problematika santri dalam menghafal al-qur`an

159
PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN DI PESANTREN TAḤFIẒ ALIF CIPUTAT TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.) Oleh : Tamala Utami 11150340000178 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR FAKUKTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M

Upload: others

Post on 12-Apr-2022

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

DI PESANTREN TAḤFIẒ ALIF CIPUTAT TANGERANG

SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)

Oleh :

Tamala Utami

11150340000178

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR

FAKUKTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H / 2020 M

Page 2: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

TRADISI MENGHAFAL AL-QUR`AN DI PESANTREN TAḤFIẒ ALIF

CIPUTAT TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)

Oleh :

Tamala Utami

11150340000178

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H / 2020 M

Page 3: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

Nama : Tamala Utami

NIM : 11150340000178

Fakultas/ Jurusan : Ushuluddin/ Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir

Dengan kesadaran dan tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan,

saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu

(S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi berdasarkan ketentuan yang berlaku di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 4: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

dc

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN DI PESANTREN TAḤFIẒ ALIF CIPUTAT TANGERANG SELATAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 November 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 25 Januari 2021

Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha, M.Ag

Fahrizal Mahdi Lc., MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr. Abdul Hakim Wahid S.H.I, M.A

Hasanuddin Sinaga, M.A. NIP. 19780424 201503 1 001 NIP. 19701115 199703 1 002

Pembimbing,

Maulana M. Ag NIP. 19650207 199903 1 001

Page 5: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

iv

ABSTRAK

Tamala Utami 11150340000178

Problematika Santri Dalam Menghafal Al-Qur`an Di Pesantren

Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan

Skripsi ini ingin menjelaskan jawaban atas pertanyaan bagaimana

kendala santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif dalam menghafal al-Qur`an. Hal

ini dilakukan karena capaian hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif belum

maksimal. Alasan penulis memilih Pesantren Taḥfiẓ Alif adalah Pesantren

dengan program menghafal al-Qur`an 30 juz selama dua tahun dan

dikhususkan untuk mahasiswi yang ingin menghafal al-Qur`an namun

masih tetap bisa melanjutkan aktivitas perkuliahan sehingga lokasinya

sengaja dibangun sekitar lingkungan kampus UIN Jakarta, IIQ Jakarta dan

UMJ. Efektifitas program yang ditawarkan Pesantren Taḥfiẓ Alif ternyata

masih kurang mengingat santri yang sudah tinggal selama dua tahun

mendapatkan hasil yang berbeda-beda sehingga terdapat santri yang tidak

mampu mencapai khatam dua tahun tetap terjadi di tahun-tahun

berikutnya. Penelitian ini ingin menguji pertanyaan Bagaimana proses

pencapaian santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif dalam program dua tahun

khatam 30 juz?

Untuk mendapatkan jawaban atas rumusan masalah di atas, penulis

menempuh penelitian lapangan (field research). Subjeknya terdiri dari 12

santri yang sudah tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alifselama dua tahun. Data

ini dianalisis dengan pendekatan metode kualitatif dengan cara memilah

data yang dikumpulkan berdasarkan pengalaman santri tentang menghafal

al-Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif, baik dari segi kendala maupun unsur

pendukung melalui wawancara online menggunakan voice note, koding

data, deskripsi hasil koding, dan klasifikasi.

Adapun hasil penelitian ini adalah program khatam dua tahun terdapat

tiga pencapaian yaitu tepat waktu, lebih cepat dan tidak tercapai.

Problematika yang dialami oleh santri dalam menghafal al-Qur`an terbagi

menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal

adalah rasa malas dan hati yang kotor sedangkan faktor eksternal adalah

kegiatan kuliah, mengajar, dan terdapat ayat-ayat yang sulit. Cara santri

untuk menghadapi kendala tersebut adalah memotivasi diri dengan

mengingat kembali niat awal menghafal dan mengatur waktu kondusif

sehari-hari.

Kata kunci: Problem Menghafal al-Qur`an, Pesantren Taḥfiẓ al-Qur`an.

Page 6: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

v

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha

Penyayang. Segala puji hanya milik Allah, Dia adalah Zat Yang Maha

Mencukupi, dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis

sehingga skripsi ini berhasil penulis selesaikan. Salawat dan salam

senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw., pembawa pelita hati

bagi manusia, parasahabat dan para keluarganya serta kepada orang-orang

yang hingga hari berbangkit nanti, hari perjumpaan dengan Allah Swt.

Skripsi dengan judul “Tradisi Menghafal al-Qur`an di Pesantren

Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan” penulis susun dalam rangka

memenuhi dan melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Agama Islam (S. Ag.) pada Program Studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian

skripsi ini. Kepada mereka semua, penulis tidak lupa mengucapkan

jazākumullāh aḥsanal jazā.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini

masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan yang dimiliki penulis.

Namun berkat bantuan, motivasi dan doa dari berbagai pihak, akhirnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu sebagai tanda

syukur dan penghargaan yang tulus, penulis menghaturkan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA, selaku Rektor

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

Page 7: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

vi

jajarannya, dan bapak Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin, dan Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag selaku Ketua Jurusan

Ilmu al-Qur`an dan Tafsir. Serta Bapak Fahrizal Mahdi Daulay, Lc.

MA selaku Sekertaris Jurusan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir.

2. Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Kusmana Ph.D

selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ushuluddin, Dr.

Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku Wakil Dekan II Bagian

Administrasi Umum Fakultas Ushuluddin dan Dr. Media Zainul

Bahri, MA selaku Wakil Dekan III Bagian Kemahasiswian Fakultas

Ushuluddin.

3. Maulana, M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus menjadi

dosen penasehat akademik yang yang telah membuka jalan saya

menuju ujian seminar proposal skripsi dengan menyetujui judul

skripsi yang saya ajukan.serta dengan besar hati meluangkan

waktunya untuk memberikan arahan, saran dan semangat kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga akhirnya bisa

sampai ke meja Munaqasyah.

4. Seluruh Tim Penguji Sidang Munaqasyah baik Ketua Sidang, Penguji

I, Penguji II, Sekertaris dan Pembimbing.

5. Seluruh dosen dan staff Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah khususnya Jurusan Tafsir Hadis yang telah

mentransfer ilmu pengetahuan dan pengalaman yang tak ternilai

harganya kepada penulis. Serta kepada seluruh civitas Akademik UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan

terbaiknya selama penulis menyelesaikan administrasi.

6. Pimpinan dan staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Pusat Studi

Page 8: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

vii

Al-Qur`an (PSQ), Perpustakaan LTTQ Fathullah, yang membantu

penulis mendapatkan referensi yang dibutuhkan.

7. Teristimewa kepada orang tua tercinta, Ayahanda alm. Uta Sutari.

Terimakasih karena telah menjadi sosok yang sangat menginspirasi

dalam hidup penulis sehingga penulis bisa berdiri sekuat baja sampai

penulis bisa menyelesaikan studi S1, kepada Ayahanda Ahmad Rifa’i

dan Ibunda Lely Leana Puspita. Terima kasih atas kasih sayang,

dukungan materi, nasihat dan doa-doa yang tak pernah usai

dipanjatkan untuk penulis. Kepada emak Jumsiti yang selalu

memberikan semangat untuk bisa wisuda kepada penulis setiap kali

bertemu dan senantiasa memberikan doa terbaik setiap waktu. Terima

kasih karena telah sabar menunggu penulis sampai tahap akhir ini.

8. Adik-adikku tersayang, Febry Nur’alifah dan Wulandari Siti

Khalidiyah yang telah memotivasi, memberikan perhatian yang luar

biasa sehingga selalu menjadi support sistem terbaik dan atas doa

terbaik yang telah selalu dipanjatkan untuk penulis.

9. Aang Ahmad Ali Fauzi S.Ag, yang telah banyak berkontribusi untuk

skripsi ini sehingga skripsi ini bisa selesai. Terimakasih atas doa yang

selalu terpanjat, waktu yang sudah terbuang, tenaga yang telah

terkuras, materi yang ikut diberikan, fikiran yang telah tercurah dan

semua yang telah dikerahkan untuk skripsi penulis. Terimakasih juga

karena tetap bertahan menemani penulis di akhir studi ini, sudah

banyak memberi nasihat, motivasi, dan energi positif lainnya yang

sangat mempengaruhi produktivitas penulis sehingga penulis tetap

bisa menyelesaikan masalah-masalah yang sedang dihadapi termasuk

menyelesaikan skripsi ini. Semua yang telah diberikan kepada penulis

tidak akan pernah terlupakan, semoga Allah balas kebaikan dan

keberkahan yang banyak untuknya dan untuk keluarganya.

Page 9: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

viii

10. Ustadz Fu’ad dan Ustdzah Malih Laila Najihah, Lc. MA, seluruh

keluarga Rumah Taḥfiẓ Alif dan Ibu Hj. Maria Ulfa, seluruh keluarga

Pondok Pesantren al-Qur`an Baitul Qurro, dan Mah’had Al-Jami’ah

Pesantren Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakata, Bunda atas segala bimbingan, nasihat dan kebersamaannya

selama ini yang telah memberi warna baru kepada kehidupan penulis,

juga tempat tinggal yang baik kepada penulis selama menjadi

mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakata.

11. Keluarga Besar Bidikmisi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakata 2015, Keluarga Besar Ikatan Pemuda Pelajar

Mahasiswi Kuningan, Lembaga Gurungaji.id, lembaga IQRA, dan

Kak Lufaefi S.Ag atas kebersamaan dalam berbagi informasi, arahan

positif dan diskusi akademik sehingga penulis memiliki jaringan

untuk mencari wawasan yang lebih luas dalam bidang organisasi

maupun bidang studi penulis.

12. Bapak KH. Cucun Mansyur Abbas dan Ibu Hj. Lilis Faizah dan

keluarga Besar Pondok Pesantren Miftahutthalibin Kuningan yang

telah mengarahkan penulis untuk kuliah di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakata dan senantiasa memberikan nasihat dan

doa terbaiknya.

13. Teman-teman Pesantren Taḥfiẓ Alif, yang telah menemani hari-hari

saat masak, dan berjuang dengan setoran serta skripsian, KKN 026

INK SQUAD, dan teman-teman satu perjuangan IAT 2015 dan TH-D

2015 yang telah menginspirasi dan menjadi keluarga baru untuk

penulis.

14. Kepada ning Siti Ar-Risalatus Sa`diyah, Idayanti Hasibuan, Amira

Balqis, Zakiya Zahara, Salma Itsnaini dan Laila terimakasih telah

selalu memberikan support agar penulis bisa semangat menyelesaikan

Page 10: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

ix

skripsi. Tak lupa Ayu Zaeni Lestari S.Pd, yang selalu memberi

nasihat saat penulis merasa duka maupun suka saat mengerjakan

skripsi.

15. Serta seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna

dikarenakan keterbatasan pengalaman dan ilmu yang dimiliki penulis.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan

bahkan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini

dapat memberikan manfaat, khususnya kepada penulis, dan umumnya

kepada para pecinta studi keislaman. Semoga Allah Swt. meridainya.

Jakarta, 1 Januari 2021

Tamala Utami

Page 11: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

x

PEDOMAN TRANSLITERASI

Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nomor:158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987

1. Padana Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf

Arab

Huruf

Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ṡ es dengan titik di atas ث

J Je ج

ḥ ha dengan titik di bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Ż zet dengan titik di atas ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

Page 12: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

xi

ṣ es dengan titik di bawah ص

ḍ de dengan titik di bawah ض

ṭ te dengan titik di bawah ط

ẓ zet dengan titik di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan “ ع

gh ge dan ha غ

F Ef ف

Q Qi ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ` ء

Y Ye ي

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Page 13: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

xii

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatḥah

I Kasrah

U Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي Ai a dan i

و Au a dan u

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ا Ā a dengan topi di atas

ي Ī i dengan topi di atas

و Ū u dengan topi di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf ال dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah

maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-diwān

bukan ad-diwān.

Page 14: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

xiii

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda tasydīd ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan

dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda

syaddah itu. Tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda

syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf

syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darūrah melainkan al-

darūrah, demikian seterusnya.

6. Ta Marbūtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta’ marbūtah terdapat pada

kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi

huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta’

marbūtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun,

jika ta’ marbūtah tersebut diikuti oleh kata benda (ism), maka huruf

tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Tarīqah طريقة 1

al-jāmī’ah al-islāmiyyah الجامعة الأسلامية 2

waḥdat al-wujūd وحدة الوجود 3

Page 15: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

xiv

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam

alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain

untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal, nama tempat, nama

bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang,

maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Ḥāmid al-

Ghazālī bukan Abū Ḥāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring

(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis

dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,

demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan

meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis

Abdussamad al-Palimbani tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbani, Nuruddin

al-Raniri tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (isim), maupun huruf

(ḥarfu) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara

atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada

ketentuan-ketentuan di atas.

Page 16: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

xv

Kata Arab Alih Aksara

Wallahu ja’ala lakum min والله جعل لكم من ان فسكم

anfusikum

م احل لكم الطيبت الي و Alyawma uḥilla lakumu al-

ṭayyibātu

Wa al-ṭayyibātu li al-ṭayyibīna wa يب ون للطيبت والطيبت للطيبي والط

al-ṭayyibūna li al-ṭayyibāti

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.

Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu

dialihaksarakan. Contoh: Nurcholis Madjid, bukan Nūr Khālia Majīd;

Mohamad Roem, bukan Muhammad Rūm; Fazlur Rahman, bukan Fazl al-

Rahmān.

9. Singkatan

Huruf Latin Keterangan

Swt Subḥanahu wa ta`ālā

Saw Ṣalla Allāh `alaihi wa sallam

QS. Quran Surat

M Masehi

H Hijriah

W Wafat

Page 17: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

xvi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .................................................ii

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH .....................iii

ABSTRAK ............................................................................iv

KATA PENGANTAR ..........................................................v

PEDOMAN TRANSLITERASI .........................................x

DAFTAR ISI ........................................................................xvi

DAFTAR TABEL ................................................................xix

DAFTAR BAGAN ...............................................................xx

BAB I PENDAHULUAN ....................................................1

A. Latar Belakang .............................................................1

B. Permasalahan ................................................................5

1. Identifikasi Masalah ................................................5

2. Pembatasan Masalah ................................................6

3. Rumusan Masalah ....................................................6

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ....................6

D. Tinjauan Pustaka ...........................................................8

E. Metode Penelitian .........................................................15

1. Jenis Penelitian ........................................................15

2. Sumber Data ............................................................16

3. Metode Pengumpulan Data .....................................17

F. Sistematika Penulisan ....................................................19

Page 18: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

xvii

BAB II HAFALAN AL-QUR`AN DI PESANTREN

A. TRADISI MENGHAFAL AL-QUR`AN

1. Pengertian Tradisi ....................................................... 38

2. Sejarah Munculnya Tradisi Menghafal di Pesantren .. 42

B. Menghafal Al-Qur`an

1. Pengertian Menghafal Al-Qur`an ........................... 48

2. Metode-metode Menghafal Al-Qur`an .................. 51

3. Penghafal Ideal ....................................................... 55

4. Keutamaan Menghafal Al-Qur`an.......................... 58

BAB III BIOGRAFI DAN POTRET PESANTREN

A. POTRET PESANTREN TAḤFIẒ ALIF CIPUTAT

TANGERANG SELATAN

1. Sejarah Singkat Pesantren Taḥfiẓ Alif ................... 64

2. Visi dan Misi Pesantren Taḥfiẓ Alif....................... 65

3. Legalitas Pesantren Taḥfiẓ Alif .............................. 67

4. Pembimbingan Menghafal al-Qur`an ..................... 69

5. Kegiatan Menghafal al-Qur`an .............................. 73

6. Fasilitas .................................................................. 75

7. Ekstrakurikuler ....................................................... 76

8. Profil Alumni ......................................................... 77

9. Profil Informan ...................................................... 78

BAB IV TRADISI MENGHAFAL AL-QUR`AN DI

PESANTREN ALIF CIPUTAT TANGERANG SELATAN

Page 19: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

xviii

A. Pengetahuan Menghafal al-Qur`an Santri dan Pandangan

terhadap Penghafal al-Qur`an ....................................... 78

B. Faktor Penghambat dan Pendukung Santri Dalam

Menghafal Al-Qur`an

1. Faktor Penghambat .................................................. 90

2. Solusi Menghadapi Kendala Menghafal Al-Qur`an 93

3. Faktor Pendukung .................................................. 96

C. Manfaat dan Dampak Menghafal al-Qur`an bagi Santri

Pesantren Taḥfiẓ Alif

1. Manfaat Menghafal al-Qur`an .............................. 100

2. Dampak Menghafal al-Qur`an ............................. 103

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ............................................................... 110

B. SARAN ........................................................................... 111

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 112

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 20: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Setoran ..................................... 70

Tabel 3.2. Profil Alumni ...................................................... 77

Tabel 3.3. Profil Informan .................................................... 78

Tabel 4.1. Argumen Santri Terkait Menghafal Al-Qur`an .. 83

Page 21: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

xx

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Struktur Organisasi Pesantren ............................. 72

Bagan 4.1 Argumen Santri Terkait Penghafal Al-Qur`an ... 83

Bagan 4.2 Motivasi Santri Dalam Menghafal al-Qur`an .... 89

Bagan 4.3 Faktor Penghambat Santri Dalam Menghafal Al-

Qur`an ................................................................................. 93

Bagan 4.3 Faktor Pendukung Santri Dalam Menghafal Al-

Qur`an ................................................................................. 100

Page 22: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu keistimewaan al-Qur`an adalah kemudahan yang

diberikan Allah kepada orang yang mau dengan sungguh-sungguh

mempelajarinya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surah al-

Qamar/54: 40.

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur`an untuk pelajaran,

maka adakah orang yang mengambil pelajaran?.1

Di dalam surat al-Qamar, ayat tersebut disebutkan sebanyak 4 kali.

Hal ini bertujuan untuk menegaskan bahwa Allah telah memudahkan

al-Qur`an untuk dibaca dan dihafalkan serta mudah untuk dipahami

makna yang terkandung di dalamnya. Selain itu, agar al-Qur`an juga

mudah untuk dihayati bagi siapa saja yang ingin mengambil pelajaran

darinya.2

Seorang muslim wajib mengimani bahwa al-Qur`an adalah benar

dengan tanpa meragukan sedikitpun kebenaran isinya. Selain

mengimani kebenarannya, terdapat lima tanggung jawab lain yang

1 Ahmad bin Salim Baduwailan, Menjadi Hafizh Tips dan Motivasi Menghafal

al-Qur’an, (Yogtakarta: Qirtas, 2016), h. vii. 2 Yahya Abdul Fattah al-Zawawi, Revolusi Menghafal al-Qur’an, (Surakarta:

Insan Kamil, 2015), h. 7-8.

Page 23: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

2

harus direalisasikan terhadap al-Qur`an, yatu: Tilāwah3, Tafsīr4,

Taṭbiq5, Tablig6, dan Tahfiż. Setiap muslim wajib memiliki hafalan al-

Qur`an walaupun hanya sebagian, bisa sebagian kecil atau sebagian

besar. Hal ini karena menghafalkan al-Qur`an secara keseluruhan

hukumnya farḍu kifāyah, sedangkan menghafal sebagian dari al-

Qur`an hukumnya farḍu ‘ayn.7

Pada zaman Nabi Saw, para sahabat memiliki semangat yang

tinggi dalam membaca dan menghafalkan al-Qur`an. Dari kalangan

3 Tilāwah al-Qur`an adalah membaca ayat suci al-Qur`an dengan baik dan benar.

Baik dan benar yang dimaksud adalah tartil. Tartil yaitu menampakkan huruf-hurufnya

dan berhati-hati melafalkannya. Lihat Titin Setiyawati, “Hubungan antara Tilawah Al-

Qur`an dengan Kesiapan Belajar Siswa Kelas IX di MTs Muhammadiyah Wangon Tahun

Pelajaran 2016/2017” (Skripsi S1., Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2017), h 7. 4 Tafsīr adalah ilmu yang membahas tentang kandungan al-Qur`an baik dari segi

pemahaman makna atau artinya. Tafsīr bertujuan untuk menjelaskan, menerangkan,

menyingkap kandungan al-Qur`an sehingga dapat dijumpai suatu hikmah, hukum

ketetapan, dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Lihat Listiawati, Tafsir Ayat-Ayat

Pendidikan: Edisi 1, (Depok: PT. Kharisma Putra Utama, 2017), h. 2,

https://books.google.co.id/books?id=H-

VNDwAAQBAJ&pg=PA2&dq=tafsir+adalah&hl=jv&sa=X&ved=0ahUKEwi9z8_M4O

zoAhWPaCsKHWCyAUsQ6AEIMTAC#v=onepage&q=tafsir%20adalah&f=false.

membaca ayat suci al-Qur`an dengan baik dan benar. Baik dan benar yang

dimaksud adalah tartil. Tartil yaitu menampakkan huruf-hurufnya dan berhati-hati

melafalkannya. Lihat Titin Setiyawati, “Hubungan antara Tilawah Al-Qur`an dengan

Kesiapan Belajar Siswa Kelas IX di MTs Muhammadiyah Wangon Tahun Pelajaran

2016/2017” (Skripsi S1., Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2017), h 7. 5 Taṭbiq adalah menerapkan, mengimplementasaikan, dan mengamalkan al-

Qur`an dalam kehidupan sehari-hari. Lihat D. M. Makhyaruddin, Rahasia Nikmatnya

Menghafal Al-Qur`an, (Jakarta: Mizan Digital Publishing, 2013), h. 273,

https://books.google.co.id/books?id=JQhQDAAAQBAJ&pg=PA273&lpg=PA273&dq=t

atbiq+adalah+menerapkan+alquran&source=bl&ots=BPtOI9_Qjc&sig=ACfU3U3wtKM

w9WWaBrQW17_T9Qk5tS7lBw&hl=jv&sa=X&ved=2ahUKEwjveyV8OzoAhWXWX

0KHX3xBAYQ6AEwB3oECAoQAQ#v=onepage&q=tatbiq%20adalah%20menerapkan

%20al-Qur`an&f=false. 6 Tablig adalah menyampaikan. Dalam aktivitas dakwah, tablig berarti

menyampaikan ajaran islam kepada orang lain. Lihat Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah,

(Jakarta: Kencana, 2017), h. 17,

https://books.google.co.id/books?id=zcq2DwAAQBAJ&pg=PA17&dq=tablig+adalah&h

l=jv&sa=X&ved=0ahUKEwi2yOHUkO3oAhXTWisKHSKBBo8Q6AEIMTAC#v=onep

age&q&f=false. 7 Arham bin Ahmad Yasin, Agar Sehafal Al-Fatihah, (Bogor: CV Hilal Media

Grup, 2014), h. 11.

Page 24: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

3

kaum Muhajirin seperti Abū Bakr, ‘Umar ibn al-Khattāb, Uṡmān, ‘Alī

ibn Abī Ṭālib, ‘Abd Allah ibn Mas’ūd, Abū Hurayrah, ‘Abd Allah ibn

‘Abbās, ‘Abd Allah ibn ‘Umar, ‘Abd Allah ibn Zubayr, dan ‘Abd

Allah ibn ‘Amrin, dan dari kalangan Anshar seperti ‘Ubādah ibn al-

Ṣāmit, Majmaʻ ibn Jāryyah, Fuḍālah ibn ‘Ubayd, dan Maslāmah ibn

Makhlād mereka adalah nama-nama sahabat penghafal al-Qur`an.8

Semangat kebaikan yang dibawa oleh para sahabat tersebut

ternyata melekat sampai ke zaman mendatang secara turun temurun

sehingga menjadi sebuah tradisi. Hal ini terlihat dari banyaknya

lembaga pendidikan islam yang memperdalam ilmu tentang al-Qur`an

sebagai kurikulum utamanya seperti lembaga pesantren dan lembaga

pendidikan al-Qur`an yang menyebar luas di seluruh Indonesia.9

Pada umumnya, pembangunan pesantren al-Qur`an yang berfokus

pada menghafal al-Qur`an dilatar belakangi oleh tujuan untuk

mencetak generasi yang mempunyai hafalan al-Qur`an oleh siapa saja

yang ingin menjadi peserta atau santri di lembaga tersebut. Namun

dalam wawancara penulis dengan pembimbing Pesantren Taḥfiẓ Alif

Ciputat, penulis menemukan hal yang menarik untuk dikaji yaitu

ketika sebuah pesantren al-Qur`an memiliki latar belakang

mentradisikan menghafal al-Qur`an yang dikhususkan untuk kalangan

8 Banyaknya para sahabat yang menghafal al-Qur`an adalah karena Nabi Saw.

telah mengobarkan semangat kepada mereka untuk berlomba menghafal al-Qur`an. Salah

satu dari cara Nabi menyebarkan ilmu tentang al-Qur`an adalah Nabi mengutus para

qurrā` atau ahli al-Qur`an ke berbagai kota untuk mengajarkan dan membacakan al-

Qur`an kepada penduduknya. Salah satu sahabat yang diutus adalah Mūsā ibn Umayr dan

Ibn Ummī Maktūm ke Madinah serta mengutus juga Muʻāż ibn Jabal ke Mekkah untuk

mengajarkan agama Islam dan al-Qur`an serta menghafalkannya. Sebagaimana yang

dijelaskan al-Qurṭubī bahwa pada pertemuan Yamāmah dan Maunah menyebabkan

masing-masing 70 qurrā` meninggal dunia. Lihat al-Suyūṭī, Al-Itqān fī ‘Ulum al-Qur`an,

Jilid 1, (Mesir: Musṭafā al-Halabī, 1370), h. 72. 9 Jumlah dari statistik data pesantren yang terdapat di 34 Propinsi di Indonesia

per 2019 mencapai 26.965 pesantren. Lihat Pangkalan Data Pondok Pesantren, Diakses,

19 April 2020, https://ditpdpontren.kemenag.go.id/pdpp/statistik.

Page 25: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

4

mahasiswi dengan menjadikan tradisi tersebut bagian dari aktivitas

wajib selain dari kegiatan di dalam kampus maupun di luar kampus.

Dengan aktivitas yang padat, mereka mampu mengagendakan secara

khusus kegiatan membaca dan menghafal al-Qur`an di sela-sela waktu

senggang yang ada dalam kesehariannya. Dari latar belakang tersebut,

berdirilah Pondok Pesantren guna mewadahi dan memfasilitasi

mahasiswi yang bersedia untuk mentradisikan kegiatan membaca dan

menghafal al-Qur`an ke dalam agenda rutin sehari-hari.

Pondok Pesantren atau Pesantren merupakan bagian dari ragam

lembaga pendidikan yang terdapat di Indonesia dengan jumlah yang

begitu banyak.10 Pesantren sudah menjadi bagian dari masyarakat

karena Pesantren mampunyai peran yang besar sebagai lembaga

pendidikan bagi masyarakat. Karena dalam perjalananannya,

Pesantren mampu menjadikan masyarakat yang agamis, rukun dan

berbudaya.

Pada kasus Pesantren yang berdiri pada lingkungan kampus,

Pesantren menjadi sarana favorit untuk menunjang keberlangsungan

aktivitas di luar perkuliahan agar pada saat mahasiswi memiliki waktu

luang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif yang terdapat di

Pesantren. Hal ini akan sangat berbeda dengan mahasiswi yang

tinggal di tempat kos. Ia tidak harus melaksanakan kegiatan produktif

yang membuat ia menjadi dekat dengan al-Qur`an karena tidak ada

aturan yang mengikatnya.

Berdasarkan fakta tersebut, salah satu alasan Pesantren Taḥfiẓ Alif

berdiri adalah untuk memaksimalkan kegiatan mahasiswi pada saat

10 Indonesia memiliki 26973 jumlah Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh

provinsi. Lihat Pangkalan Data Pondok Pesantren,

https://ditpontren.kemenag.go.id/pdpp/statistik.

Page 26: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

5

tidak sedang berada di dalam kampus oleh aktivitas yang melibatkan

al-Qur`an yaitu dengan mentradisikan kegiatan membaca dan

menghafalkan al-Qur`an. Pesantren Taḥfiẓ Alif menawarkan program

khatam dua tahun kepada para santri sehingga program ini dapat

menarik para mahasiswi yang ingin memanfaatkan waktu kuliahnya

untuk intens bersama al-Qur`an.

Namun pada praktiknya, setelah penulis melakukan penelusuran di

Pesantren Taḥfiẓ Alif, para santri yang sudah tinggal selama dua

tahun tidak semuanya mampu mengkhatamkan hafalannya sesuai

program yang ditawarkan tersebut. Artinya, program khatam dua

tahun tidak terealisasikan secara maksimal oleh Pesantren. Namun,

terdapat santri yang berhasil bahkan mampu menyelesaikan

hafalannya tepat waktu atau lebih cepat dari yang telah ditargetkan

oleh Pesantren. Dalam kasus yang lain, terdapat santri yang tidak

mampu menyelesaikan hafalannya dan berhenti di tengah jalan

sehingga ia memilih untuk keluar dari Pesantren.

Ini menjadi masalah ketika santri yang sudah tinggal di Pesantren

Taḥfiẓ Alif dengan waktu yang sama namun memiliki hasil yang

berbeda-beda. Oleh karena itu, penulis tertarik ingin mengangkat

penelitian dengan judul “Problematika Santri dalam Menghafal al-

Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan”.

B. Identifikasi, Perumusan dan Pembatasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Untuk lebih terfokus pada penelitian ini, maka penulis

merumuskan pokok permasalahan yang teridentifikasi, sebagai

berikut:

a. Terdapat santri yang tidak mencapai target dua tahun khatam.

Page 27: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

6

b. Terdapat santri yang kurang mendapat dorongan menghafal al-

Qur`an.

c. Terdapat santri yang tidak mempunyai metode menghafal al-

Qur`an.

d. Terdapat santri yang memiliki banyak kendala dalam

menghafal al-Qur`an.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, penulis membatasi

masalah berupa kegiatan menghafal al-Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ

Alif terhadap faktor penghambat dan pendukung santri dalam

pencapaian program khatam 30 juz selama dua tahun.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka penulis

merumuskan permasalahan penelitian yaitu, “Bagaimana proses

pencapaian santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang

Selatan atas program dua tahun khatam 30 juz?”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui

bahwa tujuan penelitian ini yaitu:

a. Menganalisis motivasi dan latar belakang santri atas

pendidikan sebelum menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif

Ciputat Tangerang Selatan.

Page 28: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

7

b. Mendeskripsikan tentang problematika dan dorongan

menghafal santri selama dua tahun di Pesantren Taḥfiẓ Alif

Ciputat Tangerang Selatan.

c. Mengetahui upaya yang dilakukan oleh santri di Pesantren

Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan dalam menghadapi

problem menghafal al-Qur`an dan upaya santri

mendapatkan dorongan menghafal al-Qur`an.

d. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata 1

(S1) Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas

Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat akademis

1) Penelitian ini merupakan satu sumbangan sederhana bagi

pengembangan studi al-Qur`an dan untuk kepentingan

studi lanjutan yang diharapkan berguna bagi bahan acuan,

referensi dan lainnya bagi penulis lain yang ingin

mengkaji lebih dalam tentang bagaimana problematika

santri dalam menghafal al-Qur`an. Penelitian ini juga

menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk

meningkatkan keberhasilan Lembaga Pesantren dalam

program yang tersedia dan meningkatkan kualitas

menghafal al-Qur`an bagi para santri sebagai mahasiswi

generasi Qur`ani.

Page 29: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

8

3. Manfaat Praktis

a. Bagi Lembaga

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk

meningkatktan pencapaian program dua tahun khatam 30

juz.

b. Bagi Ustadzah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

sebagai evaluasi untuk meningkatkan motivasi santri

dalam menghafal al-Qur`an.

c. Bagi santri

Hasil penelitian ini dapat dijadikan tolak ukur untuk

meningkatkan kemampuan santri dalam menghafal al-

Qur`an.

d. Bagi peneliti yang akan datang

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi

tambahan pengetahuan tentang model of view mahasiswi

yang memiliki kegemaran membaca maupun menghafal al-

Qur`an sebagaimana yang terjadi di Pesantren Taḥfiẓ Alif

Ciputat Tangerang Selatan.

D. Tinjauan Pustaka

Untuk memahami posisi penelitian yang akan dilakukan, penulis

melakukan tinjauan pustaka atas beberapa karya tulis yang membahas

tema yang sama atau mempunyai kemiripan dengan yang dibahas oleh

penulis, di antaranya adalah:

Page 30: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

9

1. Addini Rahmayani,11 mengkaji tentang “Motivasi dan

Problematika Menghafal Al-Qur`an Di SMA Plus Al-Athiyah

Beurawe Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh”. Jurnal ini

membahas tentang motivasi menghafal al-Qur`an sekaligus

problematika di SMA Plus tersebut. Sekilas seperti mirip dengan

penelitian penulis yaitu membahas tentang problematika

menghafal dan pembahasan terkait motivasi menghafal.

Sementara penelitian penulis, tidak terfokus pada motivasi

melainkan faktor pendukung yang menjadikan santri mampu

mencapai target khatam selama dua tahun. Titik fokus penelitian

penulis adalah pencapaian program menghafal khatam dua tahun

di Pesantren Taḥfiẓ Alif yang menghasilkan capaian berbeda-

beda dengan durasi waktu yang sama. Oleh karena itu, skripsi

Addini jelas perbedaannya dengan skripsi penulis.

2. Mohammad Yazid Robbani,12 memberikan judul penelitiannya

dengan “Kesulitan Mahasiswa Dalam Program Taḥfiẓ Al-Qur`an

(Analisis Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Dan Mahasiswa

Fakultas Dirosat Islamiyyah)”. Hasil penelitiannya adalah

kesulitan yang dirasakan mahasiswa Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir

serta mahasiswa Dirasat Islamiyah dapat dibagi kepada beberaoa

bagian: pertama, untuk mahasiswa Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir,

kesulitan tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai

cara menghafal al-Qur`an, mengingat bahwa sebagian mahasiswa

Fakultas Ushuluddin Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir adalah

11 Addini Rahmayani, ”Motivasi dan Problematika Menghafal Al-Qur’an Di

SMA Plus Al-Athiyah Beurawe Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh”, (Skripsi S1 Institut

Agama Islam Negeri Surakarta, 2018). 12 Mohammad Yazid Robbani, ”Kesulitan Mahasiswa Dalam Program Tahfiz

Al-Qur`an (Analisis Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Dan Mahasiswa Fakultas Dirosat

Islamiyyah)”, (Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2020).

Page 31: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

10

alumni Sekolah Menengah Atas yang secara kultural tidak begitu

akrab dengan tradisi hafalan. Namun berbeda jika mereka alumni

Madrasah Aliyah atau Pesantren. Sedangkan bagi mahasiswa

Dirasat Islamiyah yang secara kultural sudah mengenyam

pendidikan Pesantren maka mereka sudah terbiasa dengan

hafalan. Dampaknya, mereka bisa dengan mudah menyelesaikan

tugas-tugas hafalan al-Qur`an sebagai mata kuliah. Kedua, pola

komunikasi yang malah terasa seperti sebuah peringatan atau

bahkan teguran yang tinggi bagi mahasiswa sehingga berdampak

pada psikologi mahasiswa, khususnya adalah mahasiswa Ilmu Al-

Qur`an dan Tafsir. Meski sama-sama membahas mengenai

kesulitan atau problematika menghafal al-Qur`an, namun terlihat

jelas dari objek dan tempat penelitian yang berbeda orientasinya

dengan penulis yaitu di kalangan mahasantri di sebuah Pesantren.

3. Anis Musyafa`ah,13 meneliti tentang “Taḥfiẓ Al-Qur`an Dalam

Pandangan Mahasiswa IAT : Studi Kasus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan IIQ Jakarta”. Penelitian ini menemukan

perbedaan yang signifikan antara Prodi IAT UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan IIQ Jakarta dalam perkuliahan/program

taḥfiẓ al-Qur`an yaitu pada Prodi IAT UIN Jakarta taḥfiẓ al-

Qur`an hanya ditawarkan sau semester dengan pilihan dosen yang

sangat terbatas sehingga dari capaian keberhasilan masih kurang

dari yang ditargetkan karena dalam proses perkuliahannya

terdapat beberapa problem yang harus diperbaiki. Kemudian

untuk Prodi IAT IIQ Jakarta dalam program taḥfiẓ al-Qur`an

13 Anis Musyafa`ah, ”Tahfiz Al-Qur`an Dalam Pandangan Mahasiswa IAT :

Studi Kasus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan IIQ Jakarta”, (Skripsi S1 Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2020).

Page 32: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

11

sudah ditawarkan sejak mahasiswa pertama mendaftarkan diri di

IIQ Jakarta, maka capaian yang ditargetkan dapat berhasil karena

dari sistem yang dilakukan sudah maksimal sehingga ridak

mendapati banyak problem. Perbedaan dengan penelitan penulis

ada pada sasaran penelitian dan pembahasan sub bab tema yang

diangkat. Jika penulis mencari dorongan dan problematika secara

langsung, sedangkan skripsi Anis membahas praktik yang

dilaksanakan pada program taḥfiẓnya.

4. Afiyanti Harirah Jamil,14 memberikan judul penelitiannya dengan

Peran Lembaga Keagamaan Dalam Membumikan Al-Qur`an:

Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Qur`aniyyah”. Hasil penelitian

Afiyanti menemukan dampak dari praktik pembelajaran tahsin

dan taḥfiẓ yang dirasakan para santri al-Qur`aniyyah yaitu:

Pembelajaran Tahsin memberikan dampak yang sangat

mempengaruhi kualitas bacaan para santri. Kemampuan hafalan

yang memberikan dampak peningkatan dalam menghafal santri,

mengetahui ilmu-ilmu al-Qur`an yang meningkat seperti hukum

tajwid, makhroj, sifat huruf dan sebagainya. Meskipun sama-

sama meneliti tentang Pesantren, namun penelitian Afiyanti

berbeda dengan penulis. Afiyanti menemukan dampak dari

pembelajaran al-Qur`an tanpa meneliti problematika yang

dihadapi para santri atas pembelajaran al-Qur`an tersebut.

14 Afiyanti Harirah Jamil, ”Peran Lembaga Keagamaan Dalam Membumikan

Al-Qur`an: Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Qur`aniyyah”, (Skripsi S1 Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2020).

Page 33: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

12

5. Taufik Akbar,15 memberikan judul penelitiannya dengan “Tradisi

Membaca dan Menghafal al-Qur`an Studi atas Resepsi

Masyarakat Desa Bulu Pitu, Kecamatan Gondang Legi

Kabupaten Malang terhadap Al-Qur`an” yang berisi tentang

bagaimana pandangan atau resepsi masyarakat di Bulu Pitu

terhadap al-Qur`an yang membuat masyarakat tersebut

menjadikan membaca dan menghafalkan al-Qur`an sebagai

tradisi. Hasil penelitiannya adalah terdapat faktor-faktor yang

menjadikan masyarakat gemar berinteraksi dengan al-Qur`an di

antaranya yaitu faktor agama, faktor sosio-kultural dan faktor

sosiologis. Meski sama-sama membahas dan meneliti terkait

menghafal al-Qur`an, namun Taufik fokus membahas pada

resepsi pemahaman masyarakat sehingga mampu menciptakan

tradisi membaca dan menghafal al-Qur`an. Sementara, penulis

berfokus pada faktor-faktor yang menjadi dorongan dan

hambatan bagi mahasiswi yang sedang berjuang mencapai

program khatam dua tahun di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Ini menjadi

jelas terlihat berbeda karena sasaran penelitian penulis adalah

mahasiswi penghafal al-Qur`an dan lingkungan kampus.

6. Laila Ngindana Zulfa,16 meneliti tentang “Tradisi Menghafal Al-

Qur`an di Pondok Pesantren (Studi Living Qur`an di Pondok

Pesantren al-Mubarok Mranggen Demak)”. Jurnal ini membahas

tentang bagaimana pengalaman santri dalam menghafal al-

Qur`an, dan bagaimana pelaksanaannya. Penelitian ini

15 Taufik Akbar, ”Tradisi Membaca dan Menghafal al-Qur`an Studi atas

Resepsi Masyarakat Desa Bulu Pitu, Kecamatan Gondang Legi Kabupaten Malang

terhadap Al-Qur`an”, (Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014). 16 Laila Ngindana Zulfa, ”Tradisi Menghafal Al-Qur`an di Pondok Pesantren

(Studi Living Qur`an di Pondok Pesantren al-Mubarok Mranggen Demak)”, (Jurnal

Universitas Wahid Hasyim Semarang, 2019).

Page 34: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

13

menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu pelaksanaan program

Taḥfiẓ sudah terjadwal, semangat yang dimiliki santri dalam

menghafal terdapat pada diri sendiri, orang tua, guru, atau tokoh

karismatik dan teman. Penelitian ini memiliki beebrapa

persamaan dengan penulis karena hasil penelitiannya menemukan

beberapa faktor pendorong santri dalam menghafal al-Qur`an,

sementara yang menjadi pembeda adalah penulis memberikan

bahasan terkait problematika yang dialami santri sehingga

program khatam dua tahun di Pesantren Taḥfiẓ Alif.

7. Ahmad Rosidi17 dengan judul “Motivasi Menghafal Al-Qur`an

(Studi Multi Kasus di Pondok Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PPIQ)

PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo, dan Pondok Pesantren

Taḥfiẓhul Al-Qur'an Raudhatusshalihin Wetan Pasar Besar

Malang)”. Skripsi ini hanya membahas tentang motivasi

menghafal saja, sedangkan dalam penelitian penulis

menambahkan penelitian lebih lanjut tentang faktor penghambat

serta faktor pendukung sehingga santri bisa mencapai program

khatam menghafal selama dua tahun yang disediakan oleh

Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan.

8. Andy Wiyarto18 menulis skripsi berjudul “Motivasi Menghafal

Al-Qur`an Pada Mahasantri Pondok Pesantren Taḥfiẓul Qur’an di

Surakarta”. Skripsi ini sama dengan penelitian penulis dalam

membahas tentang menghafal al-Qur`an di kalangan mahasantri,

17 Nur Hidayah,”Motivasi Menghafal Al-Qur’an (Studi Multi Kasus di Pondok

Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PPIQ) PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo, dan Pondok

Pesantren Tahfizhul Al-Qur'an Raudhatusshalihin Wetan Pasar Besar Malang)”, (Skripsi

S1 Universitas Islam Negeri Walisongo, 2018). 18 Andy Wiyarto, ”Motivasi Menghafal Al-Qur’an Pada Mahasantri Pondok

Pesantren Tahfizhul Al-Qur`an di Surakarta”, (Skripsi S1 Universitas Muhammadiyah

Surakarta, 2012).

Page 35: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

14

namun skripsi Andy hanya sekedar membahas motivasinya saja,

sedangkan dalam skripsi penulis diberikan pembahasan mengenai

problematika dan faktor-faktor pendukung yang dialami

mahasantri terhadap pencapaian program khatam dua tahun di

Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan.

9. Dwi Wulandari,19 “Pengaruh Metode An-Nashr Terhadap

Motivasi Menghafal Al-Qur`an Siswa Kelas IV Di Madrasah

Ibtidaiah Wajak”. Skripsi ini membahas tentang pengaruh suatu

metode terhadap motivasi menghafal al-Qur`an dikalangan siswa

MI. Dalam skripsi ini jelas sangat berbeda dengan skripsi penulis

yang membahas mengenai problematika menghafal al-Qur`an dan

faktor-faktor pendukung terhadap program menghafal al-Qur`an

di Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan.

10. Fitri Irmawati, 20 mengkaji tentang “Hubungan Antara Intensitas

Menghafal Al-Qur`an dan Motivasi Menghafal Al-Qur`an Pada

Mahasiswi Di Rumah Taḥfiẓ Daarul Ilmi Mangunsari, Sidomukti,

Salatiga Tahun 2018”. Skripsi ini membahas tentang hubungan

intensitas menghafal al-Qur`an dengan motivasi menghafal al-

Qur`an di kalangan mahasiswi. Meskipun sama-sama menjadikan

mahasiswi sebagai objek kajian penelitian, namun penelitian Fitri

berbeda dengan penulis. Penulis membahas lebih dalam tentang

problematika dan faktor pendukung yang dialami santri saat

19 Dwi Wulandari, ”Pengaruh Metode An-Nashr Terhadap Motivasi Menghafal

Al-Qur’an Siswa Kelas IV Di Madrasah Ibtidaiah Wajak”, (Tesis S2 Universitas Islam

Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2018). 20 Fitri Irmawati, ”Hubungan Antara Intensitas Menghafal Al-Qur’an dan

Motivasi Menghafal Al-Qur’an Pada Mahasiswi Di Rumah Tahfiz Daarul Ilmi

Mangunsari, Sidomukti, Salatiga Tahun 2018”, (Skripsi S1 Institut Agama Islam Negeri

Salatiga, 2018).

Page 36: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

15

menghafal al-Qur`an, namun penelitian Fitri tidak mencantumkan

ke dalam topik pembahasan skripsinya.

11. Nur Hidayah,21 mengkaji tentang “Motivasi Menghafal Al Qur’an

Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas

Islam Negeri Walisongo Semarang Angkatan 2015/2016”.

Skripsi ini hanya membahas tentang motivasi menghafal al-

Qur`an di kalangan mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.

Hal ini menunjukkan bahwa skripsi Nur berbeda dengan skripsi

penulis yang tidak hanya membahas terkait motivasi di kalangan

mahasiswi saja, namun penulis membahas lebih dalam terkait

problematika dan faktor pendukung mahasiswi dalam

menghafalkan al-Qur`an.

E. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang diaplikasikan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Jenis Penelitian

Dilihat dari bentuknya, jenis penelitian22 ini adalah penelitian

kualitatif yaitu penelitian yang diarahkan untuk mencari makna,

pemahaman, pengertian, kejadian, maupun kehidupan manusia dengan

terlibat langsung dalam objek yang diteliti, kontekstual dan

21 Nur Hidayah,”Motivasi Menghafal Al-Qur’an (Studi Multi Kasus di Pondok

Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PPIQ) PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo, dan Pondok

Pesantren Tahfizhul Al-Qur'an Raudhatusshalihin Wetan Pasar Besar Malang)”, (Skripsi

S1 Universitas Islam Negeri Walisongo, 2018). 22 Secara umum, penelitian diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu penelitian

kuantitatif dan penelitian kualitatif. Lihat Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif,

Kualitatif, dan Penelitian Gabungan, (Jakarta: Kencana, 2017). h, 43.

Page 37: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

16

menyeluruh.23 Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif

karena berdasarkan fokus rencana penelitian mengharuskan untuk

mengkaji secara menyeluruh atau terfokus pada perolehan data yang

lengkap dan rinci tentang objek yang akan diteliti.24 Prosedur penelitian

ini nantinya akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari objek yang diamati.

Apabila dilihat dari tempatnya, penelitian ini adalah penelitian

lapangan atau field research dan didukung oleh studi kepustakaan.

Sedangkan dari kedalaman analisisnya, penelitian ini adalah penelitian

deskriptif yang analisanya hanya dilakukan sampai taraf pendeskripsian

yaitu menganalisis dan meyajikan fakta secara sistematis dengan tujuan

agar mudah dipahami dan disimpulkan. Penelitian lapangan ini pada

hakikatnya merupakan metode untuk menemukan secara spesifik

tentang apa yang terjadi pada objek penelitian. 25

2. Sumber Data

Dalam pengumpulan data, sebanyak mungkin data yang diperoleh

atau dikumpulkan mengenai masalah-masalah yang berhubungan

dengan penelitian ini. Data yang penulis gunakan yaitu data primer dan

data sekunder.

Data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari objek

penelitian melalui wawancara terhadap pengasuh pesantren Taḥfiẓ dan

santri yang tinggal selama dua tahun kemudian penulis juga melakukan

observasi dalam praktik menghafal al-Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif

23 Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan. h, 328. 24 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: SIC, 2001). h.

43. 25 Emriz, Metodologi Pendidikan: Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2008), h. 169.

Page 38: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

17

Ciputat Tangerang Selatan. Sedangkan data sekunder adalah data yang

diperoleh melalui data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak

lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yang diperoleh

melalui kajian pustaka26 yang berupa buku, skripsi, artikel, dan jurnal-

jurnal.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa cara

yaitu sebagai berikut.

a) Observasi

Merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan

pengamatan terhadap obyek penelitiannya. Observasi menyaratkan

pencatatan dan perekaman sistematis mengenai sebuah peristiwa dan

perilaku informan yang terjadi dalam situasi tertentu.27 Observasi

dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung.

Observaasi atau pengamatan bertujuan untuk memperoleh informasi

mengenai tindakan manusia sebagaimana dalam kenyataannya.28

Observasi ini dilakukan di Pondok Pesantren Taḥfiẓ Alif Jl. Abdul

Ghani Komplek BPKP 2 RT 6 RW 5 No. 83 Cempaka Putih,

Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

26 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif, (Bandung: Al-Fabeta, 2010), h. 193. 27 Christine Daymon dan Immy Holloway, Metode-Metode Riset Kualitatif

dalam Public Relation & Marketing Communication. Penerjemah Cahya Wiratama,

(Bandung: Penerbit Bentang, 2008), h. 321. 28 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, h. 59.

Page 39: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

18

b) Wawancara

Ketika wawancara29 berlangsung, informan dipilih berdasarkan

tingkat keterpengaruhannya di pesantren yang dalam hal ini adalah

pengasuh pesantren. Dalam hal ini, komunikasi yang dilakukan

penulis terbagi menjadi dua yaitu secara langsung dan melalui pesan

suara. Hal ini karena terhalang oleh pandemi covid-19. Sebelum

adanya covid, komunikasi terjadi secara langsung dalam tanya jawab

secara tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden yang

merupakan pola media dapat melengkapi kata-kata verbal. Oleh

karena itu, wawancara tidak hanya menangkap soal pemahaman ide,

tetapi juga menangkap pemrasaan, pengalaman, emosi dan motif yang

dimiliki informan.30 Sedangkan untuk data tambahan yang dianggap

perlu wawancara lebih lanjut, penulis akan meminta informan untuk

mengirimkan pesan suara melalui whatsapp karena terhalang wabah

covid-19. Dalam hal ini, penulis mewawancarai pengasuh beserta 10

sampel santri di Pondok Pesantren Taḥfiẓ Alif yang sudah tinggal

selama kurang lebih dua tahun.

c) Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode yang dipergunakan dalam

mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan,

transkip, surat kabar, dan sebagainya.31 Dalam penelitian ini,

dokumentasi atau data tertulis yang penulis peroleh berupa dokumen

resmi maupun dokumentasi pribadi untuk dijadikan bahan acuan dan

menjadi sumber data tertulis. Data dokumentasi yang lain diambil

29 Wawancara adalah percakapan dengan bertatap muka baik secara langsung

maupun tidak langsung dengan tujuan memperoleh informasi aktual, untuk menaksir dan

menilai kepribadian individu. Lihat Ambo Upe, Asas-Asas Multiple Research,

(Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press, 1996), h. 73. 30W Gulo, Metodologi Penelitian, (T.PT: Grasindo t.t), h. 119. 31Faisol, Pendidikan Perspektif Islam, (Jakarta: Guepedia, t.t), h. 110.

Page 40: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

19

melalui dokumen yang tergambarkan seperti berita di majalah

Pesantren, foto kegiatan dan rekaman baik dalam bentuk audio

maupun video.

d) Verifikasi dan Simpulan

Setelah data-data dikumpulkan, selanjutnya adalah proses analisis

data. Analisis data adalah upaya mencari dan menata secara teliti serta

memberi interpretasi terhadap semua data yang dikumpulkan dengan

tujuan supaya dapat dilihat berbagai kecenderungan yang terjadi

berdasarkan fenomena yang berkembang.

Adapun teknik penulisan skripsi ini di bawah panduan Buku

Panduan Akademik dan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,

Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017. Yang

disusun oleh tim penyusun dan diterbitkan pada tahun 2017.32

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dalam beberapa bab dan setiap babnya terdiri

dari beberapa sub bab yang sesuai dengan keperluan kajian yang akan

dilakukan. Dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sistematis

dengan perincian sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang

masalah mengapa penelitian ini perlu untuk dibahas, kemudian

dirumuskan dan dibatasi supaya pembahasannya terstuktur dan tidak

melebar. Pada bab ini juga memaparkan kegunaan dan manfaat

penelitian serta menunjukan kajian pustaka untuk mengetahui masalah

utama dan temuan yang telah dihasilkan pada penelitian sebelumnya

pun menjadi referensi dalam melakukan penelitian yang akan

digunakan untuk menyelesaikan masalah yang akan dibahas.

32Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Tahun 2017.

Page 41: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

20

Bab kedua, memuat teori dasar sebagai kerangka teori yang akan

dijadikan landasan penelitian. Pada bab ini berisi tentang pengertian

tradisi, sejarah munculnya tradisi menghafal al-Qur`an di pesantren,

pengertian menghafal al-Qur`an, metode-metode menghafal al-Qur`an,

dan keutamaan menghafal al-Qur`an.

Bab ketiga, berisi tentang profil Pesantren Taḥfiẓ Alif termasuk di

dalamnya adalah profil pendiri pesantren, sejarah berdirinya pesantren,

kegiatan yang biasa di lakukan oleh pesantren, fasilitas, ekstrakulikuler

serta profil alumni dan profil informan.

Bab ke empat, berisi tentang penjelasan dari problematika

menghafal al-Qur`an yang mencakup latar belakang menghafal atau

motivasi menghafal al-Qur`an, hambatan-hambatan santri dalam

menghafal al-Qur`an, cara santri menghadapi hambatan menghafal al-

Qur`an, faktor-faktor yang menjadi pendorong santri dalam menghafal

al-Qur`an, dan cara santri mendapatkan dorongan tersebut.

Bab ke lima, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan

penelitian, kritik dan saran yang diharapkan dapat menjadi perhatian

untuk penelitian selanjutnya.

Page 42: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

38

BAB II

TRADISI MENGHAFAL AL-QUR`AN DI PESANTREN

A. Tradisi Menghafal Al-Qur`an

1. Pengertian Tradisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tradisi

adalah adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang

masih dijalankan dalam masyarakat. Tradisi diartikan pula

sebagai penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada

merupakan yang pagling baik dan benar.33

Tradisi merupakan unsur dari sistem budaya yang ada pada

masyarakat. Ia merupakan suatu warisan berwujud budaya dari

nenek moyang yang telah menjalani waktu ratusan tahun dan

tetap diikuti oleh orang-orang yang lahir belakangan. Sebagian

dari tradisi memiliki nilai-nilai religi terutama negara-negara

Timur termasuk di Indonesia.34

Dari pengertian tradisi di atas dapat diketahui bahwa tradisi

dan budaya merupakan dua hal yang saling berkaitan. Jika

diurai, tradisi sendiri berarti kebiasaan yang dilakukan secara

turun temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat.35

Sedangkan pengertian kebudayaan menurut Selo Soemardjan

33 Dendy Sugono, dkk, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa,

2008), h. 1543. 34 Bungaran Antonius Simanjuntak, Tradisi, Agama, dan Akseptasi

Modernasi Pada Masyarakat Pedesaan Jawa, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2016), h. 145. 35 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju

Demokrasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 22.

Page 43: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

39

dan Soelaeman Soemardi adalah semua hasil dari karya, rasa,

dan cipta masyarakat. 36

Dengan demikian, tradisi dan kebudayaan keduanya sama-

sama terbentuk oleh masyarakat dan keberadaannya tetap

terjaga. Kebudayaan memiliki sifat hakikat, yaitu kebudayaan

baru bisa terwujud dan tersalurkan hanya dari perilaku manusia

yang lebih dulu ada dan tetap dilestarikan oleh generasi

setelahnya sehingga tidak akan mati jika generasi pendahulunya

hilang. Kebudayaan ini bisa berupa aturan, kewajiban, tindakan

yang akan diterima atau ditolak, serta tindakan yang dilarang

atau yang diizinkan.37

Tradisi sering diartikan oleh masyarakat sebagai adat

kebiasaan yang sudah sering dilakukan dalam kehidupan sehari-

hari. Menurut Ferdinad Tonnies, kebiasaan muncul karena tiga

faktor sebagai berikut.

a) Kebiasaan mun34cul pada suatu kenyataan yang bersifat

objektif maka seseorang bisa melakukan perbuatan-

perbuatan sesuai dengan tata cara hidupnya sendiri.

b) Kebiasaan muncul akibat seseorang menciptakan suatu

perilaku yang berguna bagi dirinya sendiri.

c) Kebiasaan muncul sebagai perwujudan kemauan atau

keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu.38

Dari beberapa faktor tersebut, maka dapat ditarik sebuah

pengertian bahwa kebiasaan adalah perilaku pribadi yang ada

36 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,

(Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 1964), h. 149. 37 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,

h. 149. 38 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,

h. 154.

Page 44: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

40

pada seseorang dan kebiasaan yang ada pada seseorang

mempunyai kebiasaan yang berbeda meskipun hidupnya

bersama pada satu tempat. Karena setiap individu cenderung

ingin melakukan hal-hal yang dilaksanakan secara teratur.

Namun, berbeda dengan pendefinisian tradisi menurut Heinz

Frick dan Petra Widmer. Menurutnya, tradisi yaitu sesuatu yang

identik dengan adat istiadat dan karena itu biasanya bersifat

ganjil. Disebut ganjil karena tidak bisa menjadi sesuatu yang

akan ditiru oleh generasi yang akan datang. Sebagaimana

misalnya dalam tradisi Jawa ada penguburan ari-ari bayi di

sebelah pintu rumah untuk menjadi malaikat penjaga bayi

tersebut.39 Maka, terlihat jelas bahwa definisi tradisi menurut

pendapat Heinz Frick dan Petra Widmer sangat berbeda dengan

definisi tradisi pada umumnya, sebab kedua tokoh tersebut

mendefinsikan tradisi sebagai sesuatu yang terkesan negatif dan

terbatas pada hal-hal mistis yang merupakan peninggalan masa

lalu.

Dalam ruang lingkup bermasyarakat, tradisi akan selalu ada

berdampingan dengan kehidupan masyarakat karena tradisi

memiliki beberapa fungsi penting di antaranya adalah sebagai

berikut.

a) Sebagai kebijakan turun temurun.

b) Memberikan pengesahan terhadap pandangan hidup,

keyakinan, sistem tingkah laku sosial masyarakat, dan aturan

yang sudah ada.

39 Heinz Erick dan Petra Widmer, Membangun, Membentuk, Menghuni:

Pengantar Aritektur 1, (Jakarta: Kanisius, 2006), h. 10.

Page 45: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

41

c) Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan,

memperkuat loyalitas dasar terhadap bangsa, komunitas, dan

kelompok.

d) Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan,

ketidakpuasan dan kekecewaan kehidupan.40

Dari penjelasan berbagai definisi tradisi di atas, penulis

menarik kesimpulan bahwa tradisi dalam arti sempit merupakan

kumpulan benda, material, dan gagasan yang diberi makna

khusus yang berasal dari masa lalu.

Pengertian tradisi yang akan penulis gunakan dalam

menguatkan pembahasan pada penelitian ini adalah pengertian

tradisi menurut Bungaran Antonius Simanjuntak bahwa tradisi

adalah suatu warisan berwujud budaya dari nenek moyang yang

memiliki nilai religi dan telah menjalani perjalanan ratusan tahun

dan tetap terjaga sampai ke generasi mendatang.

Senada dengan pendapatnya, tradisi menghafal al-Qur`an pun

berasal dari nenek moyang yaitu Nabi Muhammad dan para

sahabatnya yang sampai sekarang masih digunakan. Tradisi

menghafal al-Qur`an tidak hanya mengandung nilai-nilai religi,

namun hal tersebut merupakan sentral bagi seseorang untuk

mengenal al-Qur`an.

Dalam menghafal al-Qur`an, ternyata tidak lepas dari sebuah

tradisi. Hal ini dilandasi oleh kisah-kisah para sahabat yang

sudah menghidupkan tradisi menghafal al-Qur`an sejak masa

awal turunnya ayat al-Qur`an. Tentunya kegiatan seperti ini

karena contoh dan anjuran dari Nabi Saw. Karena pada masa itu,

40 Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun

Agama dan Peradaban Islam, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 244.

Page 46: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

42

menghafal al-Qur`an merupakan salah satu cara terpenting dari

penjagaan ayat al-Qur`an agar tidak lupa dan hilang setelah

diturunkan.41 Mengingat bahwa hanya sedikit para sahabat yang

mampu membaca dan menulis aksara.

2. Sejarah Munculnya Tradisi Menghafal di Pesantren

Pada abad ke-11 dan ke-14 telah menjadi masa awal tradisi

pembangunan pesantren. Di masa tersebut merupakan masa

transisi dari peradaban Hindu Budha Majapahit ke masa periode

peradaban Melayu Nusantara.42 Peristiwa sejarah yang terjadi di

masa ini sangat kuat akan terbentuknya identitas nusantara

dalam mengadopsi peradaban asing yang mampu membawa

kebaikan dan dianggap akan berdampak pada hal positif bagi

negara Indonesia.

Pada umumnya, proses masuknya Islam ke Nusantara yang

ditandai dengan masuknya pedagang-pedagang Arab dan Persia

pada abad ke-7 masehi, diduga telah mengalami kendala pada

proses permulaan masuknya Islam sampai abad ke-15 masehi.

Karena dalam rentang waktu ini, agama Islam belum dianut

secara tersebar oleh penduduk pribumi Nusantara.43

Di dalam buku Dinamika Pesantren, menurut Prof. Ricklefs

di antara rentang waktu kedatangan Islam secara menyeluruh

tersebut, berdiri sebuah kerajaan Islam bernama Kesultanan

Lamre. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam yang pertama di

Nusantara tepatnya di pulau Sumatera sekitar tahun 1200

41 Teguh Iman Perdana, Nge-friends Sama Islam, (Bandung: Mizan,

2005), h. 48. 42 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan

Hidup Kyai, Cet 2, (Jakarta: LP3ES, 1994), h. 27. 43 Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, (Depok: Pustaka Iman, 2016), h. 55.

Page 47: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

43

masehi. Kemudian, dari kerajaan inilah pendidikan islam mulai

diterapkan. Kemunculan pondok pesantren sudah mulai muncul

pada zaman walisongo. Pondok pesantren digunakan sebagai

tempat berlangsungnya interaksi antara guru, murid dan santri

dalam rangka mentransfer ilmu-ilmu keislaman.44

Dalam sejarah perkembangannya, selain menjadi lembaga

pendidikan Islam tertua di Indonesia pesantren juga mempunyai

peran yang sangat besar sebagai lembaga perjuangan, lembaga

pendidikan, lembaga ekonomi, lembaga spiritual keagamaan dan

lembaga dakwah.45 Tidak hanya itu, pesantren merupakan

sebuah anak panah dari penyebaran agama Islam di Nusantara.46

Pada tahun 1290 M adalah tahun berdirinya Kerajaan Pasai

yang merupakan permulaan Islam masuk ke Aceh dan

sekitarnya. Para ulama seperti Teungku Cot Mamplam dan

Teungku di Geureudog mendirikan banyak surau untuk memulai

mengajarkan al-Qur`an kepada masyarakat. Sekitar abad ke-7 M,

surau-surau yang sudah dibangun mengalami kemajuan karena

mendapat antusias yang baik dari masyarakat. Hal ini kemudian

melahirkan ulama-ulama besar yang terkenal seperti Nuruddin

al-Raniri, Ahmad Khatib Langin, Syamsuddin al-Sumatrani,

Hamzah Fansuri, ‘Abd al-Rauf al-Sinkili, dan Burhanuddin. 47

Di dalam buku Khazanah Tafsir Indonesia karya Islah

Gusmian, dijelaskan bahwa membaca dan menghafal al-Qur`an

menjadi pelajaran yang dikenalkan pertama kali kepada murid-

44 Fatah Ismail , Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta:

Pustaka Belajar, 2002), h. 25. 45 Hasani Ahmad Said, Kebudayaan Islam, (2011), h. 179. 46 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan

Hidup Kyai, Cet 2, h. 36. 47 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:

Hidakarya Agung, 1984), h. 24.

Page 48: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

44

murid sebelum ilmu fiqih. Biasanya, guru yang mendampingi

mereka adalah laki-laki. Sedangkan murid yang sudah mulai ikut

mengaji berkisar antara usia 6 sampai 10 tahun. Mereka

diajarkan menghafal mulai dari juz 30 dengan cara talaqqi di

satu surau, rumah guru, langgar dan semacamnya. Durasinya

bisa mencapai 30 menit dalam satu murid. Sambil menunggu

antrian mengaji, murid akan mengulang pelajaran sebelumnya

dengan suara keras, sehingga orang dapat mendengar banyak

suara yang tercampur menjadi satu. Dalam praktik talaqqi

membaca al-Qur`an, guru juga mengajarkan beberapa unsur ilmu

tajwid yang bermanfaat untuk melafalkan ayat suci al-Qur`an.

Setelah itu, mereka diajarkan bacaan-bacaan shalat yang wajib

untuk dihafal dan disetorkan kepada guru. Terakhir, setelah

pembelajaran al-Qur`an selesai, mereka akan melanjutkan ke

pengajian kitab dari berbagai disiplin ilmu keislaman. Dalam

pengajian kitab inilah pembelajaran mengenai ilmu al-Qur`an

dipelajari lebih detail melalui kitab-kitab tafsir yang telah ada.48

Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa metode awal

pembelajaran al-Qur`an ternyata sebagian besar masih dipakai

sampai sekarang terutama di pesantren-pesantren kecil di desa

terpencil seperti Kuningan. Penulis masih menemukan

pengajaran dengan metode yang serupa di beberapa mushalla

berjarak cukup jauh dari pusat kota. Bahkan, kegiatan menghafal

al-Qur`an sudah ada sejak awal kedatangan Islam ke Indonesia

yang bersandingan dengan pembelajaran membaca al-Qur`an.

48 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga

Ideologi, (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2013), h. 17-19.

Page 49: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

45

Tokoh-tokoh yang tergolong dalam Wali Sanga menjadi

sentral pengajaran al-Qur`an khususnya di daerah Pulau Jawa.

Sekitar tahun 1475 M, Raden Rahmat (Sunan Ampel) memulai

membangun pesantren Ampel di Ampel Denta, yang kemudian

disusul oleh tokoh Wali Sanga yang laiinya dan mulai di sudut-

sudut Jawa.49

Kemudian pada abad-abad selanjutnya, pengajaran al-Qur`an

menjadi semakin berkembang pesat. Pengajaran tersebut

berlangsung di tempat yang disebut nggon ngaji yang artinya

adalah tempat murid belajar membaca al-Qur`an. Jenjang yang

paling dasar, dimulai sejak anak berusia 5 tahun. Usia ini,

biasanya mereka diajarkan menghafal surat-surat pendek dalam

al-Qur`an. Setelah usia mereka beranjak 7 atau 8 tahun, anak

diperkenalkan cara menulis dan membaca tulisan Arab hingga

mereka mampu membaca al-Qur`an.50

Dalam sejarah perkembangannya, pesantren-pesantren yang

pertama menggunakan metode pengajaran menghafal al-Qur`an

dan lembaga khusus menghafal al-Qur`an adalah sebagai

berikut.51

1. Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta yang didirikan oleh

KH. Muhammad Munawwir. Berdirinya pesantren Krapyak

49 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga

Ideologi, h. 20.

50 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga

Ideologi, h. 23. 51 Ahmad Fathoni, “Sejarah & Perkembangan Pengajaran Tahfiz Al-

Qur`an di Indonesia,” Diakses, 29 Februari, 2020,

http://www.baq.or.id/2015/04/sejarah-perkembangan-pengajaran

taḥfiẓ.html?m=1

Page 50: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

46

dilatarbelakangi oleh minimnya wawasan masyarakat desa

terhadap al-Qur`an.52

2. Pondok Pesantren Taḥfiẓul Qur`an, Gresik. Pesantren ini

didirikan oleh KH. Munawar pada tahun 1910 M. Santri

yang datang untuk belajar dan menghafal al-Qur`an di sini

ada yang menetap di pesantren dan ada yang tidak.

3. Pondok Pesantren Taḥfiẓul Qur`an yang didirikan oleh KH.

Ismail di Sampang Madura pada tahun 1917 M.

4. Pondok Pesantren As’adiyah yang didirikan pertama kali

oleh KH. As’ad A. Rasyid pada tahun 1928 M di Singkang

Wajo Sulawesi Selatan.

Pemerintah Belanda pernah mencatat bahwa pada tahun 1831

setidaknya sudah terdaftar 1.853 nggon ngaji dengan jumlah

murid 16.556 murid tersebar di berbagai kabupaten di daerah

Jawa. Jumlah ini terus mengalami peningkatan hingga 14.929

nggon ngaji dengan jumlah murid berkisar 222.663 orang di

tahun 1885. Fenomena ini terjadi karena komunikasi antara

Indonesia dan Saudi Arabia semakin meningkat semenjak

dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869. Oleh sebab itu, proses

penyebaran Islam ke Indonesia khususnya daerah Jawa menjadi

semakin meningkat pesat.53

Perkembangan dan pertumbuhan pesantren begitu pesat

menyebar di Nusantara. Seperti di Jawa Timur, lahirnya

Pesantren Tebuireng, Pesantren Rejoso Jombang, Pondok

Modern Gontor Ponorogo dan beberapa pesantren lain

52 Amiruddin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikan Pesantren,

(Yogyakarta: Gama Media, 2008), h. 102. 53 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga

Ideologi, h. 23.

Page 51: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

47

sekitarnya. Kemudian di wilayah Jawa Tengah, muncul beberapa

madrasah seperti Madrasah Aliyatus Saniyah Mu’awanatul

Muslimin Kanepan, dan Madrasah Qudsiyah, Madrasah

Tasywiqut Tullab Balai Tengah School, dan Madrasah

Ma’ahidud Diniyah Al-Islamiyah Al-Jawiyah. Untuk daerah

Yogyakarta, berdiri Pondok Pesantren Krapyak, dan Madrasah

Mu’allimin Muhammadiyyah. Selanjutnya, di wilayah Jawa

Barat, lahir Madrasah Mu’allimin Majalengka, Pesantren

Gunumg Puyuh Sukabumi, dan Pesantren Persis Bandung. Di

Banten, terdapat Madrasah Khairiyah Banten. Menyebar ke

daerah Jakarta, terdapat Madrasah Jam’iat Kheir, Madrasah Al-

Irsyad, dan Madrasah Dakwah Islamiyah. Menyusul di wilayah

Sulawesi, berdiri Madrasah Amiriah Bone, dan Madrasah

Tarbiyah Islamiyah. Di Nusa Tenggara berdiri Madrasah

Nahdlatul Wathan, di Kalimantan berdiri Madrasah An-Najah

wal Falah, dan Madrasah Raudlatul Islamiyah.54

Pada tahun 1951 tepatnya bulan September di Yogyakarta,

berdiri PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam) melalui aturan

pemerintah No. 34 tahun1950 yang kemudian di susul berdirinya

Institut Agama Islam Negeri pada 9 Mei 1960 melalui Peraturan

Presiden Republik Indonesia No. 11 tahun 1960 dengan

bangunan Fakultas Ushuluddin di Yogyakarta, dan Fakultas

Adab dan Tarbiyah di Jakarta. Kemudian sekitar tahun 1980,

54 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga

Ideologi, h. 24-26.

Page 52: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

48

munculah Lembaga Tilawatil Qur’an (LPTQ) dan Institut Ilmu

al-Qur`an (IIQ) di Jakarta.55

B. Menghafal Al-Qur`an

1. Pengertian Menghafal Al-Qur`an

Menurut Sa’dullah sebagaimana dikutip dari buku Quantum

Taḥfiẓ karya Fauzan Yahya al-Hafiz, menghafal al-Qur`an

adalah proses mengingat keseluruhan dari semua materi ayat

seperti waqaf, nomor, arti dan segala rincian-rinciannya

haruslah diingat dengan sempurna. Maka, seluruh proses harus

dilakukan dengan tepat dan cepat dalam mengingat bagian-

bagian pada permulaan sampai akhir ayat.56

Menghafal Al-Qur`an terdiri dari dua kata yaitu menghafal

dan Al-Qur`an. Kata hafal adalah serapan dari lafaz hifzh. Hifzh

adalah susunan kata dari huruf “ha-fa-zha” yang artinya

menunjuk kepada memperhatikan dan menjaga sesuatu

sehingga ia tidak lepas, hilang atau terlupakan.57 Di dalam kitab

“Mu’jam Maqayis al-Lughah”, Ibn Faris menjelaskan bahwa

ha-fa-za adalah suatu akar kata yang bermakna dasar menjaga

sesuatu. Tahaffuzh berarti kondisi jauh dari lupa atau lupa yang

55 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga

Ideologi, h. 27.

56 Masagus Fauzan Yahya, Quantum Tahfizh, (Jakarta: Emir, 2015), h.

17. 57 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop

Printing, 2013), h. 2.

Page 53: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

49

hanya sedikit. Kemudian al-Hifaazh adalah menekuni, yaitu

menjaga sesuatu secara terus menerus.58

Lafaz Haafiz merupakan isim fa’il (kata pelaku aktif) dari

isim maf’ul (kata obyek pasif) yaitu al-Hafiiz yang bermakna

menjaga sesuatu. Allah mempunyai nama al-Hafiiz yang berarti

Dzat yang selalu menjaga langit dan bumi dengan segala isinya,

tidak pernah lalai dan lupa, sehingga peredaran planet di

antariksa mampu berjalan pada porosnya dengan baik tanpa

pernah berbenturan satu sama lain.59

Lafaz Haafiz memiliki bentuk jamak yaitu Haafizuun. Di

dalam Al-Qur`an, lafaz haafizuun terdapat pada Surah al-

Mu’minun/23: 5.

و الذين هم لفروجهم حافظون

Dan orang-orang yang menjaga kemaluan-kemaluan mereka.60

Maksud dari kata menjaga pada ayat tersebut adalah menjaga

kemaluannya dari segala perbuatan yang haram seperti zina.

Artinya mereka harus menahan diri dari melakukan segala

perbuatan yang telah dilarang Allah.

Lafaz lain yang diambil dari tiga kata ha-fa-za yaitu mahfuz.

Di dalam Al-Qur`an terdapat pada surah al-Anbiya/21: 32.

...و جعلنا السماء سقفا مفوظا

Dan Kami menjadikan langit sebagai atap yang terpelihara.61

58Abi Al-Husain Ahmad ibn Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah, Juz 2,

(Dar al-Fikr, 1979), h. 87. 59 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, h. 3. 60 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, h. 3. 61 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, h. 3.

Page 54: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

50

Maksud ayat tersebut adalah langit telah ditinggikan agar

terjaga dari kerusakan ataupun kejatuhan.

Sedangkan Al-Qur`an didefenisikan oleh Imam al-Zarqani

sebagaimana dikutip oleh A. Muhaimin Zein adalah

القرآن هو كلام الله المعجز المن ز على خات الانبياء والمرسلي بواسطة الامي

صحف الم ت عبد بتلاوته جبيل عليه السلام المكتب ف الم

ن قول بالت واتر الم

ختتم بسورة النس بدوء بسورة الفاتة الم

الم

Al-Qur`an adalah firman Allah yang merupakan mukjizat

yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat

Jibril, yang ditulis di mushaf, dinukil secara mutawatir dan

membacanya merupakan suatu ibadah, diawali dari surah al-

Fatihah dan diakhiri dengan surah al-Nas.62

Sebagaimana menurut Ahsin Sakho Muhammad, Al-Qur`an

adalah Haq, kebenaran sejati yang sesuai dengan kenyataan dan

muncul dari Dzat Yang Haq. Al-Qur`an merupakan sumber

kebenaran, kebaikan, dan sumber nilai yang paripurna.63

Al-Qur`an yang dimaksudkan dari definisi di atas adalah Al-

Qur`an yang telah dikodifikasikan oleh Utsman bin Affan

sehingga menjadi dasar dari berbagai hukum syariat Islam

sekaligus menjadi pedoman bagi kelangsungan hidup manusia.

Maka dapat disimpulkan bahwa Al-Qur`an adalah dasar

62 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, h. 8. 63 Ahsin Sakho Muhammad, Oase Al-Qur’an Penyejuk Kehidupan,

(Jakarta: Qaf Media Kreativa, 2018), h. 10.

Page 55: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

51

kebenaran yang mengatur seluruh kelangsungan hidup manusia

di dunia maupun di akhirat kelak.

Dari definisi dua kata tersebut yaitu hifzh dan Al-Qur`an,

dapat disimpulkan bahwa menghafal Al-Qur`an adalah upaya

sseorang dalam memelihara, menjaga, dan melindungi Al-

Qur`an dari lupa terhadap ayat yang telah diingat.

2. Metode-Metode Menghafal Al-Qur`an

Salah satu cara agar dalam proses menghafal menjadi mudah

dan terstruktur adalah dengan menggunakan metode menghafal

yang tepat. Metode adalah cara yang dinilai paling tepat untuk

melakukan sesuatu.64 Metode yang tepat adalah metode yang

sesuai dengan kemampuan seseorang. Oleh karena itu, beberapa

orang berlomba-lomba menciptakan dan menyusun metodenya

sendiri. Karena beragamnya metode yang ditawarkan dalam

menghafal Al-Qur`an, menjadikan beberapa orang lainnya

terlihat bingung dalam menentukan metode yang pas untuk

dipakai. Di antara beberapa metode menghafal Al-Qur`an yang

berkembang saat ini adalah sebagai berikut.

a. Metode ODOA

Metode one day one ayat atau biasa disingkat dengan

metode ODOA adalah sebuah metode menghafal Al-Qur`an

yang digagas pertama kali oleh Yusuf Mansur. Ia merupakan

Pengasuh Pondok Pesantren Darul Quran Nusantara, Jakarta.

Menurutnya, sebagaimana yang dikutip oleh Khoirul Anwar

64 Ahmad Tafsir, Metode Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT

Remaja Rosydakarya, 2012), h. 9.

Page 56: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

52

dan Mufti Hafiyana dalam artikelnya menyebutkan bahwa

metode one day one ayat adalah program menghafal satu hari

satu ayat yang dimulai dari surah-surah pendek di dalam Al-

Qur`an. Namun, jika pada surah yang mempunyai ayat

sedikit dan mudah dihafal bisa lebih dari satu ayat bahkan

satu surah. Sedangkan jika terdapat ayat yang cukup panjang

untuk dihafalkan, bisa lebih dari satu hari hingga benar-benar

hafal.65

b. Metode STIFIn

Metode STIFIn ditemukan pertama kali oleh Farid

Poniman bersama Indrawan Nugroho. Mereka adalah salah

satu tokoh pendiri Kubik Leadership yang merupakan sebuah

lembaga training yang dikenal unik karena pada sebelum

melakukan trainingnya, mereka memetakan peserta training

sesuai dengan tingkat kecerdasan masing-masing. Di dalam

bukunya, Farid Poniman menjelaskan bahwa ia

menggunakan empat kecerdasan yaitu S, T, I, dan F. S

adalah uraian dari sensing, T adalah thinking, I adalah

intuiting dan F adalah feeling. Kekuatan utamanya terletak

pada konsep yang simple, akurat dan aplikatif. Jadi, konsep

STIFIn memetakan dari 5 belahan otak manusia, 1 yang

menjadi dominan yang menjadi pengendali manusia dari

65 Khoirul Anwar dan Mufti Hafiyana, Implementasi Metode ODOA (One

Day One Ayat) Dalam Meningkatkan Kemampuan Mneghafal Al-Qur’an,

(Situbondo: Universitas Ibrahimy, 2018), h. 185.

Page 57: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

53

pembentuk bakat alaminya. 1 yang dominan tersebut adalah

insting yang disingkat In.66

Konsep STIFIn yang ditemukan oleh Farid Poniman

merupakan hasil kompilasi dari berbagai teori psikologi,

neurosiciene, dan SDM. Prinsip besarnya mengacu pada

konsep kecerdasan tunggal yang digagas oleh seorang tokoh

bernama C.G Jung. Tes yang dilakukan untuk mengetahui

kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang adalah dengan cara

men-scan sidik jari dari kesepuluh ujung jari. Sidik jari

mengandung beberapa informasi dari komposisi susunan

syaraf yang dominan dan mampu berperan sebagai sistem

operasi sekaligus menjadi jenis dari sebuah kecerdasan.67

Kemudian, metode ini diaplikasikan ke dalam proses

menghafal Al-Qur`an. Proses mengingat dalam menghafal

Al-Qur`an sangat erat kaitannya dengan memori otak,

sehingga dapat memungkinkan bagi para penghafal Al-

Qur`an untuk diingat kembali dalam beberapa saat atau

dalam jangka waktu yang panjang.68

Memori berkaitan erat dengan proses belajar sehingga

jika diaplikasikan dalam menghafal Al-Qur`an, maka proses

mengenal dan memahami melalui panca indera diubah

menjadi simbol-simbol tertentu yang disebut dengan istilah

encoding. Setelah proses encoding, selanjutnya yang akan

dilakukan adalah proses penyimpanan (storage). Dalam

66 Farid Poniman dan Rahman Adi Mangussara, Konsep Palugada,

(Jakarta: STIFIn Institute, 2013), h. 1. 67 Farid Poniman, Penjelasan Hasil Tes STIFIn, Cet. 5, (Bekasi, STIFIn

Fingerptint, 2012), h. iv. 68 Gita Sekar Prihantini, Strategi Belajar, (Malang: UMM Press, 2015), h.

361.

Page 58: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

54

bagian penyimpanan inilah yang menurut Prihatini termasuk

dalam sistem limbik dalam otak (memori jangka panjang).

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa memori yang

terdapat dalam proses menghafal Al-Qur`an berfungsi untuk

menyimpan, menerima dan memproduksi informasi ketika

proses retrieval (memori jangka pendek).69

c. Metode Kauny

Metode Kauny Quantum Memori adalah metode

menghafal Al-Qur`an yang dipelopori oleh al-Hafiz Bobby

Herwibowo. Metode ini diambil dari motto “Menghafal Al-

Qur`an Semudah Tersenyum” dan dikenalkan pada tahun

2011. Kemunculan metode ini dilatar belakangi oleh

berbagai keluhan yang datang dari umat Islam yang

mendapat kesulitan dan mudah lupa dalam menghafal Al-

Qur`an, sehingga mereka menganggap bahwa menghafal Al-

Qur`an adalah sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Kemudian

ia ingin memasyarakatkan slogan bahwa menghafal Al-

Qur`an itu mudah dan menyenangkan. Selain itu, melihat

fakta bahwa kesadaran dan kebutuhan umat muslim untuk

belajar menghafal Al-Qur`an semakin meningkat pun

menjadi latar belakang yang memperkuat kemunculan

metode ini.70

Metode Kauny Quantum Memory dapat digunakan oleh

semua kalangan penghafal Al-Qur`an, tidak mengenal

69 Magda Bhinnety, “Sruktur dan Proses Memori” Buletin Psikologi,

Vol. 16, No. 2, (2008), h.74- 88. 70 Bobby Herwibowo, Menghafal Al-Qur’an Semudah Tersenyum,

(Sukoharjo: CV Farishma Indonesia, 2014), h. 7.

Page 59: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

55

batasan usia, tempat belajar, stasus sosial dan ekonomi, jenis

kesibukan pekerjaan dan jenjang pendidikan. Bahkan metode

ini dapat digunakan bagi yang sudah bisa membaca Al-

Qur`an maupun yang buta huruf sekalipun. Metode ini akan

lebih optimal jika diterapkan untuk anak-anak, karena daya

ingat saat usia anak-anak sangat kuat dan mudah hilang

karena tidak terganggu dengan problematika hidup.71

Cara kerja Metode Kauny Quantum Memory yaitu

pertama calon penghafal akan menirukan bacaan yang telah

didengarkan secara talaqqi oleh guru, kemudian mengartikan

setiap kata dengan melakukan gerakan tangan sesuai

visualisasi dari arti ayat tersebut. Setelah itu, dibuatkan

ilustrasi dari ayat-ayat Al-Qur`an yang telah dihafal untuk

menyambungkan ayat satu dengan ayat lainnya. Metode ini

menyatukan cara kerja otak kiri yang berhubungan dengan

data, angka, urutan, dengan cara kerja otak kanan yang

berhubungan dengan ritma, irama, musik, gambar, dan juga

imajinasi.72

Berdasarkan metode dari ketiga tokoh di atas, dapat

disimpulkan bahwa metode berguna untuk mempermudah

proses menghafal al-Qur`an agar mampu disimpan dalam

jangka waktu yang panjang dan bisa digunakan untuk semua

kalangan usia.

3. Penghafal Ideal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideal adalah

memuaskan karena sesuai dengan yang dicita-citakan atau

71 Bobby Herwibowo, Menghafal Al-Qur’an Semudah Tersenyum, h. 322. 72 Bobby Herwibowo, Menghafal Al-Qur’an Semudah Tersenyum, h. 21.

Page 60: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

56

diangan-angankan.73 Hal ini erat kaitannya dengan seorang

penghafal al-Qur`an. Karena pada praktiknya, untuk mencapai

seorang penghafal yang diharapkan adalah dengan mencukupi

unsur-unsur ideal dalam menghafalkan al-Qur`an.

Menurut Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf, penghafal al-

Qur`an yang ideal adalah mereka yang mempunyai adab dalam

kesehariannya termasuk adab terhadap al-Qur`an. Mereka tidak

akan menggunakan al-Qur`an sebagai sumber pencaharian

karena mereka sangat memuliakan al-Qur`an. Mereka akan

terbiasa membaca al-Qur`an sesering mungkin baik di waktu

siang maupun malam hari karena mereka benar-benar

menghindari dari lupa terhadap semua ayat yang telah mereka

hafalkan serta membiasakan diri mengikat hafalannya dengan

membaca pada saat sedang shalat atau menjadikannya sebagai

wirid harian.74

Adapun menurut al-Hafiz Ahmad bin Salim Baduwailan,

seorang penghafal ideal adalah dalam prosesnya tidak

membutuhkan waktu yang lama dan dalam hafalnya adalah

membaca ayat-ayat secara berkesinambungan tanpa terbata-bata

sama sekali. Kemudian dalam kehidupannya senantiasa selalu

mendapatkan keberkahan.75

Dalam pendapat yang lain, al-Hafiz Muhaimin Zen

menyebutkan dalam bukunya bahwa penghafal yang ideal adalah

penghafal yang mampu istiqamah dalam hal-hal terpuji dan

menjauhi hal-hal yang tercela. Ia juga mampu menjaga

73 Dendy Sugono, dkk, Kamus Bahasa Indonesia, h. 538. 74 Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, At-Tibyan Adap Penghafal

Al-Qur’an, (Solo: Al-Qowam, 2014), h. 48. 75 Ahmad Baduwailan, Menjadi Hafiz. Tips dan Motivasi Menghafal Al-

Qur’an, (Solo: Aqwam, 2019), h. 169.

Page 61: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

57

hafalannya dengan mengulang-ulang ayat secara kontinu tanpa

merasa lelah, serta bersedia mengorbankan waktu dan tenaga

untuk menjaganya.76

Seorang pakar Qiraat Indonesia, al-Hafiz Ahsin Sakho

Muhammad memberikan definisi penghafal ideal dengan cukup

unik. Menurutnya, selain pengertian-pengertian yang telah

disebutkan penulis dari al-Hafiz sebelumnya, penghafal al-

Qur`an yang ideal adalah orang yang mampu membuat masa

depannya menjadi cemerlang. Karena seorang yang sudah diberi

karunia oleh Allah menjadi penghafal al-Qur`an 30 juz

sebenarnya telah menggenggam sebongkah emas yang dapat

dijadikan perhiasan apa saja yang ia inginkan tergantung dari

keahlian yang ia miliki. Artinya, ia bisa menjadi seorang ahli

ilmu dalam bidang apa saja tergantung dari apa yang sedang ia

kembangkan saat itu. Oleh karena inilah, seorang penghafal al-

Qur`an perlu meningkatkan kapasitas ilmiahnya agar dapat

meraih masa depan yang cemerlang.77

Dari penjelasan-penjelasan yang dikemukakan oleh beberapa

tokoh di atas, maka penulis menarik sebuah kesimpulan bahwa

seseorang bisa dikatakan sebagai penghafal al-Qur`an yang ideal

apabila ia sudah mampu menjadikan seluruh ayat-ayat al-Qur`an

sebagai wirid dan bacaan harian di setiap waktunya, memuliakan

al-Qur`an dengan tidak menjadikannya sebagai ladang mata

pencaharian pribadinya, serta mengamalkan apa yang telah ia

hafalkan ke dalam kehidupannya dengan mencerminkan

keluhuran adab dan sifat-sifat terpuji. Hal seperti ini tentu akan

76 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, h. 50. 77 Ahsin Sakho Muhammad, Menghafalkan Al-Qur’an (Jakarta: Qaf

Media Kreativa, 2018), h. 22.

Page 62: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

58

menjadikannya takut akan melakukan kemaksiatan dan juga

dosa.

4. Keutamaan Menghafal Al-Qur`an

Di dalam kitab at-Tibyan Adab Penghafal Al-Qur`an karya

Abu Zakaria Yahya bin Syaraf, telah terangkum berbagai

keutamaan menghafal Al-Qur`an, di antaranya:78

a. Memberikan mahkota kepada orang tua di akhirat

من ق رأ القرآن و عمل با فيه ألبس والداه تاجا ي وم القيامة ضوؤه أحسن

ن يا لو كانت فيكم فما ظنكم بالذى من ضوء الشمس ف ب ي وت الد

عمل بذا

“Siapa yang membaca Al-Qur`an dan mengamalkan

isinya, ia akan mengenakan mahkota kepada kedua orang

tuanya pada Hari Kiamat, yang cahayanya lebih baik

daripada cahaya mentari yang menerpa rumah-rumah di

dunia. Andaikata hal itu terjadi pada kalian, bagaimana

menurut kalian jika hal tersebut didapatkan oleh orang yang

mengamalkan Al-Qur`an?” 79

b. Tidak akan mendapat Azab

اق رؤوا القرآن فإن الله ت على لاي عذب ق لبا وعى القرآن وإن هذا القرآن

مأدبة الله ت على فمن دخل فيه ف هو آمن ومن أحب القرآن ف ليبشر

78 Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, At-Tibyan Adap Penghafal

Al-Qur’an, h. 13. 79 Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, At-Tibyan Adap Penghafal

Al-Qur’an, h. 13.

Page 63: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

59

“Bacalah al-Qur`an karena Allah benar-benar tidak akan

mengazab hati orang yang menghafal al-Qur`an benar-

benar merupakan jamuan Allah. Maka barangsiapa

mendatanginya ia akan aman, bergembiralah siapa saja

yang sangat mencintai Al-Qur`an”. 80

Kemudian, Muhaimin Zein dalam bukunya yang berjudul

Taḥfiẓ Al-Qur`an Metode Lauhun menambahkan beberapa

keterangan mengenai keutamaan-keutamaan menghafal al-

Qur`an, di antaranya adalah:

c. Menjadi umat Nabi Muhammad yang mulia

Kemuliaan yang akan didapatkan oleh para penghafal

Al-Qur`an telah diucapkan secara langsung oleh Nabi.

Sebagaimana hadis berikut.

عن الضحاك عن ابن عباس رضى الله تعالى عنهما قال : قال رسول الله

صلى الله عليه وسلم : أشراف امت حلة القرآن وأصحاب اليل

Nabi Saw. bersabda yang paling mulia di antara umatku

adalah orang yang hafal Al-Qur`an dan ahli shalat malam.81

d. Mendapat keberuntungan di dunia dan di akhirat

Selain diberikan kemuliaann oleh Nabi Muhammad,

penghafal Al-Qur`an juga diberikan keberuntungan oleh

80 Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, At-Tibyan Adap Penghafal

Al-Qur’an, h. 13. 81 Muhaimin Zein, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop

Printing, 2013), h. 12-15.

Page 64: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

60

Allah di dunia dan di akhirat. Di antara keberuntungan

tersebut adalah mereka termasuk hamba-hamba yang mulia

di dunia sedangkan di akhirat mereka akan meraih pahala

sebagaimana pahala para nabi. Hal ini sebagaimana yang

dijelaskan di dalam hadis sebagai berikut.

ن يا ب عد الانبياء العلماء العاملون ث إن أكرم العباد عند الله ف هذه الد

ن يا كما يرجون الانبياء وهم حلة القرآن هم يرجون من هذه الد

نبياء ويأخذون الث واب كما يأخذ الث واب يشرون من ق ب ورهم مع الا

الأنبياء فطوب لملة القرآن )او كما قال(

Hamba yang paling mulia di sisi Allah di dunia ini

setelah para Nabi adalah para ulama yang mengamalkan

ilmu mereka. Berikutnya adalah para penghafalan Al-

Qur`an. Mereka keluar dari dunia (meninggal dunia) sama

dengan meninggalnya para nabi. Mereka akan dibangkitkan

dari kubur mereka dan dikumpulkan di padang Mahsyar

bersama-sama para nabi. Mereka pun meraih pahala seperti

raihan pahala para nabi. Betapa beruntungnya para

penghafal Al-Qur`an.82

e. Tidak merasa cemas saat di hari kiamat

Di antara kondisi yang akan dirasakan para penghafal

Al-Qur`an di hari kiamat kelak adalah mereka tidak akan

peduli terhadap hisab, tidak terkejut saat sangkakala ditiup,

82 Muhaimin Zein, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop

Printing, 2013), h. 12-15.

Page 65: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

61

dan tidak akan risau pada hari kecemasan yang paling besar

tiba. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam hadis

berikut.

عن ابن عباس رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم

فزعهم الصيحة ولا يزن هم الفزع : ثلاثة لا يكتث ون للحساب ولا ت

الأكب : حامل القرآن ي ؤديه إلى الله ي قدم على ربه سيدا شري فا حت

ي رافق المرسلي ومن أذن سبع سني لا يأخذ على أذنه طمعا وعبد

لوك أدى حق الله من ن فسه وحق مواليه م

Ada tiga orang yang tidak peduli terhadap hisab, tidak

terkejut saat sangkakala ditiup, dan tidak susah pada hari

kecemasan paling besar. (1) orang yang hafal Al-Qur`an.

Dia datang ke hadapan Allah sebagai hamba yang mulia

sehingga menemani para utusan Allah, (2) orang yang

beradzan selama tujuh tahun, dia melakukannya bukan

karena tamak, dan (3) hamba sahaya yang memenuhi hak

Allah dan tuannya.83

f. Akan dibangkitkan bersama para malaikat dan para nabi di

akhirat kelak.

Kedudukan yang Allah berikan bagi para penghafal Al-

Qur`an sangatlah tinggi. Salah satunya sebagaimana yang

terdapat dalam hadis berikut ini.

83 Muhaimin Zein, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop

Printing, 2013), h. 12-15.

Page 66: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

62

عن اسماعيل بن عبيد الله عن وهب الدمارى قال : قال رسول الله صلى

الله عليه وسلم : من اتاه الله القرآن ف قام به أناء الليل وأناء الن هار وعمل

السفرة با فيه ومات على الطاعة ب عثه الله ت عالى ي وم القيمة مع

والاحكمز قال سعد : السفرة الملائكة والاحكام

Barang siapa dianugerahi hafalan Al-Qur`an oleh Allah

kemudian dia membacanya dan mengamalkannya

sepanjang malam dan siang lalu dia meninggal dalam

keadaan taat kepada Allah, maka Allah akan

membangkitkannya pada hari kiamat kelak bersama-sama

dengan para malaikat dan para Nabi. Berkatalah Said: السفرة

: malaikat, sedangkan الاحكام : para Nabi.84

g. Para penghafal Al-Qur`an adalah keluarga Allah, dan

orang-orang terdekat Allah.

Di riwayatkan dari Anas bin Malik ra. dia berkata,

Rasulullah saw. bersabda:

من الناس قالوا : يا رسول الله من هم؟ قال : هم أهل ه أهلي إن لل

القرآن أهل الله وخاصته

Sesungguhnya Allah mempunyai para ahli (wali) dari

kalangan manusia. Para sahabat bertanya, “Wahai

Rasulullah, siapakah mereka itu? Beliau menjawab,

84 Muhaimin Zein, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop

Printing, 2013), h. 12-15.

Page 67: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

63

“Mereka adalah ahlullah (keluarga Allah) dan orang-orang

terdekat denganNya”.85

Terhitung masih banyak keutamaan-keutamaan lain

yang akan diperoleh para penghafal Al-Qur`an. Namun,

penulis hanya merangkumnya menjadi beberapa keutamaan

yang penulis anggap paling penting dan agung di antara

keutamaan yang lainnya.

Di dalam hadis yang cukup populer, para pembaca al-

Qur`an akan tetap mendapat syafaat di hari kiamat

meskipun mereka tidak menghafalnya. Tidak hanya itu,

mereka akan menjadi sahabat dekat al-Qur`an. Hadis yang

dimaksud adalah sebagai berikut.

عا لأصحا به اق رءوا القرآن فإنه يأت ي وم القيامة شفي

Bacalah al-Qur`an karena ia akan datang pada Hari

Kiamat sebagai pemberi syafaat bagi sahabatnya.86

Kata sahabat yang dimaksudkan pada hadis ini adalah

orang-orang yang senantiasa selalu membaca al-Qur`an

ketika di dunia.87 Tidak cukup hanya dengan membaca, ia

juga selalu berinteraksi dengan al-Qur`an dimanapun ia

berada.88

85 Ahmad Baduwailan, Menjadi Hafiz. Tips dan Motivasi Menghafal Al-

Qur’an, h. 34. 86 Muhaimin Zein, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop

Printing, 2013), h. 12-15. 87 Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, At-Tibyan Adap Penghafal

Al-Qur’an, h. 8. 88 Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak: Membaca, Menulis dan

Mencintai Al-Qur`an, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 47.

Page 68: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

64

BAB III

PROFIL PESANTREN

A. Profil Pendiri Pesantren

Pesantren89 dalam penelitian ini bernama Pesantren Taḥfiẓ Alif.

Pendirinya adalah Malih Laila Najihah Lc. MA. Ia lahir tanggal 18

April 1979 di Lumajang. Pendidikan S1 nya di Universitas Al-Azhar

Kairo Mesir dan melanjutkan S2 di Pascasarjana Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama di Kairo, ia menambah

pendidikan nonformal dengan belajar Qirā`at Asyrah.

Malih Laila Najihah Lc. MA merupakan murid Syaykhah Amīrah

bint ʻAbd al-Ḥamīd ibn Musṭafā al-Sīs.90 Malih Laila Najihah

bertalaqqi Qira`at Asyrah al-Mutawātirah melalui ṭarīq al-Syāṭibī

wa al-Durrah dari Syekh Dr. ʻAbd ʻAzīz ibn ʻAbd Ḥafīż ibn

Muḥammad ibn Sulayman91 dan bertalaqqi Qirā`t Asyrah al-

Mutawātirah dari Syekh Dr. Ibn Muḥammad Tawfīq al-Nuhās 92.

89 Pesantren adalah nama lain dari surau yaitu sebuah nama kelembagaan

pendidikan Islam tradisional. Karakteristik dasar sistem pendidikan pesantren yaitu

pengasramaan (boarding system) atau yang dikenal sebagai sistem santri mukim. Lihat di

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernasi di Tengah Tantangan

Milenium III (Jakarta: Kencana, 2012), 129,

https://books.google.co.id/books?id=TTvNDwAAQBAJ&pg=PA129&dq=pengertian+pe

santren+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiF76eapt3oAhXKfX0KHaQeBiQQ6AEIP

DAD#v=onepage&q=pengertian%20pesantren%20adalah&f=false. 90 Amīrah bint ʻAbd al-Ḥamīd ibn Musṭafā al-Sīs adalah seorang guru Qirā`at

Asyrah yang berasal dari Swiss. Gurunya bernama ʻAbd al-ʻAzīz ibn Hafīż dan juga

kepada Dr. Ibn Muḥammad Tawfīq al-Nuhās. Amīrah berguru qira`āt Ḥafṣ kepada al-

Syaykh al-Ziyāt dari ṭarīq al-Syāṭibiyah dan kepada Aḥmad ibn Muṣṭafā ibn Ahmad Abū

al-Ḥasan dari ṭarīq al-Ḥamāmī di al-Fīl. Amīrah berguru qira`āt Nāfiʻ kepada Ṣalāh ibn

Sayd ibn Ḥusayn Miftāh. Amīrah berguru qira`āt ibn Kaṡīr kepada al-Syaykh Muhammad

ibn Sayid ibn ‘Abd Allah ibn Fath al-Bab dan Abū ‘Amr dan Ya’qūb di masjid al-Badr di

Imbabah dan juga di masjid al-Tawhīd di Gumroh. Amīrah al-Sīs tidak pernah meminta

bayaran jika mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya. Lihat Multaqā Ahl al-Hadīṡ.

Diakses, 10 April, 2020, https://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=274131. 91 Syekh Dr. ʻAbd ʻAzīz ibn ʻAbd Ḥafīż ibn Muḥammad ibn Sulayman adalah

seorang ulama Qirā`at al-‘Asyr al-Ṣugrā wa al-Kubrā al-Mutawāttirah dari Syekh

Page 69: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

65

Qirā`at Asyrah adalah bentuk dari sepuluh bacaan al-Qur`an

yang berbeda dan telah disepakati oleh para ulama Qirā`at akan

keabsahannya. Jalur qirā`at nya menggunakan ṭarīq al-Syāṭibī wa

al-Durrah dan ṭarīq al-Taḥbīr wa al-Tafsīr. Adapun sanad silsilah

talaqqi Malih Laila Najihah sampai dan bersambung pada

Rasulullah SAW.93

1. Sejarah Singkat Pesantren Taḥfiẓ Alif

Awal berdirinya Pesantren Taḥfiẓ Alif bernama Ma’had

Dzin Nurain. Ma’had ini telah berdiri selama 10 tahun di bawah

binaan AMCF94. Maʻhad ini memiliki kegiatan utama yaitu

menghafal al-Qur`an yang dibarengi dengan pembelajaran

bahasa Arab.

Pada tahun 2017, Ma’had Dzin Nurain mengalami

keterbatasan kuota santri karena AMCF mempunyai kuota santri

Aḥmad ibn ‘Abd al-‘Azīz al-Ziyāt dari Kairo, Mesir. Dr. ʻAbd ʻAzīz ibn ʻAbd Ḥafīż ibn

Muḥammad ibn Sulayman lahir pada 17 September 1939 di Darb al-Aḥmar Mesir. Lihat

https://m.facebook.com/pg/%D8%A3%D8%AD%D8%A8%D8%A7%D8%A8-

%D9%88%D8%AA%D9%84%D8%A7%D9%85%D9%8A%D8%B0-

%D8%A7%D9%84%D8%AF%D9%83%D8%AA%D9%88%D8%B1-

%D8%A7%D9%84%D8%B4%D9%8A%D8%AE-%D8%B9%D8%A8%D8%AF-

%D8%A7%D9%84%D8%B9%D8%B2%D9%8A%D8%B2-%D8%A8%D9%86-

%D8%B9%D8%A8%D8%AF-

%D8%A7%D9%84%D8%AD%D9%81%D9%8A%D8%B8-%D8%A8%D9%86-

%D8%B3%D9%84%D9%8A%D9%85%D8%A7%D9%86-

203171499702204/about/?ref=page_internal&mt_nav=0. Diakses 12 April 2020. 92 Syekh Dr. Ibn Muḥammad Tawfīq al-Nuhās adalah seorang ulama Qirā`at al-

Ṣugrā wa al-Kubrā al-Mutawāttirah. Al-Nuhās lahir di Faraskur provinsi Dimyat pada

1939. Lihat Multaqā Ahl al-Hadīṡ. Diakses, 12 April, 2020,

https://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=34855&page=13. 93 Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 2. Lihat di lembar lampiran. 94 AMCF merupakan singkatan dari Asia Muslim Charity Foundation adalah

pendirian Sekretariat Kerjasama Dar al-Bīr Society (DBS) di Indonesia pada 11 Januari

1992. Pada 28 Juni 2002, Sekretariat Kerjasama Dar al-Bīr Society bertransformasi

secara institusional sebagai badan hukum menjadi Asia Muslim Charity Foundation.

Diakses 11 April, 2020, https://www.amcf.or.id/.

Page 70: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

66

yang sudah menjadi ketetapan lembaga. Saat itu, santri yang

mendaftar mencapai 50 orang.

Malih Laila yang bertugas menerima setoran santri di

lembaga tersebut berinisiatif untuk mendirikan sendiri lembaga

Taḥfiẓ dan berlepas dari naungan AMCF. Beliau ingin

mendirikan Rumah Taḥfiẓ Alif. 95

Akhirnya, pada tahun 2017, telah diresmikan Rumah Taḥfiẓ

Alif oleh Yayasan Sahabat Shalawat dengan nomor SK:

AHU.0004872 AH.01.12 pada hari Minggu, 26 Februari 2017

sebagai rumah pertama. Kemudian dibentuklah Rumah Taḥfiẓ

Alif 2, yang awalnya berdiri atas nama Ma’had Dzin Nurain di

bawah binaan AMCF selama 10 tahun. Kemudian, pada tanggal

1 Maret 2017, AMCF menyerahkan seluruh pengelolaan

tersebut secara mandiri kepada pembimbing dan dibina oleh

Yayasan Sahabat Shalawat.96

Rumah Taḥfiẓ Alif memiliki beberapa cabang yang berbeda.

Walau pun demikian, tetap dalam satu kesatuan dan di bawah

lembaga dan nama yang sama. Pembagian tempat tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Pesantren Taḥfiẓ Alif 1 berada di Perumahan Saung

Gintung, Blok E No. 9 Pisangan Raya Cirendeu, Ciputat Timur.

Tempat ini berjarak sekitar 1,4 km dari kampus 2 Pascasarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Pesantren Taḥfiẓ Alif 2 berada di Jl. BPKP 2 No. 83 B

Kampung Utan, Ciputat, Tangerang Selatan. Tempat ini

95 Malih Laila Najihah (Ketua sekaligus Pengajar Pesantren Taḥfiẓ Alif).

Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 14 Maret 2020, Banten.

96 Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 2. Lihat di lembar lampiran.

Page 71: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

67

berjarak sekitar 0,5 km dari kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

c. Pesantren Taḥfiẓ Alif 3 berada di Jl. Pepaya No. 77A

Cempaka Putih Ciputat Tangerang Selatan. Tempat ini berjarak

sekitar 0,7 km dari kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

d. Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 berada di Jl. Masjid Baitul Ula I,

Cirendeu, Ciputat Timur Tangerang Selatan. Tempat ini

berjarak sekitar 1,2 km dari kampus dari kampus 2 Pascasarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

e. Pesantren Taḥfiẓ Alif Riau Bersedekah berada di Jl.

Swakarya Depan YPI Al-Azhar, Panam Pekan Baru, di bawah

bimbingan Yayasan Darussa’adah Riau.

2. Visi dan Misi Pesantren Taḥfiẓ Alif

Lembaga pendidikan sudah seharusnya memiliki visi dan

misi guna menjadi acuan dasar sekaligus mampu menjadi

sesuatu yang dapat menarik calon santri yang akan

mendaftarkan ke lembaga tersebut.

Dalam wawancara penulis dengan pengasuh pesantren,97

Pesantren Taḥfiẓ Alif juga memiliki visi dan misi sebagai

berikut.

Visi:

Mencetak generasi-generasi hafīzah 30 juz terutama di kalangan

mahasiswi dan menebar pendidikan dan sanad Qirā`at.

97 Malih Laila Najihah (Ketua sekaligus Pengajar Pesantren Taḥfiẓ Alif).

Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 14 Maret 2020, Banten.

Page 72: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

68

Misi:

1) Menampung mahasiswi-mahasiswi yang ingin

menghafalkan al-Qur`an dengan tempat yang dekat dari

area kampus yang mudah terjangkau.98

2) Mencetak generasi al-Qur`an yang mutqin serta qurani.

3) Membentuk dan membina muslimah yang taat dan patuh

kepada Allah dan meneladani Rasulullah dalam kehidupan

sehari-hari.

4) Menjadikan al-Qur`an sebagai prioritas layanan pendidikan

dengan mengedepankan akhlāq al-Karīmah.

5) Mengamalkan kandungan al-Qur`an dalam kehidupan

sehari-hari.

6) Mewujudkan lembaga al-Qur`an yang berkualitas.

Selain visi dan misi tersebut, Pesantren Taḥfiẓ Alif juga

mempunyai program unggulan yaitu program dua tahun khatam.

Program inilah yang menjadi daya tarik tersendiri di kalangan

mahasiswi yang ingin menghafalkan al-Qur`an. Karena, dengan

waktu yang terhitung singkat tersebut membuat mahasiswi bisa

lebih memanfaatkan waktu untuk dekat dengan al-Qur`an

seperti membaca dan menghafal al-Qur`an.

3. Legalitas Pesantren Taḥfiẓ Alif

Mendirikan suatu lembaga pendidikan atau madrasah wajib

memiliki izin dari badan hukum. Hal ini tentulah harus dengan

melewati beberapa rangkaian persyaratan administratif, teknis

dan lainnya. Nampaknya, Pesantren Taḥfiẓ Alif sudah

98 Malih Laila Najihah (Ketua sekaligus Pengajar Pesantren Taḥfiẓ Alif).

Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 14 Maret 2020, Banten.

Page 73: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

69

memenuhi seluruh rangkaian tersebut. Data yang penulis

temukan yaitu Akta Notaris No. 143 Tanggal 04 September

2019/SK. MENKUMHAM No. AHU-0012603.AH.01.04

Tahun 2019 yang berada di Jl. Masjid Baitul Ula No. 61,

Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan-Banten. 15419 dengan

Nomor Statistik Pondok Pesantren izin operasional Pesantren

yaitu 500336740081.99

4. Pembimbingan Menghafal Al-Qur`an

Metode pengajaran di Rumah Taḥfiẓ Alif dalam proses

menghafal al-Qur`an masih menggunakan metode klasik, yaitu

metode talaqqi100. Artinya, seorang murid di hadapan guru atau

pembimbing secara berkesinambungan.

Program Taḥfiẓ 30 juz mengambil jalur riwayat Abu ʻUmar

Ḥafṣ ibn Sulaymān ibn al-Mugīrah ibn al-Bazzār al-`Asdi al-

Kūfī al-Tabiʻī. Program tersebut berlangsung selama empat

semester, dua tahun dengan alokasi waktu Taḥfiẓ pagi, siang dan

sore. Berikut ini adalah tabel pembagian setoran hafalan di

Rumah Taḥfiẓ Alif. 101

99 Nashihatul Muhtadina. Santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 16 Maret 2020, Banten. Lihat di lembar lampiran surat legalitas

Pesantren. 100 Secara bahasa, talaqqi bermakna penerimaan. Lihat Manna` al-Qaṭṭān.

Pengantar Studi al-Qur`an (Jakarta: Pustaka al-Kauṡar, 2018), h. 428.

Secara istilah, metode talaqqi adalah metode pengajaran dengan cara seorang guru

membacakan, sementara murid mendengarkan. Lihat D. M Makhyaruddin, Rahasia

Nikmatnya Menghafal Al-Qur`an (Jakarta: Penerbit Noura, 2016), h. 80. 101 Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 3.

Page 74: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

70

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Setoran

Tempat Talaqqi Waktu

Taḥfiẓ Alif 1 17.00 – 18.00 oleh Pengasuh

06.00 – 07.00 oleh Musyrifah102

Taḥfiẓ Alif 2 10.00 – 11.00 oleh Pengasuh

21.00 – 22.00 oleh Musyrifah103

Taḥfiẓ Alif 3 09.00 – 10.00 oleh Pengasuh

20.00 – 21.00 oleh Musyrifah104

Taḥfiẓ Alif 4 16.00 – 17.00 oleh Pengasuh

20.00 – 21.00 oleh Musyrifah105

Selama mengikuti program Taḥfiẓ para santriwati dilazimkan

untuk murāja`ah106 harian, mingguan, dan bulanan. Karena

102 Musyrifah adalah seorang musyrif yang memimpin organisasi dan kegiatan

Pesantren dan bertanggungjawab atas jalannya kegiatan di Pesantren. Musyrifah Alif 1

bernama Nashihatul Muhtadina berusia 25 tahun. Nasihatul adalah santri di Pesantren

Tahfiz Alif yang telah menyelesaikan setoran hafalan al-Qur`an selama 5 bulan. Lihat

Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 5.

Nashihatul juga merupakan mahasiswi S2 program studi Pengkajian Islam di

Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta. Nashihatul Muhtadina, Wawancara. 103 Musyrifah Alif 2 bernama Krisdayanti berusia 21 tahun. Krisdayanti adalah

santri di Pesantren Tahfiz Alif yang telah menyelesaikan setoran hafalan al-Qur`an

selama 1 tahun 9 bulan. Lihat Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 5. Krisdayanti juga

merupakan mahasiswi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi program Studi Bimbingan

Penyuluhan Islam di Universitas Islam Negeri Jakarta. Krisdayanti, Wawancara. 104 Musyrifah Alif 2 bernama Zahratul Firdaus berusia 21 tahun. Krisdayanti

adalah santri di Pesantren Tahfiz Alif yang telah menyelesaikan setoran hafalan al-

Qur`an selama 1 tahun 5 bulan. Lihat Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 5.

Zahratul juga merupakan mahasiswi S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum program

studi Hukum Keluarga di Universitas Islam Negeri Jakarta. Zahratul, Wawancara. 105 Musyrifah Alif 2 bernama Ikramatun Ni’mah berusia 25 tahun. Ikramatun

adalah santri di Pesantren Tahfiz Alif yang telah menyelesaikan setoran hafalan al-

Qur`an selama 2 tahun. Lihat Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 5.

Ikramatun juga merupakan mahasiswi S1 Fakultas Psikologi program Studi

Psikologi di Universitas Islam Negeri Jakarta. Deni Kurniawati, Wawancara. 106 Murāja`ah yaitu mengulang hafalan yang telah diperdengarkan kepada guru

atau kiyai yang semula sudah menjadi seorang penghafal 30 juz dengan baik dan lancar.

Page 75: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

71

murāja`ah merupakan suatu kegiatan yang sangat dianjurkan

untuk mengulang bacaan dan hafalan al-Qur`an sepanjang

hayat.107

Pesantren Taḥfiẓ Alif memiliki empat tempat yang berbeda.

Hal ini dikarenakan Pesantren belum mempunyai tempat yang

tetap dan masih menggunakan sistem sewa rumah tahunan.

Masing-masing tempat, terdapat satu musyrifah yang berperan

sebagai pengganti tugas pengasuh dan mengatur santri di tempat

ia berada.

Untuk menjadi musyrifah, tidak ada seleksi terlebih dahulu

karena musyrifah ditentukan langsung oleh Pengasuh Pesantren.

Adapun kriteria yang mendukung untuk menjadi musyrifah

adalah santri tersebut telah menyelesaikan setoran 30 juz terlebih

dahulu di Pesantren Taḥfiẓ Alif.

Tugas musyrifah selanjutnya adalah memusyawarahkan

kepengurusan organisasi di tempat yang ia tugaskan. Adapun

struktur organisasi yang dimiliki oleh masing-masing tempat

adalah sebagai berikut.

Lihat Anisa Ida Khusniyah, “Menghafal Al-Qur`an dengan Metode Murāja’ah Studi

Kasus di Rumah Tahfiz Al-Ikhlash Karangrejo Tulungagung” (Skripsi S1., Institut

Agama Islam Negeri Tulungagung, 2014), h. 60. 107 Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 3. Lihat lampiran h. 107.

Page 76: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

72

Bagan 3.1 Struktur Organisasi Pesantren

Pembimbingan yang terdapat di Pesantren Taḥfiẓ Alif adalah

dengan cara pengasuh pesantren yaitu Malih Laila Najihah

berkeliling ke empat pesantren Alif sesuai jadwal yang telah

ditentukan. Tetapi, apabila pengasuh berhalangan untuk

menerima setoran para santri, tugas musyrifah selain mengatur

santri di setiap tempat masing-masing adalah menjadi pengganti

dalam bimbingan penerimaan setoran.

Kemudian, jika musyrifah tidak bisa menggantikan pengasuh

untuk menerima setoran para santri, akan ada pengganti lain

yang ditentukan oleh pengasuh sebelumnya dengan kriteria yaitu

santri pengganti tersebut terlebih dahulu telah menyelesaikan

hafalan al-Qur`an 30 juz. Sehingga, dalam sehari tidak pernah

kosong kegiatan setoran hafalan al-Qur`an kecuali hanya ada

acara dan keadaan-keadaan tertentu yang tidak memungkinkan

untuk dilaksanakan setoran.

Pengasuh Musyrifah

Bendahara Uang Bulanan

Bendahara Uang Kas

Kebersihan

Page 77: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

73

5. Kegiatan Menghafal Al-Qur`an

a. Setoran hafalan dan murāja`ah

Pesantren Taḥfiẓ Alif mempunyai kegiatan menghafal al-

Qur`an yang tetap yaitu dua kali dalam sehari meskipun pada

masing-masing tempat waktunya berbeda-beda. Selain itu, di

Pesantren ini juga terdapat kegiatan belajar Qira`at yang

dilaksanakan pada hari Sabtu, namun tidak menjadi kewajiban

yang dibebankan kepada para santrinya karena Pesantren ini

lebih memfokuskan pada kegiatan menghafal al-Qur`an.

Model pembelajaran yang terdapat di Pesantren Taḥfiẓ Alif

merupakan setoran hafalan al-Qur`an yang dilakukan oleh para

santri kepada ketua Pesantren sebagai pengajar. Pengajar

melakukan pembelajaran dengan berkeliling mengunjungi empat

tempat di Pesantren Taḥfiẓ Alif.108

Menghafal al-Qur`an akan selalu bersandingan dengan

kegiatan murāja`ah. Maka, kegiatan murāja`ah di Pesantren

Taḥfiẓ Alif dibebankan pada kesadaran santri masing-masing.

Artinya, pesantren ini tidak mengkhususkan kegiatan muraja’ah

yang spesifik. Adapun untuk menunjang kualitas dan kegiatan

murāja`ah di Pesantren, pengasuh Pesantren mengadakan tasmīʻ

akbar 30 juz bagi semua santri setiap tiga bulan atau bahkan

satu bulan sekali tergantung pada kondisi para santri. 109

108 Pesantren Tahfiz Alif dibagi menjadi empat dan masing-masing memiliki

tempat yang berbeda. Pesantren Tahfiz Alif 1 berlokasi di Cirendeu, Pesantren Tahfiz

Alif 2 di Jl. Abd Ghani, Pesantren Tahfiz Alif 3 di Kampung Utan, dan Pesantren Tahfiz

Alif 4 berlokasi di Jl. Masjid Baitul Ula. 109 Data yang penulis dapatkan adalah dari Musyrifah Pesantren Tahfiz Alif 2

bernama Krisdayanti melalui telpon whatsapp pada tanggal 3 April 2020 pukul 21.30.

Page 78: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

74

b. Tasmīʻ setiap bulan

Kegiatan pesantren yang diadakan oleh pengajar untuk

menguatkan hafalan para santri yaitu tasmīʻ atau sima’an yang

dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Model kegiatannya

adalah pengajar membiarkan santri untuk memilih sendiri juz

yang akan dibaca dengan membagikan postingan melalui grup

whatsapp sebulan sebelum kegiatan dilaksanakan. Kemudian

para santri akan berlomba-lomba mengisi postingan tersebut

untuk diisi dengan nama masing-masing pada urutan juz.

Untuk santri yang tidak mengisi postingan yang telah

dibagikan oleh pengajar tersebut, mereka terbagi menjadi dua

tugas, sebagian akan ikut membantu mempersiapkan

pelaksanaan kegiatan dengan menyiapkan makanan, minuman,

dan alat-alat yang diperlukan pada saat kegiatan berlangsung,

sedangkan sebagian yang lain akan membantu menyimak

bacaan dengan mengoreksi ayat yang mungkin terlewat, lupa

dan keliru membacanya.

Pada hari yang ditentukan, kegiatan dibagi menjadi tiga

majelis dengan ketentuan majelis satu diisi dengan membaca

juz 1-10, majelis 2 untuk membaca juz 11-20, dan majelis 3

untuk membaca juz 21-30. Ini merupakan upaya pesantren

untuk meningkatkan kualitas hafalan para santri dalam menjaga

dan mengingat hafalan al-Qur`an. Kegiatan ini diikuti oleh para

santri yang menghafal di Pesantren dan dilakukan dengan

sistem bergilir tujuannya agar semua santri mendapat bagian

untuk membaca juz yang telah dihafalkannya pada saat sima`an

diadakan.

Page 79: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

75

c. Ujian taḥfiẓ setiap semester

Pesantren Taḥfiẓ Alif akan mengadakan ujian Taḥfiẓ bagi

seluruh santri per enam bulan sekali. Materi yang diujikannya

adalah hasil dari selama enam bulan santri tersebut dalam

menyetorkan hafalannya. Santri akan diberikan antara nilai-

nilai mumtāz, jayyid jiddān, jayyid, maqbūl, ḍaīf dan ḍaīf

jiddān tergantung pada kelancaran bacaan saat diberikan soal

untuk melanjutkan satu ayat oleh penguji Taḥfiẓ. Petugas

penguji Taḥfiẓ tersebut adalah pengasuh Pesantren itu sendiri.

Sebagai bentuk apresiasi Pesantren terhadap santri yang

nilai ujiannya di atas maqbūl, pesantren akan memberikan

reward berupa potongan uang bulanan asrama. Semakin tinggi

nilai yang diperoleh, potongannya semakin tinggi pula.

Setelah selesai setoran sampai 30 juz, santri akan diberi

tawaran wisuda Taḥfiẓ dengan ijazah yang ia peroleh sebagai

santri yang telah selesai menyetorkan hafalan 30 juz.

6. Fasilitas

Lokasi yang strategis dan dekat dengan kampus, nyaman dan

administrasi yang murah, menjadikan Pesantren Taḥfiẓ Alif

banyak digemari mahasiswi yang ingin belajar maupun

melanjutkan hafalan al-Qur`annya. Selain dari itu, Pesantren ini

menyediakan fasilitas perlengkapan pribadi bagi santri seperti

lemari pakaian, kasur busa, dapur dan peralatannya. Hal ini

menjadi daya tarik tambahan yang menarik perhatian

mahasiswi-mahasiswi untuk mendapatkan tempat tinggal

sekaligus untuk menghafal al-Qur`an.

Page 80: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

76

7. Ekstra Kulikuler

Pesantren Taḥfiẓ Alif memiliki kegiatan di luar menghafal

al-Qur`an. Kegiatan tersebut adalah mengkaji kitab kuning

berjudul Durroh al-Nāṣihīn yang menjadikan kegiatan ini

sebagai bagian dari ekstra kulikuler. Kajian ini diadakan oleh

pengasuh dengan mengundang pengajar atau ustadz dari luar.

Kajian ini dilaksanakan setiap hari Sabtu. Kegiatan ini tidak

mengharuskan semua santri ikut berpartisipasi. Hal ini

disebabkan oleh penetapan hari yang jatuh pada hari weekend

yang bersamaan dengan sebagian santri mempunyai agenda

tersendiri seperti pulang ke rumahnya masing-masing bagi yang

rumahnya dekat dari Pesantren.

Jika kegiatan yang diadakan hanya saat weekend dan tanpa

mengharuskan seluruh santri untuk ikut serta, maka nasihat dan

ilmu yang telah disampaikan hanya diterima oleh santri yang

ikut menjadi peserta saja. Padahal, kajian kitab tersebut berisi

nasihat-nasihat yang penting untuk diketahui oleh semua santri.

Sebaiknya, pesantren mencari jadwal yang tepat dan kondusif

agar semua santri bisa ikut hadir sebagai peserta kajian.

8. Profil Alumni

Pesantren Taḥfiẓ Alif telah mencetak wisudawati angkatan

pertama pada tahun 2019110. Berikut adalah tabel aktivitas para

alumni setelah berkiprah ke masyarakat sebagai berikut.

110 Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 5.

Page 81: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

77

Tabel 3.2 Profil Alumni

No. Nama Tahun

lulus

Aktivitas saat ini

1. Andayani 2019

Guru Taḥfiẓ di SMP

al-Qur`an

2. Dedeh Sa’adah 2019

Menikah, Guru al-

Qur`an di MI

3. Jumasih 2019 Guru al-Qur`an

4. Khanifatur Rahma 2019

S2, Guru al-Qur`an

di MI, Guru Taḥfiẓ

di Yayasan Taḥfiẓ

dan Guru Privat

membaca al-Qur`an

5. Rabiatul Adawiyah 2019

Guru Taḥfiẓ di

Pesantren dan

pegawai di KUA

6. Raida Rumaisa 2019

Guru al-Qur`an di al-

Adzkar

7. Rodiah Hasibuan 2019

Menikah, S2 dan

Guru Taḥfiẓ di TPQ.

8. Sherin Ardhiani 2019 Guru al-Qur`an

9. Tajwidatul Amanah 2019 Guru di MI, Guru

Takhosus Taḥfiẓ

Page 82: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

78

Putri di MTs dan

Guru Privat al-

Qur`an

10. Tsaibatul

Aslamiyah 2019

PNS di MAN

Darussalam Ciamis

9. Profil Informan

Pesantren Taḥfiẓ Alif memiliki santri yang sudah menetap

selama dua tahun. Pada program yang ditawarkan Pesantren

Taḥfiẓ Alif sejak awal santri mendaftar adalah program dua

tahun khatam 30 juz. Sehingga, penulis menentukan kriteria

santri yang dijadikan informan adalah yang sudah menetap

selama dua tahun untuk dilihat pencapaiannya dalam menghafal

al-Qur`an dan santri yang belum mencapai target namun sudah

berhenti dan tidak tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Santri yang

termasuk ke dalam kriteria tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3 Profil Informan

No Nama Hafalan Latar

Belakang

Lama

Menghafal

Ket

1. Anis Musyafa’ah 30 juz Pesantren

Al-Qur`an

18

bulan

Lebih

cepat

2. Fadhilah Rahmi 30 juz Pesantren

Al-Qur`an

24

bulan

Tepat

waktu

3. Novi Laila Athiya 30 juz Sekolah

Al-Qur`an

23

bulan

Lebih

cepat

4. Riv`atul

Mahmudah

30 juz Pesantren

al-Qur`an

9

bulan

Lebih

cepat

5. Vina Izzatul 30 juz Pesantren

Al-Qur`an

24

bulan

Tepat

waktu

6. Rohaniyah 30 juz Sekolah

Umum

32

bulan

Lebih

lama

7. Diana Faricha 30 juz Sekolah

Al-Qur`an

5

bulan

Lebih

cepat

Page 83: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

79

8. Idayanti Hasibuan 30 juz Pesantren 27

bulan

Lebih

lama

9. Haifa Nadwa 27 juz Boarding

School

24

bulan

Tidak

tercapai

10. Zahro Sa’adun 15 juz Madrasah

Aliyah

30

bulan

Tidak

tercapai

11. Aini Syibyati 8 juz Pesantren 13

bulan

Tidak

tercapai

12. Aisyah Chairul 15 juz Madrasah

Aliyah

Page 84: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

78

BAB IV

TAḤFIẒ AL-QUR`AN BAGI SANTRI PESANTREN TAḤFIẒ ALIF

CIPUTAT TANGERANG SELATAN

Sub ini berisi temuan hasil penelitian atas pemahaman santri

terkait menghafal al-Qur`an, faktor penghambat dan faktor pendukung

santri dalam menghafal al-Qur`an, solusi dari kendala menghafal al-

Qur`an serta manfaat dan dampak yang dirasakan santri setelah

menghafal al-Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Adapun perinciannya

adalah sebagai berikut.

A. Pengetahuan Menghafal Al-Qur`an Santri dan Pandangan Santri

terhadap Penghafal al-Qur`an

Cara pandang seseorang dalam melihat suatu peristiwa akan

berpengaruh pada motivasi yang ia miliki dalam mencapai tujuan

yang hendak diraihnya. Hal ini seperti yang terdapat pada santri di

Pesantren Taḥfiẓ Alif. Beragamnya cara pandang santri dalam

memahami seorang penghafal al-Qur`an ternyata didasari oleh latar

belakang pendidikan santri tersebut. Penulis menemukan dua kategori

santri yang mempunyai latar belakang pendidikan berbeda yaitu santri

yang berasal dari lulusan pesantren dan santri dari lulusan non

pesantren.

Penulis memilih sub tema ini karena saat melakukan observasi

mereka memiliki jawaban dan pemahaman yang sama terkait

menghafal al-Qur`an. Menurut mereka111, menghafal al-Qur`an yaitu

111 Penulis mewawancara seluruh santri di Pesantren Tahfiz Alif 2.

Page 85: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

79

proses mengkhatamkan al-Qur`an sejumlah 30 juz dengan harapan

akan mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat.

Sedangkan, hal berbeda terjadi ketika penulis menanyakan terkait

bagaimana pandangan mereka tentang seorang penghafal al-Qur`an.

Mereka mempunyai jawaban berbeda-beda yang didasari oleh latar

belakang pendidikan masing-masing. Santri lulusan non pesantren

cenderung memahami seorang penghafal al-Qur`an dari sifat

kepribadiannya saja, seperti yang dikatakan oleh Salwa Salsabil

Nabilah, Ayu Zaeni Lestari, Novi Laila, Zahro, Krisdayanti, dan

Amalia112 bahwa penghafal al-Qur`an adalah orang yang memiliki

kecerdasan.

Lain halnya dengan santri yang sebelumnya pernah belajar di

Pesantren, mereka cenderung menjawab bahwa penghafal al-Qur`an

adalah tentang hal-hal terkait balasan apa yang akan didapatkan oleh

penghafal al-Qur`an jika ia mampu menjaga hafalan dan

mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang

dikatakan oleh Ida Nur Laila Sari113 bahwa “Penghafal al-Qur`an

adalah orang yang telah diangkat derajatnya. Ia akan mendapat

kedudukan yang tinggi di langit, dan ia akan dirindukan oleh

penduduk langit. Di bumi, ia akan didahulukan kebutuhannya oleh

Allah dibandingkan dengan orang-orang yang belum menghafalkan

al-Qur`an.”

Dari uraian pandangan di atas, terlihat bahwa latar belakang

pendidikan dapat memengaruhi cara pandang seseorang dalam

memahami sesuatu termasuk memahami seorang penghafal al-Qur`an.

112 Mereka adalah santri yang memiliki latar belakang non pesantren seperti

SMA, MA dan SMK. 113 Ida Nurlaila Sari merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020.

Page 86: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

80

Oleh karena itu, penulis merangkum ragam pandang tersebut menjadi

beberapa bagian di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Penghafal al-Qur`an adalah orang yang cerdas

Tidak bisa dipungkiri bahwa penghafal al-Qur`an adalah orang

yang memiliki kecerdasan yang tinggi, karena ia mampu mengingat

banyaknya ayat di dalam al-Qur`an tanpa keliru harakat dan

lafaznya. Kecerdasan juga tidak hanya meliputi kemampuan

mengingat keseluruhan ayat dengan sempurna, tetapi kecerdasan

artinya mampu melawan kemalasan dan hawa nafsu yang mampu

menghambat proses menghafal dengan cara memiliki kesabaran yang

tinggi. Karena jika sifat sabar tidak ada pada dirinya tentu ia akan

mudah lelah dan putus asa sebelum hafalannya selesai.

Beberapa kategori kecerdasan yang dimiliki oleh penghafal al-

Qur`an ialah kemampuan untuk mengontrol diri dan juga terampil

mengatur waktu. Seorang penghafal al-Qur`an harus bisa mengontrol

dirinya, maksudnya ialah seorang penghafal harus sabar dalam

menghadapi berbagai kesulitan dalam menghafal, karena hafalan

haruslah dibaca berulang-ulang kali dan tidak cukup jika hanya

dibaca sekali. Di sinilah salah satu bentuk pengendalian diri seorang

penghafal yang nantinya akan berpengaruh juga pada kehidupan

sehari-hari. Bertanggung jawab adalah salah satu karakteristik

seseorang yang mempunyai kecerdasan, karena ia mampu mengatur

waktu dalam setiap aktivitasnya. Dalam konteks menghafal al-

Qur`an, artinya ia mampu membagi waktu yang dikhususkan untuk

menghafal dan mengulang hafalannya. Hal ini perlu dilakukan secara

berkelanjutan dan konsisten setiap hari agar hafalannya tidak hilang

Page 87: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

81

atau lupa. Oleh karena itu, kecerdasan seorang penghafal al-Qur`an

juga dapat dilihat dari komitmen yang ia miliki.

Mengemban amanah termasuk kecerdasan yang dimiliki oleh

penghafal al-Qur`an. Karena ia tidak mudah lupa maupun lalai

terhadap amanah yang sedang ia tanggung seumur hidupnya. Karena

sejatinya, seorang penghafal al-Qur`an adalah orang yang sedang

diberi amanah oleh Allah atas ayat yang ia hafalkan.114 Sebagaimana

yang dikatakan oleh Amalia115 bahwa “Seorang penghafal al-Qur`an

adalah seorang pengemban amanah. Karena jika orang sudah

memutuskan untuk menghafal al-Qur`an berarti ia sudah siap dan

menyanggupi untuk menjaga ayat yang telah ia hafal agar tidak

mudah lepas dari ingatannya.”

b. Penghafal al-Qur`an adalah ahl Allah

Di dalam hadis, Allah telah berjanji bahwa seorang penghafal al-

Qur`an adalah orang yang akan menjadi keluarga Allah.116 Hal ini

sebagaimana dikatakan oleh Amirah Balqis Azzanirfi dan

Krisdayanti, bahwa “Seorang penghafal al-Qur`an akan senantiasa

bergembira di dunia dan di akhirat karena ia telah menjadi bagian dari

keluarga Allah. Sebagaimana seorang keluarga pada umumnya, kita

akan saling menyayangi, mengasihi, melindungi, menjaga dan saling

berbagi kebaikan. Sedangkan, semua itu mereka dapatkan dari Allah

langsung. Betapa menakjubkannya hal seperti itu.”117

114 Eza Setia Cahyo Utomo, Hafalkan! Renungan dan Motivasi Bagi Para

Penghafal Kalam-Nya, (Bogor: Guepedia, 2019), h. 33. 115 Amalia, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020. 116 Lihat pada bab III tentang keutamaan menghafal al-Qur`an h. 39. 117 Amirah Balqis Azzanirfi, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.

Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020.

Page 88: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

82

Diambil dari pendapat Amira, yang dimaksud dengan keluarga

Allah adalah mereka sudah menyertakan Tuhan dalam segala

aktivitasnya.118 Maka, ia akan terhindar dari menyia-nyiakan waktu

dalam kesehariannya. Kedudukan keluarga Allah adalah kedudukan

yang tinggi dan karunia yang besar sehingga ia diberikan derajat yang

tinggi119 baik di sisi Allah maupun di sisi makhluk yang lain. Oleh

karena itu, penghafal al-Qur`an adalah kumpulan dari orang-orang

yang mulia.120

c. Penghafal al-Qur`an adalah orang yang menjaga al-Qur`an

Penjagaan terhadap al-Qur`an yang dilakukan para santri

bermacam-macam bentuknya. Pada umumnya, bentuk dari menjaga

al-Qur`an adalah sama dengan menjaga hafalan ayat yang telah

disetorkan agar tidak hilang dari ingatan sehingga menjadi lupa atau

dengan cara menjaga akhlak yang baik agar pancaran cahaya al-

Qur`an mampu dirasakan oleh lingkungan di sekitarnya. Salah satu

cara penjagaannya adalah dengan berakhlak seperti al-Qur`an.121

Berakhlak seperti al-Qur`an yang dimaksud adalah orang yang

senantiasa berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah,122

118 Salma Itsnaini, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 29 Juli 2020. 119 Ida Nurlaila Sari, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020. 120 Fatihatur Rahma, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020. 121 Ayu Agung, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 20 Juli 2020. 122 Nisa Safitri, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020.

Page 89: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

83

baik dengan cara meraih cintanya Allah123 atau dengan memahami

makna yang terkandung di dalam al-Qur`an itu sendiri.124

Menurut Hayatin Nufus, menjaga al-Qur`an adalah sama dengan

menjaga dirinya sendiri.125 Artinya, ketika seseorang membaca,

menghafal, memahami dan mengaplikasikan al-Qur`an dalam

kehidupannya, maka orang tersebut secara tidak langsung telah

menjaga dirinya dan agamanya. Karena salah satu fungsi

diturunkannya al-Qur`an adalah sebagai petunjuk ke jalan yang lurus

dan memperbaiki akhlak manusia.

Bagan 4. 1 Argumen Santri terkait Penghafal Al-Qur`an.

No Kategori Argumen

1. Lulusan

Pesantren

Penghafal al-Qur`an adalah:

- orang yang berusaha memahami al-

Qur`an

- orang yang diberi kemuliaan oleh Allah

- orang yang selalu menyertakan Allah

dalam setiap aktivitasnya sehari-hari

- orang yang mampu memancarkan akhlak

seperti al-Qur`an

- orang yang sedang menjaga al-Qur`an

sebagaimana ia menjaga dirinya sendiri

- orang yang berusaha mendapatkan cinta

dari Allah

123 Syabila, Pendapat merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 1 Agustus 2020. 124 Idayanti Hasibuan, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020. 125 Hayatin Nufus, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020.

Page 90: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

84

- orang yang berusaha mendekatkan diri

kepada Allah

2. Lulusan Non

Pesantren

Penghafal al-Qur`an adalah:

- orang yang memiliki kecerdasan tinggi

- orang yang mempunyai kesabaran yang

tinggi

- orang yang terampil mengatur waktu

- orang yang bertanggung jawab atas

segala sesuatu

- orang yang selalu berkomitmen penuh

- seorang pengemban amanah

d. Motivasi

Dalam proses menghafal Al-Qur`an, motivasi memiliki peran yang

sangat penting dalam terselesaikannya hafalan. Karena motivasi dapat

menjadi acuan untuk bangkit ketika dalam proses menghafal

dihadapkan dengan berbagai kesulitan dan halangan. Oleh karena itu,

motivasi sangat berpengaruh pada proses dan juga hasil. Dari data

yang didapatkan, bahwa para santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif memiliki

motivasi yang berbeda-beda dalam menghafal al-Qur`an. Dari

perbedaan tersebut, penulis menemukan dua macam faktor yang

dijadikan motivasi oleh para penghafal Al-Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ

Alif yaitu dari faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal adalah dorongan untuk melakukan sesuatu yang

muncul dari diri seseorang atau individu tanpa paksaan atau pengaruh

dari orang lain maupun lingkungan sekitarnya. Faktor ini berupa sikap

dan juga sifat yang melekat pada diri seseorang yang sangat berambisi

Page 91: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

85

untuk mencapai target atau cita-cita yang diinginkan. Dalam

praktiknya, seseorang yang mendapatkan motivasi dari faktor internal

akan lebih bersemangat dan berpegang teguh atas keinginanya

sehingga hasilnya pun dapat terlihat.

Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang asalnya dari luar

diri seseorang atau individu. Faktor ini dipengaruhi oleh orang-orang

terdekat atau lingkungan yang mendukung, dapat berupa dorongan

untuk melakukan sesuatu atau terkonstruk dari lingkungan tempat ia

tinggal.

a. Faktor Internal

Sebagian santri ingin mempelajari dan mendalami pesan yang

terkandung dalam al-Qur`an untuk diterapkan pada diri sendiri dan

lingkungan sekitarnya. Menghafal al-Qur`an menjadi salah satu

jembatan untuk mendekatkan diri kepada Allah seperti yang telah

dikatakan oleh Deni Kurniawati.126 Selain itu, menghafal al-Qur`an

juga dapat menimbulkan rasa cinta yang mendalam terhadap al-

Qur`an itu sendiri karena sesungguhnya ia sedang berusaha merayu

cintanya Allah.127

Banyak santri yang menjadi termotivasi untuk mempelajari al-

Qur`an bahkan ingin menghafalkannya dengan harapan bisa

mendapat berkah dari al-Qur`an yang berupa kemudahan dan

ketenangan dalam kehidupannya. Seperti yang diungkapkan oleh

Salwa Salsabil Nabilah bahwa “menghafal al-Qur`an mampu

membuat penghafalnya mendapat keberkahan di dunia maupun di

126 Deni Kurniawati, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020. 127 Syabila Aprila Zakaria, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.

Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 1 Agustus 2020.

Page 92: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

86

akhirat. Saya sangat meyakini hal ini sejak saya mulai menghafal al-

Qur`an. Karena memang itu yang saya lihat dari orang-orang yang

sudah menghafal al-Qur`an, hidupnya menjadi penuh dengan

kemudahan saat mereka mempunyai masalah ataupun keinginan

dalam hidupnya.”

Hal yang serupa juga penulis temukan dari ungkapan oleh

Fatihatur Rahma dan Zulfa Amalia. Mereka meyakini bahwa

menghafal al-Qur`an mampu membuat waktu dalam hidupnya

menjadi berkah128 dan diliputi dengan banyak kemudahan.129

Berdasarkan pandangan dari dua santri tersebut, penulis melihat

bahwa keyakinan tentang keberkahan dan kemudahan yang akan

didapatkan oleh penghafal al-Qur`an berdasar pada fakta yang

dialami serta dirasakan oleh para penghafal al-Qur`an baik dirasakan

secara langsung maupun baru terasa di kemudian hari.

Motivasi yang cukup mendominasi para santri dalam menghafal

al-Qur`an adalah keinginan mereka untuk memberikan mahkota

kepada kedua orang tua di akhirat kelak yang berlandaskan hadis

Nabi terkait keutamaan menghafal al-Qur`an.130

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa faktor internal

adalah dorongan pertama yang didapatkan santri saat memutuskan

untuk menghafal al-Qur`an yang terjadi ketika seseorang berada

dalam hubungan yang dekat dengan Tuhan kemudian dalam dirinya

muncul kesadaran untuk mengambil peran menjaga al-Qur`an

dengan cara menghafalkan al-Qur`an. Selain karena ia sedang

128 Zulfa Amalia, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020. 129 Fatihatur Rahma, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020. 130 Penjelasan terkait hadis keutamaan menghafal al-Qur`an lihat bab III terkait

keutamaan menghafal al-Qur`an.

Page 93: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

87

berada dalam hubungan yang dekat dengan Allah, faktor internal

bisa jadi muncul akibat ia mendapat informasi dari buku yang ia

baca sehingga dalam sadarnya ia tertarik ingin berkontribusi untuk

al-Qur`an dengan cara menjadi seorang penghafal al-Qur`an

kemudian dari situlah ia memutuskan untuk mulai menghafalkan al-

Qur`an.

b. Faktor Eksternal

Motivasi tidak selalu datang dan lahir dari kesadaran diri sendiri.

Hal ini seperti yang dirasakan oleh Salma Itsnaini saat diwawancara

oleh penulis. Salma mengatakan, “Saya merasa ingin menghafal al-

Qur`an ketika melihat kakak saya sedang menghafal. Saya

memperhatikan caranya menghafal seperti sangat menikmati

meskipun dalam keadaan kesulitan. Akhirnya saya termotivasi dan

langsung menghafal seperti caranya menghafal.”131 Hal ini

mengindikasikan bahwa orang terdekat seperti keluarga, teman, dan

guru bisa menjadi motivasi seseorang untuk menghafal al-Qur`an.

Beberapa santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif132 memiliki dorongan

menghafal al-Qur`an tidak dari diri sendiri melainkan dari

lingkungan sekitarnya. Tak dapat dipungkiri bahwa peran orang tua

sangat penting dalam menghafal al-Qur`an baik pada saat

memutuskan untuk menjadi penghafal atau selama proses menghafal

itu dilakukan. Hal ini disebabkan oleh doa dan keridhaan dari orang

tua mampu membawa berkah dan kemudahan. Sama halnya dengan

orang tua, peran sang guru atau kiyai yang disegani dan dipatuhi pun

131 Salma Itsaini, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 29 Juli 2020. 132 Mereka adalah Ayu Zaeni Lestari, Zahro, Imroatus Sholihah, Dina Ulyah

Handayani, Ida Nur Laila Sari, dan Nisa Safitri.

Page 94: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

88

menjadi salah satu faktor terpenting dalam proses santri saat sedang

belajar menghafal al-Qur`an.

Penulis menemukan informan yang mendapatkan dorongan atau

keinginan untuk menghafal al-Qur`an dari orang lain. Mereka adalah

Zahro, Imroatus Sholihah, Dina Ulyah Handayani, Ida Nur Laila

Sari, dan Nisa Safitri. Zahro menjelaskan, “Orang tua saya

menginginkan ada anaknya yang menjadi seorang penghafal al-

Qur`an. Akhirnya mereka memilih saya untuk mewujudkan

keinginannya.”133 Berbeda dengan Zahro, Ida Nur Laila Sari

mendapat dorongan menghafal al-Qur`an dari seseorang yang ia

patuhi setelah orang tuanya. Ida mengatakan. “Orang tua saya telah

menitipkan saya kepada Pak Kiai selama saya pesantren. Oleh

karena itu, keputusan atau saran dari Kiai saya adalah keputusan

orang tua saya juga. Pak Kiai menyuruh saya untuk menjadi

penghafal al-Qur`an. Alhamdulllah atas ridha mereka, saya berhasil

mengkhatamkan al-Qur`an.”

Tidak hanya disebabkan oleh dorongan dari orang-orang terdekat

yang dipatuhi, menghafal bisa terjadi sebab tuntutan dari Kampus

tempat menuntut ilmu. Beberapa kampus Islam memiliki program

yang mengharuskan mahasiswi mempunyai hafalan dengan jumlah

tertentu. Hal tersebut menuntut seseorang untuk belajar menghafal

al-Qur`an. Seperti yang dirasakan oleh Ayu Zaeni Lestari, “Saya

menghafalkan al-Qur`an karena saya diterima di Kampus Institut

Ilmu al-Qur`an Jakarta. Kampus ini mempunyai program yang

mengharuskan saya mempunyai hafalan al-Qur`an, akhirnya saya

133 Zahro, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh Tamala Utami,

Ciputat 19 Juli 2020.

Page 95: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

89

mencoba mengambil program 10 juz dan mulai menghafal saat saya

menjadi mahasiswi di Kampus IIQ.”134

Hasil dari pernyataan di atas, terlihat bahwa dorongan untuk

menghafal al-Qur`an tidak hanya berasal dari kesadaran diri sendiri

melainkan atas dukungan dan keinginan orang lain. Meski demikian,

hal tersebut tidak menjadi sebuah hambatan, karena dukungan yang

mereka dapatkan tidak berupa paksaan dan ancaman sehingga

mereka mampu menikmati proses menghafalkan al-Qur`an dengan

nyaman dan terus berusaha sampai khatam.

Bagan 4.1 Motivasi Santri Dalam Menghafal Al-Qur`an

134 Ayu Zaeni Lestari, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020.

Motivasi Menghafal

Al-Qur`an

Internal Eksternal

Orang Tua, Guru dan Kampus

Page 96: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

90

B. Faktor Penghambat dan Pendukung Santri Dalam Menghafal

Al-Qur`an

Dalam menghafal al-Qur`an di lingkungan mahasiswa, para santri

memiliki beberapa hambatan sehingga program khatam dua tahun

yang diadakan oleh Pesantren Taḥfiẓ Alif. Hal ini penulis temukan

saat melaksanakan wawancara kepada beberapa santri yang sudah

tinggal selama dua tahun, yang sudah khatam, dan santri yang

bekum khatam al-Qur`an namun sudah tidak tinggal lagi di

Pesantren Taḥfiẓ Alif.

Dalam membahas faktor penghambat, penulis membagi menjadi

dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah

faktor yang murni muncul dari dirinya sendiri. Sedangkan faktor

internal adalah faktor yang datang dari pengaruh luar seperti

lingkungan, teman dal lain-lain. Adapun perinciannya adalah

sebagai berikut.

1. Faktor Penghambat

a. Internal

Hambatan menghafal al-Qur`an yang paling banyak penulis

temukan melalui wawancara dengan beberapa santri adalah rasa

malas yang datang dari diri sendiri. Hal ini sebagaimana dikatakan

oleh Vina Izzatul135 bahwa “Kendala terbesar saya ada pada diri

saya sendiri yaitu rasa malas untuk menghafal dan malas untuk

membaca”. Senada dengan Vina, Novi Laila juga menuturkan

“Kendala saya dalam menghafal hanya ada pada rasa malas yang

ada pada diri saya sendiri. Meski pun tugas kuliah agaknya

135 Vina Izzatul Awaliyah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.

Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.

Page 97: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

91

mengganggu, tapi saya masih bisa menghandle itu”.136 Ternyata

dampak dari rasa malas mampu membuat santri menjadi putus asa

dalam menghafal al-Qur`an. Sebagaimana telah dikemukakan oleh

Haifa Nadwa137 bahwa, “Jadi kendala yang saya hadapi sudah jelas

banyak sekali baik itu dari internal maupun eksternal. Kendala

internal seperti malas, putus asa karena tidak hafal-hafal. Saya heran

kepada teman saya yang hanya baru sebentar duduk, namun bisa

langsung hafal sampai dua halaman dan langsung disetorkan secara

lancar. Sedangkan saya hanya untuk hafal satu halaman saja harus

membaca sejak subuh.”.

Berbeda dengan penulis, hambatan internal yang penulis rasakan

saat menghafal al-Qur`an adalah hati yang tidak bersih karena

memiliki masalah perasaan. Ketika perasaan penulis belum pada

kondisi hati yang baik-baik saja artinya tidak ada rasa sakit hati

kepada teman, perasaan rindu pada orang terdekat penulis yang

sudah tiada dan lain-lain, maka penulis akan ikut terbawa hanyut

pada perasaan tersebut sehingga melalaikan kewajiban di Pesantren

yaitu menghafal al-Qur`an. Sebaliknya, jika penulis hatinya sedang

baik-baik saja, penulis akan sangat semangat menghafal dan cepat

mendapat hafalan untuk bisa disetorkan pada musyrifah.

b. Eksternal

Selain faktor internal atau faktor yang datang dari diri sendiri,

terdapat faktor eksternal yang datangnya karena terdapat pengaruh

dari luar seperti kegiatan kuliah yang bentrok dengan kegiatan

136 Novi Laila, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 137 Haifa, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 29 November2020.

Page 98: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

92

setoran di Pesantren. Hal ini dikemukakan oleh Fadhilah Rahmi138

bahwa “Kendala utama saya saat menghafal adalah jadwal setoran

kampus yang bentrok dengan jadwal setoran di Alif. selain jadwal,

saya juga kesulitan untuk fokus pada juz yang berbeda antara di

kampus dan di Alif. Misalnya, di Alif sudah juz 2 namun di kampus

masih juz 1 jadi berat untuk saya untuk fokus pada keduanya di

waktu yang bersamaan”. Selain jadwal kuliah yang bentrok dengan

Pesantren, kegiatan lain yang menjadi faktor penghambat adalah

aktivitaas mengajar. Seperti yang terjadi pada Diana Faricha139, ia

mengemukakan bahwa “Kendala saya pada saat itu adalah ngajar

dan kuliah. Jadi saya harus betnar-benar bisa membagi waktu agar

semuanya bisa kondusif”.

Penghambat yang lain adalah karena para santri menemukan ayat

yang asing dan kosakata yang sulit untuk diucapkan. Hal ini seperti

yang telah diungkapkan oleh Aini Shibyati140. Aini mengatakan

“Kendala saya dalam menghafal al-Qur`an di antaranya adalah

mufradat yang terasa asing, fikiran saya yang bercabang sehingga

saya susah fokus dalam menghafal.”

Dibandingkan dengan penulis, faktor penghambat eksternal yang

sangat mengganggu adalah ketika teman mengajak pergi untuk

sekedar makan atau jalan-jalan. Karena tertarik dan tidak enak untuk

menolak, penulis besedia untuk ikut. Hal ini membuat penulis

banyak menghabiskan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk

menambah atau mengulang hafalan.

138 Fadhilah Rahmi, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 139 Diana Faricha, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 140 Aini Shibyati, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.

Page 99: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

93

Bagan 4.2 Faktor Penghambat Santri Dalam Menghafal Al-

Qur`an

2. Solusi Menghadapi Kendala Menghafal Al-Qur`an

Meskipun dihadapkan dengan berbagai kendala tersebut, para

santri juga mampu menyelesaikannya dengan cara mereka masing-

masing. Adapun pembahasan lebih rincinya adalah sebagai berikut.

a. Memotivasi diri

Sesuatu yang sangat berpengaruh untuk mengubah

kebiasaan seseorang adalah dirinya sendiri. Begitupun dalam

kebiasaan menghafal al-Qur`an, memotivasi diri sendiri adalah

tindakan pertama yang harus dilakukan ketika menghadapi

hambatan-hambatan dalam menghafal al-Qur`an.

Salah satu cara memotivasi diri sendiri adalah dengan

memperbarui niat. Hal ini penulis rangkum dari pernyataan

Faktor Penghambat Menghafal

Al-Qur`an

Internal

Rasa malas dan Hati yang kotor

Eksternal

Kuliah, Ngajar dan Ayat-ayat

yang sulit

Page 100: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

94

Haifa141 dan Vina Izzatul142 saat wawancara melalui aplikasi

whatsapp. Haifa mengatakan “Untuk menghadapinya, saya

harus memperbaiki niat lagi, sering-sering mendengarkan

ceramah tentang penghafal al-Qur`an, tentang motivasi-

motivasi menghafal al-Qur`an, dan mendekati teman yang giat

menambah hafalan sehingga saya bisa ikut bangkit lagi

menghafal”. Sedangkan Vina mengatakan “.Cara agar

menepisnya adalah dengan mengingat tujuan awal menghafal

saya itu apa, tinggal di sini untuk apa, jika masih malas maka

tidak akan terwujud, jika kamu ga ngaji al-Qur`an juga tidak

akan terpegang dan kamu akan dosa, ingat orang tua bahwa

taunya saya di sini ngaji jadi saya tidak ingin membuat mereka

kecewa. Intinya untuk muhasabah diri”.

Sama halnya dengan penulis, mengingat tujuan awal adalah

cara terampuh agar semangat bisa bangkit lagi. Tujuan awal

penulis untuk menghafal adalah bisa membahagiakan orangtua

terutama ayah yang telah wafat.

b. Mengatur waktu

Selain perlu untuk memotivasi diri sendiri, mengatur waktu

juga tidak kalah penting untuk dilaksanakan agar kegiatan-

kegiatan bisa teratur dan tidak banyak waktu yang terbuang

sia-sia. Mengatur waktu bisa dengan berbagai cara salah

satunya adalah dengan mengatur ulang daftar kegiatan sehari-

hari dan ditaati dengan disiplin. Seperti yang dikatakan oleh

141 Haifa, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 29 November2020. 142 Vina Izzatul Awaliyah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.

Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.

Page 101: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

95

Fadhilah Rahmi143 bahwa “Cara menghadapi kendala-kendala

tersebut biasanya saya memotivasi diri saya untuk bisa menata

kembali waktu untuk setoran dan mengerjakan tugas agar bisa

singkron”. Karena dengan menata ulang waktu yang tepat,

dapat membuat seluruh kegiatan menjadi mempunyai durasi

porsi yang telah ditentukan sehingga aktivitas bisa berjalan

dengan kondusif termasuk pada saat menyiapkan hafalan al-

Qur`an.

Mengatur ulang jadwal harian berarti mampu menyiapkan

hafalan hafalan yang akan disetorkan pada hari atau malam

sebelumnya. Hal ini sama seperti yang dilakukan oleh Riv`atul

Mahmudah144. Ia mengatakan “Saya tidak bisa ikut setoran

karena waktu untuk menghafal terlalu sempit. Biasanya, saya

menyiapkan hafalan pada malam hari sehingga kapanpun ada

setoran, saya sudah siap untuk menyetorkannya karena hanya

tinggal dibaca sedikit setelah malamnya sudah saya

persiapkan”.

Di bandingkan dengan penulis, meskipun sudah berkali-kali

membuat jadwal aktivitas yang baru namun penulis selalu

gagal untuk bisa menerapkan jadwal yang telah ditulis. Hal ini

disebabkan oleh jadwal pulang dan jalan-jalan yang tidak

menentu namun tidak pernah bisa dihindari sehingga aktivitas

menghafal al-Qur`an menjadi terabaikan.

143 Fadhilah Rahmi, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 144 Riv`atul Mahmudah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.

Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.

Page 102: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

96

3. Faktor Pendukung

Sama halnya dengan faktor penghambat, pembahasan faktor

pendukung pun terbagi menjadi dua macam yaitu faktor internal

dan eksternal. Karena, pembagian tersebut penulis dapatkan dari

hasil analisa penulis atas wawancara dengan beberapa informan.

Adapun perinciannya adalah sebagai berikut.

a. Internal

Dorongan santri dalam menghafal al-Qur`an biasa muncul

dari motivasi awal saat mereka memutuskan untuk memilih

menghafal al-Qur`an. Keinginan untuk cepat khatam

mendominasi faktor-faktor yang mendukung para santri

mampu menekan semangat dalam menghafal al-Qur`an. Hal ini

seperti yang telah dikatakan oleh Novi Laila145 dan Diana

Faricha146. Novi mengatakan “Dorongan yang sangat

mempengaruhi semangat saya yaitu datang dari diri sendiri.

Dorongan tersebut adalah keinginan untuk bisa cepat selesai 30

juz. Karena saya berpikir bahwa jika sudah memulai

mengahfal, maka jangan sampai putus di tengah jalan.

Meskipun sampai saat ini saya belum mutqin dalam hafalan,

namun setidaknya saya harus menyelesaikannya sampai 30 juz

terlebih dahulu”.

Senada dengan Novi, Diana juga menuturkan dengan

singkat bahwa “Karena sejak awal menghafal adalah keinginan

dan pilihan saya, maka saya akan berfikir untuk ingin cepat

mencapai dan menyelesaikannya”.

145 Novi Laila, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 146 Diana Faricha, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.

Page 103: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

97

Tidak ingin terburu-buru agar bisa cepat khatam 30 juz,

keinginan untuk menjadi penghafal al-Qur`an yang tertanam

sejak kecil justru membuat Vina sangat menikmati proses

menghafal al-Qur`an yang tentu penuh perjuangan. Vina

mengatakan “Dorongan saya adalah prinsip saya sendiri. Saya

mempunyai prinsip bahwa siapapun saya nantinya, apapun

cita-cita saya jangan pernah lupa bahwa keinginan saya sejak

kecil adalah ingin menjadi menghafal al-Qur`an”.

b. Eksternal

Faktor pendukung yang datangnya bukan dari diri sendiri

merupakan kategori faktor eksternal. Adapun perinciannya

adalah sebagai berikut.

1) Orang tua

Orang tua merupakan dorongan utama yang mampu

mensukseskan keinginan anaknya. Tanpa dukungan dari orang

tua, proses dan hasil yang dicapai menjadi kurang maksimal

dan terkesan biasa saja. apalagi seorang anak yang mempunyai

hubungan yang erat dan baik dengan orangtuanya maka

dorongan dari orang tua akan menjadi hal terpenting bagi masa

depan anak. Dalam menghafal al-Qur`an, dukungan dari orang

tua adalah pengaruh besar agar hafalannya menjadi tuntas dan

tetap terjaga. Hal ini seperti yang dirasakan oleh Anis

Musyafa`ah147. Anis berkata “Dorongan yang pertama

pastinya adalah orangtua, karena orang tua yang sangat ingin

anaknya menjadi penghafal al-Qur`an dibuktikan dengan

147 Anis Musyafa’ah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 21 November 2020.

Page 104: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

98

banyaknya kasih sayang yang telah beliau berikan untuk saya

dan banyak lagi”.

Senada dengan pendapat Anis, Riv`atul Mahmudah148

juga mengatakan “Bagi saya, hal yang paling mempengaruhi

saya untuk semangat menghafal adalah dorongan orang tua.

Karena salah satu tujuan utama saya dalam menghafal adalah

untuk membahagiakan orang tua, jadi dorongan dan doa dari

mereka akan sangat membantu saya untuk bisa terus maju agar

selesai sampai 30 juz”.

Berbeda dengan penulis, orang tua tidak tahu bahwa

penulis sedang menghafal al-Qur`an. Karena pada saat itu,

penulis berniat ingin memberi kejutan kepada orang tua jika

penulis sudah menyelesaikan hafalan 30 juz.

2) Lingkungan

Faktor yang tak kalah berpengaruh dalam semangat

menghafal al-Qur`an adalah faktor lingkungan. Apalagi jika

lingkungan tersebut sudah produktif dengan kegiatan-kegiatan

menghafal al-Qur`an. Seperti yang dirasakan oleh Aini

Shibyati149, ia mengatakan “Karena di Alif 4 setiap harinya

melihat teman yang semangat mengaji yang tinggi dan sudah

menjadi kebiasaan, saya menjadi terdorong untuk ikut mengaji

seperti mereka juga. Hasilnya, ketika di Alif 4 saya lebih

sering mencapai target yang disediakan Alif setiap bulan”.

148 Riv`atul Mahmudah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.

Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 149 Aini Shibyati, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.

Page 105: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

99

Senada dengan Aini, penulis merasa ikut bersemangat

ketika melihat teman-teman bersemangat menghafal al-

Qur`an. Namun, penulis terlalu banyak kegiatan di luar

Pesantren sehingga jarang melihat teman-teman yang sedang

menghafal.

Selain terdorong oleh lingkungan yang produktif dengan

al-Qur`an, melihat teman yang sangat semangat dalam

menghafal al-Qur`an pun menjadi salah satu alternatif yang

bisa mempengaruhi semangat menghafal. Seperti halnya yang

dirasakan oleh Haifa150, ia mengatakan “Untuk

membangkitkan semangat menghafal kembali, saya akan

mendekati teman yang semangat menambah hafalannya sangat

tinggi. Sehingga saya bisa termotivasi dan tidak putus asa

lagi”.

Sama seperti Haifa, Aisyah juga sangat terpengaruh

semangatnya dalam menghafal al-Qur`an apabila melihat

teman yang semangat. Aisyah mengatakan151, “Lingkungan

yang kondusif membuat saya terdorong untuk bisa menghafal

seperti teman-teman yang lain. Dengan tempat yang sama,

aktivitas yang sama, dan waktu yang sama yaitu 24 jam, maka

saya berfikir jika mereka bisa mengapa saya tidak bisa. Jadi itu

yang nentinya membuat saya malu yang akhirnya bisa

membuat saya termotivasi sekali. Selain itu, ustadzah yang

selalu memberikan motivasi, nasihat dan semangat untuk

melancarkan hafalan kita”

150 Haifa, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 29 November2020. 151 Aisyah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 29 November2020.

Page 106: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

100

Untuk melihat faktor yang menjadi pendukung santri dalam

menghafal al-Qur`an, dapat dilihat dari bagan berikut ini.

Bagan 4.3 Faktor Pendukung Santri Dalam Menghafal

Al-Qur`an

C. Manfaat dan Dampak Menghafal Al-Qur`an bagi Santri

Pesantren Taḥfiẓ Alif

Pada pembahasan kali ini, akan penulis urai mengenai manfaat

dan dampak menghafal al-Qur`an. Keduanya hanya memiliki

sedikit perbedaan makna. Manfaat adalah akibat baik yang terjadi

setelah seseorang menyibukan diri dengan al-Qur`an seperti

membacanya, menghafalnya dan mendengarkannya, akibat baik ini

Faktor Pendukung Menghafal al-Qur`an

Internal Eksternal

Motivasi diri sendiri

Keinginan untuk cepat

khatam

Memperbarui niat

Orang tua

Lingkungan yang produktif

dengan Al-Qur`an

Teman yang semangat

dalam menghafal

Page 107: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

101

mampu bersifat logis atau tidak logis. Sedangkan dampak adalah

bagian dari manfaat yang bersifat langsung terjadi.152

Dalam sub ini, penulis mencari tau apa manfaat dan dampak

yang dirasakan santri dari menghafal al-Qur`an selama berada di

Pesantren Taḥfiẓ Alif. Penulis telah mengumpulkan data-data dari

form yang telah disebar dan mewawancarai beberapa informan

yang di dalamnya terdapat pertanyaan-pertanyaan untuk dijadikan

data pada pembahasan sub ini.

1. Manfaat Menghafal Al-Qur`an

a. Bertanggung jawab dalam murajaah

Seorang muslim akan bertanggung jawab ketika ia

diberikan amanah yang besar, begitu pula sama halnya dengan

seorang penghafal al-Qur`an yang harus mengemban amanah

amat besar yaitu menjaga ayat yang telah dihafalkannya.

Berdasarkan data yang penulis temukan, santri penghafal al-

Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif menjadi lebih bertanggung

jawab dalam mengatur waktu yang dikhususkan untuk

murāja`ah ayat yang telah dihafalkannya. Seperti yang

dikatakan oleh Laila “karena di Pesantren Taḥfiẓ Alif belum

ada program khusus untuk mengulang hafalan, tanggung

jawab saya terhadap hafalan yang telah saya setorkan menjadi

semakin ketat. Saya menjadi lebih harus bertanggung jawab

untuk tetap menjaga ayat yang sudah saya ingat agar tidak lupa

152 Eva Nugraha, “Ngalap Berkah Qur`an: Dampak Membaca al-Qur`an Bagi

Pembacanya”, Jurnal Ilmu Ushuluddin. Vol 5 no. 2 (2018), h. 123.

Page 108: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

102

meskipun kesibukan saya di kampus terhitung padat. Karena

kebiasaan ini, saya menjadi pusing jika tidak mengaji.”.153

b. Mendapat ilmu baru

Dalam kajiannya di youtube, Quraish Shihab

menyampaikan bahwa mengkaji satu ayat al-Qur`an akan

mendapat satu ilmu, namun ketika mengkaji ulang ayat yang

sama maka akan mendapat ilmu yang baru begitu seterusnya.

Sama halnya dengan santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif, saat

menghafal al-Qur`an dan memahami isi kandungannya

mereka mendapat ilmu baru yang bermanfaat untuk bisa

diterapkan di kehidupan sehari-hari. Tidak hanya ilmu baru,

namun seolah al-Qur`an mampu menjadi pengingat dan

nasihat yang dibutuhkan.

Ilmu lain yang didapatkan oleh santri saat menghafal di

antaranya adalah ilmu tajwid dan ilmu qirā`at. Saat

menghafal dengan suara yang lantang, maka santri yang lain

akan ikut mendengarkan bacaan tersebut. Akibatnya, jika

terdapat suatu kesalahan, maka santri yang lain akan

memberi tahu terutama dari segi ilmu tajwid.

Sebagian santri menganggap ilmu qirā`at adalah hal yang

baru mereka temukan dan pelajari. Maka, ilmu ini menjadi

ilmu baru yang mereka dapatkan setelah menghafal al-

Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif.

Masing-masing santri memiliki metode menghafal yang

berbeda-beda. Hal ini dianggap santri sebagai penemuan baru

153 Laila, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 30 Juli 2020.

Page 109: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

103

yang sekaligus bisa mengukur standar kemampuan individual

santri dalam menerapkan cara menghafal al-Qur`an. Artinya,

metode menghafal al-Qur`an adalah salah satu ilmu baru

yang ditemukan oleh masing-masing santri.

c. Mampu mengatur waktu dalam aktivitas sehari-hari

Menambahkan agenda mengulang dan menambah hafalan

ke dalam aktivitas keseharian para santri ternyata

memberikan manfaat yang signifikan. Hal ini mengharuskan

santri untuk mengatur ulang jadwal agar tidak digunakan

dengan hal yang tidak berguna. Karena kebiasaan inilah,

santri menjadi mampu mengatur waktu sehingga

kesehariannya terisi oleh hal-hal yang bermanfaat sesuai

dengan jadwal aktivitas yang telah dibuat.

2. Dampak Menghafal Al-Qur`an

a. Menjadi dekat dengan Allah

Hampir semua santri mengaku menjadi lebih dekat

dengan Allah setelah mereka mulai menghafalkan al-Qur`an

dibandingkan dengan sebelum menghafal al-Qur`an. Di

antara kedekatan yang dirasakan adalah tercegah dari

perbuatan buruk. Nisa Safitri mengatakan,154 selama

menghafal al-Qur`an ia tidak pernah ingin mendekati sesuatu

yang statusnya masih syubhat155, ia tidak lagi menghabiskan

154 Nisa Safitri, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020. 155 Syubhat adalah sesuatu yang masih samar atau tidak jelas. Artinya, syubhat

adalah perkara-perkara yang kurang/tidak jelas hukumnya, apakah halal atau haram.

Lihat Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syari`ah: Dalam Perspektif Kewenangan

Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Kharisma Putra Utama, 2016), h. 182.

Page 110: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

104

waktu untuk mengobrol hal-hal yang tidak bermanfaat

dengan teman dan mampu menjaga diri dari berbuat dosa.

Hal yang serupa juga dikatakan oleh Maulidya Qurrata

A`yun156 bahwa ia bisa menahan diri untuk tidak

mengganggu urusan orang lain, mampu menghindari

berbagai maksiat dan mampu meningkatkan bakti terhadap

orang tua.

Selain itu, menghafal al-Qur`an mampu membuat hati

senantiasa selalu mengingat Allah. Hal ini berdampak pada

kedekatan spiritual antara seseorang dengan Tuhannya.

Seperti yang dirasakan oleh Anis Musyafa’ah bahwa dampak

tersebut membuat dirinya merasa selalu diawasi oleh Tuhan

dalam segala aktivitas sehari-harinya.157

b. Hidup menjadi lebih baik

Dampak dari menghafal al-Qur`an yang paling banyak

dirasakan oleh santri di Pesantren Taḥfiẓ adalah kehidupan

yang menjadi lebih baik dari sebelum menghafal al-Qur`an.

seperti yang dirasakan oleh Imaratus Sholihah bahwa ia

merasa hidupnya menjadi tenang dan damai. Hal yang sama

juga dirasakan oleh Krisdayanti dan Salsabila Rafidah,

ketenangan hati menjadikan mereka lebih berhati-hati dalam

segala hal dan dalam menyikapi segala persoalan

kehidupan.158 Akibatnya, jika dihadapkan dengan suatu

persoalan mereka akan dengan mudah menemukan solusi

156 Maulidya Qurrata A`yun, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.

Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 1 Agustus 2020. 157 Anis Musyafa’ah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 10 Agustus 2020. 158 Data didapatkan dari hasil pengisian google form.

Page 111: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

105

dari berbagai sudut pandang sehingga hasilnya menjadi tepat

sasaran.

c. Pribadi yang positif

Hampir semua santri menjadi pribadi positif setelah

menghafal al-Qur`an. Menjadi pribadi yang lebih positif

artinya tidak mudah gelisah, mengurangi prasangka buruk,

bisa menghalau kesedihan, tidak mudah marah dan lain-lain.

Seperti yang dirasakan oleh Ayu Zaeni Lestari bahwa “Dulu

sebelum menghafal al-Qur`an, saya kesulitan mengontrol

amarah dan mudah bersedih atas hal-hal kecil, namun setelah

menghafal, saya lebih bisa mengontrol itu semua menjadikan

saya sebagai pribadi yang lebih periang dan penyabar”.159

Senada dengan Ayu Zaeni Lestari, Ayu Agung pun

memberikan penjelasan bahwa, “Sebelum menghafal al-

Qur`an, saya sering menangis secara tiba-tiba, mudah

bersedih dan mudah marah, namun setelah dekat dan

menghafal ayat-ayat al-Qur`an, hati saya mudah berdamai

dengan diri saya sehingga saya tidak seperti itu lagi”.160

159 Ayu Zaeni Lestari, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020. 160 Ayu Agung, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 20 Juli 2020.

Page 112: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

110

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Problematika yang dihadapi oleh para santri membuat program

yang terdapat di Pesantren Taḥfiẓ Alif mencetak hasil yang berbeda-

beda. Penulis menemukan, problematika yang dihadapi santri

disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal di antaranya adalah rasa malas dan hati yang kotor.

Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah kegiatan kuliah,

mengajar dan terdapat ayat-ayat yang sulit.

Untuk menghadapi berbagai kendala tersebut, penulis menemukan

cara ampuh yang terbukti telah dilakukan santri yaitu memotivasi diri

dengan mengingat tujuan awal menghafal dan mengatur ulang waktu

untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Selain problematika, penulis juga menemukan beberapa faktor

pendukung dalam menghafal al-Qur`an. Faktor pendukung tersebut

terbagi menjadi dua kategori yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Yang termasuk dalam kategori faktor pendukung internal adalah

motivasi dari diri sendiri, keinginan kuat untuk cepat khatam dan

memperbarui niat. Sedangkan yang termasuk dalam faktor pendukung

eksternal adalah orang tua, lingkungan yang produktif dengan al-

Qur`an dan teman yang bersemangat dalam menghafal al-Qur`an.

Oleh sebab itu, kesimpulan dari rumusan masalah penelitian ini bahwa

terdapat santri yang berhasil menyelesaikan program yang diadakan

Pesantren Taḥfiẓ Alif karena mereka menemukan solusi ketika

mendapatkan problem dalam menghafal al-Qur`an. Selain itu, mereka

yang berhasil disebabkan oleh faktor pendorong yang dijadikan

senjata utama dalam membangkitkan semangat ketika menghafal al-

Page 113: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

111

Qur`an sedang mengalami penurunan. Adapun mereka yang tidak

berhasil dalam melaksanakan program yang diadakan Pesantren

Taḥfiẓ Alif adalah karena mereka tidak menemukan solusi dan

dorongan yang kuat ketika dihadapkan dengan kendala-kendala dalam

menghafal al-Qur`an.

B. Saran

Setelah penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi lapangan

ini, penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini jauh dari cukup

apalagi sempurna. Sehingga, penulis yakin bahwa penelitian ini

meninggalkan banyak kekurangan. Dengan begitu, penulis

menyarankan agar dapat mengkaji lebih dalam serta mendetail

mengenai metode yang belum dimiliki serta keberhasilan menghafal

al-Qur`an santri dalam program dua tahun khatam 30 juz oleh

Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan.

Page 114: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

112

DAFTAR PUSTAKA

Artikel, Buku dan Jurnal

Anwar, Khoirul dan Mufti Hafiyana. Implementasi Metode ODOA (One

Day One Ayat) Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-

Qur`an. Situbondo: Universitas Ibrahimy. 2018.

Asia Muslim Charity Foundation. Diakses 11 April, 2020,

https://www.amcf.or.id/.

Aziz, Moh Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana. 2017.

https://books.google.co.id/books?id=zcq2DwAAQBAJ&pg=PA17

&dq=tablig+adalah&hl=jv&sa=X&ved=0ahUKEwi2yOHUkO3oA

hXTWisKHSKBBo8Q6AEIMTAC#v=onepage&q&f=false.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernasi di Tengah

Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana. 2012.

https://books.google.co.id/books?id=TTvNDwAAQBAJ&pg=PA1

29&dq=pengertian+pesantren+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUK

EwiF76eapt3oAhXKfX0KHaQeBiQQ6AEIPDAD#v=onepage&q

=pengertian%20pesantren%20adalah&f=false.

Baduwailan, Ahmad. Menjadi Hafiz. Tips dan Motivasi Menghafal Al-

Qur`an. Solo: Aqwam. 2019.

Bhinnety, Magda. “Sruktur dan Proses Memori” Buletin Psikologi. Vol.

16, No. 2. 2008.

Daymon, Christine dan Immy Holloway. Metode-Metode Riset Kualitatif

dalam Public Relation & Marketing Communication. Penerjemah

Cahya Wiratama. Bandung: Penerbit Bentang. 2008.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan

Hidup Kyai, Cet 2. Jakarta: LP3ES. 1994.

Page 115: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

113

Emriz, Metodologi Pendidikan: Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada. 2008.

Erick, Heinz dan Petra Widmer. Membangun, Membentuk, Menghuni:

Pengantar Aritektur 1. Jakarta: Kanisius. 2006.

Esack, Farid. Membebaskan Yang Tertindas: al-Qur`an, Liberalisme,

Pluralisme, terj. Watung A. Budiman. Bandung: Mizan. 2000.

Faisol. Pendidikan Perspektif Islam. Jakarta: Guepedia. 2010.

Faris, Abi Al-Husain Ahmad. Mu’jam Maqāyis al-Lughah, Juz 2. Dar al-

Fikr, 1979.

Gulo, W. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo. 2007.

Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga

Ideologi. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang. 2013.

Herwibowo, Bobby. Menghafal Al-Qur`an Semudah Tersenyum.

Sukoharjo: CV Farishma Indonesia. 2014.

Ismail, Fatah. Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta: Pustaka

Belajar. 2002.

Ismail, Ilyas dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun

Agama dan Peradaban Islam. Jakarta: Kencana, 2013.

Listiawati, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan: Edisi 1. Depok: PT. Kharisma

Putra Utama. 2017. https://books.google.co.id/books?id=H-

VNDwAAQBAJ&pg=PA2&dq=tafsir+adalah&hl=jv&sa=X&ved

=0ahUKEwi9z8_M4OzoAhWPaCsKHWCyAUsQ6AEIMTAC#v=

onepage&q=tafsir%20adalah&f=false.

Makhyaruddin, Deden Muhammad. Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-

Qur`an. Jakarta: Mizan Digital Publishing. 2013.

https://books.google.co.id/books?id=JQhQDAAAQBAJ&pg=PA2

73&lpg=PA273&dq=tatbiq+adalah+menerapkan+Al-

Qur`an&source=bl&ots=BPtOI9_Qjc&sig=ACfU3U3wtKMw9W

Page 116: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

114

WaBrQW17_T9Qk5tS7lBw&hl=jv&sa=X&ved=2ahUKEwjveyV

8OzoAhWXWX0KHX3xBAYQ6AEwB3oECAoQAQ#v=onepage

&q=tatbiq%20adalah%20menerapkan%20al-Qur`an&f=false.

Makhyaruddin, Deden Muhammad. Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-

Qur`an. Jakarta: Penerbit Noura, 2016.

Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syari`ah: Dalam Perspektif Kewenangan

Peradilan Agama. Jakarta: PT. Kharisma Putra Utama. 2016.

Muhammad, Ahsin Sakho. Menghafalkan Al-Qur`an. Jakarta: Qaf Media

Kreativa. 2018.

Muhammad, Ahsin Sakho. Oase Al-Qur`an Penyejuk Kehidupan. Jakarta:

Qaf Media Kreativa. 2018.

Nahrawi, Amiruddin Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Yogyakarta:

Gama Media, 2008.

Al-Nawawi, Abu Zakaria Yahya Syaraf. At-Tibyān: Adab Penghafal Al-

Qur`an. Solo: Al-Qowam. 2014.

Nugraha, Eva. “Ngalap Berkah Qur`an: Dampak Membaca al-Qur`an Bagi

Pembacanya”, Ilmu Ushuluddin. Vol 5 no. 2 (Juli 2018): 123.

Al-Nuhās, Muḥammad Tawfīq. “Multaqā Ahl al-Hadīṣ.” Diakses, 12

April, 2020,

https://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=34855&page=

13.

Pangkalan Data Pondok Pesantren. Diakses, 19 April 2020,

https://ditpdpontren.kemenag.go.id/pdpp/statistik.

Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Tahun 2017

Perdana, Teguh Iman. Nge-friends Sama Islam. Bandung: Mizan. 2005.

Poniman, Farid dan Rahman Adi Mangussara. Konsep Palugada. Jakarta:

STIFIn Institute. 2013.

Page 117: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

115

Poniman, Farid. Penjelasan Hasil Tes STIFIn. Cet. 5. Bekasi, STIFIn

Fingerptint. 2012.

Prihantini, Gita Sekar. Strategi Belajar. Malang: UMM Press. 2015.

Profil Rumah Taḥfiẓ Alif. 2019.

Al-Qaṭṭān, Manna`. Pengantar Studi al-Qur`an. Jakarta: Pustaka al-

Kauṡar. 2018.

Qomar, Mujamil. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju

Demokrasi Institusi. Jakarta: Erlangga, 2002.

Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari

Strukturalisme Hingga Posstrkturalisme Perspektif Wacana

Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008.

Riyanto, Yatim. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC. 2001.

Salim Baduwailan, Ahmad. Menjadi Hafizh Tips dan Motivasi Menghafal

al-Qur`an.Yogtakarta: Qirtas. 2016.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. Tradisi, Agama, dan Akseptasi

Modernasi Pada Masyarakat Pedesaan Jawa. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia. 2016.

Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,

Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. 1964.

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif. Bandung: Al-Fabeta. 2010.

Sugono, Dendy. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. 2008.

Sunyoto, Agus. Atlas Walisongo. Depok: Pustaka Iman. 2016.

Al-Suyūṭī, Al-Itqān fī ‘Ulum al-Qur`an, Jilid 1. Mesir: Musṭafā al-Halabī.

1370.

Syarifuddin, Ahmad. Mendidik Anak: Membaca, Menulis dan Mencintai

Al-Qur`an. Jakarta: Gema Insani. 2004.

Page 118: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

116

Syarifuddin, Ahmad. Mendidik Anak: Membaca, Menulis dan Mencintai

al-Qur`an. Jakarta: Gema Insani. 2004.

Tafsir, Ahmad. Metode Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja

Rosydakarya. 2012.

Upe, Ambo. Asas-Asas Multiple Research. Yogyakarta: Gajah Mada

Universitas Press. 1996.

Utomo, Eza Setia Cahyo. Hafalkan! Renungan dan Motivasi Bagi Para

Penghafal Kalam-Nya. Bogor: Guepedia. 2019.

Yahya, Masagus Fauzan. Quantum Taḥfiẓh. Jakarta: Emir. 2015.

Yasin, Arham Ahmad. Agar Sehafal Al-Fatihah. Bogor: CV Hilal Media

Grup. 2014.

Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:

Hidakarya Agung, 1984.

Yusuf, Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan. Jakarta: Kencan. 2017.

Al-Zawawi, Yahya Abdul Fattah. Revolusi Menghafal al-Qur`an.

Surakarta: Insan Kamil. 2015.

Zein, Muhaimin. Taḥfiẓ Al-Qur`an Metode Lauhun. Jakarta: Transhop

Printing. 2013.

Zulfa, Laila Ngindana. “Tradisi Menghafal Al-Qur`an di Pondok

Pesantren (Studi Living Qur`an di Pondok Pesantren al-Mubarok

Mranggen Demak)” Universitas Wahid Hasyim Semarang. 2019.

Desertasi, Tesis, Skripsi

Akbar, Taufik. ”Tradisi Membaca dan Menghafal al-Qur`an Studi atas

Resepsi Masyarakat Desa Bulu Pitu, Kecamatan Gondang Legi

Page 119: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

117

Kabupaten Malang terhadap Al-Qur`an”. Skripsi S1 Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014.

Hidayah, Nur. ”Motivasi Menghafal Al-Qur’an (Studi Multi Kasus di

Pondok Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PPIQ) PP. Nurul Jadid

Paiton Probolinggo, dan Pondok Pesantren Tahfizhul Al-Qur'an

Raudhatusshalihin Wetan Pasar Besar Malang)”. Skripsi S1

Universitas Islam Negeri Walisongo, 2018.

Irmawati, Fitri. “Hubungan Antara Intensitas Menghafal Al-Qur`an dan

Motivasi Menghafal Al-Qur`an Pada Mahasiswi Di Rumah Taḥfiẓ

Daarul Ilmi Mangunsari, Sidomukti, Salatiga Tahun 2018”. Skripsi

S1 Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2018.

Jamil, Afiyanti Harirah. ”Peran Lembaga Keagamaan Dalam

Membumikan Al-Qur`an: Studi Kasus Pondok Pesantren Al-

Qur`aniyyah”. Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, 2020.

Musyafa`ah, Anis. ”Tahfiz Al-Qur`an Dalam Pandangan Mahasiswa IAT :

Studi Kasus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan IIQ Jakarta”.

Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2020.

Rahmayani, Addini. “Motivasi dan Problematika Menghafal Al-Qur`an Di

SMA Plus Al-Athiyah Beurawe Kecamatan Kuta Alam Banda

Aceh”. Skripsi S1 Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2018.

Robbani, Mohammad Yazid. ”Kesulitan Mahasiswa Dalam Program

Tahfiz Al-Qur`an (Analisis Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Dan

Mahasiswa Fakultas Dirosat Islamiyyah. Skripsi S1 Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2020.

Rosidi, Ahmad. “Motivasi Menghafal Al-Qur`an (Studi Multi Kasus di

Pondok Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PPIQ) PP. Nurul Jadid Paiton

Probolinggo, dan Pondok Pesantren Taḥfiẓhul Al-Qur'an

Page 120: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

118

Raudhatusshalihin Wetan Pasar Besar Malang)”. Sekolah Tinggi

Agama Islam, 2016.

Wiyarto, Andy. ”Motivasi Menghafal Al-Qur’an Pada Mahasantri

Pondok Pesantren Tahfizhul Al-Qur`an di Surakarta”. Skripsi S1

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012.

Wulandari, Dwi. “Pengaruh Metode An-Nashr Terhadap Motivasi

Menghafal Al-Qur`an Siswa Kelas IV Di Madrasah Ibtidaiah

Wajak”. Tesis S2 Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Malang, 2018.

Zulfa, Laila Ngindana. ”Tradisi Menghafal Al-Qur`an di Pondok

Pesantren (Studi Living Qur`an di Pondok Pesantren al-Mubarok

Mranggen Demak)”. Jurnal Universitas Wahid Hasyim

Semarang, 2019.

Observasi dan Wawancara

Aini Shibyati, (Santri Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.

Aisyah, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 29 November 2020, Banten.

Amalia (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala Utami,

Ciputat 19 Juli 2020, Banten.

Amirah Balqis Azzanirfi (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020, Banten.

Anis Musyafa’ah (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 10 Agustus 2020, Banten.

Ayu Agung (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 20 Juli 2020, Banten.

Page 121: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

119

Ayu Zaeni Lestari (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020, Banten.

Deni Kurniawati (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020, Banten.

Diana Faricha, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.

Fadhilah Rahmi, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.

Fatihatur Rahma (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020, Banten.

Haifa, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 29 November 2020, Banten.

Krisdayanti (Musyrifah Pesantren Taḥfiẓ Alif 2). Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 3 April 2020, Banten.

Malih Laila Najihah (Ketua sekaligus Pengajar Pesantren Taḥfiẓ Alif).

Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 14 Maret 2020, Banten.

Maulidya Qurrata A`yun (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 1 Agustus 2020, Banten.

Nashihatul Muhtadina (Musyrifah Pesantren Taḥfiẓ Alif 1). Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 16 Maret 2020, Banten.

Nisa Safitri (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 19 Juli 2020, Banten.

Novi Laila, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.

Riv`atul Mahmudah, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.

Salma Itsaini (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 29 Juli 2020, Banten.

Page 122: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

120

Sari, Ida Nurlaila (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020, Banten.

Syabila Aprila Zakaria (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh

Tamala Utami, Ciputat 1 Agustus 2020, Banten.

Vina Izzatul Awaliyah, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai

oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.

Zahro (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala Utami,

Ciputat 19 Juli 2020, Banten.

Zulfa Amalia (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala

Utami, Ciputat 19 Juli 2020, Banten.

Page 123: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

PEDOMAN WAWANCARA

PENELITIAN

“TRADISI MENGHAFAL AL-QUR`AN DI PESANTREN TAḤFIẒ

ALIF CIPUTAT TANGERANG SELATAN”

Penelitian ini diajukan atas nama Tamala Utami pada santri di

Pesantren Tahfiz Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban secara langsung mengenai

pengalaman santri terkait menghafal di Pesantren Tahfiz Pesantren Taḥfiẓ

Alif, dorongan dan kendala yang dihadapi ketika menghafal..

Keterlibatan saudari sebagai informan/responden menjadi penting

untuk membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Kerahasiaan

jawaban dan tanggapan yang diberikan oleh saudari akan dijaga sesuai

kode etik penelitian.

Nama Tanda Tangan

A. Identitas Informan

1. Nama :

2. Jabatan :

3. Alamat :

Lampiran 1

Page 124: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

4. Telepon :

B. Pertanyaan

1. Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik untuk

menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih Pesantren

Taḥfiẓ Alif untuk anda percaya?

2. Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal anda sejak

awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai menghafal di

Pesantren Taḥfiẓ Alif?

3. Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala yg anda

rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara

anda menghadapi kendala tersebut?

4. Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yg dapat

mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal diPesantren

Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu anda dapatkan?

5. Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan menghafal

sehingga anda bisa selesai menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?

Page 125: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

Transkip Wawancara

Data dari informan

Nama Fadhilah Rahmi

Alamat Tinggal Ciputat

Instansi Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta

Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020

Keterangan:

P: Pewawancara

N: Narasumber

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik

untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih

Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?

N: Ketika saya berada di Pondok, saya melihat beberapa teman saya

sudah hafal al-Qur`an sehingga saya tertarik untuk menghafalkan al-

Qur`an. selain itu, saya juga mendapatkan motivasi dari guru saya

tentang nikmatnya menghafal al-Qur`an yaitu akan memberi mahkota

kepada ke dua orang tua di akhirat kelak, akan dijauhkan dari siksa

kubur dan jasad dari seorang penghafal al-Qur`an akan tetap utuh.

Jadi, saya menghafal karena saya ingin membanggakan orang tua saya

di dunia dan di akhirat. Menurut saya, apa lagi yang mampu saya

persembahkan untuk kedua orang tua yang telah berjasa dalam hidup

saya. Oleh karena itu, ketika saya kuliah di IIQ, saya berfikir harus

memaksimalkan kegiatan saya untuk menghafal dengan cara mencari

tempat yang mendukung saya untuk bisa fokus menghafal. Oleh

karena ini, saya mencari dan menemukan teman saya yang sudah ada

Lampiran 2

Page 126: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

di Pesantren Taḥfiẓ Alif. dari teman saya itulah saya tau bahwa

Pesantren Taḥfiẓ Alif memiliki program target bulanan. Kemudian

saya yakinkan diri bahwa saya bisa mencapai target yang disediakan

Pesantren Taḥfiẓ Alif lalu saya memutuskan untuk ingin tinggal di

sana.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal

anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai

menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?

N: saya berada di Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 sejak saya semester 4 pada

tahun 2018 dan alhamdulillah genap dua tahun saya bisa

menyelesaikan hafalan saya sesuai dengan program yang disediakan

di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Dalam perjalanan menghafal saya di

Pesantren Taḥfiẓ Alif, saya agak kesulitan menyingkronkan jadwal

setoran saya dengan di kampus karena jadwal yang bentrok. Akhirnya

saya lebih banyak mengedepankan setoran di kampus dan setoran di

Pesantren Taḥfiẓ Alif agak terabaikan. Namun, lama kelamaan saya

berfikir untuk apa saya tinggal di asrama jika saya tidak setoran dan

akhirnya saya meyakinkan diri saya agar bisa tetap setoran di

Pesantren Taḥfiẓ Alif terus menerus. Karena jadwal setoran yang

bentrok antara di Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 dan di kampus, akhirnya

saya memutuskan untuk pindah ke Pesantren Taḥfiẓ Alif 3 agar

jadwal setoran di antara keduanya tidak sama. Semenjak saya di

Pesantren Taḥfiẓ Alif 3, saya menjadi bisa istiqomah mengatur

kembali jadwal setoran di kampus, di Pesantren Taḥfiẓ Alif, dan

mengerjakan tugas.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala

yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?

Page 127: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

N: Kendala utama saya saat menghafal adalah jadwal setoran kampus

yang bentrok dengan jadwal setoran di Pesantren Taḥfiẓ Alif. selain

jadwal, saya juga kesulitan untuk fokus pada juz yang berbeda antara

di kampus dan di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Misalnya, di Pesantren Taḥfiẓ

Alif sudah juz 2 namun di kampus masih juz 1 jadi berat untuk saya

untuk fokus pada keduanya di waktu yang bersamaan. Kendala yang

kedua adalah tugas kampus yang banyak dan menuntut deadline untuk

dikerjakan. Jika seperti itu, biasanya saya memilih untuk mengerjakan

tugas kampus terlebih dahulu karena harus segera dikumpulkan

sehingga hafalan saya jadi terbengkalai. Kendala ketiga adalah teman-

teman. Saya tipe orang yang jika menghafal harus fokus, jadi jika

saya sedang menghafal namun teman saya berisik akan sangat

terganggu dan membuat hafalan saya kurang maksimal. Oleh karena

itu, cara menghadapi kendala-kendala tersebut biasanya saya

memotivasi diri saya untuk bisa menata kembali waktu untuk setoran

dan mengerjakan tugas agar bisa singkron. Sedangkan untuk

mengembalikan fokus menghafal saya saat teman-teman saya berisik,

saya biasanya mencari tempat yang aman untuk menghafal.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang

dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal

di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu

anda dapatkan?

N: agar saya selalu mendapatkan dorongan menghafal al-Qur`an

biasanya dengan cara mengingat kembali niat awal saya ketika

hendak menghafal al-Qur`an yaitu untuk membahagiakan kedua

orang tua saya bukan hanya di dunia namun di akhirat nanti.

Page 128: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan

menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di

Pesantren Taḥfiẓ Alif?

N: setiap saya sedang berada di titik terendah diri saya, saya selalu

bertafakur untuk mengingat sebenarnya apa tujuan saya untuk

menghafal al-Qur`an. Maka, saya mampu kembali ingat dan semangat

setiap saya lengah dalam mencapai target setoran,

Nama Novi Laila

Alamat Tinggal Ciputat

Instansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik

untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih

Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?

N: Pertama kali saya menghafal al-Qur`an yaitu ketika saya duduk di

bangku Aliyah. Aku Aliyah jurusan Agama, jadi diwajibkan

mempunyai hafalan al-Qur`an minimal 3 juz untuk 3 tahun. Jadi, pada

saat itu niat saya menghafal hanya karena untuk mengejar nilai agar

bisa bagus. Pada masa menghafal saat itu sangat tidak terasa menjadi

sebuah beban bagi saya karena menghafal menjadi salah satu mata

pelajaran yang diadakan satu minggu dalam sekali, saya bisa

menempuh hafalan sebanyak hampir 4 juz selama tiga tahun di

Aliyah. Setelah lulus Aliyah, saya melanjutkan kuliah ke UIN Jakarta

dan tinggal di Pesantren Mahasiswi UIN Jakarta selama 1 tahun. Di

Pesantren ini, tidak ada program khusus untuk menghafal al-Qur`an,

jadi saya hanya memuraja`ah hafalan yang sudah saya dapatkan

sewaktu Aliyah kemarin. Karena kuliah saya jurusan IAT, saya

Page 129: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

merasa tidak puas jika hafalan saya tidak ditambah, akhirnya saya

mencari-cari Pesantren di sekitar UIN namun belum menemukan

Pesantren yang cocok seperti yang saya harapkan. Akhirnya, sampai

semester 3 selesai saya memilih tinggal di kos bersama teman.selama

menjalani hari-hari sebagai anak kos, saya merasa banyak waktu saya

yang terbuang sia-sia dan saya takut jika sampai lulus saya tetap

tinggal di kos, saya tidak akan mendapatkan ilmu apa-apa. Akhirnya

saya memutuskan untuk mencari lagi Pesantren yang mempunyai

program tidak terlalu memberatkan mahasiswi. Kemudian saya

menemukan Pesantren Tahfiz Pesantren Taḥfiẓ Alif atas rekomendasi

teman saya yang sebelumnya tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Saya

tertarik tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif karena pesantren ini masih

membolehkan santrinya memegang gawai dan kegiatannya tidak

terlalu padat.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal

anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai

menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?

N: Saat menghafal di juz awal, saya masih merasa mudah karena

sebelumnya sudah pernah dihafalkan. Memasuki juz 4 dan 5 saya

mulai merasa sedikit kesulitan namun akhirnya bisa saya tempuh

karena saya mentargetkan dalam satu hari harus setoran 2 halaman,

namun jika tidak mampu, saya akan setor hanya satu halaman saja

asalkan setiap hari saya bisa menyetorkan hafalan saya.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala

yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?

N: Kendala saya dalam menghafal hanya ada pada rasa malas yang

ada pada diri saya sendiri. Meski pun tugas kuliah agaknya

Page 130: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

mengganggu, tapi saya masih bisa menghandle itu. Cara yang saya

lakukan adalah saya hanya membolehkan tidak setoran dua kali dalam

sebulan. Sisanya, saya harus menyempatkan setoran setiap harinya

karena sudah ada jatah untuk istirahat tidak setoran sebanyak dua kali

dalam setiap bulannya.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang

dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal

di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu

anda dapatkan?

N: Dorongan yang sangat mempengaruhi semangat saya yaitu datang

dari diri sendiri. Dorongan tersebut adalah keinginan untuk bisa cepat

selesai 30 juz. Karena saya berpikir bahwa jika sudah memulai

mengahfal, maka jangan sampai putus di tengah jalan. Meskipun

sampai saat ini saya belum mutqin dalam hafalan, namun setidaknya

saya harus menyelesaikannya sampai 30 juz terlebih dahulu.

Dorongan yang kedua datang dari orang tua. Mereka selalu

menyemangati saya dengan “ayo! Pasti bisa selesai” yang membuat

saya terus maju pantang menyerah untuk menyelesaikan target

hafalan. Dorongan pendukung lainnya datang dari kakak-kakak yang

sudah ada di Pesantren Taḥfiẓ Alif. melihat mereka sudah selesai

hafalannya, saya juga menjadi ingin cepat selesai. Teman saya yang

lain juga ikut memberikan tips menghafal pada ayat tertentu disaat

saya menemukan kesulitan pada ayat yang sedang saya hafal karena

teman saya itu sudah lebih dulu melewati surat yang saat itu sedang

saya hafalkan.

- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan

menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di

Pesantren Taḥfiẓ Alif?

Page 131: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

N: Saat saya sedang merasa badmood dan malas untuk setoran

biasanya saya akan jalan-jalan untuk mengembalikan mood saya

kembali menjadi baik. Jika sudah baik, saya akan melakukan aktivitas

menghafal seperti biasa. Kunci saat saya sedang malas untuk

menghafal adalah dipaksa untuk terus menghafal dan mempunyai

target. Saya mengikuti target yang disediakan di Pesantren Taḥfiẓ Alif

yaitu satu perempat halaman setiap bulan yasudah saya targetkan itu.

Jadi tidak akan memberatkan diri saya untuk bisa melewati target,

asalkan saya sudah mampu target tersebut, saya akan merasa tenang

dan merasa baik untuk diri saya.

Nama Aini Shibyati

Alamat Tinggal Cibinong

Instansi Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta

Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik

untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih

Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?

N: Awal mula terbesit ingin menghafal al-Qur`an adalah ketika saya

SMA kemudian saya mulai menghafal yang dimulai dari surat-surat

pendek. Kemudian saya melanjutkan kuliah dan saya diterima di

kampus IIQ. Karena IIQ mewajibkan untuk menghafal, akhirnya saya

mulai serius menghafal di sini sekaligus tinggal di asrama IIQ yang

menunjang saya untuk bisa fokus menghafal. Dua tahun saya tinggal

di IIQ, saya memutuskan untuk pindah dan mencari tempat yang bisa

untuk menghafal namun masih berada disekitaran kampus. Setelah

mencari, saya menemukan Pesantren Taḥfiẓ Pesantren Taḥfiẓ Alif

karena kegiatannya yang tidak terlalu mengekang dan semua

Page 132: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

santrinya adalah perempuan. P: Ceritakan pengalaman anda

tentang perjalanan menghafal anda sejak awal tinggal di

Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai menghafal di Pesantren

Taḥfiẓ Alif?

N: Selama saya tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif, saya merasa berat

untuk menambah hafalan karena bentrok dengan setoran yang wajib

di kampus IIQ. saya merasa kesulitan untuk mengatur dan membagi

waktu untuk menambah hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

murajaah untuk setor ke kampus. Ini berdampak pada hafalan saya di

Pesantren Taḥfiẓ Alif karena saya lebih mengutamakan kualitas

hafalan saya untuk disetorkan ke kampus. Karena saya tinggal di

Pesantren Taḥfiẓ Alif 2 yang jadwal setorannya adalah pagi,

sedangkan pada pagi hari saya harus berangkat ke kampus untuk

menyetorkan hafalan saya yang harus benar-benar siap dan lancar.

Jadi, setoran di Pesantren Taḥfiẓ Alif tidak terkondisikan sehingga

saya menjadi jarang menambah hafalan.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala

yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?

N: Kendala saya dalam menghafal al-Qur`an di antaranya adalah

mufradat yang terasa asing, fikiran saya yang bercabang sehingga

saya susah fokus dalam menghafal. Nah, fikiran yang bercabang

itulah yang merupakan kendala terbesar saya dalam menghafal.

karena menurut saya, menghafal al-Qur`an sebaiknya tidak boleh

dicampur dengan urusan dunia yang lain agar bisa tetap kaffah.

Meskipun seringnya saya tidak fokus, saya biasanya akan memaksa

diri saya untuk fokus dengan mengganti metode menghafal saya

dengan cara listening yaitu mendengarkan murattal perayat sambil

Page 133: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

melihat pojok ayat tersebut di dalam al-Qur`an, setelah merasa cukup

terbayang, saya baru akan mulai menghafal. Biasanya cara ini juga

membuat saya tidak mudah lupa atas ayat yang telah saya hafalkan

meskipun prosesnya terlihat lama.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang

dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal

di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu

anda dapatkan?

N: Lingkungan seperti teman dan kebiasaan mereka adalah salah satu

faktor yang sangat berpengaruh untuk semangat mengaji saya.

Sebelum saya tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif 2, saya tinggal di

Pesantren Taḥfiẓ Alif 4. Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 mempunyai

lingkungan yang individualis dalam arti tidak berkelompok untuk

melakukan hal-hal yang harus bersama-sama sehingga bisa lebih

produktif di banding lingkungan di Pesantren Taḥfiẓ Alif 2. Karena di

Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 setiap harinya melihat teman yang semangat

mengaji yang tinggi dan sudah menjadi kebiasaan, saya menjadi

terdorong untuk ikut mengaji seperti mereka juga. Hasilnya, ketika di

Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 saya lebih sering mencapai target yang

disediakan Pesantren Taḥfiẓ Alif setiap bulan di bandingkan dengan

saya tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif 2. Selain teman, faktor dari sikap

musyrifah yang selalu memberikan perhatian kepada setiap santri

yang hafalnnya belum sempurna juga mampu membuat saya merasa

diberi perhatian lebih sehingga saya menjadi semangat untuk

memperbaiki bacaan dan kualitas hafalan saya.

- P: Ceritakan mengapa anda bisa memutuskan untuk berhenti

menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?

Page 134: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

N: salah satu faktor utama saya memutuskan untuk tidak tinggal lagi

di Pesantren Taḥfiẓ Alif adalah karena ekonomi. Saya adalah anak

pertama yang memiliki dua adik yang masih sekolah. Menurut saya,

biaya kuliah di IIQ sudah cukup mahal belum lagi ditambah biaya

adik saya yang lain. Saya kasihan dengan umi dan abi. Akhirnya saya

sebagai kakak mengalah untuk tidak melanjutkan tinggal di Pesantren

Taḥfiẓ Alif. Saya tetap melanjutkan menghafal hanya untuk

menunaikan kewajiban di kampus saja. Selain ekonomi, saya juga

merasa belum bisa fokus tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif yang

berakibat pada setoran saya yang terbengkalai dan waktu yang

menjadi kurang produktif.

Nama Diana Faricha

Alamat Tinggal Ciputat

Instansi Institul Ilmu Al-Qur`an Jakarta

Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik

untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih

Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?

N: Sebenarnya terbesit keinginan pertama kali untuk menghafal

semenjak saya SMA, namun belum terealisasikan waktu itu. Akhirnya

ketika saya melanjutkan kuliah, orang tua saya memberikan dua

pilihan, yang pertama untuk fokus menghafal saja yang ke dua

menghafal sambil kuliah. Waktu itu saya berfikir ingin cepat selesai

akhirnya saya memilih nomor dua yaitu kuliah sambil menghafal.

oleh sebab inilah saya memilih kampus IIQ sebagai tujuan saya

melanjutkan pendidikan. Ternyata setelah dijalani, tidak sesuai

dengan apa yang saya inginkan. Saya lebih dominan fokus untuk

Page 135: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

kuliah di banding dengan menghafal. Akhirnya hafalan saya belum

selesai setelah saya lulus kuliah. Sejak saat itu, saya mulai berfikir

bagaimana caranya agar saya bisa menyelesaikan hafalan saya.

Kemudian saya mencari pesantren yang dikhususkan untuk menghafal

dan memutuskan untuk tinggal di sana. Ternyata karena program yang

ada tidak sesuai dengan kemampuan saya, saya memutuskan untuk

mencari tempat lain dan bertemu dengan teman yang

merekomendasikan untuk tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif.

Selanjutnya saya memilih tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

alhamdulillah bisa menyelesaikan hafalan saya di Pesantren Taḥfiẓ

Alif.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal

anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai

menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?

N: Awal menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif biasa saja artinya saya

hanya melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang ada. Namun,

karena ketika itu banyak teman-teman saya yang ingin mengejar

wisuda di Pesantren Taḥfiẓ Alif, saya menjadi termotivasi untuk ikut

wisuda juga pada tahun tersebut. Akhirnya, saat itu benar-benar saya

hanya mengejar setoran seperti teman-teman yang lain. Padahal ketika

itu kesibukan saya yang lainnya adalah ngajar dan kuliah, jadi saya

harus bisa mencari cara agar saya masih bisa tetap setoran namun

tidak mengganggu aktivitaas yang lain.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala

yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?

N: Kendala saya pada saat itu adalah ngajar dan kuliah. Jadi saya

harus betnar-benar bisa membagi waktu agar semuanya bisa kondusif.

Page 136: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

Kendala kedua adalah ketika saya bertemu ayat-ayat yang asing

menurut saya. Kendala ketiga adalah rasa malas. Biasanya jika saya

sudah malas, saya akan langsung ingat lagi bagaimana niat awal saya

ketika ingin menghafal. Karena saya berfikir, jika saya akan terus

malas, maka akan sampai kapan hafalan ini akan selesai?.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang

dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal

di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu

anda dapatkan?

N: Karena sejak awal menghafal adalah keinginan dan pilihan saya,

maka saya akan berfikir untuk ingin cepat mencapai dan

menyelesaikannya. Selain itu, motivasi dari orang tua juga tidak kalah

penting dalam pencapaian ini.

- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan

menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di

Pesantren Taḥfiẓ Alif?

N: Saya harus tetap menjaga semangat saya untuk menghafal dengan

cara berbicara pada diri sendiri untuk mengingat kembali niat awal

untuk menghafal al-Qur`an itu untuk apa. Karena sejak awal

menghafal adalah keputusan saya, maka saya yang harus

menyelesaikannya juga.

Nama Vina Izzatul Awaliyah

Alamat Tinggal Ciputat

Instansi Institul Ilmu Al-Qur`an Jakarta

Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik

untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih

Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?

Page 137: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

N: Pertama kali saya terbesit ingin menghafal sudah dari kecil. Sejak

dulu, di kampung saya jika mengadakan acara syukuran selalu

mengundang para penghafal al-Qur`an untuk membaca al-Qur`an.

Dari situ saya mulai merasa kagum kepada para penghafal sehingga

bisa membaca al-Qur`an secara persis tanpa melihat muhsaf. Saya

menjadi semakin tertarik bagaimana proses mereka dalam menghafal

al-Qur`an. semakin sering mereka membaca al-Qur`an dengan

hafalannya di rumah saya, saya rasanya selalu ingin menjadi orang

yang menyimak bacaannya. Selain sejak kecil saya sudah termotivasi

dengan kehebatan para penghafal al-Qur`an, keinginan itu juga

didukung dengan adanya pesantren baru yang ada di kampung saya.

Di Pesantren tersebut, baru ada 10 santri yang mayoritas santrinya

adalah tingkat SMP sedangkan saya waktu itu baru berumur 8 tahun

alias masih SD. Setelah khatam al-Qur`an secara binazhar 30 juz,

saya disuruh pak Kiyai untuk melanjutkan menghafal al-Qur`an. Atas

izin dari orang tua saya juga, saya mampu menghafal sampai 2 juz

sampai kelas 5 SD. Saat SMP, saya tidak bisa fokus dan memulai

untuk melanjutkan hafalan saya karena terhambat organisasi.

Akhirnya saat SMA saya dicarikan oleh orang tua saya Pesantren di

daerah Kudus. Di sana target utamanya adalah tahsin dalam membaca

al-Qur`an dan harus khatam al-Qur`an bi nadhor selama tiga tahun

jadi saya juga belum bisa memulai untuk melanjutkan hafalan

kembali. Saat kuliah, saya mengambil jurusan kedokteran, awal

kuliah saya tinggal di asrama putri selama satu setengah tahun.

Keinginan menghafal saya masih tetap ada, meskipun saat itu asrama

putri mempunyai program tahfiz, namun hanya diadakan satu minggu

sekali itu pun tidak selalu diadakan pertemuan sedangkan saya adalah

tipe orang yang harus termotivasi oleh kegiatan yang dirutinkan. Jadi,

Page 138: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

saya dan teman saya yang satu jurusan mencari pesantren khusus al-

Qur`an yang penting saya bisa menjaga tabungan hafalan saya dan

saya masih bisa tetap mengaji. Akhirnya, saya menemukan broadcast

di whatsapp tentang Pesantren Taḥfiẓ Alif. tak menunggu lama, saya

dan teman saya langsung ke lokasi dan mendaftar di sana.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal

anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai

menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?

N: Saya memilih tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 karena kegiatan

setoran diadakan sore hari tidak seperti Pesantren Taḥfiẓ Alif yang

lain. Hal ini saya sesuaikan dengan jadwal kuliah saya yang dimulai

setiap jam 7 pagi sampai jam 4 sore setiap harinya. Saat setoran pada

juz-juz awal masih sangat produktif, artinya saya bisa cukup banyak

menyetorkan hafalan dalam satu pertemuan. Karena sebelumnya juga

pernah dihafalkan. Dalam satu minggu, saya selalu setoran mungkin

pernah bolong satu atau dua hari saja. Saya menghafal setiap pagi,

namun jika tidak sempat, saya biasanya menyiapkan setoran beberapa

jam sebelum setoran diadakan. Saya selalu menyisakan waktu

tersendiri untuk murajaah yaitu pada malam hari setelah hafalan

disetorkan. Meskipun saya belum bisa istiqamah, tapi saya selalu

berusaha melakukan rutinitas tersebut terus menerus hingga akhirnya

saya khatam. Dalam proses pencapaian hingga 30 juz, juz yang paling

sulit dilalui adalah pada bagian pertengahan karena belum familiar

ayatnya. Juz awal kan pernah dihafal, sedangkan juz akhir banyak

surat pilihan yang sering dibaca sejak dulu.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala

yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?

Page 139: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

N: Kendala terbesar saya ada pada diri saya sendiri yaitu rasa malas

untuk menghafal dan malas untuk membaca. Cara agar menepisnya

adalah dengan mengingat tujuan awal menghafal saya itu apa, tinggal

di sini untuk apa, jika masih malas maka tidak akan terwujud, jika

kamu ga ngaji al-Qur`an juga tidak akan terpegang dan kamu akan

dosa, ingat orang tua bahwa taunya saya di sini ngaji jadi saya tidak

ingin membuat mereka kecewa. Intinya untuk muhasabah diri. Tak

lupa saya juga berdoa, biasanya yang sering saya baca adalah doa

yang dikhususkan untuk menghilangkan rasa malas. Jadi, doa juga

penting untuk mendampingi usaha saya. Faktor lainnya adalah

lingkungan kuliah yang banyak tugas, banyak praktik, organisasi dan

mental juga. Semua itu membuat saya agak kerepotan mengatur

jadwal. Namun saya tetap membuat list jadwal kegiatan sehari-hari

yang saya atur dantetapkan setiap jamnya harus ngapain. Meski

praktiknya tidak sesuai, namun setidaknya saya sudah berusaha untuk

mengatur jadwal saya sendiri. Kendala saya yang lain adalah saya

yang suka berorganisasi. Saya selalu senang mengatur sesuatu,

terkadang saya juga berfikir mengapa saya terlalu mengambil

semuanya, yang akhirnya saya terlalu mmbuang waktu untuk selaim

al-Qur`an.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang

dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal

di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu

anda dapatkan?

N: Dorongan saya adalah prinsip saya sendiri. Saya mempunyai

prinsip bahwa siapapun saya nantinya, apapun cita-cita saya jangan

pernah lupa bahwa keinginan saya sejak kecil adalah ingin menjadi

menghafal al-Qur`an. Dorongan saya yang lain dan yang tak kalah

Page 140: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

penting adalah dari orang tua saya, karena saya adalah anak satu-

satunya, saya menjadi sering berkomunikasi dengan mereka, mulai

dari kegiatan sehari-hari saya mereka tau, kebutuhan dan kendala pun

saya komunikasikan. Inilah yang menjadi motivasi saya juga bahwa

ada orang tua yang menunggu dan yang tidak mungkin akan saya

kecewakan di rumah. Motivasi lainnya adalah dari ustadzah di

Pesantren Taḥfiẓ Alif. Beliau adalah panutan saya, melihat

kegigihannya mengajar dan menerima setoran anak-anak dari

Pesantren Taḥfiẓ Alif 1 sampai 4 dengan keliling setiap hari,

membuat saya sebagai peremuan juga ingin seperti beliau, belum lagi

beliau sangat mutqin dalam membaca hafalan al-Qur`annya. Itu juga

salah satu cita-cita yang sedang saya perjuangkan sekarang.

- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan

menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di

Pesantren Taḥfiẓ Alif?

N: Cara menempuhnya adalah saya akan selalu ingat tujuan

menghafal untuk apa, saya akan selalu memupuk semangat dari dalam

diri sendiri, orang tua dan belajar dari lingkungan, apapun yang saya

lihat, saya dengar, saya bisa harus bisa ambil pelajaran dari sana,

kemudian saya harus bisa manage waktu, saya harus bisa menjaga

akhlak karena saya akan ingat ada sesuatu yang harus kita jaga yaitu

al-Qur`an. dan saya juga akan ingat bahwa saya nantinya akan

memberikan mahkota untuk orang tua di akhirat kelak. Terakhir, saya

juga menyadari bahwa khatam al-Qur`an bukanlah akhir dari

segalanya, namun ini merupakan awal perjuangan yang sebenarnya.

Page 141: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

Nama Riv`atul Mahmudah

Alamat Tinggal Ciputat

Instansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik

untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih

Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?

N: Sejak kecil saya udah didoktrin untuk menghafal al-Qur`an oleh

orang tua saya karena background orang tua saya adalah seorang

penghafal al-Qur`an. Saya menghafal sejak kecil dengan didikan

orang tua saya, saya pun masuk sekolah ke sekolah yang mempunyai

kurikulum menghafal al-Qur`an sampai saya dijenjang SMA.

Sehingga, saat saya kuliah pun saya mencari asrama yang khusus

menyediakan kegiatan menghafal al-Qur`an dan bertemu dengan

asrama Pesantren Taḥfiẓ Alif. saya memilih asrama Pesantren Taḥfiẓ

Alif karena lokasinya yang dekat dengan kampus.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal

anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai

menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?

N: Karena saya sudah mempunyai hafalan cukup banyak sebelum

tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif, saya diberi pilihan oleh ustadzah

untuk melanjutkan hafalan atau mengulang kembali dari awal. Saya

memilih untuk mengulang hafalan saya dari awal karena saya merasa

belum cukup lancar atas hafalan yang sudah saya miliki.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala

yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?

Page 142: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

N: Kendala terbesar saya adalah dalam mengatur waktu. Saat saya

harus kuliah dari pagi sampai sore sedangkan di Pesantren Taḥfiẓ Alif

4 setorannya pun sore, saya tidak bisa ikut setoran karena waktu untuk

menghafal terlalu sempit. Biasanya, saya menyiapkan hafalan pada

malam hari sehingga kapanpun ada setoran, saya sudah siap untuk

menyetorkannya karena hanya tinggal dibaca sedikit setelah

malamnya sudah saya persiapkan.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang

dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal

di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu

anda dapatkan?

N: Bagi saya, hal yang paling mempengaruhi saya untuk semangat

menghafal adalah dorongan orang tua. Karena salah satu tujuan utama

saya dalam menghafal adalah untuk membahagiakan orang tua, jadi

dorongan dan doa dari mereka akan sangat membantu saya untuk bisa

terus maju agar selesai sampai 30 juz. Jadi, ketika saya sedang merasa

malas atau galau gitu, saya akan ingat kepada mereka agar saya bisa

kembali bersemangat untuk melanjutkan perjuangan menghafal al-

Qur`an.

- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan

menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di

Pesantren Taḥfiẓ Alif?

N: Di antara rintangan yang paling umum dalam menghafal al-Qur`an

adalah muncul rasa malas. Maka yang akan saya lakukan saat itu

adalah memaksakan diri saya untuk bisa menepisnya. Cara yang

paling ampuh bagi saya adalah mengingat orang tua. Karena pada

mereka ada harapan agar anaknya bisa menghafal al-Qur`an sampai

selesai. Maka, saya akan merasa sangat berdosa jika di sini saya tidak

Page 143: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

melakukan apa-apa sedangkan di rumah, orang tua saya

mengharapkan anaknya bisa berhasil menghafal.

Nama Anis Musyafa`ah

Alamat Tinggal Ciputat

Instansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Hari/Tanggal Senin, 21 November 2020

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik

untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih

Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?

N: Awal saya menghafal karena diiming-iming beasiswa karena sejak

kecil saya ingin dapat beasiswa ke Mesir. Akhirnya sejak saya kelas 5

SD, saya sudah mulai menghafal namun secara diam-diam. Kegiatan

ini tidak berjalan lama karena saya berhenti menghafal sendiri. SMP

dan SMA saya pilih sekolah yang sekaligus ada asrama khusus untuk

menghafalnya. Tamat SMA, ternyata hafalan saya belum selesai,

akhirnya saya memutuskan untuk menghafal satu tahun lagi untuk

menyelesaikan hafalan saya sekaligus mengabdi di asrama itu.

Alhamdulillah saya selesai selama setahun itu. Belum sempat saya

diwisuda tahfiz, saya sudah melanjutkan kuliah di UIN. Saat kuliah,

saya dan dengan dorongan orang tua ingin sama-sama agar saya bisa

kuliah tapi tetap bisa mengaji. Akhirnya saya mencari asrama yang

dekat dengan kampus dan bisa mengaji. Alhamdulillah saya diberi

informasi oleh teman saya tentang Pesantren Taḥfiẓ Alif dan saya

memutuskan tinggal di sana.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal

anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai

menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?

Page 144: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

N: bagi santri yang tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif sambil kuliah di

Kahfi membuat khawatir ustdzah karena beliau takut akan

mengganggu kegiatan di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Akhirnya, selama

perjalanan saya menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif, saya fokus untuk

membuktikan kepada ustadzah bahwa saya bisa tetap memegang

hafalan meski saya sambil kuliah di Kahfi caranya adalah dengan

sering mengaji, sering ikut sima’an, dan sering setoran meskipun

kegiatan di luar banyak. Jadi saya selalu berusaha untuk bisa

menyelesaikan. Tapi saya juga pernah merasakan semangat saya

menurun saat dipertengahan menghafal karena motivasi yang kurang

dari dalam diri dan banyaknya kegiatan di luar. Namun semangat itu

kembali muncul pada masa akhir menghafal.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala

yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?

N: yang menjadi kendala pertama menghafal saya adalah karena

banyaknya kegiatan yang saya punya, yang kedua adalah tempat

tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif yang tidak menetap jika kontraknya

habis, kami para santri menjadi pindah, nah itu bisa mempengaruhi

motivasi menghafal saya. Yang ketiga adalah lingkungan termasuk di

dalamnya adalah teman-teman saya. Untuk menghadapinya, semua itu

kembali kepada diri saya, saya yang akan menata motivasi saya

kembali.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang

dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal

di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu

anda dapatkan?

Page 145: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

N: riv`yang kedua adalah sindiran dari ustadzah yang itu merupakan

sebuah nasihat untuk saya. Ketiga adalah keberkahan dari al-Qur`an

yang saya rasakan selama saya menghafal al-Qur`an seperti apa yang

tidak pernah saya pinta, namun saya bisa dapatkan.

- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan

menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di

Pesantren Taḥfiẓ Alif?

N: saya selalu mengisi waktu dengan menambah hafalan dan tidak

menunggu waktu yang longgar untuk bisa menambah hafalan.

Adapun jika waktu longgar saya gunakan untuk fokus saya,

selebihnya saya tidak akan membiarkan waktu saya menjadi

senggang.

Nama Siti Zahro

Alamat Tinggal Ciputat

Instansi Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta

Hari/Tanggal Minggu, 29 November 2020

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik

untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih

Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?

N: Awal mula saya menghafal karena mendapat paksaan dari orang

tua. Kemudian saya kuliah di IIQ, dan memilih Pesantren Taḥfiẓ Alif

karena supaya bisa kuliah sambil menghafal. Di Pesantren Taḥfiẓ Alif

juga karena bisa sambil ngajar dan tempatnya strategis yang dekat

dengan kampus.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal

anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai

menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?

Page 146: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

N: saya merasa di Pesantren Taḥfiẓ Alif ini sudah seperti keluarga.

Meski hafalan saya belum selesai, namun saya selalu mendapat

dorongan dari teman-teman agar saya bisa terus melanjutkan ngaji,

menghafal dan murajaah.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala

yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?

N: Kendalanya adalah seperti saat jadwal menjadi bentrok yaitu saat

mendapat tugas kampus, pas jadwal ngajar dan lain sebagainya.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang

dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal

di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu

anda dapatkan?

N: Tergantung pribadi. Biasanya saat saya sedang bener, saat saya

sedang mendapat hidayah, saya jadi sadar sendiri kok saya rasanya

segini-gini aja progresnya seperti ga ada peningkatan. Hidayah itu

datang dari ustadzah yang selalu memberikan nasihat-nasihat yang

baik, teman-teman yang sangat semangat dalam meghafal dan

mengingat lagi tujuan pertama menghafal itu untuk apa.

Nama Haifa

Alamat Tinggal Tanah Baru Jakarta

Instansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Hari/Tanggal Minggu, 29 November 2020

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik

untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih

Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?

N: Karena banyaknya keutamaan menghafal al-Qur`an, saya menjadi

tertarik menjadi seorang penghafal al-Qur`an agar saya bisa lebih

Page 147: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

intens berinteraksi dengan al-Qur`an. Itu berarti saya akan banyak

membaca al-Qur`an, menambah hafalan ayat baru, memurajaah al-

Qur`an dan lain-lain. Saya juga berharap, saya bisa meninggal dalam

keadaan menghafal dan bercengkrama dengan al-Qur`an. Jadi awal

mula saya bergabung di pesantren ini, Pesantren Taḥfiẓ Alif masih

berada di bawah naungan Dzin Nurain. saya langsung mendaftar dan

melengkapi persyaratan untuk bisa belajar di sana. Lalu saya mulai

menghafal. Saat itu masih pulang pergi kosan namun lama kelamaan

saya memilih untuk pindah tempat tinggal juga di sana.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal

anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga tidak di

Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?

N: perjalanannya cukup panjang dan berliku. Saat saya mulai

menghafal pada juz-juz awal masih terasa semangat meskipun

terkadang harus selalu pulang kuliah sore hari karena banyaknya

praktikum di kampus. Setelah beranjak juz 5 dan 6 semangat saya

mulai kendor. Saya jadi jarang dan malas setoran ke ustadzah. Saat

saya sudah mencapai semester atas san mulai ada PPKT, mulai

menyususn proposal skripsi dan lain-lainnya, proses menghafal saya

di Pesantren Taḥfiẓ Alif mulai riweuh dan hampir tidak terpegang.

Bahkan saat PPKT, saya sempat keluar dari Pesantren Taḥfiẓ Alif

karena takut tidak bisa mengemban amanah sebagai penghuni

Pesantren Taḥfiẓ Alif. setelah PPKT, saya mulai melanjutkan kembali

di juz 8. Meski semangat saya masih kendor-kendor dalam

menghafal, namun saat itu ustadzah membuat program atau kebijakan

bagi santri yang hafalannya tidak mencapai target yaitu 1,5 juz dalam

sebulan, maka akan dikeluarkan dari Pesantren Taḥfiẓ Alif atau akan

di pindah ke rumah Tahfiz lainnya. Atas kebijakan tersebut, mau tidak

Page 148: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

mau saya sangat mengejar untuk tetap bisa setoran tapi akhirnya saya

menjadi kembali semangat menghafal. Saya bisa terus mampu

melanjutkan juz saya ke juz belasan dan juz puluhan. Pada detik-detik

terakhir di juz 26 bertepatan dengan lulusnya saya di kampus dan saya

sedang mengurus pendaftaran CPNS. Alhamdulillah saya diterima

sebagai PNS lalu sudah mulai harus kerja di Jakarta. Jadi saya

memutuskan untuk keluar dari Rumah Tahfiz Pesantren Taḥfiẓ Alif

sebelum setoran saya selesai. Kemudian saya menyempatkan diri

untuk tetap bisa setoran ke ciputat bertemu ustadzah. Alhamdulillah

akhirnya juz 26 dan juz 27 bisa selesai. Setelah itu pandemi Covid-19

datang, kemudian setoran menjadi via online. Alhamdulillah beberapa

kali bisa menyempatkan untuk setoran sehingga juz 27 menjadi

selesai dan mulai masuk juz 28. Nah, sekarang di juz 28 mulai

mandeg karena ustadzah sudah mulai tidak menerima setoran online

lagi dan posisi saya saat ini ada di Majalengka. Mudah-mudahan bisa

setoran lagi bisa sampai selesai.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala

yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?

N: Jadi kendala yang saya hadapi sudah jelas banyak sekali baik itu

dari internal maupun eksternal. Kendala internal seperti malas, putus

asa karena tidak hafal-hafal. Saya heran kepada teman saya yang

hanya baru sebentar duduk, namun bisa langsung hafal sampai dua

halaman dan langsung disetorkan secara lancar. Sedangkan saya

hanya untuk hafal satu halaman saja harus membaca sejak subuh

kemudian dibaca lagi nanti setelah pulang kuliah dan itu pun harus

diulang terus sampai tidak ada yang salah jadi tidak bisa seinstan itu.

Karena susahnya menghafal inilah yang membuat saya putus asa

Page 149: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

sehingga memutuskan untuk tidak setoran pada hari tersebut.

Kemudian dari faktor eksternalnya adalah karena aktivitas, karena

tanggung jawab yang lain seperti ngajar dan lain-lain. Untuk

menghadapinya, saya harus memperbaiki niat lagi, sering-sering

mendengarkan ceramah tentang penghafal al-Qur`an, tentang

motivasi-motivasi menghafal al-Qur`an, dan mendekati teman yang

giat menambah hafalan sehingga saya bisa ikut bangkit lagi

menghafal.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang

dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal

di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu

anda dapatkan?

N: Untuk membangkitkan semangat menghafal kembali, saya akan

mendekati teman yang semangat menambah hafalannya sangat tinggi.

Sehingga saya bisa termotivasi dan tidak putus asa lagi. Selain itu,

saya juga akan memperbarui niat dan mendengarkan ceramah di

youtube mengenai penghafal al-Qur`an.

- P: Ceritakan apa alasan anda mengapa memilih untuk tidak

menyelesaikan hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif terlebih dahulu

dan memilih untuk tidak di Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?

N: Sebetulnya ini bukan pilihan yang sejak awal direncanakan. Saya

awalnya merencanakan setelah wisuda di kampus, saya akan

memfokuskan diri saya untuk tetap di Pesantren Taḥfiẓ Alif

menyelesaikan dan memurajaah hafalan lalu nanti ingin lanjut S2.

Namun ketika itu saya hanya memanfaatkan kesempatan yang ada

yaitu mendaftar CPNS, dan alhamdulillah lolos. Akhirnya, karena

itulah saya harus mengorbankan salah satunya.

Page 150: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

Nama Nanda

Alamat Tinggal Ciputat

Instansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Hari/Tanggal Minggu, 29 November 2020

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik

untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih

Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?

N: Sejak SMP dan SMA memang sekolah sambil Diniyah. Di Diniyah

ada program menghafalnya. Jadi pas kuliah, pengen sekalian nerusin

aja gitu. Kenapa di Pesantren Taḥfiẓ Alif, karena dulu saya tinggal di

pesantren mahasiswi di UIN, kebetulan ustadzah Malih adalah salah

satu pengajar agama di asrama UIN tersebut. Jadi saya dapat

rekomendasi langsung dari ustadzah dan saya saat itu ditanya selesai

dari asrama UIN hendak menjadi mudabbiroh atau engga, waktu itu

saya jawab engga, kemudian ustadzah menawarkan saya untuk tinggal

di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Kemudian saya melakukan survey terlebih

dahulu, lalu saya tertarik untuk mendaftar di sana.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal

anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga tidak di

Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?

N: jika dibandingkan dengan pengalaman saya menghafal saat di

Diniyah waktu itu, sangatlah berbeda. Di diniyah saya menghafal

persurat, jadi tidak boleh pindah ke surat lain sebelum hafal satu surat

dulu. Sedangkan di Pesantren Taḥfiẓ Alif, setorannya perlembar dan

programnya dua tahun khatam, sangat nyaman untuk orang-orang

yang fokusnya ingin menambah hafalan sehingga mereka bisa cepet-

cepetan. Namun saat itu saya hanya bertahan 1,5 tahun dan hanya

mendapat 8 juz saja.

Page 151: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala

yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?

N: Karena saya waktu itu ikut organisasi, jadi bagi waktunya agak

susah dan juga sesekali ngajar. Intinya hanya di bagi waktu aja yang

kurang maksimal.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang

dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal

di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu

anda dapatkan?

N: Orang tua saya senang jika melihat anaknya menghafal al-Qur`an.

Itu yang bisa jadi dorongan untuk saya terus menghafal al-Qur`an.

- P: Ceritakan apa alasan anda mengapa memilih untuk tidak

menyelesaikan hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif terlebih dahulu

dan memilih untuk tidak di Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?

N: karena pada waktu itu saya sudah mempunyai pekerjaan di

organisasi, sehingga setorannya menjadi terbengkalai. Semakin

kesini, semakin jarang dan akhirnya saya putuskan untuk pindah dan

keluar dari Pesantren Taḥfiẓ Alif.

Nama Aisyah

Alamat Tinggal Ciputat

Instansi Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta

Hari/Tanggal Minggu, 29 November 2020

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik

untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih

Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?

Page 152: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

N: Saya tertarik menghafal al-Qur`an karena ketika saya memutuskan

untuk menghafal, orang tua saya merasa sangat senang. Kebahagiaan

mereka adalah kebahagiaan saya juga. Awalnya seperti itu. Tapi lama

kelamaan Allah menunjukkan kebesaranNya melalui al-Qur`an dan

membuat saya lebih tertarik lagi untuk menghafal al-Qur`an.

Kemudian saya memilih di Pesantren Taḥfiẓ Alif karena melihat

review dari kakak kelas bahwa Pesantren Taḥfiẓ Alif adalah tempat

yang bagus baik dan kondusif untuk menghafal dan untuk murajaah.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal

anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga tidak di

Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?

N: Saya merasa kesulitan saat harus menyetorkan hafalan dengan

sistem yang dipakai oleh ustadzah. Karena ustadzah bisa menerima

setoran 5 santri sekaligus. Saya kira dengan banyaknya santri yang

disimak hafalannya, tidak akan terpantau semua. Ternyata ustadzah

bisa sangat peka terhadap bacaan santri yang kurang tepat dan akan

langsung meluruskan bacaan santri tersebut.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala

yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan

bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?

N: Kendala yang saya rasakan hanya pada jadwal kuliah yang tidak

sesuai dengan jam setoran di Pesantren Taḥfiẓ Alif sehingga membuat

saya jarang bertemu dengan ustadzah dan hanya bisa bertemu dengan

musyrifah untuk setoran. Itu sih kendala yang tidak bisa saya cari

solusinya.

- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang

dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal

Page 153: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu

anda dapatkan?

N: Lingkungan yang kondusif membuat saya terdorong untuk bisa

menghafal seperti teman-teman yang lain. Dengan tempat yang sama,

aktivitas yang sama, dan waktu yang sama yaitu 24 jam, maka saya

berfikir jika mereka bisa mengapa saya tidak bisa. Jadi itu yang

nentinya membuat saya malu yang akhirnya bisa membuat saya

termotivasi sekali. Selain itu, ustadzah yang selalu memberikan

motivasi, nasihat dan semangat untuk melancarkan hafalan kita.

- P: Ceritakan apa alasan anda mengapa memilih untuk tidak

menyelesaikan hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif terlebih dahulu

dan memilih untuk tidak di Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?

N: Sebenarnya ingin menyelesaikan hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif,

namun waktu saya yang terbagi-bagi untuk ngajar, ngaji di tempat

lain, ke kampus dan lain-lain. Dari kegiatan tersebut, kualitas setoran

saya menjadi menurun, sedangkan di Pesantren Taḥfiẓ Alif banyak

santri yang ingin masuk ke sana. Sehingga saya takut akan menjadi

penghambat untuk orang-orang yang benar-benar ingin menghafal al-

Qur`an. Oleh karena inilah, saya memilih untuk keluar dari Pesantren

Taḥfiẓ Alif.

Page 154: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

Lampiran 3

Page 155: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

DOKUMENTASI

Kegiatan rutin tasmi` di Pesantren Taḥfiẓ Alif 2

Kegiatan rutin tasmi` di Pesantren Taḥfiẓ Alif 1

Kegiatan rutin tasmi` di Pesantren Taḥfiẓ Alif 2

Lampiran 4

Page 156: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

Perwakilan Pesantren Taḥfiẓ Alif dalam workshop yang diselenggarakan

oleh Kemenag terkait UU tentang Pesantren

Kegiatan tasmi` kajian kitab al-Arba`īn al-Nawawiyyah Pesantren Taḥfiẓ

Alif

Page 157: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

Brosur Pesantren Taḥfiẓ Alif

Kegiatan tasmi` Pesantren Taḥfiẓ Alif 4

Page 158: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

Profil Pesantren Taḥfiẓ Alif

Page 159: PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN

Legalitas Pesantren Taḥfiẓ Alif