospora adalah bentuk kehidupan alternatif yang dihasilkan oleh
Bacillus, Clostridium, dan beberapa genera bakteri termasuk Desulfotomaculum,
Sporosarcina, Sporolactobacillus, Oscillospira, dan Thermoactinomyces
(dwijoseputro, 2003). Bacillus adalah aerob obligat yang tinggal di tanah
sementara Clostridium spesies yang wajib anaerob sering ditemukan sebagai flora
normal dari saluran usus pada hewan. Fase endospora dibentuk ketika kondisi
lingkungan kurang mendukung pertumbuhannya, misalnya kekurangan karbon,
nitrogen, fosfat (Waluyo, 2008). Struktur ini merupakan bentuk kehidupan yang
paling resisten, tahan terhadap desikasi, pemanasan, sinar UV, radiasi gamma,
bahan kimia toksik dan kekeringan serta perubahan kondisi lingkungan
(Constantin, 2008).
41
Uji motilitas pada isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 digunakan untuk
mengetahui kemampuan bakteri dalam pergerakannya. Dari hasil uji tersebut
menunjukkan hasil positif pada kedua isolat bakteri, hasil positif ini ditandai
dengan keruhnya media pada daerah tusukan didalam media agar semisolid. Hasil
ini membuktikan bahwa kedua isolat bakteri tersebut melakukan motilitas
(pergerakan).
Tidak semua bakteri memiliki flagella, banyak spesies seperti Bacillus dan
Spirillum memiliki flagel, flagella jarang dijumpai pada bakteri coccus. Bagi
bakteri-bakteri berflagel, pola pelekatan serta banyaknya yang melekat, digunakan
untuk mengklasifikasi bakteri kedalam kelompok taksonomi tertentu. Sebagai
contoh, diantara bakteri yang berbentuk batang Gram negatif, pada genus
Pseudomonas dicirikan dengan flagella yang terletak diujung sel (flagella
monotrikus atau lofotrikus) dan genus Escherichia berflagel disekitar sel (flagella
peritrikus) (Pelczar dan Chan, 2006).
4.3. Pengujian Fisiologis dengan Reaksi Biokimia pada Isolat Bakteri
KNG.RT1 dan JGEA7
Pengujian fisiologis dengan reaksi biokimia pada bakteri memiliki peran
yang penting dalam proses identifikasi. Uji biokimia ini bertujuan untuk
mengetahui aktivitas biokimia dari isolat bakteri lokal KNG.RT1 dan JGEA7
sehingga diketahui sifat-sifat yang khas dari kedua bakteri tersebut serta
mempermudah pengidentifikasian sehingga dapat menentukan genus dari kedua
isolat bakteri lokal tersebut yang dapat menghasilkan fitohormon auksin dan
sitokinin. Selain itu, diharapkan pula dari hasil uji biokimia ini tidak hanya dapat
42
memproduksi fitohormon saja, tetapi juga dapat memproduksi senyawa lain yang
dapat diaplikasikan pada bidang-bidang yang lainnya.
Hasil pengamatan dari ketujuh uji biokimia (lihat tabel 2.) memperlihatkan
kemiripan/kesamaan hasil reaksi antara isolat bakteri lokal KNG.RT1 dengan
JGEA7. Kedua isolat bakteri menunjukkan hasil yang positif terhadap uji katalase,
uji Fermentasi Karbohidrat, uji hidrolisis pati, uji indol, uji MR (Methyl Red), uji
Reduksi nitrat, dan menunjukkan hasil negatif terhadap uji VP (Voges Proskeuer).
Tabel 2. Hasil uji biokimia isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7
No Uji Biokimia Isolat
KNG.RT1
Isolat
JGEA7
1. Katalase + +
2. Fermentasi Karbohidrat
a. Fermentasi Glukosa + +
b. Fermentasi Sukrosa + +
c. Fermentasi Laktosa + +
d. Fermentasi Maltosa + +
3. Hidrolisis Pati + +
4. Indol + +
5. Methyl Red + +
6. Voges-Proskauer - -
7. Reduksi Nitrat + +
Berdasarkan tabel hasil uji katalase, kemampuan isolat bakteri KNG.RT1
dan JGEA7 dalam menguraikan H2O2 ditunjukkan pada uji katalase yang
memberikan hasil uji positif, hasil positif ini ditandai dengan terbentuknya
gelembung udara (oksigen) dan air. Hal ini membuktikan bahwa kedua isolat
bakteri tersebut mampu menghasilkan enzim katalase yang dapat digunakan pada
reaksi penguraian hydrogen peroksida (H2O2) menjadi oksigen bebas dan air.
43
H2O + O2(g) H2O2
Gambar 6 . Hasil Uji Fermentasi Karbohidrat pada Isolat KNG.RT1 dan JGEA7
Ket. Gambar : 1 = Isolat KNG.RT1, 2 = Isolat JGEA7, K = Kontrol
Menurut Fardiaz (1992), bakteri yang mampu menghasilkan enzim
katalase adalah kelompok bakteri aerobik dan anaerobic aerotoleran. Hasil ini
membuktikan isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 termasuk kedalam bakteri
aerobik.
Reaksi kimia yang terjadi pada uji katalase terhadap kedua bakteri uji
(KNG.RT1 dan JGEA7) yaitu :
(Volk dan Wheeler, 1993).
Sifat karakteristik suatu spesies mikroba antara lain adalah daya
fermentasinya terhadap gula-gula (dekstrosa, laktosa, sukrosa, hidrolisis pati).
Sifat-sifat ini dapat membantu identifikasi dan determinasi bakteri, karena gula
dapat difermentasikan menjadi bermacam-macam zat seperti alkohol, asam, dan
gas, tergantung macam gula dan spesies.
Media Glukosa Media Sukrosa Media Laktosa Media Maltosa
1 2 K 1 2 K 1 2 K 1 2 K
44
Gambar 7 . Hasil Uji Hidrolisis pati pada Isolat KNG.RT1 (A) dan JGEA7 (B)
Hasil uji fermentasi karbohidrat pada isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7
yang ditumbuhkan pada media glukosa, sukrosa, lakstosa dan maltosa
menunjukkan bahwa kedua isolat bakteri tersebut dapat memfermentasikan
karbohidrat (lihat gambar 6). Hal ini ditandai dengan terjadi perubahan warna
media biakan menjadi lebih kuning dari kontrol, akan tetapi tidak terbentuk gas
pada tabung durham.
Isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 memberikan hasil uji positif pada uji
hidrolisis pati. Keberadaan pati/amilum yang terhidrolisis dalam media pati pada
kedua isolat ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening disekitar daerah
pertumbuhan bakteri setelah diberi beberapa tetes larutan iodium. Hal ini
menunjukkan bahwa isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 dapat menghidrolisis
pati.
Pada hidrolisis pati, enzim yang berperan adalah -amilase yang bekerja
memutuskan ikatan dengan konfigurasi α pada pati. Hasil hidrolisis pati oleh
enzim -amilase yang berasal dari bakteri yang berbeda akan menghasilkan
produk akhir yang berbeda pula. Bakteri jenis Bacillus amyloliquefaciens dan
Bacillus subtilis menghasilkan produk akhir berupa maltosa, glukosa dan
maltooligosakarida. Bacillus licheniformis menghasilkan maltosa, maltotriosa dan
A B
45
Gambar 8 . Hasil Uji MR (kiri) dan uji VP (kanan) pada Isolat KNG.RT1 dan JGEA7
maltopentosa. Streptomyces hygroscopicus dan Thermoactinomyces vulgaris
menghasilkan maltosa. Acinetobacter sp menghasilkan maltosa dan maltotriosa
(Suhartono, 1999).
Isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 memberikan hasil uji positif pada uji
MR (Methyl Red) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi
orang hingga merah setelah penambahan reagen merah metil. Hal ini memberikan
informasi bahwa kedua isolat bakteri tersebut mampu menghasilkan asam
campuran.
Isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 memberikan hasil uji negatif pada uji
VP (Voges Proskauer) yang ditandai dengan tidak terjadi perubahan warna dari
kuning menjadi orang hingga merah setelah penambahan reagen Barit A dan Barit
B. Hal ini memberikan informasi bahwa kedua isolat bakteri tersebut tidak
mampu menghasilkan asetoin dan 2,3-butanadiol. Menurut Lay (1994), hasil uji
VP (Voges Proskauer) akan bereaksi positif apabila terjadi perubahan warna pada
KNG.RT
1
JGEA7 Kontrol KNG.RT
1
JGEA7 Kontrol
46
Gambar 9 . Hasil Uji Indol pada Isolat KNG.RT1 dan JGEA7
media uji dari kuning menjadi orange hingga merah setelah ditambahkan Barit A
dan Barit B.
Kedua isolat bakteri (KNG.RT1 dan JGEA7) memberikan hasil uji positif
terhadap uji indol, hasil positif ini ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna
merah pada biakan setelah diberi reagen Ehrlich. Hal ini menunjukkan bahwa
kedua isolat bakteri tersebut mampu menghasilkan enzim triptonase yang dapat
mengkatalisis reaksi pemecahan triptofan menjadi indol, asam piruvat dan
amonia.
Triftopan telah diakui sebagai prekursor fisiologis biosintesis auksin dan
sitokinin baik pada tanaman maupun pada mikroorganisme (Tarabily et al., 2003).
Dan juga merupakan prekursor fisiologis yang efisien dalam proses biosintesis
mikrobial auksin. Prekursor ini mengandung sumber berupa senyawa aktif yang
memacu pertumbuhan mikroba rizosfer dan endofit (Arshad et al., 1995). Dan
biosintesis mikroba IAA dalam tanah dapat di pacu dengan adanya triptofan yang
berasal dari eksudat akar atau sel-sel yang rusak (Arshad & Frankerberger, 1991).
KNG.RT
1
JGEA7 Kontrol
Terbentuk
Lapisan merah
47
Kelompok bakteri yang dapat menghasilkan enzim triftopan dengan
mensintesisnya menjadi auksin yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman
secara langsung adalah kelompok penghasil zat pengatur tumbuh. Kelompok ini
berperan penting pada pertanian diwilayah tropis. Beberapa strain bakteri dari
genus Azospirillum memiliki kemampuan phytostimulatori (merangsang
pertumbuhan tanaman). Hal ini disebabkan karena bakteri tersebut mampu
memproduksi fitohormon, yaitu IAA (Akbari et al., 2007).
Hasil uji reduksi nitrat pada isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7
memberikan hasil uji positif yang ditandai dengan perubahan reaksi pada media
biakan dari kuning menjadi merah setelah ditambahkan reagen asam sulfanilat dan
asam naftilamin. Hal ini menunjukkan bahwa kedua isolat bakteri tersebut selain
dapat menggunakan nitrat (NO3-) sebagai akseptor elektron terakhir dalam sistem
transfortasi elektron dengan mereduksinya menjadi nitrit (NO2-) dengan katalis
enzim nitrase.
NO3- + 2e
- + 2H
+ NO2- + H2O
Terbentuk Gas
Gambar 10 . Hasil Uji Reduksi Nitrat pada Isolat KNG.RT1 dan JGEA7
Terbentuk gas
48
Pada hasil uji reduksi nitrat terhadap kedua isolat, juga dihasilkan gas pada
tabung durham. Menurut Lay (1994), gas dalam tabung durham tersebut
merupakan campuran gas CO2 dan N2. Gas N2 berasal dari penguraian sempurna
nitrat sedangkan CO2 merupakan produk respirasi anaerobik.
2NO2- + 7e- + 8H
+ N2(g) + 4H2O
Ciri-ciri isolat bakteri KNG.RT1 yang diperoleh dari pewarnaan Gram dan
uji biokimia yaitu berjenis Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak
berspora, dapat mereduksi hidrogen peroksida (H2O2) menjadi CO2 dan O2, dapat
memfermentasikan karbohidrat, motilitas (pergerakannya) positif, dapat
menghidrolisis pati, mampu menghasilkan produk asam campuran, tidak mampu
memproduksi asetoin dan 2,3-butanadiol, dapat menguraikan asam amino jenis
triptofan, dan dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan gas nitrogen serta isolat
bakteri ini termasuk kedalam bakteri aerobik. Dalam Bergey's Manual of
Determinative Bacteriology edisi kesembilan (1994), ciri-ciri isolat bakteri
KNG.RT1 tersebut cenderung mengarah pada ciri-ciri grup 4 (kelompok bakteri
aerob) yang tergolong Famili Pseudomonadaceae dan kemungkinan termasuk
kedalam genus Pseudomonas.
Berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan hasil uji biokimia, ciri-ciri isolat
bakteri JGEA7 yakni berjenis Gram positif, berbentuk batang pendek, bermotil,
membentuk endospora, dapat memecah H2O2, dapat memfermentasikan
karbohidrat, mampu menghidrolisis pati, menghasilkan produk asam campuran,
tidak dapat menghasilkan asetoin dan 2,3-butana diol, dapat menguraikan asam
49
amino jenis triptofan, dan dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan gas nitrogen
serta temasuk bakteri aerobik. Dalam Bergey's Manual of Determinative
Bacteriology edisi kesembilan (1994), ciri-ciri isolat bakteri JGEA7 cenderung
mengarah pada ciri-ciri grup 18 (bakteri Gram positif, pembentuk endospora,
batang dan kokus) yang tergolong famili Bacilliaceae, dan genus Bacillus.
4.4. Analisis Molekular dari isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7
4.4.1. Amplifikasi Gen 16s rRNA
Identifikasi secara analisis molekular pada isolat bakteri lokal KNG.RT1
dan JGEA7 dilakukan dengan metode identifikasi berdasarkan urutan 16S-rRNA.
Identitas bakteri hasil identifikasi secara molekuler akan semakin memperkuat
dan membuktikan dugaan identitas isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7 hasil
karakterisasi morfologi dan uji aktivitas secara biokimia. Alasan yang digunakan
untuk memanfaatkan urutan 16S-rRNA ini adalah karena molekul rRNA
mengandung urutan yang sangat konservatif secara evolusi. Daerah yang sangat
konservatif dapat digunakan sebagai situs pelekatan primer sehingga dapat
diamplifikasi secara in vitro dengan PCR (Han et al., 2002).Urutan yang lebih
beragam dari molekul 16S-rRNA sangat cocok untuk membedakan suatu
organisme ke dalam taksa yang lebih rendah seperti genus dan spesies (pangastuti,
2006). Urutan 16S rRNA ini juga menyediakan data yang secara statistik cukup
valid (Amann et al., 1995).
Analisis PCR gen penyandi 16s rRNA dilakukan dengan menggunakan
elektroforesis gel. Dalam tahap ini keberadaannya dapat dideteksi dengan melihat
apakah ada pita yang terbentuk pada ukuran basa tertentu sesuai jenis dan
50
besarnya sekuen gen. Elektroforesis gel merupakan salah satu alat untuk
mengetahui pemisahan asam nukleat atau protein berdasarkan ukuran dan muatan
listriknya, dengan cara mengukur laju pergerakan melalui suatu medan listrik
dalam suatu gel (Campbell et al., 2002).
Gambar 11. Hasil purifikasi PCR produk dalam gel agarosa 1% pada
isolat bakteri KNG.RT1 (A/Kiri) dan JGEA7 (B/kanan)
Pada isolat bakteri KNG.RT1 dan JGEA7, DNA genom yang diperoleh
kemudian dijadikan sebagai template PCR dengan menggunakan primer 9F (5’-
GAG TTT GAT CCT GCC TCA G-3’) dan 1541R (5’-AAG GAG GTG ATC
CAG CC-3’), (primer spesifik gen penyandi 16s rRNA). Hasil PCR dilihat dengan
menggunakan elektroforesis. Dari hasil elektroforesis, isolat KNG.RT1 dan
JGEA7 memperlihatkan pita DNA yang berada pada 1500 bp. Pita DNA pada
1500 bp menunjukkan adanya gen penyandi 16S rRNA (Hart et al., 2003).
Pergerakan DNA dalam elektroforesis ditentukan oleh kuat arus, besar molekul
DNA, dan bentuk molekul DNA yang digunakan (Viljoen et al., 2005).
M = Marker
1 = Sampel
2 = Kontrol (+)
3 = Kontrol (-)
M
A
1 2 3
A B
51
4.4.2. Sikuen Gen 16S rRNA isolat bakteri lokal KNG.RT1 dan JGEA7
Urutan sikuen gen 16s rRNA isolat bakteri lokal KNG.RT1 dan JGEA7
merupakan hasil sikuen dari dua arah, arah ujung forward menggunakan primer
9F (5’-GAG TTT GAT CCT GCC TCA G-3’) dan primer 1541R (5’-AAG GAG
GTG ATC CAG CC-3’) untuk arah sebaliknya (reverse). Prinsip kerja mesin
sikuenser (Automated DNA sequencing) yang digunakan untuk mengetahui sikuen
gen 16S rRNA isolat bakteri lokal KNG.RT1 dan JGEA7 merujuk pada metode
Reece (2004).
Tabel 3. Urutan nukleotida gen 16s rRNA isolat bakteri KNG.RT1 dalam format
FASTA Hasil Sikuen gen 16s rRNA
No. Gen 16s rRNA Sikuen
1. Isolat Bakeri
KNG.RT1 arah
Forward
>326747_ISOLAT_01_9F
NNNNNNNNNGNNGCTACACATGCAAGTCGAGC
GGATGAGTGGAGCTTGCTCCATGATTCAGCGGC
GGACGGGTGAGTAATGCCTAGGAATCTGCCTGG
TAGTGGGGGACAACGTTTCGAAAGGAACGCTA
ATACCGCATACGTCCTACGGGAGAAAGTGGGG
GATCTTCGGACCTCGCGCTATCAGATGAGCCTA
GGTCGGATTAGCTAGTTGGTGAGGTAAAGGCTC
ACCAAGGCGACGATCCGTAACTGGTCTGAGAGG
ATGATCAGTCACACTGGAACTGAGACACGGTCC
AGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATT
GGACAATGGGCGAAAGCCTGATCCAGCCATGCC
GCGTGTGTGAAGAAGGTCTTCGGATTGTAAAGC
ACTTTAAGTTGGGAGGAAGGGCAGTAAGTTAAT
ACCTTGCTGTTTTGACGTTACCAACAGAATAAG
CACCGGCTAACTTCGTGCCAGCAGCCGCGGTAA
TACGAAGGGTGCAAGCGTTAATCGGAATTACTG
GGCGTAAAGCGCGCGTAGGTGGTTCGTTAAGTT
GGATGTGAAAGCCCCGGGCTCAACCTGGGAACT
GCATCCAAAACTGGCGAGCTAGAGTATGGCAG
52
AGGGTGGTGGAATTTCCTGTGTAGCGGTGAAAT
GCGTAGATATAGGAAGGAACACCAGTGGCGAA
GGCGACCACCTGGGCTAATACTGACACTGAGGT
GCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATA
CCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCGACT
AGCCGTTGGGATCCTTGAGATCTTAGTGGCGCA
GCTAACGCATTAAGTCGACCGCCTGGGGAGTAC
GGCCGCAAGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGG
GGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAA
TTCNAAGCANCGCGAAGAACCTTACCAGGNNTT
GACATGCANNNAACTTTCCAGANATGGATTGGT
TGCCTTCGGAACTCTGACACNNNGCTNCATGGC
TGTCGTCAGCTCGTGNCNTGNNNTNNTTNGGTT
ANTCCCNNAACNANCGCAACCCTTNNNCNTTAN
NTTACCAGCNNCNTTTANNGNNGGGCACNCTNC
NNNN
2. Isolat Bakeri
KNG.RT1 arah
Reverse
>326748_ISOLAT_01_1541R
GGCAAGCTCTTGTACGACTTCCCCCAGTCATGA
ATCACTCCGTGGTAACCGTCCCCCCGAAGGTTA
CACTACCTACTTCTGGAGCAACCCACTCCCATG
GTGTGACGGGCGGTGTGTACAAGGCCCGGGAA
CGTATTCACCGTGACATTCTGATTCACGATTACT
AGCGATTCCGACTTCACGCAGTCGAGTTGCAGA
CTGCGATCCGGACTACGATCGGTTTTATGGGAT
TAGCTCCACCTCGCGGCTTGGCAACCCTTTGTAC
CGACCATTGTAGCACGTGTGTAGCCCAGGCCGT
AAGGGCCATGATGACTTGACGTCATCCCCACCT
TCCTCCGGTTTGTCACCGGCAGTCTCCTTAGAGT
GCCCACCTTAACGTGCTGGTAACTAAGGACAAG
GGTTGCGCTCGTTACGGGACTTAACCCAACATC
TCACGACACGAGCTGACGACAGCCATGCAGCAC
CTGTGTCAGAGTTCCCGAAGGCACCAATCCATC
TCTGGAAAGTTCTCTGCATGTCAAGGCCTGGTA
AGGTTCTTCGCGTTGCTTCGAATTAAACCACAT
GCTCCACCGCTTGTGCGGGCCCCCGTCAATTCA
TTTGAGTTTTAACCTTGCGGCCGTACTCCCCAGG
Lanjutan Tabel 3. Urutan nukleotida gen 16s rRNA isolat bakteri KNG.RT1
dalam format FASTA Hasil Sikuen gen 16s rRNA
53
CGGTCGACTTAATGCGTTAGCTGCGCCACTAAG
ATCTCAAGGATCCCAACGGCTAGTCGACATCGT
TTACGGCGTGGACTACCAGGGTATCTAATCCTG
TTTGCTCCCCACGCTTTCGCACCTCAGTGTCAGT
ATTAGCCCAGGTGGTCGCCTTCGCCACTGGTGT
TCCTTCCTATATCTACGCATTTCACCGCTACACA
GGAAATTCCACCACCCTCTGCCATACTCTAGCT
CGCCAGTTTTGGATGCAGTTCCCAGGTTGAGCC
CGGGGCTTTCACATCCAACTTAACGAACCACCT
ACGCGCGCTTTACGCCCAGTAATTCCGATTAAC
GCTTGCACCCTTCGTATTACCGCGGCTGCTGGC
ACGAAAGTTAGCCCGGTGCTTATTCTGTTGGTA
ACGTCAAAACAGCAAGGTATTAACTTACTGCCC
TTTCCTCCCAACTTAAAAGTGGCTTTTACAATCC
CGAAAAACCTTC
Urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri lokal KNG.RT1 dari arah
forward dan reverse yang terbaca oleh komputer (menggunakan program BioEdit
Sequence Alignment Editor) menunjukkan komposisi G+T dan A+T yang cukup
tinggi. Sikuen gen 16S rRNA isolat bakteri lokal KNG.RT1 yang disikuensing
dari arah forward menggunakan primer 9F memiliki 1060 nukleotida dengan
persentase komposisi G+C sebesar 52,92% dan A+T sebesar 47,07%, sedangkan
untuk arah reverse mengunakan 1541R memiliki 1113 nukleotida dengan
persentase komposisi G+C sebesar 52,92% dan A+T sebesar 47,07%.
Lanjutan Tabel 3. Urutan nukleotida gen 16s rRNA isolat bakteri KNG.RT1
dalam format FASTA Hasil Sikuen gen 16s rRNA
54
Tabel 4. Urutan nukleotida gen 16s rRNA isolat bakteri JGEA7 dalam format
FASTA Hasil Sikuen gen 16s rRNA
No. Gen 16s rRNA Sikuen
1. Isolat Bakteri JGEA7
dari arah Forward
>326749_ISOLAT_02_9F
GGCCAGGCGGCGGCTAATACATGCAAGTCGAG
CGGACAGAAGGGAGCTTGCTCCCGGATGTTAGC
GGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTG
CCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGA
GCTAATACCGGATAGTTCCTTGAACCGCATGGT
TCAAGGATGAAAGACGGTTTCGGCTGTCACTTA
CAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTG
AGGTAACGGCTCACCAAGGCGACGATGCGTAG
CCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGAC
TGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAG
CAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCT
GACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTT
TCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAAC
AAGTGCAAGAGTAACTGCTTGCACCTTGACGGT
ACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCC
AGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTT
GTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGG
CGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGC
TCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGAAA
CTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCAC
GTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGG
AACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGT
AACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGC
GAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCG
TAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGGGGGTTTCC
GCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCAC
TCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAAC
TCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAACCGG
TGGGAGCATGTGGTTTTAATTCCAAAGCCACCC
CGAAAAAACCTTACCAGGTCTTGGACATCCTCT
GGACAACCCCTAGAGATAAGGGGCTTTCCCCTT
CGGGGAAAAGAATTGACAAGGGGGGGGGCAAT
GGGTTTGCCGTCCCCCC
55
2.
Isolat Bakteri JGEA7
dari arah Reserve
>326750_ISOLAT_02_1541R
CCAGATGCTCTTGTTCGACTTCACCCCAATCATC
TGCCCCACCTTCGGCGGCTGGCTCCATAAAGGT
TACCTCACCGACTTCGGGTGTTGCAAACTCTCGT
GGTGTGACGGGCGGTGTGTACAAGGCCCGGGA
ACGTATTCACCGCGGCATGCTGATCCGCGATTA
CTAGCGATTCCAGCTTCACGCAGTCGAGTTGCA
GACTGCGATCCGAACTGAGAACAGATTTGTGGG
ATTGGCTAAACCTTGCGGTCTCGCAGCCCTTTGT
TCTGTCCATTGTAGCACGTGTGTAGCCCAGGTC
ATAAGGGGCATGATGATTTGACGTCATCCCCAC
CTTCCTCCGGTTTGTCACCGGCAGTCACCTTAGA
GTGCCCAACTAAATGCTGGCAACTAAGATCAAG
GGTTGCGCTCGTTGCGGGACTTAACCCAACATC
TCACGACACGAGCTGACGACAACCATGCACCAC
CTGTCACTCTGTCCCCGAAGGGAAAGCCCTATC
TCTAGGGTTGTCAGAGGATGTCAAGACCTGGTA
AGGTTCTTCGCGTTGCTTCGAATTAAACCACAT
GCTCCACCGCTTGTGCGGGCCCCCGTCAATTCCT
TTGAGTTTCAGTCTTGCGACCGTACTCCCCAGGC
GGAGTGCTTAATGCGTTAGCTGCAGCACTAAGG
GGCGGAAACCCCCTAACACTTAGCACTCATCGT
TTACGGCGTGGACTACCAGGGTATCTAATCCTG
TTCGCTCCCCACGCTTTCGCTCCTCAGCGTCAGT
TACAGACCAGAGAGTCGCCTTCGCCACTGGTGT
TCCTCCACATCTCTACGCATTTCACCGCTACACG
TGGAATTCCACTCTCCTCTTCTGCACTCAAGTTT
CCCAGTTTCCAATGACCCTCCCCGGTTGAGCCG
GGGGCTTTCACATCAGACTTAAGAAACCGCCTG
CGAGCCCTTTACGCCCAATAATTCCGGACAACG
CTTGCCACCTACGTATTACCGCGGCTGCTGGCA
CGTAGTTAGCCGTGGCTTTCTGGTTAGGTACCGT
CAAGGTGCAAGCAGTTACTCTTGCACTTGTTCTT
CCCTAACAACAAAAGCTTTACGATCCGAAAACC
TTCATCACTC
Lanjutan Tabel 4. Urutan nukleotida gen 16s rRNA isolat bakteri JGEA7 dalam
format FASTA Hasil Sikuen gen 16s rRNA
56
Urutan sikuen gen 16S rRNA isolat bakteri lokal JGEA7 yang
disikuensing dari arah forward menggunakan primer 9F memiliki 1261 nukleotida
dengan persentase komposisi G+C sebesar 62,72% dan A+T sebesar 37,27%,
sedangkan untuk arah reverse mengunakan 1541R memiliki 1106 nukleotida
dengan persentase komposisi G+C sebesar 53,88% dan A+T sebesar 46,11%.
Menurut Logan et al. (2006), gen 16S rRNA memiliki nilai persentase G+C yang
tinggi. Nilai persentase G+C dari keempat sikuen (KNG.RT1 dan JGEA7) dari
arah forward dan reverse masing-masing cukup tinggi ( >50%), hal ini
menandakan bahwa sikuen tersebut merupakan sikuen gen 16S rRNA.
Sikuen gen 16S rRNA dari isolat bakteri lokal KNG.RT1 dan JGEA7
masih harus diolah kembali menggunakan analisis contig menggunakan program
BioEdit untuk mengetahui urutan sikuen yang terbaca dari kedua arah (forward
dan reverse) oleh mesin sikuenser.
Tabel 5. Hasil Urutan sikuen parsial gen 16s rRNA isolat bakteri KNG.RT1 dan
JGEA7 hasil contig menggunakan program BioEdit dalam format
FASTA
No. Gen 16s rRNA Sikuen
1. Isolat Bakteri Lokal
KNG.RT1
>Contig-0_Isolat_KNG.RT1
NNNNNNNNNGNNGCTACACATGCAAGTCGAG
CGGATGAGTGGAGCTTGCTCCATGATTCAGCG
GCGGACGGGTGAGTAATGCCTAGGAATCTGCC
TGGTAGTGGGGGACAACGTTTCGAAAGGAACG
CTAATACCGCATACGTCCTACGGGAGAAAGTG
GGGGATCTTCGGACCTCGCGCTATCAGATGAG
CCTAGGTCGGATTAGCTAGTTGGTGAGGTAAA
GGCTCACCAAGGCGACGATCCGTAACTGGTCT
GAGAGGATGATCAGTCACACTGGAACTGAGAC
57
ACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGG
GGAATATTGGACAATGGGCGAAAGCCTGATCC
AGCCATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGTCTTTCG
GGATTGTAAAAGCCACTTTTAAGTTGGGAGGA
AAGGGCAGTAAGTTAATACCTTGCTGTTTTGAC
GTTACCAACAGAATAAGCACCGGGCTAACTTT
CGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGAAGGGTGC
AAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCG
CGCGTAGGTGGTTCGTTAAGTTGGATGTGAAA
GCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATCCAAA
ACTGGCGAGCTAGAGTATGGCAGAGGGTGGTG
GAATTTCCTGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAT
ATAGGAAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACC
ACCTGGGCTAATACTGACACTGAGGTGCGAAA
GCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGG
TAGTCCACGCCGTAAACGATGTCGACTAGCCG
TTGGGATCCTTGAGATCTTAGTGGCGCAGCTA
ACGCATTAAGTCGACCGCCTGGGGAGTACGGC
CGCAAGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGGGG
GCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAAT
TCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGCCTT
GACATGCAGAGAACTTTCCAGAGATGGATTGG
TTGCCTTCGGGAACTCTGACACAGGTGCTGCAT
GGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGNTTG
GGTTAAGTCCCGTAACGAGCGCAACCCTTGTC
CNTTAGNTTACCAGCANCGTTTAANGGTGGGC
ACNCTNCNNNNTAAGGAGACTGCCGGTGACAA
ACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCAT
CATGGCCCTTACGGCCTGGGCTACACACGTGC
TACAATGGTCGGTACAAAGGGTTGCCAAGCCG
CGAGGTGGAGCTAATCCCATAAAACCGATCGT
AGTCCGGATCGCAGTCTGCAACTCGACTGCGT
GAAGTCGGAATCGCTAGTAATCGTGAATCAGA
ATGTCACGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTAC
ACACCGCCCGTCACACCATGGGAGTGGGTTGC
TCCAGAAGTAGGTAGTGTAACCTTCGGGGGGA
CGGTTACCACGGAGTGATTCATGACTGGGGGA
AGTCGTACAAGAGCTTGCC
Lanjutan Tabel 5. Hasil Urutan sikuen parsial gen 16s rRNA isolat bakteri
KNG.RT1 dan JGEA7 hasil contig menggunakan program
BioEdit dalam format FASTA
58
2.
Isolat bakteri Lokal
JGEA7
>Contig-0_isolat_JGEA7
GGCCAGGCGGCGGCTAATACATGCAAGTCGAG
CGGACAGAAGGGAGCTTGCTCCCGGATGTTAG
CGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCT
GCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCG
GAGCTAATACCGGATAGTTCCTTGAACCGCAT
GGTTCAAGGATGAAAGACGGTTTCGGCTGTCA
CTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGT
TGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCGACGATG
CGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACAC
TGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGG
AGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACG
AAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAT
GAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTTGTTGTTA
GGGAAGAACAAGTGCAAGAGTAACTGCTTGCA
CCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCT
AACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAG
GTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTA
AAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATG
TGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCAT
TGGAAACTGGGAAACTTGAGTGCAGAAGAGG
AGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGC
GTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAG
GCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGA
GCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGAT
ACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTG
CTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCT
GCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGA
GTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATT
GACGGGGGCCCGCACAACCGGTGGGAGCATGT
GGTTTTAATTCCAAAGCCAACCCGAAAAAACC
TTACCAGGTCTTGGACATCCTCTGGACAACCCC
TAGAGATAAGGGGCTTTCCCCTTCGGGGAAAA
GAATTGACAAGGGGGGGGGCAATGGGTTTGCC
GTCACCCCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTC
CCGCAACGAGCGCAACCCTTGATCTTAGTTGC
CAGCATTTAGTTGGGCACTCTAAGGTGACTGC
CGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGAC
Lanjutan Tabel 5. Hasil Urutan sikuen parsial gen 16s rRNA isolat bakteri
KNG.RT1 dan JGEA7 hasil contig menggunakan program
BioEdit dalam format FASTA
59
GTCAAATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTA
CACACGTGCTACAATGGACAGAACAAAGGGCT
GCGAGACCGCAAGGTTTAGCCAATCCCACAAA
TCTGTTCTCAGTTCGGATCGCAGTCTGCAACTC
GACTGCGTGAAGCTGGAATCGCTAGTAATCGC
GGATCAGCATGCCGCGGTGAATACGTTCCCGG
GCCTTGTACACACCGCCCGTCACACCACGAGA
GTTTGCAACACCCGAAGTCGGTGAGGTAACCT
TTATGGAGCCAGCCGCCGAAGGTGGGGCAGAT
GATTGGGGTGAAGTCGAACAAGAGCATCTGG
Setelah diketahui urutan nukleotida yang terbaca dari dua arah, selanjutnya
akan diperoleh urutan sikuen parsial gen 16S rRNA yang berhasil diamplifikasi
secara utuh. Setelah dianalisis lebih lanjut, diketahui bahwa sikuen gen parsial
16S rRNA isolat bakteri lokal KNG.RT1 berukuran 1467 pasang basa dengan
persentase G+C sebesar 53,78% dan A+T sebesar 46,22%, sedangkan sikuen gen
parsial 16S rRNA isolat bakteri lokal JGEA7 berukuran 1472 pasang basa dengan
persentase G+C sebesar 55,09% dan A+T sebesar 44,9%.
4.4.3. Analisis Bioinformatika Sikuen Gen 16s rRNA Isolat Bakteri Lokal
KNG.RT1 dan JGEA7
Urutan sikuen gen 16S rRNA isolat bakteri lokal KNG.RT1 dan JGEA7
hasil sikuensing dari dua arah (forward dan reverse) selanjutnya dianalisis
bioinformatika secara online menggunakan program BLASTN pada situs
“GeneBank” di alamat Website http://www.ncbi.nlm.gov/BLAST/blast.cgi.
Analisis bioinformatika yang pertama dilakukan yakni penyejajaran sikuen
(aligment) dengan database sikuen gen 16S rRNA yang ada pada “GeneBank”.
Lanjutan Tabel 5. Hasil Urutan sikuen parsial gen 16s rRNA isolat bakteri
KNG.RT1 dan JGEA7 hasil contig menggunakan program
BioEdit dalam format FASTA
60
Secara otomatis program BLASTN akan memproses penyejajaran data sikuen
yang dimasukan (subject) dengan data sikuen yang ada pada database (Query).
Tampilan hasil analisis bioinformatika sikuen “Subject” (sikuen gen 16S rRNA)
denga sikuen “Query” divisualisasikan dalam bentuk grafik kesesuaian sikuen,
skor penyejajaran sikuen, kemiripan dengan sikuen database dan tampilan
penyejajaran sikuen dengan database. Tampilan hasil analisis bioinformatika
menggunakan program BLASTN pada isolat bakeri lokal KNG.RT1 dan
JGEA7dapat dilihat pada Lampiran 7. Dari tampilan tersebut kita bisa mengetahui
identitas spesies bakteri spesifik yang kemiripannya cukup tinggi dengan gen 16S
rRNA subjek.
Hasil analisis bioinformatika untuk sikuen parsial 16s rRNA isolat bakteri
lokal KNG.RT1 dan JGEA7 (reverse dan forward) memperlihatkan kesamaan
yang tinggi antara sikuen subjek dengan sikuen yang ada pada database. Hal ini
ditunjukkan dengan grafik hasil penyejajaran sikuen yang berwarna merah untuk
kedua sikuen gen (Lampiran 6). Dari hasil penyejajaran gen 16s rRNA isolat
bakteri lokal KNG.RT1 diketahui bahwa bakteri yang dianalisis merupakan
spesies Pseudomonas stutzeri dengan berbagai strain yang presentasi identitas
kemiripannya cukup tinggi. Srain yang paling mirip adalah Pseudomonas stutzeri
16S ribosomal RNA gene, partial sequence, Accession Number FJ768951.1 yang
memiliki presentasi identitas kemiripan 98% dan angka kemungkinan
ketidakmiripan (E value) sama dengan 0,0. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang
dianalisis benar-benar merupakan gen parsial 16S rRNA milik bakteri
61
Pseudomonas stutzeri. Hasil analisis bioinformatika sikuen gen 16S rRNA bakteri
lokal KNG.RT1 dapat diihat pada tabel 6 .
Tabel 6. Hasil analisis bioinformatika gen 16S rRNA isolat bakteri lokal
KNG.RT1
Hasil penyejajaran sikuen untuk gen 16S rRNA isolat bakteri lokal JGEA7
menunjukkan bahwa bakteri yang dianalisis merupakan spesies Bacillus sp.
dengan berbagai strain yang presentasi identitas kemiripannya cukup tinggi.
Strain yang paling mirip adalah Bacillus sp. TSH22w gene for 16S ribosomal
RNA, partial sequence, Accession Number AB508850.1 yang memiliki persentase
identitas kemiripan 98% dan angka kemungkinan ketidakmiripan (E value) sama
dengan 0,0. Hasil analisis bioinformatika sikuen gen 16S rRNA bakteri JGEA7
daat dilihat pada tabel 7.
62
Tabel 7. Hasil analisis bioinformatika gen 16S rRNA isolat bakteri lokal JGEA7
Menurut Berkeley et al., (2002), persentase kandungan G+C pada sikuen
gen 16S rRNA bakteri Bacillus sebesar 50-55%. Nilai ini cukup sesuai dengan
persentase G+C yang dimiliki sikuen parsial 16S rRNA bakteri lokal JGEA7
yakni sebesar 55,09%. Menurut Lalucat et al., (2006), persentase kandungan G+C
pada sikuen gen 16S rRNA bakteri Pseudomonas stutzeri sebesar 62%.
Hasil identifikasi berdasarkan pengamatan morfologi koloni bakteri,
morfologi sel, aktivitas secara biokimia dan secara analisis molekular dengan
sikuen 16s rRNA, maka diketahui jenis/ spesies dari isolat KNG.RT1 dan JGEA7
serta identitas spesifik dari kedua isolat bakteri tersebut.
63
Jadi, klasifikasi untuk isolat bakteri lokal KNG.RT1 dan JGEA7 adalah
sebagai berikut:
Isolat bakteri lokal KNG.RT1 dan JGEA7 berpotensi diaplikasikan pada
bidang pertanian, dimana kedua isolat ini dapat dimanfaatkan dalam penyuburan
tanaman karena menghasilkan gas nitrogen dan menghasilkan enzim triptonase
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat hara tumbuhan. Kedua
isolat bakteri lokal tersebut juga dapat diaplikasikan dalam bidang fermentasi
karna mampu menghasilkan asam dari hasil fermentasi karbohidrat. Enzim
amilase yang dihasilkan dari kedua isolat tersebut juga dapat digunakan untuk
produksi fruktosa dari serelia untuk digunakan sebagai bahan diet (Waluyo,
2008).
4.5. Karakteristik Bakteri Pseudomonas stutzeri
Pseudomonas stutzeri adalah bakteri Gram negatif dengan sel berbentuk
batang, bersifat motil dengan flagela tipe polar, aerobik, kemoorganorof, selain itu
Kingdom : Bakteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : P. stutzeri
(Holt., et al. 1994)
Kingdom : Bakteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus sp.
(Holt., et al. 1994)
Isolat Bakteri KNG.RT1 Isolat Bakteri JGEA7
64
P. stutzeri merupakan bakteri denitrifikasi, biasanya tumbuh pada media pati dan
maltose dan bereaksi negatif dalam hidrolisis arginin dan hidrolisis glikogen, serta
memiliki kandungan G+C sebesar 62% (Lalucat et al.,2006) .
Yang menarik dari bakteri ini adalah kemampuannya dalam menghasilkan
hormon IAA yang tinggi (Picard & Bosco, 2005). Berdasarkan berbagai penelitian
sebelumnya, bakteri Pseudomonas stutzeri ini telah diketahui merupakan anggota
bakteri rhizosfer pemacu pertumbuhan tanaman (Dey et al., 2004). Menurut
Lalande et al. (1989), Pseudomonas sp. mampu menghasilkan hormon pemacu
pertumbuhan tanaman yang dapat meningkatkan berat kering tanaman jagung
mencapai 9%,
4.6. Karakteristik Bakteri Bacillus sp.
Menurut Holt., et al (1994), Bacillus sp. adalah bakteri Gam + dan biasa
moril oleh flagel peritrikus. Endospora oval, kadang-kadang bundar atau silinder
dan sangat resisten pada kondisi yang tidak menguntungkan. Bakteri ini dapat
ditemukan dan dapat diisolasi dari tanah. Bentuk endospora merupakan nilai lebih
bagi bakteri yang sangat terkait secara ekologi di dalam tanah. Kemampuannya
membentuk endospora menyebabkan bakteri ini relative lebih tahan terhadap
kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan dan kritis misalnya radiasi,
panas, asam, desinfektan, kekeringan, nutrisi yang terbatas, dan dapat dorman
dalam jangka waktu yang lama hingga bertahun-tahun. Struktur spora tidak akan
terjadi jika sel sedang berada pada fase pembelahan secara eksponensial tetapi
akan dibentuk terutama pada kondisi nutrisi esensial misalnya karbon dan
65
nitrogen terbatas (Madigan et al., 2009). Mereka tidak lebih dari satu spora per sel
dan sporulasi tidak tahan pada udara terbuka. Bakteri ini bersifat aerobik atau
fakultatif anaerob. Kemampuan fisiologis sangat beragam; sangat peka terhadap
panas, pH dan salinitas; kemorganotrof dengan metabolisme fermentasi atau
pernapasan (Wahyudi et al., 2011).
Selain itu, Bacillus sp. mempunyai sifat katalase positif sehingga mampu
menguraikan peroksida toksik menjadi air dan oksigen. Bacillus sp. termasuk
kelompok PGPR yang banyak memiliki potensi karena mampu memproduksi
IAA, melarutkan fosfat, memsekresi siderofor, dan berperan sebagai agens
biokontrol dengan menginduksi sistem kekebalan tanaman serta menghasilkan
antibiotik (Compant et al., 2005). Pemanfaatan Bacillus sp. Sebagai mikroba
penyubur tanah yang sesuai dengan kondisi tanah dan target peruntukannya
merupakan alternatif untuk meningkatkan kesuburan tanah, efisiensi pemupukan,
produktivitas tanaman, dan mengurangi bahaya pencemaran lingkungan
(Widayanti, 2006).
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
a) Hasil identifikasi berdasarkan pengamatan morfologi bakteri, uji biokimia
dan analisis molekular berdasarkan sekuen 16s rRNA, pada isolat bakteri
lokal KNG.RT1 termasuk kedalam genus Pseudomonas, dan memiliki
similariti dengan Pseudomonas stutzeri 16S ribosomal RNA gene, partial
sequence dengan nilai angka kemiripan 98% yang berpotensi sebagai bakteri
penghasil fitohormon auksin. Pada isolat bakteri lokal JGEA7 termasuk
kedalam genus Bacillus, dan memiliki similariti dengan Bacillus sp. TSH22w
gene for 16S ribosomal RNA, partial sequence dengan nilai angka kemiripan
98% yang berpotensi sebagai bakteri penghasil fitohormon sitokinin.
2. Hasil identifikasi berdasarkan pengamatan morfologi bakteri, uji biokimia dan
analisis molekular berdasarkan sekuen gen 16s rRNA, Isolat bakteri lokal
KNG.RT1 memiliki karakteristik yang berbeda dengan isolat bakteri JGEA7.
5.2. Saran
Perlu dilakukan uji fisiologi yang lebih lengkap agar diketahui reaksi-
reaksi yang terjadi sehingga dapat diketahui keragaman dalam aplikasi dari kedua
isolat bakteri tersebut, dan perlu dilakukan pembuatan pohon filogeni untuk
melihat hubungan kekerabatan dengan spesies yang lainnya . Disamping itu perlu
dilakukan aplikasi pada tanaman sehingga diketahui pengaruh isolat bakteri pada
tanaman dengan komposisi yang sesuai.
67
DAFTAR PUSTAKA
Abbass, Z. & Okon, Y. 1993. Plant growth promotion by Azotobacter paspali in
the rhizosphere. Soil Biol. Biochem.28:1075-1083.
Ahmad, F., I. Ahmad, dan M.S. Khan. 2005. Indole acetil acid production by the
indigenous isolat of Azotobacter dan Pseudomonas fluorescent in the
presence and absence od trypthopan. Turk J Biol. 29 : 29-34.
Akbari, G. A., S.M. Arab, H.A. Alikhani, Allahdadi. dan M.H. Arzanesh. 2007.
Isolation and Selection of Indigenous Azospirillum spp. and The IAA of
Superior Strains Effects on Wheat Roots.World Journal of Agricultural
Sciences. 3 (4): 523-529.
Amann, R.I., W. Ludwig, dan K.H. Schleifer. 1995. Identification of uncultured
bacteria. A challenging task for molecular taxonomists. ASM News 60:360-
365.
Amar, A., S. Setiarti, dan S. Lie. 2002. Isolasi dan Identifikasi Bakteri dalam
Badeg Page dari Ponorogo Jawa Timur. Jurnal Biosains. ISSN: 0215-9333.
7 (2): 1-7.
Arshad, M. dan W.T. Frankerberger. 1991. Microbial Production of Plant
Hormones. Plant and Soil. 133(2): 1-8.
Arshad, M., A. Hussain dan A. Shakoor. 1995. Effect of Soil applied L-Tryptofan
on growth and Chemical compotition of Cotton. Journal Plant Nutrition.
18:317-329.
Berkeley, R.C.W., R.Berkeley, P.D.Vos, M. Heyndrickx, dan N. Logan. 2002.
Application and systematics of Bacillus and Relatives. Blackwell Publishing
Company. United Kingdom.
Bottger, S.C. 1996. Approachs for identification of Microorganisms. ASM. News.
62 : 227-250.
Campbell, N.A., J.B.,Reece, dan L.G., Mitchell. 2002. Biologi I. Edisi ke-5.
Erlangga. Jakarta.
Capuccino, J.G dan Sherman, N. 1992. Microbiology a Laboratory Mannual. The
Benjamin/Cummings Publish. USA
Cappuyuns A., I. Smets, K. Bernaerts, O. Ona, J. Somers, E. Prinsen dan J. Van
Impe. 2004. Forward a Model for Indole-3-Acetil Acid (IAA) Production by
Azospirillum brasilense sp254. Croylaan 46, B-3001 Leuven.
Compant,S., B. Duffy, J. Nowak, C. Clement dan E.A. Barkal. 2005. Minireview :
Use of plant growth-promoting bacteria for biocontrol of plant disease :
68
Principles, mechanisms of action, and future prospect. Applies and
Environment Microbiology. 71.(9): 4951-4959.
Constantin, C. 2008. Cereulide Producing Bacillus cereus and amylosin producing
Bacillus subtilis and Bacillus mojavensis : characterization of strains and
toxigenicities. Disertasi Doktor.University of Helsinky.
Dey, R., K.K.,Pay, D.M.,Bhat, dan S.M.,Chauhan. 2004.Growth promotion and
yield enhancement of peanut (Arachis hypogeal L.) by application of plant
growth promotion rhizobacteria . Microbiol Res 159: 371-394.
Drancourt, M. 2000. 16S ribosomal DNA sequence analysis of a large collection
of environmental and clinical unidentifiable bacterial isolates. J Clin
Microbiol. 38: 3623-3630.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Feliatra. 1999. Identifikasi bakteri Patogen (Vibrio sp ) di Perairan Nongsa Batam.
Riau. Jurnal Natur Indonesia. Vol.II.(2) : 28-33.
Glick, B. R. 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria. Can.
J. Microbiol. 4: 109-117.
Guttel, R.R., N. Larsen, C.R. Woese. 1994. Lesson for Evoluting rRNA, 16S
rRNA and 23S rRNA Strutsfores from a Comparative Perspective Microbes.
Kev 58 : 10-26.
Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, Teknik Dan
Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka. Jakarta
Hallman, J. 2001. Plant Interaction with Endophutic Bacteria. Biotic Interaction in
Plant-Phatogen Association., 87-119.
Han, X.Y., A.S. Pham, J.J. Tarrand, P.K. Sood, dan R.Luthra. 2002. Rapid and
accurate identification of mycobacteria by sequencing hypervariable regions
of the 16S ribosomal RNA gene. J. Microbiology and Infectious Disease
Am. J. Clin. Pathol. 118(5):796-801.
Hart, H., L.E., Craine, D.J., Hart. 2003. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta.
Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hidayat, A.N. 2008. Isolasi dan seleksi bakteri penghasil fitohormon Auksin.
Skripsi S1. Institute Teknologi Indonesia. Serpong.
Hindersah, R., M.R.,Setiawati & B.N., Fitriatin. 2001. Pengaruh supernatan
suspensi kultur cair Azotobacter terhadap pertumbuhan bibit tanaman
69
tomat. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.
Bandung.
Hindersah, R., Setiawati, M.R. dan Fitriatin, B.N. 2003. Inokulasi Azotobacter sp.
melalui filosifr dan rizosfir pada pembibitan selada lettuce (Lactuca sativa
L.).Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas
Padjadjaran.
Hindersah, R dan T. Simarmata. 2004. Potensi Rizobakteri Azotobacter dalam
Meningkatkan Kesehatan Tanah. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 127-133.
Hoflich, G., W. Wiehe, C. Hecht-Buchholz. 1995. Rhizosphere colonization of
different crops with growth promoting Pseudomonas and Rhizobium
bacteria. Microbiol Res 150:139-147.
Holt, JG., Noel, R.K, Peter, H.A, James, T.S, dan Stanley, T.W. 1994. Begey’s
Manual of Determinative Bacteriology. Ninth Edition. Williams &
Wilkins 428 East Preston Street Baltimore, Maryland 21202. USA.
Indarwati, I., R., Safitri, M., Miranti. 2002. Praktikum Mikrobiologi Dasar.
Sumedang. Jurusan Biologi FMIPA UNPAD.
Jawetz, E., J. L. Melnick, dan E.A. Adelberg. 2005. Mikrobiologi Kedokteran.
SalembaMedika. Jakarta.
Kakimoto, T. 2003. Biosynthesis of cytokinins. Journal of Pant Research.
116(3):233-239.
Kloepper, J. W. 1993. Plant growth promoting rhizobacteria as biological control
agent. P. 255-274. In F.B. Meeting, J.R.(Ed.). Soil Microbial Ecology,
Applicationt in Agricultural and Environmental Management. Marcel
Dekker, Inc. New York.
Lalande, R., N. Bissonett, D. Coutlee dan H. Antoon. 1989. Identification of
rhizobacteria from maize and determination of their plant-growth promoting
potential. Plant and Soil. 115: 7-11.
Lalucat, A. Bennasar , R. Bosch, E.García-Valdés, dan N.J. Palleroni. 2006.
"Biology of Pseudomonas stutzeri". Microbiol Mol Biol Rev 70 (2): 510–47.
Lay, W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Madigan, M. T., Martinko, J.M., Dunlap, P.V, dan Cark, D.P. 2009. Brock
Biology of Microorganism, 12th edition. Pearson Benjamin-Cumming. San
Fransisco. ISBN 0-13-2232460-1.
Marchesi, J. R., T. Sato, A. J. Weightman, T. A. Martin, J. C. Fry, S. J. Hiom, and
W. G. Wade . 1998. Design and evolution of useful bacteria spesific PCR
70
primer that amplify genes coding for bacteria 16S rRNA. Appl Environ
Microbiol 64 : 795-799.
Metting, F.B. 1993. Soil Microbiologi Ecology, Aplication in Agricultural and
Environmental Management. Mercell Dekker Inc. New York.
Pangastuti, A. 2006. Definisi Spesies Prokaryota Berdasarkan Urutan Basa Gen
Penyandi 16s rRNA dan Gen Penyandi Protein. Biodiversitas 7(3): 292-296.
Pelczar, M. J dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI-Press.
Jakarta.
Pelczar, M. J dan E.C.S. Chan. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 2. UI-Press.
Jakarta.
Picard, C., dan M. Bosco. 2005. Maize heterosis effect the structure and dynamics
of indigenous rhizospheric auxins-producing Pseudomonas population.
FEMS Microbiol Ecol 53: 349-357.
Prescott, LM., P.H.,John dan A.K., Donald. 2002. Microbiology 5th
edition.
McGraw-Hill Company. New York.
Reece, R.J. 2004. Analyses of Genes and Genomes. John Willey and Sons Ltd.
United Kingdom.
Schaechter, M. 2004. The Desk Encyclopedia of Microbiology. p-198- 204.
Elseiver Ltd. British LibrarSy
Suhartono, T.P. 1999. Biologi Molekuler Kedokteran. Erlangga University Press.
Surabaya.
Tarabily, K., A.H.Nassar, K. Sivasithamparam. 2003. Promotion of Plant Growth
By an Auxin-producing Isolate of the Yeast Williopsis Saturnus Endophytic
in Maize Roots. The Sixth U.A. E University Research Conference. 60-69.
Teale, W.D., A.P. Ivan dan P. Klaus. 2006. Auxin in Action: Signaling, Transport
and the Control of Plant Growth ang Development. Institut fur Biologie II/
Botanic, Schanzlestrase, 79104 Freiburg.
Taller, B.J. & T.Y.,Wong.1989. Cytokinins in Azotobacter vinelandii culture
medium. Appl Environ Microbiol. 55: 266-267.
Theresiawati, I. 2008. Isolasi dan seleksi bakteri penghasil fitohormon sitokinin.
Skripsi S1. Institute Teknologi Indonesia. Serpong.
71
Vancura, V. 1988. Microorganisms, their mutual relation and function in the
rhizosfer. Didalam Vancura, V dan F, Kunc. (eds.). Soil microbial.
Association Praha : Elsevier.
Viljoen, G.J., L.H.Neland dan J.R. Crowter. 2005. Moleculer Diagnostic PCR
Handbook. Published by Springer, Dodrecht, The Netherlands.
Volk dan Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Wahyudi, A.T., R.P. Astuti, A. Widyawati, A. Meryandini, dan A.A. Nawangsih.
2011. Characterization of Bacillus sp. strains isolated from rhizosphere of
soybean plants for their use as potential plant growth for promoting
Rhizobacteria. Journal of Microbiology and antimicrobials. Vol. 3(2), page
34-40.
Waluyo, Lud. 2008. Teknik Metode Dasar Mikrobiologi. UMM-Press. Malang.
Wilson, D. 1995. Endophyte-the Evolution of a Term, and Clarification of its use
and Definition. Oikos 73, 274-276.
Widayanti, T. 2006. Isolasi dan karakterisasi Bacillus sp. indigenus penghasil
indol asam asetat asal tanah rhizosfer. Skripsi S1. Dept. Biologi. FMIPA.
IPB. Bogor.
72
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kerangka Berpikir
Indonesia: Negara
Agraris (pertanian)
penggunaan akan pupuk
kima yg tinggi
Mengabaikan kesuburan
tanah
Kandungan humus tanah
rendah kualitas tanaman
rendah & tidak ramah lingkungan
Solusi: penggunaan
Pupuk Hayati
(Fitohormon alami)
Identifikasi isolat
bakteri lokal
Pemanfaat bakteri
alam dari
rhizosfer/endofit
Analisis
Morfologi
Uji Aktivitas
bakteri secara
Biokimia
bakteri yg memiliki kemampuan
menghasilkan fitohormon alami
(auksin & sitokinin) kualitas
tanaman baik dan ramah lingkungan
Analisis Molekuler
dengan Sekuen Gen
16s rRNA
KNGRT1
(Isolat bakteri Penghasil
Fitohormon Auksin)
JGEA7
(isolat bakteri penghasil
Fitohormon sitokinin)
73
Lampiran 2. Bagan Kerja
Mengikuti cara kerja yang disebutkan dalam Amar et al., (2002) yang meliputi :
Peremajaan Isolat Bakteri
Isolasi Isolat bakteri
Pewarnaan Gram
Gram Positif Gram Negatif
Uji Katalase
Katalase Negatif Katalase Positif
Bentuk Bakteri
Batang Bulat
Uji Katalase
Pengamatan Spora
Membentuk Spora Tidak Membentuk Spora
Uji Biokimia
Analisis Molekular
Isolat Bakteri Lokal
KNG.RT1 dan JGEA7
74
Lampiran 3. Komposisi Media
1. Nutrient Agar
Pepton 5 gr
Beef Ekstark 3 gr
Agar 15 gr
Dilarutkan dalam 1 liter akuadest
2. Nutrient Broth
Pepton 5 gr
Beef Ekstark 3 gr
Dilarutkan dalam 1 liter akuadest
3. Agar semi Solid
Pepton 5 gr
Beef Ekstark 3 gr
Agar 10 gr
Dilarutkan dalam 1 liter akuadest
4. Trypton Broth
Trypton 100 gr
Dilarutkan dalam 1 liter Akuadest
5. MR-VP medium (Broth)
Pepton 5 gr
Glukosa 5 gr
K2HPO4 5 gr
Dilarutkan dalam 1 liter akuadest
75
6. Medium Nitrat
Pepton 5 gr
Beef Ekstrak 3 gr
KNO3 5 gr
Dilarutkan dalam 100 ml akuadest
7. Starch Agar
Pepton 0,5 gr
Beef Ekstrak 0,3 gr
Soluble Starch 0,2 gr
Agar 1,5 gr
Dilarutkan dalam 100 ml akuadest
76
Lampiran 4. Reagen dan Indikator
a. Merah Metil (uji MR atau Mhetyl Red)
Mehtyl Red 0,2 gr
Dilarutkan dalam 500 ml
b. Reagen Barit (Uji VP atau Voges-Proskauer)
1. Barit A :
α-naphtol 6 gr
dilarutkan dalam 100 ml
2. Barit B :
KOH 16 gr
Dilarutkan dalam 100 ml
c. Reagen Erhlich (Uji Indol)
n-Amyl alcohol 75 ml
HCL pekat 25 ml
p-dimethylamine-benzaldehyde 5 gr
d. Reagen Uji Nitrit
1. Larutan A :
Sulfanilic acid 0,8 gr
5 N acetic acid 100 ml
2. Larutan B :
Dimethyl-α-naphtylamine 0,5 gr
5 N acetic acid 100 ml
77
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326747_ISOLAT_01_9F.ab1
$
326747_ISOLAT_01_9F
Lane 58
Signal G:1703 A:1879 T:1568 C:1500
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2240 to 16961
Page 1 of 3
10/14/2010
Spacing: 14.7578325271606
N NN NN N NN N
10
G NN G C T A CA C
20
A T G C AA G T C G
30
A G C G G AT G AG
40
T G G AG C T T G C
50
T C CA T G AT T C
60
A G C G G CG G AC
70
G G G TG AG T A A
80
T GC C T A G G A A
90
T C T G C C T G G T
100
AG T G G GG G AC
110
A A
C G T T T C G A
120
A AG G A AC G C T
130
A A TA C C G C A T
140
A C G T C C T AC G
150
GG AG A A AG TG
160
G GG G AT C T T C
170
G G AC C TC GC G
180
C T AT C A G AT G
190
AG C C TA G G T C
200
G G AT TA G C T A
210
G T TG GT G AG G
220
T AA AG GC T C A
230
C C
A A GG CG AC
240
G A T C CG T AA C
250
TG G T C T G AG A
260
GG AT G AT C A G
270
T C A CA C TG G A
280
AC T G AG AC AC
290
G G T C CA G AC T
300
C C T AC GG G AG
310
GC AG CA G TG G
320
G G AAT A T T G G
330
AC A A TG GG CG
340
A A AG C C TG A T
350
C C A
G CC ATG C
360
C GC G T GT GT G
370
A AG A A GGT C T
380
T CG G AT T GT A
390
A AG C A C T T T A
400
AG TTG GG AGG
410
A AGG GC AG T A
420
A GT T AAT A C C
430
T TG C TG T T T T
440
G AC GT TA C C A
450
A CA G A AT A AG
460
CA C CG G C T A A
470
C T T CG
TG C CA
480
G C AG C CG CG G
490
T A AT A C G A AG
500
GG T GC A AG C G
510
T T A AT C G G A A
520
T T A C T G G G C G
530
T A A AG C G C G C
540
G T AG G TG GT T
550
CG T T A AG T TG
560
G AT G TG AA AG
570
C C C C G GG C T C
580
AA C C T G G G A A
590
C T G C
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326747_ISOLAT_01_9F.ab1
$
326747_ISOLAT_01_9F
Lane 58
Signal G:1703 A:1879 T:1568 C:1500
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2240 to 16961
Page 2 of 3
10/14/2010
Spacing: 14.7578325271606
AT C C A A
600
A A C TG G CG A G
610
C T A G A G T A T G
620
G C A G AG G G TG
630
G TG GA AT T T C
640
C T G TG T AG C G
650
G T G A A AT G C G
660
T A G A T A T A G G
670
A AG G A A C AC C
680
AG TG G CG A AG
690
G C G AC C AC C T
700
G G G C T A A T A
C
710
T G A C A C T G AG
720
G TG C G A A AG C
730
G T G GG G AG C A
740
A A C AG G AT T A
750
G A T A C C C TG G
760
T AG T C C A C G C
770
C G T A A A C G AT
780
G T C G A C T A G C
790
C G T T G G G AT C
800
C T TG AG A T C T
810
T AG TG G C G C A
820
G C T A A C G C A T
830
T A A G T C G A C C
840
G C C TG G G G A G
850
T A C G G C C G C A
860
AG G T T A A A A C
870
T C A A A T G A A T
880
T G A C G G G G G C
890
C C G C A C A A G C
900
G G T G G A G C A T
910
G T G G T T T A A T
920
T C N
A A G C A NC
930
G C G A A G A A C C
940
T T A C C A G G NN
950
T T G A C A T G C A
960
N N N AA C T T T C
970
C A G AN A T GG A
980
T T G G TTG C C T
990
T C G G AA C T C T
1000
G A C A C N N N G C
1010
TN C A
T GG C T G
1020
T C G T C A G C T C
1030
G T G N C N T G N N
1040
N TNN T T N G G T
1050
T A N T CC C N N A
1060
A C N A N C G C AA
1070
CC C T T N NN C N
1080
TT AN N T T A C C
1090
A G C
Lampiran 5
5.1. Elektroforegram hasil sikuensing parsial gen 16s rRNA isolate bakteri
KNG.RT1 dari arah forward
78
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326747_ISOLAT_01_9F.ab1
$
326747_ISOLAT_01_9F
Lane 58
Signal G:1703 A:1879 T:1568 C:1500
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2240 to 16961
Page 3 of 3
10/14/2010
Spacing: 14.7578325271606
N N C N T TT
1100
A N N G NN G G G C
1110
ACN C T NC N N N
1120
N
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326748_ISOLAT_01_1541R.ab1
,
326748_ISOLAT_01_1541R
Lane 56
Signal G:603 A:519 T:622 C:665
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2247 to 16961
Page 1 of 3
10/14/2010
Spacing: 14.8664903640747
G G C A A G C T C
10
T TG TA C G AC T
20
T C C C C C A G T C
30
AT G AA T CA C T
40
C C G T G G T AA C
50
C G T CCC C C CG
60
A AGG T TA C AC
70
T AC C T AC T T C
80
T G G AG C A AC C
90
C A C T C C CA T G
100
G TG TG AC G G G
110
CG
G TG TG TAC
120
A AGG C C CG G G
130
A ACG T A T T CA
140
C CG TG ACA T T
150
C TG AT T CA C G
160
A T T AC T AG CG
170
AT T C C G A C T T
180
CAC G C AG T C G
190
AG T TG CA G AC
200
TG CG AT CC G G
210
AC TA C G AT C G
220
G T T T T AT G G G
230
A
T T A G C T C C A
240
C C T CG CG G C T
250
TG GC A AC C C T
260
T TG T A CC G AC
270
C A T T G T A G C A
280
C G TG TG T AG C
290
C CA G G C C GT A
300
AG G G C C A TG A
310
TG A C T TG A CG
320
T C A T C C C C A C
330
C T T C C T C C GG
340
T T T GT CA C CG
350
G C
AG T C TC C T
360
T AG AG TG C C C
370
A C C T T A A CG T
380
G C T GG T A A C T
390
A AG G AC A A GG
400
G T T G CG C T C G
410
T T A CG G G AC T
420
T A A C C C A A C A
430
T C T C A CG AC A
440
CG AG C TG A CG
450
A C AG C C A TG C
460
AG C A C C T G TG
470
T C
Lanjutan 5.1. Elektroforegram hasil sikuensing parsial gen 16s rRNA isolate
bakteri KNG.RT1 dari arah forward
5.2. Elektroforegram hasil sikuensing parsial gen 16s rRNA isolat bakteri
KNG.RT1 dari arah reserve
79
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326748_ISOLAT_01_1541R.ab1
,
326748_ISOLAT_01_1541R
Lane 56
Signal G:603 A:519 T:622 C:665
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2247 to 16961
Page 3 of 3
10/14/2010
Spacing: 14.8664903640747
G CG C G C T T
940
T A C G C C C A G T
950
A A T T C C G A T T
960
A A C G C T T G C A
970
C C C T T CG T A T
980
T A C C G C GG C T
990
G C T G G C A C G A
1000
AAG T T AG CCC
1010
G G T G C T T A T T
1020
C T G T T G G T A A
1030
C G T C A
A A A C A
1040
G C AA G G T A T T
1050
A A C T T A C T G C
1060
C C T T T C C T C C
1070
C A A C TT A A A A
1080
G TGGC T T T T A
1090
C A A T C C CG AA
1100
A A A C C T TC
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326748_ISOLAT_01_1541R.ab1
,
326748_ISOLAT_01_1541R
Lane 56
Signal G:603 A:519 T:622 C:665
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2247 to 16961
Page 2 of 3
10/14/2010
Spacing: 14.8664903640747
AG AG T TC C
480
C G A AGG C A C C
490
A A T C C AT C T C
500
TG G A AA GT TC
510
T C TG C AT G T C
520
A AGG C C T GG T
530
A AG GT T C T T C
540
G CG T T G C T T C
550
G AA T T A A A C C
560
A C A T G C T C CA
570
C C G C T T G T G C
580
G GG C C C C C G T
590
C
A AT T C A T T T
600
G AG T T T T A A C
610
C T T G CG G C C G
620
T A C T C C C C AG
630
G CG G T CG A C T
640
T A A T G C G T T A
650
G C T G C G C C A C
660
T A AG A T C T C A
670
AGG AT C C C A A
680
CG G C T A G T CG
690
AC A T C G T T T A
700
C GG C G T G G
A C
710
T A C C A G GG T A
720
T C T A A T C C T G
730
T T TG C T C C C C
740
AC G C T T T CG C
750
A C C T C A G TG T
760
C AG T A T T A G C
770
C C A G G TG G T C
780
G C C T T CG C C A
790
C TG G TG T T C C
800
T T C C T A T A T C
810
T A C G C A T T T C
820
A C C
G C T A C A C
830
A G G A A A T T C C
840
A C C A C C C T C T
850
G C C A T A C T C T
860
A G C T C G C C A G
870
T T T T G G A T G C
880
A G T T C C C A G G
890
T T G A G C C C G G
900
G G C T T T CA C A
910
T C C A A C T T A A
920
C G A A C C A C C T
930
A C
Lanjutan 5.2. Elektroforegram hasil sikuensing parsial gen 16s rRNA isolat
bakteri KNG.RT1 dari arah reserve
80
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326749_ISOLAT_02_9F.ab1
€¿Ž�
326749_ISOLAT_02_9F
Lane 54
Signal G:1844 A:2020 T:1630 C:1826
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2246 to 16961
Page 1 of 4
10/14/2010
Spacing: 14.7774810791016
GG C CA G G C G
10
GC G G C T AAT A
20
C AT G CAA G T C
30
G AG C G G ACAG
40
AA G G G AG C T T
50
G C T CC C G G AT
60
GT T A G CG G CG
70
G ACG G G TG AG
80
T A ACAC G TG G
90
GT AAC C TG CC
100
TG T AAG AC TG
110
G G AT AA
C T C C
120
G G G A A ACC G G
130
AG C TA AT AC C
140
G G AT AG T T CC
150
T TG A ACC G CA
160
TG G T T CA AG G
170
ATG AA AG ACG
180
G T T T CG G C TG
190
T C A C T TA C AG
200
A TG G AC C C G C
210
G G CG C A T T AG
220
C T A G T TG G T G
230
AG G T A A
C GG C
240
T C AC CA AG G C
250
G AC G ATG C G T
260
AG C CG AC C TG
270
AG AGGG T G AT
280
C G G C C A CA C T
290
G GG ACT G AG A
300
C A CG G C C C A G
310
AC TC C T AC G G
320
G AGG C AG C AG
330
T AG G G A AT C T
340
T CC G C A A TG G
350
AC G A A AG
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326749_ISOLAT_02_9F.ab1
€¿Ž�
326749_ISOLAT_02_9F
Lane 54
Signal G:1844 A:2020 T:1630 C:1826
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2246 to 16961
Page 2 of 4
10/14/2010
Spacing: 14.7774810791016
T C T
360
G A CG G AG C A A
370
C G C CG C G TG A
380
G TG AT G A AG G
390
TT T T C GG AT C
400
G TA A A GC T C T
410
G T TG T T AGG G
420
A AG A A CA AG T
430
G C A A G AG T A A
440
C TG C T T GC AC
450
C T T G AC G G T A
460
C C T A A C C AG A
470
A AG C C A C G
G C
480
T A A C T A CG T G
490
C C AG C A G C C G
500
CG G T A AT A C G
510
T A GG TG G C A A
520
G CG T T G T C CG
530
G A AT T AT T G G
540
G C G T AA AG G G
550
C T CG C AG G CG
560
G T T TC T T A AG
570
T C T G AT G T G A
580
A AG C C C C CG G
590
C T C AA C C
G G G
600
G A GGG T C AT T
610
G G AA A C T G G G
620
A A A C T TG AG T
630
G C A G A A G A GG
640
AG AG T G G A A T
650
T C C A C G TG T A
660
G C G G TG A A A T
670
G C G T A G AG A T
680
G T G G A G G A A C
690
A C C AG TG G C G
700
A AG G C G A C T C
710
T C
5.3. Elektroforegram hasil sikuensing parsial gen 16s rRNA isolat bakteri
JGEA7 dari arah forward
81
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326749_ISOLAT_02_9F.ab1
€¿Ž�
326749_ISOLAT_02_9F
Lane 54
Signal G:1844 A:2020 T:1630 C:1826
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2246 to 16961
Page 3 of 4
10/14/2010
Spacing: 14.7774810791016
T G G T C TG T
720
A A C TG A C G C T
730
G A G G AG C G A A
740
AG C G T G G G G A
750
G C G A A C A G G A
760
T T A G A T A C C C
770
T G G T A G T C C A
780
CG C C G T A A A C
790
G A T G AG TG C T
800
A A G TG T T A G G
810
G G G T T T C C G C
820
C C C T T
AG T G C
830
T G C A G C T A A C
840
G C A T T A AG C A
850
C T C C G C C TG G
860
G G A G T A C GG T
870
C G C A AG A C TG
880
A A A C T C AA A G
890
G A A T T G A C G G
900
G G G C C C GC A C
910
A A C C G G TGGG
920
A G C A T G T G G T
930
T
T T AA T T C C A
940
AA G CC A CC CC
950
G A A A A A A C C T
960
T A C C A G G T C T
970
TGG A C A T C C T
980
C TG G A C A A CC
990
C C T A G A G A TA
1000
A GG G G C T T T C
1010
C C C T T C G GG G
1020
A A A AGAA TTG
1030
A CAA GG GG GG
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326749_ISOLAT_02_9F.ab1
€¿Ž�
326749_ISOLAT_02_9F
Lane 54
Signal G:1844 A:2020 T:1630 C:1826
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2246 to 16961
Page 4 of 4
10/14/2010
Spacing: 14.7774810791016
1040
G GG C AAT GGG
1050
T TT G C CG T C C
1060
CC CC
Lanjutan 5.3. Elektroforegram hasil sikuensing parsial gen 16s rRNA isolat
bakteri JGEA7 dari arah forward
82
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326750_ISOLAT_02_1541R.ab1
€
326750_ISOLAT_02_1541R
Lane 52
Signal G:1942 A:1758 T:2143 C:2351
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2231 to 16961
Page 1 of 3
10/14/2010
Spacing: 14.8323764801025
C C AG AT G C T
10
C T T GTT C G AC
20
TT CA C C CC AA
30
T CA T C T G C C C
40
CA C C T T CG G C
50
G GC TG G C TC C
60
A TA AA G G T T A
70
C C T CAC CG AC
80
T T CG GG TG TT
90
GC A AA C T C T C
100
G TG G T G TG AC
110
G G G CG G
TG TG
120
TAC AA GG C C C
130
G GG A ACG T A T
140
T C AC CG CG G C
150
ATG C TG A T C C
160
G CG AT T AC TA
170
G CG AT T C CA G
180
C T T CA CG C AG
190
T CG AG T T G CA
200
G AC TG CG AT C
210
CG AA C TG AG A
220
AC AG AT T T G T
230
G GG AT TG
G C T
240
A A A C C T TG CG
250
G T C TCG C AG C
260
CC T T TG T TC T
270
G TC C AT TG T A
280
G C A CG TG TG T
290
A GC C C AGG T C
300
A T A AG GGG C A
310
TG A TG AT T T G
320
AC G T C A T C C C
330
C A C C T T CC T C
340
C GG T TT G T C A
350
C CG G C AG T
C A
360
C C T T AG AG T G
370
C C C A A C T A A A
380
TG C T G G C A A C
390
T A AG A T C A A G
400
G G T T G C G C T C
410
G T TG C GGG A C
420
T T A A C C C A A C
430
A T C T CA CG A C
440
A CG A G C T G AC
450
G A CA A C CA TG
460
C AC C A C C TG T
470
C AC T C T G
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326750_ISOLAT_02_1541R.ab1
€
326750_ISOLAT_02_1541R
Lane 52
Signal G:1942 A:1758 T:2143 C:2351
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2231 to 16961
Page 2 of 3
10/14/2010
Spacing: 14.8323764801025
T C C
480
C CG A AG GG A A
490
A GC C C T A T C T
500
C T A G GG T T G T
510
C AG AG G AT G T
520
CA AG A C C T G G
530
T A A GG T T C T T
540
C G C G T TG C T T
550
CG A A T T A A A C
560
C A C A T G C T C C
570
A C C G C T T G T G
580
CG G G C C C C C G
590
T C A AT T C
C T T
600
TG A GT T T C A G
610
T C T T G C G A C C
620
G T A C T C C C C A
630
G G C GG A GT G C
640
T T A A T G C G T T
650
A G C T G C A G C A
660
C T A A GG GG C G
670
G A A A C C C C C T
680
A A C A C T T A G C
690
A C T C A T C G T T
700
T A C G G CG T G G
710
A C T A C
C A G GG
720
T A T C T A A T C C
730
T G T T C G C T C C
740
C CA C G C T T T C
750
G C T C C T C A G C
760
G T C A G T T A C A
770
G A C C A G A G AG
780
T C G C C T T CG C
790
C A C T G G TG T T
800
C C T C CA C A T C
810
T C T A CG C A T T
820
T C A C C G C T A C
830
A
CG T GG A A TT
840
C C A C T C T C C T
850
C T T C T G C A C T
860
C A A G T T T C C C
870
A G T T T C C A A T
880
G A C C C T C C C C
890
G G T T G AG C C G
900
GG G G C T T T C A
910
C A T C A G A C T T
920
A A G A A A C C G C
930
C T G CG A G C C C
940
T T T A
5. 4. Elektroforegram hasil sikuensing parsial gen 16s rRNA isolat bakteri JGEA7
dari arah reserve
83
BIOTRACEBioEdit v ersion 7.0.4.1 (2/13/05)
Model 3730
KB.bcp
6258000-04 6258002-04 6258003-03 6258005-00
File: 1st_BASE_326750_ISOLAT_02_1541R.ab1
€
326750_ISOLAT_02_1541R
Lane 52
Signal G:1942 A:1758 T:2143 C:2351
KB_3730_POP7_BDTv3.mob
?? no 'MTXF' field
Points 2231 to 16961
Page 3 of 3
10/14/2010
Spacing: 14.8323764801025
C G C C C A
950
A T A A T T C C GG
960
A C A A CG C T T G
970
C C A C C T A CG T
980
A T T A C C G C G G
990
C TG C T G G C A C
1000
G T A G T T A G C C
1010
G TGG C T T T C T
1020
G G T T A G G T A C
1030
C G T C A A G G TG
1040
C A A G C A G T T A
1050
C
T C T TG C A C T
1060
T G T T C T T C C C
1070
T A A C A A C A A A
1080
AG C T T T A CG A
1090
T C CG A A A A C C
1100
T T C A T C A C T C
Lanjutan 5.4. Elektroforegram hasil sikuensing parsial gen 16s rRNA isolat
bakteri JGEA7 dari arah reserve
84
Lampiran 6. Hasil Analisis Bioinformatika pada “GeneBank” NCBI
menggunakan program BLASTN
6.1.Hasil Analisis Bioinformatika pada isolat JGEA7 (pada “GeneBank” NCBI
menggunakan program BLASTN
1
2
85
3
4
86
6.2. Hasil Analisis Bioinformatika pada isolat KNG.RT1 pada “GeneBank” NCBI
menggunakan program BLASTN
1
2
87
Ket : 1= identitas sikuen subjek, 2= Gafik Penyejajaran sikuen, 3= Skor
penyejajaran sikuen, 4= Tampilan penyejajaran sikuen antara sikuen subjek
dengan sikuen database (query)
3
4
88
Lampiran 7. Perbandingan Karakteristik Isolat Bakteri Lokal KNG.RT1 dengan
Pseudomonas stutzeri
No Karakteristik Isolat KNG.RT1 Pseudomonas stutzeri
( Holt, J.G .,et al, 1994)
1.
Morfologi Koloni
Pada Media NA: koloni
bkateri berwarna krem,
elevasi datar, menyebar tdk
teratur dan lobat.
Pengecatan Gram Gram – (Gram Negatif) Gam – (Gram negatif)
Bentuk Bakteri Batang pendek, tunggal Batang pendek
Endospora Tidak ada Tidak berspora
Motilitas Motil Motil dengan flagel tipe
polar
Uji Katalase + Katalase positif
Uji Fermentasi
Karbohidrat
- Glukosa
- Sukrosa
- Fruktosa
- Maltosa
Uji Indol + +
Uji Hidrolisis Pati + +
Uji MR +
Uji VP -
Uji Reduksi Nitrat + +
Keterangan : (+) dihasilkan, (-) tidak dihasilkan
-
-
-
- +
+
-
-
89
Lampiran 8. Perbandingan Karakteristik Isolat Bakteri Lokal JGEA7 dengan
Genus Bacillus sp.
No Karakteristik Isolat KNG.RT1 Bacillus sp.
( Holt, J.G . et al., 1994)
1. Morfologi Koloni
Pada media NA: koloni
bakteri berwarna krem,
elevasi datar, penamapkan
dari atas bulat dengan tepi
terserabut dan lobat
2. Pengecatan Gram Gram + (Gram Positif) Gram + (Gram positif)
3. Bentuk Bakteri Batang pendek, tunggal,
sedikit yang berpasangan
Batang
4. Endospora - Ada endospora
- Bentuknya elips
- Posisi spora :
subterminal
- Mengalami
pembekakan
Endospora, terletak di
tengah-tengah, bentuknya
oval, tempat antara tengah
dan ujung, mengalami
pembengkakan.
5. Motilitas Motil Motil
6. Uji Katalase + +
7. Uji Fermentasi
Karbohidrat
- Glukosa
- Sukrosa
- Fruktosa
- Maltosa
8. Uji Indol + +/-
9. Uji Hidrolisis Pati + +/-
10. Uji MR + +/-
11. Uji VP - +/-
12. Uji Reduksi Nitrat + +/-
Keterangan : (+) dihasilkan (-) tidak dihasilkan
-
-
-
-
+/-
90
Lampiran 9. Foto-foto Penelitian
Isolat Murni
Bakteri Lokal
KNG.RT1 (kiri)
dan JGEA7
(kanan)
Alat dan Bahan Pewarnaan Gram pada bakteri
DF kolom / DNA Filter
(Merk: Genaid) Sentifuge (Merk: Eppendorf)
Elektroforesis Kit
(Merk: Genaid)
Genomic DNA Minikit
(Merk: Genaid)