nilai budaya dalam sastra lisan panji di desa...

5
Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) VIII 2016 234 41 NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN PANJI LARAS DI DESA MADEGAN SAMPANG Anisa Fajriana Oktasari Universitas Madura Abstrak: Kebudayaan lahir turun temurun dari nenek moyang. Kebudayaan sabung ayam ternyata dilakukan sejak kebudayaan nenek moyang kerajaankerajaan Hindu-Budha berkembang. Hal ini dibuktikan pula dengan adanya sastra lisan Panji Laras yang di dalamnya bercerita tentang kebudayaan yang terus melekat pada masyarakat era modern. Sastra lisan Panji Laras di Desa Madegan, Sampang merupakan salah satu bentuk sastra lisan meliputi tradisi sastra yang pewarisan dan perkembangannya dilakukan secara lisan dan turun-temurun sampai pada generasi berikutnya. Penelitian ini menggunakan teori nilai budaya, yaitu menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai pandangan dalam permasalahan kondisi sosial budaya suatu masyarakat. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Nilai Budaya dalam Sastra Lisan Panji Laras di Desa Madegan Sampang?” Tujuannya untuk memperoleh deskripsi objektif tentang nilai budaya dalam sastra lisan Panji Laras di Desa Madegan Sampang. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah informan KH. Ihksan Mawardi Dohri dengan teknik wawancara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi, perekaman. Dari hasil analisis data tentang nilai budaya dalam sastra lisan Panji Laras di Desa Madegan Sampang. Peneliti dapat menarik simpulan sebagai berikut: nilai kenyataan (kebanaran). Kata Kunci: Nilai Budaya, Cerita rakyat PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kebudayaan lahir turun temurun dari nenek moyang. Kebudayaan sabung ayam ternyata dilakukan sejak kebudayaan nenek moyang kerajaankerajaan Hindu-Budha berkembang. Hal ini dibuktikan pula dengan adanya sastra lisan Panji Laras yang di dalamnya bercerita tentang kebudayaan yang terus melekat pada masyarakat era modern. Sastra lisan Panji Laras di Desa Madegan, Sampang merupakan salah satu bentuk sastra lisan meliputi tradisi sastra yang pewarisan dan perkembangannya dilakukan secara lisan dan turun-temurun sampai pada generasi berikutnya. Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut) (Hutomo, 1991:1). Kajian sastra lisan termasuk kajian foklor. Foklor merupakan sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun diantaranya kolektif apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat bantu pengingat. (Pusposari, 2011: 1). Pada umumnya sastra lisan tumbuh dan berkembang di masyarakat pedesaan yang jauh dari perkotaan, walaupun demikian hal ini bukan berarti bahwa sastra lisan tidak terdapat di dalam masyarakat yang telah mengenal tulisan, hanya peranannya tidak sebesar di dalam masyarakat yang belum atau sedikit mengenal tulisan. Di Desa Madegan memiliki cagar budaya yang melekat di hati masyarakatnya. Madegan adalah pusat pemerintahan dari kerajaan Madura yang ada di Sampang, di Desa Madegan ini juga terdapat bukti- bukti atau benda peninggalan yang berhubungan dengan cerita Panji Laras. Benda yang ada di Desa Madegan merupakan benda yang sangat berarti bagi masyarakat Madegan, karena benda tersebut merupakan bukti tentang keberadaan kerajaan pertama di Madura. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:

Upload: duongdat

Post on 12-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN PANJI DI DESA …fkip.unira.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/2.-NILAI-BUDAYA-DALAM... · berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) VIII 2016 234

41

NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN PANJI

LARAS DI DESA MADEGAN SAMPANG

Anisa Fajriana Oktasari

Universitas Madura

Abstrak: Kebudayaan lahir turun temurun dari nenek moyang. Kebudayaan sabung ayam ternyata dilakukan sejak

kebudayaan nenek moyang kerajaan–kerajaan Hindu-Budha berkembang. Hal ini dibuktikan pula dengan adanya

sastra lisan Panji Laras yang di dalamnya bercerita tentang kebudayaan yang terus melekat pada masyarakat era

modern. Sastra lisan Panji Laras di Desa Madegan, Sampang merupakan salah satu bentuk sastra lisan meliputi

tradisi sastra yang pewarisan dan perkembangannya dilakukan secara lisan dan turun-temurun sampai pada generasi

berikutnya. Penelitian ini menggunakan teori nilai budaya, yaitu menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk

sebagai pandangan dalam permasalahan kondisi sosial budaya suatu masyarakat. Berdasarkan latar belakang

masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Nilai Budaya dalam Sastra Lisan Panji

Laras di Desa Madegan Sampang?” Tujuannya untuk memperoleh deskripsi objektif tentang nilai budaya dalam

sastra lisan Panji Laras di Desa Madegan Sampang. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Sumber data

penelitian ini adalah informan KH. Ihksan Mawardi Dohri dengan teknik wawancara. Metode penelitian yang

digunakan adalah metode observasi, perekaman. Dari hasil analisis data tentang nilai budaya dalam sastra lisan

Panji Laras di Desa Madegan Sampang. Peneliti dapat menarik simpulan sebagai berikut: nilai kenyataan

(kebanaran).

Kata Kunci: Nilai Budaya, Cerita rakyat

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah Kebudayaan lahir turun temurun dari nenek moyang. Kebudayaan sabung ayam ternyata

dilakukan sejak kebudayaan nenek moyang kerajaan–kerajaan Hindu-Budha berkembang. Hal ini

dibuktikan pula dengan adanya sastra lisan Panji Laras yang di dalamnya bercerita tentang kebudayaan

yang terus melekat pada masyarakat era modern. Sastra lisan Panji Laras di Desa Madegan, Sampang

merupakan salah satu bentuk sastra lisan meliputi tradisi sastra yang pewarisan dan perkembangannya

dilakukan secara lisan dan turun-temurun sampai pada generasi berikutnya.

Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan

yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut) (Hutomo, 1991:1). Kajian

sastra lisan termasuk kajian foklor. Foklor merupakan sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar

dan diwariskan secara turun temurun diantaranya kolektif apa saja, secara tradisional dalam versi yang

berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat bantu pengingat.

(Pusposari, 2011: 1). Pada umumnya sastra lisan tumbuh dan berkembang di masyarakat pedesaan yang

jauh dari perkotaan, walaupun demikian hal ini bukan berarti bahwa sastra lisan tidak terdapat di dalam

masyarakat yang telah mengenal tulisan, hanya peranannya tidak sebesar di dalam masyarakat yang

belum atau sedikit mengenal tulisan.

Di Desa Madegan memiliki cagar budaya yang melekat di hati masyarakatnya. Madegan adalah

pusat pemerintahan dari kerajaan Madura yang ada di Sampang, di Desa Madegan ini juga terdapat bukti-

bukti atau benda peninggalan yang berhubungan dengan cerita Panji Laras. Benda yang ada di Desa

Madegan merupakan benda yang sangat berarti bagi masyarakat Madegan, karena benda tersebut

merupakan bukti tentang keberadaan kerajaan pertama di Madura.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:

Page 2: NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN PANJI DI DESA …fkip.unira.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/2.-NILAI-BUDAYA-DALAM... · berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) VIII 2016 235

Bagaimanakah nilai budaya dalam sastra lisan cerita Panji Laras di Desa Madegan Sampang?

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai budaya dalam sastra lisan cerita

Panji Laras di Desa Madegan Sampang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, atau penalaahan

dokumen. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengamatan dan wawancara dan sastra lisan cerita

panji laras di desa madegan sampang dianggap cerita lisan yang perlu adanya pengamatan, perekaman,

pencatatan, wawancara mendalam dan teknik pengalihan wacana dari lisan ketulisan.

Analisis Data Secara Induktif

Penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif karena analisis induktif lebih dapat

menemukan pengaruh bersama dan mempertajam hubungan-hubungan dalam konteks penelitian ini

adalah untuk mempertajam hubungan-hubungan fokus yang dikaji yaitu nilai budaya dalam sastra lisan

cerita Panji Laras di Desa Madegan Sampang.

Teori dan Dasar (Grounded Theory)

Penelitian kualitatif menghendaki arah bimbingan penyusunan teori subtantif yang berasal dari

kata. Dalam penelitian ini menggunakan teori yang telah disusun secara sistematis yang menyesuaikan

dari data yang dikaji.

Deskriptif Mengutamakan deskripsi, dengan kegiatan antologis. Data yang dikumpulkan dan dimaksudkan

untuk memberikan gambaran sewajarnya dari objek kajian. Dalam penelitian ini, data diidentifikasi dan

diklasifikasikan menurut fokus kajian, setelah itu diberikan intrepretasi atau gambaran sewajarnya sesuai

dengan fokus kajian yaitu nilai budaya.

Teori

Budaya dapat dibedakan antara kata “budaya dan kebudayaan”, tapi dalam ilmu antropologi

budaya, kebudayaan dan budaya itu artinya sama (Soelaeman, 2005:2). Secara etimoligis kebudayaan

berasal dari kata Sanskerta Buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi berarti budi atau

akal. Kata kebudayaan mempunyai arti yang sama dengan Culture yang berasal dari kata latin Colere,

yang artinya mengolah, mengerjakan, meyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani).

Koentjaraningrat (dalam Sukidin dkk, 2003:4) mendefinikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia

dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar

dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya

tersusun dalam kehidupan masyarakat. Budaya adalah bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang

berarti cinta, karsa, dan rasa (Setiadi, dkk, 2006:27).

Koentjaraningrat (dalam Widyosiswoyo, 1993:33) meyebutkan paling sedikitnya ada tiga wujud

kebudayaan yaitu: 1) Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan,

dan sebagainya. 2) Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3)

Sebagai benda-benda hasil karyanya Abrams menyatakan bahwa (dalam Sudikan, 2001:6) pendekatan

mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dunia kehidupan nyata.

PEMBAHASAN

Nilai Kenyataan (kebenaran)

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran beberapa cara di tempuh untuk memperoleh

kebenaran. Di dalam kehidupan nilai-nilai harus di junjung tinggi terutama nilai kebenaran, kadangkala

sebagian orang tidak memikirkan hal itu, mereka hanya memikirkan diri sendiri tanpa melihat disekitar

Page 3: NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN PANJI DI DESA …fkip.unira.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/2.-NILAI-BUDAYA-DALAM... · berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) VIII 2016 236

kita ada mahkluk lain yang ingin dipelihara layakya manusia tanpa harus disakiti dan dianiaya. Hal ini

terdapat pada cerita lisan Panji Laras di Desa Madegan Sampang. Berikut kutipannya:

“Saamponna pan berempan arè tellor gelle’ teddes ajâm sè bhâgus. Ajâm gelle’ è berri’

nyama Cendi Laras sareng èbhuna. Ajâm gelle’ bhânarè èkèbhâ amaèn ka alas sambi èlatè

sareng Panji Laras” (KH. Ikhsan Mawardi Dohri, 2010:1/6)

Kebenaran tercermin di dalam tingkah laku tokoh bernama Panji Laras yang senantiasa

merawat ayam peliharaanya dengan sepenuh hati dan kasih sayangnya sehingga dia

memberikan nama kepada ayamnya dengan nama Cendi Laras.

Pada kenyataannya di lingkungan persabungan ayam tidak hanya anak remaja yang senantiasa

menonton atau ikut andil di dalam pertandingan ayam akan tetapi seseorang yang sangat dewasa kakek-

kakek juga ikut menonton. Hal ini juga terdapat dalam cerita lisan Panji Laras di Desa Madegan

Sampang. Berikut kutipannya:

“Saampona ajâmma èyaddhu pas ajâma mosona è pakala kabbhi pas Emba gelle’ atanya

polè dâ’ Panji Laras “tojjuna bâ’na èntara dâ’ emma nak?” Panji Laras ajâwâb “tojjuna

kaulâ nyarèa ajâm sè lebbi koat dâri sareng ajâm kaulâ terros kaulâ nyarèa rama kaulâ”.

O..bâdâ nak iye arèa ajâmma Adipati Aryo Wiraraja sè bâdâ è Sorbâjâ. (KH. Ikhsan

Mawardi Dohri, 2010:2/2).

Mengadu ayam di zaman dulu sudah marak dilakukan dan dijadikan kebiasaan, tidak hanya

dikalangan remaja dewasa, orang yang sudah tua pun juga ikut-ikutan andil di dalam

tontonan seru sawung ayam dan kebiasaan orang zaman dulu sudah menjadi kebiasaan

masyarakat masa kini khususnya di daerah Madegan Sampang dan wilayah madura pada

umumnya.

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ide-ide maupun daya cipta dan karya

manusia berdasarka proses kebiasaan yang dilakukannya secara turun-temurun. Seringkali seseorang

mengadakan kesepakatan bersama sebelum melakukan pertandingan demi menjunjung tinggi nilai-nilai

kebenaran supaya di akhir pertandingan tidak ada penyimpangan. Hal ini juga terdapat di dalam cerita

Panji Laras di Desa Madegan Sampang. Berikut kutipannya:

“Adipati Aryo Wiraraja peggel Adipati Aryo Wiraraja atanya “anoapa bâ’na dâteng dâ’

enna’ bân tojjuna apa?” kaulâ terro ngaddhuwâ tang ajâm jâwâbbâ Panji Laras sambi

mèsem, dengan salèra kaku Adipati Aryo Wiraraja ta’ nola’ tantanganna tapè Adipati Aryo

Wiraraja ngajuaghi parjanjiyân, mon ajâmma Panji Laras sè mennang bi’ sèngko’ è

berri’na hadiya sèaropa pèssè emmas, tapè mon tang ajâm sè mennang bâ’na kodhu toro’

oca’ apah sè èkaparènta engko’. Tabâren jârèya Panji Laras ta’ nola’ alias saroju’. (KH.

Ikhsan Mawardi Dohri, 2010:2/3).

Seorang Adipati Wiraraja membuat kesepakatan kepada Panji Laras sebelum pertandingan

ayam dilakukan biar nanti sesudah pertandingan tidak terjadi kekacauan.

Tidak hanya dikehidupan nyata di dalam sebuah cerita juga terdapat kenyataan (kebenaran) yang

dibuat seseorang itu akan terbawa dalam kehidupan sekarang ini. Hal ini juga terdapat dalam cerita lisan

Panji Laras di Desa Madegan Sampang. Berikut kutipannya:

“Nangèng nyatana saampona èyaddhu ajâma Panji Laras sè mennang. Akhèrra prajurit

kerajaan Adipati Aryo Wiraraja bânnya’ sè ngallè pas noro’ Panji Laras molè ka alas.

(KH. Ikhsan Mawardi Dohri, 2010:2/4).

Kesepakatan yang dibuat Adipati Wiraraja harus dilaksanakan dengan sebenar-benarnya

demi menjunjung tinggi nilai kebenaran di dalam sebuah kebiasaan yang diadakan oleh

Adipati Wiraraja.

Di dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian

dan kesadarannya tidak mungkin tanpa kebenaran. Segala sesuatu yang berkaitan dengan ide-ide maupun

Page 4: NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN PANJI DI DESA …fkip.unira.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/2.-NILAI-BUDAYA-DALAM... · berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) VIII 2016 237

daya cipta dan manusia berdasarkan proses kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun. Seringkali

seseorang mengikuti sawung ayam dan ayamnya selalu menang pastinya banyak orang yang kagum pada

ayam yang tergolong kuat dan biasanya nama dari si pemilik ayam juga ikut terkenal di kalangan orang-

orang penyawung ayam. Hal ini juga terdapat dalam cerita lisan Panji Laras di Desa Madegan Sampang.

Berikut kutipannya:

“Sajân abit pangèkotna Panji Laras sajân bânnya’ polana sènneng dâ’ ajâmma Panji

Laras. Sèllang pan berempan bulân, Panji Laras ollè sorat undangan kahormadhân dâri

istana kerajaan Adipati Aryo Wiraraja undanganna sèamonyè masalah sayèmbara sabung

ajâm. Pas kalagghuna Panji Laras pamèt dâ’ ka èbhuna kalabân nèat hadir dâ’ sayèmbara

ganèko. Saampona dâpa’ ka arèna sabung ajâm, langsung èyund, terros kabenderren

ajâmma Panji Laras amoso sareng ajâmma kerajaan Bali. Ternyata saampona èyaddhu

mennang ajâmma Panji Laras (KH. Ikhsan Mawardi Dohri, 2010:3/1).

Lantaran ayam Panji Laras selalu menang dalam sawung ayam sehingga banyak orang

yang senang kepada ayam Panji Laras, mereka yang kagum dengan ayam Panji Laras

bersedia menjadi pengikut Panji Laras dan nama Panji Laras pun juga ikut dikenal sebagai

pemilik ayam jago yang kuat juga tangguh. Tidak jarang Panji Laras mendapat surat

undangan untuk mengikuti sawung ayam.

Kebiasaan seseorang yang dirasa sejalan dengan hati rohaninya akan terbawa di dalam pergaulan

sehari-harinya walaupun orang itu dalam keadaan susah sekalipun dia akan berusaha menyelipkan

ditengah kesibukannya hanya demi memelihara dan menyawung ayam. Hal ini juga terdapat dalam cerita

lisan Panji Laras di Desa Madegan Sampang. Berikut kutipannya:

“Samarèna jârèya Panji Laras èparèngi pakon ghuruna sè asma èpon Mbah Sabelang,

èparèngi pakon nyebbaraghi ajhârân aghâma islam è daèra Pasuruan, polana èka’ dissa

bâdâ bèntèng bâlândhâ sèrammè kabârrâ pareppa’na ghanèka kadhâddhiyân pembhunoan

dâ’ Untung Sanopati, mèlana dâri ka’dinto Panji Laras bân Mbah Sabelang langsung ka

Probolinggo teppa’ èdhisa Bantaran. Sabbân arèna Panji Laras èngghi ka’dinto

dâ’emma’a saos pagghun ngeppe’ ajâm, saèngghâ èdhimma’a bhâi Panji Laras ngoladhi

orèng neggu’ otabâ ngaddhu ajâm, Panji Laras pastè matabâr ajâm jagona onto’ èsabung

tapè sabelluna èsabung Panji Laras ngajhuaghi parjhanjiyân, (KH. Ikhsan Mawardi Dohri,

2010:4/4).

Walaupun Panji Laras dalam keadaan terontang-anting dalam menjalankan tugasnya yaitu

berdakwah menyebarkan agama islam dia menyempatkan kebiasaannya menyawung ayam,

akan tetapi menyawung ayam disini hanya sebagai sarana dan prasarana dakwah untuk

menislamkan para pesawung ayam yang marak sekali pada waktu itu.

Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat

asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman

tentang kebenaran tanpa melaksnakan konflik kebenaran, manusia kan mengalami pertentangan batin,

karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan

hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan (kebenaran) dalam

hidupnya yang dimana yang selalu ditunjukkan oleh kebenaran. Hal ini juga terdapat dalam cerita lisan

Panji Laras di Desa Madegan Sampang. Berikut kutipannya:

“Saampona ollè aontaon è daèra Pasuruan, akhèrra èkèding bi’ kompennè bâlândhâ.

Terros bi’ masyarat Probolinggo èsoro ngallè dâ’ daèra laèn. Akhèrra Panji Laras bân

Mbah Sabelang ngallè dâ’ Situbondo teppa’ è daèra Kendik, èdissa Panji Laras bân Mbah

Sabelang sapartè biasa ngala’sanaaghi tojjhuna èpon ènggghi ka’dinto nyebbereghi

aghâma islam kalabân cara nyabung ajâm sè ngangguy kasapakadhân tertanto. (KH.

Ikhsan Mawardi Dohri, 2010:5/1).

Bahwasanya di dalam menegakkan kebenaran kadangkala seseorang harus terontang-anting

demi menyampaikan kebenaran itu kepada sesorang yang banyak menyimpang dari

kebanaran walaupun dengan jalan menyabung ayam.

Page 5: NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN PANJI DI DESA …fkip.unira.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/2.-NILAI-BUDAYA-DALAM... · berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) VIII 2016 238

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data tentang nilai budaya dalam cerita Panji Laras di desa Madegan

Sampang yaitu nilai kenyataan (kebenaran), Nilai kenyataan (kebanaran) yakni nilai yang tercermin di

dalam sikap atau tingkah laku seorang tokoh Panji Laras yang senantiasa memelihara dan menyawung

ayam, hingga dijadikan sarana dan prasana dalam proses pencarian ayah kandungnya dan sebagai alat

untuk berdakwah menyebarkan agama islam.

DAFTAR PUSTAKA

Hutomo, Suripan Sadi. (1991). Mutiara Yang Terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya:

HISKI Komda Jatim.

Pusposari, Dewi. (2011). Mitos dalam Kajian Sastra Lisan. Malang: Pustaka Kaiswaran.

Setiadi, Elly. (2006). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenadamedia.

Sudikan, Setya Yuwana. (2001). Metode Penelitian Sastra Lisan. Surabaya: Citra Wacana.

Sudikin. (2003). Pengantar Ilmu Budaya. Surabaya: Intan Cendikia.

Soelaeman, Munandar. (2005). Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT. Renika Cipta.

Widyosiswoyo, Supartono. (1993). Ilmu Budaya Dasar. Bogor Selatan : Ghalia Indonesia.