nomor 102 tahun 2000 tentang presiden republik...

22
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau personel, yang diamksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen, pelu usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup, maka efektifitas pengaturan di bidang standardisasi perlu lebih ditingkatkan; b. bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang di dalamnya mengatur pula masalah standardisasi berlanjut dengan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nsasional di bidang standardisasi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaiman telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Peraturan Pemnerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2210); 3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3193); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274); 5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299); 6. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);

Upload: vudung

Post on 21-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 102 TAHUN 2000

TENTANG

STANDARDISASI NASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,

mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau personel, yang diamksudkan untuk

meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen, pelu usaha, tenaga kerja dan

masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan

hidup, maka efektifitas pengaturan di bidang standardisasi perlu lebih ditingkatkan;

b. bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang di dalamnya mengatur pula

masalah standardisasi berlanjut dengan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan

perundang-undangan nsasional di bidang standardisasi;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b,

dipandang perlu untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1991

tentang Standar Nasional Indonesia;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaiman telah diubah dengan

Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Peraturan Pemnerintah Pengganti

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang menjadi Undang-undang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 215, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 2210);

3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3193);

4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara

Republik Indonesia 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);

6. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara

Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 2 -

7. Undang- …

7. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1993 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan

Tumbuhan (Lembaran Negara Republik INdonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3482);

8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3495);

9. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan WTO

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3564);

10.Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);

11.Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3676);

12.Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3699);

13.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3821);

14.Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3839);

15.Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3881);

16.Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1989 tentang Standar Nasional untuk Satuan

Ukuran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 3, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3388);

17.Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3867);

18.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republlik

Indonesia Tahun 2000 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3950);

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 3 -

19.Peraturan …

19.Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode

yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengam memperhatikan

syarat-syarat keselematan, keamanan, kesehatan lingkungan hidup, perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan

datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

2. Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang

dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak.

3. Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi

Nasional dan berlaku secara nasional.

4. Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI), adalah rancangan standar yang dirumuskan oleh

panitia teknis setelah tercapai konsensus dari semua pihak yang terkait.

5. Perumusan Standar Nasional Indonesia adalah rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan

pengolahan data untuk menyususn Rancangan Standar Nasional Indonesia sampai tercapainya

konsensus dari semua pihak yang terkait.

6. Penetapan Satandar Nasional Indonesia adalah kegiatan menetapkan Rancangan Standar

Nasional Indonesia menjadi Standar Nasional Indonesia.

7. Penerapan Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan menggunakan Standar Nasional

Indonesia oleh pelaku usaha.

8. Revisi Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan penyempurnaan Standar Nasional sesuai

dengan kebutuhan.

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 4 -

9. Pemberlakuan …

9. Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia adalah keputusan pimpinan instansi teknis yang

berwenang untuk memberlakukan Standar Nasional Indonesia secara wajib terhadap barang dan

atau jasa.

10. Akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh Komite Akreditasi Nasioan (KAN),

yang menyatakan bahwa suatu lembaga/laboratorium telah memenuhi persyaratan unuk

melakukan kegiatan sertifikasi tertentu.

11. Sertifikasi adalah rangkaian kegitan penerbitan sertifikat terhadap barang dan atau jasa.

12. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi

untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses sistem atau personel telah memenuhi standar yang

dipersyaratakan.

12. Tanda SNI adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang

menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia.

14. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak

bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangnkan, dipakai,

dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

15. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi

masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

16. Sistem Standardisasi Nasional (SSN), adalah tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi

yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional, yang meliputi penelitian dan

pengembangan standardisasi, perumusan standar, penetapan standar, pemberlakuan standar,

penerapan standar, akreditasi, sertifikasi, metrologi, pembinaan dan pengawasan standardisasi,

kerjasama, informasi dan dokumentasi, pemasyarakatan dan pendidikan dan pelatihan

standardisasi.

17. Badan Standardisasi Nasional (BSN), adalah Badan yang membantu PResiden dalam

menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan dibidang standardisasi sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

18 Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usah, baik yang berbentuk badan

hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan bekedudukan atau melakukan kegiatan

dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

19 Instansi teknis adalah Kantor Menteri Negara, Departemen atau Lembaga Pemerintah Non

Departemen yang salah satu kegiatannnya melakukan kegiatan standardisasi.

20. Pimpinan instansi adalah Meteri Negara atau Menteri yang memimpin Departemen atau Pimpinan

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 5 -

Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab atas kegiatan standardisasi

dalam lingkup kewenangannya.

BAB II …

BAB II

RUANG LINGKUP STANDARDISASI

NASIONAL

Pasal 2

Ruang lingkup standardisasi nasional mencakup semua kegiatan yang berkaitan dengan metrologi teknis,

stnadar, pengujian dan mutu.

BAB III

TUJUAN STANDARDISASI NASIONAL

Pasal 3

Standardisasi nasional bertujuan untuk :

1. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, perilaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat

lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan

hidup;

2. Membantu kelancaran perdagangan;

3. Meujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan.

BAB IV

KELEMBAGAAN

Pasal 4

(1) Penyelenggaraan pengembangan dan pembinaan di bidang standaridasi dilakukan oleh Badan

Standardisasi Nasional.

(2) Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh

Komite Akreditasi Nasional.

(3) Komite Akreditasi Nasional sebagimana dimaksud dalam ayat (2) mempunyai tugas dan

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 6 -

menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada Badan Standardisasi

Nasional dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi.

(4) Pelaksanaan …

(4) Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang Standar Nasional untuk

Satuan Ukuran dilakukan oleh komite Standaridisasi Nasional untuk Satuan Ukuran.

(5) Komite Standar Nasional untuk Satuan ukuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) mempunyai

tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada Badan Standardisasi Nasional mengenao

standar nasional untuk satuan ukuran.

(6) Badan Standardisasi Nasional, Komite Akreditasi dan Komite Standar Nasional untuk Satuan

Ukuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)(, ayat (2) dan ayat (4) dibentuk dengan Keputusan

Presiden.

Pasal 5

(1) Badan Stasndardisasi Nasional menyusun dan menetapkan Sistem Standardisasi Nasional dan

Pedoman dibidang standardisasi nasional.

(2) Sistem Standardisasi Nasional dan Pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan

dasar dan pedoman pelaksanaan yang harus diacu untuk setiap kegiatan standardisasi di

Indonesia.

(3) Dalam penyususnan Sistem Standardisasi Nasional dan Pedoman sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), badan Standardisasi Nasional memperhatikan masukan dari instansi teknis dan pihak

yang terkait dengan standardisasi.

BAB V

PERUMUSAN DAN PENETAPAN SNI

Pasal 6

(1) Standardisasi Nasional Indonesia disusun melalui proses perumusan Rancangan TStandar

Nasional Indonesias.

(2) Perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia dilaksanakan oleh Panitia Teknis melalui

konsensus dari semua pihak yang terkait.

(3) Ketentuan tentang konsensus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut oleh

Kepala Badan Standardisasi Nasional.

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 7 -

Pasal 7

(1) Rancangan Standardisasi Nasional Indonesia ditetapkan menjadi Standar Nasional Indonesia oleh

Kepala Badan Standardisasi Nasional.

(2) Standar …

(2) Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberi nomor urut, dan kode

bidang standar sesuai Pedoman Badan Standardisasi Nasional.

Pasal 8

Kaji ulang dan revisi Standar Nasional Indonesia dilaksanakan oleh Panitia Teknis melalui

konsensus dari semua pihak yang terkait.

Pasal 9

(1) Panitia Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayatr (2) dan Pasal 8 ditetapkan oleh Kepala

Badan Standardisasi Nasional berdasarkan pedoman yang disepakati oleh Badan Standaridisasi

Nasional bersama instansi teknis.

(2) Dalam pelaksanaan tugasnya Panitia Teknis dikoordinasikan oleh instansi teknis sesuai dengan

kewenangannya.

(3) Dalam hal instansi teknis belum dapat melakukan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2), Badan Standardisasi Nasional dapat mengkoordinasikan Panitia Teknis dimaksud.

(4) Panitia Teknis dalam melaksanakan tugasnya mengacu pada Pedoman sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5.

Pasal 10

Dalam rangka perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia, kaji ulang Standar Nasional

Indonesia, dan revisi Standar Nasional Indonesia, badan Standardisasi Nasional dan instansi teknis dapat

melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan Standardisasi.

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 8 -

Pasal 11

Ketentuan lebih lanjut mengenai Peurmusan dan Penetapan Standar Nasional Indonesia diatur

dengan keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional.

BAB VI …

BAB VI

PENERAPAN SNI

Pasal 12

(1) Standar nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.

(2) Standar Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk ditetapkan oleh pelaku usaha.

(3) Dalam hal standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan,

kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan

sekonomis, instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau seluruh spesifikasi

teknis dan atau parameter dalamStandar nasional Indonesia.

(4) Tata cara Pemberlakukan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),

diatur lebih lanjut dengan keputusan Pimpinan Instansi teknis sesuai denga bidang tugasnya.

Pasal 13

Penetapan Standar Nasional Indonesia dilakukan melalui kegitan sertifikasi dan akreditasi.

Pasal 14

(1) Terhadap barang dan atau jasa, proses, sistem dan personel yang telah memenuhi

ketentuan/spsifikasi dan atau dibubuhi tanda SNI.

(2) Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembga atau laboratorium.

(3) Tanda SNI yang berlaku adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.

(4) Persyaratan dan tata cara pemberian sertifikat dan pembubuhan tanda SNI sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Ketua Komite AKreditasi nasional.

Pasal 15

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 9 -

Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib,

harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI.

Pasal 16

(1) Lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) di akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.

(2) Unjuk …

(2) Unjuk kerja lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diawasi dan dibina oleh Komite Akreditasi Nasional.

Pasal 17

(1) Biaya Akreditasi dibebankan kepada lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan dan

laboratorium yang mengajukan permohonan akreditasi.

(2) Besarnya biaya akreditasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

Pasal 18

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang atau jasa, yang tidak

memenuhi dan atau tidak sesuai dengan Stanar Nasional Indonesia yang telah diberlakukan

secara wajib.

(2) Pelaku usaha, yang barng dan atau jasanya telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda

Standar Nasional Indonesia dari lembaga sertifikasi produk, dilarang memproduksi dan

mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia.

Pasal 19

(1) Standardisasi Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib dikenakan sama, baik terhadap

barang dan atau jasa produksi dalam negeri maupun terhadap barang dan atau jasa impor.

(2) Barang atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemeenuhan standarnya ditujukan

dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau laboratorium yang telah diakreditasi

Komite Nasional atau lembaga serrifikasi atau laboratorium negar pengekspor yang diakui Komite

Akreditasi Nasional.

(3) Pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan atau laboratorium negara

pengekspor oleh Komite Akreditasi Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didasarkan

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 10 -

pada perjanjian saling pengakuan baik secara bilateral auapun multilateral.

(4) Dalam hal barang dan atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilengkapi

sertifikat, Pimpinan instansi teknis dapat menunjukan salah satu lembaga sertifikasi atau

laboratorium baik di dalam maupun di luar negeri yang telah diakreditasi dan atau diakui oleh

Komite Akreditasi Nasional untuk melakukan sertifikasi terhadap barang dan atau jasa impr

dimaksud.

Pasal 20 …

Pasal 20

(1) Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3)

dinotifikasikan Basdan Standardisasi nasional kepada Organisasi Perdagangan Dunia setelah

memperoleh masukan dari instansi teknis yang berwenang dan dilaksanakan paling lambat 2 (dua)

bulan sebelum Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib berlaku efektif.

(2) Badan Standardisasi Nasional menjawab pertanyaan yang datang dari luar negeri yang berkaitan

dengan Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia setelah memperoleh masukan dari instnasi

teknis yang berwenang.

Pasal 21

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia diatur dengan

Keptusan poimpinan instansi yang berwenang.

BAB VII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 22

(1) Pimpinan instansi teknis dan atau Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap pelaku

usaha dan masayarakat dalam menerapkan standar.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi konstitusi, pendidikan, pelatihan, dan

pemasyarakatan standardisasi.

Pasal 23

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 11 -

(1) Pengawasan terhadap pelaku usaha, barang dan atau jasa yang telah memperoleh sertifikasi dan

atau dibubuhi tanda SNI yang diberlakukan secara wajib, dilakukan oleh Pimpinan instansi teknis

sesuai kewenangannya dan atau Pemerintah Daerah.

(2) Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikasi produk dan

atau tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk yang menerbitkan sertifikat dimaksud.

(3) Masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat melakukan pengawasan

terhadap barang yang beredar di pasaran.

BAB VIII …

BAB VIII

SANKSI

Pasal 24

(1) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan

(2) dapat dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi pidana.

(2) Saknsi administratif sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) berupa pencabutan sertifikat produk dan

atau pencabutan hak penggunaan tanda SNI, pencabutan ijin usaha, dan atau penarikan barng

dari peredaran.

(3) Sanksi pencabutan sertifikat produk dan atau hak penggunaan tanda SNI dilakukan oleh lembaga

sertifikasi produk.

(4) Sanksi pencabutan ijin usaha dan atau penarikan barang dari peredaran ditetapkan oleh instansi

tekni yang berwenang dan atau Pemerintah Daerah.

(5) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa sanksi pidana sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25

(1) Pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan pelaksanaan yagn

berhubungan degan standardisasi yang telah ditetapkan oleh Pimpinan instansi teknis dan atau

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 12 -

Dewan Standardisasi Nasional dan atau Kepala Badan Standardisasi Nasional, dinyatakan tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangn atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan

Pemerintah ini.

(2) Khusus untuk ketentuan pelaksanaan yang berhubungan dengan penandaan SNI yang telah

ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan wajib disesuaikan paling lambat 2 (dua)

tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.

BAB X …

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 26

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991

tentang Standar Nasional Indonesia dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan

Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 27

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan.

Agara setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 10 November 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

ABDURRAHMAN WAHID

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 13 -

Diundangkan di Jakarta

pada tangal 10 November 2000

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd.

DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 199

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 102 TAHUN 2000

TENTANG

STANDARDISASI NASIONAL

UMUM

Adanya kerja sama di bidang ekonomi antara negara-negara di dunia, seperti Asean Free Trade

Area (AFTA), Asia Pasific Economic Coorperatioan (APEC) dan World Trade Organization (WTO), telah

menicptakan sistem perdagangan dunia yang bebas (free trade). Sistem ini nantinya akan memperoleh

gerak arus transaksi barang dan atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negar. Sehingga pasar

nasional nantinya akan bersifat terbuka terhadap barang dan atau jasa impor.

Untuk mendukung pasar nasional dalam menghadapi proses globalisasi perdagangan tersebut,

dipandang perlu untuk menyiapkan perangkat hukum nasional di bidang standardisasi yang tidak saja

mampu menjamin perlindungan terhadap masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan,

kesehatan, dan lingkungan hidup, tetapi juga meningkatkan pertumbuhan sekonomi nasional.

Lebih lanjut, di dalam Perjanjian World Trade Organization (WTO), sebagaimana telah diratifikasi

oleh Pemerintah Indonesia dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, khususnya mengenai

Agreement on Technical Barrier to Trade (TBT) yang mengatur mengenai standardisasi ditegaskan bahwa

negara anggota, dalam hal ini Pemerintah Indonesia, diwajibkan untuk menyesuaikan pertauran

perundang-undangan nasional di bidang standardisasi.

Standardisasi dimaksud untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha,

tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan maupun pelestarian fungsi

lingkungan hidup, serta untuk membantu kelancaran perdagangan dan mewujudkan persaingan usaha

yang sehat dalam perdagangan.

Untuk dapat meningkatkan efektifitas pengaturan di bidang standardisasi diperlukan adanya

peranan dan kerjsama yang sinergik antara konsumen, pelaku usaha, ilmuan dan instansi Pemerintah.

Berdasarkan perkembangan tersebut di atas dan mengingat peraturan perundang-undangan di

bidang standardisasi sudah tidak lagi selaras dengan sistem perdagangan dunia bebas, maka dipandang

perlu mengatur kembali ketentuan tentang standardisasi secara nasional.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 2 -

Pasal 2

Yang dimaksud metrologi teknik adalah metrologi yang mengelola sauan-satuan ukuran,

metode-metode pengukuran dan alat-alat ukur, yang menyangkut persyaratan teknik dan

pengembangan standar nasional untuk satuan ukuran dan alat ukur sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologo untuk membeikan kepastian dan kebenaran dalam pengukuran.

Pengujian adalah kegiatan teknis yang terdiri atas penetapan, penentuan satu atau lebih sifat atau

karakteristik dari suatu produk bahan, peralatan, organismen, fenomena fisik, proses atau jasa,

sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan mutu adalah

keseluruhan karakteristik dari maujud yang mendukung kemampuannya dalam memuaskan

kebutuhan yang dinyatkan atau tersirat.

Pasal 3

Dengan adanya standardisasi nasional maka akan ada acuan tunggal dalam mengukur mutu

produk dan atau jasa di dalam perdagangan, yaitu Standar Nasional Indonesia, sehingga dapat

meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakata

lainnya baik untuk keselematan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan

hidup.

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)

Pedoman di bidang standardisasi nasioal meliputi ketentuan-ketentuan yang lebih rinci

sebagi penjabaran dari Sistem Standardisasi Nasional untuk digunakan sebagai panduan di dalam

melaksanakan kegiatan standardisasi.

Pedoman terse ut antar lai berupa Pedoman Perumusan Standar Nasional Indonesia,

Pedoman Penulisan Standar Nasional Indonesia, Pedoman Haji ulang Standar Nasional

Indonesia dan Pedoman Penerapan SNI.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan pihak-pihak yang terkait adalah konsumen, pelaku usaha, ilmuana

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 3 -

dan instansi pemerintah.

Pasal 6 …

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan pihak-pihak yang terkait adalah konsumen, pelaku usaha, ilmuan

dan instansi pemerintah.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia dimulai sejak pengumpulan dan

pengolahan data sampai menjadi Rancangan Standar Naional Indonesia.

Yang dimaksud dengan konsensus adalah kesepakatan bersama dari semua pihak yang

terkait yaitu konsumen, pelaku usaha, ilmuan dan instansi pemerintah.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Kaji ulang merupakan kegiatan untuk meneliti kembali apakah suatu standar masih sesuai untuk digunakan

atau perlu direvisi.

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 4 -

Pasal 9 …

Pasal 9

Ayat (1)

Pedoman yang disepakati Badan Standardisasi Nasional bersama instansi teknis antara lain

memuat ruang lingkup kegiatan di bidang standardisasi, kriteria keanggotaan Panitia Teknis dan

prosedur kerja Panitir Teknis.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 10

Cuukp jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasl 12

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

SNI yang berkaitan dengan kepentingan keselamtan dan kemanan umum antara lain SNI

tentang alat-alat yang berkaitan dengan gas bertekanan tinggi, kabel listrik, dan lain-lain. SNI yang

berkaitan dengan kepentingan kesehatan masyarakat antara lain SNI tentang obat, bahan obat,

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 5 -

alat dan perbekalan kesehatan, makanan yang dibubuhi zat tambahan dan lain-lain. SNI yang

berkaitan dengan pelestarian fungsi lingkungan hidup antara lain SNI tentang nilai ambang batas,

limbah, dan lain-lain.

SNI yang …

SNI yang berkaitan dengan pertimbangan sekonomi adalah SNI yang terkait deng barang

ekspor atau SNI yang dapat meningkatkan nilai tambah seperti SNI tentang karet remah.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)

Sertifikat yang dimaksud berupa sertifikat hasil ujim sertifikat kalibrasi, sertifikat sistem

mutu, sertifikat sistem manajemen lingkungan, sertifikat produk, sertifikat personel, sertifikat

pengelolaan hutan produksi lestari, sertifikat inspeksi, sertifikat keselamtan.

Khusus sertifikat personel yang berkaitan denga kegiatan standardisasi meliputi

asesor/auditor sestem manajemen mutu, asesor/auditor sistem manajemen lingkungan, personel

pengambil contoh untuk laboratorium penguji, asesor/auditor laboratorium penguji dan kalibrasi,

assesor/auditor lembaga inspeksi.

Ayat (2)

Lembaga sertifikasi antar lain meliputi lembaga sertifikasi sistem mutu, lembaga sertifikasi

sistem manajemen lingkungan, lembaga sertifikasi personel, lembaga sertifikasi produk, lembaga

sertifikasi keamanan produk pangan (HACCP-Hazard Analysis of Critical Control Point), lembaga

sertifikasi sistem pengelolaan hutan lestasi.

Lembaga inspeksi adalah lembaga yang melakukan pemeriksaan, kesesuaian barang atau

jasa terhadap persyaratan tertentu.

Lembaga pelatihan adalah lembaga yang melakukan pelatihan personel yang berkaitan

dengan kegitan standardisasi meliputi aseseor/auditor sistem manajemen mutu, asesor/auditor

sistem menajemen lingkungan, personel pengambil contoh untuk laboratorium penguji,

asesor/auditor laboratorium pengujo dan kalibrasi, asesor/auditor lembaga inspeksi.

Laboratorium adlah laboratorium penguji dari laboratorium kalibrasi.

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 6 -

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4) …

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Ayat (1)

Pelaksanaan akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional dilakukan berdasarkan Pedoman

yang ditetapkan oleh Komite Akreditasi nasional.

Ayat (2)

yang dimaksud dengan unjuk kerja adalah kemampuan dalam memenuhi persyaratan

akreditasi yang ditetapkan oleh Komite Akreditasi Nasional.

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat 91)

Yang dimaksud mengedarkan barang dan atau jasa meliputi memperdagangkan,

menawarkan, mempromosikan dan atau mengiklankan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Sesuai dengan Agreement on Technical Barrier to Trade dan Sanitary and Phyto Sanitary

yang diatur dalam Agreement on World Trade Organization (Perjanjian Organisasi Perdagangan

Dunia). ditegaskan bahwa negara anggota harus menjamin dalam peraturan teknis mengenai

pemberlakuan standar secar wajib bahwa produk yang diimpor tidak boleh diperlakukan berbeda

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 7 -

dengan produk dalam negeri atau produk yang diimpor dari negara lainnya, berkaitan denganhal di

maksud, setiap negara berkewajiban untuk menotifikasikan kepada Organisasi Perdagangan

Dunia setiap rencana regulasi atau rencan pemberlakuan standar secara wajib, untuk memperoleh

tanggapan dari negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia.

Ayat (2) …

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Sertifikat yang berlaku terhadap barang dan atau jasa impor yaitu sertifikat yang diberikan

oleh lembaga sertifikasi atau leboratorium negara pengekspor yang telah diakui oleh Komite

Akreditasi Nasional.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Di dalam Agreement on Technical Barrier to Trade dan sanitary yang merupakan bagian

dari Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization)

ditetapkan bahwa negara anggotra diwajibkan untuk menjawab semua pertanyaan yang berkaitan

dengan peraturan atau regulasi yang dikeluarkannya.

Pasal 21

Cukp jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 8 -

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2) …

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain peraturan

perundang-undangan di bidang Perindustrian, Ketenagalsitrikan, Kesehatan, Perlindungan

Konsumen dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegitan Standardisasi

Nasional.

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4020

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 9 -