no. 140 edisi 140.pdf · kesesuaian tempat dan gaya bahasa. redaksi baktinews tidak memberikan...

44
www.bakti.or.id No. Agustus - September 2017 140 KORNELIUS NDAPAKAMANG, PERAWAT TENUN SUMBA KEMAJUAN PROGRAM LANDASAN FASE 2 MENCECAP MANISNYA KERINGAT GARAM

Upload: phungngoc

Post on 05-Aug-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

www.bakti.or.id No. Agustus - September 2017 140

KORNELIUS NDAPAKAMANG,PERAWAT TENUN SUMBA

KEMAJUAN PROGRAM LANDASAN FASE 2

MENCECAP MANISNYA KERINGAT GARAM

Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146 Telp. Fax Email atau SMS BaKTINews [email protected] [email protected] 2010813 4063 4999, 0815 4323 1888, 0878 4000 0

Facebook Twitter Instagram www.facebook.com/yayasanbakti @InfoBaKTI @InfoBaKTI

Redaksi

www.bakti.or.id

Editor M. YUSRAN LAITUPAVICTORIA NGANTUNGFADHILAH MANSYUR

Suara Forum KTI ZUSANNA GOSAL ITA MASITA IBNU ICHSAN DJUNAED

Events at BaKTI SHERLY HEUMASSE

Smart Practices & Info Book SUMARNI ARIANTO

BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia. Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia. BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.or.id dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet. BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

BERKONTRIBUSI UNTUK BaKTINewsContributing to BaKTINews BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan, dan teknologi tepat guna dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000 - 1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris, ditulis dengan gaya populer. Foto-foto penunjang artikel sangat dibutuhkan. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.

BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style.

Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles.

MENJADI PELANGGAN BaKTINews Subscribing to BaKTINews

Untuk berlangganan BaKTINews, silahkan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat lengkap yang disertai dengan kode pos melalui email [email protected]. Bagi yang berdomisili di Makassar, Anda dapat mengambil BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected]. For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia. BaKTINews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakti.or.id and can be sent electronically to subscribers with internet access. BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

Database & Sirkulasi A. RINI INDAYANIDesign & Layout

Editor Foto

BaKTINEWS DITERBITKAN OLEH YAYASAN BaKTI DENGAN DUKUNGAN AKTIVITAS PENGETAHUAN HIJAU BAGIAN DARI PROYEK KEMAKMURAN HIJAU MCA-INDONESIA/BaKTINEWS IS PUBLISHED BY THE BaKTI FOUNDATION WITH SUPPORT FROM GREEN KNOWLEDGE ACTIVITY AS PART OF

THE GREEN PROSPERITY PROJECT MCA-INDONESIA

Foto Cover : Yayasan BaKTI/SyaifullahDanau Weekuri di Kodi Utara,Kabupaten Sumba Barat DayaFoto: Ichsan Djunaed

Daftar IsiAgustus - September 2017 No. 140

1

5

9

Mencecap Manisnya Keringat Garam

14

17 Kisah Kota Tengah Laut yang Menghilang

Tentang Reses Partisipatif

Oleh Syaifullah

21 40 Kegiatan BaKTI

41 Info Buku

Update BatukarInfo39

29Kemajuan Program LANDASAN Fase 2

Kornelius Ndapakamang,Perawat Tenun Sumba

Merah Putih dari Ujung Negeri Oleh Fadhilah Mansyur

Oleh Syaifullah

Oleh Ghufron H. Kordi. K

Yalimo, Meretas Asa Melalui Program GerbangmasOleh Edison Howay & Hariman Dahrif

32

35 Sumba Hospitality School dan Generasi Muda Penjaga Sumba

Oleh Almascatie

25 Membangun Basis Pengetahuan untuk Siklus Kebijakan di Indonesia

Banda, Ironi dan HarapanOleh M. Burhanuddin Borut

Oleh Diana Timoria

Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146 Telp. Fax Email atau SMS BaKTINews [email protected] [email protected] 2010813 4063 4999, 0815 4323 1888, 0878 4000 0

Facebook Twitter Instagram www.facebook.com/yayasanbakti @InfoBaKTI @InfoBaKTI

Redaksi

www.bakti.or.id

Editor M. YUSRAN LAITUPAVICTORIA NGANTUNGFADHILAH MANSYUR

Suara Forum KTI ZUSANNA GOSAL ITA MASITA IBNU ICHSAN DJUNAED

Events at BaKTI SHERLY HEUMASSE

Smart Practices & Info Book SUMARNI ARIANTO

BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia. Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia. BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.or.id dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet. BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

BERKONTRIBUSI UNTUK BaKTINewsContributing to BaKTINews BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan, dan teknologi tepat guna dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000 - 1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris, ditulis dengan gaya populer. Foto-foto penunjang artikel sangat dibutuhkan. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.

BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style.

Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles.

MENJADI PELANGGAN BaKTINews Subscribing to BaKTINews

Untuk berlangganan BaKTINews, silahkan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat lengkap yang disertai dengan kode pos melalui email [email protected]. Bagi yang berdomisili di Makassar, Anda dapat mengambil BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected]. For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia. BaKTINews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakti.or.id and can be sent electronically to subscribers with internet access. BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

Database & Sirkulasi A. RINI INDAYANIDesign & Layout

Editor Foto

BaKTINEWS DITERBITKAN OLEH YAYASAN BaKTI DENGAN DUKUNGAN AKTIVITAS PENGETAHUAN HIJAU BAGIAN DARI PROYEK KEMAKMURAN HIJAU MCA-INDONESIA/BaKTINEWS IS PUBLISHED BY THE BaKTI FOUNDATION WITH SUPPORT FROM GREEN KNOWLEDGE ACTIVITY AS PART OF

THE GREEN PROSPERITY PROJECT MCA-INDONESIA

Foto Cover : Yayasan BaKTI/SyaifullahDanau Weekuri di Kodi Utara,Kabupaten Sumba Barat DayaFoto: Ichsan Djunaed

Daftar IsiAgustus - September 2017 No. 140

1

5

9

Mencecap Manisnya Keringat Garam

14

17 Kisah Kota Tengah Laut yang Menghilang

Tentang Reses Partisipatif

Oleh Syaifullah

21 40 Kegiatan BaKTI

41 Info Buku

Update BatukarInfo39

29Kemajuan Program LANDASAN Fase 2

Kornelius Ndapakamang,Perawat Tenun Sumba

Merah Putih dari Ujung Negeri Oleh Fadhilah Mansyur

Oleh Syaifullah

Oleh Ghufron H. Kordi. K

Yalimo, Meretas Asa Melalui Program GerbangmasOleh Edison Howay & Hariman Dahrif

32

35 Sumba Hospitality School dan Generasi Muda Penjaga Sumba

Oleh Almascatie

25 Membangun Basis Pengetahuan untuk Siklus Kebijakan di Indonesia

Banda, Ironi dan HarapanOleh M. Burhanuddin Borut

Oleh Diana Timoria

2 No. Agustus - September 2017 140

aram sedang menjadi topik hangat di Indonesia dalam beberapa bulan belakangan. Harganya meningkat drastis menyusul kelangkaan yang terjadi di pasaran. Belum lagi keputusan pemerintah untuk membuka kran impor garam dari Australia. Bagi banyak kalangan yang belum mahfum, keputusan ini dinilai lucu karena

Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang nomor dua di dunia. Sayangnya, tidak banyak orang yang tahu kalau proses produksi garam itu tidak mudah. Selain tidak semua garis pantai di Indonesia berpotensi untuk dijadikan lahan mem-produksi garam, permintaan garam di Indonesia bukan hanya datang dari konsumsi rumah tangga, melainkan juga dari industri, antara lain industri makanan olahan. Kebutuhan akan garam saat ini bukan lagi sekadar untuk mengasinkan sayur dan daging untuk makan sehari-hari, tetapi menjadi bahan

1 BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 BaKTINews

baku industri yang tinggi permintaan-nya. Sementara itu, pengolahan garam di Indonesia masih bersifat tradisional, dan sangat bergantung pada sinar matahari. Saat cuaca tak menentu seperti sekarang ini, produksi garam juga menukik tajam. Usaha produksi garam di Indonesia masih dijalankan oleh pengrajin-pengrajin sederhana dan kebanyakan masih berpusat di daerah berkategori miskin. Produksi garam di sentra-sentra penghasil garam seperti di Madura, Sumba, dan Jeneponto belum dikelola secara modern dengan input teknologi pengganti sinar matahari untuk menjaga ketersediaan stok garam setiap saat. Inilah penyebab utama anjloknya produksi garam rakyat Indonesia. Menurut data dari Litbang Kompas, tahun 2016 produksi garam Indonesia hanya mencapai angka 0.11 juta ton sementara kebutuhan garam komsumsi dan industri mencapai angka 1.30 juta ton. Berbanding sangat jauh. Inilah yang jadi alasan pemerintah akhirnya

setiap tahun memilih mengimpor dari negara yang su d a h m e n g g u n a ka n te k n o l o g i m aj u d a l a m menghasilkan garam. Di sisi lain, kelangkaan garam yang mendongkrak harga di pasaran ini adalah berkah tersendiri bagi petani garam. “Ad a p e t a n i ga ra m ya n g sa m pa i b e r h a s i l mendapatkan 15 juta rupiah sekali panen. Itu jumlah uang yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya,” kata Halwati dari Konsorsium Perkumpulan Panca Karsa (PPK) dan Koperasi Serba Usaha (KSU) Annisa. Konsorsium ini memang fokus pada pendampingan petani garam, utamanya petani perempuan di kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Dua hari sebelumnya (8/8), Halwati hadir sebagai salah satu narasumber dalam diskusi yang digelar di Kantor BAPPEDA Provinsi Nusa Tenggara Barat di Mataram. Hadir sebagai narasumber lainnya adalah Ir. Muh. Khamrin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Tengah, serta Suci Naksabandi selaku Ketua Koperasi Serba Usaha Barokah Utama, salah satu koperasi dampingan konsorsium PPK-KSU Annisa. Diskusi itu bertajuk “Mendorong Peran Perempuan Dalam Pembangunan Ekonomi Hijau”, digelar atas kerjasama Yayasan BaKTI dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan didukung oleh MCA-Indonesia. Dalam diskusi itu terpapar beragam permasalahan yang melilit produksi garam Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Barat. Mulai dari penyiapan lahan, cuaca yang tak menentu, kualitas garam rakyat hingga masalah pengembangan kapasitas petani. Menurut Halwati, sebagian besar petani garam memang berasal dari kalangan marjinal yang terpinggirkan. Mereka menjadi petani garam karena merasa tidak ada pilihan lain, padahal terkadang hasil yang didapatkan tidak sepadan dengan tenaga yang dikeluarkan.

Mencoba Sistem Baru Di bawah teriknya matahari jam dua belas siang, seorang perempuan tua berdiri di pematang. Di tangannya sebuah tongkat panjang dengan bagian ujung yang dikaitkan ke sapu terus digerakkan maju mundur di atas genangan air laut. Perempuan tua itu sedang membersihkan bagian atas tambak garamnya. Matahari yang garang tidak menghalanginya untuk tetap bekerja. Perempuan itu hanya satu dari sekian banyak petani garam di Desa Bilelando, Kecamatan Praya

GMencecap Manisnya

Keringat Garam

Oleh Syaifullah

Mencecap Manisnya

Keringat Garam

G

2 No. Agustus - September 2017 140

aram sedang menjadi topik hangat di Indonesia dalam beberapa bulan belakangan. Harganya meningkat drastis menyusul kelangkaan yang terjadi di pasaran. Belum lagi keputusan pemerintah untuk membuka kran impor garam dari Australia. Bagi banyak kalangan yang belum mahfum, keputusan ini dinilai lucu karena

Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang nomor dua di dunia. Sayangnya, tidak banyak orang yang tahu kalau proses produksi garam itu tidak mudah. Selain tidak semua garis pantai di Indonesia berpotensi untuk dijadikan lahan mem-produksi garam, permintaan garam di Indonesia bukan hanya datang dari konsumsi rumah tangga, melainkan juga dari industri, antara lain industri makanan olahan. Kebutuhan akan garam saat ini bukan lagi sekadar untuk mengasinkan sayur dan daging untuk makan sehari-hari, tetapi menjadi bahan

1 BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 BaKTINews

baku industri yang tinggi permintaan-nya. Sementara itu, pengolahan garam di Indonesia masih bersifat tradisional, dan sangat bergantung pada sinar matahari. Saat cuaca tak menentu seperti sekarang ini, produksi garam juga menukik tajam. Usaha produksi garam di Indonesia masih dijalankan oleh pengrajin-pengrajin sederhana dan kebanyakan masih berpusat di daerah berkategori miskin. Produksi garam di sentra-sentra penghasil garam seperti di Madura, Sumba, dan Jeneponto belum dikelola secara modern dengan input teknologi pengganti sinar matahari untuk menjaga ketersediaan stok garam setiap saat. Inilah penyebab utama anjloknya produksi garam rakyat Indonesia. Menurut data dari Litbang Kompas, tahun 2016 produksi garam Indonesia hanya mencapai angka 0.11 juta ton sementara kebutuhan garam komsumsi dan industri mencapai angka 1.30 juta ton. Berbanding sangat jauh. Inilah yang jadi alasan pemerintah akhirnya

setiap tahun memilih mengimpor dari negara yang su d a h m e n g g u n a ka n te k n o l o g i m aj u d a l a m menghasilkan garam. Di sisi lain, kelangkaan garam yang mendongkrak harga di pasaran ini adalah berkah tersendiri bagi petani garam. “Ad a p e t a n i ga ra m ya n g sa m pa i b e r h a s i l mendapatkan 15 juta rupiah sekali panen. Itu jumlah uang yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya,” kata Halwati dari Konsorsium Perkumpulan Panca Karsa (PPK) dan Koperasi Serba Usaha (KSU) Annisa. Konsorsium ini memang fokus pada pendampingan petani garam, utamanya petani perempuan di kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Dua hari sebelumnya (8/8), Halwati hadir sebagai salah satu narasumber dalam diskusi yang digelar di Kantor BAPPEDA Provinsi Nusa Tenggara Barat di Mataram. Hadir sebagai narasumber lainnya adalah Ir. Muh. Khamrin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Tengah, serta Suci Naksabandi selaku Ketua Koperasi Serba Usaha Barokah Utama, salah satu koperasi dampingan konsorsium PPK-KSU Annisa. Diskusi itu bertajuk “Mendorong Peran Perempuan Dalam Pembangunan Ekonomi Hijau”, digelar atas kerjasama Yayasan BaKTI dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan didukung oleh MCA-Indonesia. Dalam diskusi itu terpapar beragam permasalahan yang melilit produksi garam Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Barat. Mulai dari penyiapan lahan, cuaca yang tak menentu, kualitas garam rakyat hingga masalah pengembangan kapasitas petani. Menurut Halwati, sebagian besar petani garam memang berasal dari kalangan marjinal yang terpinggirkan. Mereka menjadi petani garam karena merasa tidak ada pilihan lain, padahal terkadang hasil yang didapatkan tidak sepadan dengan tenaga yang dikeluarkan.

Mencoba Sistem Baru Di bawah teriknya matahari jam dua belas siang, seorang perempuan tua berdiri di pematang. Di tangannya sebuah tongkat panjang dengan bagian ujung yang dikaitkan ke sapu terus digerakkan maju mundur di atas genangan air laut. Perempuan tua itu sedang membersihkan bagian atas tambak garamnya. Matahari yang garang tidak menghalanginya untuk tetap bekerja. Perempuan itu hanya satu dari sekian banyak petani garam di Desa Bilelando, Kecamatan Praya

GMencecap Manisnya

Keringat Garam

Oleh Syaifullah

Mencecap Manisnya

Keringat Garam

G

BaKTINews BaKTINews 43

Peran Perempuan Kalau bicara tentang petani garam, yang terbayang di kepala kita mungkin hanya para pria yang berpeluh dan bergulat dengan panas matahari. Namun, peran kaum perempuan dalam pengolahan garam juga patut diperhitungkan. Mereka juga ikut menyiapkan lahan, mengalirkan air laut ke dalam tambak, membersihkan tambak hingga memanen. Tidak sedikit perempuan kepala keluarga yang mengolah sendiri tambak garam mereka atau terpaksa menjadi buruh tani garam. Konsorsium PPK – KSU Annisa mendampingi enam desa di Lombok. Mereka fokus pada peningkatan kapasitas petani garam, khususnya kaum perempuan. Program pendampingan PPK-KSU Annisa ini didesain mulai dari proses p r o d u k s i h i n g g a p e m a s a r a n d e n g a n memerhatikan peran dan meningkatkan kapasitas perempuan dalam setiap prosesnya.

L a l u d i m u l a i l a h b e b e r a p a l a n g k a h peningkatan kapasitas petani garam mencakup pengembangan teknologi proses pembuatan garam, pengembangan kualitas produksi hingga pengemasan dan pemasaran serta pengembang-an kemampuan berorganisasi. Konsorsium PPK-KSU Annisa membantu petani garam untuk menerapkan teknologi yang lebih efektif dan efisien. “Karena fokus isunya adalah perempuan, jadi kita juga fokus bagaimana aspek kesehatan, termasuk kesehatan perempuan juga diperhatikan,” kata Halwati. Penyuluhan kesehatan, utamanya kesehatan reproduksi, dilakukan secara berkala mengingat desa-desa dampingan mereka memang jarang disentuh oleh tenaga medis. Kini tenaga medis sudah secara berkala mendatangi desa-desa dampingan PPK-KSU Annisa. Di sisi pengorganisasian, PPK-KSU Annisa mendorong pembentukan kelompok-kelompok petani garam. Perempuan petani garam dilibatkan dalam semua proses, termasuk perencanaan kegiatan hingga pelaksanaan kegiatan organisasi. Nilai produksi petani garam di desa-desa dampingan PPK-KSU Annisa sudah meningkat. Baik dari sisi kualitas maupun sisi harga. Meski begitu, Halwati mengakui kalau jalan masih panjang. Masih ada proses yang harus dilalui berkaitan dengan produksi garam. Mereka sedang mencoba mengusahakan agar garam produksi petani garam Lombok Tengah bisa mendapatkan pengakuan SNI. Ketika disinggung perihal keberlanjutan, H a l w a t i s a n g a t o p t i m i s t i s p r o g r a m p e n d a m p i n ga n i n i a ka n te r u s b e r ja l a n . Menurutnya, mereka saat ini sedang berusaha mendorong terbentuknya lembaga di tingkat petani garam, salah satunya adalah koperasi. Dengan penguatan di sisi kelembagaan ini diharapkan pemerintah daerah bisa melirik keberadaannya, salah satu buktinya adalah perjanjian antara Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dengan KSU Barokah Utama. “Harapannya kelak ketika kita sudah tidak mendampingi lagi, mereka terus jalan,” pungkas Halwati.

Timur, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Sebagian besar warga di desa itu memang memilih menjadi nelayan, petambak dan petani garam. “ K a m i s e d a n g k e s u l i t a n m e m e n u h i permintaan garam,” kata Suci Naksabandi yang akrab disapa Pak Bandi. Dia adalah ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Barokah Maju, Desa Bilelando. KSU Barokah Maju berdiri tahun 2013 memang menandatangani perjanjian dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah. Mereka memasok 10 ton garam per bulan untuk kebutuhan pegawai negeri sipil. Satu kilogram dihargai 5 ribu rupiah. Kalau sebelumnya semua berjalan lancar, maka ketika produksi garam mulai berkurang m a k a o t o m a t i s h a r ga j u ga m e n i n g k a t . Peningkatan itu bermula sejak sekira bulan April 2017. Saat ini harga garam dari petani yang masih berbentuk garam mentah (belum diberi iodium dan dikemas) dihargai 5 ribu rupiah atau sama dengan harga jual sesuai perjanjian dengan pihak pemerintah. Padahal harga awal adalah tak kurang dari 2 ribu rupiah per kilogram, selisih harga dari petani ke pembeli dihitung sebagai biaya produksi koperasi.

Sebelum adanya KSU Barokah Maju, para petani menjual garam produksi mereka sendiri-sendiri. Kadang mereka bahkan harus membawa sendiri garamnya ke daerah di pegunungan. Kehadiran KSU Barokah Utama mempermudah proses penjualan itu. D i u r u sa n te k n i s p ro d u k s i , ko p e ra s i beranggotakan 130 orang ini juga mengembang-kan teknologi baru terkait produksi garam, peningkatan kualitas hingga pengemasan. Pak Bandi mengakui besarnya peran pemerintah daerah Lombok Tengah, khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan dalam membantu pengembangan usaha mereka. Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Tengah memfasilitasi beberapa petani garam untuk berangkat ke Madura, melakukan studi banding dan belajar teknologi pembuatan garam. Studi banding itu dilakukan dua kali, satu lagi bersama konsorsium PPK-KSU Annisa. Dari studi banding itu, petani garam Desa Bilelando mempelajari metode ulir dalam memproduksi garam. Metode ini lalu diadopsi di Lombok Tengah meski masih pada tahap setengah ulir. Dengan metode ini, garam yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik meski waktu pengerjaannya lebih lama.

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

INFORMASI LEBIH LANJUTInformasi lebih jauh tentang Program Pengelolaan dan Pemanfaatan Pengetahuan Hijau di Indonesia, silakan menghubungi email: [email protected]

Proses Produksi mulai dari memanen diladang garam hingga proses pengepakan yang sudah mekanisasi.Foto Dok. Yayasan BaKTI/ Syaifullah

BaKTINews BaKTINews 43

Peran Perempuan Kalau bicara tentang petani garam, yang terbayang di kepala kita mungkin hanya para pria yang berpeluh dan bergulat dengan panas matahari. Namun, peran kaum perempuan dalam pengolahan garam juga patut diperhitungkan. Mereka juga ikut menyiapkan lahan, mengalirkan air laut ke dalam tambak, membersihkan tambak hingga memanen. Tidak sedikit perempuan kepala keluarga yang mengolah sendiri tambak garam mereka atau terpaksa menjadi buruh tani garam. Konsorsium PPK – KSU Annisa mendampingi enam desa di Lombok. Mereka fokus pada peningkatan kapasitas petani garam, khususnya kaum perempuan. Program pendampingan PPK-KSU Annisa ini didesain mulai dari proses p r o d u k s i h i n g g a p e m a s a r a n d e n g a n memerhatikan peran dan meningkatkan kapasitas perempuan dalam setiap prosesnya.

L a l u d i m u l a i l a h b e b e r a p a l a n g k a h peningkatan kapasitas petani garam mencakup pengembangan teknologi proses pembuatan garam, pengembangan kualitas produksi hingga pengemasan dan pemasaran serta pengembang-an kemampuan berorganisasi. Konsorsium PPK-KSU Annisa membantu petani garam untuk menerapkan teknologi yang lebih efektif dan efisien. “Karena fokus isunya adalah perempuan, jadi kita juga fokus bagaimana aspek kesehatan, termasuk kesehatan perempuan juga diperhatikan,” kata Halwati. Penyuluhan kesehatan, utamanya kesehatan reproduksi, dilakukan secara berkala mengingat desa-desa dampingan mereka memang jarang disentuh oleh tenaga medis. Kini tenaga medis sudah secara berkala mendatangi desa-desa dampingan PPK-KSU Annisa. Di sisi pengorganisasian, PPK-KSU Annisa mendorong pembentukan kelompok-kelompok petani garam. Perempuan petani garam dilibatkan dalam semua proses, termasuk perencanaan kegiatan hingga pelaksanaan kegiatan organisasi. Nilai produksi petani garam di desa-desa dampingan PPK-KSU Annisa sudah meningkat. Baik dari sisi kualitas maupun sisi harga. Meski begitu, Halwati mengakui kalau jalan masih panjang. Masih ada proses yang harus dilalui berkaitan dengan produksi garam. Mereka sedang mencoba mengusahakan agar garam produksi petani garam Lombok Tengah bisa mendapatkan pengakuan SNI. Ketika disinggung perihal keberlanjutan, H a l w a t i s a n g a t o p t i m i s t i s p r o g r a m p e n d a m p i n ga n i n i a ka n te r u s b e r ja l a n . Menurutnya, mereka saat ini sedang berusaha mendorong terbentuknya lembaga di tingkat petani garam, salah satunya adalah koperasi. Dengan penguatan di sisi kelembagaan ini diharapkan pemerintah daerah bisa melirik keberadaannya, salah satu buktinya adalah perjanjian antara Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dengan KSU Barokah Utama. “Harapannya kelak ketika kita sudah tidak mendampingi lagi, mereka terus jalan,” pungkas Halwati.

Timur, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Sebagian besar warga di desa itu memang memilih menjadi nelayan, petambak dan petani garam. “ K a m i s e d a n g k e s u l i t a n m e m e n u h i permintaan garam,” kata Suci Naksabandi yang akrab disapa Pak Bandi. Dia adalah ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Barokah Maju, Desa Bilelando. KSU Barokah Maju berdiri tahun 2013 memang menandatangani perjanjian dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah. Mereka memasok 10 ton garam per bulan untuk kebutuhan pegawai negeri sipil. Satu kilogram dihargai 5 ribu rupiah. Kalau sebelumnya semua berjalan lancar, maka ketika produksi garam mulai berkurang m a k a o t o m a t i s h a r ga j u ga m e n i n g k a t . Peningkatan itu bermula sejak sekira bulan April 2017. Saat ini harga garam dari petani yang masih berbentuk garam mentah (belum diberi iodium dan dikemas) dihargai 5 ribu rupiah atau sama dengan harga jual sesuai perjanjian dengan pihak pemerintah. Padahal harga awal adalah tak kurang dari 2 ribu rupiah per kilogram, selisih harga dari petani ke pembeli dihitung sebagai biaya produksi koperasi.

Sebelum adanya KSU Barokah Maju, para petani menjual garam produksi mereka sendiri-sendiri. Kadang mereka bahkan harus membawa sendiri garamnya ke daerah di pegunungan. Kehadiran KSU Barokah Utama mempermudah proses penjualan itu. D i u r u sa n te k n i s p ro d u k s i , ko p e ra s i beranggotakan 130 orang ini juga mengembang-kan teknologi baru terkait produksi garam, peningkatan kualitas hingga pengemasan. Pak Bandi mengakui besarnya peran pemerintah daerah Lombok Tengah, khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan dalam membantu pengembangan usaha mereka. Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Tengah memfasilitasi beberapa petani garam untuk berangkat ke Madura, melakukan studi banding dan belajar teknologi pembuatan garam. Studi banding itu dilakukan dua kali, satu lagi bersama konsorsium PPK-KSU Annisa. Dari studi banding itu, petani garam Desa Bilelando mempelajari metode ulir dalam memproduksi garam. Metode ini lalu diadopsi di Lombok Tengah meski masih pada tahap setengah ulir. Dengan metode ini, garam yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik meski waktu pengerjaannya lebih lama.

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

INFORMASI LEBIH LANJUTInformasi lebih jauh tentang Program Pengelolaan dan Pemanfaatan Pengetahuan Hijau di Indonesia, silakan menghubungi email: [email protected]

Proses Produksi mulai dari memanen diladang garam hingga proses pengepakan yang sudah mekanisasi.Foto Dok. Yayasan BaKTI/ Syaifullah

5 6BaKTINews BaKTINews

P

Kota Saumlaki dilihat dari Pantai OmeleFoto Ichsan Djunaed

Sosialisasi Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN II dilakukan di Provisi Papua Barat, pada 4 Kabupaten (Manokwari Selatan, Kaimana, Fakfak, dan Kabupaten Sorong) 6-13 Februari 2017 dan Provinsi Papua di 6 Kabupaten (Nabire, Boven

Digoel, Waropen, Lanny Jaya, Asmat dan Jayapura) 6 Februari-20 Maret 2017. P a d a t a h a p aw a l s o s i a l i s a s i u n t u k memperkenalkan konsep dan strategi serta tim pelaksana, membahas rencana implementasi dan rencana kolaborasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten di Papua dan Papua Barat agar dapat memahami dan mengetahui tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam bidang HIV-AIDS, pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Bentuk dukungan

pemerintah daerah kepada Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN II berupa Surat Komitmen Pemerintah Kabupaten dan Pembentukan Tim Teknis melalui Surat Keputusan Bupati.

Rapat kerja Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN II berlangsung di Sentani Jayapura, 1-4 Maret 2017. Rapat kerja ini melibatkan semua tim inti program dan manajemen dari Provinsi Papua dan Papua Barat. Kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman tentang konsep, strategi, tujuan, capaian dan rencana kerja Program KOMPAK-BaKTI

LANDASAN II, serta membangun kerjasama tim.

Rapat kerja tim teknis tingkat provinsi dilaksanakan pada 18 Januari 2017 di Jayapura untuk Provinsi Papua dan 20 Januari 2017 di Manokwari untuk Provinsi Papua Barat. Rapat kerja memaparkan konsep dan strategi program dan penetapan lokasi kabupaten sasaran program. Rapat kerja tim teknis kabupaten pada 24 Maret-22 Mei 2017 dilakukan di 10 Kabupaten intervensi program yaitu Kabupaten Jayapura, Nabire, Waropen, Asmat, Lanny Jaya, Boven Digoel, Kaimana, Fakfak, Sorong dan Manokwari Selatan. Pada kegiatan ini dilakukan sinkronisasi antara rencana kerja tahunan dan prioritas kabupaten periode 2017-2018.

Penyusunan modul terintegrasi berlangsung di Sorong pada Tanggal 2-6 Mei 2017. Penyusunan modul pelatihan yang terintegrasi antara empat komponen program yaitu komponen K e s e h a t a n , P e n d i d i k a n , C o m m u n i t y Development dan HIV-AIDS. Modul yang dihasilkan akan digunakan sebagai

panduan dan materi dalam seluruh kegiatan peningkatan kapasitas di semua wilayah intervensi program pada 2 provinsi, 10 kabupaten, 24 distrik, 205 kampung, 29 Puskesmas dan 203 Sekolah Dasar.

KEMAJUAN PROGRAM LANDASAN FASE 2

JANUARI-JULI 2017

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

LANDASAN FASE 2

rogram KOMPAK-BaKTI LANDASAN Fase 2 adalah program untuk perbaikan dan peningkatan kualitas tata kelola Pelayanan Dasar yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Peningkatan pelayanan dasar merupakan salah satu dari tiga strategi utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.

Membawa misi untuk bekerjasama dan mendukung pemerintah di Provinsi Papua dan Papua Barat dalam upaya peningkatan layanan garis depan dengan melakukan intervensi langsung pada empat komponen utama yang saling terintegrasi dan sinergis sebagai suatu pendekatan yaitu penguatan layanan dasar, peningkatan kualitas tata-kelola pemerintahan kampung, pengembangan unit-unit penggerak, dan pencegahan dan penanggulangan epidemi HIV-AIDS. Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN Fase 2 di tingkat kabupaten bekerjasama dengan pemerintah 10 Kabupaten di Provinsi Papua yaitu Kabupaten Jayapura, Boven Digoel, Asmat, Waropen, Lanny Jaya, dan 4 kabupaten di Papua Barat yaitu Kabupaten Sorong, Manokwari Selatan, Fakfak, Kaimana. Program ini merupakan perwujudan kerjasama bilateral antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia yang diimplementasikan melalui KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan) dan dilaksanakan di Provinsi Papua dan Papua Barat oleh Yayasan BaKTI bekerjasama dengan mitra pembangunan lainnya.

SOSIALISASI PROGRAM DI KABUPATEN INTERVENSI

RAPAT KERJA & KONSOLIDASI TIM

RAPAT KERJA TIM TEKNIS PROVINSI DAN KABUPATEN

PENYUSUNAN MODUL TERINTEGRASI

5 6BaKTINews BaKTINews

P

Kota Saumlaki dilihat dari Pantai OmeleFoto Ichsan Djunaed

Sosialisasi Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN II dilakukan di Provisi Papua Barat, pada 4 Kabupaten (Manokwari Selatan, Kaimana, Fakfak, dan Kabupaten Sorong) 6-13 Februari 2017 dan Provinsi Papua di 6 Kabupaten (Nabire, Boven

Digoel, Waropen, Lanny Jaya, Asmat dan Jayapura) 6 Februari-20 Maret 2017. P a d a t a h a p aw a l s o s i a l i s a s i u n t u k memperkenalkan konsep dan strategi serta tim pelaksana, membahas rencana implementasi dan rencana kolaborasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten di Papua dan Papua Barat agar dapat memahami dan mengetahui tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam bidang HIV-AIDS, pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Bentuk dukungan

pemerintah daerah kepada Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN II berupa Surat Komitmen Pemerintah Kabupaten dan Pembentukan Tim Teknis melalui Surat Keputusan Bupati.

Rapat kerja Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN II berlangsung di Sentani Jayapura, 1-4 Maret 2017. Rapat kerja ini melibatkan semua tim inti program dan manajemen dari Provinsi Papua dan Papua Barat. Kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman tentang konsep, strategi, tujuan, capaian dan rencana kerja Program KOMPAK-BaKTI

LANDASAN II, serta membangun kerjasama tim.

Rapat kerja tim teknis tingkat provinsi dilaksanakan pada 18 Januari 2017 di Jayapura untuk Provinsi Papua dan 20 Januari 2017 di Manokwari untuk Provinsi Papua Barat. Rapat kerja memaparkan konsep dan strategi program dan penetapan lokasi kabupaten sasaran program. Rapat kerja tim teknis kabupaten pada 24 Maret-22 Mei 2017 dilakukan di 10 Kabupaten intervensi program yaitu Kabupaten Jayapura, Nabire, Waropen, Asmat, Lanny Jaya, Boven Digoel, Kaimana, Fakfak, Sorong dan Manokwari Selatan. Pada kegiatan ini dilakukan sinkronisasi antara rencana kerja tahunan dan prioritas kabupaten periode 2017-2018.

Penyusunan modul terintegrasi berlangsung di Sorong pada Tanggal 2-6 Mei 2017. Penyusunan modul pelatihan yang terintegrasi antara empat komponen program yaitu komponen K e s e h a t a n , P e n d i d i k a n , C o m m u n i t y Development dan HIV-AIDS. Modul yang dihasilkan akan digunakan sebagai

panduan dan materi dalam seluruh kegiatan peningkatan kapasitas di semua wilayah intervensi program pada 2 provinsi, 10 kabupaten, 24 distrik, 205 kampung, 29 Puskesmas dan 203 Sekolah Dasar.

KEMAJUAN PROGRAM LANDASAN FASE 2

JANUARI-JULI 2017

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

LANDASAN FASE 2

rogram KOMPAK-BaKTI LANDASAN Fase 2 adalah program untuk perbaikan dan peningkatan kualitas tata kelola Pelayanan Dasar yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Peningkatan pelayanan dasar merupakan salah satu dari tiga strategi utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.

Membawa misi untuk bekerjasama dan mendukung pemerintah di Provinsi Papua dan Papua Barat dalam upaya peningkatan layanan garis depan dengan melakukan intervensi langsung pada empat komponen utama yang saling terintegrasi dan sinergis sebagai suatu pendekatan yaitu penguatan layanan dasar, peningkatan kualitas tata-kelola pemerintahan kampung, pengembangan unit-unit penggerak, dan pencegahan dan penanggulangan epidemi HIV-AIDS. Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN Fase 2 di tingkat kabupaten bekerjasama dengan pemerintah 10 Kabupaten di Provinsi Papua yaitu Kabupaten Jayapura, Boven Digoel, Asmat, Waropen, Lanny Jaya, dan 4 kabupaten di Papua Barat yaitu Kabupaten Sorong, Manokwari Selatan, Fakfak, Kaimana. Program ini merupakan perwujudan kerjasama bilateral antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia yang diimplementasikan melalui KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan) dan dilaksanakan di Provinsi Papua dan Papua Barat oleh Yayasan BaKTI bekerjasama dengan mitra pembangunan lainnya.

SOSIALISASI PROGRAM DI KABUPATEN INTERVENSI

RAPAT KERJA & KONSOLIDASI TIM

RAPAT KERJA TIM TEKNIS PROVINSI DAN KABUPATEN

PENYUSUNAN MODUL TERINTEGRASI

7 8BaKTINews BaKTINews

Pe l at i h a n S i ste m Ad m i n i st ra s i d a n Informasi Kampung (SAIK) berlangsung di Kota Sorong pada 26-28 Mei 2017. Ke g i at a n i n i d i i k ut i o l e h 166 kad e r

kampung terdiri dari 122 orang laki-laki dan 4 4 o ra n g p e re m p u a n d a r i 8 d i st r i k d i 3 ka b u pate n ( Fa k fa k , S o ro n g , M a n o k wa r i Selatan) di Papua Barat. SAIK merupakan sebuah instrument yang a p l i k a t i f u n t u k p e n y e d i a a n d a t a d a n m e m u d a h k a n p e l ay a n a n a d m i n i s t r a s i serta dapat digunakan untuk penyusunan perencanaan dan penganggaran kampung. Pengelolaan data dan informasi yang dilakukan dengan melibatkan warga secara partisipatif, akuntabel dan demokratis melalui SAIK merupakan salah satu kunci pembangunan menuju tata kelola pemerintahan yang baik untuk mewujudkan Kampung Mandiri. Pengembangan SAIK sampai akhir Juli 2017 telah dilakukan di 73 kampung, dimana seluruh proses pendampingannya dilakukan oleh 4 Kader Kampung yang berasal dari Kampung Nendali dan Ayapo, Kabupaten Jayapura.

Pelatihan untuk koordinator distrik berlangsung pada tanggal 9-13 Mei 2017 di Jayapura melibatkan 24 orang koordinator distrik yang terdiri dari 5 orang perempuan dan 19 orang laki-laki dari 10 kabupaten di

Provinsi Papua dan Papua Barat. Pelatihan bertujuan untuk membangun kerjasama tim, keterampilan dasar dan pemahaman konsep s e r t a s t rat e g i P ro g ra m KO M PA K- B a K T I LANDASAN Fase II.

Pada 23–28 Mei 2017 diadakan Pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat Kampung Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN II dilaksanakan secara paralel dan dipusatkan

di Sorong, Jayapura dan Asmat. Pelatihan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader kampung sehingga mampu melakukan perubahan pola pikir, perilaku, transformasi pengetahuan dan membangun kemandirian. Kegiatan ini diikuti oleh 415 peserta dari 199 kampung di 10 Kabupaten Provinsi Papua dan Papua Barat.

Kelompok Diskusi Terfokus dilaksanakan di Jayapura pada 7 Juli 2017 dan diikuti sebanyak 16 orang yang terdiri dari 5 orang perempuan dan 11 orang laki-laki. Sedangkan di

Manokwari dilaksanakan pada 10 Juli 2017 dan diikuti oleh 18 orang yang terdiri dari 2 orang perempuan dan 16 orang laki-laki. Kelompok Diskusi Terfokus ini menghasilkan 1) Refleksi hasil penelitian, praktik baik dan berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Tanah Papua; 2) Perumusan skenario dan jadwal pelaksanaan workshop Pencegahan dan Penanggulangan HIV-AIDS.

Pelatihan Standar Pelayanan Minimum Pendidikan (SPM) telah dilaksanakan di kabupaten Asmat, Kaimana, Nabire, Sorong, Boven Digoel, dan Manokwari pada

23 Mei-15 Juli 2017, diikuti oleh 354 laki-laki dan 125 perempuan sehingga total 479 orang peserta. Pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sektor pendidikan diadakan di Asmat pada 29 Mei - 02 Juni 2017 diikuti oleh 45 peserta yang terdiri dari 12 orang perempuan dan 33 orang laki-laki dari 10 sekolah dasar. Pelatihan Standar Pelayanan Minimum Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah merupakan kegiatan peningkatan kapasitas kepada semua unsur satuan di sekolah-sekolah yang berada di daerah intervensi Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN II untuk peningkatan mutu layanan Pendidikan.

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi dan alat

penilaian kinerja puskesmas. Pelatihan ini bertujuan untuk menciptakan komitmen pelayanan puskesmas yang terukur, efektif dan efisien. Selain itu SOP adalah salah satu syarat puskesmas diakreditasi.

Peserta pelatihan melakukan kunjungan belajar ke Puskesmas Harapan dan Puskesmas Dosay yang telah terakreditasi dan menjadi Puskesmas Penggerak bagi puskesmas lainnya. Pelatihan SOP diikuti oleh 29 puskesmas dan menghasilkan 132 SOP. Jumlah peserta terlatih sebanyak 149 orang yang terdiri dari 87 orang perempuan dan 62 orang laki-laki. Pelatihan ini berlangsung pada 1-5 Juni 2017 di Manokwari dan 11-15 Juli 2017 di Jayapura.

Foto Dok. Wahyu Chandra

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

PELATIHAN KOORDINATOR DISTRIK

PELATIHAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KAMPUNG

PELATIHAN SISTEM ADMINISTRASI DAN INFORMASI KAMPUNG ( ) SAIK

FGD PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS

SPM & MBS SEKTOR PENDIDIKAN

PELATIHAN & PENDAMPINGAN PENYUSUNAN SOP NON-TEKNIS AKI/AKB DAN MALARIA

INFORMASI LEBIH LANJUTInformasi lebih jauh tentang Program LANDASAN Fase II, silakan menghubungi email: [email protected]

24DISTRIK

208KAMPUNG

29PUSKESMAS

203SEKOLAH

DASAR

203KADER KAMPUNG

TERLATIH

132SOP NON TEKNIS

PUSKESMAS

17MODUL

TERINTEGRASI

484(Perempuan)

1214(Laki-laki)

(PENERIMA MANFAAT HINGGA

JUNI 2017)

PESERTA PELATIHAN

Foto NJ. Tangkepayung

7 8BaKTINews BaKTINews

Pe l at i h a n S i ste m Ad m i n i st ra s i d a n Informasi Kampung (SAIK) berlangsung di Kota Sorong pada 26-28 Mei 2017. Ke g i at a n i n i d i i k ut i o l e h 166 kad e r

kampung terdiri dari 122 orang laki-laki dan 4 4 o ra n g p e re m p u a n d a r i 8 d i st r i k d i 3 ka b u pate n ( Fa k fa k , S o ro n g , M a n o k wa r i Selatan) di Papua Barat. SAIK merupakan sebuah instrument yang a p l i k a t i f u n t u k p e n y e d i a a n d a t a d a n m e m u d a h k a n p e l ay a n a n a d m i n i s t r a s i serta dapat digunakan untuk penyusunan perencanaan dan penganggaran kampung. Pengelolaan data dan informasi yang dilakukan dengan melibatkan warga secara partisipatif, akuntabel dan demokratis melalui SAIK merupakan salah satu kunci pembangunan menuju tata kelola pemerintahan yang baik untuk mewujudkan Kampung Mandiri. Pengembangan SAIK sampai akhir Juli 2017 telah dilakukan di 73 kampung, dimana seluruh proses pendampingannya dilakukan oleh 4 Kader Kampung yang berasal dari Kampung Nendali dan Ayapo, Kabupaten Jayapura.

Pelatihan untuk koordinator distrik berlangsung pada tanggal 9-13 Mei 2017 di Jayapura melibatkan 24 orang koordinator distrik yang terdiri dari 5 orang perempuan dan 19 orang laki-laki dari 10 kabupaten di

Provinsi Papua dan Papua Barat. Pelatihan bertujuan untuk membangun kerjasama tim, keterampilan dasar dan pemahaman konsep s e r t a s t rat e g i P ro g ra m KO M PA K- B a K T I LANDASAN Fase II.

Pada 23–28 Mei 2017 diadakan Pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat Kampung Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN II dilaksanakan secara paralel dan dipusatkan

di Sorong, Jayapura dan Asmat. Pelatihan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader kampung sehingga mampu melakukan perubahan pola pikir, perilaku, transformasi pengetahuan dan membangun kemandirian. Kegiatan ini diikuti oleh 415 peserta dari 199 kampung di 10 Kabupaten Provinsi Papua dan Papua Barat.

Kelompok Diskusi Terfokus dilaksanakan di Jayapura pada 7 Juli 2017 dan diikuti sebanyak 16 orang yang terdiri dari 5 orang perempuan dan 11 orang laki-laki. Sedangkan di

Manokwari dilaksanakan pada 10 Juli 2017 dan diikuti oleh 18 orang yang terdiri dari 2 orang perempuan dan 16 orang laki-laki. Kelompok Diskusi Terfokus ini menghasilkan 1) Refleksi hasil penelitian, praktik baik dan berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Tanah Papua; 2) Perumusan skenario dan jadwal pelaksanaan workshop Pencegahan dan Penanggulangan HIV-AIDS.

Pelatihan Standar Pelayanan Minimum Pendidikan (SPM) telah dilaksanakan di kabupaten Asmat, Kaimana, Nabire, Sorong, Boven Digoel, dan Manokwari pada

23 Mei-15 Juli 2017, diikuti oleh 354 laki-laki dan 125 perempuan sehingga total 479 orang peserta. Pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sektor pendidikan diadakan di Asmat pada 29 Mei - 02 Juni 2017 diikuti oleh 45 peserta yang terdiri dari 12 orang perempuan dan 33 orang laki-laki dari 10 sekolah dasar. Pelatihan Standar Pelayanan Minimum Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah merupakan kegiatan peningkatan kapasitas kepada semua unsur satuan di sekolah-sekolah yang berada di daerah intervensi Program KOMPAK-BaKTI LANDASAN II untuk peningkatan mutu layanan Pendidikan.

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi dan alat

penilaian kinerja puskesmas. Pelatihan ini bertujuan untuk menciptakan komitmen pelayanan puskesmas yang terukur, efektif dan efisien. Selain itu SOP adalah salah satu syarat puskesmas diakreditasi.

Peserta pelatihan melakukan kunjungan belajar ke Puskesmas Harapan dan Puskesmas Dosay yang telah terakreditasi dan menjadi Puskesmas Penggerak bagi puskesmas lainnya. Pelatihan SOP diikuti oleh 29 puskesmas dan menghasilkan 132 SOP. Jumlah peserta terlatih sebanyak 149 orang yang terdiri dari 87 orang perempuan dan 62 orang laki-laki. Pelatihan ini berlangsung pada 1-5 Juni 2017 di Manokwari dan 11-15 Juli 2017 di Jayapura.

Foto Dok. Wahyu Chandra

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

PELATIHAN KOORDINATOR DISTRIK

PELATIHAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KAMPUNG

PELATIHAN SISTEM ADMINISTRASI DAN INFORMASI KAMPUNG ( ) SAIK

FGD PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS

SPM & MBS SEKTOR PENDIDIKAN

PELATIHAN & PENDAMPINGAN PENYUSUNAN SOP NON-TEKNIS AKI/AKB DAN MALARIA

INFORMASI LEBIH LANJUTInformasi lebih jauh tentang Program LANDASAN Fase II, silakan menghubungi email: [email protected]

24DISTRIK

208KAMPUNG

29PUSKESMAS

203SEKOLAH

DASAR

203KADER KAMPUNG

TERLATIH

132SOP NON TEKNIS

PUSKESMAS

17MODUL

TERINTEGRASI

484(Perempuan)

1214(Laki-laki)

(PENERIMA MANFAAT HINGGA

JUNI 2017)

PESERTA PELATIHAN

Foto NJ. Tangkepayung

Kornelius Ndapakamang

Oleh Syaifullah

Foto Abd. Rahman Ram

lan

Perawat Tenun Sumba

P

Penenun juga tetap butuh makan dan punya kebutuhan sehari-hari. Karena itulah dia kemudian mencari jalan tengah agar tradisi menenun tetap lestari, tapi penenun juga tetap bisa hidup.

10BaKTINews9 BaKTINews

Foto Abd. Rahman Ram

lan

uluhan pintalan benang beragam warna digantung di bawah balok kayu melintang di d a l a m s e b u a h b a n g u n a n s e d e r h a n a berdinding bambu (gedeg). Bangunan itu

semacam bengkel, dibuat sederhana dengan lantai semen tak bertegel dan ditutup atap rumbia. Letaknya di depan sebuah rumah permanen di Kelurahan Lambanipu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Kornelius Ndapakamang (45 tahun) adalah pemiliknya. Di dalam bangunan sederhana itulah Kornelius melakukan banyak aktivitas yang berhubungan dengan tenun ikat Sumba. Benang warna-warni yang digantung itu adalah benang yang sudah diwarnai dengan pewarna alami, siap untuk digunakan. Sebagian digunakan sendiri, sebagian lagi dijualnya. Kornelius adalah ketua kelompok Kaluanda Lama Hamu, sebuah kelompok perajin tenun ikat Sumba yang saat ini beranggotakan 22 orang. Kornelius meneruskan usaha itu dari ibunya, Agustina Kahiatanau atau yang kerap disapa Mama Dan, merujuk kepada nama anak pertamanya.

Dari keenam anaknya, semua masih punya minat untuk meneruskan usaha tenunan Mama Dan. Termasuk Kornelius, anak ketiganya. Tahun 1993, selepas menamatkan SMA Kornelius sempat berniat mendaftar di IKIP Sanata Dharma di Yogyakarta. Tapi niat itu diurungkan karena merasa menjadi guru bukan tujuan hidupnya. Dia pun sempat mendaftar di Politani Kupang, namun tidak sampai menunggu waktu tes masuk, Kornelius memutuskan kembali ke Sumba. Sejak saat itulah Kornelius menekuni tenun ikat Sumba, meneruskan kelompok perajin dari ibunya.

Jalan Tengah Sejak awal, Kornelius langsung memberani-kan diri untuk mendesain motif khas Sumba. Kaum pria di Sumba umumnya memang tidak menenun, hanya kaum wanita saja yang punya keahlian menenun. Kaum pria biasanya lebih fokus pada kemampuan menggambar desain motif tenun seperti yang dilakukan oleh Kornelius. Kornelius mengaku tidak bisa membuat motif secara asal-asalan, karena setiap motif menurutnya harus mengandung cerita atau filosofi. Kornelius pun selalu menuliskan cerita atau filosofi di balik motif yang diciptakannya.Ketika ditanya apakah dia tidak takut kalau d e s a i n nya d i t i r u o ra n g l a i n , Ko r n e l i u s menggeleng. Menurutnya, motif tenun ikat Sumba memang bisa ditiru dengan mudah, tapi cerita atau filosofi di balik motif itu yang susah ditiru. Kornelius pun sadar bahwa persaingan usaha bisa saja membuat ada orang di luar pulau Sumba seenaknya meniru motif kain Sumba, seperti yang terjadi pada motif kain batik. “Tapi ini salah kita juga, karena ada juga orang kita yang asal bikin motif terus diakui sebagai motif asli,” katanya. Saat ini Kornelius dan kelompoknya memang tidak hanya membuat tenun ikat dengan motif Sumba saja, mereka juga menerima pesanan dengan motif lain sesuai kemauan pemesan. Istilahnya, pemesan hanya membayar biaya kerja sesuai metode pembuatan tenun ikat Sumba. Selain itu atas dampingan lembaga bernama Sekar Kawung, Kornelius juga menciptakan beberapa varian baru dari tenun ikat Sumba. Di antaranya adalah jenis kain yang berbeda karena lebih tipis dari jenis kain asli Sumba, kemudian

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Seperti umumnya wanita Sumba, Mama Dan sudah mulai merajut sejak usia dini. Awalnya hanya diajari memintal benang dari kapas, kemudian berlanjut ke tingkatan lain seperti mewarnai benang, hingga menenun. “Dulu itu anak-anak perempuan Sumba senang kalau tangannya warna hitam,” kata Mama Dan. Warna hitam di tangan itu adalah efek dari mewarnai benang menggunakan indigo (nila). Indigo digunakan untuk mendapatkan warna biru.

Berawal dari sekadar melanjutkan kebiasaan turun temurun, Mama Dan semakin rajin m e n e nu n ke t i ka d i t a hu n 1992 s e o ra n g m i ss i o n a r i s b e r n a m a Fat h e r S i p l i a k t i f mengumpulkan penenun di sekitar Lambanipu. Di tahun 1993, sebuah yayasan bernama Yayasan Wahana Komunikasi Wanita juga ikut membantu para penenun di Lambanapu. Yayasan itu mendampingi para penenun mengembangkan kemampuan mereka, bahkan di tahun 1994 mereka ikut membantu meluaskan pemasaran tenun ikat Sumba. Hasilnya, tahun 1995 Mama Dan diikutkan di sebuah pameran di Pondok Indah Mall, Jakarta. Mama Dan yang usianya sudah 67 tahun itu masih bisa mengingat dengan detail tahun-tahun penting dalam kehidupannya sebagai penenun. Dengan lancar dia bisa menceritakan berbagai kegiatan yang diikutinya, dari beragam pameran, kongres masyarakat adat hingga berbagi pengalaman di berbagai daerah di Indonesia. Semakin lama hasil tenunannya memang semakin banyak bertemu dengan para pembeli. Pesanan datang dari berbagai daerah, termasuk dari beberapa pejabat dari Jakarta dan Yogjakarta.Jumlah penenun yang ikut dalam kelompoknya pun terus bertambah, hingga pernah mencapai jumlah 30 orang. Kesibukan Mama Dan ke sana kemari memperkenalkan kain Sumba ternyata membuat banyak penenun lain tertarik. Mereka kemudian sepakat untuk bergabung dalam satu kelompok.

Foto Ichsan Djunaed

Kornelius Ndapakamang

Oleh Syaifullah

Foto Abd. Rahman Ram

lan

Perawat Tenun Sumba

P

Penenun juga tetap butuh makan dan punya kebutuhan sehari-hari. Karena itulah dia kemudian mencari jalan tengah agar tradisi menenun tetap lestari, tapi penenun juga tetap bisa hidup.

10BaKTINews9 BaKTINews

Foto Abd. Rahman Ram

lan

uluhan pintalan benang beragam warna digantung di bawah balok kayu melintang di d a l a m s e b u a h b a n g u n a n s e d e r h a n a berdinding bambu (gedeg). Bangunan itu

semacam bengkel, dibuat sederhana dengan lantai semen tak bertegel dan ditutup atap rumbia. Letaknya di depan sebuah rumah permanen di Kelurahan Lambanipu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Kornelius Ndapakamang (45 tahun) adalah pemiliknya. Di dalam bangunan sederhana itulah Kornelius melakukan banyak aktivitas yang berhubungan dengan tenun ikat Sumba. Benang warna-warni yang digantung itu adalah benang yang sudah diwarnai dengan pewarna alami, siap untuk digunakan. Sebagian digunakan sendiri, sebagian lagi dijualnya. Kornelius adalah ketua kelompok Kaluanda Lama Hamu, sebuah kelompok perajin tenun ikat Sumba yang saat ini beranggotakan 22 orang. Kornelius meneruskan usaha itu dari ibunya, Agustina Kahiatanau atau yang kerap disapa Mama Dan, merujuk kepada nama anak pertamanya.

Dari keenam anaknya, semua masih punya minat untuk meneruskan usaha tenunan Mama Dan. Termasuk Kornelius, anak ketiganya. Tahun 1993, selepas menamatkan SMA Kornelius sempat berniat mendaftar di IKIP Sanata Dharma di Yogyakarta. Tapi niat itu diurungkan karena merasa menjadi guru bukan tujuan hidupnya. Dia pun sempat mendaftar di Politani Kupang, namun tidak sampai menunggu waktu tes masuk, Kornelius memutuskan kembali ke Sumba. Sejak saat itulah Kornelius menekuni tenun ikat Sumba, meneruskan kelompok perajin dari ibunya.

Jalan Tengah Sejak awal, Kornelius langsung memberani-kan diri untuk mendesain motif khas Sumba. Kaum pria di Sumba umumnya memang tidak menenun, hanya kaum wanita saja yang punya keahlian menenun. Kaum pria biasanya lebih fokus pada kemampuan menggambar desain motif tenun seperti yang dilakukan oleh Kornelius. Kornelius mengaku tidak bisa membuat motif secara asal-asalan, karena setiap motif menurutnya harus mengandung cerita atau filosofi. Kornelius pun selalu menuliskan cerita atau filosofi di balik motif yang diciptakannya.Ketika ditanya apakah dia tidak takut kalau d e s a i n nya d i t i r u o ra n g l a i n , Ko r n e l i u s menggeleng. Menurutnya, motif tenun ikat Sumba memang bisa ditiru dengan mudah, tapi cerita atau filosofi di balik motif itu yang susah ditiru. Kornelius pun sadar bahwa persaingan usaha bisa saja membuat ada orang di luar pulau Sumba seenaknya meniru motif kain Sumba, seperti yang terjadi pada motif kain batik. “Tapi ini salah kita juga, karena ada juga orang kita yang asal bikin motif terus diakui sebagai motif asli,” katanya. Saat ini Kornelius dan kelompoknya memang tidak hanya membuat tenun ikat dengan motif Sumba saja, mereka juga menerima pesanan dengan motif lain sesuai kemauan pemesan. Istilahnya, pemesan hanya membayar biaya kerja sesuai metode pembuatan tenun ikat Sumba. Selain itu atas dampingan lembaga bernama Sekar Kawung, Kornelius juga menciptakan beberapa varian baru dari tenun ikat Sumba. Di antaranya adalah jenis kain yang berbeda karena lebih tipis dari jenis kain asli Sumba, kemudian

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Seperti umumnya wanita Sumba, Mama Dan sudah mulai merajut sejak usia dini. Awalnya hanya diajari memintal benang dari kapas, kemudian berlanjut ke tingkatan lain seperti mewarnai benang, hingga menenun. “Dulu itu anak-anak perempuan Sumba senang kalau tangannya warna hitam,” kata Mama Dan. Warna hitam di tangan itu adalah efek dari mewarnai benang menggunakan indigo (nila). Indigo digunakan untuk mendapatkan warna biru.

Berawal dari sekadar melanjutkan kebiasaan turun temurun, Mama Dan semakin rajin m e n e nu n ke t i ka d i t a hu n 1992 s e o ra n g m i ss i o n a r i s b e r n a m a Fat h e r S i p l i a k t i f mengumpulkan penenun di sekitar Lambanipu. Di tahun 1993, sebuah yayasan bernama Yayasan Wahana Komunikasi Wanita juga ikut membantu para penenun di Lambanapu. Yayasan itu mendampingi para penenun mengembangkan kemampuan mereka, bahkan di tahun 1994 mereka ikut membantu meluaskan pemasaran tenun ikat Sumba. Hasilnya, tahun 1995 Mama Dan diikutkan di sebuah pameran di Pondok Indah Mall, Jakarta. Mama Dan yang usianya sudah 67 tahun itu masih bisa mengingat dengan detail tahun-tahun penting dalam kehidupannya sebagai penenun. Dengan lancar dia bisa menceritakan berbagai kegiatan yang diikutinya, dari beragam pameran, kongres masyarakat adat hingga berbagi pengalaman di berbagai daerah di Indonesia. Semakin lama hasil tenunannya memang semakin banyak bertemu dengan para pembeli. Pesanan datang dari berbagai daerah, termasuk dari beberapa pejabat dari Jakarta dan Yogjakarta.Jumlah penenun yang ikut dalam kelompoknya pun terus bertambah, hingga pernah mencapai jumlah 30 orang. Kesibukan Mama Dan ke sana kemari memperkenalkan kain Sumba ternyata membuat banyak penenun lain tertarik. Mereka kemudian sepakat untuk bergabung dalam satu kelompok.

Foto Ichsan Djunaed

11 12BaKTINews BaKTINews

ada juga model yang berbeda karena lebih polos dan hanya menyisakan ruang sedikit untuk motif khas Sumba. Diversifikasi produk itu diakui Kornelius sebagai cara untuk bertahan hidup. Harga satu tenun ikat asli Sumba memang tidak murah, dengan demikian pasarnya pun jadi lebih sempit. Dengan membuat produk berbeda namun tetap menonjolkan motif khas Sumba, diharapkan pasar yang direngkuh lebih luas karena harga yang lebih murah. Meski begitu tetap saja ada kekhawatiran kalau diversifikasi produk itu justru nantinya akan menghilangkan produk tenun ikat Sumba yang asli.Kornelius sendiri mengakui kalau dia memang tidak hanya fokus mengembangkan tradisi, tapi juga berpikir bisnis. Menurutnya, penenun juga tetap butuh makan dan punya kebutuhan sehari-hari. Karena itulah dia kemudian mencari jalan tengah agar tradisi menenun tetap lestari, tapi penenun juga tetap bisa hidup. Saat ini kelompok Paluanda Lama Hamu yang diketuai oleh Kornelius beranggotakan 22 penenun, tapi sebentar lagi jumlahnya mungkin akan bertambah. Di saat tertentu ketika pesanan sedang banyak, Kornelius juga menggunakan jasa perajin tenun lain di luar kelompoknya untuk mengerjakan sebagian proses membuat kain tenun Sumba. Meski tergabung dalam satu kelompok, Kornelius tidak melarang jika ada anggota kelompoknya yang menerima pesanan tanpa melalui kelompok mereka. Semua bebas mengerjakan pesanan pribadi, meski tentu saja harus tetap mengutamakan pesanan atas nama kelompok. “Kalau pesanan pribadi itu tanggung jawab mereka, tapi kalau pesanan atas nama kelompok saya bertanggung jawab terhadap kualitasnya,” pungkas Kornelius.

Riset Bahan Pewarna Alami Salah satu syarat yang harus dipenuhi seorang penenun untuk bergabung dengan kelompok Paluanda Lama Hamu adalah berkomitmen menggunakan bahan pewarna alami. Kornelius memang sangat konsisten bertahan menggunakan bahan pewarna alami. Bahkan di saat banyak perajin lainnya beralih ke pewarna kimia yang lebih murah dan prosesnya mudah. Kornelius bahkan sering melakukan riset sumber pewarna alami untuk mendapatkan warna yang diinginkan. Beragam metode telah dicoba Kornelius. Ia pun selalu mendokumen-tasikan setiap percobaan penggunaan warna alami. Dengan uji coba itu, Kornelius akhirnya bisa menemukan beberapa cara yang lebih efektif untuk pewarna alami.

Metode baru yang ditemukan Kornelius bukan tidak menerima halangan. Beberapa penenun tradisional, bahkan ibunya sendiri – Mama Dan – sempat mencibir metode yang dia uji coba. Pasalnya, metode yang dicoba Kornelius itu tidak seperti metode yang diajarkan secara turun temurun. Namun, pada akhirnya metode yang ditemukan Kornelius membuktikan hasilnya. Warna dan kualitas tetap sama, tapi waktu lebih efektif. Akhirnya, beberapa penenun juga mencoba sendiri metode yang dilakukan Kornelius. Pergaulannya yang panjang dengan proses penemuan pewarna alami membuat Kornelius mampu membedakan mana pewarna alami yang b i s a b e r t a h a n l a m a , m a n a ya n g t i d a k . Menurutnya, mencari pewarna alami itu mudah. Banyak tumbuhan yang bisa menghasilkan warna alami, masalahnya tidak semua bisa bertahan lama. Beberapa pewarna alami bisa saja memudar dengan cepat seiring dengan waktu.

Edukasi Pembeli Selain mengembangkan metode pewarna alami, Kornelius ternyata juga aktif mengedukasi pembeli. Salah satu caranya adalah dengan menjelaskan tentang pewarna alami termasuk ketahanan warnanya. Dia menyesalkan sikap b e b e ra p a p e ra j i n t e n u n ya n g t e r ke s a n membohongi pembeli, utamanya soal penjelasan tentang pewarna alami. Kornelius pun bercerita tentang perajin tenun ya n g c u ra n g , m e m b u at k a i n b a r u t a p i mengakuinya sebagai kain tua. Dengan beberapa teknik termasuk menaruh kain di atas langit-langit dapur, kain yang tadinya mengkilap itu berubah seperti kain tua. Kepada pembeli, si

Foto Junardi Jufri

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Pintalan benang berbagai warna digantung dalam bangunan milik Pak Kornelius yang mirip bengkel kerjanya (atas), Pak Kornelius dengan penuh kete-litian dan antusias menggambar motif diatas helaibenag yang dimapatkan (Tengah dan bawah), Foto Ichsan Djunaed

Banyak hal yang menua dari Ibu Agustina Kahiatanau namun tidak memorinya, dari beliau, Kornelius sanganak mewarisi usaha tenun keluarga. Foto Ichsan Djunaed

Dengan beberapa teknik termasuk menaruh kain di atas langit-langit dapur, kain yang tadinya mengkilap itu berubah seperti kain tua. Kepada pembeli, si perajin tenun itu kemudian membual kalau kainnya adalah kain warisan yang usianya sudah sangat tua

11 12BaKTINews BaKTINews

ada juga model yang berbeda karena lebih polos dan hanya menyisakan ruang sedikit untuk motif khas Sumba. Diversifikasi produk itu diakui Kornelius sebagai cara untuk bertahan hidup. Harga satu tenun ikat asli Sumba memang tidak murah, dengan demikian pasarnya pun jadi lebih sempit. Dengan membuat produk berbeda namun tetap menonjolkan motif khas Sumba, diharapkan pasar yang direngkuh lebih luas karena harga yang lebih murah. Meski begitu tetap saja ada kekhawatiran kalau diversifikasi produk itu justru nantinya akan menghilangkan produk tenun ikat Sumba yang asli.Kornelius sendiri mengakui kalau dia memang tidak hanya fokus mengembangkan tradisi, tapi juga berpikir bisnis. Menurutnya, penenun juga tetap butuh makan dan punya kebutuhan sehari-hari. Karena itulah dia kemudian mencari jalan tengah agar tradisi menenun tetap lestari, tapi penenun juga tetap bisa hidup. Saat ini kelompok Paluanda Lama Hamu yang diketuai oleh Kornelius beranggotakan 22 penenun, tapi sebentar lagi jumlahnya mungkin akan bertambah. Di saat tertentu ketika pesanan sedang banyak, Kornelius juga menggunakan jasa perajin tenun lain di luar kelompoknya untuk mengerjakan sebagian proses membuat kain tenun Sumba. Meski tergabung dalam satu kelompok, Kornelius tidak melarang jika ada anggota kelompoknya yang menerima pesanan tanpa melalui kelompok mereka. Semua bebas mengerjakan pesanan pribadi, meski tentu saja harus tetap mengutamakan pesanan atas nama kelompok. “Kalau pesanan pribadi itu tanggung jawab mereka, tapi kalau pesanan atas nama kelompok saya bertanggung jawab terhadap kualitasnya,” pungkas Kornelius.

Riset Bahan Pewarna Alami Salah satu syarat yang harus dipenuhi seorang penenun untuk bergabung dengan kelompok Paluanda Lama Hamu adalah berkomitmen menggunakan bahan pewarna alami. Kornelius memang sangat konsisten bertahan menggunakan bahan pewarna alami. Bahkan di saat banyak perajin lainnya beralih ke pewarna kimia yang lebih murah dan prosesnya mudah. Kornelius bahkan sering melakukan riset sumber pewarna alami untuk mendapatkan warna yang diinginkan. Beragam metode telah dicoba Kornelius. Ia pun selalu mendokumen-tasikan setiap percobaan penggunaan warna alami. Dengan uji coba itu, Kornelius akhirnya bisa menemukan beberapa cara yang lebih efektif untuk pewarna alami.

Metode baru yang ditemukan Kornelius bukan tidak menerima halangan. Beberapa penenun tradisional, bahkan ibunya sendiri – Mama Dan – sempat mencibir metode yang dia uji coba. Pasalnya, metode yang dicoba Kornelius itu tidak seperti metode yang diajarkan secara turun temurun. Namun, pada akhirnya metode yang ditemukan Kornelius membuktikan hasilnya. Warna dan kualitas tetap sama, tapi waktu lebih efektif. Akhirnya, beberapa penenun juga mencoba sendiri metode yang dilakukan Kornelius. Pergaulannya yang panjang dengan proses penemuan pewarna alami membuat Kornelius mampu membedakan mana pewarna alami yang b i s a b e r t a h a n l a m a , m a n a ya n g t i d a k . Menurutnya, mencari pewarna alami itu mudah. Banyak tumbuhan yang bisa menghasilkan warna alami, masalahnya tidak semua bisa bertahan lama. Beberapa pewarna alami bisa saja memudar dengan cepat seiring dengan waktu.

Edukasi Pembeli Selain mengembangkan metode pewarna alami, Kornelius ternyata juga aktif mengedukasi pembeli. Salah satu caranya adalah dengan menjelaskan tentang pewarna alami termasuk ketahanan warnanya. Dia menyesalkan sikap b e b e ra p a p e ra j i n t e n u n ya n g t e r ke s a n membohongi pembeli, utamanya soal penjelasan tentang pewarna alami. Kornelius pun bercerita tentang perajin tenun ya n g c u ra n g , m e m b u at k a i n b a r u t a p i mengakuinya sebagai kain tua. Dengan beberapa teknik termasuk menaruh kain di atas langit-langit dapur, kain yang tadinya mengkilap itu berubah seperti kain tua. Kepada pembeli, si

Foto Junardi Jufri

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Pintalan benang berbagai warna digantung dalam bangunan milik Pak Kornelius yang mirip bengkel kerjanya (atas), Pak Kornelius dengan penuh kete-litian dan antusias menggambar motif diatas helaibenag yang dimapatkan (Tengah dan bawah), Foto Ichsan Djunaed

Banyak hal yang menua dari Ibu Agustina Kahiatanau namun tidak memorinya, dari beliau, Kornelius sanganak mewarisi usaha tenun keluarga. Foto Ichsan Djunaed

Dengan beberapa teknik termasuk menaruh kain di atas langit-langit dapur, kain yang tadinya mengkilap itu berubah seperti kain tua. Kepada pembeli, si perajin tenun itu kemudian membual kalau kainnya adalah kain warisan yang usianya sudah sangat tua

13 BaKTINews BaKTINews 14

 Reses Partisipatif adalah salah satu metode reses yang menggunakan metode partis ipatif , di mana konstituen ditempatkan sebagai subyek dalam reses. Terminologi “partisipatif” menunjuk pada dua

substansi. Pertama, metode reses yang menggunakan pendekatan partisipatif, dalam bentuk diskusi kelompok atau diskusi kelompok terfokus/terarah (focus group discussion,FGD). Kedua, menunjuk pada peserta yang hadir dalam reses yang mewakili berbagai unsur di masyarakat. Partisipasi peserta reses lebih beragam. Dengan metode partisipatif, konstituen diundang untuk menjadi peserta dalam p e r te mu a n h a r u s m e wa k i l i s e l u r u h konstituen di suatu daerah pemilihan atau wilayah. Konstituen juga mewakili berbagai unsur di dalam masyarakat, terutama kelompok-kelompok yang selama ini m e n g a l a m i m a r j i n a l i s a s i d a l a m p e m b a n g u n a n , s e p e r t i p e re m p u a n , perempuan miskin, anak, kelompok disabilitas, kelompok minoritas, dan kelompok rentan lainnya. Penggunaan metode partisipastif dalam reses berbeda dengan metode konvensional yang selama ini dilakukan. Selain harus memperhatikan per wakilan peserta, penggunaan metode partisipatif, terutama dalam pertemuan memiliki beberapa kelebihan dibanding metode konvesional.

Tentang Reses

PartisipatifOleh M. GHUFRAN H. KORDI K.

Foto: Dok. Yayasan BaKTI/Syaifullah

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Penggunaan metode partisipatif membatasi Anggota Dewan dalam berceramah. Untuk m e m a p a r k a n a t a u m e n y a m p a i k a n pekerjaannya, Anggota Dewan perlu dibatasi. Ini juga dalam upaya mendorong Anggota Dewan untuk membuat laporan pekerjaan dan pencapaiannya secara tertulis. Laporan dalam bentuk tertulis tidak hanya untuk kepentingan reses, tetapi juga untuk kepentingan publikasi. Metode partisipatif mensyaratkan partisipasi peserta sebagai subyek dalam pertemuan. Karena itu, pertemuan harus dipandu atau difasilitasi oleh fasilitator, bukan moderator sebagaimana dalam diskusi dan seminar. Selain berfungsi sebagai moderator ketika Anggota Dewan menyampaikan paparannya, fasilitator juga akan bertugas memfasilitasi diskusi ke l o m p o k , p res e nt a s i h a s i l d i s k u s i kelompok, dan membuatan simpulan dan penajaman hasil-hasil diskusi. Untuk kemudahan dan kelancaran kegiatan ini, fasilitator dapat dibantu oleh seorang co- fasilitator. Hasil reses atau pertemuan partisipatif adalah dokumen tertulis yang menghimpun semua hasil diskusi. Dokumen kemudian menjadi pegangan bagi Anggota Dewan, pemerintah setempat, maupun konstituen. Dokumen tertulis menjadi sangat berguna bagi Anggota Dewan dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat.

Pperajin tenun itu kemudian membual kalau kainnya adalah kain warisan yang usianya sudah sangat tua. Pembeli yang tidak terlalu paham kemudian tertipu, membeli kain baru dengan harga yang mahal karena mengira kain itu berusia tua. Kepercayaan dan kualitas memang jadi kata kunci usaha Kornelius. Menurutnya, urusan motif memang bukan yang utama, tapi kualitas kain termasuk kualitas warna adalah yang utama. Karena itu pula, Kornelius tidak mau main-main dalam mengerjakan setiap pesanan yang diterimanya. Hingga saat ini Kornelius tetap menjadi langganan sebuah art shop yang pelanggannya dari luar negeri. Sistem yang diterapkan dalam kerjasama adalah sistem poin. Sebagai perajin, Kornelius dan kelompoknya harus memenuhi beberapa poin tertentu sesuai standar pemesan. Untuk pesanan dengan motif khusus, Kornelius juga tetap menjaga kepercayaan pemesan. Dia akan memproduksi sesuai jumlah yang diminta, tidak mau melebihkan untuk dijual sendiri di luar pesanan. Padahal jika mau bisa saja dia melakukan itu. Kelebihan produksi bisa

dijualnya sendiri di bawah harga yang dijual oleh pemesan. Tapi, Kornelius bersikukuh tidak mau melakukan praktik seperti itu. S e l a i n s o a l k u a l i t a s , Ko r n e l i u s j u ga menyesalkan sikap sebagian perajin tenun yang tidak telaten mencatat waktu kerja. Selembar kain Sumba berukuran 120cm x 260cm rata-rata menurut Kornelius dikerjakan selama 90an hari atau kurang lebih tiga bulan. Namun, ada juga perajin tenun yang menyebut angka asal-asalan. Ini dikarenakan mereka tetap menghitung jumlah hari ketika proses sedang tidak berjalan, akibatnya jumlah hari jadi terdengar lebih banyak. Ada yang delapan bulan, bahkan ada yang lebih dari satu tahun. Keteguhan hati Kornelius meneruskan tradisi tenun ikat Sumba dengan pewarna alami adalah sesuatu yang patut diapresiasi. Sikapnya yang menjunjung tinggi kualitas dan kepercayaan pembeli pun adalah sikap yang patut ditiru. Meski berusaha mencari jalan tengah antara menjaga tradisi dan mencari makan, Kornelius optimistis kalau masa depan tenun ikat Sumba dengan motif khas dan pewarna alami itu akan terus bertahan.

INFORMASI LEBIH LANJUTInformasi lebih jauh tentang Program Pengelolaan dan Pemanfaatan Pengetahuan Hijau di Indonesia, silakan menghubungi email: [email protected]

Tidak hanya motif asli Sumba, Kornelius pun pernah diminta untuk membuat motif pesanan dari luar negeri. Foto Ichsan Djunaed

13 BaKTINews BaKTINews 14

 Reses Partisipatif adalah salah satu metode reses yang menggunakan metode partis ipatif , di mana konstituen ditempatkan sebagai subyek dalam reses. Terminologi “partisipatif” menunjuk pada dua

substansi. Pertama, metode reses yang menggunakan pendekatan partisipatif, dalam bentuk diskusi kelompok atau diskusi kelompok terfokus/terarah (focus group discussion,FGD). Kedua, menunjuk pada peserta yang hadir dalam reses yang mewakili berbagai unsur di masyarakat. Partisipasi peserta reses lebih beragam. Dengan metode partisipatif, konstituen diundang untuk menjadi peserta dalam p e r te mu a n h a r u s m e wa k i l i s e l u r u h konstituen di suatu daerah pemilihan atau wilayah. Konstituen juga mewakili berbagai unsur di dalam masyarakat, terutama kelompok-kelompok yang selama ini m e n g a l a m i m a r j i n a l i s a s i d a l a m p e m b a n g u n a n , s e p e r t i p e re m p u a n , perempuan miskin, anak, kelompok disabilitas, kelompok minoritas, dan kelompok rentan lainnya. Penggunaan metode partisipastif dalam reses berbeda dengan metode konvensional yang selama ini dilakukan. Selain harus memperhatikan per wakilan peserta, penggunaan metode partisipatif, terutama dalam pertemuan memiliki beberapa kelebihan dibanding metode konvesional.

Tentang Reses

PartisipatifOleh M. GHUFRAN H. KORDI K.

Foto: Dok. Yayasan BaKTI/Syaifullah

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Penggunaan metode partisipatif membatasi Anggota Dewan dalam berceramah. Untuk m e m a p a r k a n a t a u m e n y a m p a i k a n pekerjaannya, Anggota Dewan perlu dibatasi. Ini juga dalam upaya mendorong Anggota Dewan untuk membuat laporan pekerjaan dan pencapaiannya secara tertulis. Laporan dalam bentuk tertulis tidak hanya untuk kepentingan reses, tetapi juga untuk kepentingan publikasi. Metode partisipatif mensyaratkan partisipasi peserta sebagai subyek dalam pertemuan. Karena itu, pertemuan harus dipandu atau difasilitasi oleh fasilitator, bukan moderator sebagaimana dalam diskusi dan seminar. Selain berfungsi sebagai moderator ketika Anggota Dewan menyampaikan paparannya, fasilitator juga akan bertugas memfasilitasi diskusi ke l o m p o k , p res e nt a s i h a s i l d i s k u s i kelompok, dan membuatan simpulan dan penajaman hasil-hasil diskusi. Untuk kemudahan dan kelancaran kegiatan ini, fasilitator dapat dibantu oleh seorang co- fasilitator. Hasil reses atau pertemuan partisipatif adalah dokumen tertulis yang menghimpun semua hasil diskusi. Dokumen kemudian menjadi pegangan bagi Anggota Dewan, pemerintah setempat, maupun konstituen. Dokumen tertulis menjadi sangat berguna bagi Anggota Dewan dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat.

Pperajin tenun itu kemudian membual kalau kainnya adalah kain warisan yang usianya sudah sangat tua. Pembeli yang tidak terlalu paham kemudian tertipu, membeli kain baru dengan harga yang mahal karena mengira kain itu berusia tua. Kepercayaan dan kualitas memang jadi kata kunci usaha Kornelius. Menurutnya, urusan motif memang bukan yang utama, tapi kualitas kain termasuk kualitas warna adalah yang utama. Karena itu pula, Kornelius tidak mau main-main dalam mengerjakan setiap pesanan yang diterimanya. Hingga saat ini Kornelius tetap menjadi langganan sebuah art shop yang pelanggannya dari luar negeri. Sistem yang diterapkan dalam kerjasama adalah sistem poin. Sebagai perajin, Kornelius dan kelompoknya harus memenuhi beberapa poin tertentu sesuai standar pemesan. Untuk pesanan dengan motif khusus, Kornelius juga tetap menjaga kepercayaan pemesan. Dia akan memproduksi sesuai jumlah yang diminta, tidak mau melebihkan untuk dijual sendiri di luar pesanan. Padahal jika mau bisa saja dia melakukan itu. Kelebihan produksi bisa

dijualnya sendiri di bawah harga yang dijual oleh pemesan. Tapi, Kornelius bersikukuh tidak mau melakukan praktik seperti itu. S e l a i n s o a l k u a l i t a s , Ko r n e l i u s j u ga menyesalkan sikap sebagian perajin tenun yang tidak telaten mencatat waktu kerja. Selembar kain Sumba berukuran 120cm x 260cm rata-rata menurut Kornelius dikerjakan selama 90an hari atau kurang lebih tiga bulan. Namun, ada juga perajin tenun yang menyebut angka asal-asalan. Ini dikarenakan mereka tetap menghitung jumlah hari ketika proses sedang tidak berjalan, akibatnya jumlah hari jadi terdengar lebih banyak. Ada yang delapan bulan, bahkan ada yang lebih dari satu tahun. Keteguhan hati Kornelius meneruskan tradisi tenun ikat Sumba dengan pewarna alami adalah sesuatu yang patut diapresiasi. Sikapnya yang menjunjung tinggi kualitas dan kepercayaan pembeli pun adalah sikap yang patut ditiru. Meski berusaha mencari jalan tengah antara menjaga tradisi dan mencari makan, Kornelius optimistis kalau masa depan tenun ikat Sumba dengan motif khas dan pewarna alami itu akan terus bertahan.

INFORMASI LEBIH LANJUTInformasi lebih jauh tentang Program Pengelolaan dan Pemanfaatan Pengetahuan Hijau di Indonesia, silakan menghubungi email: [email protected]

Tidak hanya motif asli Sumba, Kornelius pun pernah diminta untuk membuat motif pesanan dari luar negeri. Foto Ichsan Djunaed

15 16BaKTINews BaKTINews

Selama ini Anggota Dewan mengalami kesulitan karena hanya mendapatkan dokumen tertulis dari eksekutif. Tidak ada dokumen lain yang valid yang dapat digunakan sebagai bahan pembanding dalam perencanaan pembangunan maupun penganggaran. Karena pertemuan pada reses dilakukan secara partisipatif, maka perlengkapan dalam pertemuan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan, seperti layout ruang pertemuan berbentuk huruf U atau setengah lingkaran. Tempat pertemuan juga memungkinkan peserta lebih nyaman dalam mengikuti pertemuan. Perlengkapan lainnya seperti kertas plano, meta plan, spidol, dan flipchart .

Bukan Hanya Konstituen Laki-laki Jika berkaca pada model reses yang selama ini dilakukan oleh Anggota Dewan, dengan menggunakan anggaran yang besar, seharusnya mendapatkan usulan-usulan yang variatif dari masyarakat, tetapi yang terjadi pada setiap reses adalah, usulan yang banyak dikeluhkan atau disampaikan warga adalah melulu infrastruktur, sarana fisik. Sehingga warga miskin yang harusnya mengusulkan kebutuhan-kebutuhan terkait dengan bantuan kebutuhan langsung atau pokok, permodalan, dan penguatan ekonomi tidak pernah terekam, karenanya program atau proyek yang direalisasikan pun sulit menyentuh mereka.

Selama ini, reses yang sudah konvensional, peserta reses didominasi oleh laki-laki. Itu karena elit di masyarakat pun didominasi oleh laki-laki. Perempuan sekadar pelengkap dan penyedia konsumsi. Elit yang laki-laki ini pun hanyalah orang-orang yang dekat dengan Anggota Dewan, seperti aparat pemerintah, tim sukses, dan tokoh-tokoh setempat. Penentuan peserta Reses Konvensional biasanya dilakukan oleh elit partai dan tim sukses, sehingga peserta reses hanya dari kelurahan/desa tertentu saja, tidak mewakili unsur-unsur yang ada di dalam masyarakat. Pola ini diubah dalam Reses Partisipatif, di mana peserta reses adalah konstituen di seluruh daerah pemilihan. Peserta Reses Partisipatif di Parepare merupakan perwakilan dari semua kelurahan yang menjadi Dapil anggota dewan. Penentuan peserta reses di lakukan oleh Kelompok Konstituen, dan dari masing-masing kelurahan sebanyak 5 orang, yang di dalamnya terdapat wakil dari perempuan miskin. Peserta reses tidak hanya pemilih dari Anggota Dewan yang melakukan reses, tetapi dari semua unsur dan strata sosial di masyarakat yang menjadi konstituen. Dengan begitu Reses Partisipatif tidak lagi didominasi oleh konstituen laki-laki. Konstituen perempuan, perempuan miskin, penyandang disabilitas, dan kelompok marjinal lainnya adalah, konstituen yang paling sedikit

dilibatkan dalam Reses Konvensional. Reses Partisipatif mengutamakan peserta dari perwakilan kelompok-kelompok tersebut antara 50-70 %.

Mencegah Dominasi! Jika suatu pertemuan dihadiri oleh elit atau tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah setempat, maka peserta lainnya hanya menjadi peserta pasif , dan cenderung menerima argumen, usulan, atau aspirasi dari tokoh atau elit. Walaupun peserta pasif tersebut tidak setuju dengan apa yang diusulkan oleh tokoh atau elit. Ini sudah umum, karena setting pertemuan sistem klasikal tersebut yang memungkinkan terjadi dominasi, dan proporsi peserta pertemuan yang memang didominasi oleh tokoh yang umumnya dibangun oleh kekuasaan. Ruangan pertemuan dengan tempat duduk yang ditata secara klasikal menempatkan tokoh pada tempat duduk paling depan. Tokoh-tokoh ini kemudian dipersilahkan oleh moderator untuk berbicara dan mendominasi pertemuan. Moderator pertemuan juga adalah tokoh yang tidak mempunyai pengetahuan dan perspektif mengenai partisipasi, dominasi, hegemoni, dan hubungan kekuasaan, sehingga tidak membatasi pembicaraan tokoh-tokoh yang cenderung menggurui dan menggiring forum untuk menyetujui kepentingannya.

Reses Partisipatif tidak melulu menggunakan sistem klasikal dalam pertemuan. Reses Partisipatif tidak menjadikan tempat pertemuan sebagai faktor pembatas. Pertemuan bisa dilakukan di halaman rumah, bagian bawah rumah panggung, di bawah pohon rindang, dan tempat-tempat pertemuan yang sudah umum. Penataan tempat duduk pada Reses Partisipatif ditata dalam bentuk huruf U atau bentuk lingkaran/bundar atau bentuk lain, namun harus mempertimbangkan agar peserta mempunyai posisi dan peluang yang sama berinteraksi dengan narasumber atau fasilitator/moderator. Model Reses Partisipatif mengupayakan pencegahan dominasi dari peserta tertentu. Karena itu, selain penataan tempat pertemuan yang mendukung model partisipatif, fasilitator/ moderator pertemuan juga harus mempunyai p e n g e t a h u a n d a n k e t r a m p i l a n u n t u k mengendalikan forum, sehingga tidak terjadi dominasi. Model Diskusi Kelompok atau Diskusi Kelompok Terfokus adalah model partisipatif yang memberi peluang yang sama kepada semua peserta untuk menyampaikan usulan atau pendapatnya, baik dengan berbicara maupun dengan menuliskannya di atas kertas.

Foto: Dok. Yayasan BaKTI/Syaifullah

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

INFORMASI LEBIH LANJUT

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai ProgramMAMPU-Yayasan BaKTI anda dapat menghubungi email [email protected]

Foto: Dok. Yayasan BaKTI

Foto: Dok. Yayasan BaKTI

15 16BaKTINews BaKTINews

Selama ini Anggota Dewan mengalami kesulitan karena hanya mendapatkan dokumen tertulis dari eksekutif. Tidak ada dokumen lain yang valid yang dapat digunakan sebagai bahan pembanding dalam perencanaan pembangunan maupun penganggaran. Karena pertemuan pada reses dilakukan secara partisipatif, maka perlengkapan dalam pertemuan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan, seperti layout ruang pertemuan berbentuk huruf U atau setengah lingkaran. Tempat pertemuan juga memungkinkan peserta lebih nyaman dalam mengikuti pertemuan. Perlengkapan lainnya seperti kertas plano, meta plan, spidol, dan flipchart .

Bukan Hanya Konstituen Laki-laki Jika berkaca pada model reses yang selama ini dilakukan oleh Anggota Dewan, dengan menggunakan anggaran yang besar, seharusnya mendapatkan usulan-usulan yang variatif dari masyarakat, tetapi yang terjadi pada setiap reses adalah, usulan yang banyak dikeluhkan atau disampaikan warga adalah melulu infrastruktur, sarana fisik. Sehingga warga miskin yang harusnya mengusulkan kebutuhan-kebutuhan terkait dengan bantuan kebutuhan langsung atau pokok, permodalan, dan penguatan ekonomi tidak pernah terekam, karenanya program atau proyek yang direalisasikan pun sulit menyentuh mereka.

Selama ini, reses yang sudah konvensional, peserta reses didominasi oleh laki-laki. Itu karena elit di masyarakat pun didominasi oleh laki-laki. Perempuan sekadar pelengkap dan penyedia konsumsi. Elit yang laki-laki ini pun hanyalah orang-orang yang dekat dengan Anggota Dewan, seperti aparat pemerintah, tim sukses, dan tokoh-tokoh setempat. Penentuan peserta Reses Konvensional biasanya dilakukan oleh elit partai dan tim sukses, sehingga peserta reses hanya dari kelurahan/desa tertentu saja, tidak mewakili unsur-unsur yang ada di dalam masyarakat. Pola ini diubah dalam Reses Partisipatif, di mana peserta reses adalah konstituen di seluruh daerah pemilihan. Peserta Reses Partisipatif di Parepare merupakan perwakilan dari semua kelurahan yang menjadi Dapil anggota dewan. Penentuan peserta reses di lakukan oleh Kelompok Konstituen, dan dari masing-masing kelurahan sebanyak 5 orang, yang di dalamnya terdapat wakil dari perempuan miskin. Peserta reses tidak hanya pemilih dari Anggota Dewan yang melakukan reses, tetapi dari semua unsur dan strata sosial di masyarakat yang menjadi konstituen. Dengan begitu Reses Partisipatif tidak lagi didominasi oleh konstituen laki-laki. Konstituen perempuan, perempuan miskin, penyandang disabilitas, dan kelompok marjinal lainnya adalah, konstituen yang paling sedikit

dilibatkan dalam Reses Konvensional. Reses Partisipatif mengutamakan peserta dari perwakilan kelompok-kelompok tersebut antara 50-70 %.

Mencegah Dominasi! Jika suatu pertemuan dihadiri oleh elit atau tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah setempat, maka peserta lainnya hanya menjadi peserta pasif , dan cenderung menerima argumen, usulan, atau aspirasi dari tokoh atau elit. Walaupun peserta pasif tersebut tidak setuju dengan apa yang diusulkan oleh tokoh atau elit. Ini sudah umum, karena setting pertemuan sistem klasikal tersebut yang memungkinkan terjadi dominasi, dan proporsi peserta pertemuan yang memang didominasi oleh tokoh yang umumnya dibangun oleh kekuasaan. Ruangan pertemuan dengan tempat duduk yang ditata secara klasikal menempatkan tokoh pada tempat duduk paling depan. Tokoh-tokoh ini kemudian dipersilahkan oleh moderator untuk berbicara dan mendominasi pertemuan. Moderator pertemuan juga adalah tokoh yang tidak mempunyai pengetahuan dan perspektif mengenai partisipasi, dominasi, hegemoni, dan hubungan kekuasaan, sehingga tidak membatasi pembicaraan tokoh-tokoh yang cenderung menggurui dan menggiring forum untuk menyetujui kepentingannya.

Reses Partisipatif tidak melulu menggunakan sistem klasikal dalam pertemuan. Reses Partisipatif tidak menjadikan tempat pertemuan sebagai faktor pembatas. Pertemuan bisa dilakukan di halaman rumah, bagian bawah rumah panggung, di bawah pohon rindang, dan tempat-tempat pertemuan yang sudah umum. Penataan tempat duduk pada Reses Partisipatif ditata dalam bentuk huruf U atau bentuk lingkaran/bundar atau bentuk lain, namun harus mempertimbangkan agar peserta mempunyai posisi dan peluang yang sama berinteraksi dengan narasumber atau fasilitator/moderator. Model Reses Partisipatif mengupayakan pencegahan dominasi dari peserta tertentu. Karena itu, selain penataan tempat pertemuan yang mendukung model partisipatif, fasilitator/ moderator pertemuan juga harus mempunyai p e n g e t a h u a n d a n k e t r a m p i l a n u n t u k mengendalikan forum, sehingga tidak terjadi dominasi. Model Diskusi Kelompok atau Diskusi Kelompok Terfokus adalah model partisipatif yang memberi peluang yang sama kepada semua peserta untuk menyampaikan usulan atau pendapatnya, baik dengan berbicara maupun dengan menuliskannya di atas kertas.

Foto: Dok. Yayasan BaKTI/Syaifullah

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

INFORMASI LEBIH LANJUT

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai ProgramMAMPU-Yayasan BaKTI anda dapat menghubungi email [email protected]

Foto: Dok. Yayasan BaKTI

Foto: Dok. Yayasan BaKTI

18BaKTINews BaKTINews17

atau lampu-lampu dengan luas wilayah yang besar hingga bisa ditangkap oleh kamera satelit. Jika lebih diperbesar lagi, dan dibandingkan dengan berbagai kota di Indonesia Timur terutama di wilayah Provinsi Maluku dan Papua, kita bisa lihat cahaya besar yang tertangkap itu luasnya bisa melebihi kota Ambon (ibukota provinsi Maluku), Kota Tual/Langgur (ibukota Kabupaten Maluku Tenggara), Kota Dobo (ibukota Kabupaten Kepulauan Aru), Bahkan intensitas cahayanya melebihi dari perusahaan tambang emas raksasa di dunia: PT Freeport di pegunungan Tembagapura, Papua. Jika semakin dekat dan diperbesar, maka foto satelit tengah malam telah membuka rahasia kota Tengah Lautan yang bukan hanya berupa puluhan kumpulan kapal. Namun dilihat dari besaran cahaya yang hampir menyerupai Kepulauan Aru, kita bisa bayangkan berapa ratus

Kisah Kota Tengah Laut yang Menghilang

eberapa tahun silam, warga Aru yang berdekatan dengan laut Arafura pernah bercerita tentang kisah sebuah kota di tengah lautan

lepas. Kota yang bisa dijangkau dengan speedboat beberapa jam dari daratan. Mereka bercerita tentang kehidupan di tengah laut saat malam tiba. Kumpulan kapal-kapal ikan yang berlabuh hingga dari jauh terlihat seperti sebuah kota di tengah lautan lepas. Pertama mendengar kisah ini mungkin kita beranggapan ada beberapa kapal yang berlabuh untuk istirahat dalam mencari ikan di laut Arafura. Tak ada bukti berupa foto ataupun jumlah kapal yang bisa kita angankan sebagai sebuah kota di tengah lautan lepas. Hingga cerita ini pun menjadi semacam cerita biasa yang tak berdampak luas. Namun pada tahun 2012 silam, website Night Earth menerbitkan foto-foto dunia dari satelit

pada malam hari. Salah satu yang bisa diliat adalah Indonesia seperti gambar diatas yang menampilkan foto satelit malam Indonesia. Jika dilihat sekilas, maka kita hanya akan fokus melihat bagaimana pemerataan energi di Indonesia (terutama Listrik) tidak merata. dimana Indonesia Barat terutama pulau jawa lebih terang dari pada daerah lain. Semakin ke timur, maka pemerataan energi listrik terlihat semakin menipis, di timur terlihat lebih gelap dan sangat kontras dibandingkan dengan pulau Jawa yang keliatan hampir merata terang benderangnya. Namun, silahkan cermati peta di atas. Pada p e t a i n i d a p at d i l i h at ko n d i s i w i l aya h Indonesia Timur yang hampir gelap secara kesuluruhan. Namun ditengah kegelapan ada hal yang paling menarik di pojok bawah (lingkaran putih) dimana terlihat cahaya yang lumayan besar sebagai tanda ada sebuah kota

Oleh Almascatie

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

ribu atau juta kapal yang mampu membuat cahaya yang melebihi kota-kota di Timur Indonesia itu. Kenyataan dari foto satelit ini rupanya membuka hal lain. Bukan rahasia umum di Indonesia, yang mana adalah negara dengan laut terbesar di dunia, namun hasil laut tidak banyak memberikan konstribusi bagi negara. Pendapat negara dari laut yang luas ini dikalahkan oleh pendapat lain. Apalagi untuk daerah-daerah yang punya laut luas dan ikan banyak seperti Maluku, dan Maluku Utara. Mempunyai wilayah laut yang luas bukan berarti pendapatan daerah dari hasil laut akan meningkat, bahkan kenyataannya tak ada satupun kota di indonesia yang mampu produksi ikan lebih banyak dibandingkan negara-negara tetangga. Belum lagi harga ikan yang melambung tinggi, berbanding terbalik dengan wilayah lautan yang luas.

B

Lingkaran putih adalah areal yang diperbesar. Sebarantitik terang membentang begitu luasnya dibagian selatan pulau Trangan di Kepulauan Aru. Seperti pulau di tengah laut, titik-titik terang ini berasal dari kapal-kapal ikan yangberoperasi di laut Banda dan Arafura. Sumber : www.nightearth.com

Kepulauan Aru

18BaKTINews BaKTINews17

atau lampu-lampu dengan luas wilayah yang besar hingga bisa ditangkap oleh kamera satelit. Jika lebih diperbesar lagi, dan dibandingkan dengan berbagai kota di Indonesia Timur terutama di wilayah Provinsi Maluku dan Papua, kita bisa lihat cahaya besar yang tertangkap itu luasnya bisa melebihi kota Ambon (ibukota provinsi Maluku), Kota Tual/Langgur (ibukota Kabupaten Maluku Tenggara), Kota Dobo (ibukota Kabupaten Kepulauan Aru), Bahkan intensitas cahayanya melebihi dari perusahaan tambang emas raksasa di dunia: PT Freeport di pegunungan Tembagapura, Papua. Jika semakin dekat dan diperbesar, maka foto satelit tengah malam telah membuka rahasia kota Tengah Lautan yang bukan hanya berupa puluhan kumpulan kapal. Namun dilihat dari besaran cahaya yang hampir menyerupai Kepulauan Aru, kita bisa bayangkan berapa ratus

Kisah Kota Tengah Laut yang Menghilang

eberapa tahun silam, warga Aru yang berdekatan dengan laut Arafura pernah bercerita tentang kisah sebuah kota di tengah lautan

lepas. Kota yang bisa dijangkau dengan speedboat beberapa jam dari daratan. Mereka bercerita tentang kehidupan di tengah laut saat malam tiba. Kumpulan kapal-kapal ikan yang berlabuh hingga dari jauh terlihat seperti sebuah kota di tengah lautan lepas. Pertama mendengar kisah ini mungkin kita beranggapan ada beberapa kapal yang berlabuh untuk istirahat dalam mencari ikan di laut Arafura. Tak ada bukti berupa foto ataupun jumlah kapal yang bisa kita angankan sebagai sebuah kota di tengah lautan lepas. Hingga cerita ini pun menjadi semacam cerita biasa yang tak berdampak luas. Namun pada tahun 2012 silam, website Night Earth menerbitkan foto-foto dunia dari satelit

pada malam hari. Salah satu yang bisa diliat adalah Indonesia seperti gambar diatas yang menampilkan foto satelit malam Indonesia. Jika dilihat sekilas, maka kita hanya akan fokus melihat bagaimana pemerataan energi di Indonesia (terutama Listrik) tidak merata. dimana Indonesia Barat terutama pulau jawa lebih terang dari pada daerah lain. Semakin ke timur, maka pemerataan energi listrik terlihat semakin menipis, di timur terlihat lebih gelap dan sangat kontras dibandingkan dengan pulau Jawa yang keliatan hampir merata terang benderangnya. Namun, silahkan cermati peta di atas. Pada p e t a i n i d a p at d i l i h at ko n d i s i w i l aya h Indonesia Timur yang hampir gelap secara kesuluruhan. Namun ditengah kegelapan ada hal yang paling menarik di pojok bawah (lingkaran putih) dimana terlihat cahaya yang lumayan besar sebagai tanda ada sebuah kota

Oleh Almascatie

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

ribu atau juta kapal yang mampu membuat cahaya yang melebihi kota-kota di Timur Indonesia itu. Kenyataan dari foto satelit ini rupanya membuka hal lain. Bukan rahasia umum di Indonesia, yang mana adalah negara dengan laut terbesar di dunia, namun hasil laut tidak banyak memberikan konstribusi bagi negara. Pendapat negara dari laut yang luas ini dikalahkan oleh pendapat lain. Apalagi untuk daerah-daerah yang punya laut luas dan ikan banyak seperti Maluku, dan Maluku Utara. Mempunyai wilayah laut yang luas bukan berarti pendapatan daerah dari hasil laut akan meningkat, bahkan kenyataannya tak ada satupun kota di indonesia yang mampu produksi ikan lebih banyak dibandingkan negara-negara tetangga. Belum lagi harga ikan yang melambung tinggi, berbanding terbalik dengan wilayah lautan yang luas.

B

Lingkaran putih adalah areal yang diperbesar. Sebarantitik terang membentang begitu luasnya dibagian selatan pulau Trangan di Kepulauan Aru. Seperti pulau di tengah laut, titik-titik terang ini berasal dari kapal-kapal ikan yangberoperasi di laut Banda dan Arafura. Sumber : www.nightearth.com

Kepulauan Aru

19 BaKTINews BaKTINews 20

Menteri Susi dan kebijakan “Tenggelamkan Saja” Pada 2014, Presiden Jokowi melantik Dr. (HC) Susi Pudjiastuti atau lebih di kenal dengan nama Ibu Susi, Sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan I n d o n es i a . Ta k b a nya k ya n g m e n ge n a l perempuan tangguh ini selain kontroversi tato dan merokok di hari pertama pelantikan. Banyak yang memandang remeh perempuan yang cuma lulusan SMP namun terpilih menjadi Menteri di Kabinet Kerja Jokowi. Namun hal itu tak berarti banyak dan tak butuh waktu lama untuk Ibu Susi membuktikan kepada publik bahwa beliau layak memegang amanah sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia. Pada awal masa jabatan, kebijakan pertama pertama dalam membenahi sektor perikanan dan kelautan adalah penegakan hukum. Kebijakan ini menimbulkan efek yang sangat mengejutkan di sektor perikanan, terutama perang terhadap illegal Fishing atau pencurian ikan di Indonesia. Sejak 2016 tercatat ratusan kapal yang dibakar dan ditenggelamkan setelah berhasil disita karena melanggar hukum di Indonesia. M e s k i p a d a a w a l n y a k e b i j a k a n i n i mengakibatkan anjloknya nilai pertumbuhan ekspor perikanan, namun tak butuh waktu lama pendapatan dari sektor perikanan Indonesia naik dengan drastis. Data statistik yang dirilis oleh situs databoks.co.id menggambarkan ekspor ikan ke Amerika pada tahun 2015 anjlok. Namun itu tuntas pada 2016, dimana per Juli 2016 nilai ekspor meningkat menjadi 7,84 persen melebihi nilai ekspor pada tahun 2015. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan hingga Agustus 2016 mencapai Rp 279,7 miliar, melonjak lebih dari seratus persen dibandingkan pada 2015. Capaian ini juga lebih tinggi dari posisi 2014. Hingga akhir 2016, total PNBP perikanan diperkirakan akan mencapai Rp 300 miliar. Lonjakan PNBP perikanan 2016 merupakan dampak dari moratorium kapal-kapal eks asing dan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan lainnya. Semua PNBP tersebut merupakan hasil setoran dari kapal ikan nasional. Selain itu, penghematan pemberian subsidi pembelian bahan bakar bagi nelayan juga

turut menyumbang naiknya pendapatan bukan pajak sektor perikanan (katadata.co.id) Kebijakan yang tegas dari Menteri Susi ini pun mulai berimbas ke berbagai daerah, imbas yang menguntungkan tentunya dapat dirasakan oleh provinsi-provinsi yang punya wilayah laut yang luas seperti Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara, pada awal 2017 Provinsi Maluku Utara misalnya mulai melakukan ekspor perdana ke Amerika. “Selama 20 tahun, Maluku Utara belum pernah ekspor ikan, tahun 2017 kita canangkan kebangkitan perikanan Malut” ujar Kepala DKP Provinsi Maluku Utara, Buyung Radjiloen. Maluku Utara berencana mengekspor 16 ton Tuna Saku ke Amerika. Begitu pula dengan Provinsi Maluku yang mulai melakukan ekspor ke berbagai negara di dunia. Banyak pemerintah daerah yang selama ini tidak mampu berbuat apa-apa terhadap wilayah lautnya mulai melirik laut sebagai sumber p e n d a p a t a n y a n g m a m p u m e n o p a n g pembangunan daerah. Kebijakan kelautan oleh Ibu Susi mungkin bagi sebagian orang terutama para pengusaha yang selama ini menggeruk keuntungan tanpa berbagi dengan negara menjadi menakutkan. Maka di tangan Ibu Susi masa depan cerah maritim Indonesia terlihat cerah.

Sejahtera dari Laut Dengan kondisi perikanan dan kelautan yang cerah saat ini, tak heran jika para nelayan yang selama ini bergantung pada kehidupan laut bisa bermimpi dengan baik, berbagai visi tentang kelautan yang berpihak pada nelayan selama ini mulai menjadi kenyataan. Potensi laut Indonesia jika dikelola dengan baik, maka efek yang dirasakan tidak hanya akan berdampak pada nelayan namun akan mengakibatkan efek yang sangat baik bagi setiap orang yang berhubungan dengan laut. Untuk melihat lebih banyak data dan perkembangan terkait sektor kelautan dan perikanan bisa mengakses situs data statistik indonesia di databoks.co.id, karena kebijakan-kebijakan yang menguntungkan maupun yang terjelek dapat dibaca dengan gampang melalui statistik. Lalu apa hubungannya kota tengah lautan dan kebijakan Penegakan Hukum Ibu Susi dalam memberantas Illegal Fishing pada awal tadi?. Rupanya kebijakan Ibu Susi tersebut sangat-sangat berimbas terhadap kota tengah lautan. Foto satelit NASA pada tahun 2016 menunjuk-kan bahwa hampir 90% kota di tengah laut telah menghilang. Kapal-kapal yang berlabuh dan melakukan penangkapan ikan di Laut Arafura

entah dikemanain oleh pemiliknya. Mungkin mereka takut jika harus menghadapi tegasnya Ibu Susi dalam memberantas mafia perikanan di laut Indonesia. Dari foto satelit malam tahun 2016, dapat kita lihat kota tengah malam yang diceritakan diatas berkurang sangat drastis. Berkurangnya kapal-kapal ini akibat kebijakan penegakan hukum oleh Ibu Susi, yang membuat para pencuri ikan terpaksa harus berpikir ulang untuk mereguk keuntungan di laut Indonesia. Satu langkah awal yang sangat baik telah dimulai oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk bangkit dari laut.

INFORMASI LEBIH LANJUTSumber Data Statistik: databoks.co.idTulisan ini juga dapat dibaca di blog Almascatie pada link berikut http://almascatie.id/2017/04/kisah-kota-tengah-laut-yang-menghilang/

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Potensi Laut Indonesia Kebijakan Menteri Susi mensejahterakan nelayan

Kota tengah laut berkurang drastis

19 BaKTINews BaKTINews 20

Menteri Susi dan kebijakan “Tenggelamkan Saja” Pada 2014, Presiden Jokowi melantik Dr. (HC) Susi Pudjiastuti atau lebih di kenal dengan nama Ibu Susi, Sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan I n d o n es i a . Ta k b a nya k ya n g m e n ge n a l perempuan tangguh ini selain kontroversi tato dan merokok di hari pertama pelantikan. Banyak yang memandang remeh perempuan yang cuma lulusan SMP namun terpilih menjadi Menteri di Kabinet Kerja Jokowi. Namun hal itu tak berarti banyak dan tak butuh waktu lama untuk Ibu Susi membuktikan kepada publik bahwa beliau layak memegang amanah sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia. Pada awal masa jabatan, kebijakan pertama pertama dalam membenahi sektor perikanan dan kelautan adalah penegakan hukum. Kebijakan ini menimbulkan efek yang sangat mengejutkan di sektor perikanan, terutama perang terhadap illegal Fishing atau pencurian ikan di Indonesia. Sejak 2016 tercatat ratusan kapal yang dibakar dan ditenggelamkan setelah berhasil disita karena melanggar hukum di Indonesia. M e s k i p a d a a w a l n y a k e b i j a k a n i n i mengakibatkan anjloknya nilai pertumbuhan ekspor perikanan, namun tak butuh waktu lama pendapatan dari sektor perikanan Indonesia naik dengan drastis. Data statistik yang dirilis oleh situs databoks.co.id menggambarkan ekspor ikan ke Amerika pada tahun 2015 anjlok. Namun itu tuntas pada 2016, dimana per Juli 2016 nilai ekspor meningkat menjadi 7,84 persen melebihi nilai ekspor pada tahun 2015. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan hingga Agustus 2016 mencapai Rp 279,7 miliar, melonjak lebih dari seratus persen dibandingkan pada 2015. Capaian ini juga lebih tinggi dari posisi 2014. Hingga akhir 2016, total PNBP perikanan diperkirakan akan mencapai Rp 300 miliar. Lonjakan PNBP perikanan 2016 merupakan dampak dari moratorium kapal-kapal eks asing dan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan lainnya. Semua PNBP tersebut merupakan hasil setoran dari kapal ikan nasional. Selain itu, penghematan pemberian subsidi pembelian bahan bakar bagi nelayan juga

turut menyumbang naiknya pendapatan bukan pajak sektor perikanan (katadata.co.id) Kebijakan yang tegas dari Menteri Susi ini pun mulai berimbas ke berbagai daerah, imbas yang menguntungkan tentunya dapat dirasakan oleh provinsi-provinsi yang punya wilayah laut yang luas seperti Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara, pada awal 2017 Provinsi Maluku Utara misalnya mulai melakukan ekspor perdana ke Amerika. “Selama 20 tahun, Maluku Utara belum pernah ekspor ikan, tahun 2017 kita canangkan kebangkitan perikanan Malut” ujar Kepala DKP Provinsi Maluku Utara, Buyung Radjiloen. Maluku Utara berencana mengekspor 16 ton Tuna Saku ke Amerika. Begitu pula dengan Provinsi Maluku yang mulai melakukan ekspor ke berbagai negara di dunia. Banyak pemerintah daerah yang selama ini tidak mampu berbuat apa-apa terhadap wilayah lautnya mulai melirik laut sebagai sumber p e n d a p a t a n y a n g m a m p u m e n o p a n g pembangunan daerah. Kebijakan kelautan oleh Ibu Susi mungkin bagi sebagian orang terutama para pengusaha yang selama ini menggeruk keuntungan tanpa berbagi dengan negara menjadi menakutkan. Maka di tangan Ibu Susi masa depan cerah maritim Indonesia terlihat cerah.

Sejahtera dari Laut Dengan kondisi perikanan dan kelautan yang cerah saat ini, tak heran jika para nelayan yang selama ini bergantung pada kehidupan laut bisa bermimpi dengan baik, berbagai visi tentang kelautan yang berpihak pada nelayan selama ini mulai menjadi kenyataan. Potensi laut Indonesia jika dikelola dengan baik, maka efek yang dirasakan tidak hanya akan berdampak pada nelayan namun akan mengakibatkan efek yang sangat baik bagi setiap orang yang berhubungan dengan laut. Untuk melihat lebih banyak data dan perkembangan terkait sektor kelautan dan perikanan bisa mengakses situs data statistik indonesia di databoks.co.id, karena kebijakan-kebijakan yang menguntungkan maupun yang terjelek dapat dibaca dengan gampang melalui statistik. Lalu apa hubungannya kota tengah lautan dan kebijakan Penegakan Hukum Ibu Susi dalam memberantas Illegal Fishing pada awal tadi?. Rupanya kebijakan Ibu Susi tersebut sangat-sangat berimbas terhadap kota tengah lautan. Foto satelit NASA pada tahun 2016 menunjuk-kan bahwa hampir 90% kota di tengah laut telah menghilang. Kapal-kapal yang berlabuh dan melakukan penangkapan ikan di Laut Arafura

entah dikemanain oleh pemiliknya. Mungkin mereka takut jika harus menghadapi tegasnya Ibu Susi dalam memberantas mafia perikanan di laut Indonesia. Dari foto satelit malam tahun 2016, dapat kita lihat kota tengah malam yang diceritakan diatas berkurang sangat drastis. Berkurangnya kapal-kapal ini akibat kebijakan penegakan hukum oleh Ibu Susi, yang membuat para pencuri ikan terpaksa harus berpikir ulang untuk mereguk keuntungan di laut Indonesia. Satu langkah awal yang sangat baik telah dimulai oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk bangkit dari laut.

INFORMASI LEBIH LANJUTSumber Data Statistik: databoks.co.idTulisan ini juga dapat dibaca di blog Almascatie pada link berikut http://almascatie.id/2017/04/kisah-kota-tengah-laut-yang-menghilang/

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Potensi Laut Indonesia Kebijakan Menteri Susi mensejahterakan nelayan

Kota tengah laut berkurang drastis

21 22BaKTINews BaKTINews

Foto: Dok. Yayasan BaKTI/ Fadhilah Mansyur

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

nak-anak adalah harapan bagi kemajuan bangsa dan negara. Kami berharap semua elemen masyarakat dapat bekerjasama untuk

mendukung kemajuan Pendidikan yang ada di desa Nyari dan desa Merayuh. Tanpa dukungan kita, pendidikan bagi anak-anak kita ini tidak bisa menjadi lebih baik” ujar ibu Jajuk, Kepala Desa N y a r i d a l a m s a m b u t a n n y a s a a t memimpin upacara pengibaran bendera peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, 17 Agustus 2017. Desa Nyari, Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat adalah salah satu desa terluar dan

AMerah Putih

terpencil di Indonesia. Desa ini sangat terpencil dengan waktu tempuh menuju ibukota kabupaten adalah kurang lebih 4 jam sedangkan untuk sampai ke perbatasan negara Indonesia dan Malaysia, Entikong, hanya dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam. Layanan kesehatan sama sekali belum tersedia di desa ini. Apabila ada penduduk yang sakit, mereka harus pergi ke Entikong yang memiliki jarak tempuh kurang lebih 1 jam. Sayangnya fasilitas dan tenaga medis yang tersedia di Entikong pun sangat terbatas. Hal ini menyebabkan sebagian besar penduduk yang ingin memperoleh layanan kesehatan yang lebih baik, harus menyeberang ke Rumah Sakit di Kuching, Malaysia yang hanya berjarak kurang lebih 2 jam dibandingkan harus ke Kota Pontianak, Ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki waktu tempuh hingga 8 jam. Selain minim fasilitas kesehatan, layanan listrik negara juga belum menjangkau Desa N y a r i . S e b a g i a n b e s a r w a r g a m a s i h menggunakan genset untuk menyalakan listrik pada malam hari dan sebagian lainnya hanya mengandalkan lampu minyak sepanjang malam. Anak-anak di Desa Nyari tidak pernah mengenal gadget karena sinyal telepon juga belum sampai ke daerah ini. Beberapa orang dewasa yang memiliki telepon genggam hanya

m e n g g u n a k a n t e l e p o n m e r e k a u n t u k mengambil foto dan mendengarkan musik atau menyimpannya untuk dipakai ketika mereka ke kota kecamatan.

Perayaan Kemerdekaan Indonesia di Nyari Walupun jarak desa ini yang lebih dekat ke Negara Malaysia dibandingkan dengan kota kabupatennya sendiri, masyarakat desa ini m e m i l i k i k e b i a s a a n m e n a r i k u n t u k mengingatkan mereka kepada tanah air sekaligus sebagai bukti kecintaan mereka kepada Negara Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus setiap tahun, Desa Nyari dan desa tetangganya, Desa Merayuh, menggabung pelaksanaan upacara peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Upacara pengibaran bendera melibatkan pemerintah dari kedua desa dan semua siswa dari 5 sekolah yang berada dalam wilayah Nyari dan Merayuh, termasuk SDN 05 Nyari, SDN 22 Nyake Tembawang, SDN 32 Antuai, SDN 21 Merayuh, SMP 3 Air Besar. Tiga dari lima sekolah tersebut merupakan bagian dari intervensi KIAT Guru. Sehari sebelum upacara dilaksanakan, murid-murid yang dipilih menjadi petugas upacara melakukan latihan. Rencananya, latihan akan dilaksanakan di lapangan sekolah dan

Oleh Fadhilah Mansyur

dari Ujung Negeri

21 22BaKTINews BaKTINews

Foto: Dok. Yayasan BaKTI/ Fadhilah Mansyur

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

nak-anak adalah harapan bagi kemajuan bangsa dan negara. Kami berharap semua elemen masyarakat dapat bekerjasama untuk

mendukung kemajuan Pendidikan yang ada di desa Nyari dan desa Merayuh. Tanpa dukungan kita, pendidikan bagi anak-anak kita ini tidak bisa menjadi lebih baik” ujar ibu Jajuk, Kepala Desa N y a r i d a l a m s a m b u t a n n y a s a a t memimpin upacara pengibaran bendera peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, 17 Agustus 2017. Desa Nyari, Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat adalah salah satu desa terluar dan

AMerah Putih

terpencil di Indonesia. Desa ini sangat terpencil dengan waktu tempuh menuju ibukota kabupaten adalah kurang lebih 4 jam sedangkan untuk sampai ke perbatasan negara Indonesia dan Malaysia, Entikong, hanya dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam. Layanan kesehatan sama sekali belum tersedia di desa ini. Apabila ada penduduk yang sakit, mereka harus pergi ke Entikong yang memiliki jarak tempuh kurang lebih 1 jam. Sayangnya fasilitas dan tenaga medis yang tersedia di Entikong pun sangat terbatas. Hal ini menyebabkan sebagian besar penduduk yang ingin memperoleh layanan kesehatan yang lebih baik, harus menyeberang ke Rumah Sakit di Kuching, Malaysia yang hanya berjarak kurang lebih 2 jam dibandingkan harus ke Kota Pontianak, Ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki waktu tempuh hingga 8 jam. Selain minim fasilitas kesehatan, layanan listrik negara juga belum menjangkau Desa N y a r i . S e b a g i a n b e s a r w a r g a m a s i h menggunakan genset untuk menyalakan listrik pada malam hari dan sebagian lainnya hanya mengandalkan lampu minyak sepanjang malam. Anak-anak di Desa Nyari tidak pernah mengenal gadget karena sinyal telepon juga belum sampai ke daerah ini. Beberapa orang dewasa yang memiliki telepon genggam hanya

m e n g g u n a k a n t e l e p o n m e r e k a u n t u k mengambil foto dan mendengarkan musik atau menyimpannya untuk dipakai ketika mereka ke kota kecamatan.

Perayaan Kemerdekaan Indonesia di Nyari Walupun jarak desa ini yang lebih dekat ke Negara Malaysia dibandingkan dengan kota kabupatennya sendiri, masyarakat desa ini m e m i l i k i k e b i a s a a n m e n a r i k u n t u k mengingatkan mereka kepada tanah air sekaligus sebagai bukti kecintaan mereka kepada Negara Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus setiap tahun, Desa Nyari dan desa tetangganya, Desa Merayuh, menggabung pelaksanaan upacara peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Upacara pengibaran bendera melibatkan pemerintah dari kedua desa dan semua siswa dari 5 sekolah yang berada dalam wilayah Nyari dan Merayuh, termasuk SDN 05 Nyari, SDN 22 Nyake Tembawang, SDN 32 Antuai, SDN 21 Merayuh, SMP 3 Air Besar. Tiga dari lima sekolah tersebut merupakan bagian dari intervensi KIAT Guru. Sehari sebelum upacara dilaksanakan, murid-murid yang dipilih menjadi petugas upacara melakukan latihan. Rencananya, latihan akan dilaksanakan di lapangan sekolah dan

Oleh Fadhilah Mansyur

dari Ujung Negeri

23 BaKTINews 24BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

disaksikan oleh orangtua dan guru yang saat itu sedang mengadakan pertemuan KIAT Guru. Namun, hujan yang turun dengan deras tidak memungkinkan mereka untuk berlatih di lapangan sekolah. Latihan pun berpindah tempat di teras kelas depan kantor sekolah yang tidak begitu luas. Murid-murid merasa kecewa melakukan simulasi upacara dengan serius. Selain murid-murid dan guru, Kepala Desa Nyari yang didaulat menjadi Inspektur Upacara juga ikut hadir. Berbeda dengan murid-murid yang ceria dan semangat saat simulasi, Ibu Kepala Desa terlihat lebih gugup. Upacara tahun ini merupakan upacara pertamanya setelah terpilih menjadi Kepala Desa. Sebelum menjabat Kepala Desa, ibu Jajuk selalu berada di barisan peserta. Tahun ini beliau menjadi Inspektur Upacara. Tampak beberapa kali beliau bertanya dan meminta masukan seputar tugas seorang Inspektur upacara. Semua

orang yang terlibat baik murid, guru hingga kepala desa bersama-sama ingin memastikan upacara berjalan dengan lancar. Tanggal 17 Agustus 2017, para murid yang mengikuti upacara telah memadati lapangan sejak pagi. Mereka datang dengan berjalan kaki dari kampung-kampung yang berjarak hingga 5 kilometer dari lapangan SDN 05 Nyar, tempat diadakannya upacara pengibaran bendera. Tepat pukul 9 pagi seluruh peserta upacara telah berada di barisannya masing-masing. Laporan Pemimpin Upacara kepada Kepala Desa Nyari, Ibu Jajuk selaku Inspektur Upacara menandai dimulainya peringatan kemerdekaan 17 Agustus. Selanjutnya diikuti dengan pengibaran bendera merah putih oleh murid SDN 05 Nyari. Ada yang tidak biasa pada upacara tahun ini. Jika biasanya yang menjadi petugas upacara adalah murid-murid SMP, maka tahun ini murid-murid SD yang menjadi petugas upacara.

Di luar lapangan upacara, tampak warga yang antusias menyaksikan jalannya upacara kemerdekaan ini. Mereka datang dari berbagai kampung di sekitar Nyari dan Merayuh. Saat prosesi upacara berlangsung, mereka beringsut mendekati pinggir pagar sekolah untuk melihat lebih dekat pengibaran bendera merah putih. Beberapa diantaranya adalah orangtua murid yang ingin melihat anak-anaknya bertugas menjalankan upacara. Upacara perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Desa ini setiap tahunnya selalu menarik perhatian warga. “Senang saja berkumpul rame-rame di sini”, ungkap seorang warga dari Kampung Batu Baru.

Lomba dan Reuni Keluarga Upacara peringatan kemerdekaan tak lengkap tanpa keseruan dari beragam lomba yang mempererat tali persaudaraan dan rasa kebangsaan. Bagi murid-murid sekolah di Desa Nyari dan Merayuh, tahun ini diadakan 9 perlombaan mulai dari senam kreasi, lomba lari 50 meter putra dan putri, lomba lari 100 meter putra dan putri, lomba balap karung, lomba membawa kelereng, lomba memasukkan air dalam botol, hingga lomba makan kerupuk. Setiap sekolah mengutus perwakilan untuk mengikuti cabang-cabang perlombaan. Keseruan lomba tak hanya tampak dari ekspresi anak-anak yang bertanding namun juga dari warga dan orangtua murid yang datang menyaksikan perlombaan. Mereka rela berpanas-panasan di pinggir lapangan sambil berteriak-teriak menyemangati anak-anaknya. Banyak dari mereka yang meliburkan diri dari perkejaan mereka di kebun dan di ladang untuk berkumpul bersama. Momen 17 Agustus di Nyari dan Merayuh juga menjadi momen untuk kumpul keluarga. Setelah menikah, banyak warga yang keluar dari kampungnya dan tinggal

dikampung lain sehingga jarang berkumpul dengan keluarganya. Pada kesempatan tersebut mereka bertemu kembali dengan keluarganya. Contohnya saja, Kepala Desa SDN 05 Nyari yang sebenarnya berasal dari Desa Merayuh, kembali bertemu dengan saudaranya yang merupakan guru di SDN 21 Merayuh. Pada sore hari tibalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua murid yaitu pengumuman pemenang dan penyerahan hadiah. Hadiah yang mereka dapatkan hanya berupa buku dan pulpen. Anak yang mendapatkan juara 1, mendapatkan 3 buku dan 3 pulpen, juara kedua mendapatkan 2 buku dan 2 pulpen sedangkan juara ketiga mendapatkan 1 buku dan 1 pulpen. Hadiah ini terlihat sangat sederhana, tidak dibungkus dengan kertas kado tapi cukup membuat murid-murid yang memenangkan lomba tersebut tersenyum senang.

INFORMASI LEBIH LANJUTUntuk mengetahui lebih lanjut mengenai Program ini. Hubungi kami melalui email [email protected]

1) Ibu Jajuk, Kepala Desa Nyari yang menjadi Inspektur Upacara, 2) Persiapan sebelum upacara. Beberapa anak ingin mencoba menjadi petugas upacara, 3) Prosesi Pengibaran Bendera oleh murid-murid SDN 5, Nyari, 4) Lomba Tarik Tambang, 5) Lomba Senam. Foto: Fadhilah Mansyur

1

2 3

4

5

23 BaKTINews 24BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

disaksikan oleh orangtua dan guru yang saat itu sedang mengadakan pertemuan KIAT Guru. Namun, hujan yang turun dengan deras tidak memungkinkan mereka untuk berlatih di lapangan sekolah. Latihan pun berpindah tempat di teras kelas depan kantor sekolah yang tidak begitu luas. Murid-murid merasa kecewa melakukan simulasi upacara dengan serius. Selain murid-murid dan guru, Kepala Desa Nyari yang didaulat menjadi Inspektur Upacara juga ikut hadir. Berbeda dengan murid-murid yang ceria dan semangat saat simulasi, Ibu Kepala Desa terlihat lebih gugup. Upacara tahun ini merupakan upacara pertamanya setelah terpilih menjadi Kepala Desa. Sebelum menjabat Kepala Desa, ibu Jajuk selalu berada di barisan peserta. Tahun ini beliau menjadi Inspektur Upacara. Tampak beberapa kali beliau bertanya dan meminta masukan seputar tugas seorang Inspektur upacara. Semua

orang yang terlibat baik murid, guru hingga kepala desa bersama-sama ingin memastikan upacara berjalan dengan lancar. Tanggal 17 Agustus 2017, para murid yang mengikuti upacara telah memadati lapangan sejak pagi. Mereka datang dengan berjalan kaki dari kampung-kampung yang berjarak hingga 5 kilometer dari lapangan SDN 05 Nyar, tempat diadakannya upacara pengibaran bendera. Tepat pukul 9 pagi seluruh peserta upacara telah berada di barisannya masing-masing. Laporan Pemimpin Upacara kepada Kepala Desa Nyari, Ibu Jajuk selaku Inspektur Upacara menandai dimulainya peringatan kemerdekaan 17 Agustus. Selanjutnya diikuti dengan pengibaran bendera merah putih oleh murid SDN 05 Nyari. Ada yang tidak biasa pada upacara tahun ini. Jika biasanya yang menjadi petugas upacara adalah murid-murid SMP, maka tahun ini murid-murid SD yang menjadi petugas upacara.

Di luar lapangan upacara, tampak warga yang antusias menyaksikan jalannya upacara kemerdekaan ini. Mereka datang dari berbagai kampung di sekitar Nyari dan Merayuh. Saat prosesi upacara berlangsung, mereka beringsut mendekati pinggir pagar sekolah untuk melihat lebih dekat pengibaran bendera merah putih. Beberapa diantaranya adalah orangtua murid yang ingin melihat anak-anaknya bertugas menjalankan upacara. Upacara perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Desa ini setiap tahunnya selalu menarik perhatian warga. “Senang saja berkumpul rame-rame di sini”, ungkap seorang warga dari Kampung Batu Baru.

Lomba dan Reuni Keluarga Upacara peringatan kemerdekaan tak lengkap tanpa keseruan dari beragam lomba yang mempererat tali persaudaraan dan rasa kebangsaan. Bagi murid-murid sekolah di Desa Nyari dan Merayuh, tahun ini diadakan 9 perlombaan mulai dari senam kreasi, lomba lari 50 meter putra dan putri, lomba lari 100 meter putra dan putri, lomba balap karung, lomba membawa kelereng, lomba memasukkan air dalam botol, hingga lomba makan kerupuk. Setiap sekolah mengutus perwakilan untuk mengikuti cabang-cabang perlombaan. Keseruan lomba tak hanya tampak dari ekspresi anak-anak yang bertanding namun juga dari warga dan orangtua murid yang datang menyaksikan perlombaan. Mereka rela berpanas-panasan di pinggir lapangan sambil berteriak-teriak menyemangati anak-anaknya. Banyak dari mereka yang meliburkan diri dari perkejaan mereka di kebun dan di ladang untuk berkumpul bersama. Momen 17 Agustus di Nyari dan Merayuh juga menjadi momen untuk kumpul keluarga. Setelah menikah, banyak warga yang keluar dari kampungnya dan tinggal

dikampung lain sehingga jarang berkumpul dengan keluarganya. Pada kesempatan tersebut mereka bertemu kembali dengan keluarganya. Contohnya saja, Kepala Desa SDN 05 Nyari yang sebenarnya berasal dari Desa Merayuh, kembali bertemu dengan saudaranya yang merupakan guru di SDN 21 Merayuh. Pada sore hari tibalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua murid yaitu pengumuman pemenang dan penyerahan hadiah. Hadiah yang mereka dapatkan hanya berupa buku dan pulpen. Anak yang mendapatkan juara 1, mendapatkan 3 buku dan 3 pulpen, juara kedua mendapatkan 2 buku dan 2 pulpen sedangkan juara ketiga mendapatkan 1 buku dan 1 pulpen. Hadiah ini terlihat sangat sederhana, tidak dibungkus dengan kertas kado tapi cukup membuat murid-murid yang memenangkan lomba tersebut tersenyum senang.

INFORMASI LEBIH LANJUTUntuk mengetahui lebih lanjut mengenai Program ini. Hubungi kami melalui email [email protected]

1) Ibu Jajuk, Kepala Desa Nyari yang menjadi Inspektur Upacara, 2) Persiapan sebelum upacara. Beberapa anak ingin mencoba menjadi petugas upacara, 3) Prosesi Pengibaran Bendera oleh murid-murid SDN 5, Nyari, 4) Lomba Tarik Tambang, 5) Lomba Senam. Foto: Fadhilah Mansyur

1

2 3

4

5

25 26BaKTINews BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Dalam waktu yang sama, BaKTI dan Forum Kawasan Timur Indonesia juga memfasilitasi pembentukan Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (J iKTI) mengingat kebutuhan p e r w u j u d a n k e b i j a k a n p e m b a n g u n a n berdasarkan penelitian di Kawasan Timur Indonesia. Sejak pembentukannya, Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-KTI dan JiKTI telah menjadi pelaku pengetahuan yang semakin dikenal dan secara aktif merepresentasikan kepentingan seluruh provinsi di Kawasan Timur Indonesia dengan melakukan berbagai kegiatan-k e g i a t a n y a n g m e n g h a s i l k a n p r o d u k pengetahuan dan pertukaran pengetahuan, serta mendukung solusi lokal untuk menjawab tantangan pembangunan daerah. Dalam dukungannya kepada Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-KTI dan JiKTI, KSI berupaya untuk menginisiasi kolaborasi awal untuk mengeksplorasi lebih jauh kapasitas dan perwakilan lokal untuk sektor pengetahuan di Kawasan Timur Indonesia, khususnya dengan Kawasan Timur Indonesia sebagai masa depan Indonesia. Acara yang berlangsung mulai pukul 9 pagi itu diawali dengan sambutan dari Direktur Eksekutif Yayasan BaKTI. Dalam sambutannya,

Muhammad Yusran Laitupa menyampaikan apresiasinya kepada KSI atas dukungannya dalam pelaksanaan Forum Kepala BAPPEDA kali ini serta kepada BAPPENAS yang senantiasa memberikan dukungan kepada forum ini. Apresiasi juga diberikan kepada Kepala BAPPEDA Provinsi yang rutin hadir pada pertemuan ini. Sementara itu, Prof. Winarni Monoarfa selaku ketua Pokja Forum Kawasan Timur Indonesia dalam sambutannya mengungkapkan bawa Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-KTI ini merupakan forum yang paling populer hingga saat ini dibandingkan kawasan lainnya dan senantiasa a k t i f m e m p res e nt a s i ka n p e n ge t a hu a n -pengetahun, kepentingan-kepentingan strategis untuk pembangunan masing-masing provinsi di bawah payung besar forum KTI. Deputi Bidang Perekonomian BAPPENAS, Bapak DR. Ir. Leonard Tampubolon, MA membuka secara resmi kegiatan pagi itu dengan berpesan agar pertemuan kali ini dan Forum Kepala BAPPEDA Provinsi melalui sinergi bersama JiKTI mampu menghasilkan output yang lebih baik dan memberikan dampak yang lebih luas bagi pembangunan KTI. Setelah proses pembukaan, hadir sebagai pembicara pertama adalah Bapak Petrarca

i awal Juni 2017, tepatnya tanggal 8 bertempat di hotel Sari Pan Pacific Jakarta dilaksanakan pertemuan Forum Kepala Bappeda Provinsi se Kawasan Timur Indonesia (KTI) XII. Kegiatan ini didukung oleh

KSI (Knowledge Sector Initiative) dan mengangkat tema “Membangun Basis Pengetahuan untuk Siklus Kebijakan di Indonesia”. Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-KTI ke-XII yang didukung KSI ini, sukses menghadirkan perwakilan dari Bappeda Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, NTB, Maluku, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah; Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS, Direktur Alokasi Pendanaan Pembangunan BAPPENAS; Ketua Pokja Forum KTI/Koordinator Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-KTI/Sekda Provinsi Gorontalo; Koordinator dan anggota JiKTI, dan

mitra pembangunan lainnya. Forum Kepala Bappeda Provinsi se-KTI adalah sebuah sub forum dari Forum Kawasan Timur Indonesia yang dibentuk pada tahun 2008, yang terdiri dari para Kepala BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan) Pemerintah Provinsi dari seluruh provinsi di Kawasan Timur Indonesia. Di forum ini, seluruh Kepala Bappeda bertemu secara rutin, berbagi informasi dan berdiskusi mengenai beragam isu regional dalam rangka mendukung kolaborasi antar wilayah di KTI, serta meningkatkan koordinasi dengan pemerintah pusat.

PERTEMUAN FORUM KEPALA BAPPEDA

PROVINSI SE-KTI XII Membangun

Basis Pengetahuan

untuk Siklus Kebijakan

di Indonesia

D

Foto: Dok. Yayasan BaKTI

25 26BaKTINews BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Dalam waktu yang sama, BaKTI dan Forum Kawasan Timur Indonesia juga memfasilitasi pembentukan Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (J iKTI) mengingat kebutuhan p e r w u j u d a n k e b i j a k a n p e m b a n g u n a n berdasarkan penelitian di Kawasan Timur Indonesia. Sejak pembentukannya, Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-KTI dan JiKTI telah menjadi pelaku pengetahuan yang semakin dikenal dan secara aktif merepresentasikan kepentingan seluruh provinsi di Kawasan Timur Indonesia dengan melakukan berbagai kegiatan-k e g i a t a n y a n g m e n g h a s i l k a n p r o d u k pengetahuan dan pertukaran pengetahuan, serta mendukung solusi lokal untuk menjawab tantangan pembangunan daerah. Dalam dukungannya kepada Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-KTI dan JiKTI, KSI berupaya untuk menginisiasi kolaborasi awal untuk mengeksplorasi lebih jauh kapasitas dan perwakilan lokal untuk sektor pengetahuan di Kawasan Timur Indonesia, khususnya dengan Kawasan Timur Indonesia sebagai masa depan Indonesia. Acara yang berlangsung mulai pukul 9 pagi itu diawali dengan sambutan dari Direktur Eksekutif Yayasan BaKTI. Dalam sambutannya,

Muhammad Yusran Laitupa menyampaikan apresiasinya kepada KSI atas dukungannya dalam pelaksanaan Forum Kepala BAPPEDA kali ini serta kepada BAPPENAS yang senantiasa memberikan dukungan kepada forum ini. Apresiasi juga diberikan kepada Kepala BAPPEDA Provinsi yang rutin hadir pada pertemuan ini. Sementara itu, Prof. Winarni Monoarfa selaku ketua Pokja Forum Kawasan Timur Indonesia dalam sambutannya mengungkapkan bawa Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-KTI ini merupakan forum yang paling populer hingga saat ini dibandingkan kawasan lainnya dan senantiasa a k t i f m e m p res e nt a s i ka n p e n ge t a hu a n -pengetahun, kepentingan-kepentingan strategis untuk pembangunan masing-masing provinsi di bawah payung besar forum KTI. Deputi Bidang Perekonomian BAPPENAS, Bapak DR. Ir. Leonard Tampubolon, MA membuka secara resmi kegiatan pagi itu dengan berpesan agar pertemuan kali ini dan Forum Kepala BAPPEDA Provinsi melalui sinergi bersama JiKTI mampu menghasilkan output yang lebih baik dan memberikan dampak yang lebih luas bagi pembangunan KTI. Setelah proses pembukaan, hadir sebagai pembicara pertama adalah Bapak Petrarca

i awal Juni 2017, tepatnya tanggal 8 bertempat di hotel Sari Pan Pacific Jakarta dilaksanakan pertemuan Forum Kepala Bappeda Provinsi se Kawasan Timur Indonesia (KTI) XII. Kegiatan ini didukung oleh

KSI (Knowledge Sector Initiative) dan mengangkat tema “Membangun Basis Pengetahuan untuk Siklus Kebijakan di Indonesia”. Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-KTI ke-XII yang didukung KSI ini, sukses menghadirkan perwakilan dari Bappeda Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, NTB, Maluku, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah; Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS, Direktur Alokasi Pendanaan Pembangunan BAPPENAS; Ketua Pokja Forum KTI/Koordinator Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-KTI/Sekda Provinsi Gorontalo; Koordinator dan anggota JiKTI, dan

mitra pembangunan lainnya. Forum Kepala Bappeda Provinsi se-KTI adalah sebuah sub forum dari Forum Kawasan Timur Indonesia yang dibentuk pada tahun 2008, yang terdiri dari para Kepala BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan) Pemerintah Provinsi dari seluruh provinsi di Kawasan Timur Indonesia. Di forum ini, seluruh Kepala Bappeda bertemu secara rutin, berbagi informasi dan berdiskusi mengenai beragam isu regional dalam rangka mendukung kolaborasi antar wilayah di KTI, serta meningkatkan koordinasi dengan pemerintah pusat.

PERTEMUAN FORUM KEPALA BAPPEDA

PROVINSI SE-KTI XII Membangun

Basis Pengetahuan

untuk Siklus Kebijakan

di Indonesia

D

Foto: Dok. Yayasan BaKTI

27 BaKTINews 28BaKTINews

Foto: Dok. WVI

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Karetji. Beberapa poin yang disampaikan Bapak Petra dalam presentasinya adalah bahwa Knowledge Sector sangat penting bagi KTI, karena pengetahuan merupakan syarat mutlak untuk melahirkan kebijakan pembangunan sebuah negara/daerah. Kebijakan yang tidak didasari pengetahuan akan sulit mewujudkan hasil yang optimal dan berkesinambungan dan jangka panjang. “Knowledge Sector harus dipandang sebagai investasi, bukan sebagai cost dalam mengejar ketertinggalan KTI dalam perspektif jangka panjang pembangunan NKRI” ungkapnya. Pak Petra juga mengarisbawahi perlunya riset-riset yang bersifat mikro dan formulasi kebijakan yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan pembangunan daerah yang dihadapi KTI, sambil lebih jauh melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang selama ini diterapkan pemerintah daerah agar dapat berjalan berkesinambungan. Pada sesi “Peran Bukti dan Para Pelaku di Perencanaan Kebijakan Pembangunan”, Koordinator JiKTI, Bapak Madjid Sallatu m e n y a m p a i k a n p e r l u n y a p e n g u a t a n Musrenbangnas yang berbasis bukti melalui penguatan koordinasi perencanaan top-down dan bottom-up. Bahkan dimulai dari koordinasi p e r e n c a n a a n t e r e n d a h d a r i t i n g k a t desa/kelurahan. Konsekuensinya pengendalian

perencanaan akan semakin sulit, sehingga perlu mengetahui potensi mulai dari tingkat desa, karena bisa terjadi menu yang ditawarkan tidak sesuai dengan kekuatan desa/kelurahan b e rsa n g k ut a n . P r i o r i t a s n a s i o n a l ya n g dibebankan ke daerah, harus memperoleh dukungan dan koordinasi yang kuat antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota. Nampaknya, selama ini regulasi yang mengatur hal ini belum berjalan efektif, sehingga terjadi kontra produktif dalam implementasi pembangunan KTI. Koordinasi kelembagaan Bappeda semestinya didesain sebagai matriks system, dimana bidang Monev (data dan statistik) harus berperan sebagai supporting perumusan kebijakan perencanaan pada bidang lainnya. Sementara itu, Bapak Erwin Dimas, SE, MEA, Msi, Direktur Alokasi Pendanaan Pembangunan, Bappenas dalam sesi yang dibawakannya berjudul Pertukaran Pengetahuan di Knowledge Center (KC) Bappenas dan Replikasi Praktik Cerdas menjelaskan KC mempunyai visi sebagai “ h u b” y a n g m e m fa s i l i t a s i p e r t u k a r a n pengetahuan di Indonesia dan antara Indonesia dengan negara-negara lain dalam konteks Selatan-Selatan dan kerjasama Triangular. Pembentukan KC ini juga bertujuan untuk m e n i n g k a t k a n k u a l i t a s p e r e n c a n a a n

INFORMASI LEBIH LANJUT

pembangunan nasional berbasis pengetahuan yang mendukung tercapainya tujuan-tujuan pembangunan melalui pertukaran pengetahuan dan pembelajaran serta solusi yang mudah dalam penerapannya. KC juga akan berfungsi sebagai “perantara” pengetahuan dan solusi, s e r t a s e b a g a i “ p u s a t b e l a j a r ” m e l a l u i inventarisasi pembelajaran, publikasi dan praktik-praktik cerdas yang dapat secara mudah diakses dan informatif bagi beragam audiens. Pada sesi “Membawa Suara dari Timur Indonesia ke Garis Terdepan”, Prof. Winarni Monoarfa menyampaikan bahwa dibalik segala keterbatasan Kawasan Timur Indonesia (KTI), m a s ya ra k at K T I p a d a d a s a r nya a d a l a h masyarakat yang tangguh. Banyak sekali upaya yang telah dilakukan dan berhasil mengatasi tantangan pembangunan yang ada. Sebut saja Desa Bebas Rokok pertama di dunia di Bonebone, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan; inisiatif Malaria Center di Halmahera Selatan, Maluku Utara yang berhasil menurun-kan drastis angka kematian akibat penyakit malaria; atau BUMDes Pengelolaan Air di Lombok Timur yang mendapatkan penghargaan sebagai BUMDes terbaik di Indonesia dan masih banyak lagi lainnya. Perlu kesungguhan dan komitmen Pemerintah Daerah. Not business as usual. Pembangunan selayaknya mengutamakan

peningkatan produktivitas, penciptaan nilai t a m b a h , p e r l u a s a n ke s e m p a t a n ke r j a , peningkatan pendapatan masyarakat, serta peningkatan daya saing dan percepatan p e m b a n g u n a n d e n ga n m e n g u t a m a k a n p e n g e m b a n ga n s u m b e r d aya m a n u s i a , pengelolaan sumber daya lokal, pembangunan sarana dan prasarana, serta pengembangan tata kelola pemerintahan yang baik. Masyarakat kita terutama di tingkat kampung/desa adalah masyarakat yang tangguh untuk bertahan hidup. Mereka perlu difasilitasi untuk dapat mengolah p o te n s i d a n a s e t m e re ka d e n ga n b a i k . Dibutuhkan suatu kesungguhan dari pemerintah daerah untuk menyiapkan pelayanan publik yang baik. Ketidakhadiran guru, ketidakhadiran tenaga kesehatan jangan lagi dialami oleh masyarakat kita. Di penghujung acara, Bapak Petrarca Karetji menutup pertemuan hari itu dengan menekan-kan bahwa tantangan untuk lima tahun ke depan adalah bagaimana terus menghidupkan Forum KTI sebagai garis depan untuk mendorong pembangunan di Kawasan Timur Indonesia yang semakin berbasis pengetahuan dan pembangunan yang inklusif.

Direktur KSI, Petrarca Karetji

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kegiatan ini, anda dapat menghubungi email [email protected]

Foto: Dok. Yayasan BaKTI

Foto: Dok. Yayasan BaKTI

27 BaKTINews 28BaKTINews

Foto: Dok. WVI

No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

Karetji. Beberapa poin yang disampaikan Bapak Petra dalam presentasinya adalah bahwa Knowledge Sector sangat penting bagi KTI, karena pengetahuan merupakan syarat mutlak untuk melahirkan kebijakan pembangunan sebuah negara/daerah. Kebijakan yang tidak didasari pengetahuan akan sulit mewujudkan hasil yang optimal dan berkesinambungan dan jangka panjang. “Knowledge Sector harus dipandang sebagai investasi, bukan sebagai cost dalam mengejar ketertinggalan KTI dalam perspektif jangka panjang pembangunan NKRI” ungkapnya. Pak Petra juga mengarisbawahi perlunya riset-riset yang bersifat mikro dan formulasi kebijakan yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan pembangunan daerah yang dihadapi KTI, sambil lebih jauh melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang selama ini diterapkan pemerintah daerah agar dapat berjalan berkesinambungan. Pada sesi “Peran Bukti dan Para Pelaku di Perencanaan Kebijakan Pembangunan”, Koordinator JiKTI, Bapak Madjid Sallatu m e n y a m p a i k a n p e r l u n y a p e n g u a t a n Musrenbangnas yang berbasis bukti melalui penguatan koordinasi perencanaan top-down dan bottom-up. Bahkan dimulai dari koordinasi p e r e n c a n a a n t e r e n d a h d a r i t i n g k a t desa/kelurahan. Konsekuensinya pengendalian

perencanaan akan semakin sulit, sehingga perlu mengetahui potensi mulai dari tingkat desa, karena bisa terjadi menu yang ditawarkan tidak sesuai dengan kekuatan desa/kelurahan b e rsa n g k ut a n . P r i o r i t a s n a s i o n a l ya n g dibebankan ke daerah, harus memperoleh dukungan dan koordinasi yang kuat antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota. Nampaknya, selama ini regulasi yang mengatur hal ini belum berjalan efektif, sehingga terjadi kontra produktif dalam implementasi pembangunan KTI. Koordinasi kelembagaan Bappeda semestinya didesain sebagai matriks system, dimana bidang Monev (data dan statistik) harus berperan sebagai supporting perumusan kebijakan perencanaan pada bidang lainnya. Sementara itu, Bapak Erwin Dimas, SE, MEA, Msi, Direktur Alokasi Pendanaan Pembangunan, Bappenas dalam sesi yang dibawakannya berjudul Pertukaran Pengetahuan di Knowledge Center (KC) Bappenas dan Replikasi Praktik Cerdas menjelaskan KC mempunyai visi sebagai “ h u b” y a n g m e m fa s i l i t a s i p e r t u k a r a n pengetahuan di Indonesia dan antara Indonesia dengan negara-negara lain dalam konteks Selatan-Selatan dan kerjasama Triangular. Pembentukan KC ini juga bertujuan untuk m e n i n g k a t k a n k u a l i t a s p e r e n c a n a a n

INFORMASI LEBIH LANJUT

pembangunan nasional berbasis pengetahuan yang mendukung tercapainya tujuan-tujuan pembangunan melalui pertukaran pengetahuan dan pembelajaran serta solusi yang mudah dalam penerapannya. KC juga akan berfungsi sebagai “perantara” pengetahuan dan solusi, s e r t a s e b a g a i “ p u s a t b e l a j a r ” m e l a l u i inventarisasi pembelajaran, publikasi dan praktik-praktik cerdas yang dapat secara mudah diakses dan informatif bagi beragam audiens. Pada sesi “Membawa Suara dari Timur Indonesia ke Garis Terdepan”, Prof. Winarni Monoarfa menyampaikan bahwa dibalik segala keterbatasan Kawasan Timur Indonesia (KTI), m a s ya ra k at K T I p a d a d a s a r nya a d a l a h masyarakat yang tangguh. Banyak sekali upaya yang telah dilakukan dan berhasil mengatasi tantangan pembangunan yang ada. Sebut saja Desa Bebas Rokok pertama di dunia di Bonebone, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan; inisiatif Malaria Center di Halmahera Selatan, Maluku Utara yang berhasil menurun-kan drastis angka kematian akibat penyakit malaria; atau BUMDes Pengelolaan Air di Lombok Timur yang mendapatkan penghargaan sebagai BUMDes terbaik di Indonesia dan masih banyak lagi lainnya. Perlu kesungguhan dan komitmen Pemerintah Daerah. Not business as usual. Pembangunan selayaknya mengutamakan

peningkatan produktivitas, penciptaan nilai t a m b a h , p e r l u a s a n ke s e m p a t a n ke r j a , peningkatan pendapatan masyarakat, serta peningkatan daya saing dan percepatan p e m b a n g u n a n d e n ga n m e n g u t a m a k a n p e n g e m b a n ga n s u m b e r d aya m a n u s i a , pengelolaan sumber daya lokal, pembangunan sarana dan prasarana, serta pengembangan tata kelola pemerintahan yang baik. Masyarakat kita terutama di tingkat kampung/desa adalah masyarakat yang tangguh untuk bertahan hidup. Mereka perlu difasilitasi untuk dapat mengolah p o te n s i d a n a s e t m e re ka d e n ga n b a i k . Dibutuhkan suatu kesungguhan dari pemerintah daerah untuk menyiapkan pelayanan publik yang baik. Ketidakhadiran guru, ketidakhadiran tenaga kesehatan jangan lagi dialami oleh masyarakat kita. Di penghujung acara, Bapak Petrarca Karetji menutup pertemuan hari itu dengan menekan-kan bahwa tantangan untuk lima tahun ke depan adalah bagaimana terus menghidupkan Forum KTI sebagai garis depan untuk mendorong pembangunan di Kawasan Timur Indonesia yang semakin berbasis pengetahuan dan pembangunan yang inklusif.

Direktur KSI, Petrarca Karetji

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kegiatan ini, anda dapat menghubungi email [email protected]

Foto: Dok. Yayasan BaKTI

Foto: Dok. Yayasan BaKTI

29 BaKTINews 30BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017140

anda adalah sebuah ironi. Bertahun lalu, kalimat pendek itu ialah kesimpulan segera setelah membaca Banda karya Willard A Hanna. Malam kemarin, menyaksikan Banda the dark forgotten trail saya merasakan

kegetiran yang hampir serupa. Untungnya, tidak lama, karena diakhir saya menemukan juga, harapan. Banda memang adalah ironi. Kepulauan Banda, gugusan kepulauan penghasil pala yang ratusan tahun lalu menggerakan petualang bangsa-bangsa itu kini hanyalah sebuah pojokan sepi di teater sejarah. Hari-hari dimana rempah-rempah, utamanya Pala, dan Banda mempengaruhi sejarah dan ekspedisi bangsa-bangsa telah ditakdirkan selesai s e ja k I n g g r i s m e m b awa Pa l a d a n menanamnya di belahan bumi berbeda.

BOleh M. Burhanuddin Borut

Ironi dan Harapan

Banda Nyatanya episode kegemilangan Banda itupun a d a l a h s e b e n a r nya i ro n i , b e t a p a t i d a k kegemilangan Banda pada periode petualangan samudera itu dibayar dengan harga yang sangat mahal oleh penduduk pribumi dan bangsa-bangsa sepanjang Nusantara. Dalam narasi sejarah bangsa kita sendiri, Banda adalah jua pojokan yang sepi. Banda tak banyak disebut lagi dalam narasi Indonesia setelah Hatta, Sjahrir dan banyak tokoh bangsa ini meninggalkan pengasingan mereka di kepulauan itu. Pulau-pulau vulkanis itu seperti pudar dari memori bangsa Indonesia. Banda hanya kita ingat sekali-kali sebagai sebuah nama tempat dalam sejarah. Sebuah nostalgia, seakan-akan di hari ini dan di masa depan Banda tak ada, selain pada hanya ingatan kita. Kita tahu ini tidak benar. Di luar lampu terang sejarah, Banda tetap semarak dengan cerita kehidupan berbagai rupa budaya dan perjuangan manusia. Hidup terus berlangsung di sana dengan syahdu sederhana. Saking sederhananya,

sehingga aneh saja bila ada yang b e r t a nya a pa p e nt i n g nya

membahas dan menceritakan Banda di luar narasi-narasi kegemilangan dan kekejam-

an yang menyertainya. Tim produksi Banda the Dark

Forgotten Trail saya kira memiliki jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan semacam

ini. Bagi mereka menghadirkan Banda sebagai sebuah ironi sejarah dan

yang harmonis dan apik. Landscape Banda yang unik, gunung api yang majestik dan detail-detail gambar warisan kolonial yang terserak sepanjang kepulauan Banda seperti menari di dalam narasi-narasi pendek dan bunyi jua latar musik yang menghentak dengan semarak. Bagi saya, Oscar Motuloh, Davy Linggar, Ipung Rachmat, Indra Perkasa, Yusuf Patawari, Irfan Ramli dan Jay Subiakto telah berhasil memperkenalkan sebuah kenikmatan menonton dokumenter yang berbeda. Sebuah pertunjukan visual dan bunyi yang fenomenal. Dari sisi dokumentasi sejarah , film rumah produksi Lifelikepictures ini sebenarnya hadir dengan narasi yang umumnya popular di kalangan pembaca sejarah. Narasi-narasi tentang ditukarnya Pulau Rhun dan Niev Amsterdam (hari ini Manhattan) melalui Treaty of Breda atau hikayat lontor, kekejaman Coen pada 1621 dan cerita tentang Sjahrir dan Hatta di masa pembuangan di Banda sebenarnya adalah cerita yang mudah ditemukan dalam banyak artikel dan berita di era digital hari ini dengan sedikit usaha. pergilah ke laman situs pencari Google dan ketikan keyword Banda Islands, maka pembaca akan menemukan banyak cerita. Karena itu bagi penyuka sejarah berat, dokumentasi peristiwa yang lebih menarik dari film ini mungkin justru terletak pada sejarah yang tak terlalu lampau tentang Banda. Cerita tentang Banda dalam pusaran konflik sektarian Maluku

p e r j u a n g a n m a n u s i a a d a l a h s e k a l i g u s menyampaikan pesan tentang harapan. Seperti menitipkan setitik kejengkelan pada setiap yang menonton bahwa bangsa besar ini harus belajar dari sejarah dan lalu melakukan sesuatu, utamanya kepada Banda. Gugusan kepulauan kecil itu, seperti jua banyak tempat terpencil di negeri, layak memiliki harapan. Mengutip Sheila Timothy, Produser film Banda, “ Banda tidak hanya tentang Ironi namun juga harapan”. Hari-hari ini, Banda memang bertarung dalam semacam sebuah dilemma antara keinginan glorifikasi kegemilangan masa lalu yang kelam dan kehendak untuk kembali menjadi penting dan berarti di generasi masa kini, di mata dunia, di mata Indonesia. Banda, film yang berdurasi satu setengah jam lebih ini dengan apik mengangkat ironi dan asa yang menyertai jejak perjalanan Kepulauan Banda. Secara strukur, Dokumenter Banda the dark forgotten trail dapat dibagi kedalam tiga fase yakni fase petualangan samudera dan monopoli rempah-rempah hingga peristiwa genosida, fase pengasingan para founding fathers Indonesia, dan fase ketiga yang bercerita tentang kondisi Banda hari ini. Pada setiap fase, Banda diceritakan dengan narasi yang dramatik dan menggugah. Soundtrack yang apik dan tata gambar yang sangat artistik membuat film Banda besutan Jay Subiakto ini tidak seperti film dokumenter yang biasa kita saksikan. Secara artistik dan cerita, Banda ialah pertunjukan

Kepulauan Banda karya engraver Belanda, Jakob van der Schley pada Tahun 1779.

29 BaKTINews 30BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017140

anda adalah sebuah ironi. Bertahun lalu, kalimat pendek itu ialah kesimpulan segera setelah membaca Banda karya Willard A Hanna. Malam kemarin, menyaksikan Banda the dark forgotten trail saya merasakan

kegetiran yang hampir serupa. Untungnya, tidak lama, karena diakhir saya menemukan juga, harapan. Banda memang adalah ironi. Kepulauan Banda, gugusan kepulauan penghasil pala yang ratusan tahun lalu menggerakan petualang bangsa-bangsa itu kini hanyalah sebuah pojokan sepi di teater sejarah. Hari-hari dimana rempah-rempah, utamanya Pala, dan Banda mempengaruhi sejarah dan ekspedisi bangsa-bangsa telah ditakdirkan selesai s e ja k I n g g r i s m e m b awa Pa l a d a n menanamnya di belahan bumi berbeda.

BOleh M. Burhanuddin Borut

Ironi dan Harapan

Banda Nyatanya episode kegemilangan Banda itupun a d a l a h s e b e n a r nya i ro n i , b e t a p a t i d a k kegemilangan Banda pada periode petualangan samudera itu dibayar dengan harga yang sangat mahal oleh penduduk pribumi dan bangsa-bangsa sepanjang Nusantara. Dalam narasi sejarah bangsa kita sendiri, Banda adalah jua pojokan yang sepi. Banda tak banyak disebut lagi dalam narasi Indonesia setelah Hatta, Sjahrir dan banyak tokoh bangsa ini meninggalkan pengasingan mereka di kepulauan itu. Pulau-pulau vulkanis itu seperti pudar dari memori bangsa Indonesia. Banda hanya kita ingat sekali-kali sebagai sebuah nama tempat dalam sejarah. Sebuah nostalgia, seakan-akan di hari ini dan di masa depan Banda tak ada, selain pada hanya ingatan kita. Kita tahu ini tidak benar. Di luar lampu terang sejarah, Banda tetap semarak dengan cerita kehidupan berbagai rupa budaya dan perjuangan manusia. Hidup terus berlangsung di sana dengan syahdu sederhana. Saking sederhananya,

sehingga aneh saja bila ada yang b e r t a nya a pa p e nt i n g nya

membahas dan menceritakan Banda di luar narasi-narasi kegemilangan dan kekejam-

an yang menyertainya. Tim produksi Banda the Dark

Forgotten Trail saya kira memiliki jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan semacam

ini. Bagi mereka menghadirkan Banda sebagai sebuah ironi sejarah dan

yang harmonis dan apik. Landscape Banda yang unik, gunung api yang majestik dan detail-detail gambar warisan kolonial yang terserak sepanjang kepulauan Banda seperti menari di dalam narasi-narasi pendek dan bunyi jua latar musik yang menghentak dengan semarak. Bagi saya, Oscar Motuloh, Davy Linggar, Ipung Rachmat, Indra Perkasa, Yusuf Patawari, Irfan Ramli dan Jay Subiakto telah berhasil memperkenalkan sebuah kenikmatan menonton dokumenter yang berbeda. Sebuah pertunjukan visual dan bunyi yang fenomenal. Dari sisi dokumentasi sejarah , film rumah produksi Lifelikepictures ini sebenarnya hadir dengan narasi yang umumnya popular di kalangan pembaca sejarah. Narasi-narasi tentang ditukarnya Pulau Rhun dan Niev Amsterdam (hari ini Manhattan) melalui Treaty of Breda atau hikayat lontor, kekejaman Coen pada 1621 dan cerita tentang Sjahrir dan Hatta di masa pembuangan di Banda sebenarnya adalah cerita yang mudah ditemukan dalam banyak artikel dan berita di era digital hari ini dengan sedikit usaha. pergilah ke laman situs pencari Google dan ketikan keyword Banda Islands, maka pembaca akan menemukan banyak cerita. Karena itu bagi penyuka sejarah berat, dokumentasi peristiwa yang lebih menarik dari film ini mungkin justru terletak pada sejarah yang tak terlalu lampau tentang Banda. Cerita tentang Banda dalam pusaran konflik sektarian Maluku

p e r j u a n g a n m a n u s i a a d a l a h s e k a l i g u s menyampaikan pesan tentang harapan. Seperti menitipkan setitik kejengkelan pada setiap yang menonton bahwa bangsa besar ini harus belajar dari sejarah dan lalu melakukan sesuatu, utamanya kepada Banda. Gugusan kepulauan kecil itu, seperti jua banyak tempat terpencil di negeri, layak memiliki harapan. Mengutip Sheila Timothy, Produser film Banda, “ Banda tidak hanya tentang Ironi namun juga harapan”. Hari-hari ini, Banda memang bertarung dalam semacam sebuah dilemma antara keinginan glorifikasi kegemilangan masa lalu yang kelam dan kehendak untuk kembali menjadi penting dan berarti di generasi masa kini, di mata dunia, di mata Indonesia. Banda, film yang berdurasi satu setengah jam lebih ini dengan apik mengangkat ironi dan asa yang menyertai jejak perjalanan Kepulauan Banda. Secara strukur, Dokumenter Banda the dark forgotten trail dapat dibagi kedalam tiga fase yakni fase petualangan samudera dan monopoli rempah-rempah hingga peristiwa genosida, fase pengasingan para founding fathers Indonesia, dan fase ketiga yang bercerita tentang kondisi Banda hari ini. Pada setiap fase, Banda diceritakan dengan narasi yang dramatik dan menggugah. Soundtrack yang apik dan tata gambar yang sangat artistik membuat film Banda besutan Jay Subiakto ini tidak seperti film dokumenter yang biasa kita saksikan. Secara artistik dan cerita, Banda ialah pertunjukan

Kepulauan Banda karya engraver Belanda, Jakob van der Schley pada Tahun 1779.

31 BaKTINews 32BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

dan gumaman kekecewaan tentang harga pala yang dikuasai dan diatur kartel sepertinya menawarkan pesan yang lebih menggugah. Cerita Pongky, keturunan perkenier Banda dalam film ini misalnya mendorong keingintahuan yang lebih mendalam tentang jejak para perkenier dan pengetahuan mereka tentang metode produksi pala. Kisah Pongky adalah narasi-narasi minor yang belum dapat dibaca di buku atau di tonton di televisi, narasi-narasi yang harus dialami sendiri seseorang dengan melancong ke kepulauan rempah-rempah, Banda. Tentu saja menyebut narasi sejarah dalam film ini sebagai narasi popular tidak berarti anda tidak akan menemukan kejutan-kejutan dan fakta yang menarik dan encouraging tentang Banda. Sejak pembukaan, narasi film ini menghamparkan fakta demi fakta yang walaupun dinarasikan minus kompleksitas tetap saja menggemuruhkan kebanggaan. Narasi-narasi humanis di dalam film ini tak bisa tidak akan melahirkan kegetiran atas nostalgia dan perubahan zaman. Cerita tentang klenteng tua di Banda yang hampir roboh di dalam film ini atau narasi tentang lahan-lahan terbuka hijau yang dibangun tanpa memperhatikan konteks historis di banda misalnya, semestinya membuat penonton menjadi gusar. Sekali lagi, film ini mungkin memang tidak ditujukan sebagai sebuah dokumenter sejarah yang berat. Fakta dan tali temali sejarah yang d i h a m p a r ka n l e b i h m e r u p a ka n s e b u a h perkenalan yang santai. Seperti obrolan sebentar setelah jabatan tangan yang harus diteruskan dengan bercerita sambil menyeruput kopi. Lifelike pictures sepertinya sedang menjalankan misi memperkenalkan kembali sejarah kepada generasi muda hari ini. Kata kuncinya dengan demikian memang adalah memperluas cakupan penerima pesan. Sampai disini kita dapat dengan mudah mengerti kenapa film dokumenter ini diputar di jaringan bioskop modern. Karena itu obrolan-obrolan berat tentang silang paut sejarah Nusantara yang bermula dari Banda memang diharapkan akan menjadi buah pengetahuan yang dicapai sendiri oleh penonton setelah menyaksikan Banda the dark forgotten trail. Film Banda karenanya tidak mengelaborasi sebuah periode yang menarik tentang diaspora warga Banda pasca peristiwa tahun 1621 ke banyak tempat di Nusantara. Banda Eli dan Elat, dua buah

kampung di tepian Pulau Kei Besar di mana sebagian warga asli Banda hijrah dan memelihara budaya mereka secara distinctive tak ambil bagian dalam cerita film ini. Bahkan jangankan Banda Eli yang nun jauh di kepulauan Kei, sepotong narasi tentang kampung Bandan di wilayah Jakarta Utara yang secara jelas mengadopsi asal usul Banda jua tak disebutkan. Selain kehendak untuk menyeimbangkan bobot narasi dengan penerima pesan, produser dan tim produksi Banda tentu mesti berakrobat dengan keterbatasan durasi, sumber daya dan resiko untuk menghadirkan film ini ke hadapan publik. Akibatnya, film ini tak bisa tidak memang harus fokus hanya pada cerita tentang kepulauan Banda dan fase-fase sejarah yang pokok agar dapat memenuhi tujuan-tujuannya secara lebih efektif. Itupun sebenarnya sudah merupakan usaha yang rumit juga melelahkan dan karenanya harus benar-benar kita apresiasi. Bayangkan saja, memampatkan sejarah lebih dari 400 tahun dalam 90 menit visual dan narasi. Sebagai sebuah usaha untuk mendoku-mentasikan dan memperkenalkan kembali sejarah Banda, kita tentu tahu bahwa karya ini, lazimnya karya seni dan studi ilmiah lainnya, tidak tanpa kekurangan. Karya tentang sejarah bahkan lazim berada pada wilayah perdebatan interpretasi atas sebuah peristiwa. Saya percaya, tim produksi Banda membaca dengan hati-hati berbagai i nt e r p re t a s i s e ja ra h ya n g a d a s e b e l u m menghamparkannya kembali ke hadapan para penikmat Banda. Karena itu, pun bila ada polemik saya berdoa semoga debat yang akan datang adalah debat yang konstruktif yang akan menjadi pintu untuk melahirkan karya-karya yang lain tentang Banda atau sejarah lain nusantara yang seapik atau bahkan lebih baik dari Banda. Terakhir saya akan merekomendasikan film ini untuk ditonton siapa saja yang hendak merayakan seni dan berdiskusi dengan antusias tentang Indonesia, tentang asal usul dan takdir bangsa ini yang semestinya di antara bangsa-bangsa di dunia. Banda memang harus diingat sebagai pelajaran supaya cerita tentang negeri kaya di khatulistiwa ini tak terus menerus jadi ironi, namun harapan.

INFORMASI LEBIH LANJUTTulisan ini juga bisa dibaca di blog pada link berikut:http://terometamorfolio.blogspot.co.id/2017/08/banda-ironi-dan-harapan.html?m=1

ALIMO, adalah salah satu Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Jayawija Tahun 2003. Mayoritas suku yang mendiami tempat adalah Suku Yali, yang menyebar dari Wamena, Yahukimo terus ke utara hingga Mamberamo Raya. Jarak Wamena ke Elelim kurang lebih 130km. Apabila jalan mulus beraspal, perjalanan bisa ditempuh 2-3 jam dengan kecepatan rata-rata 80-100 km/jam. Namun, keadaan jalan kurang mendukung apalagi saat hujan yang menyebabkan jarak tempuhnya mancapai 5-7 jam. Pemerintah daerah pun sebenarnya tidak tinggal

diam, upaya pembangunan dan perbaikan terus dilakukan, namun karena adanya beberapa faktor seperti tanah longsor dan kelebihan muatan dari truk-truk tertentu menyebabkan permasalahan tersebut tidak bisa diatasi. Atas pertimbangan itulah, Pemerintah Provinsi Papua menjadikan Ya l i m o s e b aga i sa l a h sat u p e r t i m b a n ga n peruntukan lokasi Program Gerakan Bangkit Mandiri dan Sejahtera (Gerbangmas). Sebenarnya, perjalanan menuju Yalimo sangat menyenangkan karena bentang alamnya yang beragam. Diawali dari ketinggian 4.000 km dari permukaan laut hingga ke utara arah barat laut,

kita bisa menyaksikan kabut dilereng-lereng pegunungan serta air terjun. Apabila posisi jalan di atas maka seakan-akan kita berjalan diatas awan. Selain itu, kita juga akan melewati sungai, lembah,

MERETAS ASA

MELALUI PROGRAM

GERBANGMASOleh Hariman Dahrif dan

Edison Howay

YALIMOY

Foto Dok. Yayasan BaKTI

31 BaKTINews 32BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

dan gumaman kekecewaan tentang harga pala yang dikuasai dan diatur kartel sepertinya menawarkan pesan yang lebih menggugah. Cerita Pongky, keturunan perkenier Banda dalam film ini misalnya mendorong keingintahuan yang lebih mendalam tentang jejak para perkenier dan pengetahuan mereka tentang metode produksi pala. Kisah Pongky adalah narasi-narasi minor yang belum dapat dibaca di buku atau di tonton di televisi, narasi-narasi yang harus dialami sendiri seseorang dengan melancong ke kepulauan rempah-rempah, Banda. Tentu saja menyebut narasi sejarah dalam film ini sebagai narasi popular tidak berarti anda tidak akan menemukan kejutan-kejutan dan fakta yang menarik dan encouraging tentang Banda. Sejak pembukaan, narasi film ini menghamparkan fakta demi fakta yang walaupun dinarasikan minus kompleksitas tetap saja menggemuruhkan kebanggaan. Narasi-narasi humanis di dalam film ini tak bisa tidak akan melahirkan kegetiran atas nostalgia dan perubahan zaman. Cerita tentang klenteng tua di Banda yang hampir roboh di dalam film ini atau narasi tentang lahan-lahan terbuka hijau yang dibangun tanpa memperhatikan konteks historis di banda misalnya, semestinya membuat penonton menjadi gusar. Sekali lagi, film ini mungkin memang tidak ditujukan sebagai sebuah dokumenter sejarah yang berat. Fakta dan tali temali sejarah yang d i h a m p a r ka n l e b i h m e r u p a ka n s e b u a h perkenalan yang santai. Seperti obrolan sebentar setelah jabatan tangan yang harus diteruskan dengan bercerita sambil menyeruput kopi. Lifelike pictures sepertinya sedang menjalankan misi memperkenalkan kembali sejarah kepada generasi muda hari ini. Kata kuncinya dengan demikian memang adalah memperluas cakupan penerima pesan. Sampai disini kita dapat dengan mudah mengerti kenapa film dokumenter ini diputar di jaringan bioskop modern. Karena itu obrolan-obrolan berat tentang silang paut sejarah Nusantara yang bermula dari Banda memang diharapkan akan menjadi buah pengetahuan yang dicapai sendiri oleh penonton setelah menyaksikan Banda the dark forgotten trail. Film Banda karenanya tidak mengelaborasi sebuah periode yang menarik tentang diaspora warga Banda pasca peristiwa tahun 1621 ke banyak tempat di Nusantara. Banda Eli dan Elat, dua buah

kampung di tepian Pulau Kei Besar di mana sebagian warga asli Banda hijrah dan memelihara budaya mereka secara distinctive tak ambil bagian dalam cerita film ini. Bahkan jangankan Banda Eli yang nun jauh di kepulauan Kei, sepotong narasi tentang kampung Bandan di wilayah Jakarta Utara yang secara jelas mengadopsi asal usul Banda jua tak disebutkan. Selain kehendak untuk menyeimbangkan bobot narasi dengan penerima pesan, produser dan tim produksi Banda tentu mesti berakrobat dengan keterbatasan durasi, sumber daya dan resiko untuk menghadirkan film ini ke hadapan publik. Akibatnya, film ini tak bisa tidak memang harus fokus hanya pada cerita tentang kepulauan Banda dan fase-fase sejarah yang pokok agar dapat memenuhi tujuan-tujuannya secara lebih efektif. Itupun sebenarnya sudah merupakan usaha yang rumit juga melelahkan dan karenanya harus benar-benar kita apresiasi. Bayangkan saja, memampatkan sejarah lebih dari 400 tahun dalam 90 menit visual dan narasi. Sebagai sebuah usaha untuk mendoku-mentasikan dan memperkenalkan kembali sejarah Banda, kita tentu tahu bahwa karya ini, lazimnya karya seni dan studi ilmiah lainnya, tidak tanpa kekurangan. Karya tentang sejarah bahkan lazim berada pada wilayah perdebatan interpretasi atas sebuah peristiwa. Saya percaya, tim produksi Banda membaca dengan hati-hati berbagai i nt e r p re t a s i s e ja ra h ya n g a d a s e b e l u m menghamparkannya kembali ke hadapan para penikmat Banda. Karena itu, pun bila ada polemik saya berdoa semoga debat yang akan datang adalah debat yang konstruktif yang akan menjadi pintu untuk melahirkan karya-karya yang lain tentang Banda atau sejarah lain nusantara yang seapik atau bahkan lebih baik dari Banda. Terakhir saya akan merekomendasikan film ini untuk ditonton siapa saja yang hendak merayakan seni dan berdiskusi dengan antusias tentang Indonesia, tentang asal usul dan takdir bangsa ini yang semestinya di antara bangsa-bangsa di dunia. Banda memang harus diingat sebagai pelajaran supaya cerita tentang negeri kaya di khatulistiwa ini tak terus menerus jadi ironi, namun harapan.

INFORMASI LEBIH LANJUTTulisan ini juga bisa dibaca di blog pada link berikut:http://terometamorfolio.blogspot.co.id/2017/08/banda-ironi-dan-harapan.html?m=1

ALIMO, adalah salah satu Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Jayawija Tahun 2003. Mayoritas suku yang mendiami tempat adalah Suku Yali, yang menyebar dari Wamena, Yahukimo terus ke utara hingga Mamberamo Raya. Jarak Wamena ke Elelim kurang lebih 130km. Apabila jalan mulus beraspal, perjalanan bisa ditempuh 2-3 jam dengan kecepatan rata-rata 80-100 km/jam. Namun, keadaan jalan kurang mendukung apalagi saat hujan yang menyebabkan jarak tempuhnya mancapai 5-7 jam. Pemerintah daerah pun sebenarnya tidak tinggal

diam, upaya pembangunan dan perbaikan terus dilakukan, namun karena adanya beberapa faktor seperti tanah longsor dan kelebihan muatan dari truk-truk tertentu menyebabkan permasalahan tersebut tidak bisa diatasi. Atas pertimbangan itulah, Pemerintah Provinsi Papua menjadikan Ya l i m o s e b aga i sa l a h sat u p e r t i m b a n ga n peruntukan lokasi Program Gerakan Bangkit Mandiri dan Sejahtera (Gerbangmas). Sebenarnya, perjalanan menuju Yalimo sangat menyenangkan karena bentang alamnya yang beragam. Diawali dari ketinggian 4.000 km dari permukaan laut hingga ke utara arah barat laut,

kita bisa menyaksikan kabut dilereng-lereng pegunungan serta air terjun. Apabila posisi jalan di atas maka seakan-akan kita berjalan diatas awan. Selain itu, kita juga akan melewati sungai, lembah,

MERETAS ASA

MELALUI PROGRAM

GERBANGMASOleh Hariman Dahrif dan

Edison Howay

YALIMOY

Foto Dok. Yayasan BaKTI

33 34BaKTINews BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

pegunungan, dan pepohonan yang rindang, khas hutan hujan tropis. Dalam perjalanan, terkadang mobil harus melewati sungai atau melihat sosok mama-mama Papua bersama anak-anak serta gadis-gadis asli Papua dengan jinjingan nokennya yang menyapa polos penuh keramahan disisi kiri atau kanan jalan. Wilayah Yalimo yang pertama kali akan ditemui adalah Kampung Heobak. Menurut penuturan Pak Alfian Patoding (Kabid Ekonomi BAPPEDA Yalimo) yang menemani perjalanan kami, wilayah ini dahulu menjadi konflik antara Jayawijaya dan Yalimo, tetapi sekarang sudah diputuskan oleh pemerintah kedua belah pihak dan masyarakat juga menyambutnya dengan baik. Sepanjang perjalan ke dari kampung ke kampung ke Yalimo terdapat banyak tanaman pisang disisi kiri dan kanan jalan yang buahnya boleh dimakan asalkan mendapatkan izin dari pemilik kebun. Tanaman ini terhampar mulai dari Distrik Kurulu (masih wilayah Jayawijaya) dan tumbuh berdampingan dengan Pohon Buah Merah. Penduduk lokal menyebutnya buah surga, makanan khas yang penuh nutrisi, tetapi sayang belum banyak dibudidayakan. Sebelum memasuki Distrik Abenaho, jalanan cukup berliku. Di distrik inilah pilot project Gerbangmas Hasrat Papua pertama diimplementasikan. Program yang dipilih

adalah pembangunan Pendidikan Usia Dini terintegrasi (PUD) Yakpesmi (Pass-valley). Pendidikan PUD ini sebenarnya berasal dari PAU D ya n g t e l a h d i ke m b a n g k a n o l e h misionaris. Saat ini, bangun PUD tersebut belum digunakan karena bangunannya belum selesai. Bangunan tersebut rencananya akan rampung tahun depan. Jumlah anak-anak yang belajar di PUD ini sebanyak 24 anak dan diasuh oleh 3 Guru yang semuanya berstatus tenaga sukarela. Alat-alat bermain anak-anak dibuat d a r i b a h a n l o k a l a g a r l e b i h m u d a h diadaptasikan, termasuk alat-alat kelengkapan lain, seperti pakaian dan alat-alat peraga. Selain PUD, program Gerbangmas didistrik ini adalah SD YPK Pass-Valley dan SD Wambak. Jumlah siswa di dua sekolah tersebut sekitar 327 anak. Di kedua sekolah tersebut program Gerbangmas memberi bantuan berupa pakaian sekolah. Dari Abenaho, kota tertua Yalimo perjalanan dilanjutkan ke Elilem ibu kota Kabupaten Yalimo, juga menjadi pilot project Gerbangmas. Jarak kedua lokasi tersebut adalah sekitar 30 km dengan kondisi jalan yang sangat terjal dan rusak. Yalimo merupakan daerah yang cukup strategis karena terdapat persimpangan jalan menuju Lanny Jaya, Kobakma dan Mamberamo Tengah. Apabila jalanan di daerah ini bagus, kita bisa tiba di Wamena dengan jalur darat, tidak menggunakan pesawat lagi.

Seperti halnya di Abenaho, kegiatan Gerbangmas di Yalimo dilakukan melalui pembangunan PAUD terintegrasi, yaitu PAUD Bulmu dan YPK Moria Pirid. Pembangunan dua PAUD ini sangat menggembirakan bagi warga sekitar. Anak-anak yang masuk dikedua PAUD tersebut terbilang sangat banyak. Kehadiran kedua sekolah tersebut menimbul-kan animo dan merangsang banyak orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya ditempat tersebut, bahkan ada orang tua yang membawa sendiri bangku, degan harapan anaknya bisa masuk di PAUD tersebut. Selain PAUD, Gerbangmas juga memberikan bantuan pakaian seragam sekolah, tas dan sepatu ke SD Negeri 1, Elelim dan SD Inpres Elelim, sedangkan sekolah menengah sasaran di SMPN 01 Elelim dengan penambahan beberapa ruang belajar untuk laboratorium dan perpustkaan sera pembelian buku-buku pelajaran. Satu-satunya program Gerbangmas dibidang p e n d i d i k a n y a n g k e l u a r d a r i d i s t r i k peruntukannya adalah Pembangunan PAUD Lachairoi di distrik Apahapsil. Menurut Nahor Nekwek, Kepala Dinas Pendidikan, pembangunan PAUD ini meskipun menyalahi aturan tetapi atas nama pemerataan, boleh menjadi keputusan yang bijak, yang penting tidak keluar dari substansi Program G e r ba n g m a s . S e l a i n p ro g ra m - p ro g ra m

t e rs e b u t , b e b e ra p a p ro g ra m l a i n d a r i Gerbangmas yang diperuntukan di Yalimo, adalah pengadaan perlengkapan Puskesmas dan pelayanan kesehatan ibu dan anak, penyuluhan kesehatan ibu, bayi dan anak serta pendirian pusat informasi dan konseling. Dibidang kesejahteraan sosial juga dilakukan kegiatan pelatihan keterampilan dan praktik belajar kerja bagi anak terlantar, pemberdayaan eks penyandang penyakit sosial, penyediaan s a ra n a i b a d a h d a n fa s i l i t a s i ke g i at a n keagamaan. Dibidang ekonomi dilakukan kegiatan pengembangan bibit unggul. Dari beragam kegiatan tersebut, sebagian kegiatan belum mengarah kepada peruntukan Gerbangmas tetapi daripada kita berdebat perihal berhasil atau gagal, sesuai atau tidak, yang terpenting adalah program tersebut benar-benar telah dilaksanakan dan memberi dampak bagi masyarakat sekarang dan masa akan datang. Dari pernyataan ini nampak bahwa Pemda Yalimo telah menanam bibit dan akan terus-menerus menyemainya hingga sampai pada satu kalimat “Dari Yalimo gerakan Gerbangmas benar-benar menjadi harapan seluruh rakyat Papua”. Semoga!.

INFORMASI LEBIH LANJUTPenulis sehari-hari bekerja di Bappeda Provinsi Papua

Foto Dok. Yayasan BaKTI

33 34BaKTINews BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

pegunungan, dan pepohonan yang rindang, khas hutan hujan tropis. Dalam perjalanan, terkadang mobil harus melewati sungai atau melihat sosok mama-mama Papua bersama anak-anak serta gadis-gadis asli Papua dengan jinjingan nokennya yang menyapa polos penuh keramahan disisi kiri atau kanan jalan. Wilayah Yalimo yang pertama kali akan ditemui adalah Kampung Heobak. Menurut penuturan Pak Alfian Patoding (Kabid Ekonomi BAPPEDA Yalimo) yang menemani perjalanan kami, wilayah ini dahulu menjadi konflik antara Jayawijaya dan Yalimo, tetapi sekarang sudah diputuskan oleh pemerintah kedua belah pihak dan masyarakat juga menyambutnya dengan baik. Sepanjang perjalan ke dari kampung ke kampung ke Yalimo terdapat banyak tanaman pisang disisi kiri dan kanan jalan yang buahnya boleh dimakan asalkan mendapatkan izin dari pemilik kebun. Tanaman ini terhampar mulai dari Distrik Kurulu (masih wilayah Jayawijaya) dan tumbuh berdampingan dengan Pohon Buah Merah. Penduduk lokal menyebutnya buah surga, makanan khas yang penuh nutrisi, tetapi sayang belum banyak dibudidayakan. Sebelum memasuki Distrik Abenaho, jalanan cukup berliku. Di distrik inilah pilot project Gerbangmas Hasrat Papua pertama diimplementasikan. Program yang dipilih

adalah pembangunan Pendidikan Usia Dini terintegrasi (PUD) Yakpesmi (Pass-valley). Pendidikan PUD ini sebenarnya berasal dari PAU D ya n g t e l a h d i ke m b a n g k a n o l e h misionaris. Saat ini, bangun PUD tersebut belum digunakan karena bangunannya belum selesai. Bangunan tersebut rencananya akan rampung tahun depan. Jumlah anak-anak yang belajar di PUD ini sebanyak 24 anak dan diasuh oleh 3 Guru yang semuanya berstatus tenaga sukarela. Alat-alat bermain anak-anak dibuat d a r i b a h a n l o k a l a g a r l e b i h m u d a h diadaptasikan, termasuk alat-alat kelengkapan lain, seperti pakaian dan alat-alat peraga. Selain PUD, program Gerbangmas didistrik ini adalah SD YPK Pass-Valley dan SD Wambak. Jumlah siswa di dua sekolah tersebut sekitar 327 anak. Di kedua sekolah tersebut program Gerbangmas memberi bantuan berupa pakaian sekolah. Dari Abenaho, kota tertua Yalimo perjalanan dilanjutkan ke Elilem ibu kota Kabupaten Yalimo, juga menjadi pilot project Gerbangmas. Jarak kedua lokasi tersebut adalah sekitar 30 km dengan kondisi jalan yang sangat terjal dan rusak. Yalimo merupakan daerah yang cukup strategis karena terdapat persimpangan jalan menuju Lanny Jaya, Kobakma dan Mamberamo Tengah. Apabila jalanan di daerah ini bagus, kita bisa tiba di Wamena dengan jalur darat, tidak menggunakan pesawat lagi.

Seperti halnya di Abenaho, kegiatan Gerbangmas di Yalimo dilakukan melalui pembangunan PAUD terintegrasi, yaitu PAUD Bulmu dan YPK Moria Pirid. Pembangunan dua PAUD ini sangat menggembirakan bagi warga sekitar. Anak-anak yang masuk dikedua PAUD tersebut terbilang sangat banyak. Kehadiran kedua sekolah tersebut menimbul-kan animo dan merangsang banyak orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya ditempat tersebut, bahkan ada orang tua yang membawa sendiri bangku, degan harapan anaknya bisa masuk di PAUD tersebut. Selain PAUD, Gerbangmas juga memberikan bantuan pakaian seragam sekolah, tas dan sepatu ke SD Negeri 1, Elelim dan SD Inpres Elelim, sedangkan sekolah menengah sasaran di SMPN 01 Elelim dengan penambahan beberapa ruang belajar untuk laboratorium dan perpustkaan sera pembelian buku-buku pelajaran. Satu-satunya program Gerbangmas dibidang p e n d i d i k a n y a n g k e l u a r d a r i d i s t r i k peruntukannya adalah Pembangunan PAUD Lachairoi di distrik Apahapsil. Menurut Nahor Nekwek, Kepala Dinas Pendidikan, pembangunan PAUD ini meskipun menyalahi aturan tetapi atas nama pemerataan, boleh menjadi keputusan yang bijak, yang penting tidak keluar dari substansi Program G e r ba n g m a s . S e l a i n p ro g ra m - p ro g ra m

t e rs e b u t , b e b e ra p a p ro g ra m l a i n d a r i Gerbangmas yang diperuntukan di Yalimo, adalah pengadaan perlengkapan Puskesmas dan pelayanan kesehatan ibu dan anak, penyuluhan kesehatan ibu, bayi dan anak serta pendirian pusat informasi dan konseling. Dibidang kesejahteraan sosial juga dilakukan kegiatan pelatihan keterampilan dan praktik belajar kerja bagi anak terlantar, pemberdayaan eks penyandang penyakit sosial, penyediaan s a ra n a i b a d a h d a n fa s i l i t a s i ke g i at a n keagamaan. Dibidang ekonomi dilakukan kegiatan pengembangan bibit unggul. Dari beragam kegiatan tersebut, sebagian kegiatan belum mengarah kepada peruntukan Gerbangmas tetapi daripada kita berdebat perihal berhasil atau gagal, sesuai atau tidak, yang terpenting adalah program tersebut benar-benar telah dilaksanakan dan memberi dampak bagi masyarakat sekarang dan masa akan datang. Dari pernyataan ini nampak bahwa Pemda Yalimo telah menanam bibit dan akan terus-menerus menyemainya hingga sampai pada satu kalimat “Dari Yalimo gerakan Gerbangmas benar-benar menjadi harapan seluruh rakyat Papua”. Semoga!.

INFORMASI LEBIH LANJUTPenulis sehari-hari bekerja di Bappeda Provinsi Papua

Foto Dok. Yayasan BaKTI

35 36BaKTINews BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

u d a h m e n e m u k a n w a j a h pariwisata di pulau Sumba. Pantai dengan bentangan pasir yang putih, kampung-kampung t u a ya n g b e l u m t e r ja m a h modernisasi, ritual-ritual yang

sakral, tenunan yang dibuat dengan ketekunan dan kerja keras yang luar biasa serta potensi lainnya merupakan wajah pariwisata yang akan kita jumpai ketika bicara tentang Sumba. Namun diluar semua potensi keindahan Sumba itu, terselip sebuah kegelisahan. Kegelisahan itu hadir ketika pariwisata nampak sebagai ancaman yang akan menggeser esensi dan eksistensi warga lokal sebagai tuan atas tanahnya sendiri. Fenomena penjualan tanah di daerah pesisir pantai Sumba atau tempat-tempat yang berpotensi sebagai tempat wisata sudah bukan hal yang asing. Orang-orang berduit memanfaatkan hal tersebut dengan membangun hotel atau menjadikan tempat tersebut sebagai area pribadi dan kemudian memagarinya dengan tembok atau kawat-kawat besi dan menutup akses oleh warga lokal. Padahal dulunya warga lokal bebas menikmati semua itu. Selain permasalahan tanah, kegelisahan lainnya adalah budaya yang mulai diintervesi untuk kepentingan pariwisata, tanah ulayat dan lahan penggembalaan ternak yang menjelma perkebunan milik investor, dan beberapa problem lainnya. Ketika pariwisata berkembang, pertanyaan yang

Sumba Hospitality

School

M

dan Generasi Muda Penjaga Sumba

mungkin saja muncul adalah dimanakah posisi masyarakat Sumba? Perlukah kita sebagai orang Sumba menjaga budaya, menjaga tanah serta menjaga lingkungan kita? Tentu saja perlu! Berangkat dari kegelisahan dan kesempatan berbagi yang ada maka ibu Inge de Lathauwer yang berasal dari Belgia bersama ibu Redempta Bato bersama anggota Sumba Hospitality Foundation lainnya mendirikan sebuah sekolah yang unik dengan harapan mampu menjawab segenap kegelisahan tadi. Sekolah itu dikenal dengan sumba hospitality school atau yang biasa dikenal sekolah hotel sumba. Sekolah yang diresmikan sejak 22 juli 2016 melalui sebuah ritual marapu ini berada dalam lahan seluas 5 hektar di Desa Karuni Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT dan tidak jauh dari pantai Mananga Aba. Sekolah ini dibangun untuk membina dan mempersiapkan anak-anak muda Sumba yang berusisa 17-23 tahun untuk menjawab tantangan pariwisata, baik di Sumba maupun di luar Sumba. Saat ini terdapat 40 anak (20 laki-laki dan 20 perempuan) yang dididik sebagai

Oleh Diana TimoriaFoto: Ichsan Djunaed

35 36BaKTINews BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

u d a h m e n e m u k a n w a j a h pariwisata di pulau Sumba. Pantai dengan bentangan pasir yang putih, kampung-kampung t u a ya n g b e l u m t e r ja m a h modernisasi, ritual-ritual yang

sakral, tenunan yang dibuat dengan ketekunan dan kerja keras yang luar biasa serta potensi lainnya merupakan wajah pariwisata yang akan kita jumpai ketika bicara tentang Sumba. Namun diluar semua potensi keindahan Sumba itu, terselip sebuah kegelisahan. Kegelisahan itu hadir ketika pariwisata nampak sebagai ancaman yang akan menggeser esensi dan eksistensi warga lokal sebagai tuan atas tanahnya sendiri. Fenomena penjualan tanah di daerah pesisir pantai Sumba atau tempat-tempat yang berpotensi sebagai tempat wisata sudah bukan hal yang asing. Orang-orang berduit memanfaatkan hal tersebut dengan membangun hotel atau menjadikan tempat tersebut sebagai area pribadi dan kemudian memagarinya dengan tembok atau kawat-kawat besi dan menutup akses oleh warga lokal. Padahal dulunya warga lokal bebas menikmati semua itu. Selain permasalahan tanah, kegelisahan lainnya adalah budaya yang mulai diintervesi untuk kepentingan pariwisata, tanah ulayat dan lahan penggembalaan ternak yang menjelma perkebunan milik investor, dan beberapa problem lainnya. Ketika pariwisata berkembang, pertanyaan yang

Sumba Hospitality

School

M

dan Generasi Muda Penjaga Sumba

mungkin saja muncul adalah dimanakah posisi masyarakat Sumba? Perlukah kita sebagai orang Sumba menjaga budaya, menjaga tanah serta menjaga lingkungan kita? Tentu saja perlu! Berangkat dari kegelisahan dan kesempatan berbagi yang ada maka ibu Inge de Lathauwer yang berasal dari Belgia bersama ibu Redempta Bato bersama anggota Sumba Hospitality Foundation lainnya mendirikan sebuah sekolah yang unik dengan harapan mampu menjawab segenap kegelisahan tadi. Sekolah itu dikenal dengan sumba hospitality school atau yang biasa dikenal sekolah hotel sumba. Sekolah yang diresmikan sejak 22 juli 2016 melalui sebuah ritual marapu ini berada dalam lahan seluas 5 hektar di Desa Karuni Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT dan tidak jauh dari pantai Mananga Aba. Sekolah ini dibangun untuk membina dan mempersiapkan anak-anak muda Sumba yang berusisa 17-23 tahun untuk menjawab tantangan pariwisata, baik di Sumba maupun di luar Sumba. Saat ini terdapat 40 anak (20 laki-laki dan 20 perempuan) yang dididik sebagai

Oleh Diana TimoriaFoto: Ichsan Djunaed

37 38BaKTINews BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

angkatan pertama. Dengan masa pembelajaran setahun, pengatahuan yang diberikan dikemas dalam bentuk teori dan praktek dengan empat jurusan yakni Housekeeping, front office, culinary atau tata boga serta Resto and bar. Kurikulum tersebut diawali dengan tiga bulan pertama untuk belajar pengetahuan secara umum sebelum akhirnya mereka memilih jurusan yang ingin mereka dalami dan proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris. Selain teori yang diberikan oleh sekitar 10 orang pengajar yang bersifat relawan, siswa juga akan diikutkan pada praktek-praktek yang dilakukan di Hotel Nihiwatu serta beberapa hotel di Bali. Dengan standar pembelajaran yang bersifat internasional diharapkan para siswa mampu bersaing dalam dunia perhotelan hingga ke tingkat dunia. Sekolah hotel ini menerapkan prinsip sustainable tourism. Prinsip ini merangkum tiga point utama yang menjadi sasaran sekolah hotel. Pertama, peningkatan ekonomi masyarakat lokal untuk memastikan masyarakat lokal menikmati manfaat paling besar dari industri pariwisata. Salah satu caranya dengan menyiapkan anak-anak melalui pendidikan sehingga bisa digunakan oleh hotel-hotel yang ada di Sumba sebagai sumber daya manusia yang berkualitas. Kedua, tidak merusak lingkungan dengan konsisten menggunakan energi baru terbarukan

serta bahan-bahan dan pupuk yang bersifat organik. Ketiga, tidak mengintervensi budaya atau kultur sumb. Dalam hal ini orang Sumba perlu hidup sebagai orang sumba dengan terus mempertahankan nilai budaya filosofi yang kian diabaikan bahkan dihilangkan. Ibu Dempta Bato bersama tim Sumba Hospitality School lainnya juga melakukan advokasi ke pemerintah. Advokasi ini bertujuan untuk membantu pemerintah di empat kabupaten untuk mendesain perencanaan pariwisata berkelanjutan karena negara dalam hal ini pemerintah harus punya regulasi terkait Kepariwisataanya. Misalnya harus mem-pekerjakan paling sedikit 90% warga lokal d a l a m p e n g e m b a n g a n h o t e l , k e d u a menggunakan energi baru terbarukan, dan punya manajemen sampah. Semua itu harus menjadi satu kesatuaan berpikir dan oleh negara harus dibuat dalam satu kebijakan yang sungguh-sungguh. Karena ketika pariwisata menjadi program unggulan maka pemerintah di Sumba harus siap. Dan Sumba Hospitality School telah membuktikan bahwa membangun hotel sekaligus menjaga lingkungan dan menghormati budaya serta masyarakat sekitar bukanlah hal yang tidak mungkin untuk dilakukan.

Para murid Sumba Hospitality School, sebagian besar berasal dari keluarga tidak mampu di Sumba dan beberapa daerah lainnya (atas). Ruang kelas di bangunanberbagan bambu yang terbuka dan sejuk (tengah). Berbagai fasilitas layaknya hotel tersedia sebagai tempat praktik sesuai jurusannya (bawah).

Pertanian alami diterapkan di tempat ini, mulai darikompos yang dibuat sendiri hingga lahan pertanianyang bebas dari bahan kimia. Murid-murid disekolahini diajarkan segala hal mengenai Sustainable Tourism (kanan).

INFORMASI LEBIH LANJUTLebih banyak informasi mengenai Sumba Hospitality School dapat dilihat pada link berikut http://sumbahospitalityfoundation.org

37 38BaKTINews BaKTINews No. Agustus - September 2017 140 No. Agustus - September 2017 140

angkatan pertama. Dengan masa pembelajaran setahun, pengatahuan yang diberikan dikemas dalam bentuk teori dan praktek dengan empat jurusan yakni Housekeeping, front office, culinary atau tata boga serta Resto and bar. Kurikulum tersebut diawali dengan tiga bulan pertama untuk belajar pengetahuan secara umum sebelum akhirnya mereka memilih jurusan yang ingin mereka dalami dan proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris. Selain teori yang diberikan oleh sekitar 10 orang pengajar yang bersifat relawan, siswa juga akan diikutkan pada praktek-praktek yang dilakukan di Hotel Nihiwatu serta beberapa hotel di Bali. Dengan standar pembelajaran yang bersifat internasional diharapkan para siswa mampu bersaing dalam dunia perhotelan hingga ke tingkat dunia. Sekolah hotel ini menerapkan prinsip sustainable tourism. Prinsip ini merangkum tiga point utama yang menjadi sasaran sekolah hotel. Pertama, peningkatan ekonomi masyarakat lokal untuk memastikan masyarakat lokal menikmati manfaat paling besar dari industri pariwisata. Salah satu caranya dengan menyiapkan anak-anak melalui pendidikan sehingga bisa digunakan oleh hotel-hotel yang ada di Sumba sebagai sumber daya manusia yang berkualitas. Kedua, tidak merusak lingkungan dengan konsisten menggunakan energi baru terbarukan

serta bahan-bahan dan pupuk yang bersifat organik. Ketiga, tidak mengintervensi budaya atau kultur sumb. Dalam hal ini orang Sumba perlu hidup sebagai orang sumba dengan terus mempertahankan nilai budaya filosofi yang kian diabaikan bahkan dihilangkan. Ibu Dempta Bato bersama tim Sumba Hospitality School lainnya juga melakukan advokasi ke pemerintah. Advokasi ini bertujuan untuk membantu pemerintah di empat kabupaten untuk mendesain perencanaan pariwisata berkelanjutan karena negara dalam hal ini pemerintah harus punya regulasi terkait Kepariwisataanya. Misalnya harus mem-pekerjakan paling sedikit 90% warga lokal d a l a m p e n g e m b a n g a n h o t e l , k e d u a menggunakan energi baru terbarukan, dan punya manajemen sampah. Semua itu harus menjadi satu kesatuaan berpikir dan oleh negara harus dibuat dalam satu kebijakan yang sungguh-sungguh. Karena ketika pariwisata menjadi program unggulan maka pemerintah di Sumba harus siap. Dan Sumba Hospitality School telah membuktikan bahwa membangun hotel sekaligus menjaga lingkungan dan menghormati budaya serta masyarakat sekitar bukanlah hal yang tidak mungkin untuk dilakukan.

Para murid Sumba Hospitality School, sebagian besar berasal dari keluarga tidak mampu di Sumba dan beberapa daerah lainnya (atas). Ruang kelas di bangunanberbagan bambu yang terbuka dan sejuk (tengah). Berbagai fasilitas layaknya hotel tersedia sebagai tempat praktik sesuai jurusannya (bawah).

Pertanian alami diterapkan di tempat ini, mulai darikompos yang dibuat sendiri hingga lahan pertanianyang bebas dari bahan kimia. Murid-murid disekolahini diajarkan segala hal mengenai Sustainable Tourism (kanan).

INFORMASI LEBIH LANJUTLebih banyak informasi mengenai Sumba Hospitality School dapat dilihat pada link berikut http://sumbahospitalityfoundation.org

Update Batukarinfo.com

The objective of this study is to obtain a description of child well-being, caregiving arrangements, and child caregiving practices in both poor migrant and non-migrant families in two migrant sending districts, namely Kabupaten Banyumas and Kabupaten Lombok Tengah. This description is followed by an explanation of government and community support, especially for poor children who were left by their migrant mothers.

http://www.batukarinfo.com/node/34005

Artikel

Prospek Pertumbuhan Kawasan Asia Berkembang Kian Meningkat

Prospek pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia yang berkembang pada 2017 meningkat berkat permintaan ekspor yang lebih besar daripada perkiraan di kuartal pertama tahun ini, demikian menurut laporan baru dari Asian Development Bank (ADB). Dalam laporan tambahan bagi Asian Development Outlook 2017, ADB menaikkan proyeksi pertumbuhan kawasan ini dari 5,7% menjadi 5,9% pada 2017, dan dari 5,7% menjadi 5,8% pada 2018. Kenaikan yang lebih kecil pada proyeksi 2018 mencerminkan pandangan yang berhati-hati terkait keberlanjutan dorongan ekspor tersebut.

http://www.batukarinfo.com/node/33975

Referensi

Batukarinfo.com adalah sebuah portal online yang menyediakan informasi dan pengetahuan tentang beragam program pembangunan di KTI. Media ini dapat dimanfaatkan untuk berinteraksi dan berbagi pengetahuan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia

Untuk registrasi menjadi member Batukarinfo dan informasi lebih lanjut, anda dapat mengunjungi: www.batukarinfo.com

Berbagi Peran Melahirkan Sejarah Baru

Momentum perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Negara Republik Indonesia yang Ke-72 melahirkan sejarah baru bagi masyarakat Desa Tertung Mau Kecamatan Kayan Hilir Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Desa ini adalah salah satu lokasi Program Rintisan KIAT Guru. Penyelenggaraan upacara pengibaran bendera Merah Putih pada Kamis, 17 Agustus 2017 silam berjalan khidmat di desa ini meski gerimis sepat mewarnai pagi.

http://www.batukarinfo.com/kiat-guru/cerita-lapangan/ berbagi-peran-melahirkan-sejarah-baru

President Joko Widodo called for a 'mental revolution' among the Indonesian people and institutions to address structural weaknesses in the economy, the declining authority of the state and the rise of intolerance and sectarian conflict. Through this call, which is articulated as the Nawa Cita, or the nine development priorities of the state, he recognises that Indonesia's economic development rests on the ability to change mindsets, attitudes and behaviours to redress structural weaknesses in the economy. This paper develops a framework for evaluating a mental revolution.

http://www.batukarinfo.com/node/34003

How do you Evaluate a Mental Revolution?

The Well-Being of Poor Children Left by Their Mothers who Become Migrant Workers: Case Study in Two Kabupaten in Indonesia

Kegiatan di BaKTI

ertemuan ini membahas model-model Pmanajemen PASIKOLA yang mungkin digunakan setelah fase Piloting selesai yang

dihadiri oleh Tim PASIKOLA, Ketua Organda, Dinas Perhubungan Kota Makassar dan BaKTI. PASIKOLA sendiri adalah program angkutan antar jemput anak sekolah oleh Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Perhubungan bekerjasama dengan Dinas

Pertemuan Tim PASIKOLA mengenai Management

PASIKOLA

12 Agustus 2017

ertempat di kantor BaKTI telah dilaksanakan Bkegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KSM/KPP Kelurahan Kunjung Mae Kecamatan

Mariso, Kota Makassar. Kegiatan dilaksanakan oleh kelurahan Kunjung Mae bersama program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) dan diikuti sebanyak 27 orang peserta berasal dari masyarakat kelurahan Kunjung Mae, Anggota BKM, dan staf Program KOTAKU.Tujuan kegiatan ini adalah untuk membangun pemahaman yang sama tentang konsep dan tata cara pelaksanaan Program KOTAKU, membangun Kolaborasi dengan seluruh pelaku dalam rangkan

13 Agustus 2017

Pendidikan, ORGANDA, UNPulseLab Jakarta, BaKTI dengan dukungan dari UNDP. Pada pertemuan ini beberapa model manajemen dipresentasikan seperti PASIKOLA bekerjasama dengan pihak ke tiga, sepenuhnya dibawah Organda dan beberapa alternatif management lainnya.

Pelatihan Peningkatan Kapasitas KSM/KPP Kelurahan

Kunjung Me Kecamatan Mariso

pelaksanaan kegiatan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman melalui Program KOTAKU dan membangun pemahaman dan keterampilan pelaku dalam melaksanakan kegiatan Program KOTAKU tingkat Kelurahan/Desa.

aKTI bekerja sama dengan Idea Project dan BKoheo Films mengadakan Diskusi dan Pemutaran film Suara dari Pesisir, bertempat

di gedung BaKTI Makassar. Kegiatan ini diikuti oleh 30 peserta dari berbagai unsur yang ada di Makassar seperti mahasiswa, akademisi, komunitas dan profesional. Film Suara dari Pesisir ini adalah film bergenre drama yang mengambil lokasi di Pulau Labengki, sebuah pulau di Sulawesi Tenggara yang berjarak kurang lebih 60 km dari kota Kendari. Film ini diproduksi oleh Koheo Films dengan melibatkan sutradara, kru dan pemain lokal dari Sulawesi Tenggara. Tema film yang berdurasi 24 menit ini mengangkat isu pendidikan, konservasi dan potensi pariwisata pulau Labengki. Pada sesi diskusi, peserta

21 Agustus 2017Diskusi dan Pemutaran Film

"Suara dari Pesisir”

memberikan kritik dan saran terhadap film ini baik dari sisi kreatif maupun konten isu yang dijawab langsung oleh Tirta dan Joane selaku produser film ini.

Update Batukarinfo.com

The objective of this study is to obtain a description of child well-being, caregiving arrangements, and child caregiving practices in both poor migrant and non-migrant families in two migrant sending districts, namely Kabupaten Banyumas and Kabupaten Lombok Tengah. This description is followed by an explanation of government and community support, especially for poor children who were left by their migrant mothers.

http://www.batukarinfo.com/node/34005

Artikel

Prospek Pertumbuhan Kawasan Asia Berkembang Kian Meningkat

Prospek pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia yang berkembang pada 2017 meningkat berkat permintaan ekspor yang lebih besar daripada perkiraan di kuartal pertama tahun ini, demikian menurut laporan baru dari Asian Development Bank (ADB). Dalam laporan tambahan bagi Asian Development Outlook 2017, ADB menaikkan proyeksi pertumbuhan kawasan ini dari 5,7% menjadi 5,9% pada 2017, dan dari 5,7% menjadi 5,8% pada 2018. Kenaikan yang lebih kecil pada proyeksi 2018 mencerminkan pandangan yang berhati-hati terkait keberlanjutan dorongan ekspor tersebut.

http://www.batukarinfo.com/node/33975

Referensi

Batukarinfo.com adalah sebuah portal online yang menyediakan informasi dan pengetahuan tentang beragam program pembangunan di KTI. Media ini dapat dimanfaatkan untuk berinteraksi dan berbagi pengetahuan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia

Untuk registrasi menjadi member Batukarinfo dan informasi lebih lanjut, anda dapat mengunjungi: www.batukarinfo.com

Berbagi Peran Melahirkan Sejarah Baru

Momentum perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Negara Republik Indonesia yang Ke-72 melahirkan sejarah baru bagi masyarakat Desa Tertung Mau Kecamatan Kayan Hilir Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Desa ini adalah salah satu lokasi Program Rintisan KIAT Guru. Penyelenggaraan upacara pengibaran bendera Merah Putih pada Kamis, 17 Agustus 2017 silam berjalan khidmat di desa ini meski gerimis sepat mewarnai pagi.

http://www.batukarinfo.com/kiat-guru/cerita-lapangan/ berbagi-peran-melahirkan-sejarah-baru

President Joko Widodo called for a 'mental revolution' among the Indonesian people and institutions to address structural weaknesses in the economy, the declining authority of the state and the rise of intolerance and sectarian conflict. Through this call, which is articulated as the Nawa Cita, or the nine development priorities of the state, he recognises that Indonesia's economic development rests on the ability to change mindsets, attitudes and behaviours to redress structural weaknesses in the economy. This paper develops a framework for evaluating a mental revolution.

http://www.batukarinfo.com/node/34003

How do you Evaluate a Mental Revolution?

The Well-Being of Poor Children Left by Their Mothers who Become Migrant Workers: Case Study in Two Kabupaten in Indonesia

Kegiatan di BaKTI

ertemuan ini membahas model-model Pmanajemen PASIKOLA yang mungkin digunakan setelah fase Piloting selesai yang

dihadiri oleh Tim PASIKOLA, Ketua Organda, Dinas Perhubungan Kota Makassar dan BaKTI. PASIKOLA sendiri adalah program angkutan antar jemput anak sekolah oleh Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Perhubungan bekerjasama dengan Dinas

Pertemuan Tim PASIKOLA mengenai Management

PASIKOLA

12 Agustus 2017

ertempat di kantor BaKTI telah dilaksanakan Bkegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas KSM/KPP Kelurahan Kunjung Mae Kecamatan

Mariso, Kota Makassar. Kegiatan dilaksanakan oleh kelurahan Kunjung Mae bersama program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) dan diikuti sebanyak 27 orang peserta berasal dari masyarakat kelurahan Kunjung Mae, Anggota BKM, dan staf Program KOTAKU.Tujuan kegiatan ini adalah untuk membangun pemahaman yang sama tentang konsep dan tata cara pelaksanaan Program KOTAKU, membangun Kolaborasi dengan seluruh pelaku dalam rangkan

13 Agustus 2017

Pendidikan, ORGANDA, UNPulseLab Jakarta, BaKTI dengan dukungan dari UNDP. Pada pertemuan ini beberapa model manajemen dipresentasikan seperti PASIKOLA bekerjasama dengan pihak ke tiga, sepenuhnya dibawah Organda dan beberapa alternatif management lainnya.

Pelatihan Peningkatan Kapasitas KSM/KPP Kelurahan

Kunjung Me Kecamatan Mariso

pelaksanaan kegiatan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman melalui Program KOTAKU dan membangun pemahaman dan keterampilan pelaku dalam melaksanakan kegiatan Program KOTAKU tingkat Kelurahan/Desa.

aKTI bekerja sama dengan Idea Project dan BKoheo Films mengadakan Diskusi dan Pemutaran film Suara dari Pesisir, bertempat

di gedung BaKTI Makassar. Kegiatan ini diikuti oleh 30 peserta dari berbagai unsur yang ada di Makassar seperti mahasiswa, akademisi, komunitas dan profesional. Film Suara dari Pesisir ini adalah film bergenre drama yang mengambil lokasi di Pulau Labengki, sebuah pulau di Sulawesi Tenggara yang berjarak kurang lebih 60 km dari kota Kendari. Film ini diproduksi oleh Koheo Films dengan melibatkan sutradara, kru dan pemain lokal dari Sulawesi Tenggara. Tema film yang berdurasi 24 menit ini mengangkat isu pendidikan, konservasi dan potensi pariwisata pulau Labengki. Pada sesi diskusi, peserta

21 Agustus 2017Diskusi dan Pemutaran Film

"Suara dari Pesisir”

memberikan kritik dan saran terhadap film ini baik dari sisi kreatif maupun konten isu yang dijawab langsung oleh Tirta dan Joane selaku produser film ini.

InfoBuku

Advokasi sebagai instrumen transformasi sosial merupakan salah satu dari banyak cara yang dipilih LSM/NGO untuk merespon kegagalan pembangunan yang dikembangkan negara dalam menciptakan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat. Aktivitas untuk mentransformasikan kaum marginal secara ekonomi dan subordinat secara politik itu yang kemudian memproduksi citra oposisional mereka dalam konteks state-soceity relationship. Namun citra tersebut tidak selalu benar, buku ini ditulis berdasarkan pengalaman advokasi (biner) antara kelompok pro-perubahan dan anti perubahan, serta pengkutuban antara masyarakat (civil soceity) dan negara (political soceity).

Analisis Sosial: Bersaksi Dalam Advokasi Irigasi PENULIS Makinuddin dan Tri Hadiyanto Sasongko

Terimakasih kepada AKATIGA dan water.org atas donasi buku untuk perpustakaan BaKTI. Buku-buku tersebut dapat dibaca di Perpustakaan BaKTI.

Anak-anak terlibat sebagai tenaga kerja individu upahan di Jember. Sementara di Deli Serdang, sistem manajemen dan organisasi produksi yang diterapkan di perkebunan memaksa orang tua (karyawan) melibatkan anak-anak sebagai tenaga kerja keluarga yang tidak diupah. Dalam kasus ini, keterlibatan anak memperlihatkan nuansa kerja paksa. Keterlibatan anak-anak dalam pekerjaan produksi tembakau berdampak secara signifikan terhadap kesejahteraan mereka. Dalam jangka panjang, keterlibatan ini berpotensi membahayakan kesehatan dan pendidikan anak-anak.

Pekerja Anak di Perkebunan TembakauPENULIS Indrasari Tjandraningsih dan Popon Anarita

Berbagai macam strategi coba dikembangkan buruh untuk menghadapi persoalan yang menimpa diri, keluarga, dan komunitasnya. Dalam kasus buruh di Majalaya, selama kurun waktu 1928-2000-an, persoalan dan strategi yang dipilih oleh mereka mengalami begitu banyak perubahan dan menjadi lebih kompleks. Waktu, energi, dan pikiran mereka juga untuk menanggulangi persoalan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi pekerjaan sebagai buruh pabrik terbukti tidak bisa dijadikan sandaran hidup satu-satunya. Kondisi ini dapat mengancam motivasi serta loyalitas buruh untuk berorganisasi di dalam serikat buruh. Buku ini berupaya mengangkat problematika kehidupan buruh dan melihat kaitannya dengan upaya-upaya pengorganisasian dan pembentukan identitas buruh.

Gali Tutup Lubang Itu Biasa; Strategi Buruh Menanggulangi Persoalan dari Waktu ke waktu

PENULIS Resmi Setia M.S

Buletin ini berisi kumpulan kisah yang terjadi di lapangan selama proses pendampingan water.org bersama mitranya yang diberi nama Cerita Tapak Water.org Indonesia. Kisah-kisah tentang perkembangan mengenai semakin banyaknya orang yang berupaya mengimplementasikan program-program untuk mengakses air bersih dan layak minum, serta sanitasi bagi masyarakat yang membutuhkan.

Mencari Air Bersih dan Jamban “Bermartabat” PENULIS Gusril Bahar, dkk