net
DESCRIPTION
NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIKTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Nekrolisis epidermal toksik ditemukan pertama kali pada tahun 1956, sebanyak 4
kasus oleh Alana Lyell, penyakit ini biasanya juga disebut sindrom Lyell.
NETditemukan oleh Alana Lyell dengan gambaran berupa erupsi yang menyerupai luka
bakar pada kulit akibat terkena cairan panas (scalding).
Kondisi toksik mengacu pada beredarnya zat toksin dalam peredaran darah, dahulu
kondisi ini dipikirkan sebagai penyebab dari gejala-gejala nekrolisis epidermal toksik.
Lyell menggunakan istilah ‘nekrolisis’ dengan menggabungkan gejala klinis
epidermolisis dengan gambaran histopatologi ‘nekrosis’. Beliau juga menggambarkan
keterlibatan pada membran mukosasebagai bagian dari sindrom, dan ditemukan hanya
terjadi sedikit inflamasi di daerahdermis, sebuah tanda yang kemudian disebut ’dermal
silence.
Nekrolisis epidermal toksik (NET) merupakan reaksi mukokutan akut dan episodik
yang dapat mengancam jiwa. Keadaan umum lebih berat dibandingkan dengan Sindrom
Steven Johnson (SSJ), ditandai epidermolisis generalisata dan kelainan pada selaput
lendir di orifisium dan mata. Insidennya meningkat karena penyebab utamanya alergi
obat dan hampir semua obat dapat dibeli bebas.
Penyebab NET belum jelas, tetapi obat-obatan (sulfonamid dan butazones)
danspesies Staphylococcus merupakan penyebab utama. Akibatnya, istilah-istilah
seperti staphylococcal-induced toxic epidermal necrolysis dan drug-induced scalded
skin syndrome menang selama beberapa dekade, tetapi sekarang dipisahkan karena
terapi dan prognosisnya berbeda. Oleh karena itu nekrolisis epidermal toksik atau NET
merupakan penyakit erupsi kulit yang umumnya timbul akibat obat-obatan dengan lesi
berupa bulla,dengan penampakan kulit seperti terbakar yang menyeluruh.
1 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI FISIOLOGI DAN HISTOLOGI KULIT
A. Epidermis
Epidermis adalah bagian terluar kulit dan tesusun dari 4 sampai 5 lapisan
epitelia. Tebalnya kira-kira 0,1 mm yang bervariasi dari 0,07 mm pada kulit tipis
sampai 1,4 mm pada kulit yang tebal di telapak tangan dan kaki. Epidermis tidak
berisi pembuluh darah tetapimenerima difusi zat-zat dari dermis untuk mengadakan
pertukaran sisa-sisa metabolisme dbagi nutrisi di dalam darah. Dalam epidermis
terdapat dua sistem :
1. Sistem malpighi, bagian epidermis yang sel – selnya akan mengalami
keratinisasi.
2. Sistem pigmentasi, yang berasal dari crista neuralis dan akan memberikan
melanosit untuk sintesa melanin.
Disamping sel – sel yang termasuk dua sistem tersebut terdapat sel lain,
yaitu sel Langerhans dan sel Markel yang belum jelas fungsinya.
2 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
Lapisan-lapisan epidermis:
Stratum basale atau Stratum germinativum
Strarum Basale adalah lapisan tunggal sel yang melekat pada
jaringan ikat dari lapisan kulit di bawahnya dermis. Disebut stratum
basal karena sel-selnya terletak dibagian basal. Lapisan tunggal yang sel-
selnya mampu membelah diri. Lapisan ini terikat pada membran dasar
yang memisahkan epidermis dengan jaringan konektif dari epidermis
yang berdekatan. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong.
Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin
warna.Sel tersebut disusun seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel
tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel-sel
basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari
epidermis dengan dermis . Permukaan kulit yang tidak terdapat rambut
mengandung sel epitel khusus yang dikenal sebagai sel Merkel. Sel ini
ditemukan di antara sel-sel yang paling dalam yang terdapat pada
stratum germinativum. Sel-sel ini sensitif terhadap rangsangan kimia, sel
Merkel menerima rangsangan kimia yang menstimulasi saraf sensorik.
Stratum spinosum / Stratum akantosum
Stratum spinosum adalah lapisan sel spina atau tanduk karena sel
tersebut disatukan oleh tonjolan yang menyerupai spina (penghubung
intraseluler). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling tebal
dan dapat mencapai 0,2 mm dan terdiri dari 8 sampai 10 sel yang tidak
beraturan bentuknya.
3 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
Sel-selnya disebut spinosum karena jika kita lihat dibawah
mikroskop sel-selnya terdiri dari sel-sel yang bentuknya poligonal
(banyak sudut) dan mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum
karena sel-selnya berdiri. Dibentuk dari sel-sel yang sangat erat
dihubungkan oleh desmosoma. Kecil fibril-fibrilnya menghubungkan
sel yang satu dengan yang lainya yang disebut intercelular bridges atau
jembatan interselular.
Stratum granulosum
Stratum granulosum adalah lapisan epidermis ketiga yang terdiri dari
3 sampai 5 baris sel-sel pipih yang berisi granul berwarna gelap yang
disebut keratohialin yang merupakan precursor pembentukan keratin.
Keratin adalah suatu protein kedap air yang didapati pada lapisan
epidermis. Inti sel-sel pada stratum granulosum ada dalam berbagai
tahap degenenerasi. Karena inti ini pecah, sel-sel ini tiadak mampu lagi
melaksanakan metabolisme dan kemudian mati.
Stratum lucidium
Stratum lusidum adalah lapisan jernih seperti suatu pita yang bening
yang batas-batas sel nya sudah tidak terlihat lagi dan tembus cahaya.
Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah sel-sel sudah
banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih
sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan
dan telapak kaki.
4 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
Stratum corneum
Stratum corneum adalah lapisan epidermis teratas yang dapat
ditemukan pada permukaan kulit yang tebal maupun yang tipis. Stratum
corneum terdiri dari 25 – 35 lapisan datar yang multiple dan sel yang
interlocking. Epithelium mengandung sejumlah besar keratin yang
disebut keratinized atau cornified. Normalnya, stratum corneum ini
merupakan lapisan yang relative kering, yang membuat permukaan tidak
sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme. Proses cornification mencul
di mana saja khuusnya pada permukaan kulit kecuali permukaan
anterior seperti pada mata. Meskipun stratum corneum resisten terhadap
air, stratum corneum tidak tahan air dan air dari cairan interstitial
mempenetrasi permukaan, diuapkan melalui sekeliling udara. Proses ini
disebut juga insensible perspiration.
B. Dermis
Lapisan dermis atau korium merupakan lapisan kedua kulit. Lapisan ini
terdiri daripada tisu penghubung yang berkembang daripada mesoderma yaitu
bahagian tengah daripada 3 lapisan primer embrio. Dermis bertindak untuk
menyokong lapisan epidermis dan mengikatnya pada lapisan dalam, yaitu lapisan
hipodermis. Dermis mempunyai ketebalan kira-kira 0.25 ke 2.55 mm dan lapisan
yang paling tebal terletak di bahagian tapak tangan dan tapak kaki. Lapisan dermis
yang paling tipis pula terletak di bahagian kelopak mata, penis dan skrotum. Bagian
utama kedua dari kulit adalah dermis, yang tersusun dari jaringan ikat yang berisi
serabut kolagen dan elastik. Dermis sangat tebal di telapak tangan dan telapak kaki,
sangat tipis dikelopak mata, penis, dan skrotum.
Dermis terdiri dari dua lapisan : bagian atas, pars papilaris (stratum papilar)
dan bagian bawah, retikularis (stratum retikularis). Baik pars papilaris maupun pars
retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabut-serabut :
serabut kolagen, serabut elastis, dan serabut retikulus. Serabut ini saling
beranyaman dan masing-masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen,
untuk memberikan kekuatan pada kulit, serabut elastis, memberikan kelenturan
5 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
pada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut
dan memberikan kekuatan pada alat tersebut.
Lapisan Papilar
Merupakan lapisan dermal paling atas, sangat tidak rata, bagian
bawah papilla nampak bergelombang. Lapisan ini mempunyai sel tisu
penghubung seperti fibroblast, sel mast dan mikrofag. Jaringan kapiler
yang banyak pada lapisan papilar menyediakan nutrient untuk lapisan
epidermal dan memungkinkan panas merambat ke permukaan kulit.
Reseptor sentuhan juga terdapat dalam lapisan papilar.
6 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
Lapisan reticular
Merupakan lapisan kulit paling dalam, mengandung banyak arteri,
vena, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus, serta reseptor tekanan.
Baik lapisan papilar maupun lapisan reticular mengandung banyak
serabut kolagen dan serabur elastic. Adanya serabut elastic tersebut
memberikan kekuatan, keutuhan, kebolehan untuk merenggangkan,
memberikan kekenyalan pada kulit dan menyebabkan kulit orang muda
lebih elastis, sedangkan kulit orang tua menjadi keriput karena serabut
elastis dan lapisan lemak subkutan menjadi sangat berkurang.
Dermis juga memiliki banyak pembuluh darah, yang berperan untuk
melakukan regulasi suhu tubuh.Bila suhu tubuh meningkat, arteriol dilatasi, dan
kapiler-kapiler dermis menjadi terisi dengan darah yang panas.Dengan demikian,
memungkinkan panas dipancarkan dari permukaan kulit ke udara. Bila suhu
lingkungan dingin, maka panas tubuh harus disimpan, untuk itu arteriol dermal
berkonstriksi sehingga darah tidak banyak menuju permukaan kulit, panas tubuh
yang dipancarkan juga lebih sedikit.
C. Subkutis atau Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan di antara
gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini
bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti
cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada
tiap-tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama
(berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock breaker atau pegas bila
tubuh mengalami benturan, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu dan
penimbunan kalori. Di bawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat
otot.
7 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
Kelenjar Kulit
Ada tiga macam kelenjar yang berhubungan dengan kulit, yaitu
kelenjar sebasea, kelenjar sudorifera, dan kelenjar seruminosa :
1) Kelenjar sebasea atau kelenjar minyak
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada
folikel rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum.
Sebum merupakan suatu campuran lemak, kolesterol, protein, dan
garam-garam anorganik. Sebum menjaga rambut dari kekeringan dan
kerapuhan, membentuk lapisan pelindung. Kelenjar sebasea banyak
terdapat di kulit kepala, wajah, dada depan dan belakang dan mereka
tidak hadir pada telapak tangan dan telapak kaki.
2) Kelenjar seruminosa
8 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
Kelenjar seruminosa adalah kelenjar yang berbentuk pipa
dan mensekret minyak lilin disebut seruminus yang dibawa oleh
minyak ke dalam saluran, bersama-sama dengan kelenjar sebaseus.
Di dalam telinga bagian luar lilin dapat menjadi keras dan
menyebabkan tekanan mendesak membran timpani yang
memisahkan bagian luar dan telinga bagian dalam. Kelenjar
seruminosa ini ditemukan juga di bagian periferi kelopak mata
dimana sekresinya meminyaki konjungvita dan kornea mata.
3) Kelenjar keringat
Kelenjar keringat adalah sekresi aktif dari kelenjar keringat di
bawah pengendalian syaraf simpatis. Kelenjar kulit mempunyai
lobulus yang bergulung-gulung dengan saluran keluar lurus
merupakan jalan untuk mengeluarkan berbagai zat dari badan
(kelenjar keringat). Keringat terutama berisi larutan garam dengan
konsentrasi kira-kira 1/3 dari yang ada dalam plasma. Keringat
dibentuk oleh 2-5 juta kelenjar keringat yang berupa saluran
melingkar pada pori-pori permukaan kulit. Kelenjar keringat disusun
oleh sel epitelium yang sangat aktif menghasilkan keringat. Di
antaranya adalah kelenjar ekrin yang disyarafi oleh syaraf simpatis,
melepaskan keringat sebagai reaksi peningkatan suhu lingkungan
dan suhu tubuh.
Pengeluaran keringat pada tangan, kaki, dahi, sebagai reaksi
tubuh terhadap stressdannyeri. Selain itu juga terdapat kelenjar
keringat apokrin disyarafi oleh syaraf-syaraf adrenergik yang
terdapat di ketiak, vulva, puting susu dan anus.
9 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
2.2 DEFINISI
N.E.T adalah penyakit berat, gejala kulit yang terpenting adalah epidermiolisis
generalisata, dapat disertai kelainan pada selaput lendir di orificium dan mata.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Nekrolisis epidermal toksik merupakan penyakit yang langka. Insiden NET
ditemukan 0,4 ± 1,2 kasus per 1 juta orang per tahun. Berdasarkan data dari
‘Group Health Cooperative of Puget Sound’ Seattle, Washington,yang mencakup
sekitar 260000 individu, dari laporan pasien yang dirawat di rumah sakit dari tahun
1972-1986. Insiden eritema multiformis, SSJ, dan NET sebanyak 1,8 kasus per 1
juta orang per tahun, kasus untuk pasien dengan umur 20-64 tahun. Insiden EM,
SSJ, dan NET untuk pasien yang berumur dibawah 20 tahun dan diatas 65 tahun
meningkat menjadi 7 sampai 9 kasus per 1 juta orang per tahun.
Dibandingkan dengan SSJ penyakit ini lebih jarang ditemukan, dan umumnya
mengenai orang dewasa seperti pada SSJ. NET bisa terjadi pada semua usia, dengan
resiko yang meningkat setelah usia 40-an.
2.4 ETIOLOGI
Etiologinya sama dengan SSJ. Penyebab utama juga alergi obat yang berjumlah
80-95% dari semua pasien. Penyebab utama ialah derivat penisilin (24%), disusul
oleh paracetamol (17%) dan karbamazepin (14%). Penyebab lainnya yaitu antibiotik
golongan fenilbutason dan piroksikan, allopurinol, rifampicin, etambutol, natrium-
diklofenak, ibuprofen, tiebendasol, analgetil dan antipiretik lainnya
10 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
2.5 PATOGENESIS
Nekrolisis epidermal toksik adalah bentuk parah dari SSJ. Sebagian kasus-
kasus SSJ berkembang menjadi NET. Kasus ini merupakan reaksi tipe II (sitolitik),
jadi gambaran klinisnya bergantung pada sel sasaran (target cell). Gejala utama
pada NET ialah epidermolisis karena sasarannya ialah epidermis. Pada alergi obat
akan terjadi aktivasi sel T, termasuk CD4 dan CD8, IL-5 meningkat, juga sitokin-
sitokin yang lain. Gejala atau tanda lain yang dapat menyertai NET bergantung pada
sel sasaran yang dikenai, misalnya akan terjadi leukopenia bila sel sasarannya
leukosit, dan dapat terlihat purpura jika trombosit menjadi sel sasaran.
2.6 GEJALA KLINIS
NET merupakan penyakit yang berat dan sering menyebabkan kematian karena
gangguan keseimbangan cairan/elektrolit atau karena sepsis. Gejalanya mirip SSJ
yang lebih berat.
Penyakit mulai secara akut dengan gejala prodormal. Pasien tampak sakit berat
dengan demam tinggi, kesadaran menurun (soporokomatosa). Kelainan kulit mulai
dengan eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula, dapat pula
disertai purpura. Lesi pada kulit dapat disertai lesi pada bibir dan selput lender
mulut berupa erosi, ekskoriasi, dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna
11 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
merah hitam pada bibir. Kelainan semacam itu dapat pula terjadi di orifisium
genitalia eksterna. Juga dapat disertai kelainan pada mata seperti pada SSJ.
Pada NET yang terpenting adalah terjadinya epidermolisis, yaitu epidermis
terlepas dari dasarnya yang kemudian menyeluruh. Adanya epidermolisis
menyebabkan tanda Nikolsky positif pada kulit yang eritematosa, yaitu jika kulit
ditekan dan digeser, maka kulit akan terkelupas. Epidermolisis mudah dilihat pada
tempat yang sering terkena tekanan, yakni pada punggung dan bokong karena
biasanya pasien berbaring. Pada sebagian pasien kelainan kulit hanya berupa
epidermolisis dan purpura, tanpa disertai erosi, vesikel, dan bula. Kuku dapat
terlepas (onikolisis). Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan di traktus
gastrointestinal.
12 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
Morfologi dari lesi kulit telah dipelajari secara rinci. Pertama, lesi muncul
tampak eritematosa, ‘dusky red’ atau ‘purpuric macules’ dari ukuran dan bentuk
tidak teratur, dan memiliki kecenderungan untuk menyatu. Pada tahap tampak
keterlibatan mukosa yang terasa nyeri, dengan tingkat progresivitas cepat untuk
NET harus benar-benar dicurigai. Jika kerusakan epidermal yang spontan tidak
ditemukan, maka tanda Nikolsky harus dicari dengan mengerahkan tekanan
mekanis tangensial dengan jari pada beberapaarea eritematosa. Pada keterlibatan
epidermis berkembang menjadi nekrosis, dengan ‘dusky red macular lession’ yang
berwarna abu-abu yang khas. Proses ini dapat terjadi sangat cepat, beberapa jam
ataupun hingga beberapa hari. Epidermis yang nekrotik kemudian terlepas dari
dermis yang mendasarinya, dan cairan yang mengisi ruang antara dermis
danepidermis, sehingga menimbulkan bulla.
Bulla mempunyai gambaran khas mudah pecah dan dapat memanjang ke
samping dengan sedikit tekanan dari jempol dari nekrotik epidermis tersebut akan
berpindah ke lateral (Hansen Asboe-sign).Kulit basah menyerupai kertas rokok
seperti ditarik keluar oleh trauma, meliputi daerah yang luas dan perdarahan pada
dermis, yang disebut sebagai ‘scalding’. Oleh karena itu pasien tersebut harus
ditangani dengan sangat hati-hati. Bulla tegang biasanya terlihat pada
permukaan palmo plantar, di mana epidermis lebih tebal sehingga, lebih tahan
terhadap trauma ringan.
13 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
2.7 HISTOPATOLOGI
Pada stadium dini tampak vakuolisasi dan nekrosis sel-sel basal sepanjang
perbatasan dermal-epidermal. Sel radang di dermis hanya sedikit terdiri atas
limfohistiosit. Pada lesi yang telah lanjut terdapat nekrosis eosinofilik sel epidermis
dengan pembentukan lepuh subepidermal.
2.8 DIAGNOSA BANDING
1. Sindrom Stevens-Johnson: Keadaan umum biasanya buruk disertai vesikel dan bulla
tanpa epidermolisis.
.
14 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
2. Staphylococcus scalded skin syndrome (SSSS): biasanya timbul pada anak-
anak dengan lokalisasi tertentu. Berupa bulla nummular di leher, ketiak, lipat paha
danwajah, kemudian menyeluruh. Setelah beberapa hari akan terjadi deskuamasi.
SSSS jarang mengenai mukosa.
2.9 PENATALAKSANAAN
Obat yang tersangka menyebabkan alergi segera dihentikan. Ada pula cara
pengobatan hanya mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. Dapat juga dilakukan
pengobatan menggunakan kortikosteroid. Cara pengobatan mirip pengobatan pada SSJ
yang berat. Perbedaannya mengenai dosisnya, NET lebih parah daripada SSJ sehingga
dosis kortikosteroid lebih tinggi, umumnya deksametason 40 mg sehari dosis iv. Bila
setelah dua hari diobati dengan cara tersebut masih juga timbul lesi baru, hendaknya
dipikirkan kemungkinan alergi terhadap obat yang diberikan pada waktu rawat inap.
Obat yang tersering ialah antibiotik, jadi diganti.
Sebagai pengobatan topical dapat digunakan sulfadiazine perak (krim dermazin,
silvadene). Perak dimaksudkan untuk mencegah/mengobati infeksi oleh kuman gram
negatif, gram positif dan candida, sedangkan sulfa untuk kuman gram positif. Efek
15 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
samping sulfadiazine oerak ialah neutropenia ringan dan reversible, sehingga tidak
perlu dihentikan. Pengobatan untuk mulut dan bibir sama dengan pengobatan SSJ.
a) Pengobatan Simptomatik
Fluid replacement secepatnya
Suhu ruangan dipertahankan 28-39oC
Early nutritional support: pasang NGT
Konsultasi disiplin ilmu lain: THT, mata, penyakit dalam, gigi, dan mulut.
Matadiperiksa oleh ophthalmologist setiap hari, beri artificial tears, tetes mata
antibiotik,dan vitamin A setiap 2 jam sekali selama fase akut. Mulut berkumur
dengan larutan antiseptik atau antifungal beberapa kali sehari
b) Pengobatan Spesifik
Kortikosteroid dan Intravenous immunoglobulin
Cyclosporine A
Plasmapheresis/hemodialysis
Anti-TNF agents
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya
ketidakseimbangan cairan bersama-sama dengan glomerulonefritis. Komplikasi lain
seperti pada SSJ(2). Apabila kelainan kulit meluas, meliputi 50% - 70% permukaan
kulit, maka prognosisnya buruk.
Jadi luas kulit juga mempengaruhi prognosisnya. Juga bila terdapat purpura
yang luas dan leucopenia. Tingkat prognosis dapat juga diketahui dengan
menggunakan tabel scorten, dimana semakin tinggi skor yang didapat maka resiko
kematian juga semakin tinggi.
16 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
2.11 PROGNOSIS
Jika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika
disebabkan alergi terhadap obat. Jika kelainan kulit luas, meliputi 50-70%
permukaan kulit, prognosisnya buruk. Jadi luas kulit yang dikenai mempengaruhi
prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan leucopenia. Angka kematian
NET 30-35%, jadi lebih tinggi daripada SSJ yang hanya 5 % atau 10-15% pada
bentuk transisional, karena NET lebih berat.
17 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Nekrolisis epidermal toksik merupakan penyakit yang langka. N.E.T adalah
penyakit berat, gejala kulit yang terpenting adalah epidermiolisis generalisata, dapat
disertai kelainan pada selaput lendir di orificium dan mata. Penyebab utama juga
alergi obat yang berjumlah 80-95% dari semua pasien, obat-obatan penyebabnya
adalah derivat penisilin (24%), disusul oleh paracetamol (17%) dan karbamazepin
(14%). Jika kelainan kulit luas, meliputi 50-70% permukaan kulit, prognosisnya
buruk. Jadi luas kulit yang dikenai mempengaruhi prognosisnya.
18 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
DAFTAR PUSTAKA
1. Duegio, MS, dkk. Vol 35. 2008. Nekrolisis Epidermal Toksik Dengan Pengobatan
Immunoglobulin Intravena. MDVI. Jakarta.
2. Djuanda, A. 2013. Nekrolisis Epidermal Toksik. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi keenam. FKUI. Jakarta
3. Wolff, K, et al. Epidermal Necrolysis (Steven-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis). In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Seventh edition.
Volume one. McGraw Hill Medical. USA. 2006. Pg: 349-355.
4. Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. In: Bolognia JL, Jorizzo
JL,Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed. London: Mosby; 2008.
5. Daili, E.S.S, dkk. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia Sebuah Panduan
Bergambar. PT. Medical Multimedia Indonesia: Jakarta.
6. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. EGC: Jakarta. Buku
Kedokteran; 2004.
19 NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK