widyadewa.files.wordpress.com · web viewmakalah kelompok ke-2 analisis jumlah uang beredar makalah...
TRANSCRIPT
MAKALAH KELOMPOK KE-2
ANALISIS JUMLAH UANG BEREDAR
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas kelompok
mata kuliah Ekonomika Moneter
Dosen Pengampu:
Teguh Sihono, M.M. & Supriyanto, M.M.
Disusun Oleh:
Kelompok II
1. Rizky Amalia Fajri (07404241041)
2. Asih Wijayanti (07404241044)
3. Tiya Arfiyanti (08404241009)
4. Chandra Widyadewa (08404241012)
5. Riska Dwi Syam A. (08404241014)
PRODI PENDIDIKAN EKONOMI (R)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi di Indonesia tidak lepas dari keterlibatan sektor moneter dan
perbankan. Sebagai salah satu unsur penting, sektor moneter dan perbankan sering dianggap
mampu untuk memecahkan berbagai masalah ekonomi. Masyarakat secara positif masih
memiliki pemahaman bahwa kebijakan pemerintah atas sektor moneter dan perbankan
memiliki kekuatan yang lebih dari apa yang secara efektif dapat tercapai melalui instrumen
tersebut, akibatnya timbulah anggapan sektor moneter dan sektor perbankan mempunyai
fungsi yang mampu memberikan pelayanan bagi berlangsungnya sektor riil, kegiatan
investasi, kegiatan produksi, kegiatan distribusi, maupun konsumsi. Sangat beralasan tentang
upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dengan cara
merangsang pertumbuhan sektor riil. Dengan demikian dapat digambarkan adanya
pertumbuhan sektor riil yang memacu peningkatan belanja (pengeluaran) pemerintah akan
turut pula memacu meningkatnya jumlah uang beredar.
Jumlah uang beredar merupakan unsur yang cukup signifikan terhadap keadaan
perekonomian suatu negara yaitu hubungannya dengan tingkat inflasi. Perubahan jumlah
uang yang beredar ditentukan oleh hasil interaksi antara masyarakat, lembaga keuangan, serta
bank sentral. Proses bagaimana interaksi ini berjalan, akan dijelaskan dalam makalah ini,
mulai dari proses sederhana hingga yang lebih kompleks (lebih realistis).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Sederhana
Guna mengetahui proses yang sederhana tentang penciptaan kredit (dus juga proses
perubahan jumlah uang beredar) maka perlu dilakukan penyederhanaan keadaan yang
terjadi melalui penggunaan beberapa anggapan. Anggapan ini tentu saja tidak realistis.
Namun, apabila proses yang sederhana ini sudah dipahami dengan menanggalkan/
mengubah anggapan-anggapan tersebut, maka akan bisa dipahami proses yang lebih
kompleks tanpa kehilangan jejak.
Anggapan-anggapan itu adalah:
1. Cadangan minimum 10%
2. Masyarakat tidak akan mengubah jumlah uang kas yang dipegang (tidak ada
“cash drain” dalam proses)
3. Semua kelebihan reserves dipinjamkan (loaned up)
4. Hanya ada satu macam deposito (semuanya giro/demand deposit)
Memakai dasar anggapan tersebut, dengan segera proses penciptaan kredit dapat
dijelaskan. Misalnya, pada permulaannya Bank A dengan menggunakan haknya
meminjam uang pada bank sentral sebagai berikut:
Kekayaan Bank A Utang
Cadangan Kas Rp 1.000,00 Pinjam bank sentral Rp 1.000,00
Selanjutnya, Bank A tersebut meminjamkan uang Rp 1.000,00 ini kepada nasabahnya.
Karena anggapan tidak ada perubahan uang kas yang dipegang, nasabah tersebut
mendepositkan (demand deposit) pada Bank B. Perubahan neraca Bank B sebagai
berikut:
Bank B
Kekayaan Utang
Cadangan kas + Rp 1.000,00 Deposito + Rp 1.000,00
Bank B hanya diwajibkan mempunyai cadangan minimum sebesar Rp 100,00 (= 10%
x Rp 1.000,00), sisanya dipinjamkan semuanya pada nasabah. Sehingga, neraca Bank B
berubah menjadi :
Bank B
Kekayaan Utang
Cadangan kas - Rp 100,00 Deposito + Rp 1.000,00
Pinjaman + Rp 900,00
Nasabah Bank B (perusahaan misalnya), yang memperoleh pinjaman sebesar Rp
900,00 ini kemudian dibayarkan pada buruhnya. Atas dasar anggapan nomor 2 buruh ini
mendepositokan semuanya pada Bank (perubahan neraca Bank B menjadi:
Bank B
Kekayaan Utang
Cadangan kas + Rp 90,00 Deposito + Rp 900,00
Pinjaman + Rp 810,00
Proses tersebut berjalan terus, misalnya Bank C memberikan kelebihan cadangannya
kepada nasabahnya. Perubahan neraca Bank menjadi:
Bank C
Kekayaan Utang
Cadangan + Rp 81,00 Deposito + Rp 810,00
Pinjam + Rp 729,00
Proses ini seterusnya berlangsung pada Bank D, E, F,……dan seterusnya. Secara
ringkas jumlah deposito (dengan demikian juga jumlah uang beredar) yang diciptakan
oleh sistem perbankan menjadi:
1 Rp 1.000,00 = Rp 1.000,00
2 Rp 900,00 = 9/10 x Rp 1.000,00
3 Rp 810,00 = 9/10 x Rp 900,00 = 9/10 x 9/10 x Rp 1.000,00
Rp 729,00 = 9/10 x Rp 810,00 = 9/10 x 9/10 x 9/10 x Rp 1.000,00
Dan seterusnya
n n seterusnya
total Rp 10.000,00
Angka 9/10 adalah kelebihan di atas cadangan minimum. Apabila kelebihan cadangan
ini kita beri symbol dengan r, maka diperoleh:
r = 1 - R; dimana R adalah cadangan minimum (sebesar 10%)
r = 1 - 1/10 = 9/10
Angka Rp 1.000,00 adalah tambahan baru dalam deposito bank, apabila tambahan
deposito ini kita beri simbol ΔB, maka proses pertambahan deposito seluruhnya (D)
menjadi:
S = ΔB + rΔB + r2ΔB + ……… + rn-1ΔB
Kemudian persamaan ini kita kalikan dengan (1 - r), hasilnya:
(1 – r)D = (1 – r) (ΔB + rΔB + r2ΔB + ……… + rn-1ΔB)
= ΔB + rΔB + r2ΔB + ……… + rn-1ΔB
-rΔB – rΔB – r2ΔB - ………. - rn-1ΔB
-rnΔB
(1−r ) D=∆ B−r n ∆ B, kemudian hasil kali ini kita bagi dengan (1−r ) ,hasilnya:
D=∆ B−rn . ∆ B1−r
, atau
D=∆ B 1−r n
1−r
Untuk mengetes formula, dapat dihitung besarnya total deposito setelah proses ke-3
D3, yakni:
D3= Rp 1.000.000,00¿]
= Rp 1.000.000,00 ¿]
= Rp 1.000.000,00 ¿]=Rp 2.710,00
Jumlah ini persis sama dengan total deposito sampai dengan Bank B (n = 3) yakni: Rp
1.000,00 + Rp 900,00 + Rp 810,00 = Rp 2.710,00. Karena r itu merupakan suatu
pecahan (r = 9/10) maka rⁿ akan makin kecil bahkan mendekati nol untuk n yang makin
besar, sehingga dapat diabaikan , sehingga formulasi selanjutnya menjadi:
D=∆ B 11−r
Formula ini selanjutnya dapat disederhanakan. Kita ingat bahwa r = 1-R maka 1- r =
1-1-R = R, sehingga persamaan diatas menjadi:
D= 1R ∆B
Total tambahan deposito (tambahan jumlah uang beredar) sebagai akibat tambahan
deposito mula-mula sebesar Rp 1.000,00 akan menjadi:
ΔD = 1/1/10 x Rp 1.000,00 = Rp 10.000,00
Apabila cadangan minimum (R) dinaikkan menjadi 20%, total tambahan deposito
akan menjadi:
11/15
x Rp 1.000,00=Rp 20.000,00 .
Untuk proses kontraksi (yakni pengurangan deposito) berjalan seperti di atas, tetapi
dengan arak berkebalikan.
B. Modifikasi Anggapan 2: Adanya Kebocoran Kas (Cash Drain)
Dalam hal ini digunakan anggapan bahwa apabila deposito berubah, masyarakat akan
mengubah jumlah uang kas yang dipegang dengan proporsi (imbangan) tertentu,
misalnya untuk setiap Rp 10,00 transaksi deposito, mereka akan memegang uang kas Rp
5,00 lebih besar dari semula. Secara formula, anggapan ini dapat diformulasikan sebagai
berikut:
K = ΔCΔ D
Dimana:
K = Proporsi uang kas (terhadap deposito)
C = uang kas yang dipegang
D = transaksi deposito
Jadi, setiap bank yang memberikan pinjaman kepada nasabah sebesar kelebihan
cadangannya, oleh nasabah tersebut tidak semuanya didepositokn pada bank yang lain,
tetapi disimpan/ditahan dalam bentuk uang kas (merupakan “cash drain”)
Dengan demikian tambahan deposito mula-mula (ΔB) sekarang dipecah menjadi dua,
yakni uang kas dan deposito. Secara formula dapat dituliskan:
ΔB = R ΔD + ΔC
Dimana B ΔD adalah cadangan minimum dikalikan tambahan deposito yang
merupakan bagian dari ΔB yang tetap tinggal dalam bank. Apabila kita tuliskan
perubahan kas sebagai berikut:
ΔC = ΔD ΔCΔ D , maka dapat diperoleh:
ΔC = KΔD, dengan substitusi diperoleh:
ΔB =RΔD + KΔD
=(R + K)ΔD
ΔD = Δ BR+K atau ΔD = ( 1
R+K¿
Dari formulasi ini jelas bahwa total tambahan deposito lebih kecil apabila
dibandingkan dengan keadaaan dimana tidak terdapat kebocoran kas (cash drain). Dalam
formula ini angka penggandanya lebih kecil:
( 1R+K
< 1R
¿
Contoh: apabila besarnya K = 5% (= 1/20), maka besarnya total tambahan deposito:
ΔC = Rp 1.000,00 ( 11/10+1/20
¿
= Rp 1.000,00 ( 13/20
¿
= Rp 6.667,00 (lebih kecil daripada Rp 10.000,00)
Kenapa demikian?
Tambahan deposito mula-mula ¿B) sebesar Rp 1.000,00 terbagi menjadi:
ΔB = R ΔD + ΔC
RΔD = Rp 6.667,00 (1/10)
= Rp 667,00
ΔC = Rp 337,00
Jelas disini, bahwa makin tinggi proporsi uang kas terhadap deposito (K), makin kecil
pula kemampuan perbankan menciptakan uang (dalam bentuk deposito). Dengan adanya
kebocoran kas, kini tidak lagi identik (sama) antara pertambahan jumlah uang beredar
dengan pertambahan deposito. Sekarang, tambahan jumlah uang beredar terdiri dari
tambahan deposito dan tambahan uang kas.
ΔM =ΔD + ΔC, dimana ΔM adalah tambahan jumlah uang beredar
ΔM = ΔD + KΔD
= (1 + K¿ ΔD
ΔM = Δ BR+K
(1+K )
= ΔB 1+KR+K
Dengan menggunakan contoh angka-angka diatas:
ΔM = Rp 1.000,00 (1+1/201
10+ 1
20
¿
= Rp 1.000,00 (21203
20
¿
= Rp 7.000,00
Jumlah uang beredar bertambah dengan Rp 7.000,00, yang berbentuk tambahan
deposito sebesar Rp 6.667,00 dan sisanya Rp 333,00 berbentuk uang kas.
C. Modifikasi Anggapan 3: Adanya Kelebihan Cadangan
Anggapan ketiga adalah tidak adanya kelebihan cadangan. Semua kelebihan ini oleh
bank dipinjamkan semuanya. Beberapa bank (biasanya yang kecil) sering menahan
sejumlah tertentu kelebihan cadangan untuk berjaga-jaga menghadapi adanya
kemungkinan kekurangan cadangan. Adanya perubahan angapan ini tidak mengubah
proses penciptaan uang seperti pada modifikasi anggapan kedua. Seperti halnya tingkah
laku nasabah dalam menahan uang kas, disini bank juga dianggap menahan kelebihan
cadangan dalam proporsi tertentu terhadap deposito. Secara formula dapat ditunjukkan
sebagai berikut:
X= ∆ E∆ D
; dimana X adalah proporsi kelebihan cadangan yang ditahan terhadap
deposito, dan ∆ E adalah kelebihan cadangan yang ditahan.
Sekarang, tambahan deposito mula-mula berbentuk tiga, yakni tambahan deposito,
uang kas, dan kelebihan cadangan.
∆ B=R ∆ D+∆ C+∆ E ; dimana: ∆ E=∆ D ∆ E∆ D
∆ E=X ∆ D
Dengan metode substitusi diperoleh hasil:
∆ B=R ∆ D+ K ∆ D+X ∆ D
¿∆ D(R+ K+X )
∆ D=∆ B 1R+K+ X
Persamaan ini menggambarkan proses penciptaan deposito. Perubahan jumlah uang
beredar dapat diperoleh dengan cara yang sama seperti modifikasi dua, yakni sebagai
berikut:
∆ M=∆ D(1+K )
∆ M=∆ B 1+KR+K+X
Contoh: Apabila diketahui X=5 %=1/20 , maka
∆ M=Rp 1.000,00 1+1/201/10+1/20+1/20
¿ Rp1.000,00 (214
)
¿ Rp5.250,00 .
∆ D=Rp1.000,00( 11/10+1/20+1/20
)
¿ Rp5.000,00
Jadi tambahan deposito mula-mula (∆ B) sebesar Rp 1.000,00 akan berbentuk
tambahan deposito (R ∆ D) sebesar Rp 500,00; berbentuk uang kas (K ∆ D) sebesar Rp
250,00 dan berbentuk kelebihan kas yang ditahan bank (X ∆ D) sebesar Rp 250,00.
D. Modifikasi Anggapan 4: Adanya Pembedaan Giro dan Deposito Berjangka (Time
Deposit) dan Adanya Sektor Pemerintah
Satu pertanyaan yang penting disini adalah sampai seberapa jauh bank sentral dapat
mempengaruhi jumlah uang beredar? Dapatkah bank sentral menguasai sepenuhnya
jumlah uang beredar?
Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu akan dijelaskan satu konsep yang
penting dalam kaitannya dengan proses perubahan jumlah uang beredar, yakni “uang inti
(monetary base)”. Dikatakan uang inti karena merupakan pangkal/inti dari adanya uang.
Uang inti dapat didefinisikan sebagai utang neto dari penguasa moneter (pemerintah
c.q.bank sentral) yang ada ditangan masyarakat. Salah satu bentuknya adalah uang
kertas. Uang kertas inilah yang merupakan pangkal/inti dari peubahan jumlah uang
beredar. Tanpa uang kertas yang yang mula-mula diciptakan, tidak akan ada uang
beredar. Oleh karena itu disebut uang inti. Disamping uang kertas, uang inti juga
termasuk cadangan umum pada bank sentral. Secara formula:
MB=RS+C
Di mana:
MB adalah uang inti (monetary base)
RS adalah cadangan bank umum pada bank sentral
C adalah uang kertas
Dengan adanya pembedaan antara giro dan deposito berjangka, maka cadangan
minimumnya juga dibedakan. Deposito berjangka, cadangan minimum umumnya lebih
rendah. Demikian juga deposito dari pemerintah terkena cadangan minimum dengan
adanya ketiga jenis deposito ini, maka formulasi yang semula bentuknya D= 1R
RS, atau
dapat dituliskan RS=R . D, menjadi RS=R (D+T+G), dimana T adalah deposito
berjangka (time deposit), dan G adalah deposito pemerintah pada bank umum. Dari
formulasi terakhir ini tampak ada tiga yang dapat mempengaruhi jumlah uang beredar.
Pertama, masyarakat yang tercermin dalam D dan T, Bank sentral tercermin dalam R dan
peerintah tercermin dalam G.
Salah satu faktor penting yang memengaruhi kemampuan bank umum untuk
menciptakan uang adalah perbandingan/proporsi antara uang kas dengan deposito yang
ingin dipegang oleh masyarakat, misalnya, untuk setiap Rp 1.000,00 deposito,
masyarakat memegang uang kas Rp 250,00. Jadi proporsi uang kas terhadap deposito
sebesar Rp 250,00Rp 1.000,00
=1/4. Apabila suatu ketika keinginan masyarakat memegang
uang kas turun, misalnya menjadi Rp 100,00 untuk setiap deposito Rp 1.000,00 (jadi
proporsinya turun menjadi 1/10) maka kemampuan bank umum untuk menciptakan uang
akan semakin kecil juga. Apabila proporsi ini kita beri simbol k, maka dapat
diformulasikan:
C = kD atau
K= C/D
Besar k dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya tingkat pendapatan, penggunaan
kartu kredit serta keadaan perekonomian pada umumnya. Makin tinggi tingkat
pendapatan masyarakat k cenderung makin kecil. Demikian pula makin banyak transaksi
yang pembayarannya dilakukan dengan kartu kredit maka k akan lebih kecil. Sebaliknya,
apabila keadaan ekonomi tidak stabil (misalnya karena keadaan inflasi) maka k akan
makin besar.
Meskipun deposito berjangka tidak masuk dalam pengertian atau definisi uang,
namun karena sering bank sentral mengenakan cadangan minimum maka hal ini akan
mempengaruhi keinginan masyarakat untuk mempunyai deposito berjangka. Dari sini
bisa diketahui berapa perubahan jumlah uang sebagai akibat perubahan uang inti. Untuk
jelasnya disini akan ditunjukkan bagaimana perubahan keinginan masyarakat
mempengaruhi jumlah uang. Apabila keinginan masyarakat ini di gambarkan atau
ditunjukkan dengan proporsi antara deposito berjangka dengan giro maka dapatlah secara
simbol dituliskan:
T = t D atau
t = T/D;
dimana:
T = Deposito berjangka
t = Proporsi deposito berjangka terhadap giro (demand deposit).
Besarnya t sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga deposito berjangka. Makin tinggi
tingkat bunga atas deposito berjangka makin besar nilai t.
Cadangan minimum tidak hanya dikenakan atas deposito yang berasal dari
masyarakat, tetapi juga dikenakan atas deposito yang berasal dari pemerintah. Meskipun
deposito pemerintah ini tidak masuk dalam perhitungan jumlah uang, namun perubahan
proporsi deposito ini terhadap giro (demand deposito) akan mempengaruhi proses
perubahan jumlah uang. Apabila proposisi ini dinyatakan dengan symbol g, maka dapat
diformulasikan sebagai berikut:
G = g D atau
g = G/D
di mana G adalah deposito pemerintah yang besar kecilnya ditentukan dari
pendapatan (dari pajak) dan pengeluaran pemerintah.
Setelah faktor-faktor penting yang mempengaruhi proses perubahan jumlah uang
dijelaskan maka dapatlah kemudian disusun model untuk menentukan apa yang
dinamakan dengan “angka pelipat uang (money multiplier)” sebagai berikut:
M = D+C
MB = RS+C
RS = r(D+T+G)
C = Kd
T = tD
G = gD
Dengan substitusi diperoleh rumusan:
MB = r(D+T+G)+kD
MB = r(D+tD+gD)+kD
MB = [r(1+t+g)]D
D = 1r (1+t +g )+k
MB
Dari rumusan C = kD, maka diperoleh:
C = kr (1+t +g )+k
MB
Kemudian rumusan ini dimasukkan ke dalam rumusan/definisi uang
M = D + C
M = 1r (1+t +g )+k
MB + 1r (1+t +g )+k MB
M = 1r (1+t +g )+k
MB
Angka pelipat uang (m):
m = 1+kr (1+t +g )+k
Dari formula ini jelas bahwa perubahan jumlah uang tidak haya ditentukan oleh bank
sentral saja, tetapi juga oleh masyarakat (melalui t dan k) serta pemerintah (melalui g).
Memang, factor utama yang mempengaruhi jumlah uang disini adalah cadangan
minimum (r). Haya bank sentral yang dapat mempengaruhi r. Tetapi hasil seluruhnya
terhadap jumlah uang masih tergantung pada sikap masyarakat. Jadi, kesimpulannya,
bank sentral tidak begitu mudah untuk mengatur jumlah uang beredar, karena ada banyak
faktor yang mempengaruhinya.
Dari uraian di atas nampak bahwa perubahan jumlah uang beredar merupakan hasil
interaksi masyarakat, perbankan dan otoritas moneter. Secara sederhana jumlah uang
beredar dapat dirumuskan sebagai berikut:
M = m MB
Angka pengganda uang (m) dipengaruhi masyarakat (melalui t dan k), pemerintah (g)
serta bank sentral (r). Demikian pula uang inti (MB) dipengaruhi oleh banyak faktor.
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi uang inti. Uang inti adalah
kewajiban/utang moneter dari otoritas moneter (Bank Sentral) terhadap masyarakat
maupun bank umum. Uang inti dapat diketahui melalui neraca otoritas
Jumlah uang beredar terdiri atas:
a) Uang kartal yang beredar di luar Bank Indonesia, bank-bank umum serta di
luar kantor Bendahara Negara
b) Saldo Giro atu rekening koran yang bukan miliknya bank umum, pemerintah,
atau bukan penduduk
Oleh karena itu giro bank umum yang ada di bank Indonesia tidak dihitung dalam
jumlah uang beredar. Jumlah uang kartal dan giral tersebut disebut uang dalam arti
sempit ¿) dan apabila jumlah tersebut ditambah lagi dengan uang kuasi (deposito
berjangka yang belum jatuh tempo, tabungan, dan simpanan dalam valuta asing milik
penduduk yang disimpan di bank umum) disebut jumlah uang beredar dalam arti luas
(M 2) atau likuiditas perekonomian.
BAB III
PENUTUP
Analisis jumlah uang yang beredar (JUB) ditentukan oleh hasil interaksi antara
masyarakat, lembaga keuangan serta bank sentral. Analisis jumlah uang beredar dapat dilihat
dari beberapa modifikasi anggapan sebagai berikut:
1. Anggapan pertama
Terdiri dari proses sederhana tentang penciptaan kredit (perubahan jumlah uang beredar).
Anggapan-anggapannya yaitu:
a. Cadangan minimum 10%.
b. Masyarakat tidak akan mengubah jumlah uang kas yang dipegang (tidak ada “cash
drain” dalam proses).
c. Semua kelebihan reserves dipinjamkan.
d. Hanya ada satu macam deposito.
2. Anggapan kedua
Adanya kebocoran kas (cash drain) yakni setiap bank memberikan pinjaman kepada
nasabah sebesar kelebihan cadangannya oleh nasabah tersebut tidak semuanya
didepositokan pada bank yang lain, tetapi disimpan atau ditahan dalam bentuk uang kas.
3. Anggapan ketiga
Adanya kelebihan cadangan. Pada realitanya beberapa bank sering menahan sejumlah
tertentu kelebihan cadangannya untuk berjaga-jaga menghadapi adanya kemungkinan
kekurangan cadangan sebagaimana tingkah laku nasabah dalam menahan uang kas.
4. Anggapan keempat
Adanya pembedaan Giro dan Deposito Berjangka. Uang inti merupakan konsep proses
yang berkaitan erat dengan jumlah uang beredar. Uang inti terdiri dari cadangan bank
umum pada bank sentral dan uang kertas. Dengan adanya pembedaan antara giro dan
deposito berjangka, maka cadangan minimumnya juga dibedakan.
DAFTAR PUSTAKA
Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter Buku I. Yogyakarta: BPFE UGM