nilai-nilai pendidikan dalam al-qur‟ane-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3886/1/skripsi...

71
i NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.) Oleh MUSTAKIMAH 11113286 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2018

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN

    SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

    Oleh

    MUSTAKIMAH

    11113286

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2018

  • ii

  • iii

    NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN

    SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan, S. Pd.

    Oleh

    MUSTAKIMAH

    11113286

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2018

  • iv

    Prof. Dr. H. Budihardjo M. Ag.

    Dosen IAIN Salatiga

    NOTA PEMBIMBING

    Lamp : 4 eksemplar

    Hal : Naskah Skripsi

    : Mustakimah

    Kepada:

    Yth.Dekan FTIK IAIN Salatiga

    Di Salatiga

    Assalamu „alaikum Wr. Wb.

    Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini,

    kami kirimkan naskah skripsi saudara:

    Nama : Mustakimah

    NIM : 11113286

    Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    ProgamStudi : Pendidikan Agama Islam

    Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN SURAT

    AN-NISᾹ‟ AYAT 1

    Dengan ini mohon skripsi saudara di atas supaya segera dimunaqosahkan.

    Demikian agar menjadi perhatian.

    Wassalamu „alaikum Wr. Wb.

    Salatiga, 12 Maret 2018

    Pembimbing

    Prof. Dr. H. Budihardjo M. Ag.

    NIP : 19541002 198403 1 0001

  • v

    KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716

    Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id email: [email protected]

    SKRIPSI

    NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN

    SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1

    MUSTAKIMAH

    NIM : 11113286

    Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan

    Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri

    (IAIN) Salatiga pada tanggal 28 Maret 2018 dan telah dinyatakan memenuhi

    syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

    Susunan Panitia Penguji

    Ketua Penguji : Mufiq, S. Ag., M. Phil.

    Sekretaris Penguji : Muh. Hafidz., M. Ag.

    Penguji I : Rasimin, M. Pd.

    Penguji II : Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag.

    Salatiga, 28 Maret 2018

    Dekan

    FTIK IAIN Salatiga

    Suwardi, M.Pd.

    NIP: 19670121 199903 1 002

  • vi

    DEKLARASI DAN KESEDIAAN PUBLIKASI

    بسم هللا الّرحمن الّرحيم

    Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

    Nama : MUSTAKIMAH

    NIM : 11113286

    Jurusan : Pendidikan Agama Islam

    Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN

    SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1

    Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa

    skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplak

    dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam

    skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah dan saya bersedia

    apabila skripsi ini dipublikasikan. Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis

    untuk dapat dimaklumi.

    Salatiga, 21 Maret 2018

    Penulis

    MUSTAKIMAH

    NIM: 11113286

  • vii

    MOTTO

    َمْن َسرَُّه َأْن يَ ْبُسَط َلُو ِفْي ِرْزِقِو َوَأْن يُ ْنَسأَ َلُو ِفْي َأثَرِِه فَ ْلَيِصْل رَِحَموُ

    “Barangsiapa yang senang dilapangkan rezekinya dan dikenang baik namanya hingga setelah ketiadaannya, maka

    hendaklah dia bersilaturahmi”

    (HR. Bukhari)

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

    1. Kedua orang tua penulis Bapak Rapuan (Alm) & Ibu Sumiati yang telah

    membesarkan dengan penuh cinta dan kesabaran serta menjadi motivasi

    dalam setiap langkah hidupku.

    2. Kepada kakak dan adik-adik penulis (Nur Yanto dan Nur Hidayah serta

    Muhammad Nur Sodiq) yang sangat penulis sayangi, terimakasih atas

    dukungan dan motivasinya. Semoga kita bisa membahagiakan Bapak dan

    Ibu.

    3. Kepada keluarga besar Pondok Pesantren An-nida Kota Salatiga.

    Terimakasih motivasi dan semangatnya.

    4. Kepada teman-temanku Mbak Nurul Anifah, Mbak Niqmatul Istiqomah,

    Mbak Reza, Mbak Via, Mbak Isti Komariah, Bu Puji, Dek Nana, Dek Zizi,

    Dek Dewi, dek Rifqi dan teman-teman seperjuangan di Ponpes Annida

    Salatiga terimakasih telah memberikan motivasi serta semangatnya, sukses

    buat kita semua.

    5. Kepada anak-anakku di SD PTQ Annida dan TPQ Al-Hikmah yang sudah

    mendo‟akan saya dengan setulus hati.

    6. Kepada teman-teman seperjuangan angkatan tahun 2013 terimakasih untuk

    semangat dan motivasi yang telah diberikan. Sukses buat semuanya.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Assalamu‟alaikum Wr. Wb

    Alhamdulillairabbil‟alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

    SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis

    dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

    Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada uswah khasanah kita Nabi

    Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di Yaumul Akhir. Aamiin

    Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat

    menyelesaikan skripsi dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-

    QUR‟AN SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1” Skripsi ini disusun guna memenuhi

    syarat untuk memperoleh gelar sarjana progam studi Pendidikan Guru Pendidikan

    Agama Islam (PAI) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN).

    Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari berbagai

    pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

    1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M, Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam

    Negeri (IAIN) Salatiga.

    2. Bapak Suwardi, M. Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

    3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

    Negeri (IAIN) Salatiga.

  • x

    4. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah

    mengarahkan, membimbing dan meluangkan waktunya dalam penulisan

    skripsi ini.

    5. Bapak Qi Mangku Bahjatullah, Lc., M.S.I. selaku dosen pembimbing

    akademik (PA).

    6. Segenap dosen pengajar di lingkungan IAIN Salatiga, yang telah

    membekali pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi

    ini.

    7. Keluarga besar penulis terutama Ibu saya yang senantiasa mendampingi

    ketika saya berjuang, atas segala motivasi, dukungan, do‟a restu kepada

    penulis, sehingga dapat terselesaikan.

    8. Kepada Bapak Dr. Miftahuddin, M.Ag. dan bapak Ali Zamroni sekeluarga

    yang telah memberi dukungan moril maupun materiil sehingga saya dapat

    menyelesaikan kuliah di Iain Salatiga.

    9. Seluruh santriwan-santriwati Pondok Pesantren An-Nida Pondok

    Pesantren An-Nida dan segenap ustadz-ustadzah SD PTQ An-Nida

    terimakasih untuk motivasi dan semangatnya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini.

    10. Sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan semangat dan motivasi

    kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    11. Teman-teman satu angkatan tahun 2013 yang telah memberikan semangat

    belajar dan motivasi.

  • xi

    12. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa penulis

    sebutkan satu persatu.

    Penulis yakin bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih

    sangat jauh dari sempurna. untuk itu saran dan kritik dari semua pihak sangat

    penulis harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca semua,

    aamin.

    Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

    Salatiga, 21 Maret 2018

    Penulis

    MUSTAKIMAH

    NIM : 11113286

  • xii

    ABSTRAK

    Mustakimah, 2018. NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN

    SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1 Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas

    Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

    Pembimbing Prof. Dr. H. Budihardjo, M. Ag.

    Kata Kunci : Nilai Pendidikan dan Surat An-Nisā‟ Ayat 1

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan dalam

    Surat an-Nisā‟ ayat 1 dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

    Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) Apa sajakah nilai-nilai

    pendidikan yang diajarkan dalam surat an-Nisā‟ ayat 1?, (2) Bagaimana

    implementasi nilai-nilai pendidikan yang diajarkan dalam surat an-Nisā‟ ayat 1

    dalam kehidupan sehari-hari?.

    Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Metode yang

    digunakan adalah, metode grounded research, deskripsi dan metode analisis.

    Sumber data dalam penelitian ini meliputi Al-Qur‟an dan terjemahnya Depag RI

    dan data-data yang diperoleh dari ahli tafsir yang relevan yang dijadikan sebagai

    rujukan dalam membantu menganalisis permasalahan yang muncul, Tafsir Ibnu

    Katsir, serta buku-buku yang relevansinya berkaitan dengan pembahasan.

    Hasil penelitian menunjukkah bahwa terdapat nilai-nilai pendidikan yang

    terkandung dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟ ayat 1 meliputi: pertama, pendidikan

    akidah yang ditandai dengan perintah untuk bertakwa kepada Allah Swt. Kedua,

    pendidikan sosial yang ditandai dengan perintah menyambung hubungan

    silaturrahim, baik dengan saudara yang ada hubungannya dengan nasab (sedarah)

    maupun yang tidak sedarah. Adapun implemetasi nilai-nilai pendidikan yang

    terdapat dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟ ayat 1 adalah: pertama, nilai pendidikan

    akidah kita harus bertakwa kepada Allah dengan menjalankan perintah Allah dan

    menjauhi larangan-Nya. Kedua, implementasi nilai pendidikan sosial yaitu

    silaturrahim dengan cara mengamalkan adab-adab/ etika dalam bersilaturrahim.

  • xiii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………... i

    HALAMAN BERLOGO ………………………………………………………... ii

    HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… iii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………... iv

    PENGESAHAN KELULUSAN ……………………………………………….... v

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ……………………………………… vi

    MOTTO …………………………………………………………………..……. vii

    PERSEMBAHAN ……………………………………………………………... viii

    KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. ix

    ABSTRAK …………………………………………………………………...… xii

    DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang …………………………………………………………... 1

    B. Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 4

    C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………... 4

    D. Manfaat Penelitian ………………………………………………………. 4

    E. Penegasan Istilah ………………………………………………………… 5

    F. Metode Penelitian …………………………………………………..……. 8

    G. Sistematika Penulisan …………………………………………………... 10

    BAB II KOMPILASI AYAT

    A. Redaksi Surat An-Nisā‟Ayat 1 dan Terjemahannya …………………… 12

    B. Arti Kosa Kata (Mufrodat) …………………………………...………… 12

  • xiv

    C. Pokok-Pokok Kandungan Surat An-Nisā‟ Ayat 1 …………..…………. 16

    BAB III DESKRIPSI SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1

    A. Sejarah Turunnya Surat An-Nisā‟ …………………………………….... 19

    B. Tema dan Tujuan Utama ……………………………………………….. 20

    C. Munasabah ……………………………………………………………... 21

    D. Tafsir Surat An-Nisā‟ Ayat 1 ………………………………………..…. 24

    BAB IV ANALISIN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM SURAT AN-

    NISᾹ‟ AYAT 1

    A. Nilai-nilai Pendidikan dalam Surat An-Nisā‟ Ayat 1 ……………… 29

    B. Implementasi Nilai-nilai Pendidkan yang diajarkan dalam Surat An-

    Nisā‟ Ayat 1 dalam Kehidupan Sehari-hari ……………..……………... 33

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan …………………………...……………………………. 50

    B. Saran ………………………………..……………………………… 50

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Islam merupakan agama yang datang membawa kedamaian untuk

    alam semesta ini. Islam bisa tersebar ke seluruh penjuru bumi tidak lepas

    dari perjuangan dakwah utusan Allah yang agung yaitu nabi Muhammad

    Saw. Dalam menyampaikan dakwahnya Rasulullah tidak serta merta

    menggunakan akalnya untuk menjawab permasalahan umat Islam saat itu.

    Oleh sebab itu Allah menurunkan al-Qur‟an sebagai kitab pedoman umat

    Islam dalam kehidupan sehari-hari yang telah diturunkan kepada nabi

    Muhammad Saw.

    Al-Qur‟an merupakan firman Allah yang bersifat (berfungsi)

    mukjizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad Saw.) yang

    diturunkan kepada nabi Muhammad Saw., yang tertulis di dalam mushaf-

    mushaf, yang dinukil (diriwayatkan) dengan jalan mutawatir, dan yang

    membacanya dipandang beribadah (Zuhdi, 1997: 1).

    Al-Qur‟an tersebut diberikan kepada nabi Muhammad Saw.

    dengan perantara malaikat Jibril yang di dalamnya mengandung petunjuk,

    panduan, aqidah, akhlak, hukum, kisah, ibadah serta janji dan ancaman

    (Mahmud, 2004: 178).

    Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar bisa menjalin

    hubungan baik dengan sesama manusia, tidak memandang ras atau suku,

    agama, maupun strata sosial yang mungkin masih ada di dalam

  • 2

    masyarakat. Islam juga mengajarkan kepada pemeluk-pemeluknya untuk

    saling mengenal antara satu orang dengan orang lain, satu suku dengan

    suku yang lain, serta satu bangsa dengan bangsa lain. Seperti termaktub

    dalam Qur‟an surat al-Hujuraat ayat 13 yang berbunyi:

    َّْ أَوْ ًَ ٌِزََؼبَسفُٛا إِ لَجَبئِ َٚ ُْ ُشُؼٛثًب ٍَْٕبُو َجَؼ َٚ ْٔضَٝ أُ َٚ ْٓ َرَوٍش ِِ ُْ ُْ ٠َب أ٠ََُّٙب إٌَّبُط إَِّٔب َخٍَْمَٕبُو ُى َِ َش

    ٌُ َخج١ِشٌ َ َػ١ٍِ َّْ َّللاَّ ُْ إِ ِ أَْرمَبُو َْٕذ َّللاَّ ِػ

    Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

    seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

    berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

    Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah

    orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha

    Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

    Rasulullah sebagai suri tauladan yang baik bagi manusia juga

    senantiasa memberikan contoh perilaku yang baik dalam kehidupan sosial

    bermasyarakat. Banyak perilaku Rasulullah yang mencerminkan sikap

    sosial dalam masyarakat, diantaranya beliau mengajarkan kita untuk

    senantiasa menjaga hubungan kekeluargaan, saling mengasihi terhadap

    anak yatim, dan sebagainya.

    Jika kita lihat realita di masyarakat sekarang, nilai-nilai sosial

    bermasyarakat sedikit demi sedikit mulai memudar. Seperti contoh tradisi

    silaturrahim ketika lebaran untuk menjalin hubungan baik dengan keluarga

    maupun masyarakat pada umumnya sudah mulai ditinggalkan. Tidak

    sedikit masyarakat yang lebih memilih mengunjungi tempat-tempat

    rekreasi yang menarik bagi mereka. Padahal jika kita tahu keutamaan

    pahala orang yang berilaturrahim pasti kita tidak akan meninggalkannya.

  • 3

    Rasulullah dalam menjalankan rutinitas sehar-hari selalu

    memberikan suri tauladan yang baik bagi umatnya dalam berperilaku

    terutama berakhlak, salah satunya yaitu berkehidupan dalam masyarakat.

    Tentu saja, jika ingin meniru Rasulullah kita harus melihat bagaimana

    Rasululullah dulu hidup.

    Pakar pendidikan Islam, Abdullah Nashih Ulwan pernah

    merumuskan bahwa pendidikan sosial dalam Islam, adalah pendidikan

    anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan adab sosial yang baik dengan

    dasar-dasar psikis yang mulia serta bersumber pada aqidah Islamiyah yang

    abadi dengan diiringi perasaan keimanan yang mendalam agar di dalam

    masyarakat nanti ia terbiasa dengan pergaulan dan adab yang baik,

    keseimbangan akal yang matang serta tindakan yang bijaksana (Ulwan,

    1997: 273).

    Adapun alasan peneliti mengambil judul tersebut adalah karena

    peneliti merasa di dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟ ayat 1 tersebut

    sepertinya terdapat nilai-nilai pendidikan yaitu perintah untuk bertaqwa

    kepada Allah, menjalin hubungann silaturrrahim dengan keluarga maupun

    masyarakat, dan sebagainya.

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis berkeinginan

    untuk meneliti permasalahan dengan judul sebagai berikut: “Nila-Nilai

    Pendidikan dalam Al-Qur‟an Surat An-Nisā‟ Ayat 1.”

  • 4

    B. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam penelitian

    ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

    1. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan yang diajarkan dalam surat an-Nisā‟

    ayat 1?

    2. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan yang diajarkan dalam

    surat an-Nisā‟ ayat 1 dalam kehidupan sehari-hari?

    C. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    1. Untuk memperoleh deskripsi tentang nilai-nilai pendidikan yang

    diajarkan dalam surat an-Nisā‟ ayat 1.

    2. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan yang diajarkan

    dalam surat an-Nisā‟ ayat 1 dalam kehidupan sehari-hari.

    D. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat,

    baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

    1. Manfaat Teoritis

    Penelitian ini bermanfaat memberikan sumbangan ide-ide baru

    atau pemikiran tentang nilai pendidikan dalam Islam terutama dalam

    al-Qur‟an yang terkandung dalam surat an-Nisā‟ ayat 1.

  • 5

    2. Manfaaat Praktis

    Penelitian ini berguna untuk menambah khasanah ilmu

    pengetahuan khususnya di bidang pendidikan Islam. Bagi pendidik

    dapat dijadikan sebagai acuan dalam penanaman nilai-nilai pendidikan

    Islam.

    E. Penegasan Istilah

    Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul

    penelitian ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang

    terdapat dalam judul ini antara lain:

    1. Nilai Pendidikan

    a. Pengertian Nilai

    Nilai artinya sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau

    berguna bagi kemanusiaan (Purwadaminta, 1999: 677). Selain itu

    terdapat juga pengertian lain dari nilai, yaitu nilai adalah sesuatu

    yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap

    penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Oleh

    karena itu, sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan

    berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai moral

    atau etis), religius (nilai agama) (Setiadi, 2006: 31).

    b. Pendidikan

    Secara bahasa pendidikan berasal dari kata didik (kata

    kerja), mendidik (kata kerja) memelihara dan memberi latihan

  • 6

    (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

    Contoh: “Seorang ibu wajib mendidik anaknya baik-baik; didikan

    (kata benda) artinya hasil mendidik, yg dididik, cara mendidik;

    sedangkan pendidikan itu sendiri merupakan kata benda hal

    (perbuatan, cara, dsb) yang berarti mendidik (KBI, 2008: 352).

    Sedangkan secara istilah pendidikan menurut Undang-

    undang Sisdiknas No.20 Th. 2003 menyebutkan, pendidikan

    adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

    belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

    mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

    keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

    mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

    bangsa dan Negara (Undang-Undang Sisdiknas, 2009:3).

    Pendidikan ialah bimbingan atau pertolongan secara sadar

    yang diberikan oleh pendidik kepada si terdidik dalam

    perkembangan jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan dan

    seterusnya ke arah kepribadian muslim (Marimba, 1962: 31).

    Sehingga pendidikan dipandang sebagai salah satu aspek yang

    memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi muda agar

    memiliki kepribadian yang utama.

    2. Al-Qur‟an Surat An-Nisā‟ Ayat 1

    Ditinjau dari segi bahasa, al-Qur‟an merupakan bentuk

    masdar dari kata kerja ٚلشأٔب – لشأح – ٠مشأ – لشأ yang berarti bacaan

  • 7

    atau yang dibaca (٠زٍٛا) dengan makna isim maf‟ul al maqru

    (Khon, 2009: 14). Sebagaimana firman Allah Swt.:

    َّْ َػ١ٍََْٕب ث١ََبَُٔٗ )81لََشْأَٔبُٖ فَبرَّجِْغ لُْشَءأَُٗ ) فَئَِرا َُّ إِ (81( صُ

    Artinya: “Apabila kami telah selesai membacakannya maka

    ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas atanggungan

    kamilah penjelasannya.”(QS. Al-Qiyamah: 18-19)

    Ayat di atas menjelaskan bahwa kata “qur‟anah” disini

    berarti „qira‟atahu” (bacaannya).

    Menurut M. Quraish Shihab (2007: 3) al-Qur‟an secara

    bahasa berarti “bacaan sempurna” merupakan satu nama pilihan

    Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak

    manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat

    menandingi al-Qur‟an al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu.

    Sedangkan menurut istilah para ulama berbeda pendapat

    mengenai pengertian al-Qur‟an. Menurut M. Quraish Shihab

    (2008: 13) al-Qur‟an adalah kalam Allah yang bersifat mu‟jizat

    yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui perantara

    Jibril dengan lafal dan maknanya dari Allah SWT, yang dinukilkan

    secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, dimulai dengan

    surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.

    Sementara menurut Abdul Wahhab al-Khallaf (2005: 17),

    al-Qur‟an adalah firman Allah yang diturunkan melalui ruhul amin

    (Jibril) kepada nabi Muhammad Saw. dengan bahasa Arab, isinya

    dijamin kebenarannya dan sebagai hujjah kerasulannya, undang-

  • 8

    undang bagi seluruh manusia, petunjuk dalam beribadah, serta

    dipandang ibadah membacanya, terhimpun dalam mushaf yang

    dimulai surat al-Fatihah dan diakhiri surat an-Nas dan diriwayatkan

    kepada kita dengan jalan mutawatir

    Selanjutnya surat an-Nisā‟ menempati urutan ke empat

    dalam al-Qur‟an dan merupakan golongan surat Madaniyyah

    karena diturunkan di Madinah. Surat an-Nisā‟ merupakan surat

    terpanjang setelah surat al-Baqarah. Dinamakan an-Nisā‟ karena

    dalam surat ini banyak dibicarakan hal yang berhubungan dengan

    perempuan serta merupakan surat yang paling banyak

    membicarakan hal itu dibanding surat-surat al-Qur‟an yang lain.

    Dalam penelitian ini penulis membatasi pembahasan surat

    an-Nisā‟ hanya ayat 1, karena ayat tersebut ada kaitannya dengan

    pendidikan.

    F. Metode Penelitian

    Dalam penulisan skripsi ini, digunakan beberapa tehnik untuk

    sampai pada tujuan penelitian. Tehnik tersebut meliputi:

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan

    (library research), karena semua yang digali adalah bersumber dari

    pustaka (Sutrisno Hadi, 1981: 9).

    2. Sumber Data

  • 9

    Sumber data di sini penulis golongkan menjadi dua macam yaitu:

    a. Sumber Data Primer

    Yang dimaksud sumber data primer di sini adalah sumber

    data yang langsung berkaitan dengan penelitian, yaitu al-Qur‟an

    surat an-Nisā‟ ayat 1 beserta tafsirnya menurut ulama‟-ulama‟

    tafsir.

    b. Sumber Data Sekunder

    Sumber data sekunder yang penulis maksud adalah buku-

    buku yang membahas pokok permasalahan secara tidak langsung.

    Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-

    buku karangan ilmiah, majalah, artikel yang berhubungan dengan

    pokok permasalahan.

    3. Metode Analisis Data

    Dalam penelitian ini penulis menggunakan atau mengadakan

    penelitian kepustakaan (library research), maka metode yang

    digunakan untuk membahas sekaligus sebagai kerangka pikir pada

    penelitian adalah sebagai berikut:

    a. Metode Grounded Research

    Metode grounded research adalah suatu metode penelitian

    kualitatif yang menekankan penemuan teori dari data observasi

    empirik di lapangan dengan metoda induktif (menemukan teori

    dari sejumlah data), generatif yaitu penemuan atau konstruksi teori

    menggunakan data sebagai evidensi, konstruktif menemukan

  • 10

    konstruksi teori atau kategori lewat analisis da proses

    mengabstraksi, da subyektif yaitu merekstruksi penafsiran dan

    pemaknaan hasil penelitian berdasarkan konseptualisasi

    masyarakat yang dijadikan subyek studi (Sudira, 2009: 4).

    Langkah-langkah pokok dari grounded research adalah

    sebagai berikut: pertama tentukan masalah yang ingin diselidiki,

    kedua kumpulkan data, ketiga analisa dan penjelasan, keempat

    membuat laporan penelitian. Dalam penelitian ini masalah yang

    ingin diteliti yaitu kandungan al-Qur‟an surat an- Nisā‟ayat 1.

    b. Metode Deskripsi

    Metode deskripsi adalah suatu metode penelitian dengan

    mendeskripsikan realita-realita, fenomena sebagaimana adanya

    yang dipilih dari perspektif subyektif (Winarno, 1989: 132). Maka

    penulis mendeskripsikan pemikiran al-Qur‟an khususnya surat an-

    Nisā‟ayat 1.

    c. Metode Analisis

    Metode analisis adalah metode yang digunakan untuk

    menganalisis bab perbab guna mencari nilai-nilai pendidikan yang

    terkandung dalam al-Qur‟an khususnya surat an-Nisā‟ayat 1.

    G. Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah kerangka dari isi

    skripsi secara umum yang bertujuan untuk memberikan petunjuk atau

  • 11

    gambaran bagi pembaca tentang permasalahan yang akan dibahas. Untuk

    mendapatkan pemahaman yang komprehensif dan menyeluruh maka

    diperlukan diperlukan sistematika yang runtut dari satu bab ke bab

    selanjutnya. Berikut sistematika penulisan dalam skripsi ini:

    Bab I Pendahuluan akan dipaparkan tentang latar belakang

    masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

    penegasan istilah, metode penelitian, kajian pustaka, dan sistematika

    penulisan.

    Bab II berisi Kompilasi Ayat, pada bab ini berisi tentang surat an-

    Nisā‟ ayat 1, kosa kata (mufrodat) dan pokok-pokok isi kandungan serta

    ayat-ayat dan hadis yang mendukung penelitian.

    Bab III berisi Deskripsi Surat An- Nisā‟, meliputi sejarah turunnya

    surat an-Nisā‟, tema dan tujuan utama surat an-Nisā‟, munasabah surat an-

    Nisā‟ yaitu hubungan surat an-Nisā‟ dengan surat sebelumnya (Ali „Imran)

    dan surat sesudahnya (al-Maidah) serta dilanjutkan penafsiran Q.S. An-

    Nisā‟ ayat 1.

    Bab IV Analisis. Akan dikemukakan tentang nilai-nilai pendidikan

    sosial yang terkandung dalam surat an-Nisa‟ ayat 1 dan implementasinya

    dalam kehidupan sehari-hari.

    Bab V berisi Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

  • 12

    BAB II

    KOMPILASI AYAT

    A. Redaksi Surat An-Nisā‟ Ayat 1 dan Terjemahanya.

    Sesuai dengan judul bab ini, maka penulis menyajikan kompilasi

    ayat-ayat yang menjadi tema pembahasan dalam skripsi ini. Adapun ayat

    yang dikaji adalah ayat 1 dari surat an-Nisā‟.

    ِِ ُْ ُُ اٌَِّزٞ َخٍَمَُى ب ٠َب أ٠ََُّٙب إٌَّبُط ارَّمُٛا َسثَُّى َّ ُْٕٙ ِِ ثَشَّ َٚ َجَٙب ْٚ َْٕٙب َص ِِ َخٍََك َٚ اِدَذٍح َٚ ْٓ َْٔفٍظ

    ُْ َسل١ِجًب َْ َػ١ٍَُْى َ َوب َّْ َّللاَّ ََ إِ األْسَدب َٚ ِٗ َْ ثِ َ اٌَِّزٞ رََغبَءٌُٛ ارَّمُٛا َّللاَّ َٚ َِٔغبًء َٚ ِسَجبال َوض١ًِشا

    ﴾١﴿إٌغبء:

    Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah

    menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan

    istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki

    dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan

    (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan

    (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga

    dan mengawasi kamu”. (Q.S. an-Nisa‟/4: 1)

    B. Mufradat/ Kosa Kata

    Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, perlu bagi penulis

    untuk menyajikan beberapa kosakata penting agar lebih mudah memahami

    kandungan surat an-Nisa‟ ayat 1, diantaranya:

    ,artinya manusia, orang-orang (Yunus َٔبطٌ berasal dari kata إٌَّبطُ

    2009: 436).

  • 13

    لَٝ berasal dari kata ارَّمُٛا ْل١ًب -ِٚلَب٠َخً –٠َمِٝ –َٚ ال١َِخً –َٚ لَّ –َٚ َٚ ٝ artinya

    memelihara, َاِرَِّك َّللا artinya takutlah akan Allah. Kata ارَّمُٛا merupakan

    bentuk jama‟ dari kata ِاِرَّك (Yunus, 2009: 505).

    ٍْمًب -٠َْخٍُُك –َخٍََك merupakan fi‟il madhi dari kata َخٍَمَُىُ َخ yang

    artinya membuat atau menjadikan. Kemudian lafadz ََخٍَك bertemu dengan

    isim dhomir ُُو yang artinya kamu semua (Yunus, 2009: 120).

    ْٔفُظ ج َْٔفظٌ berasal dari kata َْٔفظٍ ط -أَ ْٛ ُٔفُ yang artinya roh, nyawa,

    tubuh diri seseorang, darah, niat, orang, kehendak (Yunus, 2009: 462).

    اِدَذحٍ َٚ merupakan bentuk mu‟annats (perempuan) dari kata اِدٌذ َٚ

    asal katanya ٌأََدذ yang artinya satu atau esa (Yunus, 2009: 35).

    َجَٙب ْٚ ٌط berasal dari kata َص ْٚ اط ج َص َٚ أَْص yang artinya suami, istri,

    sepasang (Yunus, 2009: 159).

    ثَضًّب -شُّ ٠َجُ - ثَشَّ berasal dari kata ثَشَّ yang artinya menyiarkan,

    menebarkan, mengembangbiakkan (Yunus, 2009: 56).

    ِسَجبيٌ ج merupakan bentuk jama‟ taksir dari kata ِسَجبال ًُ yang َسُج

    artinya laki-laki, jantan (Yunus, 2009: 138).

    َشأَحٌ / َِٔغبءً ِْ :artinya perempuan-perempuan, wanita (Yunus, 2009 اِ

    448).

    َْ ْغأٌََخَ -ُعَؤاالً –٠َْغأَُي –َعأََي berasal dari kata رََغبَءٌُٛ َِ artinya

    meminta, menanyakan (Yunus, 2009: 161). Dalam ilmu sharaf kata

  • 14

    َْ termasuk kategori fi‟il tsulasi mazid yang mendapat tambahan dua رََغبَءٌُٛ

    huruf, maka artinya menjadi saling meminta.

    ََ ََ ج berasal dari kata أْسَدب ٌُ أْسَدب yang artinya peranakan, rahim َسِد

    ibu, tali perkauman, persaudaraan (Yunus, 2009: 139).

    َشالٌِت -َسل١ٌِْت asal katanya yaitu َسل١ِجًب ُِ artinya yang menjaga,

    pengawas, penilik yang merupakan bentuk isim masdar dari fi‟il madhi

    َسلَبثَخً –٠َْشلُُت –َسلََت artinya mengintip, melihat, menjaga (Yunus, 2009:

    145).

    Berdasarkan kosakata penting di atas maka perlu diketahui tentang

    kosakata dalam surat an-Nisā‟ ayat 1 yang harus dijabarkan lebih

    mendalam. Seperti kata nafsun wāhidah dipertegas lagi secara bahasa

    berarti “jiwa yang satu”. Mayoritas ulama memahami istilah ini dalam arti

    “Adam”. Pemahaman tersebut menjadikan kata zaujahā (pasangannya)

    adalah istri Adam a.s. yang biasa disebut dengan nama Hawa. Karena ayat

    ini menyatakan bahwa pasangan itu diciptakan dari nafsun wāhidah, yaitu

    Adam, maka sebagian mufasir memahami bahwa istri Adam diciptakan

    dari Adam sendiri. Pemahaman ini melahirkan pandangan negatif terhadap

    perempuan dengan menyatakan bahwa perempuan adalah bagian dari laki-

    laki. Sebagian ulama lain memahami nafsun wāhidah dalam arti jenis

    manusia laki-laki dan perempuan. Pemahaman demikian melahirkan

    pendapat bahwa pasangan Adam diciptakan dari jenis manusia juga,

    kemudian dari keduanya lahirlah manusia yang ada di bumi ini (Depag RI,

    2010: 110).

  • 15

    Yā ayuhan nāsu (wahai sekalian manusia). Seruan ini bisa berlaku

    umum, tapi bisa juga berlaku khusus.

    Ittaqū rabbakum (bertakwalah kepada Rabb kalian), yakni

    hendaklah kalian taat kepada Rabb kalian.

    Alladzī khalaqakum (yang telah Menciptakan kalian) melalui

    proses reproduksi.

    Min nafsiw wāhidatin (dari satu diri), yakni dari Adam a.s. saja,

    karena Hawa juga berasal dari Adam a.s.

    Wa khalaqa minhā (dan Allah Menciptakan darinya), yakni dari

    Adam a.s..

    Zaujahā wa bats-tsa minhumā (istrinya, dan dari keduanya itulah

    Allah Mengembangbiakkan), yakni Allah Ta„ala Menciptakan dari Adam

    a.s. dan Hawa melalui proses reproduksi.

    Rijālang katsīraw wanisā-an (laki-laki dan perempuan yang

    banyak), yakni makhluk yang banyak, baik laki-laki maupun perempuan.

    Wat taqullāha (dan bertakwalah kepada Allah), yakni hendaklah

    kalian taat kepada Allah Ta„ala.

    Alladzī tasā-alūna bihī (yang kalian saling meminta dengan-Nya),

    yakni atas nama Hak Allah satu sama lain saling meminta berbagai

    keperluan dan harta benda.

    Wal arhām (dan silaturahmi). Apabila huruf mim (pada lafazh wal

    arhām) diberi harakat kasrah (dibaca wal arhāmi), maka artinya “dan atas

    nama hak kekerabatan dan silaturahmi.” Namun, jika diberi harakat fathah

  • 16

    (dibaca wal arhāma), mengikuti lafazh wattaqullāha, maka artinya “dan

    hendaklah kalian memelihara hubungan silaturahmi, dan janganlah

    memutuskannya”.

    Innallāha kāna „alaikum raqībā (sesungguhnya Allah senantiasa

    Menjaga dan Mengawasi kalian), yakni Allah Ta„ala senantiasa Menjaga

    dan Mengawasi kalian. Meminta kalian agar melaksanakan ketaatan dan

    silaturahmi sebagaimana yang Dia Perintahkan kepada kalian (Al-Kalām

    Digital, 2009: 77).

    C. Pokok-Pokok Kandungan Surat An-Nisā‟ Ayat 1

    Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, serta pokok-pokok

    kandungan surat an- Nisā‟ serta mufrodadnya selanjutnya penulis akan

    menyajikan pokok-pokok kandungan surat an-Nisā‟ ayat 1.

    Menurut Quraish Shihab (2012: 166) surat an-Nisā‟ ini dimulai

    dengan ajakan kepada seluruh manusia untuk bertakwa kepada Allah Swt.

    Tuhan Yang Memelihara mereka. Dia yang menciptakan manusia

    seluruhnya dari satu jenis ciptaan (tanah) atau keturunan yang sama, dan

    dari lelaki dan perempuan, Allah Swt. mengembangbiakkan keturunannya.

    Ajakan ini diakhiri dengan pesan untuk bertakwa kepada-Nya dan

    memelihara hubungan silaturrahmi sambil mengingatkan tentang

    pengawasan Allah Swt. kepada mereka.

    Dalam pokok-pokok isi kandungan yang terdapat dalam surat an-

    Nisā‟ ayat 1 di atas penulis menyimpulkan bahwa Allah memerintahkan

  • 17

    kepada manusia untuk bertakwa kepada-Nya dan dilanjutkan dengan

    perintah untuk menjaga hubungan silaturrahim.

    Selain surat an-Nisā‟ ayat 1 di atas, terdapat ayat-ayat al-Qur‟an

    dan hadis yang menerangkan tentang perintah bersilaturrahim, diantaranya

    yaitu:

    1. Qur‟an Surat Muhammad/47: 22-23

    Ayat ini menerangkan tentang ancaman bagi seorang memutus

    silaturrahim. Maka silaturrahim merupakan kewajiban yang sangat

    ditekankan, tidak ada yang memutuskannya dan mengingkarinya

    kecuali orang yang telah rusak fitrahnya, buruk akhlaknya, dan ia

    sudah pantas mendapat kutukan dari Allah. Seperti yang tertera dalam

    firman-Nya:

    ُْ إِ ًْ َػَغ١ْزُ ُْ )فََٙ ُى َِ رُمَطُِّؼٛا أَْسَدب َٚ ُْ أَْ رُْفِغُذٚا فِٟ ْاألَْسِض ١ٌَّْزُ َٛ َٓ 22ْ رَ ٌَئَِه اٌَِّز٠ ْٚ( أُ

    ( ُْ َّٝ أَْثَصبَسُ٘ أَْػ َٚ ُْ ُٙ َّّ ُُ َّللاُ فَأََص (22ٌََؼَُٕٙ

    Artinya: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan

    membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan

    kekeluargaan?. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan

    ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan

    mereka.”(QS. Muhammad/47: 22-23)

    2. Hadis nabi tentang silaturrahim yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah

    ra., ia berkata:

    ْٓ أَثِٟ ْٓ أَثِٟ َصبٌٍِخ َػ ُٓ ِد٠َٕبٍس َػ ِ ْث صََٕب َػجُْذ َّللاَّ ُْ َدذَّ ب َّ صََٕب ُع١ٍَْ ْخٍٍَذ َدذَّ َِ ُٓ صََٕب َخبٌُِذ ْث َدذَّ

    ْٓ ِِ َُ َشْجَٕخٌ ِد َّْ اٌشَّ َُ لَبَي إِ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِّٟ َصٍَّٝ َّللاَّ ْٓ إٌَّجِ ُ َػُْٕٗ َػ َٟ َّللاَّ َُ٘ش٠َْشحَ َسِض

    ِٓ َّ ْد ْٓ لَطََؼِه لَطَْؼزُُٗ اٌشَّ َِ َٚ ٍْزُُٗ َص َٚ َصٍَِه َٚ ْٓ َِ ُ فَمَبَي َّللاَّ

  • 18

    Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad telah

    menceritakan kepada kami Sulaiman telah menceritakan kepada kami

    Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi

    Saw. beliau bersabda: "Sesungguhnya penamaan rahim itu diambil dari

    (nama Allah) Ar-Rahman, lalu Allah berfirman: Barangsiapa

    menyambungmu maka Akupun menyambungnya dan barangsiapa

    memutuskanmu maka Akupun akan memutuskannya"(Al-Albani,

    2012: 103).

    Hadis tersebut menerangkan bahwa orang yang memutus

    hubungan silaturrahim maka Allah pun akan memutuskan hubungan

    dengannya.

    3. Bahkan Allah mengancam bagi orang yang memutus hubungan

    silaturrahim yaitu tidak akan dimasukkan ke dalam surganya,

    sebagaimana sabda Nabi Saw:

    ٌَْجَّٕخَ لَبِطٌغ ًُ ا ُي: الَ ٠َْذٌخ ْٛ َّٟ ص.َ. ٠َمُ َغ إٌَّجِ ِّ ُ َع , أََّٔٗ ٍُ ْطِؼ ُِ ِٓ ْٓ ُجج١َِْش ْث َػ

    Artinya: Dari Jubair bin Muth‟im, bahwa dia mendengar Nabi Saw.

    bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan

    (hubungan kekerabatan)”(Al-Albani, 2012: 102-103).

    Karena pentingnya silaturrahim sebagai bagian dari ibadah dan

    pemersatu umat, maka jangan sekali-kali membuat pagar untuk membatasi

    hubungan dengan sesama, apapun alasannya. Bukankah kebersamaan dan

    keharmonisan itu sesuatu yang indah dan diidam-idamkan semua orang.

  • 19

    BAB III

    DESKRIPSI SURAT AN-NISA‟ AYAT 1

    A. Sejarah Turunnya Surat An- Nisā‟

    Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa surat an-Nisā‟

    diturunkan di Madinah dan terdiri dari 176 ayat. Surat a-Nisā‟ merupakan

    surat terpanjang sesudah surat al-Baqarah. Dinamakan surat an-Nisā‟

    karena dalam surat ini banyak dibicarakanhal-hal yang berhubungan degan

    wanita serta merupakan surat yang paling banyak membicarakan hal itu

    dibanding dengan surat-surat yang lain. Surat yang lain yang banyak juga

    membicarkan tentang hal wanita ialah surat at-Thalaq. Dalam hubungan

    ini biasa disebut surat an-Nisā‟ dengan sebuta “Surat an-Nisā‟ al-Kubrā

    (surat an-Nisā‟ yang Besar), sedang surat at-Thalaq disebut “Surat an-

    Nisā‟ as-Sugrā (surat an-Nisā‟ yang Kecil) (Al-Qur‟an dan Terjemah,

    1420 H: 113).

    Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih, dari Abdullah

    Ibnuz Zubair dan Zaid ibnu Ṡabit.

    Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Abdullah ibnu

    Luhai‟ah, dari saudaranya (yaitu Isa) dari Ikrima, dari Ibnu Abbas yang

    menceritakan bahwa ketika surat an-Nisā‟ diturunkan, Rasulullah Saw.

    bersabda, “Tidak ada tahanan lagi.”

    Menurut Quraish Shihab (2012: 165) surat an-Nisā‟ [4] turun

    setelah Nabi Muhammad Saw. berhijrah ke Madinah, ia bahkan turun

    sesudah surat al-Baqarah [2]. Jumlah ayatnya sebanyak 176 ayat.

  • 20

    Namanya yang popular sejak masa Nabi Saw. adalah an-Nisā‟

    yang secara harfiah bermakna perempuan. Ia dikenal juga dengan nama

    an-Nisā‟al-Kubrā (Surat an-Nisā‟ yang Besar) atau ath-Thȗlā (yang

    panjang) untuk membedakannya dengan surat ath-Thalāq [65] yang

    dikenal juga dengan nama an-Nisā‟ as-Shugrā (Surat an-Nisā‟ yang

    Kecil).

    Surat ini dinamai surat an-Nisā‟ karena cukup banyak ayatnya yang

    berbicara tentang tuntutan Allah Swt. menyangkut perempuan dan hak-hak

    mereka serta kewajiban melindungi mereka dan orang-orang lemah.

    Ayat-ayat al-Qur‟an dibagi menjadi dua, yaitu ayat-ayat yang ada

    sebab turunnya dan ayat-ayat yang tidak ada sebab turunnya. Di dalam

    surat an-Nisā‟ ayat 1 ini tidak terdapat sebab turunnya. Oleh karenanya

    penulis tidak mencantumkan asbabun nuzul dalam pembahasan ini.

    B. Tema dan Tujuan Utama

    Setelah mengetahui sejarah turunnya surat an-Nisā‟, selanjutnya

    penulis akan menjelaskan tema dan tujuan diturunkannya surat ini. Tema

    utama surat an-Nisā‟ menurut Quraish Shihab (2012: 165-166), ialah:

    1. Tuntutan kehidupan rumah tangga dan perlunya memberi perhatian

    tentang hak-hak perempuan dan kaum lemah.

    2. Pengenalan terhadap musuh-musuh Islam dan tuntutan menghadapi

    mereka.

  • 21

    3. Kewajiban taat kepada Allah Swt., Rasul, dan Ulil Amri, yakni yang

    memiliki wewenang memerintah.

    4. Perlunya berhijrah meninggalkan tempat atau kondisi yang tidak

    kondusif untuk melaksanakan tuntutan agama.

    5. Kisah umat terdahulu guna memetik pelajaran dari pengalaman

    mereka.

    Tujuan utama agar tercipta keluarga sakinah yang harmonis yang

    pada gilirannya melahirkan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.

    C. Munasabah

    Kata Munasabah secara etimologis berarti “musyakalah”

    (keserupaan) dan “muqarabah” (kedekatan). Adapun menurut pengertian

    terminologis beberapa ulama mendefinisikanya sebagai berikut.

    Menurut Al-Zarkasyi, munasabah adalah mengaitkan bagian-

    bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafaz umum dan lafaz

    khusus, atau hubungan yang terkait dengan sebab akibat,‟illat dan ma‟lul,

    kemiripan ayat pertentangan (ta‟arudh) dan sebagainya. Lebih lanjut ia

    mengatakan bahwa kegunaan ilmu ini adalah “menjadikan bagian-bagian

    kalam saling terkait sehingga penyusunannya menjadi kokoh yang bagian-

    bagiannya tersusun harmonis”.

    Dengan redaksi yang berbeda, Al-Qaththan berkata, munasabah

    adalah menghubungkan antara jumlah dengan jumlah dalam satu ayat, atau

    antara ayat dengan sekumpulan ayat, atau antara surat dengan surat.

  • 22

    Sedangkan menurut Ibnu Al-Arabi, munasabah adalah keterkaitan

    ayat-ayat al-Qur‟an sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang

    mempunyai satu kesatuan makna dan redaksi (Hermawan, 2011:122).

    Adapun munasabah yang dijelaskan oleh penulis disini adalah

    hubungan surat an-Nisā‟ dengan surat sebelumnya (surat Ali „Imran) dan

    hubungan an-Nisā‟ dengan surat sesudahnya (al-Māidah).

    1. Hubungan Surat an-Nisā‟ dengan Surat Ali „Imran

    Hubungan antara surat an-Nisā‟ dengan surat Ali ‟Imran

    (Depag RI, 2010: 111), adalah:

    a. Pada akhir surat Ali Imran, Allah memerintahkan umat Islam untuk

    bertakwa, pada ayat ini yang merupakan awal surat selanjutnya

    (an-Nisā‟) perintah bertakwa itu dipertegas kembali

    b. Dalam surat Ali „Imran disebutkan peperangan Badar dan Uhud

    dengan sempurna, keterangan sebagiannya diulangi dalam surat an-

    Nisā‟.

    c. Dalam surat Ali „Imran dikisahkan peperangan Hamrāul Asad yang

    terjadi sesudah perang Uhud, dan peperangan itu disinggung pula

    dalam surat an-Nisā‟.

    d. Dalam surat Ali „Imran disebutkan bahwa banyak yang gugur di

    kalangan kaum muslimin sebagai syuhada‟ yang berarti mereka

    meninggalkan anak-anak dan istri-istri mereka, maka dalam

    permulaan surat a-Nisā‟ ini disebutkan perintah memelihara anak

    yatim serta pembagian harta pustaka.

  • 23

    2. Hubungan Surat An-Nisā‟ dengan Surat Al-Māidah

    Sedangkan hubungan antara surat an-Nisā‟ dengan surat al-

    Māidah (Depag RI, 2010: 154), adalah:

    a. Surat an-Nisā‟ menerangkan beberapa macam „aqad, seperti

    perkawinan, perceraian, warisan, perjanjian, wasiat dan

    sebagainya. Sedang permulaan surat al-Māidah menyatakan supaya

    hamba-hamba Allah memenuhi segala macam „aqad-„aqad yang

    telah dilakukan baik terhadap Allah maupun terhadap sesama

    manusia disamping menerangkan „aqad-„aqad yang lain.

    b. Surat an-Nisā‟ mengemukakan beberapa hukum secara umum dan

    mendatangkan jalan untuk menetapkan sesuatu hukum, kemudian

    surat al- Māidah menjelaskan dan menegaskan hukum-hukum itu.

    c. Sebagaimana halnya surat al-Baqarah dan surat Ali „Imran

    mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan pokok-pokok

    agama seperti keesaan Allah dan kenabian, maka surat an-Nisā‟

    dan al- Māidah menerangkan tentang furu‟ agama (hukum fiqh),

    seperti hal-hal yang berhubungan dengan hukum keluarga dan

    sebagainya.

    d. Akhir surat an-Nisā‟ mengemukakan hujjah-hujjah atas kekeliruan

    orang-orang Yahudi dan Nasrani serta kekeliruan kaum musyrikin

    dan munafikin. Hal yang serupa diterangkan secara panjang lebar

    oleh surat al- Māidah.

  • 24

    e. Surat an- Nisā‟ dimulai dengan “Yā ayyuhannās” yang nadanya

    sama dengan nada surat Makiyyah, sedang surat al- Māidah

    sebagai surat Madaniyyah dimulai dengan: “Yā ayyuhal ladzīna

    āmanu” hal ini menyatakan: sekalipun nadanya berlainan, tetapi

    yang dituju oleh kedua surat ini ialah seluruh manusia.

    D. Tafsir Surat An-Nisā‟ Ayat 1

    Setelah menyajikan teks ayat, terjemahnya dan beberapa pokok

    kandungan ayat 1 surat an-Nisā, selanjutnya penulis akan menyajikan

    beberapa pandangan mufassir tentang ayat ini.

    Dalam tafsir Ibnu Katsir (2005: 308-309) Allah berfirman

    memerintahkan hamba-hamba-Nya supaya bertakwa kepada-Nya, hanya

    menyembah-Nya tanpa menyekutukan sesuatu kepada-Nya, seraya

    memperingatkan mereka akan kekuasaan-Nya yang telah menciptakan

    mereka semua dari seorang diri, ialah Adam a.s. dan menciptakan istrinya,

    ialah Hawa, dari tulang rusuk kirinya di kala Adam tidur dan sewaktu ia

    terjaga dari tidurnya dilihatnyalah Hawa sudah berada di sisiya lalu

    bercumbu-cumbulah satu dengan yang lain. Dan dari kedua makhluk itu

    Allah meciptakan manusia laki dan perempuan yang banyak yang tersebar

    di seluruh pelosok dunia, menjadi bangsa-bangsa yang berbeda-beda

    warna kulitnya, sifat-sifatnya dan bahasa-bahasanya. Selanjutnya Allah

    berfirman bertakwalah kamu kepada Allah yang kamu mempergunakan

    nama-Nya dalam percakapan, bertanya dan meminta satu kepada yang

  • 25

    lain. Dan peliharalah hubungan silaturrahmi. Dan sesungguhnya Allah

    mengawasi segala perbuatan dan tindak-tandukmu.

    Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Qatadah bahwa Ibnu

    Abbas r.a. berkata: Perempuan itu diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk

    orang laki, maka keserakahannya tertuju kepada tanah. Karenanya

    simpanlah perempuan-perempuanmu.

    Dalam sebuah hadis yang shahih disebutkan:

    ١َْغَشحَ َِ ْٓ ْٓ َصائَِذحَ َػ ٍّٟ َػ ُٓ َػٍِ ُٓ ْث صََٕب ُدَغ١ْ ٍَ لَباَل َدذَّ ُٓ ِدَضا َُِٛعٝ ْث َٚ صََٕب أَثُٛ ُوَش٠ٍْت َدذَّ

    ُْٕٗ لَبيَ ُ َػ َٟ َّللاَّ ْٓ أَثِٟ َُ٘ش٠َْشحَ َسِض ٍَ َػ ْٓ أَثِٟ َدبِص ِّٟ َػ ُ اأْلَْشَجِؼ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ لَبَي َسُعُٛي َّللاَّ

    َعٍَّ َٚ ِٗ ٍَِغ َػ١ٍَْ ٍء فِٟ اٌضِّ ْٟ َط َش َٛ َّْ أَْػ إِ َٚ ْٓ ِضٍَغٍ ِِ ْشأَحَ ُخٍِمَْذ ٌَّْ َّْ ا ِ ُصٛا ثِبٌَِّٕغبِء فَئ ْٛ َُ اْعزَ

    ُصٛا ثِبٌَِّٕغبءِ ْٛ َط فَبْعزَ َٛ ُْ ٠ََضْي أَْػ ْْ رََشْوزَُٗ ٌَ إِ َٚ ُٗ َوَغْشرَُٗ ُّ ْْ َرَْ٘جَذ رُم١ِ ِ أَْػََلُٖ فَئ

    Artinya: “Telah bercerita kepada kami Abu Kuraib dan Musa bin Hizam

    keduanya berkata, telah bercerita kepada kami dari Za'idah dari Maisarah

    Al Asyka'iy dari Abu Hazim dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah

    Saw. bersabda: "Nasehatilah para wanita karena wanita diciptakan dari

    tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk

    adalah pangkalnya, jika kamu mencoba untuk meluruskannya maka dia

    akan patah namun bila kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok. Untuk

    itu nasehatilah para wanita.”(HR. Bukhari)

    Menurut Jalaluddin Asy-Syuyuti (2010), dalam sebuah ayat

    dijelaskan (Hai manusia) penduduk Mekah (bertakwalah kamu kepada

    Tuhanmu) artinya takutlah akan siksa-Nya (yang telah menciptakan kamu

    dari satu diri) yakni Adam (dan menciptakan daripadanya istrinya) yaitu

    Hawa; dibaca panjang; dari salah satu tulang rusuknya yang kiri (lalu

    mengembangbiakkan) menyebarluaskan (dari kedua mereka itu) dari

  • 26

    Adam dan Hawa (laki-laki yang banyak dan wanita) yang tidak sedikit

    jumlahnya. (Dan bertakwalah kepada Allah yang kamu saling meminta)

    terdapat idgam ta pada sin sedangkan menurut satu qiraat dengan takhfif

    yaitu membuangnya sehingga menjadi tas-aluuna (dengan nama-Nya)

    yang sebagian kamu mengatakan kepada sebagian lainnya, “Saya meminta

    kepadamu dengan nama Allah,” (dan) jagalah pula (hubungan silaturahmi)

    jangan sampai terputus. Menurut satu qiraat dibaca dengan kasrah

    diathafkan kepada dhamir yang terdapat pada bihi. Mereka juga biasa

    saling bersumpah dengan hubungan Rahim. (Sesungguhnya Allah selalu

    mengawasi kamu) menjaga perbuatanmu dan memberi balasan

    terhadapnya. Maka sifat mengawasi selalu melekat dan terdapat pada

    Allah swt.

    Dalam al-Qur‟an dan terjemahnya (2010: 111) di dalam ayat ini

    Allah memerintahkan kepada manusia agar bertakwa kepada Allah, yang

    memelihara manusia dan melimpahkan nikmat karunia-Nya. Dialah yang

    menciptakan manusia dari seorang diri yaitu Adam. Dengan demikian,

    menurut jumhur mufasir, Adam adalah manusia pertama yang dijadikan

    oleh Allah. Kemudian dari diri yang satu itu Allah menciptakan pula

    pasangannya yang biasa disebut dengan nama Hawa. Dari Adam dan

    Hawa berkembang biaklah manusia. Dalam Al-Qur‟an penciptaan Adam

    disebut dari tanah liat (al-An‟am/6:2; as-Sajdah/32:7; Şād/38:71 dan dalam

    beberapa ayat lagi). Dalam an-Nisā‟/4:1 disebutkan “... dan (Allah)

    menciptakan pasangan (Hawa) dari dirinya; ...” Kata-kata dalam surat an-

  • 27

    Nisā‟ ayat pertama ini sering menimbulkan salah pengertian dikalangan

    awam, terutama dikalangan perempuan, karena ada anggapan bahwa

    perempuan diciptakan dari rusuk Adam, yang sering dipertanyakan oleh

    kalangan feminis. Ayat itu hanya menyebut ... wa khalaqa minhā zaujahā,

    yang diterjemahkan dengan menciptakan pasangannya dari dirinya; lalu

    ada yang mengatakan bahwa perempuan itu diciptakan dari rusuk Adam,

    dan pernyataan yang terdapat dalam beberapa hadis ini ada yang mengira

    dari Al-Qur‟an. Di dalam Al-Qur‟an nama Hawa pun tidak ada, yang ada

    hanya nama Adam. Nama Hawa ada dalam Bibel (“Manusia itu memberi

    nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang

    hidup.” (kejadian ini. 20), (Hawwa‟ dari kata bahasa ibrani heva, dibaca:

    hawwah, yang berarti hidup). Pernyataan bahwa perempuan diciptakan

    dari rusuk laki-laki itu terdapat dalam perjanjian lama, Kitab Kejadian ini.

    21 dan 22: “Lalu Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk daripadanya,

    lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil

    Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu

    dibawa-Nya kepada manusia itu.”

    Kemudian sekali lagi Allah memerintahkan kepada manusia untuk

    bertakwa kepada-Nya dan seringkali mempergunakan nama-Nya dalam

    berdoa untuk memperoleh kebutuhannya. Menurut kebiasaan orang Arab

    Jahiliah bila menanyakan sesuatu atau meminta sesuatu kepada orang lain

    mereka mengucapkan nama Allah. Allah juga memerintahkan agar

    manusia selalu memelihara silaturrahmi.

  • 28

    Ilmu Hayati Manusia (Human Biology) memberikan informasi

    kepada kita, bahwa manusia dengan kelamin laki-laki mempunyai sex-

    chromosome (kromosom kelamin) XY, sedang manusia dengan kelamin

    wanita mempunyai sex-chromosome XX. Ayat di atas menjelaskan bahwa

    “manusia diciptakan dari diri yang satu dan daripadanya Allah

    menciptakan isterinya”. Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa „diri

    yang satu itu‟ tentu berjenis kelamin laki-laki, sebab kalimat berikutnya

    menyatakan, „daripadanya diciptakan isterinya‟. Dari sudut pandang

    Humam Biology hal itu sangatlah tepat, sebab sex-chromosome XY (laki-

    laki) dapat menurunkan kromoson XY atau XX; sedang kromosom XX

    (wanita) tidak mungkin akan membentuk XY, karena darimana

    didapatkromosom Y? Jadi jelas bahwa laki-laki pada hakikatnya adalah

    penentu jenis kelamin dari keturunannya. Diri yang satu itu tidak lain

    adalah Adam.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa surat an-Nisā‟ ayat 1 berisi tentang:

    1. Manusia wajib bertakwa kepada Allah dan wajib memelihara

    hubungan silaturrahmi.

    2. Manusia pertama yang dijadikan Allah adalah Adam.

    3. Asal keturunan manusia adalah dari Adam dan Hawa.

  • 29

    BAB IV

    ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN

    DALAM AL-QUR‟AN SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1

    Sebagaimana telah dipahami secara bersama-sama, bahwa al-Qur‟an

    adalah sebuah jawaban dari Allah SWT yang menggunakan dimensi-dimensi

    kemanusiaan, kekinian dan keduniawian agar mudah untuk dipelajari, dipahami,

    dan diamalkan. Sebab, ternyata hal ini merupakan suatu kekuatan yang bersifat

    memproyeksi masa depan, kesempurnaan dan keabadian. Maka guna lebih

    mendalam, secara luas, terperinci agar al-Qur‟an dapat menjadi bagian dari

    kehidupan yang tidak terpisahkan, pencermatan terhadap segala hal yang

    dikandung di dalamnya dan yang berkaitan adalah sebuah tuntunan yang sekaligus

    merupakan kebutuhan mutlak, terutama dalam bidang pendidikan dan aspek-aspek

    sosial.

    Di dalam al-Qur‟an surat an-Nisa‟ ayat 1 Allah Swt. memulai firman-Nya

    dengan memerintahkan kepada makhluk-Nya agar bertakwa kepada-Nya, juga

    mengingatkan mereka akan kekuasaan-Nya yang telah menciptakan mereka dari

    seorang diri berkat kekuasaan-Nya, orang tersebut adalah Adam a.s. Lalu Allah

    memerintahkan kepada manusia agar menjaga hubungan silaturrahmi.

    Adapun analisis dan implemetasi nilai-nilai pendidikan yang terdapat

    dalam al-Qur‟an surat an-Nisa‟ ayat 1 yaitu:

  • 30

    A. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Surat An-Nisa‟ ayat 1

    Setelah kita megetahui isi kandungan dari surat an-Nisa‟ ayat 1, maka

    berikut ini adalah beberapa nilai-nilai pedidikan yang terdapat dalam ayat

    tersebut:

    1. Nilai pendidikan Aqidah yaitu Perintah Bertakwa kepada Allah

    Dalam surat an-Nisa‟ ayat 1 tersebut di atas terdapat nilai-nilai

    pendidikan aqidah yaitu perintah untuk bertakwa kepada Allah. Meskipun

    dalam surat-surat dan ayat al-Qur‟an yang lain juga terdapat perintah

    untuk bertakwa, dalam surat ini perintah bertakwa dipertegas kembali

    dengan memerintahkan kepada seluruh manusia. Bukan hanya orang yang

    beriman kepada Allah saja, namun kepada seluruh manusia.

    2. Nilai Pendidikan Sosial yaitu Silaturrrahim

    Kalimat silaturahmi berasal dari bahasa arab tersusun dari dua kata

    yaitu shilat yang artinya alaqah (hubungan) dan kata al-raḫm yang artinya

    al-qarabah (kerabat) atau mastawda‟ al-janin yang artinya “rahim atau

    peranakan”. Di dalam kamus al-Munawir kata al-raḫm seakar dengan kata

    al-rahmah dari kata raima yang artinya menyayangi, mengasihi. jadi

    secara harfiyah silaturahmi artinya menghubungkan tali kekerabatan,

    menghubungkan kasih sayang. Menyambung silaturrahim berarti

    memperkuat tali persaudaraan, meskipun dengan orang yang tidak

    sedarah. Sebagai sesama umat Islam, kita sebenarnya saudara seiman, oleh

    karena itu dianjurkan menyambung silaturrahim (Qomariah, 2014: 61).

  • 31

    Meskipun silaturrahim terlihat sebagai ibadah yang sederhana namun

    banyak masyarakat diantara kita yang menyepelekannya. Kadang kita baru

    bersilaturrrahim ketika ada momen-momen tertentu, seperti Hari Raya Idul

    Fitri, tradisi Saparan dan Nyadran (tradisi yang ada di sebagian desa-desa

    di Indonesia) dan sebagainya.

    Karena itulah kita tidak harus menunggu momen hari raya atau

    momen besar lainnya untuk melakukan silaturrahim. Penting bagi kita

    untuk membangun kembali semangat silaturrahim di dalam

    bermasyarakat. Apalagi di era modern ini dengan adanya teknologi yang

    sudah sangat canggih, sudah sepatutnya kita manfaatkan teknologi seperti

    Whatsapp dan media sosial lainnya untuk bersilaturrahim, sehingga jarak

    yang jauh tidak menjadi alasan untuk tidak bersilaturrahim.

    Menyambung silaturrahim berarti menegakkan agama Islam dan

    menjalankan sunah-sunah dari Rasulullah. Sebab, silaturrahim termasuk

    ajaran agama Islam yang menunjukkan hubungan antara sesama manusia

    dalam bingkai kebaikan. Allah Swt telah berfirman di dalam al-Qur‟an

    Surat an-Nisa‟ ayat 1, yaitu:

    ُْ َسل١ِجًب َْ َػ١ٍَُْى َ َوب َّْ َّللاَّ ََ إِ األْسَدب َٚ ِٗ َْ ثِ َ اٌَِّزٞ رََغبَءٌُٛ ارَّمُٛا َّللاَّ َٚ ...

    Artiya: “…Dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah

    selalu Menjaga dan Mengawasi kamu.”

    Allah memerintahkan kepada manusia untuk bersilaturrahim bukan

    tanpa maksud da tujuan, ternyata manfaat dari bersilaturrahim sangat bisa

  • 32

    kita rasakan jika kita bisa mengamalkannya. Berikut ini keutamaan-

    keutaman bersilaturrahim:

    a. Silaturrahim merupakan sebagian dari konsekuensi iman dan tanda-

    tandanya adalah sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah ra,

    yaitu:

    َِ ا٢ِْخِشفَََل ٠ُْؤِر ْٛ َ١ٌْ ا َٚ ُٓ ثِبهللِ ِِ َْ ٠ُْؤ ْٓ َوب َِ ِّٟ ص.َ. لَبَي: ِٓ إٌَّجِ ْٓ أَثِٟ َُ٘ش٠َْشحَ َػ َػ

    َْ ١ٍُْْىِش َِ ا٢ِْخِش فَ ْٛ َ١ٌْ ا َٚ ُٓ ثِبهللِ ِِ َْ ٠ُْؤ ْٓ َوب َِ َٚ )ُٗ َّ ًْ َسِد ١ٍَِْص ا٠ٍَخ: فَ َٚ فِٟ ِس َٚ َجبَسُٖ, )

    ُٓ ثِ ِِ َْ ٠ُْؤ ْٓ َوب َِ َٚ ذْ َض١ْفَُٗ, ُّ ْٚ ١ٌَِْص ًْ َخ١ًْشا أَ ١ٍَْمُ َِ ا٢ِْخِش فَ ْٛ َ١ٌْ ا َٚ بهللِ

    Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw., beliau bersabda,

    “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia

    menyakiti tetangganya (dalam jalur lain: maka hendaklah ia

    bersilaturrahmi). Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir,

    maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa beriman

    kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau

    diam.”(Al-Albani, 2012: 144)

    b. Silaturrahim adalah penyebab bertambahnya rizki dan terkenang

    namanya, sebagaimana hadis yang diriwayat oleh „Aisyah ra., ia

    berkata:

    ْْ ُٖ أَ ْٓ َعشَّ َِ ُي: ْٛ ْٛ َي َّللاُ ص.َ. ٠َمُ ْؼُذ َسُع ِّ ُْٕٗ لَبَي: َع َٟ َّللاُ َػ ْٓ َػبئَِشخَ َسِض َػ

    ُٗ َّ ًْ َسِد ١ٍَِْص ِٖ فَ ْٟ أَصَِش َْٕغأَ ٌَُٗ فِ ُ٠ ْْ أَ َٚ ِٗ ْٟ ِسْصلِ ٠َْجُغظَ ٌَُٗ فِ

    Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., bahwa dia mengatakan, "Aku

    mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Barangsiapa yang senang

    dilapangkan rezekinya dan dikenang baik namanya hingga setelah

    ketiadaannya, maka hendaklah dia bersilaturahmi"( Al-Albani, 2012:

    101)

    c. Silaturrahim merupakan salah satu penyebab utama masuk surga dan

    jauh dari neraka, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam

  • 33

    pembahasan di atas, yaitu tidak akan masuk surga pemutus

    silaturrahim, berarti balasan bagi orang yang menyambung tali

    silaturrahim adalah surga.

    B. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan yang diajarkan dalam Surat an-

    Nisa‟ ayat 1 dalam Kehidupan Sehari-Hari

    Implementasi atau kata lain dari penerapan merupakan upaya untuk

    melaksanakan suatu amal atau pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari.

    Dari penjelasan tentang nilai-nilai pendidikan sosial dalam surat an-Nisa‟

    ayat 1 di atas kita dapat mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-

    hari. Implemetasi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

    1. Bertakwa kepada Allah

    Adapun implementasi dari sikap bertakwa kepada Allah dalam

    kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

    a. Senantiasa menjalankan perintah Allah Swt. baik yang bersifat

    wajib maupun sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw.

    b. Berusaha menjauhi segala larangan-larangannya, karena bukti

    seorang hamba yang cinta kepada Tuhannya yaitu senantiasa

    menjalankan perintah dan laragan-Nya.

    c. Beribadah semata-mata hanya megharapkan ridha-Nya, tidak ada

    tendensi lain. Jadi dalam beramal hatinya harus bersih, jerih dari

    segala penyakit hati, dengan kata lain yaitu ikhlas.

  • 34

    2. Silaturrahim

    Implementasi dari silaturrahim dalam kehidupan sehari-hari

    adalah dengan cara kita mengamalkan adab-adab atau etika dalam

    bersilaturrahim. Adapun etika dalam bersilaturrahim adalah sebagai

    berikut:

    a. Membuat Janji

    Apabila Jika tuan rumah yang kita tuju, termasuk orang

    yang sangat sibuk dan jarang dirumah, ada baiknya jika membuat

    janji terlebih dulu. Hal ini dapat menghindari kekecewaan karena

    tidak bertemu atau agar tuan rumah tidak merasa terganggu.

    b. Pahami Waktu Bertamu

    Meski pada saat Lebaran, setiap waktu adalah “sah “untuk

    bertamu, namun akan lebih baik jika anda memahami kapan boleh-

    tidaknya kita bertamu. Pahami kapan tuan rumah ada di rumah.

    Sebaiknya bertamu tidak terlalu larut malam karena akan

    mengganggu waktu istirahat tuan rumah.

    c. Minta Izin Maksimal Tiga Kali

    Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kita, bahwa batasan

    untuk meminta izin untuk bertamu adalah tiga kali. Sebagaimana

    dalam sabdanya:

  • 35

    ِٓ َش ْث َّ َُِٛعٝ إٌَِٝ ُػ ِّٞ لَبَي َجبَء أَثُٛ َُِٛعٝ اأْلَْشَؼِش ْٓ أَثِٟ ْٓ أَثِٟ ثُْشَدحَ َػ َػ

    َُ ََل ْْ ٌَُٗ فَمَبَي اٌغَّ ُْ ٠َأَْر ُٓ ل١ٍَْظ فٍََ ِ ْث ُْ ََ٘زا َػْجُذ َّللاَّ َُ َػ١ٍَُْى ََل ٌَْخطَّبِة فَمَبَي اٌغَّ ا

    َُ َػٍَ ََل َُِٛعٝ اٌغَّ ُْ ََ٘زا أَثُٛ َّٟ َػ١ٍَُْى ٚا َػٍَ َْٔصَشَف فَمَبَي ُسدُّ َُّ ا ُّٞ صُ ُْ ََ٘زا اأْلَْشَؼِش ١ُْى

    ْؼُذ َسُعَٛي ِّ ًٍ لَبَي َع َن ُوَّٕب فِٟ ُشْغ ب َسدَّ َِ َُِٛعٝ َّٟ فََجبَء فَمَبَي ٠َب أَثَب ٚا َػٍَ ُسدُّ

    َْ ْْ أُِر ِ ُْ صَََلٌس فَئ َُ ٠َمُُٛي ااِلْعزِْئَزا َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ إاِلَّ فَبْسِجْغ لَبَي َّللاَّ َٚ ٌََه

    َجَذ َٚ ْْ ُش إِ َّ َُِٛعٝ لَبَي ُػ ٍُْذ فََزََ٘ت أَثُٛ فََؼ َٚ ٍُْذ إاِلَّ فََؼ َٚ ٍَخ ٌَزَأْر١َِِّٕٟ َػٍَٝ ََ٘زا ثِج١َِّٕ

    ْْ ب أَ َّّ ُْ رَِجُذُٖٚ فٍََ َخً فٍََ ُْ ٠َِجْذ ث١َِّٕ ٌَ ْْ إِ َٚ ْٕجَِش َػِش١َّخً ِّ ٌْ َْٕذ ا َخً رَِجُذُٖٚ ِػ ِّٟ ث١َِّٕ ٌَْؼِش َجبَء ثِب

    َٓ َوْؼٍت لَبَي َػْذٌي َّٟ ْث ُْ أُثَ َجْذَد لَبَي ََٔؼ َٚ ب رَمُُٛي أَلَْذ َِ َُِٛعٝ َجُذُٖٚ لَبَي ٠َب أَثَب َٚ

    َُ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ ْؼُذ َسُعَٛي َّللاَّ ِّ ب ٠َمُُٛي ََ٘زا لَبَي َع َِ ًِ لَبَي ٠َب أَثَب اٌطُّف١َْ

    ُ ٠َمُُٛي َرٌَِه ٠َب ِ َصٍَّٝ َّللاَّ َّٓ َػَزاثًب َػٍَٝ أَْصَذبِة َسُعِٛي َّللاَّ ٌَْخطَّبِة فَََل رَُىَٛٔ َٓ ا اْث

    ْْ أَرَضَجَّذ ْؼُذ َش١ْئًب فَأَْدجَجُْذ أَ ِّ ب َع َّ ِ إَِّٔ َْ َّللاَّ َُ لَبَي ُعْجَذب َعٍَّ َٚ ِٗ َػ١ٍَْ

    Artinya: “Dari Abu Burdah dari Abu Musa Al Asy'ari, dia berkata,

    "Pada suatu hari, Abu Musa pernah datang kepada Umar bin

    Khaththab seraya berkata, 'Assalaamu 'alaikum. Ini adalah

    Abdullah bin Qais.' Tetapi, rupanya, tidak ada jawaban dari tuan

    rumah. Lalu ia berkata lagi, "Assalaamu'alaikum. Ini adalah Abu

    Musa." Setelah itu, ia berkata lagi, "Assalaamu 'alaikum. Ini adalah

    Al Asy'ari." Karena tidak ada jawaban, setelah memberi salam

    sebanyak tiga kali, maka Abu Musa pun berniat kembali ke

    rumahnya. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba Umar bin

    Khaththab muncul sambil berseru, "Hai Abu Musa kemarilah

    masuk ke rumahku!" Setelah masuk ke rumah, Umar bertanya

    kepadanya, "Hai Abu Musa, mengapa kamu tergesa-gesa hendak

    kembali ke rumahmu? Sebenarnya, tadi kami sedang sibuk

    menyelesaikan suatu pekerjaan." Abu Musa berkata, "Ya Umar,

    sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda,

    'Meminta izin (ke rumah seseorang) itu cukup tiga kali. Apabila

    kamu mendapatkan izin, maka kamu boleh masukke dalamnya.

    Tetapi, kalau tidak diizinkan, maka kembalilah.'' Umar bin

    Khaththab berkata, "Hai Abu Musa, kamu harus mendatangkan

    bukti atas pernyataanmu itu. Kalau tidak, maka aku akan

  • 36

    melakukan sesuatu kepadamu." Lalu pergilah Abu Musa dari

    rumah Umar. Selanjutnya, Umar bin Khaththab berkata, "Jika ia

    mendapatkan bukti, maka kalian pasti akan menjumpainya di dekat

    mimbar nanti sore. Sebaliknya, jika ia tidak menemukan bukti,

    maka kalian pasti tidak akan menjumpainya nanti sore." Ternyata,

    sore harinya, para sahabat masih dapat menjumpai Abu Musa. Lalu

    Umar pun berkata kepadanya, "Hai Abu Musa, apa yang akan

    kamu katakan? Apakah kamu mendapatkan buktinya?" Abu Musa

    Al Asy'ari menjawab, "Ya. Saya telah mendapatkannya. Ini dia

    Ubay bin Ka'ab." Umar berkata, "Baiklah, ia memang orang yang

    jujur. Hai Abu Thufail (julukan Ubay bin Ka'ab), apa pendapatmu

    mengenai hal ini?" Ubay bin Ka'ab menjawab, "Ya. Apa yang

    dinyatakan Abu Musa adalah benar. Sesungguhnya Aku

    mendengar Rasulullah Saw. telah bersabda seperti itu. Hai Ibnu

    Khaththab, janganlah kamu menjadi siksaan bagi para sahabat

    Rasulullah Saw.!" Umar bin Khaththab menjawab, "Maha Suci

    Allah, sesungguhnya aku hanya ingin lebih yakin terhadap sesuatu

    yang aku dengar." (Al-Albani, 2009: 179-180)

    d. Mengucapkan Salam & Minta Izin Masuk

    Terkadang seseorang bertamu dengan memanggil-manggil

    nama yang hendak ditemui atau dengan kata-kata sekedarnya.

    Rasulullah Saw. mengajarkan, hendaknya seseorang ketika

    bertamu memberikan salam dan meminta izin untuk masuk. Allah

    Swt. berfirman:

    ٛا َػٍَٝ ُّ رَُغٍِّ َٚ ُْ َدزَّٝ رَْغزَأُِْٔغٛا ُٕٛا اَل رَْذُخٍُٛا ث١ُُٛرًب َغ١َْش ث١ُُٛرُِى َِ َٓ آ ٠َب أ٠ََُّٙب اٌَِّز٠

    َْ ُْ رَزَّوَُّشٚ ُْ ٌََؼٍَُّى ُْ َخ١ٌْش ٌَُى ٍَِْ٘ٙب َرٌُِى أَ

    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

    memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan

    memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik

    bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nȗr/24: 27)

    Dalam hal ini (memberi salam dan minta izin), sesuai

    dengan poin pertama, maka batasannya adalah tiga kali. Maksudnya

  • 37

    adalah, jika kita telah memberi salam tiga kali namun tidak ada

    jawaban atau tidak diizinkan, maka itu berarti kita harus menunda

    kunjungan kita kali itu. Adapun ketika salam kita telah dijawab,

    bukan berarti kita dapat membuka pintu kemudian masuk begitu

    saja atau jika pintu telah terbuka, bukan berarti kita dapat langsung

    masuk. Mintalah izin untuk masuk dan tunggulah izin dari sang

    pemilik rumah untuk memasuki rumahnya. Hal ini disebabkan,

    sangat dimungkinkan jika seseorang langsung masuk, maka „aib

    atau hal yang tidak diinginkan untuk dilihat belum sempat ditutupi

    oleh sang pemilik rumah. Sebagaimana diriwayatkan dari Sahal ibn

    Sa‟ad r.a. bahwa Nabi Saw. bersabda:

    ُّٞ ِْ٘ش ُْ لَبَي اٌضُّ صََٕب ُعْف١َب ِ َدذَّ ُٓ َػْجِذ َّللاَّ ُّٟ ْث صََٕب َػٍِ ْٓ َدذَّ ب أَََّٔه َ٘ب َُٕ٘ب َػ َّ َدفِْظزُُٗ َو

    َُ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِّٟ َصٍَّٝ َّللاَّ ْٓ ُجْذٍش فِٟ ُدَجِش إٌَّجِ ِِ ًٌ ََغ َسُج ِٓ َعْؼٍذ لَبَي اطٍَّ ًِ ْث ْٙ َع

    ُُ أَ ْٛ أَْػٍَ ِٗ َسْأَعُٗ فَمَبَي ٌَ ْذًسٜ ٠َُذهُّ ثِ ِِ َُ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِّٟ َصٍَّٝ َّللاَّ َغ إٌَّجِ َِ ْٕظُُش َٚ ََّٔه رَ

    ٌْجََصشِ ًِ ا ْٓ أَْج ِِ ُْ ًَ ااِلْعزِْئَزا ب ُجِؼ َّ ِٗ فِٟ َػ١َِْٕه إَِّٔ ُْٕذ ثِ ٌَطََؼ

    Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah

    menceritakan kepada kami Sufyan, Az Zuhri berkata; "Aku telah

    menghafalnya sebagaimana dirimu di sini, dari Sahl bin Sa'd dia

    berkata; "Seorang laki-laki pernah melongokkan kepalanya ke salah

    satu kamar Nabi Saw., waktu itu Nabi Saw. tengah membawa sisir

    untuk menyisir rambutnya, lalu beliau bersabda: "Sekiranya aku

    tahu kamu mengintip, sungguh aku akan mencolok kedua matamu,

    sesungguhnya meminta izin itu di berlakukan karena pandangan."(

    Al-Albani, 2012: 174)

    e. Ketukan Yang Tidak Mengganggu

  • 38

    Sering kali ketukan yang diberikan seorang tamu

    berlebihan sehingga mengganggu pemilik rumah. Baik karena

    kerasnya atau cara mengetuknya. Maka, hendaknya ketukan itu

    adalah ketukan yang sekedarnya dan bukan ketukan yang

    mengganggu seperti ketukan keras yang mungkin mengagetkan

    atau sengaja ditujukan untuk membangunkan pemilik rumah.

    f. Posisi Berdiri Tidak Menghadap Pintu Masuk

    Hendaknya posisi berdiri tamu tidak di depan pintu dan

    menghadap ke dalam ruangan. Poin ini juga berkaitan hak sang

    pemilik rumah untuk mempersiapkan dirinya dan rumahnya dalam

    menerima tamu. Sehingga dalam posisi demikian, apa yang ada di

    dalam rumah tidak langsung terlihat oleh tamu sebelum diizinkan

    oleh pemilik rumah. Sebagaimana amalan Rasulullah Saw. dari

    Abdullah bin Bisyr ia berkata:

    َُ إَِرا أَرَٝ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ َْ َسُعُٛي َّللاَّ ِٓ ثُْغٍش لَبَي َوب ِ ْث ْٓ َػْجِذ َّللاَّ ٍَ َػ ْٛ ثَبَة لَ

    ٠َمُُٛي َٚ ْٚ اأْل٠ََْغِش ِٓ أَ َّ ِٗ اأْل٠َْ ْٓ ُسْوِٕ ِِ ْٓ ٌَِى َٚ ِٗ ِٙ ْج َٚ ٍْمَبِء ْٓ رِ ِِ ٌْجَبَة ًْ ا ُْ ٠َْغزَْمجِ ٌَ

    ئٍِز ُعزُٛسٌ َِ ْٛ ْٓ َػ١ٍََْٙب ٠َ ُْ ٠َُى َٚس ٌَ َّْ اٌذُّ َرٌَِه أَ َٚ ُْ َُ َػ١ٍَُْى ََل ُْ اٌغَّ َُ َػ١ٍَُْى ََل اٌغَّ

    Artinya: “Dari Abdullah bin Busr, ia berkata, "Apabila Rasulullah

    Saw. mendatangi pintu seseorang atau suatu kaum, maka beliau

    tidak menghadap pintu dari arah depannya (pintu), melainkan dari

    sudut sebelah kanan atau dari sudut sebelah kiri dan mengucapkan,

    'Assalaamu 'alaikum' hal itu karena rumah-rumah pada waktu itu

    tidak terdapat tirai." Shahih: Al Misykah (4673) (HR. Abu Daud)

    g. Tidak Mengintip

  • 39

    Mengintip ke dalam rumah sering terjadi ketika seseorang

    penasaran apakah ada orang di dalam rumah atau tidak. Padahal

    Rasulullah Saw. sangat mencela perbuatan ini dan memberi

    ancaman kepada para pengintip, sebagaimana dalam sabdanya:

    ِ ََغ فِٟ ُجْذٍش فِٟ ثَبِة َسُعِٛي َّللاَّ َّْ َسُجًَل اطٍَّ ّٞ : أَ بِػِذ ًْٙ ثْٓ َعْؼٍذ اٌغَّ ػٓ َع

    ِ َغ َسُعِٛي َّللاَّ َِ َٚ َُ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِٗ َصٍَّٝ َّللاَّ ْذًسٜ ٠َُذهُّ ثِ ِِ َُ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ َصٍَّٝ َّللاَّ

    ْٕزَِظُشِٟٔ ُُ أَََّٔه رَ ْٛ أَْػٍَ َُ لَبَي ٌَ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ ب َسآُٖ َسُعُٛي َّللاَّ َّّ َسْأَعُٗ فٍََ

    َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ لَبَي َسُعُٛي َّللاَّ َٚ ِٗ فِٟ َػ١َِْٕه ُْٕذ ثِ ُْ ٌَطََؼ ْر ًَ اْْلِ ب ُجِؼ َّ َُ إَِّٔ

    ٌْجََصِش ًِ ا ْٓ أَْج ِِ

    Artinya: “Dari Sahal bin Sa'ad As-Saidi r.a., bahwasanya ada

    seorang lelaki yang mengintip pada lubang pintu Rasulullah Saw.

    Kebetulan, pada saat itu, beliau sedang membawa sisir yang

    dipergunakan untuk menggaruk kepalanya. Ketika Rasulullah Saw.

    melihat orang itu, beliau pun berkata, "Seandainya aku tahu

    bahwasanya kamu mengintipku, niscaya aku akan menusukkan

    sisir ini ke matamu." Selain itu, Rasulullah Saw juga bersabda,

    "Sebenarnya, izin itu disyariatkan hanya untuk memelihara

    pemadangan" (Musthofa, 1992: 955).

    Dalam riwayat yang lain juga disebutkan:

    ََغ فِٟ ْٓ اطٍَّ َِ َُ ٠َمُُٛي َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ َغ َسُعَٛي َّللاَّ ِّ ُ َع صََٕب أَثُٛ َُ٘ش٠َْشحَ أََّٔٗ َدذَّ

    ُْ فَفَمَئُٛا َػ١َُْٕٗ فَمَْذ ََ٘ذَسْد َػ١ُُْٕٗ ِٙ ٍَ ثَِغ١ِْش إِْرِٔ ْٛ َداِس لَ

    Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah

    SAW bersabda, "Barangsiapa melongok di rumah suatu kaum

    tanpa izin mereka, maka cungkillah matanya, sesungguhnya

    matanya telah (halal) binasa sia-sia."(HR. Abu Daud)

    Dari kedua hadis di atas dapat penulis simpulkan bahwa

    mengintip rumah orang yang akan kita kunjungi itu sangat tidak

  • 40

    sopan dan tidak dicontohkan oleh Nabi. Karena hal tersebut

    ditakutkan akan membuat tuan rumah jengkel atau semisalnya, dan

    dikhawatirkan tamu akan melihat aib yang ada pada tuan rumah.

    h. Pulang Kembali Jika Disuruh Pulang

    Kita harus menunda kunjungan atau dengan kata lain

    pulang kembali ketika setelah tiga kali salam tidak di jawab atau

    pemilik rumah menyuruh kita untuk pulang kembali. Sehingga jika

    seorang tamu disuruh pulang, hendaknya ia tidak tersinggung atau

    merasa dilecehkan karena hal ini termasuk adab yang penuh

    hikmah dalam syari‟at Islam. Di antara hikmahnya adalah hal ini

    demi menjaga hak-hak pemilik rumah. Allah Swt. berfirman:

    ُُ اْسِجُؼٛا ًَ ٌَُى ْْ ل١ِ إِ َٚ ُْ َْ ٌَُى ُْ رَِجُذٚا ف١َِٙب أََدًذا فَََل رَْذُخٍَُٛ٘ب َدزَّٝ ٠ُْؤَر ٌَ ْْ ِ فَئ

    ٌُ َْ َػ١ٍِ ٍُٛ َّ ب رَْؼ َّ ُ ثِ َّللاَّ َٚ ُْ َٛ أَْصَوٝ ٌَُى فَبْسِجُؼٛا ُ٘

    Artinya: “Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka

    janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika

    dikatakan kepadamu: Kembali (saja) lah, maka hendaklah kamu

    kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang

    kamu kerjakan.” (QS. An-Nȗr/24: 28)

    i. Menjawab Dengan Nama Jelas Jika Pemilik Rumah Bertanya

    “Siapa?”

    Terkadang pemilik rumah ingin mengetahui dari dalam

    rumah siapakah tamu yang datang sehingga bertanya, “Siapa?”

    Maka hendaknya seorang tamu tidak menjawab dengan “saya” atau

  • 41

    “aku” atau yang semacamnya, tetapi sebutkan nama dengan jelas.

    Sebagaimana terdapat dalam riwayat dari Jabirr.a. dia berkata,

    َْٕىِذِس لَبَي ُّ ٌْ ِٓ ا ِذ ْث َّّ َذ ُِ ْٓ صََٕب ُشْؼجَخُ َػ ٍِِه َدذَّ َّ ٌْ ُٓ َػْجِذ ا َُ ْث َِ٘شب ١ٌِِذ َٛ ٌْ صََٕب أَثُٛ ا َدذَّ

    ِٗ ُ َػ١ٍَْ َّٟ َصٍَّٝ َّللاَّ ب ٠َمُُٛي أَر١َُْذ إٌَّجِ َّ ُْٕٙ ُ َػ َٟ َّللاَّ ِ َسِض َٓ َػْجِذ َّللاَّ ْؼُذ َجبثَِش ْث ِّ َع

    ٍٓ َوب َُ فِٟ َد٠ْ َعٍَّ ٍُْذ أََٔب فَمَبَي أََٔب أََٔب َٚ ْٓ َرا فَمُ َِ ٌْجَبَة فَمَبَي َْ َػٍَٝ أَثِٟ فََذلَْمُذ ا

    ُ َوِشََ٘ٙب َوأََّٔٗ

    Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid Hisyam

    bin Abdul Malik telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari

    Muhammad bin Al Munkadir dia berkata; saya mendengar Jabir bin

    Abdullah radliallahu 'anhuma berkata; "Aku menemui Nabi Saw.

    karena hutang ayahku, lalu aku mengetuk pintu rumah beliau, beliau

    bertanya;: "Siapakah itu?" aku menjawab; "Saya." Beliau bersabda:

    "Saya, saya!." Seolah-olah beliau membencinya” (Al-Albani, 2012:

    177)

    j. Menggunakan Bahasa yang Santun

    Apabila silaturrahim dengan menggunakan media sosial,

    maka perhatikan penulisan dan gaya bahasa yang sopan dan

    santun. Begitupun ketika bersilaturrahim langsung dengan tatap

    muka, maka perhatikan akhlak dan tingkah laku serta tutur kata

    yang sopan dan santun. Di samping itu jangan sakiti hati tuan

    rumah, misalnya ketika diberi suguhan maka harus dihabiskan,

    karena mngkin saja tuan rumah telah bersusah payah untuk

    membuat hidangan bagi tamunya. Oleh karenanya hargailah setiap

    pemberian yang diberikan dari tuan rumah.

  • 42

    Demikian adab/ etika yang harus diperhatikan dan

    diamalkan ketika kita hendak bersilaturrahim ke rumah orang

    maupun bersilaturrahim melalui media sosial.

  • 43

    BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Dapat penulis tarik kesimpulan bahwa terdapat nilai-nilai

    pendidikan dalam surat an-Nisā‟ ayat 1 yaitu

    1. Terdapat nilai pendidikan akidah dalam al-Qur‟an Surat an-Nisā‟ ayat

    1, yaitu: perintah untuk bertakwa kepada Allah Swt . yang kedua,

    terdapat ilai pendidikan sosial yaitu perintah untuk menjaga tali

    silaturrahim baik itu dengan kerabat yang sedarah maupun yang tidak

    satu keturunan.

    2. Implementasi nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam Surat an-

    Nisā‟ ayat 1 dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lakukan dengan

    bertakwa kepada Allah, degan menjalankan segala peritah-peritah-Nya

    dan menjauhi segala larangan-Nya, serta beribadah semata-mata hanya

    menginginkan ridha-Nya. Sedangkan penerapan silaturrahim dapat kita

    amalkan etika bersilaturrahim/bertamu dalam masyarakat, seperti

    contoh mengucapkan salam dan mengetuk pintu sebelum masuk

    rumah, bersikap sopan dan santun, dan sebagainya.

    B. Saran

    Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan di atas, penulis

    menyampaikan beberapa saran sebagai berikut: Hendaknya pendidikan

    yang berlandaskan Islam sudah semestinya kita lakukan dalam kehidupan

  • 44

    sehari-hari kita. Terutama bagi seorang guru, mengajarkan untuk bertakwa

    kepada Allah semata dan bersilaturrahim baiknya tidak hanya sekedar

    pembelajaran di kelas semata, namun juga harus ada keteladanan yang

    nyata.

    Akhirnya penulis hanya merasa beruntung telah menyelesaikan

    tulisan ini, tentu masih banyak kekurangan dan kelemahan. Semoga

    skripsi ini dapat menambah bahan diskusi untuk kajian selanjutnya.

  • 45

    DAFTAR PUSTAKA

    Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2012. Ringkasan Shahih Bukhari V.

    Terjemahan oleh Amir Hamzah Fachrudin. Cet 1. Jakarta: Pustaka

    Azzam.

    _______ .2008. Mukhtashar Shahih Abu Daud. Kampungsunnah. Diakses 11

    Maret 2018, dari Yoga Pernama.

    Al-Kalām Digital. 2009. Bandung: Diponegoro.

    Al-Qur‟an dan Terjemah. 1420 H. Madinah: Mujamma‟.

    Bahreisy, Salim dkk. 2010. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2.

    Surabaya: PT Bina Ilmu

    Daradjat, Zakiah dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

    Departemen Agama Republik Indonesia. 2010. Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi

    yang Disempurnakan) jilid II.. Jakarta: Lentera Abadi.

    Hadi, Sutrisno. 1981. Metode Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi

    Universitas Gadjah Mada.

    Hermawan, Acep. 2011. Ulumul Qur‟an Ilmu untuk Memahami Wahyu.

    Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset.

    Khon, Abdul Majid. 2009. Ulumul Hadis. Cet II. Jakarta: Amzah.

    Nurdin, Ali. 2006. Quranic Society: Menelusuri Konsep masyarakat ideal

    dalam Al-Qur‟an. Jakarta: Erlangga.

    Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus

    Wa Dzurriyyah.

    Marimba, Ahmad D.. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: PT

    Ma‟arif.

    Muslim, Imam Abi Husein. 1992. Tarjamah Shahih Muslim III. Terjemahan

    oleh Adib Bisri Musthofa. Semarang: Asy-Syifa‟.

    Nawawi, Imam. 2003. Terjemah Riyadush Shalihin, takhrij Syaikh M.

    Nashiruddin Al Albani jilid 2. Cetakan Duta Ilmu.

  • 46

    Purwadaminta, W.J.S.. 1999. Kamus Umum bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

    Pustaka.

    Qomariah, Nurul, 2014. Mulai Saja dai Hal-Hal Kecil: Ragam Ibadah Riga

    Peumpas Rasa Malas. Jogjakarta: Diva Press.

    Setiadi, Elly M. dkk.. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.

    Shihab, M. Quraish. 2007. Wawasan Al-Qur‟an. Cet XIX. Bandung: Mizan

    Pustaka.

    _______. 2008. Sejarah dan Ulum Al-Qur‟an. Jakarta: Pusataka Firdaus.

    _______. 2012. Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surat Al-

    Qur‟an). Tangerang: Lentera Hati.

    _______. 2016. Yang Hilang dari Kita Akhlak. Tangerang: Lentera Hati.

    Sudira, Putu. 2009. Studi Mandiri Grounded Theory. Yogyakarta.

    Suyanto, Agus. 1983. Psikologi Umum. Jakarta : Aksara Baru.

    Syadzaly, Ahmad. 1997. Ulumul Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia.

    Tim Penyusun Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus

    Bahasa Indonesia. Jakarta.

    Tim Penyusun Studi Islam IAIN Sunan Ampel. 2005. Pengantar Studi Islam.

    Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.

    Ulwan, Abdullah Nashih. 1997.. Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam. Arab Saudi:

    Darus Salam.

    Undang-Undang Sisdiknas UU RI No.20 Th. 2003. 2009. Jakarta: Sinar

    Grafika.

    Zuhdi, Masjfuk. 1997. Pengantar Ulumul Qur‟an. Surabaya: Karya Abditama.

    Hadis web. Kumpulan dan Referensi Belajar Hadits. http:/ /opi.110mp.com/

  • 47

    PEDOMAN TRANSLITERASI

    Arab ke Latin

    Arab Latin Arab