nilai-nilai pendidikan dalam al-qur’an surah al...

75
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL-ISRA’ AYAT 23-25 DAN AKTUALISASINYA DALAM DUNIA MODERN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Pendidikan Islam oleh: K H A N I F NIM : 073111029 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012

Upload: vohuong

Post on 31-Jan-2018

236 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM

AL-QUR’AN SURAH AL-ISRA’ AYAT 23-25

DAN AKTUALISASINYA DALAM DUNIA MODERN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana

Dalam Ilmu Pendidikan Islam

oleh:

K H A N I F

NIM : 073111029

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2012

Page 2: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Khanif

NIM : 073111029

Jurusan/ Program Studi : Tarbiyah/PAI

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/

karyasaya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

Semarang, 4 April 2012

Saya yang menyatakan

Khanif

NIM. 073111029

Page 3: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

iii

Page 4: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

iv

Page 5: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

v

Page 6: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

vi

ABSTRAK

Judul : Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Q.S Al-Isra’ Ayat 23-25dan

Aktualisasinya Dalam Dunia Modern Penulis : Khanif

NIM : 073111029

Skripsi ini membahas nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S

Al-Isra’ Ayat 23-25 dan aktualisasinya dalam dunia modern. Kajiannya dilatar

belakangi oleh minimnya pendidikan aqidah (Mengesakan Allah) dan berbuat

baik kepada kedua orang tua (birrul walidaini). Studi ini dimaksudkan untuk

menjawab permasalahan:(1) Apa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam

Q.S. Al-Isra’ ayat 23-25? (2) Bagaimanakah aktualisasi nilai-nilai pendidikan

agama berdasarkan Q.S Al-Isra’ ayat 23-25 dalam dunia modern? Permasalahan

tersebut dibahas melalui kitab suci Al-Quran yang menjadi pedoman hidup orang

Islam. Selain itu, sumber data penulisan ini juga diambil dari buku-buku atau

bahan bacaan yang relevan dengan pembahasan masalah dalam penulisan skripsi

ini. Sumber data penelitian ini penulis bedakan menjadi dua kelompok, yang

pertama adalah sumber primer yang berasal dari Al-Quran dan yang kedua adalah

sumber sekunder yang berasal dari data yang diperoleh dari sumber-sumber lain

yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti: Tafsir klasik dan tafsir

kontemporer.

Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai pendidikan yang

terkandung dalam Q.S Al-Isra’ ayat 23-25 yaitu pertama, pendidikan akidah yakni

Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk mengesakan-Nya dalam ibadah dan

dalam penyembahan serta melarang mereka menyekutukan Allah dengan apa pun

atau siapa pun. Oleh sebab itu, yang berhak mendapat penghormatan tertinggi

hanyalah yang menciptakan alam dan semua isinya yaitu Allah SWT.kedua,

Pendidikan birrul walidainiyakni sesudah Allah memerintahkan supaya jangan

menyembah selain Dia lalu Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar

mereka benar-benar memperhatikan urusan kebaktian kepada kedua ibu bapak dan

tidak menganggapnya sebagai urusan yang remeh, dengan menjelaskan bahwa

Tuhanlah yang lebih mengetahui apa yang tergetar dalam hati mereka.(2)

aktualisasinilai-nilai pendidikan berdasarkan Q.S Al-Isra’ ayat 23-25 dalam dunia

modern yaitu pertama, pendidikan akidah di sekolahan hendaknya mengajarkan

kepada peserta didik bertauhid meng-Esakan Allah bahwa tidak ada tuhan yang

patut disembah selain Allah Tuhan Yang Maha Esa. Jumlah jam pelajaran yang

terbatas dengan materi yang diserat menyebabkan guru agama mengambil jalan

pintas yang paling mudah, yaitu melihat pendidikan agama tidak lebih sebagai

pelajaran daripada sebagai pendidikan.kedua, pendidikan birrul walidaindalam

dunia modern sekarang inijustru perlakuan terhadap orang tua yang sudah lanjut

usia sungguh terbalik. Di saat mereka membutuhkan perhatian lebih dari orang-

orang terdekat terutama seorang anak, malahan mereka kebanyakan diasingkan

dari keluarga dengan alasan supaya mendapatkan perhatian yang lebih baik.

Akhirnya, mereka dititipkan di panti jompo atau yang lain.

Page 7: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena ijin dan ridha-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Nilai-Nilai Pendidikan Dalam

Q.S Al-Isra’ Ayat 23-25 Dan Aktualisasinya Dalam Dunia Modern”. Shalawat

dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi akhir

zaman dan pembawa rahmat bagi makhluk seluruh alam. Dalam penulisan ini,

penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini terlepas dari

keterbatasan penulis sebagai manusia dengan segala kekurangan dan kekhilafan.

Tidak ada kata yang pantas penulis ungkapkan kepada pihak-pihak yang

membantu proses pembuatan skripsi ini, kecuali terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Dr. Suja’i, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang

selalu mengembangkan keilmuan di Fakultas Tarbiyah.

2. Nasirudin, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas

Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang selalu memberi arahan dan nasehat.

3. Dr. Musthofa, M.Ag. selaku pembimbing I danAlis Asikin, M.A. selaku

pembimbing II yang telah berkenan untuk meluangkan waktu, tenaga dan

pikirannya, untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Dosen jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah membekali penulis dengan

berbagai ilmu pengetahuan dan pengalaman

5. Ayahanda H. Subkhan dan ibunda Hj. Mutiah yang tidak henti-hentinya

memberikan dorongan baik moril maupun materiil dan tidak pernah bosan

mendoakan penulis dalam menempuh studi dan mewujudkan cita-cita.

6. Teman-teman penulis yaitu Adam Fatukaloba, Rois Ma’sum dan Mukhlisin

yang ikut memberikan motivasi selama menempuh studi, khususnya dalam

proses penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang

lebih dari yang mereka berikan.

Page 8: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

viii

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,

baik dari segi materi, metodologi dan analisisnya. Oleh karena itu kritik dan saran

yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis berharap, semoga apa yang

tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para

pembaca pada umumnya. Amin.

Semarang,4 April2012

Penulis

Khanif

073111029

Page 9: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. ii

PENGESAHAN .................................................................................................. iii

NOTA PEMBIMBING ....................................................................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................................ vi

TRANSLITERASI ............................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... x

BAB I: PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 3

D. Kajian Pustaka ................................................................................... 3

E. Metode Penelitian..................................................................... ......... 5

F. Sistematika Pembahasan............................................................. ....... 8

BAB II : DESKRIPSI Q.S AL-ISRA’ AYAT 23-25 ............................................. 9

A. Surat Al-Isra’ Ayat 23-25 .................................................................. 9

1. Redaksi Ayat dan Terjemahan ...................................................... 9

2. Munasabah ................................................................................... 9

3. Asbabun Nuzul ............................................................................ 11

B. Pendapat Mufasir Klasik Tentang Penafsiran Q.S Al-Isra’ Ayat .... 14

C. Pendapat Mufasir Kontemporer Tentang Penafsiran Q.S Al-Isra’

Ayat 23-25 ....................................................................................... 19

Page 10: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

x

BAB III : NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM Q.S AL-ISRA’ AYAT

23-25 ..................................................................................................... 25

A. Pendidikan Tauhid ........................................................................... 25

B. Pendidikan Birrul Walidaini ............................................................ 31

BAB IV : AKTUALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN Q.S AL-ISRA’

AYAT 23-25 DALAM DUNIA MODERN ......................................... 42

A. Penguatan Akidah Peserta Didik ..................................................... 42

B. Penanaman Nilai Birrul Walidaini .................................................. 51

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 58

A. Kesimpulan ...................................................................................... 58

B. Saran ................................................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

Page 11: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Quran merupakan kalam Allah yang mu’jiz, yang diturunkan kepada Nabi

dan Rasul terakhir (Muhammad SAW) melalui perantara malaikat Jibril ditulis dalam

lembaran-lembaran (mashahif) sampai kepada umat manusia secara mutawatir dan

membacanya termasuk ibadah, diawali dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan

surat al-Nas.1Al-Quran juga sebagai sumber utama ajaran agama Islam. Di dalamnya

mencakup ajaran tentang I’tiqad (keyakinan), akhlak (etika), sejarah, serta amaliyah

(tindakan praktis).2

Al-Quran merupakan peraturan bagi umat sekaligus sebagai way of lifenya

yang kekal hingga akhir masa. Oleh karena itu, kewajiban umat Islam adalah

memberikan perhatian yang besar terhadap Al-Quran baik dengan cara membacanya,

menghafalkan atau mempelajarinya. Dalam Al-Quran tidak terdapat sedikitpun

kebatilan serta kebenarannya terpelihara dan dijamin keasliannya oleh Allah SWT

sampai hari kiamat.3Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hijr ayat 9 yang

artinya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya

Kami benar-benar memeliharanya”.4 Al-Quran diturunkan bertujuan untuk menjadi

petunjuk (hudan) dan pedoman bagi manusia dalam menata perjalanan hidupnya

dunia sampai akhirat. Al-Quran sebagai petunjuk tidak akan bermanfaat sebagaimana

mestinya jika tidak dibaca, dipahami maknanya (kognitif), dihayati kandungannya

(afektif), dan kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari (psikomotor).5Al-

1 Muhammad „Aly As Shabuny, Al-Tibyan Fi ‘Ulum Al-Quran, (Bairut: Alim Al Kutub,

1985), hlm. 8

2 Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 56

3 Raghib As Siraji, Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an, (Solo: Aqwam, 2010), hlm. 16

4 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah Indonesia Inggris, (Solo: Qamari, 2008), hlm. 515

5 Mana‟ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Terj. Mudzakir, (Bogor: Pustaka

Literatur Antarnusa, 2007), hlm. 19

Page 12: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

2

Quran bukanlah merupakan kitab undang-undang dan lebih lagi bukan buku sains

dan teknologi.

Menurut Fazlur Rahman bahwa tujuan pokok Al-Quran adalah ajaran moral.

jika melihat kebelakang, keadaan dimana pertama kali Al-Quran diturunkan, maka

akan ditemui keadaan masyarakat Makkah yang penuh dengan berbagai problem

sosial. Dari yang paling kronis berupa praktek-praktek polyteisme penyembahan

kepada berhala-berhala, eksploitasi terhadap orang miskin-miskin, penyalahgunaan

di dalam perdagangan, sampai pada tidak adanya tanggung jawab umum terhadap

masyarakat. Meresponi situasi masayarakat seperti itu, Al-Quran meletakkan ajaran

tauhid atau ketuhanan Yang Maha Esa, di mana setiap manusia harus

bertanggungjawab kepadanya, dan pemberantasan kejahatan sosial dan ekonomi dari

tingkat yang paling bawah sampe ke tingkat yang paling atas.6

Selain pelajaran mengenai aqidah, dalam ayat ini penulis juga

mengidentifikasi masalah lain yang menjadi pokok kandungannya, diantaranya yaitu

aspek akhlak yang menjelaskan tentang birrul walidain (berbuat baik pada kedua

orang tua). Dimana akhlak seorang anak terhadap kedua orangtua saat-saat mereka

sangat membutuhkan yakni di saat kedua orang tua dalam usia lanjut. Bagaimana

seorang anak berbuat baik kepeda kedua orang tua karena pada saat lanjut usia

perilaku mereka berubah seperti anak-anak dan banyak lupa. Ini termasuk bagian

dari perilaku birrul walidain seorang anak terhadap kedua orang tua.7

B. Rumusan Masalah

Dalam tulisan ini, yang penulis jadikan sebagai rumusan masalah adalah:

1. Apa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S. Al-Isra‟ ayat 23-25?

2. Bagaimanakah aktualisasi nilai-nilai pendidikan agama berdasarkan Q.S Al-Isra‟

ayat 23-25 dalam dunia modern?

6A. Qodri Azizy, Pendidikan Untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003),

hlm. 92

7 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007), hlm. 45

Page 13: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas, tujuan dilakukan penelitian ini

adalah untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung pada surat Al-Isra‟ ayat 23-25

dan aktualisasinya dalam dunia modern. Sedangkan manfaat yang dapat kita ambil

dari penelitian telaah Al-Quran ini adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif terhadap pemahaman nilai-nilai

yang terkandung dalam Q.S Al-Isra‟ ayat 23-25 dan aktualisasinya dalam dunia

modern.

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu membantu dalam usaha penghayatan

dan pengamalan terhadap isi kandungan dan nilai-nilai yang ada pada Al-Quran

baik yang tersirat atau pun yang tersurat, lebih khusus lagi pada Q.S Al-Isra‟ ayat

23-25 dan aktualisasinya dalam dunia modern.

3. Penelitian ini dapat memberikan sedikit sumbangan bagi literatur ilmu pendidikan

dalam beberapa aspek, yaitu aspek aqidah, akhlak, dan mua‟malah.

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan kajian penting dalam sebuah penelitian yang akan

kita lakukan. Kajian pustaka disebut juga kajian literal. Kajian pustaka merupakan

sebuah uraian tentang literatur yang relevan dengan bidang atau topik tertentu.8

Penelitian pustaka ini pada dasarnya bukan penelitian yang benar-benar baru.

Sebelum ini banyak yang sudah mengkaji objek penelitian tentang nilai-nilai

pendidikan. Oleh karena itu, penulisan dan penekanan skripsi ini harus berbeda

dengan skripsi yang telah dibuat sebelumnya. Adapun telaah yang digunakan pada

penulisan skripsi ini ialah menggunakan prior research (penelitian terdahulu). Prior

research yaitu penelitian terdahulu yang telah membahas nilai-nilai pendidikan.

Namun prior research yang digunakan penulis dalam pembuatan skripsi ini,

adalah nilai-nilai pendidikan yang telah dikhususkan objek kajiannya, seperti nilai-

nilai pendidikan akidah dan akhlak, dan lain sebagainya. Diantara prior research

yang dimaksudkan diantaranya adalah sebagai berikut :

8 Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2010), hlm 72

Page 14: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

4

1. Nilai-nilai pendidikan akhlak menurut Al Qur’an surat At Taghabun ayat 14.

Disusun oleh Faiq Jauharotul Huda. Di sini dinyatakan nilai-nilai pendidikan

akhlak yang dilakukan kepada anak dengan menggunakan metode pembiasaan

yang sekaligus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari harus mengikuti dan

menyesuaikan dengan perkembangan anak. Penerapan pendidikan antara periode

satu dengan periode yang lainnya harus berbeda, sebagai perbedaan tersebut

berpengaruh terhadap perbedaan usia dan bahkan peningkatan karakter dan

paradigma anak. Jadi pendidikan akhlak yang dilakukan kepada anak seharusnya

menggunakan metode pembiasaan yang sekaligus dipraktekkan dalam kehidupan

sehari-hari.9

2. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surah Al A’raf ayat 199. Disusun oleh Zaenal

Abidin.10

Di sini dinyatakan bahwa pola pendidikan Islami adalah pola

pendidikan Qurani yang diaplikasikan oleh Rasulullah Saw. dalam kehidupan

sehari-hari, diantaranya melalui metode-metode pendidikan yang dicontohkan

oleh beliau. Metode pendidikan Qurani adalah suatu cara atau tindakan-tindakan

dalam lingkup peristiwa pendidikan yang terkandung dalam Al-Quran dan As-

sunnah. Jadi metode dalam pendidikan akhlak seharusnya menganut kepada

pendidkan yang diajarkan oelh Rasulullah yang terkandung dalam Al-Quran dan

As-sunnah 11

3. Nilai-nilai pendidikan social dalam Al-Quran surat Al Ma’un. Disusun oleh

Nikmatul Ulfa. Di sini dinyatakan bahwa pembiasaan dalam pendidikan memiliki

peranan yang sangat penting karena dengan membiasakan kepada anak terhadap

hal-hal yang baik akan memasukkan unsur-unsur positif dalam pribadi yang

sedang tumbuh dengan metode pembiasaan, pembelajaran diharapkan akan lebih

bermakna bagi siswa. Jadi Metode pembiasaaan tepat untuk diterapkan dalam

pengamalan pendidikan ahklak sebagai mata pelajaran yang dapat mendorong

9 Faiq Jauharotul Huda (3101332), Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Menurut Al-Qur’an Surat At-

Taghabun Ayat 14, (Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, 2008), td

10 Zaenal Abidin (3102044), Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Surah Al-A’raf Ayat 199,

(Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, 2007), td

11 Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosda karya, 2005), hlm.

216

Page 15: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

5

siswa menghayati sekaligus mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan

sehari-hari.12

4. Nilai-nilai pendidikan keimanan anak dalam al-Quran surat al Jin ayat 20.

Disusun oleh Sri Mulyati.13

Di sini dinyatakan bahwa dengan bertambahnya ilmu,

iman, sesorang akan lebih mantap, lebih kokoh, dan tindak tanduknya selalu

mengingat keagungan dan kebesaran Illahi. Ilmu yang dimaksud tersebut adalah

ilmu tentang alam (sunatullah) serta ilmu tentang agama Allah SWT (dinullah),

sebab keduanya merupakan kebenaran yang datangnya dari Allah.14

Dari beberapa kajian pustaka di atas, maka jelaslah bahwa tulisan skripsi

yang membahas tentang nilai-nilai pendidikan dalam Q.S Al-Isra‟ ayat 23-25

belumlah ada yang membahasnya. Dari hal inilah, penulis akan mencoba

memaparkan dan menganalisis tentang nilai-nilai pendidikan yang ada pada Q.S

Al-Isra‟ ayat 23-25 dan Aktualisasinya dalam dunia modern.

E. Metode Penelitian

1. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengemukakan fokus penelitian sebagai

berikut : nilai-nilai pendidikan pada Q.S Al-Isra‟ yang meliputi tentang aspek

pendidikan aqidah dan aspek pendidikan birrul walidain (berbuat baik pada

kedua orang tua), Bagaimana akhlak seorang anak terhadap kedua orangtua di

saat mereka sangat membutuhkan yakni di saat kedua orang tua dalam usia

lanjut. Seharusnya seorang anak berbuat baik kepeda kedua orang tua karena

pada saat lanjut usia perilaku mereka berubah seperti anak-anak dan banyak lupa.

Ini bagian dari perilaku birrul walidain seorang anak terhadap kedua orang tua.

Penelitian ini secara tidak langsung juga merupakan studi sejarah

mengenai cerita isra‟ mi‟rajnya nabi Muhammad SAW, karena hal tersebut juga

12

Nikmatul Ulfa, Nilai-Nilai Pendidikan Social Dalam Al-Quran Surat Al-Ma’un, (Semarang :

Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, 2008), td

13 Sri Mulyati, Nilai-Nilai Pendidikan Keimanan Anak Dalam Al-Quran Surat Al-Jin Ayat 20,

(Semarang : Perpustakaan fakultas tarbiyah, 2010), td

14 Musa Sueb, Urgensi Keimanan Dalam Abad Globalisasi, (Jakarta: Padoman Ilmu Jaya,

1996), hlm. 63

Page 16: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

6

terdapat pada Q.S Al-Isra‟ ayat 23-25, dan yang menjadi fokus penelitian ini

adalah mengenai isi dari Q.S Al-Isra‟ ayat 23-25 dan aktualisasinya dalam dunia

modern.

2. Sumber Data

Data penelitian ini diperolehdari kitab suci Al-Quran yang menjadi

pedoman hidup orang Islam. Selain itu, sumber data penulisan ini juga diambil

dari buku-buku atau bahan bacaan yang relevan dengan pembahasan masalah

dalam penulisan skripsi ini. Sumber data penelitian ini penulis bedakan menjadi

dua kelompok, yang pertama adalah sumber primer, dan yang kedua adalah

sumber sekunder.

a) Sumber Primer

Sumber primer adalah data yang diperoleh dari sumber inti. Dalam

melakukan kajian mengenai suatu ayat, maka jelaslah kalau yang menjadi

sumber data primer adalah berasal dari Al-Quran.

b) Sumber Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber lain

yang masih berkaitan dengan masalah penelitian, dan memberi interpretasi

terhadap sumber primer. Sumber data sekunder dapat berupa kitab-kitab tafsir

maupun buku-buku bacaan yang masih relevan dengan pembahasan skripsi

ini.15

Kitab-kitab tafsir yang penulis jadikan sebagai referensi penulisan

skripsi adalah sebagai berikut :

1) Tafsir klasik :

a) Tafsir Al Maraghi, karya Ahmad Musthafa Al Maraghi

b) Tafsir Al Munir, karya Muhammad Nawawi Al Jawi

c) Tafsir Fi Dzilalil Quran, karya Sayyid Quthb

2) Tafsir kontemporer :

a) Tafsir Al Misbah, karya M.Quraish Shihab.

b) TafsirAl-Azhar, karya Abdul Malik Karim amrullah

c) Tafsir Al Bayan, karya Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy

15

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2006), hlm. 231

Page 17: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

7

3. Metode Pengumpulan Data

Tidak kalah penting dari metode-metode lain, adalah metode

dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, dan sebagainya.16

Menjadikan perpustakaan sebagai sumber data utama, yang dimaksud

adalah untuk menggali teori dan konsep yang telah ditentukan oleh para ahli

terdahulu, mengikuti perkembangan penelitian di bidang yang akan diteliti,

memperoleh orientasi yang luas mengenai topik yang dipilih, dan memanfaatkan

data sekunder, serta menghindari duplikasi penelitian. Kemudian ditelaah dan

dikritisi, serta mengadakan interpretasi secara cermat dan mendalam.

4. Metode Analisis Data

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, langkah berikutnya adalah

menganalisis dengan metode yang diinginkan. Metode yang digunakan dalam

menganalisis tulisan ini adalah metode tahlili.

Metode Tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dengan

memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan

itu, serta menerangkan makna-makna yang mencakup di dalamnya sesuai dengan

keahlian dan kecenderungan mufasir yang mentafsirkan ayat tersebut.

Dalam metode ini, biasanya mufasir menguraikan makna yang

terkandung dalam Al-Quran, ayat demi ayat, dan surat demi surat sesuai dengan

urutannya di dalam mushaf. Uraian tersebut mencakup berbagai aspek yang

terkandung dalam ayat yang ditafsirkan, seperti pengertian kosakata, konotasi

kalimatnya, latar belakang turun ayat, kaitannya dengan ayat-ayat lain, baik

sebelum maupun sesudahnya. Dan tak ketinggalan pula pendapat yang telah

diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan

oleh Nabi, sahabat, para tabi’in, maupun ahli tafsir lainnya.17

16

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, hlm. 231

17 Nashrudin Baidan, Methodologi Penafsiran Al-Quran, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005),

hlm. 31

Page 18: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

8

F. Sistematika Pembahasan

Bab pertama dimulai dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan

sistematika pembahasan.

Bab kedua mendeskripsikan tentang Q.S Al-Isra‟ ayat 23-25 menurut para

mufassir yakni menurut mufassir klasik dan mufassir kontemporer.

Bab ketiga pemaparan nilai-nilai pendidikan dalam Q.S Al-Isra‟ ayat 23-25.

Bab keempat analisa dari aktualisasi pendidikan Q.S Al-Isra‟ ayat 23-25 dalam

dunia modern.

Bab kelima kesimpulan secara keseluruhan serta memberi saran jika perlu.

Page 19: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

9

BAB II

DESKRIPSI Q.S AL-ISRA’ AYAT 23-25

A. Surat Al-Isra’ Ayat 23-25

1. Redaksi Ayat dan Terjemahan

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah

selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan

sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya

sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah

kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "Ah" dan janganlah kamu

membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia,

dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh

kesayangan dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,

sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil", Tuhanmu

lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang

baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang

bertaubat”.1

2. Munasabah

Munasabah secara etimologi berarti kedekatan (al-muqarabah) dan

kemiripan atau keserupaan (al-musyakalah). Ia juga bisa berarti hubungan atau

persesuaian. Secara terminologi munasabah adalah ilmu Al-Quran yang

digunakan untuk mengetahui hubungan antar ayat atau surat dalam Al-Quran

secara keseluruhan dan latar belakang penempatan tertib ayat dan suratnya.

Menurut Quraisy Shihab munasabah adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat

pada hal-hal tertentu dalam Al-Quran baik surat maupun ayat-ayatnya yang

1 Idris Abdul Somad, Dkk., Al-Quran dan Tafsirnya, (Semarang: PT. Citra Effhar, 1993),

hlm. 550-551.

Page 20: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

10

menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya.2 Pendapat lain mengatakan

bahwa munasabah merupakan sebuah ilmu yang digunakan untuk mengetahui

alasan-alasan penertiban bagian-bagian dari Al-Quran. Bahkan pendapat lain

mengatakan munasabah merupakan usaha pemikiran manusia dalam menggali

rahasia hubungan antar ayat atau surat yang dapat diterima oleh akal. Dengan

demikian, ilmu ini menjelaskan aspek-aspek hubungan antara beberapa ayat atau

surat Al-Quran baik sebelum maupun sesudahnya. Hubungan tersebut bisa berupa

hubungan am (umum) dan khas (khusus), antara yang abstrak dan yang kongkrit,

antara sebab dan akibat, antara yang rasional dan yang irasional, atau bahkan

antara dua hal yang kontradiktif.

Adapun yang menjadi ukuran (kriteria) dalam menerangkan macam-

macam munasabah ini dikembalikan kepada derajat kesesuaian (tamatsul atau

tasyabuh) antara aspek-aspek yang dibandingkannya. Jika munasabah itu terjadi

pada masalah-masalah yang satu sebabnya dan ada kaitan antara awal dan

akhirnya, maka munasabah ini dapat dipahami dan diterima akal. Sebaliknya, jika

munasabah itu terjadi pada ayat-ayat yang berbeda sebabnya dan masalahnya

tidak ada keserasian antara satu dengan lainnya, maka hal itu tidak dikatakan

berhubungan (tanasub), karena sebagian ulama mengatakan:

“Munasabah adalah suatu urusan (masalah) yang dapat dipahami, jika ia

dikemukakan terhadap akal, niscaya akal menerimanya”.3

Jadi dapat disimpulkan bahwa munasabah termasuk hasil ijtihad mufasir,

bukan tawqifi (petunjuk Nabi), buah penghayatannya terhadap kemukjizatan

(i’jaz) Al-Quran dan rahasia retorika (makna) yang dikandungnya.4 Adapun letak

persesuaian antara surat ini dengan surat an-Nahl dan sebabnya surat ini

diletakkan sesudahnya adalah sebagai berikut:

2 Nashruddin Baidam, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),

hlm. 184-185.

3 Supiana dan M. Karman, Ulumul Quran dan Pengenalan Metode Tafsir, (Bandung:

Pustaka Islamika, 2002), hlm. 161-162.

4 Supiana dan M. Karman, Ulumul Quran dan Pengenalan Metode Tafsir, hlm. 161-162.

Page 21: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

11

1. Bahwa Allah SWT. pada surat An-Nahl menceritakan tentang perselisihan

umat Yahudi mengenai hari Sabtu, sedang pada surat ini Allah menunjukkan

Syari’at Ahlus-Sabti (Syariat Yahudi) yang telah allah syari’atkan dalam

Taurat. Menurut riwayat yang dikeluarkan dari Ibni Jarir dan Ibnu Abbas,

bahwa dia pernah mengatakan: Sesungguhnya isi Taurat seluruhnya terdapat

pada lima belas ayat dari surat Bani Israil.

2. Bahwa setelah Allah SWT. memerintahkan Nabi SAW. supaya bersabar dan

menahan agar jangan bersedih dan jangan bersempit dada terhadap tipu daya

orang-orang Yahudi pada surat yang lalu, maka pada surat ini Allah

menyebutkan tentang kemuliaan Nabi-Nya dan keluhuran di sisi Tuhannya.

3. Pada surat yang lalu, Allah menyebutkan beberapa nikmat yang banyak,

sehingga karenanya surat itu disebut surat An-Ni’am. Maka, di sini pun Allah

menyebut beberapa nikmat khusus maupun umum.

4. Pada surat yang lalu, Allah menyebutkan bahwa lebah mengeluarkan dari

dalam perutnya suatu minuman yang bermacam-macam dan mengandung

obat bagi manusia. Maka Allah berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 82 yaitu:

“Dan kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat

bagi orang-orang yang beriman”.

5. Pada surat yang lalu, Allah SWT menyuruh supaya menyantuni kepada

kerabat. Hal yang sama juga diperintahkan oleh Allah di samping

diperintahkan pula agar memberi sesuatu kepada orang miskin dan ibnu

sabil.5

3. Asbabun Nuzul

Menurut bahasa “Asbabun Nuzul” berarti sebab-sebab turunnya ayat-

ayat Al-Quran. Al-Quran di turunkan Allah SWT. kepada Muhammad SAW.

secara berangsur-angsur dalam masa kurang lebih 23 tahun. Al-Quran diturunkan

untuk memperbaiki akidah, akhlak, ibadah dan pergaulan manusia yang sudah

5 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha

Putra, 1993), hlm. 1-2.

Page 22: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

12

menyimpang dari kebenaran. Sebab al-Nuzul atau asbabunnuzul (sebab-sebab

turunnya ayat) di sini dimaksudkan sebab-sebab yang secara khusus berkaitan

dengan turunnya ayat-ayat tertentu. Shubhi Al-Shahih memberi definisi

asbabunnuzul (sebab-sebab turunnya ayat) yaitu:

“Sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang

mengandung sebab itu, tau memberi jawaban terhadap sebab itu atau

menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut”

Berdasarkan rumusan di atas bahwa sebab turun suatu ayat adakalanya

berbentuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Suatu ayat atau

beberapa ayat turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa

tertentu atau memberi jawaban terhadap pertanyaan tertentu.6 Surat ini

mempunyai beberapa nama, antara lain yang paling populer adalah surat Al-Isra’

dan surat Bani Isra’il. Ia dinamai al-Isra’ karena awal ayat ini berbicara tentang

Al-Isra’ yang merupakan uraian yang tidak ditemukan secara tersurat selain pada

surat ini. Demikian juga dengan nama Bani Isra’il, karena hanya di sini diuraikan

tentang pembinaan dan penghancuran Bani Isra’il. Ia juga dinamakan dengan

surat subhana karena awal ayatnya dimulai dengan kata tersebut. Nama yang

populer bagi kumpulan ayat ini pada masa Nabi SAW. adalah surat Bani Isra’il.

Pakar hadits at-Tirmidzi meriwayatkan melalui Aisyah ra., istri Nabi bahwa Nabi

SAW. tidak akan tidur sebelum membaca surat Az-Zumar dan Bani Isra’il.

Surat ini menurut mayoritas ulama turun sebelum Nabi SAW. berhijrah

ke Madinah, dengan demikian ia merupakan salah satu surat makiyyah.7 Surat Al-

Isra’ di turunkan di kota Makkah, setelah turunnya surat Al-Qashas. Dalam urutan

yang ada di dalam Al-Quran, surat Al-Isra’ berada setelah surat Al-Nahl dan

memiliki 111 ayat.8 Ada yang mengecualikan dua ayat, yaitu ayat 73 dan 74, dan

6 Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Quran 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000),

hlm. 89-90.

7 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), hlm. 401.

8 Amr Khalid, Spiritual Al-Quran, (Yogyakarta: Darul Hikmah, 2009), hlm. 339.

Page 23: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

13

ada yang menambahkan juga ayat 60 dan ayat 80. Masih ada pendapat lain

menyangkut pengecualian-pengecualian beberapa ayat Makiyyah. Pengecualian

itu disebabkan karena ayat-ayat yang dimaksud dipahami sebagai ayat yang

membicarakan tentang keadaan yang diduga terjadi pada periode Madinah, namun

pemahaman tersebut tidak harus demikian. Karena itu penulis cenderung

mendukung pendapat ulama yang menjadikan seluruh ayat surat ini Makiyyah.

Memang peristiwa hijrah terjadi tidak lama setelah peristiwa Isra’ dan

Mi’raj Nabi SAW., yakni sekitar setahun lima bulan dan ini berarti turunnya surat

ini pada tahun XII kenabian, di mana jumlah kaum muslimin ketika saat itu relatif

banyak, walau harus diakui bahwa dibukanya surat ini dengan uraian tentang

peristiwa Isra’, belum tentu ia langsung turun sesudah peristiwa itu. Bisa saja ada

ayat-ayat yang turun sebelumnya dan ada juga yang turun sesudahnya.9 Imam Al-

Biqa’i berpendapat bahwa tema utama surat ini adalah ajakan menuju ke hadirat

Allah SWT., dan meninggalkan selain-Nya, karena hanya Allah pemilik rincian

segala sesuatudan Dia juga yang mengutamakan sesuatu atas lainnya. Itulah yang

dinamakan taqwa yang batas minimalnya adalah pengakuan Tauhid/Keesaan

Allah SWT. Yang juga menjadi pembuka surat yang lalu (An-Nahl) dan

puncaknya adalah ihsan yang merupakan penutup uraian surat An-Nahl. Ihsan

mengandung makna fana’, yakni peleburan diri kepada Allah SWT.

Semua nama-nama surat ini mengacu pada tema itu. Namun subhana

yang mengandung makna penyucian Allah SWT. Merupakan nama yang paling

jelas untuk tema itu, karena siapa yang Maha Suci dari segala kekurangan, maka

dia sangat wajar untuk diarahkan kepada-Nya semata-mata hanya untuk

pengabdian dan berpaling dari selain-Nya. Demikian juga nama Bani Israil. Siapa

yang mengetahui rincian keadaan mereka dan perjalanan mereka menuju negeri

suci yaitu Bait Al-Maqdis yang mengandung makna isra’, yaitu perjalanan

malam, akan menyadari bahwa hanya Allah yang harus dituju. Dengan demikian,

semua nama surat ini mengarah kepada tema utama yang disebut dengan aqidah.

9 M. Quraish Shihab, hlm. 401-402.

Page 24: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

14

Thabathaba’i berpendapat bahwa surat ini memaparkan tentang Keesaan

Allah SWT. dari segala macam persekutuan. Surat ini lebih menekankan sisi

pensucian Allah dan sisi pujian kepada-Nya, karena itu berulang-ulang disebut di

sini kata subhana (Maha Suci). Ini terlihat pada ayat 1, 43, 93, 108, bahkan

penutup surat ini memuji-Nya dalam konteks bahwa Dia tidak memiliki anak,

tidak juga sekutu dengan kerajaan-Nya dan Dia tidak membutuhkan penolong.10

B. Pendapat Mufasir Klasik Tentang Penafsiran Surat Al-Isra’ Ayat 23-25

Menurut bahasa kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru-

tafsiran” yang artinya adalah keterangan, penjelasan atau menerangkan dan

mengungkapkan sesuatu yang tidak jelas. Tafsir Al-Quran adalah penjelasan atau

keterangan-keterangan tentang firman Allah SWT. yang berhubungan dengan

makna dan tujuan kandungan atau keterangan dan penjelasan tentang sesuatu kata

atau kalimat yang digunakan di dalamnya.11

Adapun pengertian tafsir secara

istilah seperti yang diungkapkan oleh Syaikh Al-Jazairi adalah menjelaskan kata

yang sukar dipahami oleh para pendengar sehingga berusaha mengemukakan

sinonimnya atau makna yang mendekati dengan jalan mengemukakan salah satu

petunjuknya (dilalahnya). Imam Al-Kilabi mengartikan tafsir adalah menjelaskan

ayat-ayat Al-Quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan tujuan yang

dikehendaki oleh nash atau teks Al-Quran tersebut.

Dari pengertian tafsir di atas dapat disimpulkan bahwa tafsir adalah suatu

hasil usaha tanggapan, penalaran, atau pemahaman manusia dalam menyikapi

nilai-nilai samawi atau nilai-nilai Ilahiyyah yang terdapat di dalam Al-Quran.

Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan dalam penafsiran Al-Quran sangat mungkin

terjadi karena dipengaruhi oleh latar belakang, disiplin ilmu, metode dan corak

yang digunakan oleh para penafsirnya sendiri.12

10

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, hlm. 402-

403.

11 Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 79.

12 Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, hlm. 79-80.

Page 25: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

15

Maksud dari potongan ayat di atas adalah Tuhanmu memerintahkan agar

kamu jangan menyembah selain Dia, karena ibadah adalah puncak pengagungan

yang tidak patut dilakukan kecuali terhadap Tuhan yang dari padanyalah keluar

kenikmatan dan anugerah atas hamba-hamba-Nya, dan tidak ada yang dapat

memberi nikmat kecuali Dia.13

Dalam tafsir Imam Qurthubi dinyatakan bahwa kata Qodhoo itu artinya

memerintahkan (amara), mengharuskan (alzama), dan mewajibkan (awjaba).

Ibnu Abbas, Hasan, dan Qatadah berkata: “Qodhoo di sini bukanlah qodhoo yang

berarti memutuskan suatu perkara (qodho’uhukmin), melainkan qodhoo yang

berarti memerintahkan suatu perkara (qodho amri)”.14

Kata ”qodhoo” Maksudnya

memerintahkan, semua perintah mengandung konsekuensi hukum wajib15

(al-

aslufilamri lil wujub)16

. Menurut Imam Nawawi dalam kitab Murohu Lubaid

tafsir an-Nawawi perintah di sini adalah perintah yang mewajibkan.17

Menurut

Ibn Abbas, Hasan dan Qatadah, Allah telah memerintahkan kita untuk beribadah

kepada-Nya dan mentauhidkan (mengesakan) Dzatnya. Selanjutnya Allah telah

menjadikan perbuatan berbakti kepada kedua orangtua sebagai kewajiban yang

berkaitan dengan hal itu, sebagaimana Dia juga mengaitkan antara syukur

(berterima kasih) kepada orang tua dengan syukur kepada-Nya.18

13

Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, hlm. 58.

14 Muhammad Al-Fahham, Terjemah Sa’addah Al-Abna’ Fii Birr Al-Ummahat Wa Al-

Aba’, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006), hlm. 133.

15 Nizam Muhammad Saleh Ya’kubi dan Muhammad Shadik, TerjemahQurratu Al-Ainaini

Fi Fadhail Birri Al-Wahdain Wa 55 Hikayah Fi Birri Al-Walidaini Li Thiflika, (Solo: Ziyad Visi

Media, 2009), hlm. 18.

16 Abdul Hamid Hakim, As-Sullam, (Jakarta: Saadiyyah Putra,. ), hlm. 11.

17 Muhammad An-Nawawi, Murohu Lubaid Tafsir An-Nawawi,(Semarang: Toha Putra,. ),

hlm. 476.

18 Muhammad Al-Fahham, hlm. 133-134.

Page 26: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

16

Maksud dari potongan ayat di atas adalah agar kamu berbuat baik dan

kebajikan terhadap orang tua, supaya Allah telah menyertai kamu.19

Yang

dimaksud dengan kata “ihsan” atau berbuat baik dalam ayat tersebut adalah

berbakti kepada keduanya yang bertujuan untuk mengingat kebaikan orang tua

karena sesungguhnya dengan adanya orang tua seorang anak itu ada dan Allah

menguatkan hak-hak orang tua dengan memposisikan di bawah kedudukan

setelah beribadah kepada Allah yakni mengtauhidkan Allah.20

Allah mengurutkan

kedua amal tersebut dengan menggunakan lafazh tsumma yang memberikan

pengertian “tertib” atau “teratur”. Dalam tafsir Al-Munir karya Wahban Az-

Zuhaili dijelaskan bahwa Allah sering mengaitkan antara perintah untuk

beribadah kepadanya dengan perintah untuk berbakti dan berbuat baik kepada

kedua orang tua dengan cara memperlakukan mereka berdua dengan perlakuan

yang baik dan sempurna. Hal itu disebabkan karena kedudukan mereka berdua di

bawah kedudukan Allah. Yang merupakan sebab hakiki (yang sesungguhnya) dari

keberadaan manusia (di muka bumi). Adapun mereka berdua (keduanya) hanyalah

merupakan sebab zhahiri (yang nampak) dari keberadaan anak-anak, di mana

mereka berdua akan mendidik mereka dalam suasana yang penuh dengan cinta,

kelembutan, kasih sayang, dan sikap mengutamakan anak dari pada diri mereka

berdua.

Oleh karena itu, di antara sikap yang menunjukkan kesetiaan dan

muru’ah seorang anak adalah membalas kebaikan mereka berdua itu, baik dengan

cara memperlihatkan perilaku yang baik dan akhlak yang disenangi maupun

dengan memberikan bantuan berupa materi jika mereka berdua memang

membutuhkannya dan jika sang anak memang mampu melakukan hal tersebut.21

Maksud dari potongan ayat di atas adalah apabila kedua orang tua atau

salah seorang di antaranya berada di sisimu hingga mencapai keadaan lemah,

19

Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, hlm. 58.

20 Abdullaah bin Ibrahim Al-Ansari, Fathul Bayan Fi Maqosidil Quran, (Bidaulatil Qitrin:

Ihya’ Turosil Islam, 1248), hlm. 375.

21 Muhammad Al-Fahham, hlm. 135.

Page 27: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

17

tidak berdaya dan tetap berada di sisi mereka berdua pada awal umurmu, maka

kamu wajib belas kasih dan sayang terhadap keduanya. Kamu harus

memperlakukan kepada keduanya sebagaimana orang yang bersyukur terhadap

orang yang telah memberi karunia kepadanya. Ibnu Jarir dan Ibnu Munzir telah

mengeluarkan sebuah riwayat dari Abu AI-Haddaj yang katanya: Pernah saya

berkata kepada Sa’id bin Al-Musayyab, segala apa yang disebutkan oleh Allah

dalam Al-Quran mengenai birru i-walidain, saya telah tahu, kecuali firman-Nya:

Apa yang dimaksud perkataan yang mulia di sini?

Maka, berkatalah Ibnu AI-Musayyab: yaitu seperti perkataan seorang

budak yang berdosa di hadapan tuannya yang galak.22

Menurut imam Jalalain

dalam kitabnya tafsir jalalain yang dimaksud dengan perkataan yang mulia adalah

perkataan yang yang baik dan sopan (jamilan layyinan),23

begitu juga menurut

imam Nawawi perkataan yang mulia yakni perkataan yang lembut dan baik yang

bertujuan untuk menghormati.24

Setelah Allah melarang melontarkan ucapan

buruk dan perbuatan tercela, maka Allah SWT. menyuruh berkata-kata baik dan

berbuat baik kepada keduanya.25

Maksud potongan ayat di atas adalah rendahkanlah dirimu terhadap

mereka berdua dengan penuh kesayangan adalah hendaknya seorang anak selalu

menyenangkan hati kedua orang tuanya berapapun besarnya, baik itu dengan

perkataan, dengan sikap dan perangai yang baik, dan jangan sekali-kali

menyebabkan mereka itu murka atau benci atas putra-putrinya.26

Dalam Kitab

Tafsir Imam Qurthubi menjelaskan Allah SWT telah menyebutkan aspek

22

Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, hlm. 61-62.

23 Imam Jalalain, Tafsir Jalalain, (Surabaya, Darul Ilmi,. ), hlm. 230.

24 Muhammad An-Nawawi, hlm. 476.

25 Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Terjemah Lubaib

Tafsir Min Ibni Katsir, (Kairo: Mus’assasah, 1994), hlm. 238.

26 Maimunah Hasan, Rumah Tangga Muslim, (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2000), hlm.

86-87.

Page 28: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

18

pendidikan (yang dilakukan oleh kedua orang tua) itu secara khusus dengan

maksud agar seorang hamba mau mengingat akan kasih sayang kedua orang tua

kepada anaknya serta rasa letih yang telah dirasakan oleh mereka berdua dalam

mendidik anaknya. Hal ini dapat menambah rasa sayang dan cinta dalam hati

seorang hamba kepada orang tuanya.27

Maksud dari potongan ayat di atas adalah ucapkanlah: "Wahai

Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik

aku waktu kecil” adalah janganlah kamu merasa cukup dengan kasih sayangmu

yang telah kamu berikan kepada mereka berdua, karena kasih sayangmu itu

tidaklah kekal. Akan tetapi, hendaklah kamu berdoa kepada Allah agar dia

mengasihi keduanya dengan kasihnya yang kekal, dan jadikanlah do’a itu sebagai

balasan atas kasih sayang dan pendidikan yang telah mereka berikan kepadamu

saat kamu masih kecil.

Maksud dari ayat di atas adalah Tuhanmu lebih mengetahui apa yang

ada dalam hatimu, baik berupa perasaan berbakti dan menyakiti jika kamu orang-

orang yang baik yakni orang-orang yang taat kepada Allah, maka sesungguhnya

Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat yakni orang-orang yang

kembali kepada Allah dengan berbuat taat kepada-Nya.28

Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan yang terkandung

dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 23-25 menurut mufasir klasik yaitu berisi tentang

pendidikan tauhid (mengesakan Allah) dan pendidikan akhlak birrul walidaini

yang mana keduanya saling keterkaitan. Di sini Allah menempatkan posisi

berbuat baik kepada orang tua langsung di bawah posisi pengesaan Allah dan

penghambaan kepada-Nya tanpa disela dengan apapun. Menurut Imam An-

Naisaburi dalam tafsirnya bahwa Allah sengaja menempatkan berbuat baik kepada

27

Muhammad Al-Fahham, Hlm. 135-136.

28 Bahrul Abu Bakar , Terjemah Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru, 1990), hlm. 1137.

Page 29: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

19

orang tua langsung setelah ibadah kepada Allah karena keeratan korelasinya

dengan ibadah, diantaranya:

1. Keduanya adalah fasilitator kelahiran mereka di muka bumi sekaligus

fasilitator pendidikan mereka. Tidak ada persembahan yang lebih agung setelah

persembahan Allah daripada persembahan orang tua.

2. Pemberian mereka mirip seperti pemberian Allah karena keduanya tidak

meminta pujian maupun pahala dibalik pemberiannya.

3. Allah SWT tidak pernah jemu memberi kenikmatan pada hamba, mesti hamba-

Nya melakukan dosa besar sekalipun. Begitu juga orang tua, mereka tidak akan

memutuskan aliran kemurahan mereka pada anaknya meskipun ia tidak

berbakti kepadanya.

4. Sama seperti Allah yang hanya menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya,

orang tua pun hanya menginginkan kesempurnaan bagi anaknya. Seorang anak

tidak akan bisa sempurna kecuali berkat peran dan obsesi ayahnya. Buktinya,

orangtua tidak pernah iri pada anaknya meskipun ia diungguli dan anak lebih

baik dari pada diri mereka, bahkan justru mereka senang dan

mendambakannya. Sebaliknya seorang anak tidak menginginkan jika ada orang

lain yang lebih baik dari pada dirinya.

C. Pendapat Mufasir Kontemporer Tentang Penafsiran Surat Al-Isra’ Ayat

23-25

Maksud dari ayat di atas adalah Tuhanmu telah menetapkan sesuatu

ketetapan yang harus dilaksanakan yaitu jangan engkau menyembah selain Dia.29

Agar tidak menyembah tuhan-tuhan yang lain selain Dia. Termasuk pada

pengertian menyembah tuhan selain Allah yakni mempercayai adanya kekuatan

lain yang dapat mempengaruhi jiwa dan raga, selain kekuatan yang datang dari

Allah. Semua benda yang ada yang kelihatan ataupun yang tidak adalah makhluk

29

T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Bayaan, (Bandung: PT Al-Ma’arif,. ), hlm. 812.

Page 30: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

20

Allah.30

Thahir Ibn Asyur menilai ayat ini dan ayat-ayat berikutnya merupakan

perincian tentang syari’at Islam yang ketika turunnya merupakan perincian

pertama yang disampaikan kepada kaum muslimin agar di Mekkah. Menurut

Sayyid Quthb ayat ini berkaitan dengan tauhid (mengesakan Allah), bahkan

dengan tauhid itu dikaitkan dengan segala ikatan dan hubungan, seperti ikatan

keluarga, kelompok, bahkan ikatan hidup.31

Menurut Abdullah bin Muhammad

bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh dalam Tafsir Ibn Katsiir Allah berfirman

seraya memerintahkan agar hamba-Nya hanya beribadah kepada-Nya saja, tiada

sekutu bagi-Nya.32

Begitu juga menurut Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)

dalam bukunya Tafsir Al-Azhar pada ayat 22 di atas tujuan hidup dalam dunia ini

telah dijelaskan yaitu mengakui hanya satu Tuhan itu yakni Allah SWT.

barangsiapa mempersekutukan-Nya dengan yang lain maka akan tercela dan

terhina. Pengakuan bahwa hanya satu Tuhan tiada bersyarikat dan bersekutu

dengan yang lain. Bahwasanya Tuhan Allah itu sendiri yang menentukan, yang

memerintah dan memutuskan bahwa Dialah yang mesti disembah, dipuji dan

dipuja. Dan tidak boleh dan dilarang keras menyembah selain Dia. Oleh sebab itu,

maka cara beribadah kepada Allah, Allah sendirilah yang menentukan. Maka

tidak pulalah sah ibadah kepada Allah yang hanya dikarang-karangkan sendiri.

Untuk menunjukkan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa itulah, Dia

mengutus Rasul-rasul-Nya.33

Maksud dari ayat di atas adalah supaya berbuat ihsan kepada ibu

bapak34

yakni berbuat baik kepada keduanya dengan sikap sebaik-baiknya. Allah

30

Menteri Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya, (Jakarta, Menteri Agama

Republik Indonesia, 1990), hlm. 343.

31 M. Quraish Shihab, hlm. 62.

32 Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh Hlm. 238.

33 Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka

Nasional PTE LTD, 1999), hlm. 4030.

34 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, hlm. 812.

Page 31: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

21

memerintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada ibu bapak sesudah

memerintahkan untuk beribadah kepada-Nya. Dengan maksud agar manusia

memahami betapa pentingnya berbuat baik terhadap ibu bapak dan mensyukuri

kebaikan mereka seperti betapa besarnya penderitaan yang telah mereka rasakan

pada saat melahirkan, betapa pula banyaknya kesulitan dalam mencari nafkah dan

dalam mengasuh serta mendidik putra-putra mereka dengan penuh kasih sayang.

Maka pantaslah apabila berbuat baik kepada kedua ibu bapak, dijadikan sebagai

kewajiban yang paling penting diantara kewajiban-kewajiban yang lain dan

diletakkan Allah dalam urutan kedua sesudah kewajiban manusia beribadah hanya

kepada Allah Yang Maha Kuasa.35

menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Tafsir Al-Bayaan bahwa

berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan tugas yang pertama sesudah

beriman.36

Menurut Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam lanjutan

ayat ini terang sekali bahwasanya berkhidmat kepada ibu bapak, menghormati

kedua orang tua yang telah menjadikan sebab bagi manusia dapat hidup di dunia

ini ialah kewajiban yang kedua sesudah beribadah kepada Allah.37

Menurut

Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil-Quran bahwa sebuah ikatan yang pertama

sesudah ikatan akidah adalah ikatan keluarga. Atas dasar inilah susunan ayat

mengaitkan berbakti kepada kedua orang tua dengan pengabdian kepada Allah,

sebagai deklarasi akan tingginya nilai berbakti kepada keduanya di sisi Allah.38

Maksud dari ayat di atas adalah jika usia keduanya atau salah seorang

di antara keduanya, ibu dan bapak itu sampai meninggal tua sehingga tak kuasa

lagi hidup sendiri sudah sangat bergantung kepada belas kasih puteranya

hendaknya sabar dan berlapang hati memelihara orang tua. Bertambah tua

terkadang bertambah dia seperti kanak-kanak seperti dia minta dibujuk, minta

35

menteri Agama Republik Indonesia, hlm. 554.

36 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, hlm. 817.

37 Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), hlm. 4031.

38 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil-Quran,(Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 248.

Page 32: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

22

belas kasihan anak. Terkadang ada juga bawaan orang tua membosankan anak,

maka janganlah keluar dari mulut seorang anak walaupun itu satu kalimat yang

mengandung rasa bosan atau jengkel di saat memelihara orang tua.39

Maksud dari ayat di atas adalah hendaklah katakan kepada kedua orang

tua dengan perkataan yang mulia, yang pantas, kata-kata yang keluar dari mulut

orang yang beradab, sopan dan santun.40

Maksud dari ayat di atas adalah Allah memerintahkan agar

merendahkan diri kepada kedua orang tua dengan penuh kasih sayang. Yang

dimaksud dengan merendahkan diri dalam ayat ini adalah mentaati apa yang

mereka perintah selama perintah itu tidak bertentangan dengan ketentuan-

ketentuan syara’. Taat anak kepada kedua orang tuanya merupakan tanda kasih

sayang kepada kedua orang tuanya yang sangat diharapkan terutama pada saat

keduanya sangat memerlukan pertolongannya. Menurut M. Quraish Shihab dalam

Tafsir AL-Misbah Pada ayat ini tidak membedakan antara ibu dan bapak.

Memang pada dasarnya ibu hendaknya didahulukan atas ayah, tetapi ini tidak

selalu demikian. Thahir Ibn Asyur menulis bahwa Imam Syafi’i pada dasarnya

mempersamakan keduanya sehingga bila ada salah satu yang hendak didahulukan,

sang anak hendaknya mencari faktor-faktor penguat guna mendahulukan salah

satunya. Karena itu pula, walaupun ada hadits yang mengisyaratkan perbandingan

hak ibu dengan bapak sebagai tiga dibanding satu, penerapannya pun harus

setelah memperhatikan faktor-faktor yang dimaksud.41

Maksud dari ayat di atas adalah Allah memerintahkan untuk

mendoakan kedua orang tua mereka, agar diberi limpahan kasih sayang Allah

39

Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar , hlm. 4031.

40 Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, hlm. 4033.

41 M. Quraish Shihab, hlm. 67.

Page 33: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

23

sebagai imbalan dari kasih sayang kedua orang tua itu dengan mendidik mereka

ketika masih kanak-kanak.42

Hanya saja ulama menegaskan bahwa doa kepada

orang tua yang dianjurkan di sini adalah bagi yang muslim, baik masih hidup

maupun telah meninggal. Sedangkan bila ayah atau ibu yang tidak beragama

Islam telah meninggal terlarang bagi anak untuk mendoakannya. Al-Quran

mengingatkan bahwa ada suri tauladan yang baik bagi kaum muslimin dari

seluruh kehidupan Nabi Ibrahim as.43

Maksud dari ayat di atas adalah Tuhanmu lebih mengetahui apa yang

ada dalam hatimu, jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia

Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat, mengenai seseorang yang

terburu nafsu mengucapkan kata-kata yang tidak sopan terhadap ayah ibunya,

padahal bukan bermaksud menyakiti hati mereka, atau melakukan sesuatu

perbuatan yang keliru, padahal dalam hatinya bermaksud baik dengan perbuatan

itu, maka allah berfirman: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam

hatimu”.44

Syu’bah menceritakan dari Yahya bin Sa’id dari Said bin al-Musayyab,

ia mengatakan: “awwaabiin ialah orang-orang yang berbuat dosa lalu bertaubat,

berbuat dosa lalu bertaubat.” Demikian juga yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq,

Ma’mar, Atha’ bin Yasar, Said bin Jubair dan Mujahid mengatakan: “awwaabiin

ialah orang-orang yang kembali kepada kebaikan”. Ibnu Jarir berkata: “di antara

pendapat-pendapat tersebut yang paling tepat adalah pendapat yang menyatakan

bahwa awwaabiin ialah orang yang bertaubat dari dosa dan meninggalkan maksiat

menuju kepada ketaatan, bertolak dari apa yang dibenci Allah menuju kepada apa

yang dicintai dan diridhai-Nya.” Apa yang dikatakan Ibnu Jarir inilah yang benar

42

Menteri Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya, hlm. 556-557.

43 M. Quraish Shihab, hlm. 68.

44 Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT

Bina Ilmu, 1990), hlm. 34.

Page 34: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

24

karena kata awwaabiin (orang-orang yang kembali) diambil dari kata al-aub yang

berarti kembali.45

Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan yang terkandung

dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 23-25 menurut mufasir kontemporer yaitu berisi tentang

pendidikan tauhid (mengesakan Allah) dan pendidikan birrul walidaini yang

mana keduanya saling keterkaitan. Keyakinan akan keesaan Allah serta kewajiban

mengikhlaskan diri kepada-Nya adalah dasar yang padanya bertitik tolak segala

kegiatan. Setelah itu kewajiban pertama dan utama setelah kewajiban mengesakan

Allah dan beribadah kepada-Nya adalah berbakti kepada kedua orang tua. Allah

memerintahkan berbuat baik terhadap kedua orang tua dikarenakan sebab-sebab

sebagai berikut:

1. karena kedua orang tua itulah yang memberi belas kasih kepada anaknya, telah

bersusah payah dalam memberikan kebaikan kepadanya dan menghindarkan

dari bahaya. Oleh sebab itu, wajib lah hal itu diberi imbalan dengan berbuat

baik dan syukur kepada kedua orang tua.

2. Bahwa kedua orang tua telah memberikan kenikmatan kepada anak, ketika

anak itu sedang dalam keadaan lemah dan tidak berdaya sedikitpun. Oleh

karena itu, wajib hal itu di balas dengan rasa syukur ketika kedua orang tua itu

telah lanjut usia.

45

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, hlm. 241.

Page 35: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

25

BAB III

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM Q.S AL-ISRA’ AYAT 23-25

A. Pendidikan Tauhid

Secara bahasa tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhiidan,

yang berarti menjadikan sesuatu satu. Secara syara’ tauhid berarti mengesakan

Allah dalam penciptaan dan pengaturan, mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya

dan meninggalkan ibadah kepada yang lain, menetapkan Asmaul Husna dan Sifat

yang Mulia bagi-Nya, dan membersihkan-Nya dari sifat kurang dan tercela. 1 jadi

pengertian tauhid adalah meng-Esakan Allah dengan beribadah kepada-Nya,

yakni agama yang disampaikan oleh para rasul Allah yang berisi tentang tauhid

untuk hamba-Nya. Allah SWT dalam ayat-ayat-Nya memerintahkan untuk

menyembah-Nya, tidak menyekutukan-Nya dan selalu mengabdi kepada-Nya.

Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 23 yaitu:

Maksud dari potongan ayat di atas adalah dan Tuhanmu memerintahkan

agar kamu (manusia) jangan menyembah selain Dia, karena ibadah adalah puncak

pengagungan yang tidak patut dilakukan kecuali terhadap Tuhan (Allah). Dari

pada-Nyalah keluar kenikmatan dan anugerah atas hamba-hambanya dan tidak

ada yang dapat memberi kenikmatan kecuali Dia (Allah).2 Allah SWT melarang

manusia mengada-adakan tuhan yang lain selain Allah, seperti menyembah

patung dan arwah nenek moyang dengan maksud supaya dapat mendekatkan diri

kepadanya. Termasuk yang dilarang itu ialah meyakini adanya tuhan selain Allah

mengakui adanya kekuasaan yang lain selain Allah yang dapat mempengaruhi

dirinya, ataupun kekuatan ghaib yang lain. Larangan ini ditujukan kepada seluruh

manusia, agar mereka tidak tersesat dan tidak menyesal karena melakukan sesuatu

yang seharusnya dilakukan terhadap Penciptanya. Padahal mereka seharusnya

1 Sugeng Ristianto, Tauhid Kunci Surga Yang Diremahkan, (Semarang: Rasail, 2010), hlm. 1.

2 Ahmad Mustafa al-Marai, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993),

hlm. 59.

Page 36: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

26

mensyukuri nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka, tidak mengada-

adakan tuhan yang lain, yang lain sebenarnya tidak berkuasa sedikitpun untuk

memberikan pertolongan kepada mereka, dan tidak berdaya pula untuk memberi

mudarat.3

Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk mengesakan-Nya dalam

ibadah dan dalam penyembahan serta melarang mereka menyekutukan Allah

dengan apa pun atau siapa pun.4 Oleh sebab itu, yang berhak mendapat

penghormatan tertinggi hanyalah yang menciptakan alam dan semua isinya. Dia-

lah yang memberikan kehidupan dan kenikmatan pada seluruh makhluk-Nya.

Maka apabila ada manusia yang memuja-muja benda-benda alam ataupun

kekuatan ghaib yang lain, berarti ia telah sesat, karena kesemua benda-benda itu

adalah makhluk Allah yang tak berkuasa memberi manfaat dan tak berdaya untuk

menolak kemudaratan serta tak berhak disembah.5

Ini merupakan perintah untuk mengesakan Allah dalam penyembahan

sesudah larangan berlaku syirik. Perintah yang diungkapkan dengan gaya

keputusan, perintah yang bersifat niscaya seperti keniscayaan sebuah keputusan

pengabdian. Dalam ayat ini memberi frame pada perintah yang ada berupa

penekanan, disamping menekan khusus atas masalah ini, yang dapat dilihat

peniadaan, pengecualian dan penekanan masalah tauhid dalam kehidupan.6

Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu sesuai dengan

keyakinan tadi. Oleh karena itu, iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan,

melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam

perbuatan.7

pengakuan atas keesaan Allah mengandung kesempurnaan dan

kepercayaan kepadanya dari dua segi, yakni segi rububiyyah dan segi uluhiyyah.

3 Departemen Agama, Tafsir Al-Quran, (Semarang: PT. Citra Effhar, 1993), hlm. 553.

4 Aidh al-Qarni, Tafsir Muyassar, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), hlm. 488.

5 Departemen Agama, hlm. 545.

6 Sayyid Quthb, Terjemah Fi Zhilali-Quran, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 248.

7 Ahmad Taufiq dan Muhammad Rohmadi, Pendidikan Agama Islam Pendidikan Karakter

Berbasis Agama, (Surakarta: Yuma Pressindo, 2010), hlm. 12.

Page 37: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

27

Rububiyyah ialah pengakuan terhadap keesaan Allah sebagai Dzat Yang Maha

Pencipta, Pemelihara dan memiliki semua sifat kesempurnaan. Sedangkan

uluhiyyah ialah komitmen manusia kepada Allah sebagai satu-satunya Dzat yang

dipuji dan disembah. Komitmen kepada Allah itu terwujud dalam sikap pasrah,

tunduk dan patuh sepenuh hati sehingga seluruh amal perbuatan bahkan hidup dan

mati seseorang semata-mata hanya untuk Allah SWT.8 Manusia yang beriman dan

bertaqwa terhadap Allah SWT. dalam konteks ini menyadari sepenuhnya bahwa

dibalik kekuasaan yang ada pada manusia ini, ada kekuasaan lain Yang Maha

Besar yang menciptakan dan menguasai segala segi dari hidup dan kehidupan

manusia di dunia ini. Ia akan selalu berbuat kebajikan dalam kehidupan ini, baik

terhadap dirinya sendiri, terhadap masyarakat dan terhadap alam di sekitarnya

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT.9

Zat Allah jelas tidak dapat kita tangkap dengan indera, akan tetapi Al-

Quran memberikan informasi tentang adanya Tuhan dengan sifat-Nya yang

sempurna. Dari ayat-ayat yang bertebaran di dalam Al-Quran disimpulkan bahwa

ada 99 nama Tuhan yang mulia (asma’ al-husna) yang menggambarkan sifat-Nya

Yang Sempurna. Memperhatikan sifat-sifat Tuhan itu semua dapat disimpulkan

bahwa sesungguhnya Tuhan memiliki berbagai sifat yang tidak ada bandingannya.

Sebagai Tuhan, Dia tidak bekerja sama dengan makhluk-Nya. Dia menciptakan

karena itu semua makhluk hanya tunduk dan patuh kepada-Nya. Orang atau

makhluk tidak berhak untuk dengan Dia, Yang Maha Pencipta. Dia berkuasa,

berilmu dan dapat bertindak apa saja jika Dia menghendaki.

Menyembah hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah ajaran inti

agama (Islam). Sikap tauhid adalah meyakini dan mempercayai bahwa Allah Esa

Zat-Nya, Sifat-Nya, Perbuatan-Nya, Wujud-Nya. Dia juga Esa Memberi Hukum,

Esa Menerima Ibadah, Esa dalam Memberi Perlindungan kepada makhluk-Nya.

Kepercayaan dan amal-amal ibadah akan menjadi rusak bila sikap tauhid (akidah)

8 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 87.

9 Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta:

Ciputat Press, 2002), hlm. 351-352.

Page 38: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

28

labil dan lemah. Menurut M. Quraish Shihab dan ulama tafsir bahwa Keesaan

Allah itu mencakup:

a. Keesaan Zat

Keesaan Zat-Nya mengandung pengertian bahwa seseorang harus

percaya bahwa Allah tidak terdiri dari unsur atau bagian-bagian, karena jika zat

yang mana kuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih, maka itu berarti Dia

membutuhkan unsur atau bagian itu. Sedangkan semua unsur yang ada, Dia

tidak membutuhkannya. Ini yang dimaksudkan. Allah berfirman dalam surat

Faatthir ayat 15 yaitu:

“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah

yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji”.

b. Keesaan Sifat

Adapun Keesaan sifat-Nya antara lain berarti bahwa Allah memiliki

sifat yang tidak sama dalam substansi (isi) dan kapasitasnya dengan sifat

makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan untuk menunjukkan

sifat tersebut sama. Sebagai contoh, kata rahim merupakan sifat bagi Allah,

tetapi juga digunakan untuk menunjukkan rahmat atas kasih sayang Allah

berbeda dengan rahmat makhluk-Nya. Allah berfirman dalam surat Al-A’raaf

ayat 180 yaitu:

“hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya

dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang

menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya, nanti

mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”.

c. Keesaan Perbuatan

Keesaan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di

alam raya ini baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujudnya semuanya

adalah hasil perbuatan Allah semata. Apa yang dikehendaki-Nya terjadi dan

Page 39: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

29

apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, tidak ada daya (untuk

memperoleh manfaat), tidak pula kekuatan (untuk menolak moderat) kecuali

bersumber dari Allah SWT. Allah berfirman dalam surat Yaasiin ayat 83 yaitu:

“Maka Maha suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu

dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.

d. Keesaan dalam beribadah kepada-Nya

Kalau ketiga Keesaan di atas merupakan hal-hal yang harus diketahui

dan diyakini, maka Keesaan keempat ini merupakan perwujudan dari ketiga

makna Keesaan terdahulu. Ibadah itu beraneka ragam dan bertingkat-tingkat,

salah satu ragamnya yang makin jelas adalah amalan yang ditetapkan cara atau

kadarnya langsung oleh Allah atau melalui Rasul-Nya, dikenal dengan istilah

ibadah mahdhah. Sedangkan ibadah dalam pengertiannya yang umum

mencakup segala macam aktivitas yang dilakukan karena Allah. Allah

berfirman dalam surat Al-An’aam ayat 162 yaitu:

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku

hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.10

Adapun cara-cara untuk memelihara ketauhidan adalah:

a. Dengan selalu menambah ilmu pengetahuan (terutama ilmu-ilmu agama).

Kunci dari semua kehidupan dan iptek tentu ada di dalam kandungan

Al-Quran. Oleh karena itu, hendaklah kita dapat menyimak dan mengkaji apa

yang ada dalam kandungannya, agar kita tidak menjadi manusia yang lemah

imannya dan sombong. Firman Allah dalam Q.S Al-Mujadalah ayat 11:

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-

orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

10

Mumi Jamal, Dkk,. Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), hlm.

754-758.

Page 40: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

30

Banyak gambaran dari Al-Quran dan As-Sunnah yang

mengungkapkan tentang keagungan Allah. Jika seseorang Muslim mau

memperhatikan ayat-ayat Allah, tentu hatinya akan bergetar dan jiwanya akan

tunduk dan patuh kepada Dzat Yang Maha Agung, anggota-anggota

jasmaniahnya akan tunduk dan patuh kepada Dzat Yang Maha Tinggi dan

Maha Berkuasa, serta kekhusu’annya akan semakin bertambah kepada Allah

SWT. Jelaslah bahwa dengan bertambahnya ilmu, iman seseorang akan lebih

mantap, lebih kokoh, dan tindak tanduknya selalu mengingat keagungan dan

kebesaran Ilahi. Ilmu yang dimaksud tersebut adalah ilmu tentang alam

(sunatullah) serta ilmu tentang agama Allah SWT(dinnullah), sebab keduanya

merupakan kebenaran yang datangnya dari Allah.

b. Memperbanyak amal shaleh (terutama shalat).

Dalam tarikh, para sahabat Nabi SAW akan mempergunakan dengan

sebaik-baiknya pada setiap kesempatan yang ada untuk selalu beramal shaleh.

Seperti apa yang dituturkan Abu Bakar As-Shiddiq, “tatkala ditanya oleh

Rasulullah SAW “Siapakah diantara kamu sekalian yang berpuasa pada hari

ini?” Abu Bakar menjawab, “saya”. Beliau bertanya lagi, “lalu siapakah di

antara kamu yang menjenguk orang sakit pada hari ini?” Abu Bakar menjawab

lagi, “Saya.” Lalu Rasulullah SAW berkata, “Tidaklah amal-amal ini menyatu

dalam diri seseorang melainkan dia akan masuk Surga”.11

Dalam tarikh di atas menunjukkan kepada kita bahwa Abu Bakar As-

Siddiq ra, sangat antusias dalam mempergunakan setiap kesempatan untuk

memperbanyak ibadah. Jadi, bukan hanya dari amalan-amalan shalatnya,

meskipun shalat adalah perkara fardhu. Dalam Al-Quran Surat Thaha ayat 14,

Allah berfirman:

“Dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku”.

11

Musa Sueb, Urgensi Keimanan Dalam Abad Globalisasi, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1996), hlm. 60-66.

Page 41: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

31

Nabi muhammad SAW telah mengatakan dengan tegas, bahwa shalat

itu baru akan membawa hasil jika apa yang dibaca di dalam shalat

dimengertinya. “tidaklah dari seseorang muslim yang berwudhu maka

dimengerti yang diucapkan, melainkan setelah shalat selesai shalat itu adalah

seperti anak yang baru dilahirkan oleh ibunya (tidak berdosa). Allah SWT tidak

melarang kita dalam meraih kesenangan duniawi. Dan dalam pengejaran

tersebut kita harus menyesuaikan dengan tuntunan norma ajaran agama yang

telah ditetapkan nya serta didasari karena ketaatan kita kepada Allah SWT.

Jadi, kita dalam mencari rizqi di dunia ini bukan semata-mata rakus duniawi

dalam segi harta benda dan yang sejenisnya, yang memabukkan.

c. Menjauhi segala yang dilarang Allah dan Rasulnya.

Allah SWT menyerukan kepada manusia agar menjauhi apa-apa yang

dilarang oleh Allah karena dikhawatirkan manusia akan berjalan di luar garis

yang telah ditentukannya. Jangankan menyimpang, mendekati larangan-

larangannya pun maka dikhawatirkan manusia akan terperosok di dalamnya.

Terperosoknya manusia kepada hal-hal yang ingkar, tentu saja akan banyak

membawa kepada kehidupan kelak di akhiratnya.12

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan tauhid pada ayat ini adalah

Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk mengesakan dan menyembah

kepada-Nya, serta melarang menyekutukan Allah dengan apapun oleh sebab itu

yang berhak disembah hanyalah Allah yang telah menciptakan alam dan semua

isinya. Maka apabila ada manusia yang memuja benda-benda alam ataupun

kekuatan ghaib berarti ia telah sesat, karena kesemua benda-benda itu adalah

makhluk Allah yang tak berkuasa memberi manfaat dan tak berdaya untuk

menolak kemudaratan serta tak berhak disembah.

B. Pendidikan Birul Walidaini

Menurut keluasan pengertiannya, istilah Al-Birr meliputi aspek

kemanusiaan dan pertanggungjawaban ibadah kepada Allah SWT. dalam jalur

12

Musa Sueb, Urgensi Keimanan Dalam Abad Globalisasi, hlm. 60-66.

Page 42: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

32

hubungan kemanusiaan dalam tata hubungan hidup keluarga dan masyarakat

wajib dipahami bahwa kedua orang tua yaitu ayah dan ibu menduduki posisi yang

paling utama. Walaupun demikian, kewajiban beribadah kepada Allah dan taat

kepada Rasul tetap berada di atas hubungan horisontal kemanusiaan. Berarti

bahwa, dalam tertib kewajiban berbakti, mengabdi dan menghormati kedua orang

tua (ayah dan ibu) menjadi giliran berikutnya setelah beribadah kepada Allah dan

taat kepada Rasul-Nya.

Motivasi atau dorongan dan kehendak berbuat baik kepada orang tua

(birrul walidaini) telah menjadi salah satu akhlak yang mulia (mahmudah).

Dorongan dan kehendak tersebut harus tertanam sedemikian rupa, sebab pada

hakikatnya hanya bapak dan ibulah yang paling besar dan banyak berjasa kepada

setiap anak-anaknya. Ayah adalah penanggung jawab dan pelindung anak dalam

segala hal, baik segi ekonomi, keamanan, kesehatan, dan juga pendidikannya.

Pada prinsipnya ayah menjadi sumber kehidupan dan yang telah menghidupkan

masa depan anak. Sedangkan ibu tidak kalah besar pengorbanannya dari pada

ayah. Ibulah yang hamil dengan susah payah, kemudian melahirkannya dengan

penderitaan yang tiada tara. Lalu membesarkannya dengan penuh rasa kasih

sayang. Dalam kedudukan sebagai anggota keluarga, ibu adalah kawan setia ayah

yang berfungsi sebagai pendidik anak/anak-anaknya. Pemelihara keluarga dengan

menciptakan ketentraman, keamanan dan kedamaian rumah tangga.13

Sesudah Allah memerintahkan supaya menyembah jangan menyembah

selain Dia lalu Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar mereka benar-

benar memperhatikan urusan kebaktian kepada kedua ibu bapak dan tidak

menganggapnya sebagai urusan yang remeh, dengan menjelaskan bahwa

Tuhanlah yang lebih mengetahui apa yang tergetar dalam hati mereka, apakah

mereka benar-benar mendambakan kebaktiannya kepada kedua ibu bapak dengan

rasa kasih sayang dan penuh kesadaran, ataukah kebaktian mereka hanyalah

pernyataan lahiriyah saja, sedang di dalam hati mereka sebenarnya durhaka dan

membangkang. Itulah sebabnya Allah menjanjikan bahwa apabila mereka benar-

13

A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm.

392.

Page 43: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

33

benar orang-orang yang berbuat baik, yaitu benar-benar mentaati tuntunan Allah,

berbakti kepada kedua ibu bapak dalam arti yang sebenar-benarnya, maka Allah

akan memberikan ampunan kepada mereka atas perbuatannya.14

Allah SWT.

dalam ayat-Nya memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua, berbuat

baik dan berterima kasih kepada mereka dengan perbuatan dan ucapan. Sesuai

dengan firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 23-25 yaitu:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah

selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan

sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya

sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah

kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "Ah" dan janganlah kamu

membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.

dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan

dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana

mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". Tuhanmu lebih mengetahui

apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka

Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat”.

Kata “ihsan” dalam ayat ini disebut tanpa alif lam ta’rif, sehingga

mengandung makna umum. Ini menunjukkan bahwa Allah memerintahkan

berbuat baik kepada orang tua dengan kebaikan berupa apa saja baik secara

perbuatan, perkataan, perlakuan baik, dengan badan ataupun dengan harta benda.

Kemudian Allah menegaskan pentingnya hal tersebut saat mereka berdua telah

berusia lanjut. Karena pada saat itu mereka berdua sangat membutuhkan untuk

diperlakukan dengan baik, lemah lembut, kasih sayang, hormat dan dimuliakan.

Allah melarang untuk berbuat buruk kepada mereka. Membangkang,

mengucapkan “Ah” kepada mereka, mengangkat suara dimuka mereka,

menghardik dan memaki, menjelek-jelekan dan merendahkan mereka. Allah

14

Departemen Agama, Al-Quran dan Tafsirnya, (Jakarta: Depag., 1990), hlm. 561.

Page 44: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

34

SWT. Berfirman, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada

keduanya dengan perkataan “Ah”atau, jangan menyakiti mereka walaupun dengan

cara yang paling ringan”. Janganlah engkau menampakkan rasa bosanmu atau rasa

terbebani dalam dirimu di depan mereka. Tetap bersabar dalam menghadapi

kemungkinan mereka berbuat salah atau lupa di hadapanmu. Kemudian Allah

berfirman, “janganlah engkau membentak mereka. Yakni jangan mengangkat

suara di muka mereka atau berbicara dengan menunjukkan wajah kesal. Jangan

pula menatap mereka dengan tatapan ketidaksenangan atau mengibaskan

tanganmu dan meninggalkan mereka berdua.

Setelah melarang mengucapkan kata-kata jelek dan berbuat buruk,

Allah memerintahkan untuk mempergauli mereka dengan ucapan dan perbuatan

baik. Dia berfirman, “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.

Atau ucapan yang lemah lembut dan baik dengan hormat dan etika. Hal ini

disesuaikan dengan kondisi, kesempatan, waktu dan tempat. Di dalam ayat ini

nampak adanya beberapa ketentuan dan sopan santun yang harus diperhatikan

sang anak terhadap kedua ibu bapaknya antara lain:

1. Anak tidak boleh mengucapkan kata “Ah” kepada kedua orang tua ibu

bapaknya hanya karena sesuatu sikap atau perbuatan mereka yang kurang

disenangi akan tetapi dalam keadaan serupa itu hendaklah anak-anaknya

berlaku sabar, sebagaimana perlakuan kedua orang tua ketika mereka merawat

dan mendidiknya di waktu anak itu masih kecil. Inilah awal tingkatan dalam

memelihara kedua orang tua dengan penuh tata krama.15

2. Anak tidak boleh menghardik atau membentak kedua orang tua sebab dengan

bentakan itu kedua orang tua akan terlukai perasaannya. Menghardik kedua

orang tua adalah mengeluarkan kata-kata kasar pada saat anak menolak

pendapat kedua orang tua atau menyalahkan pendapat mereka sebab pendapat

mereka tidak sesuai dengan pendapat anaknya. Larangan menghardik dalam

ayat ini adalah sebagai penguat dari larangan mengatakan “Ah” yang biasanya

15

Sayyid Quthb, Terjemah Fi Zhilalil-Quran, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 249.

Page 45: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

35

diucapkan oleh seorang anak terhadap kedua orang tua pada saat ia tidak

menyetujui pendapat kedua orang tuanya.16

3. Hendaklah anak mengucapkan kepada kedua orang tua dengan kata-kata yang

mulia. Kata-kata yang mulia ialah kata-kata yang diucapkan dengan penuh

khidmat dan hormat, yang menggambarkan tata adab yang sopan santun dan

penghargaan yang penuh terhadap orang lain.17

Ini merupakan sikap positif

yang sangat tinggi tingkatannya, yakni hendaknya ucapan sang anak kepada

kedua orang tuanya menunjukkan sikap hormat dan cinta.18

Kemudian Allah berfirman, “dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka

berdua”. Merendahkan diri di depan mereka berdua dengan perbuatanmu sebagai

wujud kasih sayangmu dan penghormatan atas jasa-jasa mereka. Layanilah

mereka seperti layaknya pembantu melayani majikannya. Taati mereka dalam

kebaikan, penuhi panggilannya, tunaikan kebutuhannya, tutupi kesalahannya,

lakukan hal-hal yang bisa membahagiakan mereka dan jauhi hal-hal yang

menyakiti dan dibenci mereka.19

Al-Faqih Abu Laits Samarqandy menegaskan:

“sekalipun (umpamanya) perintah berbakti kepada kedua orang tua itu tidak

dimuat dalam Al-Quran dan umpamanya tidak tekanannya, pasti akal sehat akan

mewajibkannya, oleh itulah bagi yang berakal sehat harus mengerti kewajibannya

terhadap kedua orang tua. Apalagi hal itu telah ditekankan oleh Allah dalam

Semua kitabnya (yakni) Taurat, Injil, Zabur dan Al-Quran juga telah disampaikan

kepada Nabi bahwa: “Ridha Allah tergantung ridha kedua orang tua”.20

Allah memerintahkan agar merendahkan diri kepada kedua orang tua

dengan penuh kasih saying. Yang dimaksud merendahkan diri dalam ayat ini ialah

mentaati apa yang mereka perintahkan selama perintah itu tidak bertentangan

dengan ketentuan-ketentuan syara’. Taat anak kepada kedua orang tuanya

16

Departemen Agama Republik Indonesia, hlm. 556.

17 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya, hlm. 556.

18 Sayyid Quthb, hlm. 249.

19 Abdul Aziz Al-Fauzan, Fikih Sosial Tuntunan dan Etika Hidup Bermasyarakat, (Jakarta:

Qisthi Press, 2007), hlm. 244-245.

20 Abu Lait Samarqandy, Terjemah Tanbihul Ghafilin, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2000),

hlm. 119.

Page 46: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

36

merupakan tanda kasih sayangnya kepada kedua orang tuanya yang sangat

diharapkan terutama pada saat kedua ibu bapak itu sangat memerlukan

pertolongannya. Ditegaskan bahwa sikap rendah diri itu haruslah dilakukan

dengan penuh kasih sayang agar tidak sampai terjadi sikap rendah diri yang

dibuat-buat hanya sekedar untuk menutupi celaan orang lain atau untuk

menghindari rasa malu pada orang lain, akan tetapi agar sikap merendahkan diri

itu betul-betul dilakukan karena kesadaran yang timbul dari hati nurani.21

Dalam

hal ini Allah tidak membedakan antara ibu dengan bapak. Memang pada dasarnya

ibu hendaknya didahulukan atas ayah tetapi ini tidak selalu demikian. Thahir Ibnu

Asyur menulis bahwa Imam Syafi’i pada dasarnya mempersamakan keduanya,

sehingga bila ada salah satu yang hendak didahulukan maka seorang anak

hendaknya mencari faktor-faktor penguat guna mendahulukan salah satunya.

Karena itu pula walaupun ada hadits yang mengisyaratkan perbandingan hak ibu

dengan bapak sebagai tiga dibanding satu, namun penerapannya pun harus setelah

memperhatikan faktor-faktor yang dimaksud.

Doa kepada kedua orang tua yang diperintahkan di sini menggunakan

alasan ( ) dipahami oleh sementara ulama dalam arti disebabkan

karena mereka telah mendidikku di waktu kecil. Jika berkata sebagaimana, maka

rahmat yang dimintakan itu adalah yang kualitas dan kuantitasnya sama dengan

apa yang seorang anak peroleh dari keduanya. Adapun bila disebabkan karena,

maka limpahan rahmat yang dimohonkan anak kepada keduanya itu diserahkan

kepada kemurahan Allah SWT. dan ini dapat melimpah jauh lebih banyak dan

besar daripada apa yang mereka limpahkan kepada seorang anak. Sangat wajar

dan terpuji jika seorang anak memohonkan agar kedua orang tua memperoleh

lebih banyak dari yang kita peroleh, serta membalas budi melebihi budi mereka.

Ayat ini juga menuntun agar seorang anak mendoakan kedua orang tuanya. Hanya

saja ulama menegaskan bahwa doa kepada kedua orang tua yang dianjurkan di

sini adalah bagi yang muslim, baik masih hidup maupun telah meninggal.

21

Departemen Agama, hlm. 556-557.

Page 47: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

37

Sedangkan bila kedua orang tua tidak beragama Islam telah meninggal, maka

terlarang bagi anak untuk mendoakannya, Al-Quran mengingatkan bahwa ada suri

tauladan yang baik bagi kaum muslimin dari seluruh kehidupan Nabi Ibrahim.

Allah berfirman dalam surat Al-Mumtahannah ayat 4 yaitu :

“kecuali Perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan

memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun

dari kamu (siksaan) Allah”. (QS. Al-Mumtahannah: 4)22

Kemudian dilanjutkan dengan firman Allah, “Tuhanmu lebih mengetahui

apa yang ada dalam hatimu, jika kamu orang-orang yang baik, Maka

Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat”. Allah

lebih tau apa yang ada di dalam hati manusia dari pada manusia itu sendiri, baik

berupa penghormatan kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada mereka atau

meremehkan hak dan durhaka kepada mereka. Allah akan memberi balasan

kepada seseorang atas kebaikan atau keburukan yang mereka perbuat. Maka jika

seseorang telah memperbaiki niatnya terhadap kedua orang tua dan taat kepada

Allah mengenai berbuat baik kepada kedua orang tuanya yang telah Allah

perintahkan serta menunaikan suatu kewajiban yang wajib seseorang tunaikan

terhadap mereka, maka sesungguhnya Allah akan mengampuni seseorang atas

kekurangan yang dia lakukan. Karena Dialah Yang Maha Pengampun terhadap

orang yang mau bertaubat dari dosanya dan berhenti dari maksiat kepada Allah,

lalu kembali taat kepada-Nya serta melakukan hal-hal yang dicintai dan disukai

Allah.23

Ayat tersebut juga merupakan janji bagi orang yang berniat hendak

berbuat baik kepada orang tua dan juga ancaman terhadap orang yang

meremehkan hak-hak orang tua serta berusaha untuk durhaka terhadap mereka

berdua.24

22

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), hlm. 454-455.

23 Ahmad Mustafa Al-Maragi, hlm. 67.

24 Ahmad Musthafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Misbah, hlm. 67.

Page 48: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

38

Allah memperingatkan agar seorang anak benar-benar memperhatikan

urusan kebaktian kepada kedua orang tua dan tidak menganggap sebagai urusan

yang remeh, dengan menjelaskan Tuhanlah yang lebih mengetahui apa yang

tergerak dalam hati seorang anak, apakah mereka benar-benar mendambakan

kebaktiannya kepada kedua orang tua dengan rasa kasih sayang dan penuh

kesadaran, ataukah kebaktian mereka hanyalah pernyataan lahiriyah saja,

sedangkan di dalam hati mereka sebenarnya durhaka dan membangkang. Itulah

sebabnya Allah menjanjikan bahwa apabila mereka benar-benar orang yang

berbuat baik yaitu benar-benar mentaati tuntutan Allah, berbakti kepada kedua

orang tua dalam arti yang sebenar-benarnya, maka Allah akan memberi ampunan

kepada mereka atas perbuatannya.25

Penegasan ini dihadirkan di sini sebelum

pembicaraan lebih lanjut tentang tugas kewajiban dan prinsip-prinsip moral yang

lain, agar dijadikan barometer dalam setiap ucapan dan perbuatan. Juga untuk

membuka pintu tobat dan rahmat bagi yang bersalah atau kurang dalam

melaksanakan tugas kewajibannya. Karena selagi hati seseorang masih baik

(saleh) maka pintu ampunan tetap terbuka. Dan orang-orang yang pandai bertobat

adalah mereka yang setiap kali berbuat salah mereka segera kembali kepada

Tuhan dengan memohon ampunan-Nya.26

Jadi pada hakikatnya syukur kepada orang tua merupakan bagian dari

perilaku baik seorang hamba kepada Allah, pelaksanaan terhadap perintahnya dan

pemenuhan terhadap seruannya. Syukur kepada orang tua merupakan upaya untuk

menghadapkan diri kepada Allah melalui sebuah ibadah agung yang bernama

“berbakti kepada orang tua”. Hal itu bertujuan agar orang berbakti kepada kedua

orang tuanya dapat memperoleh keberuntungan di sisi Tuhannya, Sang Dzat yang

telah menciptakannya, yaitu keberuntungan berupa tempat kembali yang

diharapkan, akhir yang diharapkan.27

Allah SWT memerintahkan kepada manusia

agar berbuat baik kepada kedua orang tua mereka dengan alasan sebagai berikut:

25

Departemen Agama, hlm. 561.

26 Sayyid Quthb, hlm. 249.

27 Muhammad Al-Fahham, Terjemah Sa’addah Al-Abna’ Fii Birr Al-Ummahat Wa Al-

Aba’, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006), hlm. 136-137.

Page 49: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

39

1. Kasih sayang kedua ibu bapak yang telah dicurahkan kepada anak-anaknya dan

segala macam usaha yang telah diberikan agar anak-anaknya menjadi anak-

anak yang saleh, jauh dari jalan sesat. Maka pantaslah apabila kasih sayang

yang tiada taranya itu dan usahanya tak mengenal payah itu mendapatkan

balasan dari anak-anaknya dengan berbuat baik kepada mereka dan

mensyukuri jasa baik mereka itu.

2. Anak-anak adalah bagian tulang dari kedua ibu bapak.

3. Anak-anak sejak masih bayi hingga dewasa, baik makanan ataupun pakaian

menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya, maka sepantaslah apabila

tanggung jawab itu mendapat imbalan budi dari anak-anaknya.

Kedua orang tua biasanya terdorong secara fitrah untuk mengasuh dan

memperhatikan anaknya. Mereka berkorban apa saja, bahkan mengorbankan

dirinya demi sang anak. Ibarat sebatang pohon ia menjadi rimbun dan menghijau

sesudah menyedot semua makanan yang ada pada asal bibitnya sehingga biji itu

menjadi terkoyak. Juga laksana anak ayam yang menetas sesudah ia menghisap

habis isi telur sehingga tinggal kulitnya saja. Begitulah sang anak manusia. Ia

menguras kebugaran, kekuatan, dan perhatian kedua orang tuanya sehingga

mereka berdua menjadi tua renta, jika memang takdir menunda ajal keduanya.

Meski demikian, kedua orang tua tetap merasakan bahagia atas segala

pengorbanannya. Sedangkan, sang anak biasanya cepat sekali ia melupakan itu

semua, dan ia pun segera melihat kedepan kepada istri dan anak cucunya. Dan

begitulah kehidupan ini terus melaju.28

Pada prinsipnya kehidupan keluarga menurut Islam ialah keluarga

menjadi ajang utama untuk menerapkan perintah-perintah Al-Quran dan Al-

Hadist. Keharmonisan hidup berkeluarga, hubungan orang tua dengan anak

menyangkut kewajiban, serta hak dan kewajiban anak untuk berbakti atau berbuat

baik kepada kedua orang tua yang telah diatur secara mutlak di dalamnya. Sikap

anak kepada kedua orang tua yang selaras dengan tuntutan Al-Quran dan Al-

28

Sayyid Quthb, hlm. 248.

Page 50: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

40

Hadist.29

berbakti kepada kedua orang tua sebagai perbuatan yang paling baik,

pengorbanan yang paling mulia dan paling dicintai Allah. Perilaku ini merupakan

faktor terbesar didapatkannya pahala, kebaikan dan dihapuskannya dosa-dosa. Ia

juga merupakan jalan terdekat untuk mencapai keridhaan Allah dan surga-Nya.

Bahkan Allah telah menjadikan keridhaan-Nya terletak pada keridhaan orang tua,

kebencian-Nya terletak pada kebencian orang tua, dan menjadikan kedua orang

tua sebagai pintu tengah surga, bahkan menjadikan surga berada di bawah telapak

kaki keduanya.30

Allah menyandarkan perintah menyembah kepada-Nya dengan perintah

berbuat baik kepada kedua orang tua mengisyaratkan bahwa berbakti kepada

orang tua merupakan kewajiban yang harus segera ditunaikan setelah memenuhi

hak Allah. Allah memerintahkan kepada manusia agar memberi perhatian khusus

kepada kedua orang tua khususnya orang tua yang telah lanjut usia. Sebab di usia

yang telah lanjut, orang tua lebih membutuhkan pertolongan dan perhatian dari

anak-anaknya. Merawat orang tua yang lanjut usia tidaklah mudah. Sebab sifat

mereka menyerupai anak kecil, butuh disuapi, dimandikan, dibaringkan dan

sebagainya. Oleh karenanya, dibutuhkan kesabaran dan perhatian yang ekstra

dalam melayaninya.31

Secara singkat dapat dikatakan bahwa nikmat yang paling banyak

diterima oleh manusia ialah nikmat Allah, sesudah itu nikmat yang diterima dari

kedua ibu bapak. Itulah sebabnya maka Allah SWT meletakkan kewajiban

berbuat baik kepada ibu bapak pada urutan kedua sesudah kewajiban manusia

beribadah hanya kepada Allah.32

Dengan gaya penuturan yang sejuk dan lembut

serta gambaran masalah yang inspiratif ini, Al-Quran menyingkap rasa kesadaran

manusia untuk berbakti dan rasa kasih sayang yang ada dalam nurani seorang

anak terhadap orang tuanya. Dikatakan demikian karena suatu kehidupan yang

29

A. Munir dan Sudarsono, hlm. 395.

30 Abdul Aziz Al-Fauzan, hlm. 239.

31 Achmad Yani Arifin, Berbakti Kepada Orangtua, (Yogyakarta: Insan Madani, 2008),

hlm. 62.

32 Departemen Agama Republik Indonesia, hlm. 555-556.

Page 51: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

41

berjalan seiring dengan eksistensi makhluk hidup senantiasa mengarahkan

paradigma mereka ke depan, ke arah anak cucu, kepada generasi baru, generasi

masa depan. Jarang sekali hidup ini membalikkan pandangan manusia ke arah

belakang, kepada nenek moyang, ke arah kehidupan masa silam, ke generasi yang

sudah berlalu. Oleh karena itu, diperlukan dorongan kuat untuk menyingkap tabir

hati nurani seorang anak agar ia mau menoleh ke belakang serta melihat para

bapak dan para ibu.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak Birrul walidaini pada

ayat ini adalah perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang tua yaitu, pertama

untuk menjaga keridhaan dan kenyamanan hati orang tua. Menjaga keridhaan

tidak mudah karena persoalan ridha menyangkut urusan hati. Untuk dapat

menjaga keridhaan orang tua seorang anak harus betul-betul peka dan empati atas

keadaan orang tua sebab tidak jarang sesuatu yang seseorang anggap baik, justru

orang tua menganggap sebaliknya dan ini perlu disadari karena pikiran anak

berbeda dengan pikiran orang tua. Dan yang kedua yaitu memelihara pergaulan

dengan orang tua, misalnya merendahkan diri dihadapan mereka, berkata lembut,

bersikap sopan, dan sebagainya. Hal ini sangat penting dan harus ada perhatian

khusus karena setiap hari seorang anak berinteraksi dengan kedua orang tua.

Terlebih disaat orang tua telah memasuki usia lanjut tentunya mereka sangat

memerlukan perhatian lebih dari seorang anak.

Page 52: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

46

BAB IV

AKTUALISASI NILAI PENDIDIKAN Q.S AL-ISRA’ AYAT 23-25 DALAM

DUNIA MODERN

A. Penguatan Akidah Peserta Didik

Modernisasi merupakan suatu proses dalam pembangunan, yang bermakna

suatu usaha untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam lingkungan/masyarakat

berbeda keadaan semula. Hasan Basri mengemukakan perubahan dalam

(modernisasi, yaitu: perubahan tersebut sifatnya progresif (maju) bukan sebaliknya

(retriregsif), perubahan yang menyeluruh dalam berbagai segi kehidupan manusia.

Pergeseran kehidupan yang bukan hanya dari segi material (duniawi) namun juga

mencakup juga segi spritualnya (ukhrowi) yang lebih baik). Jadi modernisasi adalah

upaya manusia dalam mengusahakan segala sesuatu dalam kehidupan agar menjadi

baru dan selaras dengan kemajuan Iptek yang kesinambungan tanpa harus

mengesampingkan kehidupan ukhrawi.1

Pendidikan agama di sekolahan umum, terlebih lagi di madrasah, bukan

sekedar mengajar anak untuk hafal bacaan shalat atau semacamnya. Propenas (UU

No. 25 tahun 2000) menyebutkan bahwa “pendidikan agama di sekolahan umu (TK,

SD, SLTP, dan SMU) bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan dan ketaqwaan

serta pembinaan akhlak mulia dan budi pekerti luhur”. Untuk mencapai tujuan yang

disebut tadi, maka perlu ada penambahan jam pelajaran untuk setiap minggunya.

Oleh karena itu, di dalam propenas juga disebutkan (di dalam matriks) agar terjadi

“bertambahnya jumlah jam pelajaran agama, minimal 3 jam pelajaran

perminggunya”. Hal ini harus dipahami bahwa pelajaran agama di sekolahan

umumpun tidak sekedar bertujuan untuk mampu menghafal bacaan shalat, namun

lebih besar dari itu, sampai pada meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dan

pembinaan akhlak . oleh karena itu wajar kalau kemudian penulis pertegas arah

1 Musa Sueb, Urgensi Keimanan Dalam Abad Globalisasi, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1996), hlm. 46-47.

Page 53: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

47

pendidikan agama di sekolahan umum.2 Ada dua sasaran, sekaligus merupakan arah

pendidikan agama yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu:

Pertama, pendidikan agama di sekolahan umum hendaknya mampu

mengajarkan aqidah peserta didik sebagai landasan keberagamaan. Dengan kata lain,

agama diajarkan di sekolah untuk menjaga akidah peserta didik atau menjaga

keimanan dan ketaqwaannya. Oleh karena itu, pendidik yang mengajar agama harus

beragama yang sama dengan agama peserta didik. Pendekatan yang diberikan juga

tidak banyak menekankan pada kajian kritis yang kritis. Kalau menggunakan

argumentasi rasional (dalil aqli) sasarannya adalah untuk memperkuat akidah tadi.

Dalam waktu bersamaan, pengertian menjaga akidah juga hendaknya meliputi

menjaga pemahaman akidah yang diikuti oleh peserta didik. Dengan kata lain, jika

peserta didik mengikuti aliran sunni (ahlusunnah wal jama’ah), tidak pada

tempatnya untuk mengangkat guru agama yang mengikuti aliran syi’ah untuk

mengajar mereka, kecuali ada kesepakatan dari pihak orang tua. Demikian pula

sebaliknya. Seandainya melakukan kajian kritis, maka tetap dalam koridor akidah-

akidah yang diikuti. Jadi, bukan hanya seagama, namun juga sepaham dalam aliran

akidah, sehingga tidak akan timbul masalah yang tidak diinginkan. Sudah barang

tentu, jika sudah semakin dewasa, perbedaan aliran dalam paham aqidah tidak

menjadi masalah jika masih dalam satu agama. Bahkan di tingkat pendidikan tinggi

akan diberikan kajian kritis yang mencakup kajian yang mengkritisi paham-paham

dalam aqidah Islam.

Kedua, pendidikan agama mengajarkan kepada peserta didik pengetahuan

tentang ajaran agama Islam. Untuk sasaran ini, dalam beberapa hal memang

diperlukan kognitif atau hafalan. Namun, dalam praktik dan evaluasinya harus

melibatkan praktik sehari-hari. Pelajaran bacaan shalat, do’a-do’a, bahkan juga

bacaan ayat-ayat Al-Quran memerlukan hafalan. Dari hafalan itupun seharusnya

dibarengi dengan praktik secara rutin dan serius. Ambil contoh tentang shalat.

Disamping peserta didik diberi pelajaran hafalan untuk menjalankan shalat, dalam

kenyataanya praktik mendirikan shalat juga harus menjadi perhatian serius. Artinya,

2 A. Qodri Azizi, Pendidikan Untuk Membangun Etika, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm.

73.

Page 54: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

48

peserta didik tidak sekedar diberi pelajaran pengetahuan tentang shalat dengan segala

bacaan yang harus dihafalkan, namun juga sekaligus hendaknya dipraktekkan untuk

melakukan shalat, terlebih lagi untuk menjalankan shalat jama’ah. Sekolah/madrasah

hendaknya berusaha menyediakan tempat untuk shalat atau mendirikan bangunan

musholla atau masjid permanen. Akan lebih baik lagi jika bukan hanya

menggalakkan shalat wajib di musholla atau di masjid saja, namun juga peserta didik

dianjurkan menjalankan ibadah sunnah, seperti shalat dhuha, tadarrus Al-Quran dan

lainnya. Demikian untuk pelajaran yang lainnya, seperti zakat, puasa, yang lainnya,

termasuk selain pelajaran ibadah. Sesuai dengan tingkat berpikir peserta didik, ajaran

Islam juga agar dimaknai secara kontekstual. Sebagai contoh ajaran zakat. Ajaran

Islam tentang zakat disampaikan kepada peserta didik tidak dengan cara pemberian

beban, oleh karena zakat adalah kewajiban. Namun, agar mampu memberi

penjelasan bahwa zakat justru memberi inspirasi dan sekaligus landasan untuk etos

kerja dari belajar yang rajin untuk sukses, sampai dengan kerja keras untuk menjadi

orang yang mampu mengeluarkan zakat. Jadi, ketika peserta didik mendengar kata-

kata zakat , yang terlintas di dalam pikirannya bukan beban kewajiban, namun jutru

semangat etos kerja untuk menjadi orang yang mampu membayar zakat (kaya) dan

kebanggaan untuk mampu melaksanakan kewajiban berupa membayar zakat.

Kemudian dapat disaksikan bahwa pelajaran agama Islam tentang zakat mempunyai

keterkaitan dengan keberhasilan belajar peserta didik dalam materi pelajaran secara

keseluruhan.3

Jumlah jam pelajaran yang terbatas dengan materi yang diserat

menyebabkan guru agama mengambil jalan pintas yang paling mudah, yaitu melihat

pendidikan agama lebih sebagai pelajaran daripada sebagai pendidikan. Sehingga

pendekatan yang dipakainya adalah pendekatan ilmu yang lebih menyentuh ranah

kognitif. Akibat yang mudah diharapkan dari pendekatan semacam itu adalah bahwa

peserta didik hanya akan menumpuk bahan agama sebagai pengetahuan secara

kuantitatif, dan tidak atau kurang kualitatif dalam pembentukan pribadi. Dengan

demikian diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif yang menyentuh seluruh

aspek pribadi, yang sering disebut sebagai pendekatan holistik atau integralistik.

3 A. Qodri Azizi, Pendidikan Untuk Membangun Etika, hlm. 73-75.

Page 55: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

49

Dalam hal ini menurut nilsen bahwa ada 3 faktor yang ikut membentuk kualitas

keberagamaan peserta didik, yaitu:

a. Kualitas pemahaman tentang Tuhan sebagai nilai tertinggi dalam sistem agama.

b. Kadar keagamaan sehari-hari terutama bagaimana menghayati hubungan antara

nilai-nilai ideal agama dengan kenyataan kehidupan yang melibatkannya.

c. Pandangan tentang dirinya, siapa hakikat dirinya, evaluasi tentang diri dan

kemampuannya.

Menurut Paul Hirst bahwa ajaran agama termasuk ranah kepercayaan dan

bukan pengetahuan yang dapat diverifikasi secara umum. Karena itu materi agama

yang diajarkan di sekolah hendaklah lebih bersifat deskriptif dan bukan penyajian

yang mengagung-agungkan. Sedangkan menurut Dearden hendaklah dibedakan

antara pendidikan agama dengan indoktrinasi. Pendidikan agama sebagai bagian-

bagian integral dari pendidikan pada umumnya, tak lepas dari prinsip pendidikan

modern yang menurut Moran terdapat kecenderungan yang berprinsip bahwa fakta

sentral dari gerakan pendidikan modern adalah adanya pengakuan terhadap anak

didik sebagai faktor penentu dalam seluruh rancangan pendidikan. Pendidikan

bukanlah untuk mencetak peserta didik sesuai dengan cetakan yang telah disiapkan

lebih dahulu, tetapi untuk mengembangkan kekuatan-kekuatannya yang normal ke

dalam tatanan alamiahnya.4

Agama Islam adalah agama yang mengajarkan kepada peserta didik

bertauhid meng-Esakan Allah bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah selain

Allah Tuhan Yang Maha Esa. Jiwa bertauhid kepada Allah semata, ini ditegaskan

Luqman dengan suatu larangan berbuat syirik (menyekutukan Allah) kepada

anaknya, sebagaimana firman Allah:

“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi

pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,

Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang

besar". (Luqman: 12)

4 Ahmad Ludjito, Guru Besar Bicara: Mengembangkan Keilmuan Pendidikan Islam,

(Semarang: Rasail Media Group, 2010), hlm. 23-24.

Page 56: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

50

Demikianlah Luqman telah menanamkan jiwa tauhid sebagai dasar agama

ke dalam diri anaknya sebelum ia mengajar dan mengisi fikiran anaknya dengan ilmu

pengetahuan. Dipenuhinya jiwa anaknya dengan semangat ke-Tuhanan Yang Maha

Esa supaya di dalam jiwa anaknya terbit nur Ilahi, cahaya hidayah Allah yang akan

membimbing serta memimpin hidupnya ke jalan yang lurus dan benar, jalan

keselamatan dan kesejahtraan hidup di dunia dan akhirat. Juga agar jiwa anaknya

penuh dengan akhlak dan moral ke-Tuhanan. Supaya semangat kesucian Allah

mengalir dalam hati nurani dan pribadinya, ibarat sungai yang dapat memuaskan

dahaga dan menyuburkan tanah. Demikian pula ilmu pengetahuan itu untuk berbakti

kepada Allah dan menurut sepanjang keridhaan-Nya tidak disalah gunakan untuk

menghancurkan peradaban dan kebudayaan, untuk merusak dan membinasakan

dunia seisinya. Dengan dasar tauhid ini diharapkan jiwa anak mendapat kekuatan

untuk menundukkan hawa nafsu yang menjadi biang keladi segala bentuk kejahatan

dan kehancuran, mendapatkan kebebasan dan terlepas dari cengkraman syirik,

khurafat dan takhayul, terhindar dari poengaruh kekuatan alam dan benda serta

kekuasaan yang banyak dianggap orang mempunyai kesucian dan kesaktian, yang ke

semua itu untuk memelihara nilai-nilai hidupnya sebagai makhluk yang termulia.5

keimanan adalah sesuatu yang teraplikasikan dalam niat, ucapan, dan

perbuatan. Ia dapat menambah ketaatan seseorang kepada tuhan dan mengurangi

kadar kemaksiatan terhadap-Nya,6 bukan hanya terletak pada hubungan antara

manusia dengan Tuhannya saja (berupa penegasan simbol dan praktik ritual), tetapi

juga meliputi masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan kemanusiaan, yaitu

mendidik peserta didik untuk menjadi insan yang baik, sehingga secara otomatis

menjadi warga negara yang bermanfaat. Kalau dibahas lebih detail, “bermanfaat”

artinya bahwa seseorang yang selesai dididik dalam proses pendidikan seharusnya

tidak membawa mudarat (madharat) bagi orang lain. Lebih jauh, seseorang (peserta

5 A Shamad Hamid, Benalu Benalu Aqidah, (Jakarta: Qithi, 2005), hlm. 43-44.

6 Sa’id Abdul Azhim, Ukhuwah Imaniyyah Persaudaraaan Iman, (Jakarta: Qisthi, 2005),

hlm. 163.

Page 57: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

51

didik) bukan hanya tidak mendatangkan mudarat terhadap orang lain, tetapi lebih

dari itu dapat membawa manfaat.7

Pemahaman atau pemaknaan dan komitmen yang rendah terhadap

ketaqwaan itulah yang menjadi penyebab utama jarang menyentuh makna yang

sebenarnya dan praktik tentang taqwa dalam realitas pendidikan. Faktor lain adalah

kebanyakan ahli kurikulum pendidikan, termasuk pendidikan agama, dan para

pembuat kebijakan pendidikan belum berfikir ke arah sana. Mestinya dengan adanya

perubahan UUD 1945, terutama sekali yang berkaitan dengan pendidikan, maka

perhatian itu harus serius. Penjabaran taqwa ke dalam proses pembelajaran telah

tercabut dari akar maknanya. Kondisi ini diperkuat dengan model pendidikan yang

lebih mengutamakan dimensi intelektual (kognitif) ketimbang pengembangan

karakter dan kepribadian manusia. Maka seringkali dalam proses pembelajaran,

terutama dalam sistem persekolahan, terlalu menekankan pada hafalan dan apa yang

harus masuk keotak, serta jarang memberikan ruang kepada penanaman nilai

ketaqwaan sebagai tuntutan tujuan pendidikan. Makna essensi taqwa itu sendiri

kurang mendapatkan penjelasan dan uraian sampai pada perwujudan nilai dalam

sikap dan perilaku peserta didik.

Penulis tidak yakin bahwa di tingkat madrasah pun terdapat penjabaran

yang lebih detail, lebih kongkrit dan lebih realistis tentang makna taqwa yang

sebenarnya. Padahal Al-Quran banyak sekali menyebut kata taqwa, dan hampir

selalu ungkapan takwa dibarengi dengan penyebutan amal shalih. Ini berarti bahwa

praktik ketaqwaan harus mencakup perilaku kesalehan individual dan sosial dalam

bentuk amal tadi. Ketika ketaqwaan diwujudkan dalam kehidupan sosial yang baik

(shalih), barulah ajaran Islam itu dapat disebut membumi atau dipraktekkan dalam

kehidupan keseharian.8 tujuan pendidikan mengacu pada makna taqwa seperti ini

maka penjabarannya ke dalam rumusan operasional merupakan keharusan. Tujuan

pendidikan seperti didefinisikan oleh para ahli pendidikan memang bermacam-

macam, namun yang terpenting dapat penulis sebutkan sederhana, misalnya,

7 A. Qodri Azizi, hlm. 137-138.

8 A. Qodri Azizi, Pendidikan Untuk Membangun Etika, hlm. 135-136

Page 58: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

52

mendidik peserta didik untuk menjadi insan yang baik, sehingga secara otomatis

menjadi warga negara yang bermanfaat.9 jika ciri-ciri di dalam Al-Quran itu

diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik, maka ia akan bermanfaat

bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain, serta bagi bangsa dan negara.10

Faktor-faktor yang memperkuat nilai-nilai ketauhidan terhadap peserta didik

diantaranya ialah berikut:

1. sikap selalu memperbaharui syahadat sehingga orang yang bersangkutan terjaga

dari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada kesyirikan.

2. sikap tidak mudah terpengaruh oleh situasi yang berubah dan menjanjikan hasil

secara cepat (budaya instan). Sesuatu yang cepat berubah akan pula menjadi

using.

3. sikap asyik dalam beribadah sehingga membentuk pribadi yang kokoh dan tidak

mudah tergoda oleh pesona kehidupan duniawi.

4. sikap berhati-hati dalam ibadah dan ada rasa kekhawatiran bahwa nilai ibadah

masih jauh dari sempurna.

5. sikap tawakkal yang tidak menenggelamkan pertimbangan akal sehingga tidak

terpuruk ke dalam sikap fatalitas. Contoh, sikap Umar Ibn Khattab ketika

menghindar untuk berkunjung ke sebuah daerah yang terserang penyakit menular.

6. sikap menyadari kelemahan dirinya sebagai manusia, terutama godaan hawa

nafsu, sehingga senantiasa memohon perlindungan Allah.11

Maksud dari keterangan di atas adalah membentuk kepribadian peserta didik

dan peran penting untuk menciptakan generasi yang lebih baik itulah tujuan

pendidikan, yang jelas akan mengarahkan guru untuk mendidik peserta didik agar

menjadi insan yang baik yang berarti menjadi warga negara yang baik pula. Ketika

seorang muslim, sebagai wujud pendidikan yang berhasil, menjadi warga negara

yang baik, ia tidak akan merugikan dirinya sendiri, orang lain, masyarakat dan

negara. Sebaliknya ia memberi manfaat kepada orang lain, masyarakat, negara dan

agamanya. Keberhasilan pendidikan menciptakan kepribadian yang baik bagi peserta

9 A. Qodri Azizi, Pendidikan Untuk Membangun Etika, hlm. 137

10 A. Qodri Azizi, Pendidikan Untuk Membangun Etika, hlm. 138

11 Zaky Mubarok Latif, dkk., Akidah Islam, (Yogyakarta: Uii Press, 2001), hlm 33-34

Page 59: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

53

didik mempunyai implikasi bahwa individu-individu peserta didik atau mantan

peserta didik setelah dewasa tidak akan merugikan orang/warga negara lain,

masyarakat atau negara. Agar dapat bermanfaat terhadap warga negara yang lain atau

negara secara keseluruhan diperlukan kemampuan pengetahuan, ilmu, skill bagi tiap-

tiap peserta didik. Kemampuan memberi bekal kepada peserta didik untuk memiliki

kemampuan pengetahuan/ilmu atau skill ini juga tergantung kepada keberhasilan

pendidikan. Inilah manfaat dari pendidikan akidah.12

Modernisasi sebagai proses usaha pembaharuan dalam masyarakat dengan

menggunakan hasil-hasil modernisasi ke dalam berbagai aspek kehidupan manusia

tidaklah berlawanan dengan ajaran Islam, sebaliknya malah justru diharapkan

relisasinya. Agama Islam tidak melarang umatnya menggunakan hasil-hasil iptek,

selagi modernisasi tersebut membawa manfaat serta memberi kemaslahatan bagi

perkembangan perekonomian umat, sehingga dapat meningkatkan drajat hidup umat

manusia. Juga, dalam menggunakan segala sesuatunya tidak menyimpang dari

ajaran-ajaran-Nya dan tidak melampaui batas. Selain itu serta dalam era globalisasi

dengan pencarian kebutuhan hidup jasmaniah, tentu saja juga harus berupaya

menyeimbangkan dengan ruhaniah. Usaha untuk mendapatkan kesenangan dan

kenikmatan dunia ini merupakan realisasi agar pemikiran peserta didik tenang dan

jernih, jasmani sehat dan bergairah untuk beribadah kepada Allah SWT, serta dapat

membantu atau berbuat baik terhadap semua manusia.13

Ketidakpahaman akan modernisasi merupakan penyalahtafsiran tentang

kemajuan, agar umat manusia dapat hidup lebih baik kepada hanya diperuntukkan

keduniaan. Hal ini merupakan lebih berbahaya dari pada kebodohan. Terlenanya

manusia dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan dalam modernisasi

merupakan penyebab manusia terkena ujub dunia14

. Sudah tentu dekade keimanan

akan semakin tajam menggerogoti sanubari umat manusia.15

Agar peserta didik bisa

12

A. Qodri Azizi, hlm. 138-139.

13 Musa Sueb, hlm. 58.

14 Ujub adalah keangkuhan, kesombongan dan rasa bangga terhadap hal-hal yang bersifat

keduniaan.

15 Musa Sueb, hlm. 59.

Page 60: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

54

berprestasi, maka ia haruslah kedudukan yang sama, mempunyai kesempatan yang

sama, dan yang lebih penting lagi mempunyai kemerdekaan untuk berprestasi itu

sendiri. Agar itu semua terpelihara, maka haruslah tidak terjadi kezaliman atau

perampasan hak sebagian manusia untuk kepentingan manusia yang lain,16

yang

selalu mengandung nilai-nilai yang berimplikasi pada kehidupan sosial. Dan hampir

semua ajaran Islam mempunyai makna untuk kehidupan dunia yang baik, jika

dipraktekkan.17

Dengan dasar tauhid tidak bisa terlepas dengan bagaimana pelaksanaan

sebagai konsekwensi dari pengakuan tersebut terhadap diri peserta didik. Peserta

didik bisa saja menyebut dirinya bahwa ia adalah seorang Muslim, seorang Mu’min

yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, namun apakah pengakuan tersebut

benar-benar telah sesuai antara lidah dan hatinya, antara ucapan dan amal perbuatan

sebagai seorang Muslim dan Mu’min yang sesungguhnya sebagaimana dikehendaki

oleh ajaran Islam itu sendiri. Yang jelas bagi peserta didik yang mempercayai dengan

sepenuh hati bahwa tiada tuhan yang wajib disembah kecuali Allah dan bahwa

Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya tentu ia akan membuktikan keyakinan

itu dengan perbuatan nyata berupa amal ibadah sebagaimana diperintahkan oleh

Allah dan Rasul-Nya, serta senantiasa menjaga serta memelihara hubungannya

dengan Allah dengan sebaik-baiknya. Firman Allah:

“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku”. (Adz-Dzariyat: 56)18

Ayat Al-Quran ini sudah jelas bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah

agar mereka menyembah Allah semata. Hanya Allahlah yang patut disembah, hanya

Dia yang patut diabdi, keridhaanya menjadi tujuan dari semua tindakan. Inilah esensi

dari risalah seluruh Nabi Muhammad yang hampir-hampir tidak dapat terungkapkan

oleh Nabi sendiri kecuali dalam Firman Allah yang berarti “Marilah kubacakan apa

16

A. Qodri Azizy, hlm. 97.

17 A. Qodri Azizy, Pendidikan Untuk Membangun Etika Sosial, hlm. 141.

18 A. Shamad Hamid, hlm. 48.

Page 61: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

55

yang diharamkan bagimu oleh Tuhanmu yaitu janganlah kamu menyekutukan

sesuatu dengan Dia”. Bahwa tauhid adalah perintah Tuhan yang tertinggi dan

terpenting dibuktikan oleh kenyataan adanya janji Tuhan untuk mengampuni semua

dosa kecuali pelanggaran terhadap tauhid. Allah tidak akan mengampuni dosa syirik

terhadap-Nya tetapi Dia mengampuni dosa-dosa selain dari itu bagi siapa yang

dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan sesuatau dengan Allah maka

sungguh dia sudah berbuat dosa yang besar. Jelas sekali tidak ada satupun perintah

dalam Islam yang bisa dilepaskan dari tauhid. Seluruh agama itu sendiri kewajiban

untuk menyembah Tuhan, untuk mematuhi perintah-perintah-Nya dan akan hancur

begitu tauhid dilanggar. Memang melanggar tauhid berarti meragukan bahwa Allah

adalah Satu-satunya Tuhan. Dan ini berarti meyakini adanya wujud-wujud lain selain

Allah sebagai Tuhan sebuah keyakinan yang hanya mungkin muncul dari mereka

yang meragukan keterikatan manusia dengan firman Tuhan.19

Jadi dapat disimpulkan dari keterangan di atas bahwa aktualisasi nilai-nilai

pendidikan akidah dalam dunia modern memiliki tujuan agar umat manusia dapat

hidup lebih baik dan lebih sejahtera, baik dari segi lahiriyyah maupun segi

batiniyyahnya dalam menggeluti tatanan kehidupan di dunia ini dengan tanpa

mengesampingkan kehidupan ukhrawinya. Agar tujuan modernisasi yang

bernafaskan Islami itu tercapai dan dapat mensejahterakan kehidupan umat manusia

dari dunia sampai akhirat, maka seseorang harus selalu membina dan memupuk

secara kontinyu keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.20

B. Penanaman Nilai Birrul Walidaini

Tidak diragukan lagi bahwa mendidik anak merupakan sebuah tanggung

jawab yang sangat berat dan pekerjaan yang sangat melelahkan. Tanggung jawab ini

dimulai dari masa kehamilan, melewati masa menyusui, dan diakhiri dengan masa

pembentukan kepribadian dan pemberian perhatian kepada anak. Itu semua

merupakan sebuah tugas yang bersifat moril dan materiil. Berapa banyak ibu yang

19

Isma’il Raji Al-Faruqi, Terjemah tauhid: Its Implications For Thought And Life,

(Bandung: Pustaka Jalan Ganesha, 1988), hlm. 17.

20 Musa Sueb, hlm. 59-66.

Page 62: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

56

merasakan tubuhnya lemah, uratnya letih, dan bebannya terasa semakin berat akibat

beratnya proses kehamilan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ahqaaf Ayat 15:

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang

ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan

melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai

menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan

umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku

untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan

kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang

Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)

kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan

Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (Al-

Ahqaaf:15)

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Allah SWT menjadikan syukur

kepada orang tua dengan cara yang telah disebutkan dalam Al-Quran sebagai salah

satu perwujudan rasa syukur kepada Allah.21

Barang siapa yang bersyukur kepada

kedua orang tua, maka sesungguhnya dia telah bersyukur kepada Allah SWT. Allah

berfirman dalam Surat Luqman ayat 14:

“bersyukurlahkepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-

Kulah kembalimu”. ( Luqman: 14)

Ditegaskan bahwa sikap rendah diri itu harus dilakukan dengan penuh kasih

sayang agar tidak sampai terjadi sikap rendah diri yang dibuat-buat hanya untuk

sekedar menutupi celaan orang lain atau untuk menghindari rasa malu pada orang

lain, akan tetapi agar sikap merendahkan diri itu betul-betul dilakukan karena

21

Abidin Ibn Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009), hlm. 132.

Page 63: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

57

kesadaran yang timbul dari hati nurani. Dasar-dasar Islam ialah wawasan tajam

terhadap sistem kehidupan Islam yang sesuai dengan kedua sumber pokok (Al-Quran

dan As-Sunnah) yang menjadi dasar bagi perumusan tujuan dan pelaksanaan

pendidikan Islam. Pendidikan Islam harus memperhatikan dua sudut dalam aspek

kehidupan manusia secara terpadu tanpa adanya pemisah. Seperti aspek jasmaniah

dan ruhaniah, akliyah dan qolbiyah, individu dan sosial, duniawiyah dan

ukhrawiyah. Pendidikan Islam mengarahkan kepada pembentukan insan kamil, yakni

khalifah Allah yang pada hakikatnya ialah menjadi manusia saleh (manusia yang

dapat menjadikan rahmat bagi semesta alam).22

Penanaman nilai birrul walidaini akan menjadi nyata bila seorang anak

berbuat baik kepada kedua orang tuanya lima hal sebagai berikut:

1. Janganlah kamu jengkel terhadap sesuatu yang kamu lihat dilakukan oleh salah

satu dari orang tua atau oleh kedua-duanya yang menyakitkan hati orang lain,

tetapi bersabarlah menghadapi semua itu dari mereka berdua, dan mintalah pahala

Allah atas hal itu, sebagaimana kedua orang tua itu pernah bersikap sabar

terhadapmu ketika kamu kecil.

2. Janganlah kamu menyusahkan keduanya dengan suatu perkataan yang membuat

mereka berdua merasa tercela. Hal ini merupakan larangan menampakkan

perselisihan terhadap mereka berdua dengan perkataan yang disampaikan dengan

nada menolak atau mendustakan mereka berdua, di samping ada larangan untuk

menampakkan kejemuan, baik sedikit maupun banyak.

3. Ucapkanlah dengan ucapan yang baik kepada kedua orang tua dan perkataan yang

manis, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, sesuai dengan

kesopanan yang baik, dan sesuai dengan tuntutan kepribadian yang luhur. Seperti

ucapan: Wahai Ayahanda, wahai Ibunda. Dan janganlah kamu memanggil

orangtua dengan nama mereka, jangan pula kamu meninggikan suaramu di

hadapan orangtua, apalagi kamu memelototkan matamu terhadap mereka berdua.23

22

Abidin Ibn Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, hlm. 132.

23 Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Terjemah Lubaib Tafsir

Min Ibni Katsir, (Kairo: Mus’assasah, 1994), hlm. 238.

Page 64: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

58

4. Bersikaplah kepada kedua orang tua dengan sikap tawadhu’ dan merendahkan

diri, dan taatlah kamu kepada mereka berdua dalam segala yang diperintahkan

terhadapmu, selama tidak berupa kemaksiatan kepada Allah. Yakni, sikap yang

ditimbulkan oleh belas kasih dan sayang dari mereka berdua, karena mereka

benar-benar memerlukan orang yang bersifat butuh pada mereka berdua. Dan

sikap seperti itulah, puncak ketundukan dan kehinaan yang bisa dilakukan.

5. Hendaklah kamu berdoa kepada Allah agar dia merahmati kedua orang tua dengan

rahmatnya yang abadi, sebagai imbalan kasih sayang mereka berdua terhadap

dirimu ketika kamu kecil, dan belas kasih mereka yang baik terhadap dirimu.24

Maksud dari keterangan di atas adalah Janganlah seorang anak memandang

kedua orang tua kecuali dengan belas kasih, jangan meninggikan suara melebihi

tingginya suara orang tua, jangan mendahului kehendaknya.25 Anak harus

menundukkan pandangan dan membungkukkan diri dihadapan ibu bapaknya, maka

secara otomatis ia tidak boleh berkacak pinggang di depan orang tuanya, apalagi

bersikap menantang. Karena adanya keharusan sikap menunduk di hadapan ibu

bapak ini, maka hal yang harus diperhatikan ialah anak tidak boleh bersujud seperti

ia sujud dalam shalat di hadapan ibu bapaknya karena ingin melakukan perintah ini.

Sebab sujud hanyalah boleh dilakukan manusia terhadap Allah semata-mata26, yang

bertujuan untuk bertawadhu’ kepada kedua orang tua.27

Kalau diaktualisasikan dalam dunia modern ini, justru perlakuan terhadap

orang tua yang sudah lanjut usia sungguh terbalik. Di saat mereka membutuhkan

perhatian lebih dari orang-orang terdekat terutama seorang anak, malahan mereka

kebanyakan diasingkan dari keluarga dengan alasan supaya mendapatkan perhatian

yang lebih baik. Akhirnya, mereka dititipkan di panti jompo atau yang lain. Memang

24 Mustafa al-Maragi Ahmad, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm.

62-63.

25 Muhammad Husain At-Thobatobai, Al-Mizan Fi Tafsir Al-Quran, (Libanan: Yayasan

A’lami, 1991), hlm. 96.

26 Muhammad Thalib, 40 Tanggung Jawab Anak Terhadap Orang Tua, (Yogyakarta:

Ma’alimul Usrah, 2005), hlm. 27.

27 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat, (Jakarta:

Gema Insani Press, 1995), hlm. 476.

Page 65: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

59

memasukkan orang tua ke panti jompo bukanlah tindakan tercela. Tetapi alangkah

lebih baik jika seorang anak sendiri yang merawatnya. Bukankah dulu seorang anak

dirawat orang tuanya sendiri. Dulu orang tua sangat takut berpisah dengan anak

tetapi mengapa sekarang pada usia lanjut dipisah dengan dititipkan di panti jompo

dan lain sebagainya.28

Dalam suatu kesempatan, Rasulullah pernah berkata bahwa

orang yang diberi kesempatan oleh Allah untuk merawat kedua orangtuanya yang

lanjut usia merupakan keuntungan yang sangat besar. Namun sebaliknya, bagi

mereka yang hanya bisa menyaksikan orang tuanya sampai lanjut, tapi tidak berbuat

kebaikan terhadapnya, maka akan sangat merugi di akhirat kelak.29

Rasulullah SAW

bersabda:

“Sesungguhnya nista, sungguh nista, sungguh nista!ditanyakan kepada

Rasulullah, “siapakah wahai Rasul?” Beliau bersabda, “orang yang bisa

menerima kedua orangtuanya atau salah satunya yang sudah berusia lanjut,

tetapi ia tidak bisa masuk surga”. (H.R. Muslim)30

Memasukkan orang tua ke panti jompo jauh lebih lengkap dan terjamin

tetapi alangkah lebih baiknya jika kita sendiri yang merawat mereka. Bukankah dulu

seorang anak dirawat sendiri oleh mereka, benar bahwa fasilitas di panti jompo jauh

lebih lengkap dan terjamin. Tetapi rasa tenang tinggal di rumah sendiri dengan

ditemani anak-anak dan cucu-cucu tidak akan diperoleh di panti jompo.31

Inti ajaran

Islam yang dibawa Rasulullah saw tidak lain adalah membentuk manusia yang

berakhlak dan memiliki moralitas yang baik. Rasulullah sendiri

menyatakan:”sesungguhnya aku diutus tidak lain dalam rangka menyempurnakan

akhlakul karimah”. Oleh karena itu Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai

akhlak, ia merupakan ruh dari semua perbuatan, aktivitas, kreasidan karya manusia.

Kualitas perilaku seseorang diukur dari faktor moral/akhlak ini, sebagai cermin dari

28

Achmad Yani Arifin, Berbakti Kepada Orang Tua, (Yogyakarta: Insan Madani, 2008),

hlm. 62. 29

Achmad Yani Arifin, Berbakti Kepada Orang Tua, hlm. 45-48. 30

Imam Muslim, Shahih Muslim, (Sankapurah Pinang: Sulaiman marai, .), hlm. 420. 31

Achmad Yani Arifin, Berbakti Kepada Orang Tua, hlm. 62.

Page 66: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

60

kebaikan hatinya. Rasulullah saw dalam sebuah hadits mengatakan:”ketahuilah

bahwa didalam jasad manusia itu ada segumpal daging, bila ia baik akan baiklah

manusia itu dan apabila ia rusak, rusak pulalah manusia itu. Ketahuilah, itu adalah

hati”.32

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Pentingnya

kedudukan akhlak dapat dilihat dari berbagai sunnah qauliyyah (sunnah dalam

bentuk perkara) Rasulullah. Sebagaimana diriwayatkan oleh imam Akhmad yaitu:

“sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak, dan diriwayatkan oleh

imam Tarmizi yaitu: “mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang

paling baik akhlaknya”. dan akhlak Nabi Muhammad, yang diutus menyempurnakan

akhlak manusia itu disebut akhlak Islam atau akhlak Islami, karena bersumber dari

wahyu Allah yang kini terdapat dalam Al-Quran yang menjadi sumber utama agama

dan ajaran Islam.33

Pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi pendidikan Islam. Posisi

ini terlihat dari kandungan Al-Quran sebagai referensi paling penting tentang akhlak

bagi kaum muslimin, individu, keluarga, masyarakat dan umat. Akhlak merupakan

buah Islam yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat hidup

dan kehidupan menjadi baik. Akhlak merupakan alat kontrol psikis dan sosial bagi

individu dan masyarakat. Tanpa akhlak masyarakat manusia tidak akan berbeda dari

kumpulan hewan.34

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh

manusia sekarang ini, tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan

perilakunya, baik ia sebagai manusia yang beragama, maupun sebagai mahkluk

individu dan sosial. Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan

manusia atas kemajuan yang dialami ditandai dengan adanya kecenderungan

menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidupnya adalah nilai

materiil, sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa menghiraukan nilai-

32

Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2008), hlm. 8.

33 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2010), hlm. 348-349.

34 Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani,

2003), hlm. 89.

Page 67: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

61

nilai spiritual yang sebenarnya berfungsi untuk memelihara dan mengendalikan

akhlak manusia.35

Jadi dapat disimpulkan penanaman nilai birrul walidaini adalah berbuat

baik kepada orang tua yakni berbakti kepada orang tua. Allah memerintahkan kepada

manusia untuk berbakti kepada orang tua lebih-lebih saat mereka sudah usia lanjut.

Perintah untuk tetap berbakti kepada orang tua yang sudah lanjut usia

mengindikasikan bahwa ketaatan kepada orang tua harus dilakukan secara

menyeluruh. Menyeluruh artinya dalam seluruh hidup seorang anak. Selagi seorang

anak masih hidup di dunia maka seorang anak wajib berbakti kepada mereka.

Menyeluruh juga bisa diartikan berbakti kepada orang tua secara total baik dengan

hati, lisan, maupun anggota tubuh. Dengan hati seorang anak dapat mendoakan orang

tua. Dengan lisan seorang anak dapat bertutur kata dengan baik kepada mereka.

Dengan anggota tubuh seorang anak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan

mereka di saat mereka sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhannya sendiri.

35

Mahjuddin, Kuliah Akhlak-Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1991), hlm. 39.

Page 68: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

nilai-nilai pendidikan dalam Q.S Al-Isra’ ayat 23-25 dan aktualisasinya dalam

dunia modern yaitu:

1. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S Al-Isra’ ayat 23-25 yaitu

pertama, pendidikan akidah yakni Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk

mengesakan-Nya dalam ibadah dan dalam penyembahan serta melarang

mereka menyekutukan Allah dengan apa pun atau siapa pun.Oleh sebab itu,

yang berhak mendapat penghormatan tertinggi hanyalah yang menciptakan

alam dan semua isinya. Dia-lah yang memberikan kehidupan dan kenikmatan

pada seluruh makhluk-Nya. Maka apabila ada manusia yang memuja-muja

benda-benda alam ataupun kekuatan ghaib yang lain, berarti ia telah sesat,

karena kesemua benda-benda itu adalah makhluk Allah yang tak berkuasa

memberi manfaat dan tak berdaya untuk menolak kemudaratan serta tak berhak

disembah.kedua, Pendidikan birrul walidaini (berbuat baik kepada kedua orang

tua) yakni sesudah Allah memerintahkan supaya jangan menyembah selain Dia

lalu Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar mereka benar-benar

memperhatikan urusan kebaktian kepada kedua ibu bapak dan tidak

menganggapnya sebagai urusan yang remeh, dengan menjelaskan bahwa

Tuhanlah yang lebih mengetahui apa yang tergetar dalam hati mereka, apakah

mereka benar-benar mendambakan kebaktiannya kepada kedua ibu bapak

dengan rasa kasih sayang dan penuh kesadaran, ataukah kebaktian mereka

hanyalah pernyataan lahiriyah saja, sedang di dalam hati mereka sebenarnya

durhaka dan membangkang. Itulah sebabnya Allah menjanjikan bahwa apabila

mereka benar-benar orang-orang yang berbuat baik, yaitu benar-benar mentaati

tuntunan Allah, berbakti kepada kedua ibu bapak dalam arti yang sebenar-

benarnya, maka Allah akan memberikan ampunan kepada mereka atas

perbuatannya.

Page 69: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

63

2. aktualisasinilai-nilai pendidikan berdasarkan Q.S Al-Isra’ ayat 23-25 dalam

dunia modern yaitupertama, pendidikan akidah di sekolahan hendaknya

mengajarkan kepada peserta didik bertauhid meng-Esakan Allah bahwa tidak

ada tuhan yang patut disembah selain Allah Tuhan Yang Maha Esa. Jumlah

jam pelajaran yang terbatas dengan materi yang diserat menyebabkan guru

agama mengambil jalan pintas yang paling mudah, yaitu melihat pendidikan

agama tidak lebih sebagai pelajaran daripada sebagai pendidikan. Sehingga

pendekatan yang dipakainya adalah pendekatan ilmu yang lebih menyentuh

ranah kognitif. Akibat yang mudah diharapkan dari pendekatan semacam itu

adalah bahwa peserta didik hanya akan menumpuk bahan agama sebagai

pengetahuan secara kuantitatif, dan tidak atau kurang kualitatif dalam

pembentukan pribadi. Dengan demikian diperlukan pendekatan yang lebih

komprehensif yang menyentuh seluruh aspek pribadi, yang sering disebut

sebagai pendekatan holistik atau integralistik.kedua, pendidikan birrul

walidaini (berbuat baik kepada kedua orang tua) dalam dunia modern sekarang

inijustru perlakuan terhadap orang tua yang sudah lanjut usia sungguh terbalik.

Di saat mereka membutuhkan perhatian lebih dari orang-orang terdekat

terutama seorang anak, malahan mereka kebanyakan diasingkan dari keluarga

dengan alasan supaya mendapatkan perhatian yang lebih baik. Akhirnya,

mereka dititipkan di panti jompo atau yang lain.Memang memasukkan orang

tua ke panti jompo bukanlah tindakan tercela. Tetapi alangkah lebih baik jika

seorang anak sendiri yang merawatnya. Bukankah dulu seorang anak dirawat

orang tuanya sendiri. Dulu orang tua sangat takut berpisah dengan anak tetapi

mengapa sekarang pada usia lanjut dipisah dengan dititipkan di panti jompo

dan lain sebagainya.

B. Saran–saran

Dari keterangan di atas penulis mempunyai saran-saran yaitupertama,

pendidikan akidah di sekolahan hendaknya mampu mengajarkan aqidah peserta

didik sebagai landasan keberagamaan. Dengan kata lain, akidah diajarkan di

sekolah untuk menjaga akidah peserta didik atau menjaga keimanan dan

Page 70: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

64

ketaqwaannya. Oleh karena itu, pendidik yang mengajar agama harus beragama

yang sama dengan agama peserta didik. Pendekatan yang diberikan juga tidak

banyak menekankan pada kajian kritis yang kritis. Kalau menggunakan

argumentasi rasional (dalil aqli) sasarannya adalah untuk memperkuat akidah tadi.

Dalam waktu bersamaan, pengertian menjaga akidah juga hendaknya meliputi

menjaga pemahaman akidah yang diikuti oleh peserta didik.Jumlah jam pelajaran

yang terbatas dengan materi yang diserat menyebabkan guru agama mengambil

jalan pintas yang paling mudah, yaitu melihat pendidikan agama lebih sebagai

pelajaran daripada sebagai pendidikan. Sehingga pendekatan yang dipakainya

adalah pendekatan ilmu yang lebih menyentuh ranah kognitif. Akibat yang mudah

diharapkan dari pendekatan semacam itu adalah bahwa peserta didik hanya akan

menumpuk bahan agama sebagai pengetahuan secara kuantitatif, dan tidak atau

kurang kualitatif dalam pembentukan pribadi. Dengan demikian diperlukan

pendekatan yang lebih komprehensif yang menyentuh seluruh aspek pribadi

dengan adanya penambahan jam pelajaran setiap minggunya.kedua, pendidikan

birrul walidaini(berbuat baik kepada kedua orang tua) seharusnya seorang anak

memandang kedua orang tua kecuali dengan belas kasih, jangan meninggikan

suara melebihi tingginya suara orang tua, jangan mendahului kehendaknya.Anak

harus menundukkan pandangan dan membungkukkan diri dihadapan ibu

bapaknya, maka secara otomatis ia tidak boleh berkacak pinggang di depan orang

tuanya, apalagi bersikap menantang.Pada masa sekarang, memasukkan orang tua

ke panti jompo jauh lebih lengkap dan terjamin tetapi alangkah lebih baiknya jika

seorang anak sendiri yang merawat mereka. Bukankah dulu seorang anak dirawat

sendiri oleh mereka, benar bahwa fasilitas di panti jompo jauh lebih lengkap dan

terjamin. Tetapi rasa tenang tinggal di rumah sendiri dengan ditemani anak-anak

dan cucu-cucu tidak akan diperoleh di panti jompo.

Page 71: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Zaenal (3102044), Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surah Al A’raf ayat

199, Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, 2007.

Abdul Azhim Sa’id, Ukhuwah Imaniyyah Persaudaraaan Iman, Jakarta: Qisthi,

2005.

Abu Bakar Bahrul, Terjemah Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru, 1990.

Abu Lait Samarqandy Abu, Terjemah Tanbihul Ghafilin, Surabaya, Mutiara Ilmu,

2000.

Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Agil Husin Al-MunawarSaid, Al-Quran Membangun Kesalehan Hakiki, Jakarta:

Ciputat Press, 2002.

Ahmad Ludjito, Guru Besar Bicara: Mengembangkan Keilmuan Pendidikan Islam,

Semarang: Rasail Media Group, 2010.

Aly As Shabuny Muhammad, Al-Tibyan Fi ‘Ulum Al-Quran, Bairut: Alim Al-

Kutub, 1985.

Al-Qattan Mana’ Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Terj. Mudzakir, Bogor: Pustaka

Literatur Antarnusa, 2007.

Al-Maragi Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Semarang: PT. Karya Toha

Putra, 1993.

Al-Ansari Abdullaah bin Ibrahim, Fathul Bayan Fi Maqosidil Quran, Bidaulatil

Qitrin: Ihya’ Turosil Islam, 1248.

Al-Fahham Muhammad, Terjemah Sa’addah Al-Abna’ Fii Birr Al-Ummahat Wa Al-

Aba’, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006.

Alu Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq, Terjemah Lubaib

Tafsir Min Ibni Katsir, Kairo: Mus’assasah, 1994.

Al-Fauzan Abdul Aziz, Fikih Sosial Tuntunan dan Etka Hidup Bermasyarakat,

Jakarta: Qisthi Press, 2007.

Al-Fahham Muhammad, Terjemah Sa’addah Al-Abna’ Fii Birr Al-Ummahat Wa Al-

Aba’, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006.

Al-Qarni Aidh, Tafsir Muyassar, Jakarta: Qisthi Press, 2007.

Page 72: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

An-Nawawi Muhammad, Murohu Lubaid Tafsir An-Nawawi, Semarang: Toha

Putra,.

An-Nahlawi Abdurrahman, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat,

Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2006.

As Siraji Raghib, Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an, Solo: Aqwam, 2010.

Azizy A. Qodri, Pendidikan untuk Membangun Etika Sosial, Semarang: Aneka Ilmu,

2003.

Baidam Nashruddin Baidam, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2010.

Bahreisy Salim dan Bahreisy Said, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya:

PT Bina Ilmu, 1990.

Baidan Nashrudin, Methodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,

2005.

bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh Abdullah, Terjemah Lubaib

Tafsir Min Ibni Katsir, Kairo: Mus’assasah, 1994.

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah Indonesia Inggris, Solo: Qamari,

2008.

Departemen Agama, Al-Quran dan Tafsirnya, Semarang: PT. Citra Effhar, 1993.

Departemen Agama, Al-Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Depag., 1990.

Departemen Agama, Tafsir Al-Quran, Semarang: PT. Citra Effhar, 1993.

Huda Faiq Jauharotul (3101332), Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Menurut Al-Qur’an

surat At Taghabun ayat 14, Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah,

2008.

Hasbi Ash-Shiddieqy T.M., Al-Bayaan, Bandung: PT Al-Ma’arif,. .

Hakim Abdul Hamid, As-Sullam, Jakarta: Saadiyyah Putra,. .

Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, JAkarta: Friska Agung Insani,

2003.

Page 73: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

Husain At-Thobatobai Muhammad, Al-Mizan Fi Tafsir Al-Quran, Libanan: Yayasan

A’lami, 1991.

Ibn Rusn Abidin, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009.

Jauhari Muchtar Heru, Fiqih Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda karya, 2005.

Jalalain Imam, Tafsir Jalalain, Surabaya, Darul Ilmi,. .

Junaedi Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam Filsafat dan Pengembangan, Semarang:

Rasail Media Group, 2010.

Khalid Amr, Spiritual Al-Quran, Yogyakarta: Darul Hikmah, 2009.

Malik Karim Amrullah Abdul, Tafsir Al-Azhar, Singapura: Pustaka Nasional PTE

LTD, 1999.

Mahjuddin, Kuliah Akhlak-Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 1991.

Menteri Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Menteri

Agama Republik Indonesia, 1990.

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2010.

Mulyati Sri, Nilai-nilai pendidikan keimanan anak dalam al-Quran surat al Jin ayat

20, Semarang : Perpustakaan fakultas tarbiyah, 2010.

Munir A. dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.

Mustafa al-Maragi Ahmad, Tafsir Al-Maragi, Semarang: PT. Karya Toha Putra,

1993.

Mubarok Latif Zaky, dkk., Akidah Islam, Yogyakarta: Uii Press, 2001.

Mustafa al-Maragi Ahmad, Tafsir Al-Maragi, Semarang: PT. Karya Toha Putra,

1993.

Muslim Imam, Shahih Muslim, Sankapurah Pinang: Sulaiman marai, .

Naim Ngainun , Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Teras, 2009.

Nikmatul Ulfa, Nilai-nilai pendidikan social dalam Al Qur’an surat Al Ma’un,

Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, 2008.

Quraish Shihab M., Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Page 74: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

Quraish Shihab. M , Membumikan Al-Quran, Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007.

Quthb Sayyid, Fi Zhilalil-Quran, Jakarta: Gema Insani Press, 2003.

Raji Al-Faruqi Isma’il, Terjemah tauhid: Its Implications For Thought And Life,

Bandung: Pustaka Jalan Ganesha, 1988.

Ristianto Sugeng, Tauhid Kunci Surga Yang Diremahkan, Semarang: Rasail, 2010.

Setyosar Punaji, Metode penelitian pendidikan, Jakarta : Kencana, 2010.

Shamad Hamid A, Benalu Benalu Aqidah, Jakarta: Qisthi, 2005.

Sueb Musa, Urgensi Keimanan Dalam Abad Globalisasi, Jakarta: Padoman Ilmu

Jaya, 1996.

Supiana dan Karman M., Ulumul Quran dan Pengenalan Metode Tafsir, Bandung:

Pustaka Islamika, 2002.

Syadali Ahmad dan Rofi’i Ahmad, Ulumul Quran 1, Bandung: CV Pustaka Setia,

2000.

Taufiq Ahmad dan Rohmadi Muhammad, Pendidikan Agama Islam Pendidikan

Karakter Berbasis Agama, Surakarta: Yuma Pressindo, 2010.

Thalib Muhammad, 40 Tanggung Jawab Anak Terhadap Orang Tua,Yogyakarta:

Ma’alimul Usrah, 2005.

Tim Departemen Agama Fisif-ut , Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Universitas

Terbuka, 2005.

Ya’kubi Nizam Muhammad Saleh dan Shadik Muhammad, TerjemahQurratu Al-

Ainaini Fi Fadhail Birri Al-Wahdain Wa 55 Hikayah Fi Birri Al-Walidaini

Li Thiflika, Solo: Ziyad Visi Media, 2009.

Yani Arifin Achmad, Berbakti Kepada Orangtua, Yogyakarta: Insan Madani, 2008.

Yusuf Ali Anwar, Studi Agama Islam,Bandung: Pustaka Setia, 2003.

Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2008.

Page 75: NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SURAH AL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--khanif... · yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti:

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama Lengkap : Khanif

TTL : Demak, 21 Februari 1987

Nomor Induk Mahasiswa : 073111029

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Alamat Asal : Lengkong Rt: 003/IIV Sayung Demak

Pendidikan Formal :

1. SDN Sayung IV, lulus tahun 2001

2. MTs NS Sayung, lulus tahun 2004

3. MAK Futuhiyyah Mranggen , lulus tahun tahun 2007

4. IAIN Walisongo Semarang Fak. Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama

Islam angkatan 2007, lulus tahun 2012

Yang menyatakan,

Khanif