nilai guna kelompok 7

37
DASAR ILMU EKONOMI NILAI GUNA (UTILITY) TIM PENYUSUN: Andra 1008111 Titan Wahyudi 100911126 Aida Ratna Muzdalifah 100911127 Nita Setyawati 100911136 Silvia Novike Arinta 100911142 Riska Dwi Milawati 100911153 Nenni Septyaningrum 100911172 Lusi Puji Rahayu 100911169 Ella Faiqotus Sholviah 100911181 Nur Laily Y. Dwi 100911196 Rizky Pradana Setiawan 100911197 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA i

Upload: silvi-wahidah

Post on 26-Dec-2015

231 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

Utility

TRANSCRIPT

DASAR ILMU EKONOMI

NILAI GUNA (UTILITY)

TIM PENYUSUN:

Andra 1008111

Titan Wahyudi 100911126

Aida Ratna Muzdalifah 100911127

Nita Setyawati 100911136

Silvia Novike Arinta 100911142

Riska Dwi Milawati 100911153

Nenni Septyaningrum 100911172

Lusi Puji Rahayu 100911169

Ella Faiqotus Sholviah 100911181

Nur Laily Y. Dwi 100911196

Rizky Pradana Setiawan 100911197

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2012

i

DAFTAR ISI

Daftar isi ............................................................................................................... ii

BAB I NILAI GUNA (UTILITY)

1.1 Pengertian Nilai Guna ..................................................................................... 1

1.2 Jenis & Pengukuran Nilai Guna ...................................................................... 1

1.2.1 Nilai Guna Ordinal ................................................................................ 2

1.2.2 Nilai Guna Kardinal ............................................................................... 3

a. Nilai Guna Total ............................................................................... 4

b. Nilai Guna Marjinal .......................................................................... 5

c. Maksimisasi Nilai Guna .................................................................... 6

BAB II HUKUM NILAI GUNA MARGINAL

2.1 Hukum Nilai Guna Marjinal ........................................................................... 7

2.2 Pemaksimuman Nilai Guna ............................................................................ 9

2.3 Efek Pengganti .............................................................................................. 10

2.4 Efek Pendapatan ............................................................................................ 11

2.5 Keseimbangan Konsumen ............................................................................. 11

BAB III KONSEKUENSI HUKUM NILAI GUNA MARGINAL

3.1 Surplus Konsumen ........................................................................................ 12

3.2 Inovasi Produk .............................................................................................. 14

3.2.1 Pengertian Inovasi ............................................................................. 14

3.2.2 Ciri Inovasi ........................................................................................ 15

3.2.3 Syarat Inovasi .................................................................................... 15

3.2.4 Waktu Inovasi ................................................................................... 16

BAB IV INDIKATOR KEPUASAN SUATU PRODUK

4.1 Pengertian Kepuasan Konsumen ................................................................... 17

4.2 Indikator kepuasan konsumen terhadap barang ............................................ 17

4.3 Indikator kepuasan konsumen terhadap jasa ................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I

NILAI GUNA

1.1 Pengertian Nilai Guna (Utility)

Menurut Ramaa Lessandro, 2008 menyatakan bahwa “teori nilai guna

(utilitas) yaitu teori ekonomi yang mempelajari kepuasan atau kenikmatan yang

diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsikan barang-barang. Kalau

kepuasan itu semakin tinggi maka semakin tinggi nilai guna. Sebaliknya semakin

rendah kepuasan dari suatu barang maka nilai guna semakin rendah pula.”

Mempelajari teori nilai guna sama halnya dengan mempelajari teori tingkah

laku konsumen bahwasanya ilmu ekonomi mengandalkan dasar pemikiran

fundamental dimana orang memilih produk yang mereka anggap paling bernilai.

Menurut Betham, prinsip utilitas didefinisikan sebagai, “hak miliki atas objek

apapun untuk menghasilkan kenikmatan, kebaikan atau kebahagiaan atau untuk

mencegah kesakitan, kejahatan, atau ketidakbahagiaan.”

Dalam perkembangan sejarah saat itu, Williams Stanley Jevons (1835-1882)

bersama para ekonom neoklasik memperluas konsep utilitas Betham untuk

menjelaskan perilaku konsumen. Menurut Jevons, “teori ilmu ekonomi adalah

hitung-hitungan menyangkut kesenangan dan penderitaan,” dan dia

mengembangkan teori bahwa orang-orang yang rasional akan mendasarkan

keputusan konsumsinya pada utilitas ekstra atau marjinal dari tiap-tiap barang.

Kemudian pada abad ke-19 banyak utilitarian yakin bahwa utilitas adalah

suatu realitas psikologis – dapat diukur secara langsung dan secara kardinal,

seperti panjang atau suhu. Mereka berpegang pada perasaan-perasaan mereka

sendiri untuk penegasan hukum utilitas marjinal yang semakin berkurang.

1.2 Jenis & Pengukuran Nilai Guna

Fungsi utility atau nilai guna didefinisikan dengan melihat atau

memperhatikan konsumsi selama kurun waktu tertentu. Tingkat kepuasan

konsumen yang didapat tergantung pada lamanya periode waktu dimana dia

mengkonsumsi. Nilai Guna terdiri dari dua jenis, yaitu Nilai Guna Ordinal dan

Nilai Guna Kardinal.

1

1.2.1 Nilai Guna Ordinal

Nilai guna ordinal menunjukkan tingkat nilai guna yang diukur melalui

order atau rangking, tetapi tidak disebutkan nilai gunanya secara pasti. Nilai

guna disini merupakan nilai kepuasan yang disusun berdasar peringkat,

kepuasan didapat dari nilai optimum anggaran sesuai dengan tingkat

kepuasan. Dalam analisis ordinal ini cukup hanya membuat urutan (order)

sebagaimana kesatu, kedua, ketiga tanpa membuat ukuran pasti (kardinal).

Dalam hal ini tidak perlu diukur seberapa besar kekutan tapi seberapa penting

urutan-urutan yang ada.

Asumsi Nilai Guna Ordinal:

a. Asas rasionalitas yaitu konsumen memberdayakan anggarannya untuk

mengoptimalkan kepuasan.

b. Konveksitas yaitu bentuk kurva indifferent harus bersifat kontinyu (asas

kontinuum), yang mana kurvanya tidak terputus-putus.

c. Nilai guna atau kepuasan tergantung dari jumlah barang yang

dikonsumsi.

d. Transitivitas yaitu akan menjatuhkan pada pilihan terbaik dari sekian

banyak pilihan sesuai dengan kemampuan anggaran yang dimiliknya.

Sedangkan menurut Iswardono Sp, terdapat beberapa anggapan yang

digunakan dalam pendekatan Ordinal antara lain:

a. Completeness (Kesempurnaan)

b. Consistency (Keajegan)

c. Non satisfaction (Ketidakbosanan)

Anggapan pertama, kesempurnaan diartikan bahwa kalau seseorang

konsumen menghadapi pilihan barang (komoditi) mana yang harus dipilih

dalam jumlah berapa, maka dia dapat memutuskan apakah dia lebih menyukai

atau sama saja (indifferent). Dengan perkataan lain, suatu kumpulan

kombinasi barang dan jasa yang dapat memberikan kepuasan. Seorang

konsumen akan menentukan kombinasi mana yang lebih menyukai atau

kombinasi mana yang menghasilkan kepuasan yang sama.

2

Anggapan konsistensi berarti bahwa seorang konsumen dalam

mentukan pilihannya harus konsisten, sehingga kalau seorang konsumen

menunjukkan kesenangannya pada VW daripada SUZUKI, kalau dia lebih

menyukai SUZUKI daripada HONDA, maka secara konsisten dia harus

menyukai VW daripada HONDA. Hal ini sering disebut juga anggapan

transitivitas.

“Kelebihan” lebih disukai daripada “kekurangan” (more is prefer to

less), anggapan ini berarti bahwa tidak ada seorangpun yang puas terhadap

barang yang disukainya sehingga masih selalu menginginkan yang lebih.

1.2.2 Nilai Guna Kardinal

Nilai guna kardinal merupakan nilai guna yang mana manfaat atau

kenikmatan yang diperoleh oleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara

kuantitatif dan dapat diukur secara pasti. Untuk setiap unit yang dikonsumsi

dapat dihitung nilai gunanya. Berdasarkan anggapan bahwa konsumen akan

memaksimumkan kepuasan yang akan dicapainya, akan diketahui bagaimana

seorang konsumen akan memaksimumkan kepuasannya dengan memilih

komoditas yang tersedia di pasar.

Dalam teori nilai guna ini dikenal nilai guna total (total utility = TU)

dan nilai guna marginal (marginal utility = MU). Menurut Sadono Sukirno,

nilai guna dibedakan menjadi dua macam, antara lain:

1) Nilai guna total merupakan jumlah keseluruhan kepuasan yang diperoleh

dari mengkonsumsi sejumlah barang-barang tertentu.

2) Nilai guna marjinal merupakan pertambahan atau pengurangan kepuasan

sebagai akibat adanya pertambahan atau pengurangan penggunaan satu

unit barang tertentu.

Sementara, menurut M. Abraham Garcia-Torres dalam buku

“Consumer Behaviour Theory: Utility Maximization and the seek of Novelty",

membagi nilai guna berdasarkan dua tindakan ekonomi yang dilakukan

konsumen. Dua tindakan ini saling berhubungan, yakni:

1) Nilai Guna Keputusan (Decision Utility) merupakan sesuatu yang

berhubungan dengan tindakan pembelian (action of Purchasing).

3

Dalam tindakan pembelian konsumen membeli beberapa barang pada

waktu yang bersamaan. Dan sebelum melakukan pembelian konsumen

harus memutuskan barang yang mana yang akan dia beli.

2) Nilai Guna Pengalaman (Experienced Utility) merupakan sesuatu yang

berhubungan dengan tindakan konsumsi (action of Consumption)

dengan kapasitas pemenuhan kepuasan dari barang tersebut.

a. Nilai guna total

Nilai guna total merupakan jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh

dari mengkonsumsi sejumlah produk tertentu. Hal ini dapat dimisalkan

dengan adanya pelayanan prima yang didapatkan oleh pasien di rumah sakit,

dimana kemudian pasien menyatakan kepuasannya atau ketidakpuasannya

setelah mengalami perawatan dan pengobatan di rumah sakit. Gambaran

kepuasan ini dapat digambarkan seperti berikut:

0 1 2 3 4 5 6 7 80

5

10

15

20

25

30

35 TUx

TUx

Gambar 1.1 Kurva Total Utility

Sumber: Iswardono Sp

Kurva nilai guna total (TU) bermula dari titik 0, yang berarti pada

waktu itu tidak sedang terjadi konsumsi produk, maka nilai guna total adalah

nol. Pada mulanya kurva nilai guna total adalah menaik, yang berarti kalau

jumlah konsumsi produk bertambah, maka nilai guna total bertambah tinggi.

Kemudian, jika sudah mencapai suatu titik maksimum kepuasan

4

mengkonsumsi produk, maka kurva nilai guna total akan mulai menurun

dalam konsumsi produk berikutnya.

b. Nilai guna marjinal

Merupakan pertambahan atau pengurangan sebagai akibat dari

pertambahan atau pengurangan penggunaan satu unit komoditas tertentu.

Sebagai contoh dari utilitas marjinal adalah tingkat kepuasan konsumen yang

semakin turun dari waktu ke waktu ketika menikmati suatu produk, seperti es

krim yang memiliki tingkat kepuasan lebih tinggi ketika dimakan pada saat

awal (sebelum makan es krim) daripada es krim yang dimakan keenam.

Gambar 1.2. Kurva Marginal Utility

Sumber: Iswardono Sp

Kurva nilai guna marjinal (MU) turun dari kiri atas ke kanan bawah.

Gambaran ini mencerminkan hukum nilai guna marjinal yang semakin

menurun. Kurva nilai guna marjinal memotong sumbu datar sesudah

mencapai titik maksimum kepuasan konsumsi barang. Berarti sesudah

perpotongan tersebut nilai guna marjinal adalah negatif.

Dari dua kurva Total utility dan Marginal Utility, jika dihubungkan,

maka dapat diinterpretasikan bahwa Total utility mula-mula meningkat,

walaupun peningkatannya semakin lama semakin mengecil, kemudian

5

0 1 2 3 4 5 6 7

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12MUx

MUx

mencapai puncak dan akhirnya menurun. Kalau dihubungkan dengan gambar

Marginal Utility, maka nampak bahwa adanya penurunan Total utility,

dimana ini menunjukkan peningkatan Total utility pada laju yang menurun

konstan. Dan kalau hal di atas terjadi, maka dikatakan bahwa seseorang

mengalami penurunan Marginal Utility nya dalam mengonsumsi suatu

produk. Hal di atas sering dikatakan sebagai “Hukum Marginal Utility yang

menurun”, meskipun tidak ada bukti bahwa konsumen yang rasional akan

berbuat demikian mengingat kegunaan barang yang dikonsumsi banyak

(Iswardono, 1994).

c. Maksimisasi Nilai Guna

Setiap orang berusaha untuk memaksimalkan kepuasan dari konsumsi

produk. Untuk konsumsi satu jenis produk, maka kepuasan maksimum dapat

dicapai pada saat nilai guna total (TU) mencapai maksimum.

Jika konsumen mengkonsumsi lebih dari satu produk, maka

penentuan kepuasan maksimum dapat dicapai:

Jika ada 2 produk dan harganya sama, maka kepuasan maksimum

MUx=MUy

Jika ada 2 barang dengan harga yang berbeda, maka tambahan

kepuasan (MU) yang lebih besar diperoleh dari barang dengan harga

yang lebih rendah dengan MUx=Muy

Dengan harga barang yang berbeda, maka syarat untuk memperoleh

nilai guna maksimum (TU) adalah setiap rupiah yang dikeluarkan untuk 1

unit tambahan berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marjinal

yang sama atau MUaPa

= MUbPb

¿MUnPn

6

BAB II

HUKUM NILAI GUNA MARGINAL

2.1 Hukum Nilai Guna Marjinal

Hukum nilai guna yang semakin menurun (Law Diminishing Marginal

Benefit) adalah tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari

mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang

tersebut terus menerus menambah konsumsinya atas barang tersebut. Pada

akhirnya, tambahan nilai guna akan menjadi negatif yang artinya apabila

konsumsi atas barang tersebut ditambah satu unit lagi maka nilai guna total akan

menjadi semakin sedikit.

Pada hakikatnya, hukum nilai guna marginal menjelaskan bahwa konsumsi

barang secara terus-menerus belum tentu menambah kepuasan konsumen secara

terus-menerus. Pada permulaanya, setiap tambahan konsumsi akan mempertinggi

tingkat kepuasan orang tersebut, namun semakin lama tingkat kepuasan seseorang

tersebut akan turun. Hukum nilai guna yang semakin menurun dikenal dengan

Hukum Gossen I yang dikemukaan oleh Herman Henrich Gossen (1818-1859)

ekonomi Jerman yang bunyinya, “jika pemenuhan kebutuhan akan suatu jenis

barang dilakukan secara terus-menerus, maka rasa nikmatnya mula-mula akan

tinggi, namun semakin lama kenikmatan tersebut semakin menurun sampai akhir

mencapai batas jenuh.”

Hukum nilai guna marjinal yang semakin menurun dapat dipahami lebih jelas

yang digambarkan dalam contoh secara angka dan selanjutnya contoh itu

digambarkan secara grafik, seperti yang dijelaskan berikut:

a. Nilai guna dalam bentuk angka

Tabel 2.1. Nilai Guna Total dan Nilai Guna Marjinal dalam Angka

Jumlah buah mangga yang dimakan Nilai guna total Nilai guna marjinal0 0 -1 30 302 50 203 65 154 75 105 83 86 87 47 89 2

7

Jumlah buah mangga yang dimakan Nilai guna total Nilai guna marjinal8 90 19 89 -110 85 -411 78 -7

Pada tabel 1.1 dapat diperhatikan mengenai perubahan nilai guna total

dan marginal pada konsumsi buah mangga yang dimisalkan dengan angka.

Berdasarkan pernyataan tentang hukum nilai guna marjinal yang semakin

menurun, tabel 1.1 menunjukkan bahwa mangga yang dimakan kedelapan

kalinya masih memiliki nilai guna marjinal positif, maka nilai guna total akan

terus-menerus bertambah jumlahnya. Ketika memakan mangga untuk

kesembilan kalinya, nilai guna marjinalnya menjadi negatif. Hal ini

menandakan bahwa kepuasan dari memakan mangga mencapai tingkat paling

maksimum pada saat memakan mangga yang kedelapan.

Menambah memakan mangga pada saat tersebut akan mengurangi

kepuasan (nilai guna). Dalam contoh ditunjukkan apabila konsumen tersebut

memakan sembilan, sepuluh, atau sebelas mangga, kepuasan yang didapat

adalah lebih rendah daripada kepuasan yang didapat saat memakan delapan

mangga. Pada tabel 1.1 juga menunjukkan bahwa lebih baik memakan lima

mangga daripada sebelas mangga karena kepuasan yang dinikmati dari

memakan lima mangga adalah lebih besar.

b. Nilai guna dalam bentuk grafik

0 2 4 6 8 10 120

20

40

60

80

100Nilai guna Total

Gambar 2.1. Grafik nilai guna total

8

0 2 4 6 8 10 12

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

Nilai guna marginal

Gambar 2.2. Grafik nilai guna marjinal

Berdasarkan contoh angka-angka dalam tabel, dalam gambar 1

ditunjukkan kurva nilai guna total dan nilai guna marjinal. Dalam grafik (i),

sumbu tegak menggambarkan nilai guna total dan sumbu datar menunjukkan

jumlah barang yang dikonsumsi. Grafik (ii) menunjukkan nilai guna marjinal

yang diukur pada sumbu tegak pada berbagai unit barang yang

dikonsumsikan yang digambarkan pada sumbu datar.

Kurva nilai guna total bermula dari titik nol, yang berarti pada waktu

tidak terdapat konsumsi, maka nilai guna total adalah nol. Pada mulanya

kurva nilai guna total adalah menaik, yang berarti kalau jumlah konsumsi

mangga bertambah maka nilai guna total bertambah tinggi. Kurva nilai guna

total mulai menurun pada waktu konsumsi mangga melebihi delapan buah.

Kurva nilai guna marjinal turun dari kiri atas ke kanan bawah. Gambaran ini

mencerminkan hokum nilai guna marjinal yang semakin menurun. Kurva

nilai guna marjinal memotong sumbu datar jumlah mangga yang kedelapan,

berarti sesudah perpotongan tersebut nilai guna marjinal adalah negatif.

2.2 Pemaksimuman Nilai Guna

Setiap orang berusaha memperoleh dan untuk memaksimumkan kepuasan

dari barang yang dikonsumsinya. Jika hanya terdapat 1 jenis barang

9

pemaksimuman nilai guna tidaklah rumit dalam pengukurannya. Tetapi

pemaksimuman nilai guna akan rumit apabila lebih dari 1 jenis barng. Kerumitan

tersebut diakibatkan oleh adanya perbedaan harga masing-masing barang. Oleh

karena itu syarat pemaksimuman nilai guna tidak lain adalah setiap rupiah yang

dikeluarkan untuk membeli unit tambahan dari berbagai jenis barang,harus

memberikan nilai guna yang sama besarnya (Sukirno, 1997).

Contoh : ada 2 barang A dan B, barang A harganya 3x barang B sedangkan

nilai guna marginalnya sama antara nilai barang A dan B. Syarat lain dari

pemaksimuman nilai guna adalah apabila perbandingan harga dan nilai guna

masing-masing barang itu adalah sama. Misalnya makanan dan pakaian,1 unit

makanan hargnya 500 dan 1 unit pakaian harganya 50.000 nilai guna marginal

keduanya untuk makanan adalah 10 dan unuk pakaian adalah 50.Andai kata

konsumen tesebut mempunyai uang 50.000 kepada barang apakah akan

dibelanjakan?

MU.Barang A = MU Barang B

P.A = P.B

P= price

MU = marginal utility

2.3 Efek Pengganti

Perubahan harga suatu barang akan mengubah nilai marjinal utility/rupiah

dari barang yang mengalami perubahan harga tersebut apabila harga suatu barang

makin naik maka nilai marginal rupiah akan semakin rendah dan sebaliknya

apabila suatu barang mengalami penurunan harga maka nilai marginal

utility/rupiah akan semakin tinggi.

Beberapa alasan yang menyebabkan suatu barang harganya menjadi mahal

adalah kelangkaan dan biaya produksi. Air jauh lebih mudah didapat dari barang

lain, intan misalnya. Sehingga wajar jika intan lebih mahal daripada air karena

intan jauh lebih langka. Demikian juga dengan biaya produksi untuk mendapatkan

air jauh lebih murah daripada biaya produksi intan (Sukirno, 1997).

10

2.4 Efek Pendapatan

Efek pendapatan terjadi dari berubahnya harga suatu barang (naik atau turun).

Jika harga barang X naik, maka tambahan kepuasan dari mengkonsumsi satu unit

barang tersebut menjadi turun per harga barangnya. Hal ini menyebabkan

turunnya permintaan akan barang X.

Sebaliknya jika harga barang Y turun, maka tambahan kepuasan dari

mengkonsumsi satu unit barang tersebut menjadi naik per harganya, sehingga

permintaan akan barang Y naik. Jika pendapatan tidak berubah (tetap) sedangkan

harga barang mengalami kenaikan maka pendapatan rillnya mengalami penurunan

(Sukirno, 1997).

2.5 Keseimbangan Konsumen

Seorang konsumen dikatakan dalam kondisi seimbang jika telah

mengalokasikan dananya yang terbatas diantara berbagai macam barang dan jasa

sedemikian rupa sehingga realokasi dana tidak akan menaikan total utility yang

diperolehnya dari konsumsi barang tersebut. Berarti dalam kondisi ini konsumen

telah membelanjakan semua dananya dan kepuasan yang diperoleh adalah

maksimum.

Jadi bisa dikatakan bahwa pada saat konsumen mencapai keseimbangan

semua dana telah dibelanjakan dan memberikan suatu tingkat kepuasan

maksimum, sehingga kepuasan yang didapat dari tiap rupiah terakhir yang

dibelanjakan pada berbagai komoditi adalah sama karena berlakunya hukum Law

of Diminishing Marginal Utility (Sukirno, 1997).

11

BAB III

KONSEKUENSI HUKUM NILAI GUNA MARGINAL

3.1 Surplus Konsumen

Surplus konsumen atau kelebihan kepuasan dalam analisis ekonomi

merupakan perbedaan diantara kepuasan yang diperoleh seseorang di dalam

mengkonsumsi sejumlah barang dengan harga tertentu. Kepuasan yang

diperoleh selalu lebih besar jika dibandingkan dengan pembayaran yang

dibuat. Surplus konsumen ini merupakan wujud akibat dari nilai guna

marginal yang semakin sedikit. Sebagaimana telah diketahui, harga suatu

barang berkaitan erat dengan nilai guna marginalnya. Misal pada barang ke-n

yang dibeli, nilai guna marginalnya sama dengan harga. Dengan demikian,

karena nilai guna marginal barang ke-n lebih rendah dari barang sebelumnya,

maka nilai guna marginal barang sebelumnya lebih tinggi dari harga barang

tersebut, dan perbedaan harga yang terjadi merupakan surplus konsumen.

Contoh dari surplus konsumen adalah sebagai berikut. Seorang

konsumen pergi ke pasar membeli apel dan bertekad membeli satu buah yang

cukup besar apabila harganya Rp 2000. Sesampainya di pasar dia mendapati

bahwa harga apel yang diinginkannya berharga Rp 1000. Jadi ia dapat

memperoleh apel yang diinginkannya dengan harga Rp 1000 lebih murah

daripada harga yang bersedia dibayarkannya sebelumnya. Nilai Rp 1000 yang

lebih murah ini merupakan surplus konsumen.

Tabel 3.1 Surplus Konsumen yang dinikmati seorang konsumen apel

Jumlah konsumsi

apel setiap

minggu

Harga yang

bersedia

dibayar

konsumen

Surplus

konsumen

jika harga

apel Rp

1000/buah

Jumlah surplus

konsumen

Apel pertama Rp 2000 Rp 1000 Rp 1000

Apel kedua Rp 1800 Rp 800 Rp 1800

Apel ketiga Rp 1600 Rp 600 Rp 2400

12

Apel keempat Rp 1400 Rp 400 Rp 2800

Apel kelima Rp 1200 Rp 200 Rp 3000

Apel keenam Rp 1000 Rp 0 Rp 3000

Apel ketujuh Rp 800 - -

Apel kedelapan Rp 600 - -

Kolom 2 pada tabel di atas menunjukkan kesediaan konsumen apel untuk

membayar apel yang dia ingin. Untuk apel yang pertama dia bersedia

membayar Rp 2000, apel yang kedua dia bersedia membayar Rp 1800 dan

seterusnya. Jika di pasar harga apel adalah Rp 1000, maka konsumen tersebut

akan membeli enam apel seminggu, karena untuk apel keenam dia bersedia

membayar Rp 1000 dan harga di pasar juga Rp 1000. Sedangkan apel ketujuh

dan kedelapan tidak akan dibelinya karena harga di pasar lebih tinggi

daripada harga yang bersedia dibayar oleh konsumen tersebut.

Surplus konsumen yang didapat konsumen tersebut ditunjukkan dalam

kolom 3 dan 4. Dalam kolom 3 bisa dilihat bahwa surlpus konsumen

diwujudkan oleh setiap apel yang dibeli. Sebagai contoh, untuk memperoleh

apel kedua dia bersedia membayar Rp 1800, sedangkan harga di pasar adalah

Rp 1000. Maka jika dia jadi membeli apel kedua, untuk konsumsi ini ia akan

memperoleh surplus konsumen sebesar Rp 800. Untuk apel pertama hingga

kelima, harga yang bersedia dibayar lebih tinggi dari harga pasar sehingga

konsumen tersebut akan memperoleh surplus konsumen yang lebih besar jika

dia membeli lima apel (jumlah surplus konsumen optimum). Konsumen akan

menghentikan pembeliannya yaitu saat harga yang bersedia dia bayar sama

dengan harga pasar (pembelian apel keenam) karena dalam hal ini dia tidak

akan memperoleh surplus konsumen lagi. Dan jumlah seluruh surplus

konsumen yang dinikmati oleh konsumen tersebut dari membeli enam apel

ditunjukkan pada kolom 4, yaitu sebesar Rp 3000.

Surplus konsumen juga dapat digambarkan secara grafik. Sumbu tegak

menggambarkan tingkat harga, sedangkan sumbu datar menggambarkan

jumlah barang yang dikonsumsi.

13

A

P

P’

D

O

B

DQ

Q’Gambar 3.1. Grafik Surplus Konsumen

Grafik di atas merupakan gambaran umum tentang penentuan surplus

konsumen secara grafik. Nilai guna total yang yang diperoleh dari

mengkonsumsi Q’ barang digambarkan oleh AOQ’B. Untuk memperoleh

barang tersebut, konsumen harus membayar OQ’BP’. Dengan demikian

segitiga APB menggambarkan surplus konsumen yang dinikmati konsumen

tersebut.

3.2 Inovasi

3.2.1 Pengertian Inovasi

A. Menurut Kinicki dan Williams (2003):

a. Inovasi adalah kaedah mencari jalan untuk menghasilkan produk

baru yang lebih baik.

b. Organisasi tidak akan membenarkan perusahaan mereka berpuas

hati dengan apa yang ada (complacent).

c. Terutama sekali apabila pesaing akan menghasilkan ide yang

kreatif.

B. Menurut Chell (2001):

Inovasi juga bermaksud berfikir untuk menghasilkan sesuatu yang

baru di pasaran yang akan merubah persamaan antara permintaan dan

pengeluaran.

C. Menurut Stephen Robbins (1994):

Inovasi sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan untuk

memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa.

14

Dari beberapa pengertian diatas, kelompok kami menyimpulkan

pengertian inovasi adalah suatu ide kreatif untuk menghasilkan produk baru

di pasaran agar konsumen tetap loyal karena tidak bosan.

3.2.2 Ciri Inovasi

Inovasi mempunyai 4 ciri, yaitu:

a. Memiliki kekhasan atau khusus; artinya suatu inovasi memiliki

ciri yang khas dan berbeda dari produk-produk yang ada

sebelumnya.

b. Memiliki unsur kebaruan; maksudnya suatu inovasi harus

memiliki kadar orisinilitas dan kebaruan.

c. Program inovasi dilaksanakan melalui program yang terencan;

artinya inovasi tersebut tidak dilaksanakan secara tergesa-gesa

tetapi dilakukan secara matang dan telah terencana sebelumnya.

d. Inovasi yang dijalankan memiliki tujuan; artinya inovasi yang

dilakukan memiliki arah dan tujuan yang jelas serta dengan

strategi yang jelas.

3.2.3 Syarat Inovasi

Terdapat tiga syarat dari inovasi, yaitu:

a. Menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat dan

lingkungannya. Artinya produk hasil inovasi haruslah berguna

bagi kehidupan masyarakat namun tidak merusak lingkungan.

b. Menghasilkan produk yang relatif baru. Produk yang dihasilkan

setidaknya lebih baru dibandingkan produk-produk sebelumnya.

c. Menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan individu

ataupun kelompok.Produk hasil inovasi sebaiknya adalah produk

yang dibutuhkan oleh individu maupun kelompok, sehingga

produk yang dihasilkannya tidak sia-sia.

15

3.2.4 Waktu Inovasi

Inovasi sebaiknya mulai dilakukan ketika perusahaan tersebut

mencapai titik puncak kegemilangan.Ini dilakukan agar konsumen tidak

merasa bosan dan tetap loyal pada produk yang dihasilkan perusahaan. Selain

itu, Konsultan Bisnis dan pionir 'factory outlet' (FO) Ferry Tristianto juga

menyatakan perlunya pengembangan dan invasi bisnis dilakukan sepanjang

waktu, terutama pada saat usaha tengah berkembang. Menurut Ferry

Tristianto saat usaha tumbuh merupakan waktu yang tepat untuk melakukan

inovasikarena modal masih ada. Ketika perusahaan membuat inovasi produk

baru saat usaha sudah mengendur, meski tidak bisa dikatakan terlambat

namun namun dalam hal inimodal juga mungkin sudah berkurang sehingga

hasilnya tidak akan optimal.

16

BAB IV

INDIKATOR KEPUASAN SUATU PRODUK

4.1 Pengertian Kepuasan Konsumen

Pelanggan yang puas adalah pelanggan yang merasa mendapatkan nilai dari

seorang pemasok, produsen atau penyedia jasa. Nilai bagi pelanggan adalah

produk berkualitas, maka kepuasan terjadi saat pelanggan mendapatkan produk

yang berkualitas (Irwan, 2006,2).

Kepuasan konsumen adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan, dan

kebutuhan pelanggan dipenuhi/terpenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila

pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen.

Pengukuran kepuasan konsumen merupakan elemen penting dalam menyediakan

pelayanan yang lebih baik, lebih efisien, dan lebih efektif.

Tjiptono (2006) berpendapat bahwa kepuasan atau ketidakpuasan merupakan

respon pelanggan sebagai hasil dan evaluasi ketidaksesuaian kinerja/tindakan

yang dirasakan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya harapan. Hal ini dinyatakan

juga oleh Sugito (2005) yang menyebutkan bahwa tingkat kepuasan merupakan

fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan, apabila

kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa.

4.2 Indikator kepuasan konsumen terhadap barang

Tabel 4.1 Pengukuran Dimensi Produk

Variabel Dimensi Indikator-indikator

Produk

Kinerja(Fungsi utama)

- Gurih- Wangi

Reabilitas(Keandalan)

- Lebih kering- Lebih putih- Dapat digunakan untuk

berbagai macam kue Fitur

(Banyaknya macam tepung)- Kemasan sesuai dengan

kebutuhan konsumenDimensi Indikator-indikator

Daya tahan lama - Tidak cepat basiConformance

(Standar)- Tanpa bahan pengawet- Kualitas pada setiap

produk samaDesain - Pembungkus menarik

17

Ada 5 faktor yang mendorong kepuasan pelanggan, yaitu kualitas produk,

harga, pelayanan, emosional, dan kemudahan. Pelanggan akan merasakan

kepuasan apabila produk yang dibeli dan digunakan memiliki kualitas yang baik.

Dalam hal kualitas, produk memiliki 6 elemen global yang sering digunakan,

yaitu kinerja (produk bekerja sesuai dengan yang diinginkan), reliabilitas

(mempunyai kegunaan selama pemakaian), fitur (varian produk penuh inovasi),

daya tahan/durasi (jangka waktu produk digunakan), conformance (kemampuan

produk menyamai standar atau spesifikasi tertentu), dan desain (menawarkan

aspek emosional kepuasan).

Elemen kualitas pelayanan tergantung pada tiga hal, yaitu sistem, teknologi,

dan manusia. Faktor manusia memegang peranan yang sangat besar. Kualitas

pelayanan biasanya sulit sekali ditiru oleh perusahaan lain karena membutuhkan

proses pembentukan yang seiring dengan perusahaan yang melakukannya. Elemen

emosional berhubungan dengan kesan merek. Kepuasan pelanggan berkaitan

dengan kesan merek, dimana produk yang memiliki kesan merek yang baik

cenderung puas, demikian juga sebaliknya. Elemen kemudahan berhubungan

dengan kemudahan mendapatkan barang tersebut. Konsumen merasa sangat puas

apabila barang atau jasa yang dicari mudah didapatkan, nyaman, efisien dalam

mendapatkannya. Bagi konsumen yang sensitif terhadap harga, harga yang murah

memberikan kontribusi yang besar, karena mendapatkan nilai dari harga. Tapi

bagi konsumen yang tidak sensitif terhadap harga, harga murah tidak begitu

berpengaruh, sehingga elemen ini cenderung stabil dalam pandangan konsumen.

Menurut Kotler (1997), suatu perusahaan dapat mengukur

kepuasan pelanggannya dengan beberapa cara yakni: Pertama,

sistem keluhan dan saran (complaint dan suggestion system). Kedua,

survei kepuasan pelanggan (customer satisfaction survei). Ketiga,

pembeli bayangan (ghost shopping). Keempat, analisis pelanggan

yang hilang (loss customer analysis).

4.3 Indikator kepuasan konsumen terhadap jasa

Kualitas layanan merupakan pemenuhan dari harapan konsumen atau

kebutuhan konsumen yang membandingkan antara hasil dengan harapan dan

18

menentukan apakah konsumen sudah menerima layanan yang berkualitas

(Scheuning, 2004). Apabila terjadi tuntutan dari para konsumen maka konsumen

berharap perusahaan dapat memberikan pelayanan berupa jawaban yang diberikan

secara ramah, cepat, dan tepat. Untuk produk yang membutuhkan jasa pelayanan

fisik, jasa pelayanan menjadi komponen yang kritis dari nilai (Douglas, 1992).

Menurut Kotler (2000:440) menyatakan bahwa kelima dimensi pokok

kualitas pelayanan dijelaskan: (1). Reliability, yaitu konsistensi dari penampilan

pelayanan dan keandalan pelayanan; (2). Responsiviness, yaitu kemauan untuk

membantu konsumen dan memberikan jasa pelayanan dengan cepat; (3).

Emphaty, yaitu kesadaran untuk peduli, memberikan perhatian pribadi kepada

konsumen; (4). Assurance, yaitu kemampuan, keterampilan, keramahan,

kepercayaan, dan keamanan dari para petugas; (5). Tangible, yaitu fasilitas fisik

yang ditawarkan kepada konsumen dan materi komunikasi.

Apabila konsumen merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang

disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak

efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Tingkat kepuasan

pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam

mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap

kebutuhan konsumen, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan

dampak pelayanan terhadap populasi sasaran.

Menurut Zeithhml Parasuraman (1997, dalam Purwanto, 2007), aspek- aspek

kepuasan yang diukur adalah: kenyataan, kehandalan, ketanggapan, jaminan,

empati.

a) Kenyataan ; meliputi fasilitas fisik, peralatan dan penampilan petugas,

kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kesiapan dan kebersihan alat.

Pasien akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan

seperti menilai gedung, peralatan, seragam, yaitu hal-hal yang menimbulkan

kenikmatan bila dilihat.

b) Kehandalan ; yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan dengan

segera, tepat waktu dan benar, misalnya penerimaan yang cepat, pelayanan

pemeriksaan dan perawatan yang cepat dan tepat. Kehandalan juga

19

merupakan kemampuan bidan dalam pelayanan yang akurat atau tidak ada

kesalahan

c) Ketanggapan ; yaitu kemampuan petugas dalam menanggapi keluhan pasien

termasuk kemampuan petugas untuk cepat tanggap dalam menyelesaikan

keluhan dan tindakan cepat pada saat dibutuhkan.

d) Jaminan ; yaitu kepercayaan pasien terhadap jaminan kesembuhan dan

keamanan sehingga akibat pelayanan yang diberikan termasuk pengetahuan

termasuk pengetahuan petugas kesehatan dalam memberikan tindakan

pelayanan nifas. Aspek ini juga mencakup kesopanan dan sifat dapat

dipercaya yang dimiliki oleh petugas, bebas dari bahaya, resiko, keragu-

raguan.

e) Empati ; meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang

baik dan memahami kebutuhan klien yang terwujud dalam penuh perhatian

terhadap setiap pasien.

20

DAFTAR PUSTAKA

Astutik, Tri. 2010. Modul Ekonomi. http://www.butri.blogspot.com/ (diakses

pada tanggal 6 Maret 2012 pukul 16.15)

Garcia-Torres, M. abraham, “Consumer Behaviour Theory : utility Maximization

and The seek Of Novelty”. Netherlands : Maastricht University.

http://www.druid.dk/conferences/winter2004/papers/Garcia.pdf (Sitasi 6

Maret 2012)

Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia. 2008. Arti Definisi/Pengertian

Produksi & Nilai Guna Barang Dan Jasa - Ekonomi Produksi.

http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-produksi-nilai-guna-barang-

dan-jasa-ekonomi-produksi (Sitasi 6 Maret 2012)

Ozunu, Raizo. 2009. Teori Ekonomi Mikro.

http:// faizulmubarak .wordpress.com/2009/11/04/teori-ekonomi-mikro-

pengertian-dasar/ (diakses tanggal 6 Maret 2012 16.25)

Samuelson, P. A. & Nordhaus, W.D. 1992. MIKROEKONOMI. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Samuelson, Paul A. &William D. Nordhaus. 2003. Ilmu Mikroekonomi Edisi 17.

Jakarta: PT Media Global Edukasi.

S.P., Iswardono. 1994. Seri Diktat Kuliah: Teori Ekonomi Mikro. Jakarta:

Gunadarma

Subagyo, Achmad. Teori Nilai Guna. Available at

http://ahmadsubagyo.com/download/ekonomi_mikro/04-TEORI-NILAI-

GUNA.pdf

Sugiarto, dkk. 2007. Ekonomi Mikro. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Available at books.google.co.id

Sukirno, Sadono. 1997. Pengantar Teori Mikroekonomi Edisi Kedua Cetakan

Kesembilan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono. 2010. Mikroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Warsidi. 2009. Definisi Utilitas. http://www.warsidi.com/2009/12/time-

utility.html (diakses pada tanggal 8 Maret 2012 pukul 18.59)

21